BAB XI ASPEK PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BIDANG CIPTA KARYA KAB. BONE BOLANGO - DOCRPIJM 838323f64f BAB XIBAB 11

BAB XI ASPEK PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BIDANG CIPTA KARYA KAB. BONE BOLANGO RPI2-JM bidang Cipta Karya membutuhkan kajian pendukung dalam hal lingkungan dan

  sosial untuk meminimalkan pengaruh negatif pembangunan infrastruktur bidang Cipta Karya terhadap lingkungan permukiman baik di perkotaan maupun di perdesaan. Kajian aspek lingkungan dan sosial meliputi acuan peraturan perundang-undangan, kondisi eksisting lingkungan dan sosial, analisis dengan instrumen, serta pemetaan antisipasi dan rekomendasi perlindungan lingkungan dan sosial yang dibutuhkan.

  Pemerintah daerah memiliki keterbatasan fiskal dalam mendanai pembangunan infrastruktur permukiman. Pemerintah daerah cenderung meminta dukungan pendanaan pemerintah pusat, namun perlu dipahami bahwa pembangunan yang dilaksanakan Ditjen Cipta Karya dilakukan sebagai stimulan dan pemenuhan standar pelayanan minimal. Oleh karena itu, alternatif pembiayaan dari masyarakat dan sektor swasta perlu dikembangkan untuk mendukung pembangunan bidang Cipta Karya yang dilakukan pemerintah daerah. Dengan adanya pemahaman mengenai keuangan daerah, diharapkan dapat disusun langkah-langkah peningkatan investasi pembangunan bidang Cipta Karya di daerah.

11.1. Arahan Kebijakan Pembiayaan Bidang Cipta Karya

  Pembiayaan pembangunan bidang Cipta Karya perlu memperhatikan arahan dalam peraturan dan perundangan terkait, antara lain:  Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah: Pemerintah

  daerah diberikan hak otonomi daerah, yaitu hak, wewenang, dan kewajiban

  daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundangundangan. Dalam hal ini, Pemerintah Daerah menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya, kecuali urusan pemerintahan yang menjadi urusan Pemerintah Pusat yaitu politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional, serta agama.

   Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara

  Pemerintah Pusat dan Daerah: untuk mendukung penyelenggaraan otonomi

  daerah, pemerintah daerah didukung sumber-sumber pendanaan meliputi Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, Pendapatan Lain yang Sah, serta Penerimaan Pembiayaan. Penerimaan daerah ini akan digunakan untuk mendanai pengeluaran daerah yang dituangkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang ditetapkan melalui Peraturan Daerah.  Peraturan Pemerintah No. 55 Tahun 2005 Tentang Dana Perimbangan: Dana

  Perimbangan terdiri dari Dana Alokasi Umum, Dana Bagi Hasil, dan Dana Alokasi Khusus. Pembagian DAU dan DBH ditentukan melalui rumus yang

  ditentukan Kementerian Keuangan. Sedangkan DAK digunakan untuk mendanai kegiatan khusus yang ditentukan Pemerintah atas dasar prioritas nasional. Penentuan lokasi dan besaran DAK dilakukan berdasarkan kriteria umum, kriteria khusus, dan kriteria teknis.  Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan

  Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, Dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota: Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah, terdiri atas urusan wajib dan urusan pilihan.

  Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah untuk kabupaten/kota merupakan urusan yang berskala kabupaten/kota meliputi 26 urusan, termasuk bidang pekerjaan umum. Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang bersifat wajib yang berpedoman pada standar pelayanan minimal dilaksanakan secara bertahap dan ditetapkan oleh Pemerintah. Urusan wajib pemerintahan yang merupakan urusan bersama diserahkan kepada daerah disertai dengan sumber pendanaan, pengalihan sarana dan prasarana, serta kepegawaian sesuai dengan urusan yang didesentralisasikan.  Peraturan Pemerintah No. 30 Tahun 2011 tentang Pinjaman Daerah: Sumber

  pinjaman daerah meliputi Pemerintah, Pemerintah Daerah Lainnya, Lembaga Keuangan Bank dan Non-Bank, serta Masyarakat. Pemerintah Daerah tidak

  dapat melakukan pinjaman langsung kepada pihak luar negeri, tetapi diteruskan melalui pemerintah pusat. Dalam melakukan pinjaman daerah Pemda wajib memenuhi persyaratan: a.

  Total jumlah pinjaman pemerintah daerah tidak lebih dari 75% penerimaan APBD tahun sebelumnya; b. Memenuhi ketentuan rasio kemampuan keuangan daerah untuk mengembalikan pinjaman yang ditetapkan pemerintah paling sedikit 2,5; c.

  Persyaratan lain yang ditetapkan calon pemberi pinjaman; d.

  Tidak mempunyai tunggakan atas pengembalian pinjaman yang bersumber dari pemerintah; e.

  Pinjaman jangka menengah dan jangka panjang wajib mendapatkan persetujuan DPRD.  Peraturan Presiden No. 67 Tahun 2005 Tentang Kerja sama Pemerintah dengan

  Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur (dengan perubahan Perpres 13/2010 & Perpres 56/2010);

   Peraturan Menteri PU No. 15 Tahun 2010 Tentang Petunjuk Teknis Penggunaan Dana Alokasi Khusus Bidang Infrastruktur;  Peraturan Menteri PU No. 14 Tahun 2011 tentang Pedoman Pelaksanaan Kegiatan Kementerian Pekerjaan Umum yang merupakan Kewenangan Pemerintah dan dilaksanakan sendiri.

