Analisis Keefektifan Pengelolaan Informasi Kesehatan Berdasarkan Sistem Case-mix INA-CBGs Pasien Jamkesmas Pada Bangsal Bedah Di RSUP Dr. M. Djamil Padang | Oktamianiza | Jurnal Manajemen Informasi Kesehatan Indonesia 60 202 1 PB

Analisis Keefektifan Pengelolaan Informasi Kesehatan Berdasarkan
Sistem Case-mix INA-CBGs Pasien Jamkesmas Pada Bangsal Bedah Di
RSUP Dr. M. Djamil Padang
Oktamianiza
Dosen Pada Program Studi D3 Rekam Medis STIKES Dhrama Lanbau Padang

oktamianiza@gmail.com

ABSTRAK
Case-mix merupakan sistem pembayaran kesehatan yang berhubungan dengan mutu, pemerataan,
dan keterjangkauan pelayanan kesehatan. Permasalahannya masih tinggi biaya pelayanan
kesehatan, sehingga pemerintah melalui program case-mix menetapkan standarisasi biaya
pelayanan kesehatan pada pasien Jamkesmas. Penerapannya sudah dilaksanakan pada RSUP Dr.
M. Djamil Padang sejak tahun 2008, permasalahan dalam pelaksanaannya adalah kualitas
informasi yang tidak efektif, diantaranya kelengkapan dan kejelasan penulisan diagnosis serta
ketepatan kode.Hasil penelitian kualitatif, diketahui bahwa kebijakan secara operasional belum
ada, Tim case-mix sudah dibentuk, motivasi dan edukasi belum optimal, monitoring/evaluasi
belum diterapkan. Analisa kuantitatif didapatkan 75,3% kinerja pengode tidak baik, 78,7% kinerja
dokter tidak baik dan 48,3% pengelolaan informasi tidak efektif. Tidak ada hubungan antara
kinerja pengode dengan keefektifan informasi (pvalue = 0,124) dan ada hubungan kinerja dokter
dengan keefektifan informasi (pvalue = 0,024).Oleh sebab itu diharapkan kepada manajemen

rumah sakit untuk menetapkan Standar Operasional Prosedur, mengoptimalkan tim case-mix,
melakukan sosialisasi, motivasi dan edukasi dalam pelaksanaan case-mix. Disamping itu didalam
pengisian rekam medis (penulisan diagnosis) sebaiknya legible (mudah terbaca), sehingga
memudahkan kegiatan pengkodean.
Kata kunci : Case-mix INA-CBGs, Jamkesmas, Pembiayaan kesehatan dan efektifitas

78

pengkodeaannya.

PENDAHULUAN
Tingkat kesehatan penduduk Indonesia

Hal

ini

menunjukkan

bahwa data yang tersedia belum tepat


masih relatif rendah jika dibandingkan

sehingga

dengan negara-negara tetangga di Asia

keefektifan pengelolaan data dan informasi

Tenggara. Angka kematian ibu masih sekitar

pelayanan kesehatan tersebut. Kunci sukses

390 per 100.000 kelahiran hidup, sementara

dari penyusunan Case-mix adalah pada

di Philipina 170, Vietnam 160, Thailand 44

diagnosis dan pengkodean yang teliti.


dan Malaysia 39 per 100.000 kelahiran

akan

Apabila

berdampak

diagnosis

dan

terhadap

kode

yang

hidup. Hal ini berkaitan secara langsung


dicantumkan pada berkas rekam medis tidak

maupun tidak langsung dengan besarnya

tepat, maka dapat berdampak terhadap biaya

biaya yang dikeluarkan oleh pemerintah

pelayanan

ataupun masyarakat untuk kesehatan dan

menunjukkan ketidakefektifan pengelolaan

besarnya

data

cakupan


asuransi

kesehatan.

(Hozizah, 2009).

untuk menanggulangi

sebuah

kesehatan

ini

pada

dapat

sarana


Berdasarkan hasil survey yang dilakukan

masalah tersebut.

Kesehatan

solusi

ketersediaan

pelayanan

Hal

pelayanan kesehatan.

