5. Respon berbagai varietas tanaman jagung terhadap waktu perompesan daun di bawah tongkol

Jurnal Agrisistem, Desember 2006, Vol 2 No. 2

ISSN 1858-4330

RESPON BERBAGAI VARIETAS TANAMAN JAGUNG TERHADAP
WAKTU PEROMPESAN DAUN DI BAWAH TONGKOL
RESPONSE OF DIFFERENT CORN VARIETIES
ON THE DEFOLIATION OF THE LEAVES
Muh Askari Kuruseng dan Arman Wahab
Dosen Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian (STPP) Gowa

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh beberapa varietas, dan pengaruh
perompesan daun dibawah tongkol, Penelitian dilaksankan di kebun percobaan STPP
gowa, berlangsung dari April sampai Juli 2006. Penelitian disusun dalam bentuk faktorial
dua faktor berdasarkan Rancangan Petak Terpisah Varietas sebagai petak utama yaitu
Agricorn, Bisi-2, dan C-7. Waktu perompesan daun dibawah tongkol sebagai anak petak
yaitu: tanpa perompesan, perompesan saat persarian, dan perompesan 2 minggu setelah
persarian. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa varietas Agriconn memberikan respon
yang lebih baik pada perlakuan perompesan daun dibawah tongkol. Waktu perompesan
daun di bawah tongkol pada saat persarian, lebih efektif dalam meningkatkan kualitas dan

kuantitas produksi tanaman jagung, dibanding dengan tanpa perompesan dan perompesan
2 minggu setelah persarian.
Kata kunci: varietas, jagung, perompesan
ABSTRACT
The study aims is to reveal the influences of different corn varieties, and defoliating of
leaves under ear of corn. The study was conducted in the experimental Field of STPP
Gowa, Borongloe, Bontomarannu District, Gowa regency, from April to Juli 2006.The
field study uses Split Plot Design of randomized block Design (RAK) consisting of two
factors. The main plots was maize varieties, countaining three levels: Agricorn, Bisi-2, and
C-7. The sub plots was the leaves defoliation consisting of three levels: without
defoliation, leaves defoliation at pollination time and defoliation two weeks after
pollination. The results of study showed that agricorn responds better the defoliation of
leaves. Defoliation during pollination is more effective in terms of increasing quality and
quantity of yield rather than without defoliation and defoliation in two weeks after
pollination.
Keywords: variety, corn, defoliation
PENDAHULUAN
Jagung merupakan bagian dari sub sektor
tanaman pangan yang memberikan andil
bagi pertumbuhan industri hulu dan

pendorong
industri
hilir
yang
kontribusinya
pada
pertumbuhan
ekonomi nasional cukup besar. Tanaman
jagung juga merupakan salah satu
komoditi strategis dan bernilai ekonomis
serta
mempunyai
peluang
untuk

dikembangkan karena kedudukannya
sebagai sumber utama karbohidrat dan
protein setelah beras (Anonim, 2003)
Peningkatan kebutuhan jagung dalam
beberapa tahun terakhir ini tidak sejalan

dengan peningkatan produksi dalam
negeri. Keragaan
laju peningkatan
produksi jagung menunjukkan bahwa laju
pertumbuhan produksi jagung nasional
rata-rata negatif dan cenderung menurun,
87

Jurnal Agrisistem, Desember 2006, Vol 2 No. 2

sedangkan laju pertumbuhan penduduk
selalu positif yang berarti kebutuhan terus
meningkat. Keragaan total produksi dan
kebutuhan nasional dari tahun ke tahun
menunjukkan kesenjangan yang terus
melebar dan
jika terus di biarkan,
konsekwensinya
adalah
peningkatan

jumlah impor jagung yang semakin besar
dan negara kita semakin tergantung pada
negara asing. Pasandaran dan Tangejaya
(2004) menyatakan bahwa tingkat
kebutuhan impor jagung dalam negeri
mencapai rata-rata 281.620 ton per tahun.
Oleh karena itu upaya peningkatan
produksi jagung masih perlu ditingkatkan
untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.
Pola intensifikasi
dilakukan untuk
meningkatkan produktivitas lahan dengan
menerapkan teknologi budidaya yang
tepat. Penggunaan varietas unggul yang
berdaya
hasil
tinggi
dan
tetap
memperhatikan

