DOCRPIJM 2b146fecb2 BAB XIBAB XI ASPEK PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BIDANG CK

11.1 ARAH KEBIJAKAN PENDAPATAN & BELANJA DAERAH.

  Dengan mempertimbangkan hasil analisa sisi pendapatan daerah sebagaimana dikemukakan di atas, maka arah kebijakan pengelolaan pendapatan Kabupaten Bangkalan lebih difokuskan kepada upaya peningkatan kemampuan keuangan daerah dengan menggali sumber – sumber pendapatan daerah yang bertitik tumpu pada Dana perimbangan,khususnya pada komponen Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam.

  Hal ini dilakukan dengan beberapa pertimbangan, diantaranya, adalah a). Dana Bagi hasil Sumber Daya Alam merupakan langkah arif melalui pengelolaan potensi yang berimplikasi pada peningkatan pendapatan tanpa membebani masyarakat secara langsung; b). Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam, secara tidak langsung memiliki implikasi terhadap penyerapan tenaga kerja melalui keterlibatan pelaku ekonomi c). Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam, secara langsung mampu memberikan kontribusi bagi masyarakat di sekitar produksi melalui community development (CD).

  Selain dari pada itu, peningkatan pendapatan Kabupaten Bangkalan juga dilakukan melalui intensifikasi dan ekstensifikasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang meliputi Pajak Daerah, Retribusi Daerah serta Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah, disamping dilakukan melalui peningkatan pendapatan yang bersumber dari Lain-lain pendapatan daerah yang sah.

  Melalui langkah dimaksud, diharapkan memiliki korelasi secara signifikan terhadap kesinambungan pelayanan publik (sustainability public service) yang berorientasi pada upaya peningkatan kualitas maupun kuantitas pelayanan kepada masyarakat.

  Diagram 6.2 Gambaran Umum Belanja Daerah

  3.2.2 Analisa Belanja Daerah 11.1.1 Arah Kebijakan Belanja Daerah.

  Memperhatikan analisa di atas, maka Arah kebijakan pengelolaan belanja daerah dipetakan secara proporsional dengan titik berat di arahkan pada belanja langsung. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa komposisi belanja langsung merupakan alokasi belanja yang bersentuhan langsung dengan pelaksanaan program pembangunan. Kebijakan dimaksud akan diimplementasikan dengan asumsi bahwa kondisi keuangan pemerintah Kabupaten Bangkalan pada tahun tahun yang akan datang, tidak dalam posisi force meujeure. Dalam kondisi tertentu jika ditemukan kondisi force meujeure, maka kebijakan belanja akan disesuaikan sebagaimana tuntutan situasi dan kondisi yang terjadi.

  Diagram 6.3 Gambaran Umum Pembiayaan Daerah

  (60,000,000,000.00) (40,000,000,000.00) (20,000,000,000.00) - 20,000,000,000.00 40,000,000,000.00 60,000,000,000.00 80,000,000,000.00 100,000,000,000.00 2003 2004 2005 2006 2007 Angg. Pendapatan Realisasi Pendapatan Anggaran Pengeluaran Realisasi Pengeluaran Total Anggaran Total Realisasi - 100,000,000,000.00 200,000,000,000.00 300,000,000,000.00 400,000,000,000.00 500,000,000,000.00 600,000,000,000.00 700,000,000,000.00 800,000,000,000.00 2003 2004 2005 2006 2007 BELANJA TDK LANGSUNG Realisasi Belanja Tdk Langsung BELANJA LANGSUNG Realisasi Belanja Langsung Total BELANJA Total Realisasi Belanja

11.1.2 Arah Kebijakan Pembiayaan Daerah.

  Kebijakan pembiayaan diarahkan pada pemanfaatan sisi penerimaan daerah yang berasal dari Sisa Lebih perhitungan anggaran tahun lalu serta Transfer dari dana cadangan, sedangkan sisi pengeluaran daerah tidak dilakukan pengalokasian baik ke dana cadangan, transfer ke dana depresiasi maupun pembayaran hutang.

A. Pertimbangan Kekuatan Anggaran.

  Berdasarkan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, dapat diketahui bahwa dalam rangka kelancaran penyelenggaraan pemerintahan bagi daerah otonom, dipandang perlu untuk didukung oleh sumber pendapatan yang meliputi :

  1. Pendapatan Asli Daerah (PAD), dimana pada komponen ini terdiri dari

  a. hasil pajak daerah

  b. hasil retribusi daerah

  c. hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan

  d. lain-lain PAD yang sah

  2. Dana Perimbangan, dimana pada komponen ini terdiri dari :

  a. Dana Bagi Hasil

  b. Dana Alokasi Umum

  c. Dana Alokasi Khusus

  3. Lain-lain Pendapatan Daerah yang sah Dalam lingkup yang lebih spesifik, ketentuan di atas, ditindaklanjuti melalui berbagai ketentuan peraturan perundang-undangan, termasuk didalamnya, terkait dengan Peraturan

  Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2007 tanggal 15 Mei 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.