Sebuah solusi yang efektif diperlukan

Departemen


kesehatan.

yang

RI

menetapkan

dapat

pelayanan

pada RSUP Dr. M. Djamil Padang tentang
penyelenggaraan sistem case mix INA-CBGs

menjamin

Jamkesmas,


dimana

didapatkan

yang

bahwa belum sepenuhnya terlaksana sesuai

memadai dan terjangkau yaitu dengan

dengan ketetuan yang ada. Rekam medis

menetapkan

pelayanan

sebagai sumber data dalam penyelenggaraan

kesehatan berdasarkan sistem yang dikenal


sistem case-mix ini belum terisi dengan

standar

kesehatan

pasien

biaya

INA-CBGs

lengkap dan akurat. Sehingga hampir 30%

(Indonesian Case Base Groups) (Depkes RI,

pasien Jamkesmas yang telah diverifikasi

2008).


kebenaran

dengan

Case-mix

nama

atau

kesesuaian

datanya

Namun, pelaksanaan Case-mix pun tidak

dikembalikan ke unit pengolah Jamkesmas

lepas dari berbagai kendala. Salah satunya


(unit rekam medis), hal ini dikarenakan

adalah kendala tentang kelengkapan dan

adanya ketidaksesuaian data pada formulir

ketepatan

data,

kelengkapan

dan

mencantumkan

diantaranya

seperti

verifikasi dengan data pada berkas rekam

ketepatan

dalam

medis.

diagnosis

dan

pengkodeannya. Sampai sekarang, selain ke-

METODE PENELITIAN

15 rumah sakit berpartisipasi dalam sistem

Penelitian

ini

dilaksanakan

dengan

case mix ini sebahagian rumah sakit di

menggunakan pendekatan kualitatif dan

Indonesia (sekitar 65%) belum membuat

kuantitatif.

diagnosis

jelas

menggunakan metoda wawancara mendalam

berdasarkan ICD-10 serta belum tepat

yaitu untuk mendapatkan informasi yang

yang

lengkap

dan

79

Pendekatan

kualitatif

mendalam tentang kebijakan rumah sakit

informasi (pvalue = 0,124) dan

tentang pendokumentasian rekam medis

hubungan kinerja dokter dengan keefektifan

serta pelaksanaan sistem case-mix INA-

informasi (pvalue = 0,024).

ada

CBGs di RSUP Dr. M. Djamil Padang Pada
Pasien Jamkesmas Bangsal Bedah tahun

PEMBAHASAN

2011.Sedangkan

terhadap

Kebijakan Rumah Sakit Terhadap
Pengisian Rekam Medis dan Pelaksanaan
Case-Mix INA-CBGs
Kebijakan
Rumah
Sakit
Umum

berkas rekam medis pasien Jamkesmas

Pemerintah (RSUP) Dr. M. Djamil Padang

Bangsal Bedah di RSUP Dr. M. Djamil

tentang pelaksanaan pengisian rekam medis

Padang

penelitian

pada saat ini berpedoman kepada Buku

kuantitiatif ini adalah analitik dengan desain

Pedoman Penyelenggaraan Rekam Medis

Cross sectional.

RSUP Dr. M. Djamil Padang Edisi ke IV

kuantitatif
dokumen

untuk

pendekatan

menggunakan
(studi

tahun

metoda

dokumentasi)

2011.

Jenis

telaah

RSUP Dr. M. Djamil Padang, melalui

HASIL

Keputusan

Hasil penelitian

kualitatif, diketahui

Direktur

Utama

01.01.04/II/397a//2011.

No.

OT

Disamping

itu

bahwa pada komponen input didapatkan

dalam penerapan case-mix INA-CBGs di

informasi

RSUP Dr. M. Djamil Padang ditetapkan

bahwa

kebijakan

secara

operasional belum ada, Tim case-mix sudah

berdasarkan

dibentuk

secara

Utama No.KP.02.07/11/369A/2011 tentang

mestinya, sedangkan pada

Pembentukan/Penunjukkan Tim Case-Mix.

namun

sebagaimana

berjalan

Surat

Keputusan

Direktur

komponen proses pada upaya pelaksanaan

Pada

diketahui

motivasi

pelaksanaan juga mengacu kepada Surat

petugas/staf masih rendah dan edukasi

Keputusan Departemen Kesehatan tentang

belum merata pada setiap orang/staf yang

pola

terlibat

berkelanjutan.