  Berdasarkan peraturan perundangan tersebut, dapat disimpulkan bahwa lingkup sumber dana kegiatan pembangunan bidang Cipta Karya yang dibahas dalam RPI2-JM bidan Cipta Karya meliputi :

  1. Dana APBN, meliputi dana yang dilimpahkan Ditjen Cipta Karya kepada Satuan Kerja di tingkat provinsi (dana sektoral di daerah) serta Dana Alokasi Khusus bidang Air Minum dan Sanitasi.

  2. Dana APBD Provinsi, meliputi dana daerah untuk urusan bersama (DDUB) dan dana lainnya yang dibelanjakan pemerintah provinsi untuk pembangunan infrastruktur permukiman dengan skala provinsi/regional.

  3. Dana APBD Kabupaten/Kota, meliputi dana daerah untuk urusan bersama (DDUB) dan dana lainnya yang dibelanjakan pemerintah kabupaten untuk pembangunan infrastruktur permukiman dengan skala kabupaten/kota.

  4. Dana Swasta meliputi dana yang berasal dari skema kerjasama pemerintah dan swasta (KPS), maupun skema Corporate Social Responsibility (CSR).

  5. Dana Masyarakat melalui program pemberdayaan masyarakat.

  6. Dana Pinjaman, meliputi pinjaman dalam negeri dan pinjaman luar negeri.

11.2. Profil APBD Kabupaten Bone Bolango

  Kinerja pendapatan asli daerah yang menjadi barometer penguatan kapasitas fiskal daerah dan derajat kemandirian daerah, dalam periode sejak Kabupaten Bone Bolango terbentuk sampai dengan tahun 2013 belum secara signifikan memberikan kontribusi terhadap pendapatan daerah Kabupaten Bone Bolango. Dana perimbangan saat ini menempati proporsi yang sangat dominan dengan proporsi lebih dari 79,9% terhadap total pendapatan daerah. Dalam periode 2011-2013, ketergantungan daerah pada dana perimbangan mencapai 72% hingga 79% sebagaimana tergambarkan pada tabel 11.1. Sedangkan peranan sumber pendapatan asli daerah yang berasal dari pajak dan retribusi serta lain-lain PAD sah hanya berkisar antara 2% - 3,8%. Oleh karena itu, kebijakan manajemen pendapatan daerah dimasa datang, dalam jangka panjang harus memberikan arah dan strategi yang tepat dan berkesinambungan bagi penguatan kapasitas fiskal daerah untuk mendukung pembiayaan program-program pembangunan daerah.

  Walaupun kondisi kapasitas fiskal Kabupaten Bone Bolango masih jauh dari harapan untuk membiayai kebutuhan fiskal daerah (fiscal needs), namun secara umum perkembangan pendapatan APBD Kabupaten Bone Bolango dalam kurun waktu Periode 2011-2013 menunjukkan trend yang meningkat dengan pertumbuhan rata-rata 11,3%. Meskipun kurang signifikan dibandingkan dengan pertumbuhan belanja daerah, namun kenaikan tersebut cukup berarti untuk membiayai beberapa program pembangunan daerah serta merupakan starting point yang berarti bagi perbaikan kapasitas fiskal daerah.

  Capaian kinerja pendapatan asli daerah menunjukkan bahwa pada tahun 2011 PAD memberikan kontribusi sebesar 2% terhadap total pendapatan daerah. Pada tahun 2012 memberikan kontribusi sebesar 3,9% dari total pendapatan daerah. Tahun 2013 sebesar 3,8%.

  Realisasi dana perimbangan dari tahun ke tahun relatif tidak tetap sebagaimana digambarkan pada tabel 11.1. Alokasi dana perimbangan dalam kurun waktu 2011 sampai dengan 2013 mengalami dinamika sesuai perubahan faktor

  • – faktor yang menjadi variabel perumusan besar kecilnya alokasi dana perimbangan ke daerah serta perkembangan penerimaan APBN khususnya penerimaan dalam negeri. Secara umum, realisasi dana perimbangan yang dialokasikan ke Kabupaten Bone Bolango dari tahun 2011 sampai dengan tahun 2013 mengalami pertumbuhan rata-rata tahunan sebesar 16,36%.

  Berdasarkan komposisi alokasi dana perimbangan, Dana Alokasi Khusus (DAU) masih merupakan sumber pendapatan yang paling dominan yang besarannya berkisar antara 61%

  • 67% dari total alokasi dana perimbangan dalam 3 (tiga) tahun terakhir. Sedangkan Dana Alokasi Khusus (DAK) memberikan kontribusi terbesar kedua yakni antara 6,2% - 7,9%, dan berikut Bagi Hasil Pajak/Bukan Pajak memberikan kontribusi terbesar ketiga terhadap total Dana Perimbangan atau berkisar antara 0,1%-5,8%.

  Berdasarkan tabel 11.2. nampak bahwa proporsi belanja tidak langsung dalam periode 2011-2012 berada dalam kinerja yang cukup ideal dari sisi peningkatan pelayanan publik, dengan proporsi berkisar antara 53% - 59% dari keseluruhan belanja daerah. Hal ini mengindikasikan bahwa proporsi alokasi belanja aparatur tidak terlalu mendominasi dalam penyerapan anggaran secara keseluruhan.

  Akan tetapi proporsi yang ideal tersebut menunjukkan trend yang cenderung membaik dengan melihat pertumbuhan belanja tidak langsung dalam tiga tahun terakhir yang cenderung lebih kecil dari pertumbuhan belanja langsung. Peningkatan belanja tidak langsung dalam tiga tahun terakhir tersebut meningkat dengan rata-rata pertumbuhan 13,65%, sedangkan belanja langsung yang diharapkan lebih tinggi dari belanja tidak langsung, hanya tumbuh dengan rata-rata 22,40%.