aspek
lingkungan,
termasuk pemenuhan kebutuhan haranya.
Hafsah (2003), menyatakan bahwa
strategi peningkatan produksi melalui
penggunaan varietas unggul
jagung
hibrida dapat meningkatkan produksi
sekitar 5 – 8 ton ha-1. Pada program
Pengembangan Mutu Intensifikasi (PMI)
jagung seluas 1.100.000 ha, dapat
memberikan produksi sebesar 46 % dari
target produksi tahun 2003 sebesar 12 juta
ton. Potensi peningkatan produktivitas
jagung masih berpeluang besar bila
menanam jagung varitas unggul dan
jagung hibrida.
Dwidjoseputra (1980) menyatakan bahwa
asimilasi yang diproduksi oleh daun akan
didistribusikan ke seluruh bagian tanaman

yang membutuhkannya. Keberadaan daun
dapat membantu kelancaran asimilat,
namun dapat pula menjadi pengguna hasil
asimilat. .Perompesan daun di bawah
tongkol dilakukan untuk mengefisienkan
proses fotosintesis yang terjadi pada daun
tua yang menyebabkan terjadinya
kelembaban, juga dimaksudkan untuk
88

ISSN 1858-4330

menekan terjadinya persaingan internal
dalam asimilasi. Selanjutnya, Herman
(2002) menyatakan bahwa perompesan
semua daun dibawah tongkol akan
mengurangi kemampuan tanaman dalam
berfotosintesis sehingga bisa menurunkan
produksi.
BAHAN DAN METODE

Lokasi dan Waktu
Percobaan dilaksanakan di kebun
percobaan STPP Gowa, Berlangsung pada
April sampai Juli 2006
Rancangan Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dalam bentuk
percobaan lapangan yang disusun
berdasarkan Rancangan petak Terpisah
Susunan perlakuan sebagai berikut : petak
utama adalah Varietas jagung (V), terdiri
dari 3 taraf yaitu: Agricorn (V1), Bisi-2
(V2), dan C-7 (V3); anak petak waktu
perompesan terdiri dari 3 taraf yaitu :
Tanpa perompesan (P0), Perompesan saat
persarian (P1), Perompesan 2 minggu
setelah persarian (P2). Kedua faktor
tersebut dikombinasikan sehingga terdapat
9 kombinasi perlakuan. Setiap kombinasi
perlakuan diulang tiga kali sehingga
terdapat 27 petak percobaan

Pelaksanaan
Pembuatan petak sebanyak 27 dengan
ukuran 3 m x 4 m per petak dengan jarak
antara petak 0,5 m sedang antar kelompok
1 m.
Penanaman dilakukan secara tugal dengan
jarak tanam 75 cm x 25 cm. Tiap lubang
ditanam sebanyak 2 benih per lubang dan
disisakan sebanyak 1 tanaman setelah
tanaman berumur 2 minggu
Pemupukan
dilakukan
dengan
menggunakan pupuk urea dengan dosis
250 kg ha-1 (diberikan sebanyak 3 kali
yaitu masing-masing 1/3 dosis pada saat
tanam, 1/3 pada 30 HST, dan 1/3 pada 40

Jurnal Agrisistem, Desember 2006, Vol 2 No. 2


ISSN 1858-4330

HST), SP-36 dengan dosis 100 kg ha-1
dan KCl dengan dosis 50 kg ha-1
(pemberian sekaligus padaa saat tanam.
Pemberian pupuk dengan cara ditugal
dekat lubang penanaman .

1000 biji (gram), di timbang setelah
pengeringan sampai mencapai kadar air
15 %, Produksi jagung per hektar (ton)

Perlakuan
penanaman.
perlakuan
dilakukan
perompesan
perompesan
(P2).


Hasil

Varietas dilakukan saat
Perlakuan.
Sedangkan
perompesan daun yaitu
tanpa perompesan (Po),
saat
persarian
(P1),
dua minggu setelah persarian

Pengamatan pada tanaman sampel
dilakukan dengan mengambil sekitar 10
%
dari
populasi
masing-masing.
Parameter yang diamati adalah : Diameter
tongkol (cm),Panjang tongkol (g) ,Jumlah

biji per tongkol, Bobot biji kering per

HASIL DAN PEMBAHASAN

Diameter Tongkol
Tabel 1 menunjukkan bahwa varietas
Agricorn yang
dirompes pada saat
persarian (v1p1) menghasilkan rata-rata
diameter tongkol terbesar (6,58 cm) dan
berbeda nyata dengan interaksi perlakuan
varietas dan waktu perompesan lainnya
kecuali varietas Agricorn dengan tanpa
perompesan daun (v1p0).