Jamkesmas di rumah sakit menggunakan

Kemudian pelaksanaan monitoring/evaluasi

sistem casemix INA-CBGs melalui Surat

belum diterapkan dan bahkan belum ada

Edaran Menteri Kesehatan Nomor 586/

pemberian

punishment.

Menkes/VII/ 2008, tanggal 3 Juli 2008.

Komponen output terdapat sekitar 30%

Menurut Pedoman Pelaksanaan Jaminan

pengelolaan informasi belum efektif.

Kesehatan Masyarakat (Manlak) tahun 2009

bahwa

serta

tingkat

belum

reward

Sedangkan

dan

pembiayaan

ketentuan-ketentuan

kesehatan

peserta

analisa

secara

ditekankan

75,3%

kinerja

melaksanakan pelayanan Jamkesmas agar

pengode tidak baik, 78,7% kinerja dokter

pemberlakuan INA-CBGs dapat berjalan

tidak baik dan 48,3% pengelolaan informasi

dengan

tidak efektif. Tidak ada hubungan antara

melaksanakan

kinerja

clinical pathway dan menggunakan sumber

kuantitatif

hasil

dasarnya

didapatkan

pengode

dengan

keefektifan

80

bagi

baik,

rumah

sakit

yang

rumah

sakit

harus

pelayanan

sesuai

dengan

daya yang paling efisien dan efektif (Depkes

tujuannya. Kebijakan dalam hal ini adalah

RI,

berupa prosedur tetap terkait implementasi

2009).

pemerintah

Berdasarkan
tersebut

kebijakan

rumah

sakit

pengisian rekam medis dan pelaksanaan

menyesuaikan pola pembiayaan kesehatan

case-mix INA-CBGs ini.

dari yang bersifat fee for service menjadi

Sumber Daya Manusia

Prospective Payment System. Salah satu

Sumber daya manusia merupakan salah

bentuk kebijakan yang harus ditetapkan oleh

satu

rumah sakit, diantaranya prosedur tetap

keberhasilan pelaksanaan sebuah sistem.

pengisian rekam medis dalam pelaksanaan

Sumber daya manusia (SDM) yang handal,

case-mix

dibutuhkan didalam pengelolaan data dan

INA-CBGs,pengisian

formulir

komponen

yang

mempengaruhi

clinical pathway serta bagaimana prosedur

informasi

pelaksanaan case-mix INA-CBGs tersebut.

informasi yang didapatkan oleh rumah sakit

kesehatan,

sehingga

kualitas

Dari hasil wawancara mendalam dengan

akan efektif. Penerapan case-mix INA-

beberapa informan di RSUP Dr. M. Djamil

DRGs/INA-CBGs, diperlukan ketersediaan

Padang, dapat disimpulkan bahwa pihak

dan kemampuan sumber daya manusia

manajemen rumah sakit sangat mendukung

dalam mengelola potensi yang ada di rumah

pelaksanaan

sakit

pengisian

rekam

medis

(resume, RM1 dan clinical pathway) dalam

secara

efektif

sehingga

dapat

memberikan hasil yang positif.

penerapan case-mix INA-CBGs. Hal ini

Hasil wawancara

mendalam tentang

diketahui dengan telah dilakukan sosialisasi

sumber daya tenaga untuk penerapan Case-

di

dengan

mix INA-CBGs diketahui bahwa tenaga yang

mengeluarkan surat Keputusan Direktur

ada cukup memadai dari segi kualitas dan

tentang pembentukan tim Case-mixdan telah

kuantitas. Masalah yang ditemui bahwa

lingkungan

memasukan

rumah

kegiatan

sakit

case-mix

dalam

masih banyaknya rekam medis pasien

Rencana Strategik Rumah Sakit. Namun

Jamkesmas yang tidak jelas penulisan

dalam pelaksanaannya belum ada kebijakan

diagnosisnya, tidak lengkapnya diagnosis

operasional rumah sakit yang mendukung,

yang dicantumkan sehingga hal ini akan

sehingga implementasi belum terlaksana

berdampak terhadap ketepatan kode yang

sebagaimana mestinya.

akan ditetapkan oleh petugas pengodean.