  Belanja pegawai merupakan belanja yang paling terbesar menyerap anggaran daerah yakni mencapai 47% dari total realisasi belanja tidak langsung. Belanja ini ditujukan untuk pembayaran gaji PNS, Pejabat Negara, tunjangan representasi DPRD, tambahan penghasilan, operasional Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

  Belanja langsung merupakan kelompok belanja yang berpengaruh secara langsung terhadap program dan kegiatan yang umumnya memiliki dampak penting bagi kepentingan pelayanan publik. Belanja langsung tersebut meliputi belanja pegawai, belanja barang dan jasa, serta belanja modal. Berdasarkan tabel 11.2 nampak bahwa realisasi belanja langsung Kabupaten Bone Bolango cenderung semakin naik pertumbuhannya dibandingkan dengan realisasi belanja tidak langsung, bahkan pada tahun 2013 realisasi belanja langsung naik 4,1%.

  Realisasi belanja modal dalam periode 2011-2013 peranannya sangat dominan dalam penyerapan anggaran belanja langsung yakni berkisar antara 22% - 27% dari total belanja langsung. Belanja modal tersebut merupakan jenis belanja yang membawa konsekuensi pada penambahan aset daerah yang meliputi pembangunan sarana dan prasarana wilayah serta sarana prasarana pemerintahan untuk pelayanan publik.

  Tabel 11. 1 Perkembangan Pendapatan Daerah dalam 3 Tahun Terakhir

Tabel 11. 2 Perkembangan Belanja Daerah dalam 3 Tahun Terakhir

  Grafik 1 1 Perkembangan Perkembangan Proporsi Pendapatan dan Belanja dalam APBD 11.3. Profil Investasi Pembangunan Bidang Cipta Karya

  Setelah APBD secara umum dibahas, maka perlu dikaji berapa besar investasi pembangunan khusus bidang Cipta Karya di daerah tersebut selama 3-5 tahun terakhir yang bersumber dari APBN, APBD, perusahaan daerah dan masyarakat/swasta.

11.3.1. Perkembangan Investasi Pembangunan Cipta Karya Bersumber dari APBN dalam 5 Tahun Terakhir

  Investasi pendanaan yang bersumber dari APBN untuk tahun 2010 sampai tahun 2014 cukup besar dimana jumlah dana yang untuk kecipta karyaan tahun 2010 sebesar Rp 69.380.146.000 dan tahun 2014 menjadi Rp. 112.056.797.000. ini menunjukkan trend positif peningkatan pembiayaan di sektor cipta karya (lihat tabel 11.3).

  Kabupaten Bone Bolango yang mendapatkan pendanaan dari APBN bidang cipta karyaan tahun 2010 sampai 2014 terus meningkat, dimana pada tahun 2010 jumlah dana APBN sebesar Rp. 809.925.000 meningkat menjadi Rp 10.124.406.000 pada tahun 2014. Jumlah pendanaan terbesar adalah pada sektor air minum, dimana total dana keseluruhan yang telah dimanfaatkan adalah Rp. 35,999,447,000 . Sektor terkecil adalah bidang pengembangan permukiman, hal ini disebabkan kurang pembiayaan sektor permukiman kumuh yang saat ini menjadi target dari kementrian PU (lihat tabel 11.4.)

  

Tabel 11. 3 Perkembangan Pendanaan APBN Sektor Cipta Karya Provinsi Gorontalo

Tabel 11. 4 Perkembangan Pendanaan APBN Sektor Cipta Karya Kab. Bone Bolango

  Di samping APBN yang disalurkan Ditjen Cipta Karya kepada SNVT di Kab. Bone Bolango untuk mendukung pendanaan pembangunan infrastruktur permukiman juga dilakukan melalui penganggaran Dana Alokasi Khusus. DAK merupakan dana APBN yang dialokasikan ke daerah tertentu dengan tujuan mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah sesuai prioritas nasional.

  Prioritas nasional yang terkait dengan bidang Cipta Karya adalah pembangunan air minum dan sanitasi. DAK Air Minum digunakan untuk memberikan akses pelayanan sistem penyediaan air minum kepada masyarakat berpenghasilan rendah di kawasan kumuh perkotaan dan di perdesaan termasuk daerah pesisir dan permukiman nelayan. Sedangkan DAK Sanitasi digunakan untuk memberikan akses pelayanan sanitasi (air limbah, persampahan, dan drainase) yang layak skala kawasan kepada masyarakat berpenghasilan rendah di perkotaan yang diselenggarakan melalui proses pemberdayaan masyarakat, besar DAK ditentukan oleh Kementerian Keuangan berdasarkan Kriteria Umum, Kriteria Khusus dan Kriteria Teknis.

  Perkembangan DAK air minum di kabupaten Bone Bolango Tahun 2011 sampai 2014 sebesar 18,12% dimana alokasi terbesar yaitu pada tahun 2014 sebesar Rp 1.772434.000 dan terkecil pada tahun 2013 yaitu hanya Rp. 15.586.920.

  Untuk dana DAK sanitas di Kabupaten Bone Bolango untuk tahun 2011 hingga 2013 pertumbuhan hanya mencapai 23,92 % dengan nilai dan DAK terbesat pada tahun 2013 adalah Rp. 2.302.009.236. Untuk lengkapnya dapat dilihat pad tabel 11.5.

  

Tabel 11. 5 Perkembangan DAK Infrastruktur Kab. Bone Bolango

11.3.2.