Tabel 1. Rata-rata diameter tongkol (cm)
NP
Waktu Perompesan
BNT0,05
Saat Persarian (p1)
2 MSP (p2)
Tanpa (p0)
Agricorn (v1)
6,11ab
6,58a
5,86bc
1,007
Bisi-2
(v2)
4,44f
4,86def
4,99cde
4,55ef
5,86bcd
5,11cd
C-7
(v3)
0,4902
NP BNT0,05
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata
pada taraf uji BNT α=0,05
Varietas

Panjang Tongkol
Tabel 2 menunjukkan bahwa perompesan
daun saat persarian (p1) menghasilkan
rata-rata
tongkol
tanaman
jagung

terpanjang (18,46 cm) dan berbeda nyata
dengan perlakuan tanpa perompesan tetapi
tidak berbeda nyata dengan perompesan
2 minggu seteleh persarian (p2).

Tabel 2. Rata-rata panjang tongkol (cm)
Waktu Perompesan
Saat Persarian (p1)
2 MSP (p2)
Tanpa (p0)
Agricorn (v1)
18,06
20,35
19,57
Bisi-2
(v2)
15,58
16,75
17,03
C-7
(v3)
16,35
18,28
17,72
Rata-rata (P)
16,66b
18,46a
18,11a
NP BNT0,05
0,8563
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata
pada taraf uji BNT α=0,05
Varietas

89

Jurnal Agrisistem, Desember 2006, Vol 2 No. 2

ISSN 1858-4330

Jumlah Biji Per Tongkol.
Tabel 3 menunjukkan bahwa varietas
Agricorn yang dilakukan perompesan saat
persarian (v1p1), menghasilkan rata-rata
jumlah biji per tongkol terbanyak
Tabel 3.

(571,33), dan berbeda nyata dengan
interaksi perlakuan antara varietas dan
waktu perompesan lainnya kecuali
varietas C7 yang dilakukan perompesan
saat persarian (v3p1)

Rata-rata jumlah biji per tongkol
Waktu Perompesan

Varietas
Tanpa (p0)

Saat Persarian (p1)

2 MSP (p2)

NP
BNT0,05
29,662

Agricorn (v1)
510,50b
571,33a
526,67b
b
b
Bisi-2 (v2)
504,17
511,50
460,50c
C-7
(v3)
515,00b
560,17a
521,67b
30,2190
NP BNT0,05
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata
pada taraf uji BNT α=0,05
Bobot 1000 Biji
Tabel 4 menunjukkan bahwa interaksi
varietas
Agricorn
dengan
waktu
perompesan
saat
persarian
(v1p1)
menghasilkan rata-rata bobot 1000 biji
Tabel 4.

terberat (289,45 g) dan berbeda
nyata.dengan perlakuan lainnya. kecuali
interaksi varietas C7 dengan perompesan
saat persarian (v3p1

Rata-rata bobot 1000 biji (g) per tongkol

Varietas

Waktu Perompesan
Tanpa (p0)

Saat Persarian (p1)

2 MSP (p2)

NP
BNT0,05
9,274

Agricorn (v1)
272,82bc
289,45a
278,18b
c
c
Bisi-2 (v2)
267,52
270,62
260,85d
266,98c
286,73a
272,30bc
C-7
(v3)
NP BNT0,05
6,5621
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata
pada taraf uji BNT α=0,05
Produksi Per Hektar
Tabel 5 menunjukkan bahwa varietas
Agricorn (v1) menghasilkan rata-rata
produksi per hektar tertinggi (8,08 ton)
dan berbeda nyata dengan varietas Bisi-2
(v2) dan C7 (v3). Perompesan daun di

90

bawah tongkol saat persarian (p1)
menghasilkan rata-rata produksi per
hektar tertinggi (7,78 ton), dan berbeda
nyata dengan tanpa perompesan dan
waktu perompesan 2 minggu setelah
persarian.

Jurnal Agrisistem, Desember 2006, Vol 2 No. 2

Tabel 5.

