PENERAPAN INFORMED CONSENT PADA PASIEN BEDAH DI RSI SOEMANI SEMARANG | . | Jurnal Manajemen Informasi Kesehatan Indonesia 178 598 1 PB

PENERAPAN INFORMED CONSENT PADA PASIEN BEDAH
DI RSI SOEMANI SEMARANG
Judi
Program Studi D III RMIK STIKES HAKLI Semarang
judi@yahoo.com

ABSTRACT
The purpose of this research is to know the implementation of informed consent in surgical patient in RSI.
Roemani Semarang. The type of this research is descriptive. Subjects in this study were doctors in the surgical
poly. The object of this research is the implementation of informed consent on approval and rejection of medical
action. The data were collected by interview and observation using interview guidance study instrument and
observation guideline. Data analysis was done by descriptive analysis. The result of the medical action approval
process indicates that there is only one witness where two witnesses should be involved in the implementation
of the medical action process, namely the absence of a nurse witness during the informed consent process. The
conclusion of the research is that the informed consent approval process has not been appropriate because of
the lack of witnesses in the implementation of informed consent and has not been included about the signature
of the nurse as a witness to the SOP.
Keywords: Implementation of Informed Consent, surgical patient.
ABSTRAK
Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui penerapan informed consent pada pasien bedah di RSI Roemani.
Jenis penelitian ini adalah deskriptif. Subyek dalam penelitian ini adalah dokter yang ada di poli bedah.

Obyek dalam penelitian ini adalah pelaksanaan informed consent pada persetujuan dan penolakan tindakan
medis. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara dan observasi dengan menggunakan instrumen
penelitian pedoman wawancara dan pedoman observasi. Analisis data dilakukan dengan analisis deskriptif.
Hasil penelitian meunjukkan proses persetujuan tindakan medis pada kasusu bedah belum sesuai Standar
Operasional Prosedur. Proses persetujuan tindakan medis pasien bedah minor maupun mayor dilakukan di
klinik bedah. Saksi hanya terdiri 1 orang saja dimana yang seharusnya terdapat 2 orang saksi. Jenis informasi
yang diberikan kepada pasien yaitu : diagnosis, dasar diagnosis, tindakan kedokteran, indikasi tindakan, tata
cara, tujuan, resiko, komplikasi, prognosis, serta alternatif dan resiko. Simpulan dari penelitian adalah proses
persetujuan informed consent belum sesuai dengan Standar Operasional Prosedur
Kata Kunci: informed consent, pasien bedah

PENDAHULUAN
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 269/MenKes/Per/III/2008 rekam
medis adalah berkas yang berisikan catatan dan
dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan,
pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang
diberikan kepada pasien. Semua proses pelayanan
yang diberikan dokter dan tenaga kesehatan lainnya
kepada pasien harus mendapat persetujuan dari pihak

pasien. Dalam hal ini informed consent mempunyai
peranan yang sangat penting. Informed consent
merupakan bukti persetujuan yang diberikan oleh

pasien atau keluarga pasien atas dasar informasi
dan penjelasan dari dokter kepada pasien mengenai
penyakit pasien dan tindakan yang akan dilakukan
kepada pasien tersebut dalam rangka penyembuhan.
(Guwandi, 2004)
Berdasarkan hasil observasi dengan pengamatan
pada poli bedah terhadap informed consent di
RSI Roemani Semarang ditemukan bahwa pada
pelaksanaan informed consent dilaksanakan di klinik
bedah dan hanya terdapat 1 orang saksi dimana yang
seharusnya terdapat 2 orang saksi agar terlaksananya
proses persetujuan tindakan medik. Oleh karena

89

Jurnal Manajemen Informasi Kesehatan Indonesia Vol. 5 No.2 Oktober 2017

ISSN: 2337-6007 (online); 2337-585X (Printed)

itu peneliti melakukan penelitian dengan judul
“Pelaksanaan Informed Consent Pada Pasien Bedah
di RSI Roemani”.

METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah deskriptif dengan
menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian ini
dilakukan di poli bedah RSI Roemani. Sedangkan
untuk waktu penelitian berlangsung selama kurang
lebih 2 bulan yaitu dimulai dari bulan Maret
sampai April 2017. Subyek dalam penelitian ini
adalah dokter yang ada di poli bedah. Obyek dalam
penelitian ini adalah pelaksanaan informed consent
pada persetujuan dan penolakan tindakan medis.
Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara dan
observasi dengan menggunakan instrumen penelitian
pedoman wawancara dan pedoman observasi.
Analisis data dilakukan dengan analisis deskriptif.


HASIL
Kebijakan atau prosedur informed consent.
RSI Roemani Semarang sudah memiliki Standar
Prosedur Operasional (SPO) No dokumen 016/01/19
No. Revisi 0 tentang Prosedur Tetap Persetujuan
Tindakan Kedokteran. Standar Prosedur Operasional
(SPO) tersebut telah menjelaskan tentang prosedur
informed consent yang bertujuan sebagai acuan bagi
petugas medis dan paramedis dalam melaksanakan
ketentuan tentang informed consent serta sebagai
acuan langkah-langkah dalam pemberian informed
consent. Isi prosedur tersebut dimulai dari sebelum
dilakukan tindakan di poli bedah harus diberikan
informasi dan edukasi oleh DPJP (dokter penanggung
jawab pasien) bedah kepada pasien hingga pasien
memahami apa yang disampaikan. Apabila pasien
telah memahami prosedur dan semua informasi
yang diberikan maka pasien dapat menyetujui dan
dilakukan tindakan. Sedangkan apabila pasien

memberikan penolakan maka tidak akan dilakukan
tindakan dan pasien harus menyetujui segala
konsekuensi jika terjadi hal-hal negatif yang timbul
terhadap pasien.
Jenis informasi yang diterima pasien pada saat
pelaksanaan informed consent.
Berdasarkan hasil wawancara terhadap dokter pada
poli bedah di RSI Roemani Semarang diketahui
bahwa selama proses pelaksanaan informed consent

90

pasien diberikan informasi yang cukup oleh dokter
mengenai apa saja yang harus diketahui oleh pasien
guna melaksanaan tindakan medik. Dimana informasi
yang diberikan kepada pasien disampaikan oleh
dokter secara lisan dan menggunakan bahasa yang
mudah dipahami oleh pasien dan keluarganya,
sehingga pasien akan memberikan persetujuan atau
penolakan tindakan medis sesuai dengan informasi

yang sudah dipahami mengenai keuntungan dan
kerugian apabila dilakukan tindakan medik tersebut.
Adapun jenis informasi yang diberikan kepada
pasien yaitu : diagnosis, dasar diagnosis, tindakan
kedokteran, indikasi tindakan, tata cara, tujuan,
resiko, komplikasi, prognosis, serta alternatif dan
resiko.

Pihak yang berhak memberikan persetujuan
dalam informed consent.
RSI Roemani telah memiliki Standar Prosedur
Operasional (SPO) No Dokumen 016.01.15 No.
Revisi 0 tentang Pemberi Informasi dan Penerima
Persetujuan yang diberikan kepada keluarga pasien
yang diberi hak untuk memberikan persetujuan
atau penolakan tindakan medis apabila pasien
dalam keadaan yang tidak memungkinkan untuk
memberikan persetujuan atau penolakan tindakan
medis.
Adapun pihak yang berhak menyatakan persetujuan

adalah sebagai berikut:
a) Pasien yang kompeten yaitu pasien dewasa
atau bukan anak menurut peraturan perundangundangan atau telah / pernah menikah,
tidak terganggu kesadaran fisiknya, mampu
berkomunikasi secara wajar, tidak mengalami
kemunduran perkembangan mental dan tidak
mengalami penyakit mental.
b) Keluarga terdekat pasien yaitu suami atau istri,
ayah atau ibu kandung, anak-anak kandung dan
saudara-saudara kandung atau pengampunya.
Pihak yang berhak memberikan penolakan dalam
informed consent.
Berdasarkan hasil wawancara dengan dokter pada
poli bedah di RSI Roemani Semarang diketahui
bahwa pasien yang akan mendapatkan tindakan medis
terlebih dahulu diberikan penjelasan dari dokter
yang bertanggung jawab dengan menggunakan
bahasa yang mudah dipahami oleh pasien. Setelah

Judi. Penerapan Informed Consent pada Pasien Bedah di RSI Soemani Semarang...