   Perkembangan Investasi Pembangunan Cipta Karya Bersumber dari APBD dalam 5 Tahun Terakhir

  Pemerintah Kabupaten Bone Bolango memiliki tugas untuk membangun prasarana permukiman di daerahnya. Untuk melihat upaya pemerintah daerah dalam melaksanakan pembangunan bidang Cipta Karya perlu dianalisis proporsi belanja pembangunan Cipta Karya terhadap total belanja daerah dalam 3-5 tahun terakhir. Proporsi belanja Cipta Karya meliputi pembangunan infrastruktur baru, operasional dan pemeliharaan infrastruktur yang sudah ada.

  Data Menunjukkan proporsi alokasi APBD terhadap pembangunan cipta karya di Kabupaten Bone Bolango masih sangat kecil, yaitu hanya 6% dari total APBD. Jumlah belanja daerah terserap pada berbagai sektor lain. Alokasi terbesar adalah sektor PLP dan pengembangan air minum. Untuk lengkapnya dapat dilihat pada tabel 11.6.

  

Tabel 11. 6 Perkembangan Alokasi APBD untuk Pembangunan Bidang Cipta Karya dalam 3 Tahun

Terakhir

  

Gambar 1 Grafik Proporsi Belanja Cipta Karya terhadap APBD

11.4.

   Proyeksi dan Rencana Investasi Bidang Cipta Karya

  Untuk melihat kemampuan keuangan daerah dalam melaksanakan pembangunan bidang Cipta Karya dalam lima tahun ke depan (sesuai jangka waktu RPI2-JM) maka dibutuhkan analisis proyeksi perkembangan APBD, rencana investasi perusahaan daerah, dan rencana kerja sama pemerintah dan swasta.

  Proyeksi APBD dalam lima tahun ke depan dilakukan dengan melakukan perhitungan regresi terhadap kecenderungan APBD dalam lima tahun terakhir menggunakan asumsi atas dasar trend historis. Setelah diketahui pendapatan dan belanja maka diperkirakan alokasi APBD terhadap bidang Cipta Karya dalam lima tahun ke depan dengan asumsi proporsinya sama dengan rata-rata proporsi tahun-tahun sebelumnya.

11.4.1. Proyeksi APBD 5 Tahun

  Proyeksi APBD dalam lima tahun ke depan dilakukan dengan melakukan perhitungan regresi terhadap kecenderungan APBD dalam lima tahun terakhir menggunakan asumsi atas dasar trend historis. Setelah diketahui pendapatan dan belanja maka diperkirakan alokasi APBD terhadap bidang Cipta Karya dalam lima tahun ke depan dengan asumsi proporsinya sama dengan rata-rata proporsi tahun-tahun sebelumnya.

  Berdasarkan hasil proyeksi tahun 2015 sampai tahun 2019 total ABPD sebesar 1,64 triliun rupiah, dengan rincian yang dapat dilihat pada tabel 11.7.

  Tabel 11. 7 Proyeksi Pendapatan APBD dalam 5 Tahun ke Depan Sumber: Hasil Analisis tim 2014

  Dari data proyeksi APBD tersebut, dapat dinilai kapasitas keuangan daerah dengan metode analisis Net Public Saving dan kemampuan pinjaman daerah (DSCR).

  Net Public Saving

Net Public Saving atau Tabungan Pemerintah adalah sisa dari total penerimaan daerah

  setelah dikurangkan dengan belanja/pengeluaran yang mengikat. Dengan kata lain, NPS merupakan sejumlah dana yang tersedia untuk pembangunan. Besarnya NPS menjadi dasar dana yang pat dialokasikan untuk bidang PU/Cipta Karya. Berdasarkan proyeksi APBD, dapat dihitung NPS dalam 3-5 tahun ke depan untuk melihat kemampuan anggaran pemerintah berinvestasi dalam bidang Cipta Karya.

  Analisis Kemampuan Pinjaman Daerah (Debt Service Coverage Ratio/DSCR)

  Pinjaman Daerah merupakan alternatif pendanaan APBD yang digunakan untuk menutup defisit APBD, pengeluaran pembiayaan atau kekurangan arus kas. Pinjaman Daerah dapat bersumber dari Pemerintah, Pemerintah Daerah lain, lembaga keuangan bank, lembaga keuangan bukan bank, dan Masyarakat (obligasi).

  Salah satu persyaratan dalam permohonan pinjaman adalah rasio kemampuan keuangan daerah untuk mengembalikan pinjaman atau dikenal dengan Debt Service Cost Ratio (DSCR). Berdasarkan peraturan yang berlaku, DSCR minimal adalah 2,5. DSCR ini menunjukan kemampuan pemerintah untuk membayar pinjaman, sekaligus memberikan gambaran kapasitas keuangan pemerintah. Berdasarkan hasil perhitungan maka nilai DSCR Kab. Bone Bolango masih berada di atas 2,5 hal menunjukkan angka kemampuan keuangan pemerintah kabupaten cukup baik dalam melakukan pinjaman.

  Tabel 11. 8 Proyeksi Debt Service Cost Ratio (DSCR) 2015 - 2019 Sumber: Hasil Analisis tim 2014 11.5.

   Analisis Keterpaduan Strategi Peningkatan Investasi Pembangunan Bidang Cipta Karya

  Sebagai kesimpulan dari analisis aspek pembiayaan, dilakukan analisis tingkat ketersediaan dana yang ada untuk pembangunan bidang infrastruktur Cipta Karya yang meliputi sumber pemerintah pusat, pemerintah daerah, perusahaan daerah, serta dunia usaha dan masyarakat. Kemudian, perlu dirumuskan strategi peningkatan investasi pembangunan bidang Cipta Karya dengan mendorong pemanfaatan.

11.5.1. Analisis Kemampuan Keuangan Daerah

  Ketersediaan dana yang dapat digunakan untuk membiayai usulan program dan kegiatan yang ada dalam RPI2-JM bidang Cipta Karya dapat dihitung melalui hasil analisis yang telah dilakukan.

  Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan untuk pendanaan kegiatan di bidang cipta karya dimana anggaran yang dibutuhakan sebesar Rp.310,681,149,000 akan dapat dipenuhi dengan pembagian pembiayaan APBD dan APBN. Dana anggaran ABPN berdasarkan hasil proyeksi sebesar Rp. 20.684.936.750 dan sisanya dari dana perimbangan yaitu Dana Alokasi Umum (DAU).

  

Tabel 11. 9. Proyeksi APBN 5 tahun kedepan Kab. Bone Bolango

Sumber: Hasil Analisis tim 2014 11.5.2.

   Strategi Peningkatan Investasi Bidang Cipta Karya

  Melalui upaya peningkatan pendapatan asli daerah dalam periode lima tahun kedepan, ditargetkan pada akhir periode perencanaan akan terjadi peningkatan kapasitas fiskal daerah dengan kontribusi PAD terhadap total pendapatan daerah diatas 10%. Disamping itu, ditargetkan ratio PAD terhadap PDRB akan berada diatas level 1,5% atau ditargetkan dapat mendekati nilai ideal ratio indikator desentralisasi fiskal pada negara- negara berkembang yaitu antara 1,5 – 2,0%.

  Dengan kondisi kapasitas fiskal daerah yang masih rendah tersebut, diperkirakan bahwa dalam periode 2015 s/d 2019, peranan dana perimbangan utamanya dana alokasi umum masih dipandang merupakan sumber pendapatan yang akan menjadi penopang utama pembangunan daerah. Akan tetapi, dominasi peranan dana perimbangan tersebut ditargetkan menurun secara bertahap dan berkorelasi positif dengan penguatan kapasitas fiskal daerah dalam jangka panjang.

  Pada akhir periode perencanaan ditargetkan bahwa proporsi dana perimbangan akan tumbuh dibawah tingkat rata-rata pertumbuhan pendapatan asli daerah dengan sasaran jangka panjang untuk mengurangi secara bertahap ketergantungan fiskal yang tinggi terhadap pemerintah pusat. Kontribusi dana perimbangan pada akhir tahun perencanaan ditargetkan untuk tidak melebihi 96% dari total pendapatan daerah.

  Selain dana perimbangan, peranan lain-lain pendapatan daerah yang sah khususnya pendapatan yang berasal dari pendapatan hibah dan dana darurat serta bagi hasil pajak dari pemerintah provinsi masih diharapkan akan memberikan kontribusi penting dalam penerimaan daerah, walaupun diprediksi bahwa sumber pendapatan ini besarannya akan cenderung fluktuatif tergantung dengan kondisi dan kebijakan pemerintah pusat maupun pemerintah provinsi. Pemanfaatan sumber pendapatan lain-lain yang sah khususnya dana hibah dan dana darurat diarahkan untuk mendukung percepatan pembangunan sarana prasarana wilayah serta penanggulangan bencana alam yang hampir setiap tahun melanda wilayah Kabupaten Bone Bolango.

  Kerangka pengelolaan belanja daerah dalam periode 5 (lima) tahun kedepan masih akan tetap secara konsisten mengacu pada kebijakan belanja untuk urusan wajib dan urusan pilihan. Pembiayaan belanja wajib akan diarahkan secara proporsional pada kebutuhan strategis dan mendesak dengan memperhatikan kemampuan keuangan daerah. Belanja urusan wajib tersebut diarahkan dalam bentuk pelayanan dasar, pendidikan, kesehatan, penyerapan tenaga kerja, pengembangan ekonomi masyarakat, penataan birokrasi pemerintahan dan sistem jaminan sosial yang terdistribusi dalam 25 urusan wajib pemerintah.

  Dalam periode 2015-2019, titik berat pembelanjaan urusan wajib akan difokuskan pada urusan pendidikan, urusan kesehatan dan urusan pekerjaan umum (infrastruktur wilayah). Sedangkan 22 (dua puluh dua) urusan lainnya akan tetap memperoleh dukungan anggaran sesuai dengan prioritas kebutuhan dan ketersediaan anggaran. Belanja urusan wajib akan tetap menjadi komitmen dan kewajiban utama pemerintah daerah untuk melindungi dan meningkatkan derajat hidup masyarakat secara keseluruhan.

  Disamping belanja urusan wajib, pembiayaan belanja urusan pilihan akan tetap juga menjadi komitmen penting pemerintah daerah sesuai dengan potensi sumber daya daerah dan kemampuan anggaran. Urusan pilihan tersebut akan diarahkan pada pembiayaan program-program yang berpotensi menjadi unggulan daerah dan atau yang telah eksis menjadi unggulan daerah antara lain bidang pariwisata, pertanian, perikanan dan kelautan, pertambangan dan energi, serta peridustrian.

  Mengacu pada arah kebijakan prioritas pembangunan daerah untuk lima tahun kedepan, maka arah kebijakan penganggaran untuk belanja wajib adalah sebagai berikut :  Alokasi pendanaan untuk belanja urusan wajib akan diarahkan pada proporsi pendanaan antara 80% - 95%, yang difokuskan pada urusan pendidikan, kesehatan dan urusan pekerjaan umum. Belanja untuk urusan pendidikan pada setiap periode perencanaan diharapkan dapat melebihi alokasi minimal 20%.

   Alokasi pendanaan untuk belanja urusan pilihan akan upayakan dalam proporsi antara 5%-20% dengan memberikan prioritas pada beberapa urusan strategis yang merupakan keunggulan lokal, yakni: urusan pertanian, perikanan dan kelautan, pariwisata dan urusan industri.