ISSN 1858-4330

Rata-Rata produksi tanaman jagung per hektar (ton)

Waktu Perompesan
Tanpa (p0)
Saat Persarian (p1)
2 MSP (p2)
Agricorn (v1)
7,62
8,48
8,15
Bisi-2
(v2)
6,22
7,12
6,82
C-7
(v3)
7,00
7,76
7,37
Rata-rata (P)
6,95c
7,78a
7,44b
NP BNT0,05
0,3310
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata
pada taraf uji BNT α=0,05
Varietas

Pembahasan
Varietas
Hasil statistika memperlihatkan bahwa
penggunaan tiga varietas sebagai petak
utama dalam penelitian ini memberikan
pengaruh nyata sampai sangat nyata pada
semua parameter
Ketiga jenis varietas yang ditanam
merupakan jenis jagung hibrida. Yang
merupakan hasil perkawinan antara kedua
jenis jagung yang terdiri dari galur murni,
sehingga terjadi perpaduan sifat unggul
(Riani, Amir, Akil, dan Momuat, 2001).
Varietas hibrida mempunyai potensi hasil
yang tinggi, daya adaptasi luas,
pertumbuhan dan hasil tanaman lebih
seragam, tahan penyakit bulai dan karat
daun (Dahlan dan Slamet, 1998).
Perbedaan penampilan (fenotipe) dari
berbagai varietas hibrida (perbedaan pada
beberapa
komponen
pengamatan)
diakibatkan pengaruh genetik dan
lingkungan. Gen-gen yang beragam dari
masing-masing
varietas
mempunyai
karakter-karakter yang beragam pula.
Lingkungan memberikan peranan dalam
rangka penampakan karakter yang
sebenarnya terkandung dalam gen
tersebut. Penampilan suatu gen masih
labil, karena masih dipengaruhi oleh
faktor lingkungan sehingga sering
didapatkan tanaman sejenis tapi dengan
karakter yang berbeda. Menurut Riani

dkk., (2001), setiap hibrida menunjukkan
pertumbuhan dan hasil yang beragam
sebagai akibat dari pengaruh genetik dan
lingkungan, di mana pengaruh genetik
merupakan pengaruh keturunan yang
dimiliki oleh setiap galur sedangkan
pengaruh lingkungan adalah pengaruh
yang ditimbulkan oleh habitat dan kondisi
lingkungan. Selanjutnya Sitompul dan
Guritno (1995), menambahkan bahwa
faktor genetis tanaman merupakan salah
satu penyebab perbedaan antara tanaman
satu dengan lainnya.
Perbedaan karakter fenotipe yang muncul,
dapat
dilihat
dengan
keunggulan
pertumbuhan vegetatif pada varietas Bisi2 dan keunggulan hasil yang diperoleh
dari varietas Agricorn. Hal ini disebabkan
oleh adanya perbedaan gen yang mengatur
karakter-karakter tersebut. Gen-gen yang
beragam dari masing-masing varietas
divisualisasikan dalam karakter-karakter
yang beragam. Hal ini sesuai yang
dikemukakan Yatim (1991), bahwa setiap
gen itu memiliki pekerjaan sendiri-sendiri
untuk menumbuhkan dan mengatur
berbagai jenis karakter dalam tubuh.
Varietas merupakan kelompok tanaman
dengan ciri khas yang seragam dan stabil
serta mengandung perbedaan yang jelas
dari varietas lain.
Demikian halnya
dengan ketiga jenis varietas hibrida yang
digunakan
meskipun
ketiganya
merupakan jenis unggul tetapi karena
91