mendapatkan informasi dari dokter, pasien berhak
memberikan persetujuan atau penolakan terhadap
apa yang telah disampaikan. Apabila pasien
memberikan penolakan maka tindakan medis tidak
dilakukan kepada pasien. Adapun pihak yang berhak
menyatakan penolakan adalah sebagai berikut:
a) Pasien yang kompeten yaitu pasien dewasa
atau bukan anak menurut peraturan perundangundangan atau telah / pernah menikah,
tidak terganggu kesadaran isiknya, mampu
berkomunikasi secara wajar, tidak mengalami
kemunduran perkembangan mental dan tidak
mengalami penyakit mental.
b) Keluarga terdekat pasien yaitu suami atau istri,
ayah atau ibu kandung, anak-anak kandung dan
saudara-saudara kandung atau pengampunya.
Proses persetujuan pasien terhadap tindakan
medik.
Berdasarkan hasil wawancara dengan dokter
di poli/klinik bedah diketahui bahwa proses

pemberian informed consent mayor dan minor
yang ada di poli bedah tidak ada perbedaan. Yang
mana pasien dengan bedah mayor maupun minor
mengikuti proses pelaksanaan informed consent
yang sama. Dan berdasarkan hasil observasi di
RSI Roemani Semarangdiketahui bahwa pada
proses persetujuan tindakan medik yaitu dimulai
dengan pasien datang periksa ke poli bedah
dan mendapatkan pelayanan, setelah melakukan
pemeriksaan isik dan mendapatkan pelayanan maka
pasien akan mengetahui apakah perlu mendapatkan
tindakan medik lebih lanjut atau tidak. Apabila
dari pemeriksaan isik belum cukup maka dapat
dilakukan dengan pemeriksaan penunjang lain
misalnya laboratorium, CT–SCAN, USG, dan
lainnya. Selanjutnya jika pasien telah diketahui
harus mendapat tindakan medik maka pasien
akan diberikan penjelasan mengenai informed
consent untuk dapat memberikan persetujuan
atau penolakan terhadap tindakan medik. Pasien

diberi penjelasan mengenai jenis informasi yaitu
antara lain : diagnosis, dasar diagnosis, tindakan
kedokteran, indikasi tindakan, tata cara, tujuan,
resiko, komplikasi, prognosis, alternatif dan resiko.
Pasien juga diberi penjelasan tentang siapa yang
berhak menandatangani persetujuan informed
consent. Selama dokter memberikan penjelasan,
pasien didampingi oleh 1 saksi dari pihak keluarga.
Penjelasan yang diberikan kepada pasien secara lisan
dan menggunakan bahasa yang mudah dipahami

karena sebagai dasar pasien dalam memberikan
persetujuan. Pasien yang menerima informasi diberi
kesempatan untuk bertanya kepada dokter apabila
penejelasan yang diberikan belum dipahami. Setelah
pasien memahami penjelasan yang diberikan oleh
dokter maka pasien berhak memberikan persetujuan
dan menandatangani terhadap rencana tindakan
medis yang akan dilakukan.
Proses penolakan pasien terhadap tindakan

medik.
Berdasarkan hasil observasi dapat diketahui bahwa
di RSI Roemani Semarangdalam proses penolakan
pasien terhadap tindakan medik sama prosesnya
dengan proses persetujuan pasien terhadap tindakan
medik. Diberikan penjelasan oleh dokter yang
bertanggung jawab mengenai suatu tindakan yang
akan dilakukan kepada pasien dengan bahasa yang
mudah dipahami. Setelah pasien memahami apa
yang telah dijelaskan oleh dokter yang bertanggung
jawab maka pasien berhak memberikan penolakan.
Berdasarkan hasil wawancara dengan dokter di
RSI Roemani Semarangbelum menjumpai adanya
pasien yang memberikan penolakan tindakan medis
dikarenakan memang pentingnya suatu tindakan
tersebut maka pasien harus memberikan suatu
persertujuan terhadap tindakan medis.