A. Kebijakan peningkatan pendapatan daerah

  Walaupun Kabupaten Bone Bolango merupakan wilayah penyangga (buffer area) yang sangat tergantung dan dipengaruhi oleh kebijakan dan ekspansi pertumbuhan Provinsi Gorontalo, namun tidak dapat dipungkiri bahwa pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bone Bolango saat ini sangat tergantung dan dipengaruhi juga oleh kebijakan fiskal daerah yang direfleksikan melalui instrumen APBD Kabupaten Bone Bolango. Karena itu, dalam rangka memacu pertumbuhan ekonomi daerah sebagai pencerminan hasil pelaksanaan pembangunan, maka peningkatan pendapatan daerah serta stimulus fiskal yang dilakukan melalui instrumen alokasi belanja daerah baik belanja langsung maupun tidak langsung merupakan bagian penting dari proses pembangunan ekonomi di Kabupaten Bone Bolango.

  Untuk mendukung pembelanjaan daerah dalam rangka pelaksanaan berbagai program dan kegiatan strategis pembangunan daerah, pengelolaan pendapatan daerah Kabupaten Bone Bolango diarahkan pada sumber-sumber pendapatan yang selama ini memberikan kontribusi terhadap pendapatan daerah disamping upaya-upaya ekstensifikasi untuk mendapatkan sumber-sumber pendapatan baru. Upaya peningkatan pendapatan daerah tersebut difokuskan pada peningkatan pendapatan asli daerah, mengingat controllability-nya yang tinggi dibanding sumber-sumber pendapatan yang lain. Disamping itu, pendapatan asli daerah merupakan indikator penting bagi penguatan kapasitas fiskal dan derajat kemandirian fiskal daerah.

  Seperti diuraikan sebelumnya bahwa pendapatan daerah dimasa mendatang diperkirakan akan mengalami pertumbuhan rata-rata yang cukup baik dibanding periode 2007-2010 yang hanya 8,78% dengan proyeksi pertumbuhan rata-rata Pendapatan Daerah Kabupaten Bone Bolango akan berada pada kisaran minimum 11%. Reformasi birokrasi pemerintahan daerah serta peningkatan kapasitas pelayanan publik merupakan basis utama yang akan memberi iklim kondusif bagi peningkatan aktivitas sosial ekonomi daerah termasuk peningkatan investasi masyarakat dan dunia usaha. Dinamika perkembangan dan pertumbuhan ekonomi tersebut secara langsung akan memberikan dampak positif bagi pertumbuhan pendapatan asli daerah dan sumber-sumber pendapatan daerah lainnya. Pertumbuhan pajak daerah, retribusi daerah dan hasil pengelolaan usaha daerah termasuk melalui sumber pendapatan pengelolaan prasarana air bersih, akan menjadi faktor yang penting dalam mendorong pertumbuhan PAD lima tahun mendatang. Sedangkan pertumbuhan ekonomi provinsi dan pertumbuhan ekonomi nasional yang akan memberikan dampak positif bagi Penerimaan Pemerintah Provinsi Gorontalo dan Penerimaan APBN diyakini akan memberikan pengaruh positif bagi peningkatan alokasi dana transfer baik dari Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Provinsi Gorontalo.

  Beberapa kebijakan strategis yang akan terus dilakukan untuk meningkatkan pendapatan daerah yakni sebagai berikut:

  1. Intensifikasi dan ekstensifikasi pendapatan daerah.

  Intensifikasi pendapatan daerah adalah upaya pendapatan daerah melalui peningkatan jumlah wajib pajak dengan menumbuhkan kesadaran dan kepatuhan wajib pajak, penyesuaian tarif, penyempurnaan terhadap aturan-aturan pelaksanaan, perhitungan dan pemungutan pajak/retribusi, dan sosialisasi tentang peraturan pajak dan retribusi. Sedangkan ekstensifikasi pendapatan daerah dapat dilakukan dengan penambahan jenis pajak/retribusi dan sumber PAD lainnya. Sumber penerimaan yang memiliki trend kenaikan setiap tahunya dapat dijadikan primadona pendapatan, sedangkan sumber penerimaan yang penerimanya berfluktuasi cukup dipertahankan menjadi sumber penerimaan pendapatan. Beberapa langkah yang akan ditempuh untuk meningkatkan pendapatan daerah melalui upaya intensifikasi dan ekstensifikasi antara lain: a) Pendataan subjek dan objek pajak/retribusi daerah secara lebih akurat untuk menjamin bahwa seluruh subjek dan objek yang ada telah resmi ditetapkan sebagai wajib pajak.

  b) Senantiasa melakukan penyesuaian terhadap peraturan daerah atau peraturan pelaksanaannya yang berkaitan dengan pajak daerah dan retribusi daerah, serta menginventarisir potensi sumber-sumber pendapatan baru dan menindaklanjuti dengan penerbitan peraturan daerah pajak daerah dan retribusi daerah baru dengan mempertimbangkan akibat-akibatnya pada distorsi pasar.

  c) Monitoring dan evaluasi pengumpulan pajak dan retribusi daerah secara kontinyu dan berkesinambungan dengan terus membandingkan antara target dan realisasi maupun antara potensi dan target, sehingga jika memungkinkan perlu diadakan penambahan target sesuai dengan potensi riil di lapangan maupun mengidentifikasi jenis pajak dan retribusi yang capaiannya dalam tahun berjalan diprediksi tidak dapat memenuhi target sehingga dapat segera dicarikan solusi dan pemecahannya.

  d) Meningkatkan tertib administrasi dan pengawasan pemungutan sumber- sumber PAD serta menerapkan reward dan punishment dalam pemungutan pajak dan retribusi daerah.

  e) Menciptakan iklim yang kondusif bagi dunia usaha untuk berinvestasi sehingga berdampak pada perluasan potensi objek pajak dan retribusi daerah.

  f) Membangun BUMD yang kuat dan maju sebagai salah satu kontributor pemasukan PAD melalui pengelolaan yang profesional, produktif, inovatif dan kompetitif. Peranan Badan Pengelola air minum diharapkan dapat menjadi kontributor penting dalam peningkatan PAD melalui sektor sumber daya air sebagai potensi strategis daerah.

  g) Meningkatkan sosialisasi untuk menumbuhkan kesadaran dan kepatuhan wajib pajak/retribusi.