Menurut penulis, langkah awal dan

Pengisian rekam medis (diagnosis pada

mendasar yang harus dilaksanakan adalah

resume keluar, Ringkasan masuk dan keluar

kebijakan

(RM1) dan formulir clinical pathway serta

yang

telah

diambil

oleh

manajemen perlu disosialisasikan lagi dan

pengkodean)seyogyanya

ditegaskan lagi dalam bentuk kebijakan

dengan melibatkan secara aktif SDM yang

operasional yaitu kebijakan yang terdiri dari

terlibat dalam pengisian rekam medis.

kegiatan-kegiatan

dalam

Penanganan pasien dan keterlibatan semua

menggerakkan organisasi dalam memenuhi

SDM dalam pelaksanaan pengisian tersebut

secara

nyata

81

dikembangkan

merupakan

kunci

sukses

penerapan

pengkodeannya. Sampai dengan sekarang,

pelayanan sehari-hari (Pearson, dkk, 1995).
Berdasarkan

Buku

Penyelenggaraan

Rekam

PORMIKI

tahun

diantaranya

;

ditanda

tangani

kesehatan

Pedoman
Medis

2011,

semua

lainnya

rumah sakit di Indonesia banyak yang belum

dalam

mulai menggunakan pengkodean medis.

dinyatakan

padahal, kunci sukses dari penyusunan

pencatatan

oleh

selain ke-15 rumah sakit berpartisipasi,

dokter

adalah

pada

diagnosa

dan

pengkodean yang teliti.(Depkes RI, 2008)

/tenaga
dengan

Hasil wawancara mendalam didapatkan,

kewenangannya dan ditulis nama terangnya

pengisian rekam medis pasien Jamkesmas

serta diberi tanggal, pencatatan yang dibuat

dilakukan oleh dokter residen, dan tidak

oleh mahasiswa kedokteran dan mahasiswa

semua permasalahan pengisian rekam medis

lainnya

diketahui oleh dokter yang merawat atau

ditanda

sesuai

Case-mix

harus

tangani

dan

menjadi

tanggung jawab dokter yang merawat atau

yang

oleh dokter pembimbing, catatan yang

pengobatan

dibuat oleh residens harus diketahui oleh

informan menyatakan ada konfirmasi ulang

dokter pembimbingnya.

yang dilakukan oleh petugas rekam medis

Menurut penulis, bahwa salah satu upaya
yang

dapat

dikembangkan

meningkatkan

kinerja

terhadap

dalam

bertanggung
pasien.

dokter

jawab
Hanya

yang

terhadap
satu

merawat

orang

pasien

apabila ditemui ada permasalaah pengisian

SDM,

yaitu

rekam

medis.

Disamping

tersebut

pada

tersosialisasinya

standar

yang

operasional (SPO) setiap kegiatan secara

dikembangkan rumah sakit. Disamping itu

keseluruhan, bahkan SPO tersebut baru

uraian kerja dari pada tiap-tiap SDM yang

didistribusikan dalam baru-baru ini.

memberdayakan
berbagai

SDM

kegiatan/program

terlibat dalam pelaksanaan case-mix ini

Menurut

penulis

untuk

itu

belum
prosedur

penerapan

sebaiknya dirumuskan secara terperinci.

penulisan diagnosis dan pengisian formulir

Upaya edukasi penting untuk dilaksanakan

clinical pathway serta coding ini perlu

dalam meningkatkan kualitas SDM dan

pendekatan

sebaiknya dilaksanakan secara bergilir serta

manusia dengan dibentuknya tim casemix di

berkelanjutan. Disamping itu pemberian

RSUP Dr. M. Djamil Padang. Menurut tim

reword dan puhnismen juga harus tetap

center of casemix Depkes RI (2009) salah

dipertahankan dan dilaksanakan, supaya

satunya dinyatakan, bahwa pelaksanaan

SDM agar lebih termotivasi dan apresiatif

case-mix melibatkan berbagai profesi medis

dalam bekerja.

setiap kelompok Staf Medis/ Staf Medis

Metode

Fungsional (SMF), profesi keperawatan

Pelaksanaan Case-mix pun tidak lepas

manajemen

sumber

daya

dengan asuhan keperawatan serta profesi

dari berbagai kendala. Salah satunya adalah

farmasi serta bagian penunjang.

kendala dalam melakukan diagnosa dan

82

pelaksanaan program case-mix INA-

Disamping itu data yang lengkap dan
akurat dalam penerapan Case-Mix juga

CBGs

dapat berfungsi sebagai rujukan bagi Rumah

Menurut

penulis

Sakit dalam melakukan penilaian terhadap

komitmen

secara

berbagai pelayanan yang telah diberikan.