PEMBAHASAN
Kebijakan atau prosedur informed consent.
Berdasarkan hasil penelitian di RSI Roemani
Semarang sudah memiliki Standar Prosedur
Operasional (SPO) No dokumen 016/01/19 No.
Revisi 0 tentang Prosedur Tetap Persetujuan Tindakan
Kedokteran. Standar Prosedur Operasional (SPO)
tersebut telah menjelaskan tentang prosedur informed
consent yang bertujuan agar menjadi acuan bagi
petugas medis dan paramedis dalam melaksanakan
ketentuan tentang informed consent serta sebagai
acuan langkah-langkah dalam pemberian informed
consent.
Hal ini telah sesuai dengan Permenkes Nomor 290/
Menkes/Per/III/2008 tentang persetujuan tindakan
kedokteran yang mengatur tentang tata laksana
informed consent yang menyatakan bahwa rumah
sakit telah menjabarkan dengan jelas proses informed
consent dalam kebijakan dan prosedur. Karena semua
tindakan medis yang dilakukan terhadap pasien
harus mendapat persetujuan serta tindakan medis

91

Jurnal Manajemen Informasi Kesehatan Indonesia Vol. 5 No.2 Oktober 2017
ISSN: 2337-6007 (online); 2337-585X (Printed)

dapat dilakukan setelah pasien mendapat informasi
yang cukup tentang perlunya tindakan medis yang
bersangkutan serta resiko yang ditimbulkan. Dan
menurut Standar Komisi Akreditasi Rumah Sakit
(KARS) HPK.6 dalam Elemen Penilaian 3 yaitu
pasien memberikan informed consent sesuai dengan
kebijakan dan prosedur yang mana dimaksud yaitu
pasien dapat memberikan informed consent sesuai
dengan kebijakan dan prosedur yang telah ditetapkan
oleh rumah sakit.

Jenis informasi yang diterima pasien pada
saat pelaksanaan informed consent.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa
pasien diberikan informasi yang cukup oleh dokter
dengan bahasa yang mudah dipahami oleh pasien
dan keluarganya, sehingga pasien akan memberikan
persetujuan atau penolakan tindakan medik sesuai
dengan informasi yang sudah dipahami mengenai
keuntungan dan kerugian apabila dilakukan tindakan
medik tersebut. Adapun jenis informasi yang
diberikan kepada pasien yaitu : diagnosis, dasar
diagnosis, tindakan kedokteran, indikasi tindakan,
tata cara, tujuan, resiko, komplikasi, prognosis,
serta alternatif dan resiko. Dimana informasi yang
diberikan kepada pasien disampaikan oleh dokter
secara lisan. Hal ini sudah sesuai dengan Permenkes
Nomor 290/Menkes/Per/III/2008 yang mana
penjelasan tentang tindakan kedokteran sebagaimana
dimaksud sekurang-kurangnya harus mencakup
antara lain :
a) Diagnosis dan tata cara tindakan medis.
b) Tujuan tindakan medis yang dilakukan.
c) Alternatif tindakan lain dan resikonya.
d) Resiko dan komplikasi yang mungkin terjadi.
e) Prognosis terhadap tindakan yang dilakukan.
Hal ini juga sudah sesuai menurut Standar Komisi
Akreditasi Rumah Sakit (KARS) HPK.6.1 dalam
Elemen Penilaian 1 yaitu memuat tentang pasien
diberikan penjelasan tentang kondisi mereka
dan rencana pengobatannya dari elemen: kondisi
pasien, usulan pengobatan, nama individu yang
memberikan pengobatan, kemungkinan manfaat
dan kekurangannya, kemungkinan alternatif,
kemungkinan keberhasilan, kemungkinan timbulnya
masalah selama masa pemulihan, kemungkinan
hasil yang terjadi apabila tidak diobati. Dimana
setiap penjelasan tersebut berpengaruh terhadap apa
yang akan dilakukan kepada pasien dan digunakan
sebagai dasar pasien untuk menentukan persetujuan
tindakan medik.
92