Jurnal Agrisistem, Desember 2006, Vol 2 No. 2

adanya perbedaan varietas sehingga sifatsifat yang dimunculkan juga berbeda
dengan asumsi bahwa ketiganya ditanam
pada suatu kondisi lingkungan yang relatif
sama. Bari, Musa, dan Syamsuddin,
(1974), menyatakan bahwa lingkungan
merupakan pembentuk akhir suatu
organisme, keragaman sebagai akibat
faktor lingkungan dan keragaman genetik
umunya berinteraksi satu sama lain dalam
mempengaruhi
penampilan
fenotipe
tanaman.
Faktor genetik tidak akan
memperlihatkan sifat yang dibawanya
kecuali adanya faktor lingkungan yang
diperlukan. Sebaliknya, manipulasi dan
perbaikan-perbaikan
terhadap
faktor
lingkungan tidak akan menyebabkan
perkembangan dari suatu sifat, kecuali
bila faktor genetik yang diperlukan
terdapat pada individu tanaman yang
bersangkutan.
Keragaman yang terdapat pada jenis
tanaman disebabkan dua faktor yaitu
lingkungan dan sifat-sifat yang diwariskan
(genetik).
Ragam lingkungan dapat
diketahui bila tanaman dengan genetik
yang sama, ditanam bersamaan pada
lingkungan yang berbeda. Ragam genetik
terjadi sebagai akibat tanaman mempunyai
karakter genetik yang berbeda. Umumnya
dapat dilihat bila varietas atau klon-klon
yang berbeda ditanam pada lingkungan
yang sama (tersebut lebih tepat untuk
kebutuhan. Gardner et al., (1991),
menyatakan bahwa perkembangan buah
menuntut nutrisi mineral yang banyak,
menyebabkan terjadinya mobilisasi dan
transpor dari bagian vegetatif ke tempat
perkembangan buah dan biji.
Perompesan
Hasil statistika memperlihatkan bahwa
perompesan daun memberikan pengaruh
nyata sampai sangat nyata pada
pengamatan, diameter tongkol, panjang
tongkol, jumlah biji per tongkol, bobot
1000 biji dan produksi per hektar

92

ISSN 1858-4330

Hasil uji BNT menunjukkan bahwa
perompesan yang dilakukan pada saat
persarian menghasilkan rata-rata tertinggi
pada panjang tongkol dan produksi per
hektar.
Hal ini diduga disebabkan
perompesan pada saat itu merupakan
waktu yang tepat agar distribusi asimilat
dapat lebih terkonsentrasi ke bagian
tongkol, dan tidak lagi terbagi ke organorgan lain. Daun-daun yang berada di
bawah tongkol dianggap tidak lagi
optimal dalam melakukan aktivitas
fotosintesis sehingga perlu dirompes
Peranan
perompesan
terutama
dimaksudkan agar pemanfaatan radiasi
matahari lebih efisien, sehingga hasil
asimilat akan ditranslokasi ke bahagian
tongkol. Perompesan ditentukan oleh dua
dimensi yakni waktu perompesan dan
tingkat perompesan. Menurut Tesar
(1984),
perompesan
daun
jagung
merupakan salah satu usaha untuk
meningkatkan produktivitas karena dapat
meningkatkan laju asimilasi bersih, yang
merupakan ukuran rata-rata efisiensi daun
untuk menghasilkan bahan kering.
Distribusi bahan kering sebagian besar
terdapat pada tongkol yaitu 60% dari total
produksi bahan kering tanaman (Hanway,
1971).
Perlakuan tanpa perompesan berarti
membiarkan daun bersaing dengan organ
lainnya dalam menggunakan asimilat,
sedangkan aktivitasnya dalam melakukan
fotosintesis tidak optimal lagi sehingga
daun tersebut cenderung bersifat parasit
Perompesan pada 2 minggu setelah
persarian diduga tidak efektif lagi karena
bakal buah (tongkol) telah mengalami
perkembangan
sementara
distribusi
makanan yang harusnya difokuskan untuk
tongkol masih terbagi ke organ-organ
daun yang tidak lagi berfotosintesis.
Yusuf dan Mimbar (1980), melaporkan
bahwa pemangkasan daun-daun yang
berada di bawah tongkol pada 5, 15 dan
30 hari setelah zinking dapat menurunkan