penerapan

case-mix

Dengan demikian, keefektifan pelayanan

dilakukan pihak manajmen berserta

kesehatan dapat terkontrol dan dievaluasi

seluruh staf pengelola medis dan non

karena sistem yang ada sudah memiliki

medis

standar dalam hal penggunaan berbagai

Adapun

sumber dayanya. Sehingga, rumah sakit

dikembangkan dalam pembentukan

memiliki acuan yang jelas dalam usaha

komitmen ini dengan melibatkan staf

meningkatkan mutu pelayanan mereka.

sejak dari awal secara bersama-sama

Proses (Process)

menyusun

ini

dengan

pembentukan

manajemen
hal-hal

sepenuhnya.

tertulis

untuk

ini

perlu

dan

profesi.

yang

perencanaan

dapat

pelayanan

Proses adalah kumpulan bagian atau

pasien yang efisien dan efektif,

elemen yang terdapat dalam sistem yang

sehingga semua staf/ unit di rumah

berfungsi untuk mengubah masukan menjadi

sakit akan melaksanakan tugas dan

keluaran

tanggung

yang

terdiri

dari

prosedur

pelaksanaan atau upaya penerapan case-mix

jawabnya

dengan

sepenuhnya.

INA-CBGs, yaitu:

2. Upaya Penerapan

1. Perencanaan

Biaya kesehatan adalah besarnya

Menurut Gomes, 2003 ; perencanaan

dana yang harus disediakan untuk

merupakan langkah-langkah tertentu

menyelenggarakandan/atau

yang diambil oleh manajemen bahwa

memanfaatkan

organisasi

kesehatan

dapat

menjalankan

yang

berbagai
diperlukan

upaya
oleh

pekerjaannya dengan tepat waktu.

perorangan, keluarga, kelompok dan

Berdasarkan

masyarakat (Azrul A, 1996).Menurut

hasil

wawancara

mendalam, diperoleh bahwa pihak

Gillies

rumah sakit sudah menyusun rencana

manajemen pada tahap actuating

strategik dalam penerapan program

adalah pengarahan (edukasi) dan

case-mix INA-CBGs, dimana langkah

motivasi.

awal

dengan

maka perlu dilihat bagaimana edukasi

INA-

dan motivasi untuk penerapan case-

CBGs yang telah dimulai sejak tahun

mx INA-CBGs yang telah dilakukan

2006. Akan tetapi hambatan ditemui

di RSUP Dr. M. Djamil Padang

yang

pembentukan

dilakukan
tim

case-mix

belum

terwujudnya

bersama

dari

pada

komitmen
seluruh

(1986)

fungsi

Berdasarkan

hal

dasar

diatas

Berdasarkan hasil wawancara dengan

staf

beberapa informan didapatkan hasil bahwa

ataupun pihak manajemen dalam

pihak rumah sakit belum melakukan upaya

83

edukasi (pendidikan atau pelatihan) kepada

case-mx, dalam teori mengatakan bahwa staf

staf medis dan koding dalam rangka

akan

penerapan case-mix INA-CBGs ini, edukasi

pemahaman

ini

petugas

(Djojodibroto, 1997). Upaya lain adalah

Jamkesmas yang mengelola case-mix INA-

dengan cara staf dilibatkan sejak awal

CBGs. Sejak dicanangkan RSUP Dr. M.

supaya

Djamil Padang, sebagai salah satu rumah

Selain itu perlu diberikan reward bukan

sakit percontohan dalam penerapan case-mix

hanya uang tapi juga pujian (pengakuan),

INA-CBGs sejak tahun 2005 sampai saat ini

serta pemberian sanksi bagi yang tidak

sudah

menerapkan

baru

diberikan

berkembang

terhadap

dan

bahkan

tidak

dijadikan sebagai pilot project-nya Depkes
lagi

telah

bila

ada

kejelasan

terhadap

merasa

dihargai

dan

persoalan

aktualisasinya.

upaya-upaya

yang

terkait

dalampelaksanaancase-mix.