  2. Pendayagunaan Aset Daerah Peningkatan PAD juga dapat dicapai melalui pendayagunaan aset yang dimiliki pemerintah daerah. Optimalisasi aset daerah tersebut dapat dilakukan dalam bentuk perbaikan manajemen aset daerah antara lain sarana pariwisata, sarana perdagangan (pasar-pasar tradisional), dan sarana pengolahan air bersih yang potensinya cukup menjanjikan untuk memberikan kontribusi bagi pendapatan asli daerah.

  Pendayagunaan manajemen aset juga dapat dilaksanakan melalui pola kemitraan dengan masyarakat/dunia usaha atau pengembangan kerja sama antar wilayah.

  3. Penguatan Kapasitas Kelembagaan

  Kebijakan ini diarahkan dalam rangka penguatan semua unit-unit pengelola pendapatan daerah baik BKAD sebagai unit pengendali utama maupun SKPD dan unit- unit pelaksana di lapangan yang berperan dan bertanggung jawab dalam pengumpulan pajak/retribusi daerah. Pengawasan terhadap tanggung jawab pengumpulan dan pengendalian pajak/retribusi daerah harus menjadi pula bagian integral dalam penguatan kapasitas kelembagaan pengelola pendapatan daerah.

  4. Koordinasi dan Sinkronisasi Lintas Sektoral Kebijakan ini dimaksudkan untuk mendukung setiap strategi dalam upaya peningkatan pendapatan pajak/retribusi daerah dengan basis pembangunan ekonomi. Kebijakan ini juga dimaksudkan untuk memecahkan permasalahan atas rendahnya rasio elastisitas pertumbuhan ekonomi terhadap pertumbuhan pajak/retribusi daerah. Indikator keberhasilan program ini adalah berupa peningkatan kegiatan pembangunan yang mendukung potensi pajak daerah.

  5. Peningkatan Kualitas dan kuantitas SDM bidang Keuangan Kebijakan ini dimaksudkan untuk memecahkan permasalahan atas keterbatasan kualitas dan kuantitas sumber daya manusia yang berhubungan dengan ekstensifikasi dan pelayanan penerimaan pendapatan daerah. Indikator keberhasilan program ini adalah peningkatan kualitas SDM aparat dalam jangka pengelolaan pajak daerah melalui penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan yang relevan.

  6. Meningkatkan koordinasi dan informasi pendapatan daerah kepada Pemerintah Pusat dengan memberikan dukungan data yang cepat dan valid dalam rangka penetapan alokasi dana perimbangan sehingga alokasi dana perimbangan tersebut benar-benar sesuai dengan kondisi riil dan kebutuhan daerah.

  7. Membantu peningkatan pemungutan pajak pusat seperti PPh dan lain-lain guna meningkatkan pendapatan daerah yang bersumber dari dana bagi hasil.

  8. Peningkatan pengawasan manajemen pendapatan daerah.

  9. Kebijakan ini diarahkan untuk meningkatkan efisiensi dan produktifitas pengelolaan pendapatan daerah yang dimulai sejak tahap perencanaan termasuk penetapan target pendapatan, potensi objek pajak/retribusi, serta tahap pelaksanaan pemungutan pajak/retribusi.

B. Kebijakan Efektivitas dan Efisiensi Belanja Daerah

  Secara makro, kebijakan pengelolaan Belanja Daerah diarahkan pada peningkatan proporsi alokasi belanja untuk kepentingan publik, disamping tetap menjaga eksistensi penyelenggaraan pemerintahan daerah. Secara bertahap, komitmen Pemerintah Daerah untuk menempatkan kepentingan publik sebagai basis dan muara setiap kebijakan pembangunan akan dilakukan secara konsisten dan berkelanjutan. Oleh karena itu, dalam pelaksanaan manajemen belanja daerah Kabupaten Bone Bolango akan dikembangkan untuk:

   Meningkatkan kualitas pelayanan publik demi terwujudnya peningkatan kesejahteraan masyarakat.  Menciptakan efisiensi dan efektivitas pengelolaan sumber daya daerah untuk mendukung akselerasi pertumbuhan ekonomi daerah.  Memberdayakan dan menciptakan ruang bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam proses pembangunan  Mengalokasikan anggaran secara proporsional pada sektor-sektor yang sifatnya mendesak dan berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat luas.  Memberikan kompensasi kepada kelompok masyarakat miskin untuk mengurangi ketimpangan pendapatan antar kelompok masyarakat.

  Beberapa kebijakan strategis yang akan dikembangkan untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi manajemen belanja daerah dalam 5 (lima) tahun kedepan yakni sebagai berikut:

  a. Reformasi Distribusi Anggaran Bagi Kepentingan Publik Penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan harus diorientasikan untuk memenuhi kepentingan publik (Public Oriented) dan bukan semata-mata hanya untuk memenuhi hasrat kepentingan pemerintah. Reposisi kepentingan publik sebagai

  bagian inti dari kebijakan pembangunan harus menjadi grand strategy pembangunan daerah dengan melakukan reformasi kebijakan distribusi anggaran yang selama ini lebih banyak dialokasikan untuk belanja tidak langsung atau untuk mendanai kebutuhan belanja aparatur dengan proporsi kurang lebih 60% belanja tidak langsung dan 40% belanja langsung. Pembaharuan format kebijakan distribusi anggaran ke arah kepentingan publik akan dilakukan secara bertahap dengan target akhir minimal 60% belanja langsung dan 40% belanja tidak langsung.