Pihak yang berhak memberikan persetujuan
dalam informed consent.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa RSI
Roemani telah memiliki Standar Prosedur Operasional
(SPO) No Dokumen 016.01.14 No. Revisi 0 tentang
Pemberi Informasi dan Penerima Persetujuan yang
diberikan kepada keluarga pasien yang diberi hak
untuk memberikan persetujuan atau penolakan
tindakan medis apabila pasien dalam keadaan yang
tidak memungkinkan untuk memberikan persetujuan
atau penolakan tindakan medis. Berdasarkan hasil
penelitian tersebut maka sudah sesuai dengan
Standar Prosedur Operasional (SPO) No Dokumen
016.01.14 No. Revisi 0 tentang Pemberi Informasi
dan Penerima Persetujuan yang mana pihak yang
berhak menyatakan persetujuan antara lain : Pasien
yang kompeten, yaitu pasien dewasa atau bukan
anak menurut peraturan perundang-undangan atau
telah/pernah menikah, tidak terganggu kesadaran
isiknya, mampu berkomunikasi secara wajar, tidak
mengalami kemunduran perkembangan mental dan
tidak mengalami penyakit mental sehingga mampu
membuat keputusan. Bagi pasien di bawah umur/
pasien yang mengalami gangguan mental/ pasien
dalam keadaan tidak sadar maka persetujuan dapat
diberikan oleh wali yaitu keluarga terdekat pasien,
yaitu suami atau isteri, ayah atau ibu kandung, anakanak kandung dan saudara-saudara kandung.
Pihak yang berhak memberikan penolakan terhadap informed consent.
Berdasarkan hasil penelitian di RSI Roemani
Semarangdiketahui bahwa pihak yang memberikan
penolakan terhadap informed consent sama dengan
pihak yang memberikan persetujuan terhadap
informed consent. Hal ini sudah sesuai dengan hasil
penelitian Devy Novitasari (2015) adapun pihak yang
berhak memberikan penolakan antara lain :
a. Bagi pasien di bawah 21 tahun atau mengalami
gangguan mental maka penolakan diberikan
oleh wali/ orang tua.
b. Bagi pasien bagi pasien dewasa yang telah
menikah/ tidak dalam keadaan gangguan mental
maka penolakan tindakan medis diberikan
oleh suami/istri, ayah/ibu, anak-anak kandung,
saudara-saudara kandung.
c. Bagi pasien dewasa di bawah pengampuan
(Curatelle), yaitu pasien dengan keadaan tidak
sadar maka penolakan tindakan medis diberikan
oleh wali.

Judi. Penerapan Informed Consent pada Pasien Bedah di RSI Soemani Semarang...

Proses persetujuan terhadap informed consent.

Proses penolakan terhadap informed consent.

Tindakan medis yang akan dilakukan kepada pasien
maka terlebih dahulu diberikan informasi dan
penjelasan dari dokter penanggung jawab. Dokter
memberikan penjelasan kepada pasien tersebut
dengan bahasa yang mudah dipahami karena sebagai
dasar pasien dalam memberikan persetujuan. Pasien
yang menerima informasi diberi kesempatan untuk
bertanya kepada dokter apabila penejelasan yang
diberikan belum dipahami. Setelah pasien memahami
penjelasan yang diberikan oleh dokter maka
pasien berhak memberikan persetujuan terhadap
rencana tindakan medis yang akan dilakukan.
Menurut hasil observasi di poli bedah RSI Roemani
Semaranghanya terdapat 1 orang saksi dari pihak
keluarga dikarenakan perawat yang seharusnya
menjadi saksi masih sibuk memberikan pelayanan
tensi darah serta medikasi kepada pasien lain yang
sedang berobat sehingga perawat tidak membubuhkan
tanda tangan pada informed consent. Tanda tangan
pada salah satu saksi dapat mempengaruhi dalam
pelaksanaan informed consent apabila terjadinya
akibat yang negatif dan tidak terduga, yaitu bahwa
dalam tindakan medis ada kemungkinan (resiko)
yang dapat terjadi yang mungkin tidak sesuai harapan
pasien, ketidaktahuan pasien terhadap resiko yang
dihadapinya dapat mengakibatkan diajukannya
tuntutan oleh pasien tersebut. Sedangkan adanya
saksi yang cukup bertujuan untuk melindungi pasien
secara hukum dari segala tindakan medis yang
dilakukan maupun tindakan medis yang bertentangan
dan tanpa sepengetahuan pasien, serta memberikan
perlindungan hukum terhadap pelaksana tindakan
medis dari tuntutan-tuntutan pihak pasien yang tidak
wajar, serta akibat tindakan medis yang tidak terduga
dan bersifat negatif. Berdasarkan hasil penelitian
tersebut maka dapat diketahui bahwa belum sesuai
dengan Permenkes Nomor 290/Menkes/Per/III/2008
yang mana dalam pelaksanaan persetujuan informed
consent harus diketahui oleh 2 orang saksi yaitu
perawat bertindak sebagai salah satu saksi, dan satu
orang saksi dari pihak pasien.