Jurnal Agrisistem, Desember 2006, Vol 2 No. 2

hasil jagung masing-masing 17%; 10,64%
dan 6,38%.
Perompesan saat persarian dianggap
sebagai waktu yang tepat
karena
pertumbuhan vegetatif telah berkurang.
Distribusi asimilat selanjutnya dapat
difokuskan untuk perkembangan tongkol
sehingga akan dihasilkan tongkol yang
lebih berkualitas dengan produksi per
hektar
yang lebih tinggi.
Menurut
Hanway (1971), pada stadia ini
pertumbuhan vegetatif telah terhenti, daun
dan bunga jantan telah sempurna dan
tongkol mulai terbentuk.
Perompesan saat persarian memberikan
hasil lebih baik dibandingkan tanpa
perompesan dan perompesan 2 minggu
setelah persarian. Hal ini dapat dilihat
pada diameter tongkol, panjang tongkol,
jumlah biji per tongkol, bobot 1000 biji
dan produksi per hektar.
Adanya
pertambahan jumlah daun mengakibatkan
daun lebih banyak ternaungi, terutama
terjadi pada daun dibawah tongkol.
Akibatnya pada bagian yang kurang
mendapat
cahaya,
maka
proses
fotosintesis tidak maksimal. (Sitompul
dan Guritno, 1995). Tanaman jagung
memiliki tingkat fotosintesis yang tinggi,
sekalipun dalam kondisi cahaya matahari
penuh (tidak jenuh), tidak terjadi
fotorespirasi dan memiliki enzim (PEP
karboksilase) dengan daya afinitas
terhadap CO2 yang tinggi (Gardner et al.,
1991).
Perompesan saat persarian, di duga
merupakan waktu yang tepat, karena saat
itu fase vegetatif telah berkurang dan
konsentrasi aktivitas tanaman terutama
ditujukan pada kualitas dan kuantitas
hasil, merupakan
waktu terbaik
dibandingkan tanpa permpesan dan
perompesan 2 minggu setelah persarian.
Hasil asimilasi hanya digunakan untuk
fase generatif, dan distibusi asimilat tidak
lagi terbagi ke bagian daun-daun yang
tidak berfungsi optimal,
sehingga

ISSN 1858-4330

penggunaan cahaya matahari lebih efisien
dalam menghasilkan produksi tanaman
yang lebih bermutu.
Cahaya yang diabsorpsi oleh tanaman
tergantung dari luas dan bentuk kanopi,
serta cepat atau lambatnya daun saling
menutupi. Efisiensi pengalihan energi
surya menjadi bahan kering, tergantung
pada bentuk kanopi (Subronto dan Muluk,
1991).
Interaksi
Varietas
Perompesan

dan

Waktu

Interaksi varietas dengan perompesan
memberikan pengaruh nyata sampai
sangat nyata pada pengamatandiameter
tongkol, jumlah biji per tongkol dan bobot
1000 biji. Hasil uji BNT menunjukkan
bahwa
varietas
Agricorn
dengan
perompesan
pada
saat
persarian
menghasilkan rata-rata tertinggi pada
diameter tongkol, jumlah biji per tongkol
dan bobot 1000 biji. Hal ini diduga
disebabkan perompesan daun di bawah
tongkol, memberikan kondisi lingkungan
yang cocok untuk varietas tanaman
agricorn. Kondisi lingkungan dimaksud
adalah efisiensi pemanfaatan radiasi
matahari, sehingga hasil fotosintesis lebih
meningkat dan distribusinya ke bagian
tongkol juga lebih besar yang akhirnya
dapat meningkatkan diameter tongkol.
Lingkungan memberikan peranan dalam
penampakan karakter yang terkandung
dalam gen tersebut. Penampilan suatu gen
masih labil, karena masih dipengaruhi
oleh faktor lingkungan sehingga sering
didapatkan tanaman sejenis tapi karakter
yang berbeda. Gen-gen tidak dapat
menyebabkan berkembangnya karakter
terkecuali mereka berada pada lingkungan
yang sesuai (Ruchjaningsih, Imran,
Thamrin, dan Kanro, 2000). Efisiensi
penggunaan cahaya matahari yang lebih
tinggi menyebabkan hasil tanaman
(diameter tongkol, jumlah biji per tongkol

93

Jurnal Agrisistem, Desember 2006, Vol 2 No. 2

dan bobot 1000 biji ) yang diperoleh juga
meningkat.
Ukuran biji tergantung pada faktor-faktor
yang mengendalikan penyediaan asimilat
untuk pengisian biji. Cahaya yang rendah
menyebabkan laju asimilat lebih lambat
sehingga berpengaruh terhadap hasil biji
Lingkungan yang kurang mendukung
pada
periode
pembungaan
dapat
mengurangi jumlah biji setiap tongkol
(Fernando, Oteguai, and Vega, 2000),
selanjutnya Tim, Flanningan, and
Melkonian (2001), menambahkan bahwa
kurangnya cahaya matahari mengurangi
biji terutama pada daerah apikal.
KESIMPULAN
1.

varietas Agriconn memberikan
respon yang lebih baik pada
perlakuan
perompesan daun
dibawah tongkol

2.