  Untuk menciptakan efisiensi dan efektivitas pengelolaan sumber daya daerah, maka anggaran daerah sebagai salah satu alat kebijakan pemerintah daerah untuk pencapaian visi pembangunan diarahkan seoptimal mungkin untuk pencapaian sasaran strategis pembangunan daerah yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, rencana anggaran sebagai instrumen strategis bagi pemerintah dalam mewujudkan sasaran program pembangunan diarahkan sebagai kerangka dasar bagi peningkatan kualitas hidup masyarakat serta berperan sebagai stimulus fiskal bagi pertumbuhan ekonomi daerah.

  b. Meningintegrasikan sistem reward bagi peningkatan kinerja aparatur pemerintahan daerah melalui pengalokasian anggaran tunjangan kinerja aparatur daerah (TKAD) secara bertahap dan berkesinambungan sesuai kondisi dan kemampuan keuangan daerah.

  c. Mengefektifkan distribusi anggaran belanja melalui strategi pertumbuhan tidak seimbang dengan titik berat pada ‘Modal Overhead Social (MOS)’ Sebagai upaya percepatan pembangunan ekonomi daerah, maka kebijakan pengalokasian anggaran pembangunan dalam periode 2015-2019 akan dikembangkan melalui pendekatan ”Pertumbuhan Tidak Seimbang” dengan memberikan titik berat pada sektor-sektor yang menjadi program strategis daerah. Pendekatan ini dikembangkan atas dasar keterbatasan sumber daya yang dimiliki sehingga investasi diarahkan secara proporsional pada sektor terpilih dari pada serentak pada semua sektor. Pengembangan sektor terpilih tersebut diarahkan untuk membuat ketidakseimbangan ekonomi sedemikian rupa sehingga akan merangsang investasi ikutan dan kaitan pada kegiatan langsung produktif (KLP) di sektor-sektor lainnya sehingga efeknya akan membawa perekonomian secara berangsur bergerak dari lintasan pertumbuhan tak berimbang ke arah pertumbuhan berimbang. Oleh karena itu, arah kebijakan pembangunan daerah untuk Periode 2015-2019 akan dititikberatkan pada pengembangan ekonomi daerah melalui “Modal Overhead Social (MOS)” yang dipandang sebagai sektor strategis (Strategic Sector) pembangunan jangka menengah, yakni:

   Pembangunan pendidikan  Pembangunan kesehatan  Pembangunan infrastruktur wilayah Implementasi kebijakan distribusi anggaran dimaksud diarahkan pula untuk dilakukan secara sinergis dan terintegrasi dengan kelompok sektor lainnya baik kelompok penyangga pertumbuhan (buffer sectors) maupun kelompok pendukung pertumbuhan (support sectors). Buffer sectors merupakan kelompok sektor yang akan menjadi pilar pembangunan ekonomi daerah. Sektor-sektor yang termasuk dalam kelompok ini yakni sektor pertanian dan perkebunan, peternakan, perikanan dan kelautan, perhubungan, pariwisata, industri, perdagangan, usaha mikro, kecil dan menengah, koperasi, kesejahteraan sosial, tenaga kerja, transmigrasi, lingkungan hidup, kependudukan dan KB. Sedangkan support sectors merupakan kelompok sektor yang akan menjadi pendorong bagi dinamika dan akselerasi pembangunan pada leading sektor dan buffer sektor. Umumnya kelompok sektor ini lebih menitikberatkan pada penguatan kapasitas perencanaan, pemerintahan dan aparatur, pengelolaan keuangan, pengawasan, serta keamanan dan ketertiban daerah. Rancangan indikatif pengalokasian anggaran untuk ketiga kelompok sektor pembangunan daerah tersebut diarahkan dalam kerangka distribusi belanja sebagai berikut:

  

Tabel 11. 10 Rancangan Indikatif Distribusi/Alokasi Belanja Langsung Periode 2015-2019

ALOKASI ANGGARAN Kelompok Batas Minimal Batas Maksimal Belanja (%) (%)

  Strategic Sectors 50% 65%

  Buffer Sectors 20% 30%

  Support Sectors 15% 20%

  d. Memprioritaskan distribusi alokasi belanja urusan pilihan untuk sektor-sektor basis (Base Sectors) Kebijakan distribusi dan alokasi anggaran yang merupakan stimulus fiskal bagi pertumbuhan ekonomi daerah akan diarahkan pada sektor-sektor basis (base sectors) yang menjadi ‘prime mover’ pertumbuhan ekonomi daerah sesuai potensi sumber daya alam yang dimilki, antara lain pariwisata, pertambangan, peternakan, perikanan dan kelautan serta industri yang berbasiskan keunggulan sumber daya lokal.

  e. Pengalokasian anggaran penguatan otonomi desa melalui Alokasi Dana Desa (ADD) secara bertahap dan berkesinambungan sesuai kebutuhan dan kemampuan keuangan daerah. Kebijakan ini disamping untuk memperkuat kapasitas dan kemandirian desa/kelurahan, juga diarahkan untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi pengelolaan belanja daerah dengan melimpahkan sebagian urusan pengelolaan keuangan kepada pemerintah desa/kelurahan.

  Penguatan manajemen belanja daerah dengan berlandaskan pada prinsip transparansi, akuntabilitas, disiplin, keadilan anggaran serta efektifitas dan efisiensi Pengelolaan Belanja Daerah.