kegiatan-kegiatan

Evaluasi merupakan bagian penting dari

edukasi bagi petugas Jamkesmas dan pihak

proses manajemen, karena dengan evaluasi

manajemen dalam menerapkan case-mix

akan diperoleh umpan balik (feed back)

INA-CBGs dalam bentuk pelatihan dengan

terhadap pelaksanaan kegiatan yang telah

mengadakan

dilakukan

bekerja

worshop

maupun

dengan

direncanakan. Tanpa adanya evaluasi sulit

mengirim petugas mengikuti pelatihan dan

rasanya untuk mengetahui sejauh mana

seminar tentang casemix yang diadakan

tujuan-tujuan yang direncanakan tercapai

Departemen Kesehatan. Pada tahun 2011,

atau belum. Berdasarkan hasil wawancara

ada 13 paket pelatihan yang diikuti oleh

mendalam

rumah sakit dalam upaya pengembangan

tentang evaluasi terhadap upaya pelaksanaan

case-mix ini.

pengisian rekam medis dalam penerapan

dengan

beberapa

informan

case-mix di RSUP Dr. M. Djamil Padang,

Berdasarkan hasil wawancara mendalam
dengan beberapa orang informan didapatkan

dimana

hasil bahwa upaya untuk memotivasi staf

evaluasi belum sepenuhnya dilakukan.

agar melakukan penerapan case-mix

evaluasi

atau

monitoring

dan

ini

Menurut peneliti upaya evaluasi yang

belum dilakukan oleh pihak manajemen.

telah dilaksanakan oleh pihak rumah sakit

Motivasi adalah suatu set atau kumpulan

baru pada tahap evaluasi kesiapan, jadi yang

perilaku

bagi

perlu dilakukan adalah mengindentifikasi

seseorang untuk bertindak, dalam suatu cara

dan evaluasi dukungan rumah sakit terhadap

yang diarahkan kepada tujuan spsesifik

proses manajemen dalam melaksanakan

yang

memberi

way)

monev. Kemudian dalam penerapannya

(Armstrong,1991). Berdasarkan hal diatas

permasalahan yang ada hanya dilakukan

menurut penulis motivasi merupakan hal

pembahasan pada forum rapat, akan tetapi

mendasar yang harus diberikan pada staf.

apa yang didiskusikan pada forum tersebut

Upaya yang dilakukan adalah memberikan

belum di feedback ke seluruh komponen

tertentu

(spesifik

goal

landasan

directed

pengertian tentang pentingnya penerapan

84

yang

terkait

dalam

penerapan

sistem

mendefinisikan kode diagnosis penyakit

tersebut.

berdasarkan ICD-10 hanya membaca kode

Keluaran (output)

subkategori/karakter ke-4nya saja. Padahal

Hasil

yang

didapatkan

tentang

pemahaman dalam mendefinisikan kode

pengelolaan informasi berdasarkan case-mix

dimulai dari definisi kode kategori tiga

INA-CBGs ini belum efektif, sebagaimana

karakternya.

mestinya. Hal ini disebab oleh karena

ditemui D36.7 “ Other unspecified Site”,

sumber data untuk pelaksanaan case-mix ini

seharusnya Benign Neoplasm of Other

yang belum lengkap bahkan kurang tepat.

Unspecified

Data akan mengasilkan sebuah informasi,

menyebabkan terjadinya kesalahan dalam

dimana kebutuhan terhadap informasi untuk

pemahaman sebuah data yaitu ketepatan

mendukung

pemahaman, sehingga juga berpengaruh

kegiatan

manajemen

dan

Misalnya

Site).

dalam

Hal

program

ini

dapat

sebagai dasar pengambilan keputusan oleh

terhadap kualitas informasi (Daihani, 2001)

pihak manajer, sehingga diperlukan suatu

Kinerja

informasi yang mempunyai kualitas yang

Pengelolaan Informasi

dapat

ditentukan

dengan

Keefektifan

kelengkapan,

Kode klasifikasi penyakit oleh WHO

keakuratan, ketepatan makna serta kejelasan

(World Health Organizations) bertujuan

data (Daihani, 2001).