Berdasarkan hasil penelitian di RSI Roemani
Semarang apabila pasien memberikan penolakan
tindakan medis maka harus disetujui oleh dokter yang
bertanggung jawab terhadap pasien tersebut, karena
apabila terjadi penolakan sedangkan pasien tersebut
harus mendapatkan tindakan maka hal tersebut dapat
menjadikan dokter yang bertanggung jawab menjadi
salah dalam menjalankan tugasnya. Hal ini sudah
sesuai dengan Permenkes Nomor 290/Menkes/
Per/III/2008 yang mana segala sesuatu yang telah
diputuskan oleh pasien adalah hak pasien tersebut
dan tidak adanya paksaan dalam memberikan
keputusan.

Menurut Guwandi (2003) bahwa dengan adanya
saksi yang cukup dapat melindungi pasien terhadap
segala tindakan medis yang dilakukan, dan dapat
memberikan perlindungan hukum kepada dokter
terhadap akibat yang tidak terduga dan bersifat
negatif.

SIMPULAN
1.

2.

3.

4.

Kebijakan atau prosedur informed consent di
RSI Roemani Semarang telah memenuhi standar
yaitu telah menjelaskan tentang prosedur
informed consent yang bertujuan agar menjadi
acuan bagi petugas medis dan paramedik dalam
melaksanakan ketentuan tentang informed
consent serta sebagai acuan langkah-langkah
dalam pemberian informed consent.
Jenis informasi yang diterima pasien pada saat
pelaksanaan informed consent sudah mencakup
antara lain : diagnosis, tujuan tindakan medis,
alternatif tindakan lain dan resikonya, resiko dan
komplikasi, serta prognosis terhadap tindakan.
Pihak yang berhak memberikan persetujuan
dalam informed consent sudah sesuai yaitu
dimana pihak yang memberikan persetujuan
adalah orang yang kompeten (dia yang
memahami informasi, menahannya dan
mempercayainya dan mampu membuat
keputusan).
Proses persetujuan terhadap informed consent
belum sesuai karena dalam proses persetujuan
informed consent yang harusnya ada 2 orang
saksi dari pihak keluarga dan perawat hanya
ada 1 orang saksi dari pihak keluarga tanpa
ada saksi dari perawat. Dan pada SOP No.
Dokumen 016/01/19 belum tercantum tentang
diharuskannya ada tanda tangan perawat sebagai
saksi.

93

Jurnal Manajemen Informasi Kesehatan Indonesia Vol. 5 No.2 Oktober 2017
ISSN: 2337-6007 (online); 2337-585X (Printed)

DAFTAR PUSTAKA

Kementerian Kesehatan RI. 2008. Permenkes RI No.
269/MENKES/PER/III/2008. Rekam Medis
Menteri Kesehatan Indonesia. Jakarta. Hal:2

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2006.
Pedoman Pengelolaan Rekam Medis Rumah
Sakit di Indonesia. Jakarta: Depkes RI.
Hal:13-14

Notoatmodjo S. 2012. Metodologi Penelitian
Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta

Guwandi J. 2003. Informed Consent dan Informed
Refusal. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
Guwandi J. 2004. Informed Consent. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Hanafiah Jusuf M & Amir Amri. 2009. Etika
Kedokteran dan Hukum Kesehatan. Jakarta:
ECG. Hal:74-75

94

Sekar, A. 2014. Pelaksanaan Pemberian Informed
Consent Dan Kelengkapan Informasi di
RSU Jati Husada Karanganyar. [Karya Tulis
Ilmiah. Karanganyar : STIKes Mitra Husada
Karanganyar]
Standar Akreditasi Rumah Sakit. 2012. Komisi
Akreditasi Rumah Sakit. Jakarta: Kementerian
Kesehatan RI.
Y.A Triana Ohoiwutun. 2007. Bunga Rampai
Hukum Kedokteran, Malang : Bayu Media
Publishing, hal. 17.