Waktu perompesan daun di bawah
tongkol pada saat persarian, lebih
efektif dalam meningkatkan kualitas
dan kuantitas produksi tanaman
jagung, dibanding dengan tanpa
perompesan dan perompesan 2
minggu setelah persarian
DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2003. Pedoman Pelaksanaan
Pertemuan
Masyarakat
Agribisnis Jagung. Direktorat
Serealia. Jakarta
Bari,

A., Sjarkani Musa., Endang
Syamsuddin. 1974. Pengantar
pemuliaan Tanaman. Departemen
Agronomi.
Fakultas
Pertanian Institut Pertanian Bogor,
Bogor.

Dahlan, M., dan S. Slamet. 1998.
Peranan varietas unggul dalam
meningkatkan produksi jagung.
94

ISSN 1858-4330

Dalam Prosiding Seminar dan
Lokakarya
Nasional
Jagung.
Badan
Penelitian
dan
Pengembangan Pertanian. Pusat
penelitian dan Pengembangan
Tanaman pangan. Balai Penelitian
Tanaman Jagung dan Serealia
Lain.
Dwijoseputro.
D.1980.
Pengantar
Fisiologi Tumbuhan. PT. Gramedia, Jakarta
Fernando H. A., M. E. Otegui and C.
Vega.
2000.
Intercepted
Radiation at Flowering and
Kernel Number In Maize. Agron.
J. 92: 92 – 97.
Gardner, F., RB Pearce., R. L Mitchell.,
1991. Physiology Of Crop Plants
(Fisiologi Tanaman Budidaya:
Terjemahan Herawati Susilo).
Penerbit Universitas Indonesia,
Jakarta.
Hafsah.M.J. 2003. Pedoman Umum
Peningkatan
Produktivitas
Jagung. Direktorat Jenderal Bina
Produksi
Tanaman
Pangan.
Direktorat Serealia, Jakarta.
Hanway, J.J. 1971. How a corn plant
develops. Iowa State Univ. of Sci.
and Tecn. Corn Ext. Services.
Ames. Iowa. USA.
Herman, 2002. Aplikasi bahan organik
serta waktu perompesan daun di
bawah
tongkol
terhadap
pertumbuhan dan produksi
tanaman jgung (Zea mays L).
Program Pascasarjana Universitas
Hasanuddin, Makassar
Pasandaran. P.,dan Tangejaya.B., 2004.
Prospek Produksi Jagung di
Indonesia.
Badan
Litbang
Pertanian. Jakarta.

Jurnal Agrisistem, Desember 2006, Vol 2 No. 2

Riani, N., R. Amir, M. Akil dan E.O.
Momuat.
2001.
Pengaruh
Berbagai
Takaran
Nitrogen
Terhadap Pertumbuhan dan Hasil
Tanaman Jagung Hibrida dan
Bersari Bebas. Risalah Penelitian
Jagung dan Serealia Lain, Vol. 5,
2001:21–25.
Ruchjaniningsih, Ali Imran, Muh.
Thamrin dan M. Zain Kanro, 2000.
Penampilan
Fenotipik
dan
Beberapa
Parameter
Genetik
Delapan Kultivar Kacang Tanah
pada Lahan Sawah.
Zuriat
Komunikasi Pemuliaan Indonesia,
Jatinangor, Sumedang. Vol 11(I) :
8-14.

ISSN 1858-4330

Tesar, M.B. 1984. Physiological basis of
corn growth and development.
Am. Soc of Agron J. Crop. Sci.
Madison Wisconsin. USA.
Tim, L.S., B. A. Flannigan and J.
Melkonian. 2001. Loss of kernel
set due to water deficit and shade
in maize. Crop Sci: 41. 1530 –
1540.
Yatim, W. 1991. Genetika. Penerbit
Tarsito, Bandung.
Yusuf,T. dan SM. Mimbar. 1980.
Pengaruh Pemangkasan Batang,
Defoliasi dan Banyak Tanaman
Perlubang Terhadap Perkembangan Biji dan Hasil Jagung Genjah
Kretek. Agrivita (3):43-52.

Sitompul, S.M. dan Guritno.B., 1995.
Analisis
Pertumbuhan
Tanaman.
Fakultas Pertanian
Universitas Gadjah Mada. Gadjah
Mada University Press.

95