untuk menyeragamkan nama dan golongan

Sistem

oleh

Pengode

pembayaran

dilakukan

penyakit, cidera, gejala dan faktor-faktor

berdasarkan diagnosis pasien pulang, yang

yang mempengaruhi kesehatan. Oleh sebab

ditetapkan oleh dokter yang merawat atau

itu kecepatan dan ketepatan pemberian kode

bertanggung

sakit

dari suatu diagnosis sangat tergantung

mendapatkan pembayaran berdasarkan rata-

kepada pelaksana yang menangani berkas

rata biaya yang dihabiskan oleh rumah sakit

rekam

untuk

dan

pengode. ICD-10 memudahkan pengode

ketepatan kode oleh pengode. Permasalahan

dalam pengelompokkan penyakit agar tidak

yang ada dilapangan ada sekitar 48,3%

terjadi tumpang tindih. Alasan perlu adanya

informasi yang dihasilkan oleh rumah sakit

klasifikasi penyakit adalah bahwa rumah

tidak efektif. Hal ini disebabkan diantaranya

sakit memiliki banyak produk pelayanan

diagnosis yang dicantumkan pada berkas

kesehatan

rekam medis berbeda dengan diagnosis yang

klasifikasi tersebut dapat menerangkan dari

ada pada entri data case-mix INA-CBGs,

berbagai produk tersebut. Selain itu, dapat

sehingga

terhadap

juga membantu klinisi dalam meningkatkan

terdapat

pelayanan, membantu dalam memahami

penyedia

pemakaian sumber daya dan menciptakan

jawab.

suatu

diagnosis

akan

pembiayaan.
ketidaksesuaian

Rumah

penyakit

berdampak

Disamping

itu

pemahaman

medis

diantaranya

sehingga

dokter

dengan

dan

adanya

program atau software case-mix ini, dimana

alokasi

pada database klasifikasi penyakit, didalam

meningkatkan efisiensi dan efektifitas dalam

85

sumberdaya

yang

lebih

adil,

melayani

pasien

serta

menyediakan

arahan yang ada pada buku ICD-10.(Hatta,

informasi yang komparatif antar rumah

2010)

sakit.(Hatta, 2006).

Berdasarkan hasil pengamatan penulis

Petugas rekam medis bertanggung jawab

terhadap berkas rekam medis pasien tentang

atas keakuratan kode dari suatu diagnosis

kinerja dokter dalam pengisian rekam medis,

dan tindakan yang telah ditetapkan, dan

didapat sebahagian besar kinerja dokter

perlu

dahulu

tidak baik yiatu sebesar 78,7%. Kinerja

dengan dokter yang bersangkutan jika

dokter dalam pengisian rekam medis ini

terdapat diagnosis yang tidak jelas dan

dilihat dari penulisan diagnosis pada resume

lengkap. Kode dianggap tepat dan akurat

keluar dan ringkasan masuk dan keluar

bila sesuai dengan kondisi pasien dengan

pasien

segala tindakan yang terjadi, lengkap sesuai

penulisannya

aturan

penulisannya

dikomunikasikan

klasifikasi

terlebih

yang

digunakan

(RM1),

didapatkan

tidak

jelas

tidak

29,3%

dan

49,4%

lengkap.

Hasil

(PORMIKI, 2004). Menurut penulis, bahwa

wawancara mendalam didapatkan informasi

penetapan

tindakan

dari informan, bahwa salah satu faktor yang

dilakukan terhadap semua tindakan atau

menyebabkan terjadi hal tersebut karena

prosedur medis baik yang sifatnya operatif

faktor kesibukan, dimana profesi dokter

mapun non operatif. Namun yang ditemui

konsulen di RSUP Dr. M. Djamil memiliki

dilapangan penetapan kode tindakan ini

tanggung jawab yang rangkap yaitu sebagai

belum

penetapan

pemberi pelayanan dan pendidik/tenaga

diagnosis yang akan dikode dan yang tidak

pengajar dari fakultas. Hal ini berdampak

dikode belum mengacu kepada standar

terhadap

pengkodean tindakan yang seharusnya. Hal

dengan baik. Akibat terburu-buru akhirnya

ini akan berpengaruh terhadap informasi

tidak terselesaikan dengan baik penulisan

yang dihasilkan, karena ditemuinya adanya

rekam medis.

kode

konsisten,

ketidaklengkapan

diagnosis

dimana

pekerjaan

Permasalahan yang terjadi, diperkuat

sehingga dapat berdampak terhadap kualitas

oleh penulis dengan mendapatkan beberapa

informasi dan ketepatan kode.

informasi dari informan yang menyatakan

Dokter

yang

penyelesaian

disajikan

Kinerja

data

upaya

dengan

bahwa kebijakan belum tersosialisasi dengan

Keefektifan

tepat dan jelas, maka dari itu belum ada lagi

Pengelolaan Informasi
Penetapan

diagnosis

seorang

pasien

tanggung

jawab

dari

pada

dokter

merupakan kewajiban, hak dan tanggung

konsulen/penanggungjawab

jawab dokter (tenaga medis) yang terkait

mensukseskan sistem ini dengan benar dan

tidak boleh diubah, oleh karenanya diagnosis

komprehensif. Pada saat ini kebijakan yang

yang ada dalam rekam medis harus diisi

ada masih dalam bentuk kebijakan strategik,

dengan lengkap dan jelas sesuai dengan

belum operasional, sehingga para praktisi

untuk

dokter belum mengetahui secara pasti apa

86

tujuannya, manfaatnya dan apa dampak yang

ICD-9 CM volume 2 sebagai pedoman

ditimbulkan

dalam pengkodean secara benar dan tepat.

apabila

tidak

dilaksanakan

pengisian rekam medis dengan baik dan
benar.

DAFTAR PUSTAKA
Abdelhak

SIMPULAN

Mervat,

Health

Information

Management of Strategic Resources

Hasil penelitian

kualitatif, didapatkan

Second

bahwa kebijakan secara operasional belum
ada, Tim case-mix sudah dibentuk, motivasi
dan

edukasi

mendapatkan,

belum

semua

Edition, W.B. Saunders Company, USA,
2001.

petugas

monitoring/evaluasi belum

Dana C. McWay, Jd, RRA., Legal Aspects of
Health Information Management,
Delmar Publishers, `1996

diterapkan. Analisa kuantitatif didapatkan
75,3% kinerja pengode tidak baik, 78,7%
kinerja

dokter

tidak baik

dan 48,3%

Daihani,Pengembangan Sistem Informasi
Pembayaran Rawat Inap Pasien
Keluarga Miskin Berbasis INA-DRGs
Casemix
Guna
Monitoring
Pembiayaan Kesehatan di Rumah
Sakit Umum Daerah Dokter Soedarso
Kalimantan Barat oleh Chandra
Ibrahim (2009), 2001, [online] dari :
http://eprints.undip.ac.id. (diakses
tanggal 15 Desember 2011).

pengelolaan informasi tidak efektif. Tidak
ada

hubungan

antara

kinerja

pengode

dengan keefektifan informasi (pvalue =
0,124) danada hubungan kinerja dokter
dengan keefektifan informasi (pvalue =
0,024). Diharapkan perlu dukungan dari
manajemen dengan mengeluarkan prosedur
tetap

(protap),

mengoperasionalkan

Case-mix

yang

diadakan

sosialisasi

baru

dibentuk,
terhadap

tim
Depkes RI, Penggunaan Sistem Casemix
untuk Tekan Biaya Kesehatan,
Jakarta, 2008.

perlu
semua

kebijakan, perlu motivasi dan edukasi
Firmanda,
D.,
Pengenalan
Pembiayaan
Casemix.
Fatmawati, Jakarta,2009.

lanjutan bagi semua petugas, pembentukan
komitmen bersama serta monitoring dan
evaluasi dalam upaya penerapan case-mix
INA-CBGs.Disamping itu juga diperlukan

Huffman, Edna, K., Health Information
ManajemenTerjemahan
oleh
Erkardius. Padang, 1998.

upaya nyata dengan mulai mengisi rekam
medis dengan jelas dan lengkap serta
mengisi

formulir

clinical

pathway,

Hatta, R. Gemal, Pedoman Manajemen
Informasi Kesehatan di Saran
Pelayanan Kesehatan Revisi Buku
Petunjuk Teknis Penyelenggaraan
Rekam Medis (1991) dan Pedoman
Pengelolaan Rekam Medis Rumah

menerapkan peran dokter sebagai DPJP
(Dokter

Penanggung

Jawab

Sistem
RSUP

Pasien),

pengisian rekam medis yang legible (terbaca
dengan jelas) serta pengunaan ICD-10 dan

87

Sakit di Indonesia (1994, 1997),
Universitas Indonesia, Jakarta, 2011

88