  Secara esensial, jika diperhatikan lebih jauh tentang eksistensi Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2007 dimaksud, dapat diketahui bahwa struktur APBD bagi daerah otonom, dipetakan atas beberapa komponen yang meliputi (1). Komponen Pendapatan, yaitu Hak pemerintah daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih ; (2). Komponen Belanja, yaitu Kewajiban pemerintah daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih; (3). Komponen pembiayaan, yaitu Semua penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya

  Mengacu pada hasil pemikiran tersebut diatas pada tahun 2010 Pemerintah Kabupaten Bangkalan, telah menetapkan beberapa kebijakan pada masing-masing komponen APBD dalam rangka efektivitas pelaksanaan lebih lanjut.

  Ditinjau dari aspek pendapatan daerah, kebijakan Pemerintah Kabupaten Bangkalan dititikberatkan pada peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD), baik dari sisi pajak daerah maupun dari sisi retribusi daerah melalui intensifikasi dan ekstensifikasi cakupan obyek pajak dan retribusi. Oleh karena itu, langkah lebih lanjut yang akan ditempuh oleh Pemerintah Kabupaten Bangkalan dalam lingkup pelaksanaan kebijakan dimaksud, akan dilakukan berbagai upaya yang saling mendukung satu sama lain, diantaranya dalam bentuk penerbitan maupun penyempurnaan Peraturan Daerah tentang Pajak dan retribusi daerah jika dipandang memiliki korelasi terhadap kondisi obyektif di lapangan.

  Selain dari pada itu, masih dalam konteks intensifikasi dan ekstensifikasi dimaksud, Pemerintah Kabupaten Bangkalan juga melakukan langkah-langkah peremajaan data, peningkatan intensitas penagihan, serta berbagai hal lainnya.

  Adapun dari sisi Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah, Kebijakan Pemerintah Kabupaten Bangkalan, dititikberatkan pada upaya penyehatan BUMD yang mandiri dalam rangka memberikan dukungan peningkatan Pendapatan Asli Daerah.

  Berbeda dengan informasi di atas, ditinjau dari aspek Pendapatan Dana

  

Perimbangan, titik berat kebijakan Pemerintah Kabupaten Bangkalan, diarahkan pada

  eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam dalam rangka memberikan kontribusi Pendapatan melalui Dana Bagi Hasil Pajak/Bukan Pajak dari pemerintah pusat maupun Pemerintah Propinsi Jawa Timur. Lebih dari itu, masih dalam konteks kebijakan dana perimbangan dari komponen Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus, titik berat kebijakan Pemerintah Kabupaten Bangkalan, ditetapkan searah dengan kebijakan pemerintah pusat, dimana secara mendasar, berpegang pada kreteria yang telah ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.

  Ditinjau dari aspek Belanja daerah, kebijakan Pemerintah Kabupaten Bangkalan pada tahun 2010, menitikberatkan pada pemanfaatan anggaran Belanja Langsung yang berorientasi pada penanganan prioritas pembangunan, dimana dalam lingkup implementasi lebih lanjut, diterjemahkan melalui berbagai ketetapan program dan kegiatan yang melekat pada masing-masing tugas pokok dan fungsi SKPD di Kabupaten Bangkalan.

  Melalui kebijakan dimaksud, diharapkan mampu mendukung kelancaran penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan pada tahun 2013, walaupun secara menyeluruh, eksistensi belanja langsung dimaksud, merupakan bagian dari komprehensivitas penanganan yang memerlukan partisipasi masyarakat dan pihak swasta.

  Adapun dari pemanfaatan Belanja Tidak Langsung, titik berat kebijakan Pemerintah Kabupaten Bangkalan, lebih ditekankan pada pengalokasian Belanja Pegawai, Belanja Hibah, Belanja Sosial, Bagi hasil Bagi Pemerintahan Desa, serta Belanja Bantuan Keuangan bagi Pemerintahan Desa.

  Ditinjau dari aspek pembiayaan, Kebijakan Pemerintah Kabupaten Bangkalan, dititikberatkan pada pemanfaatan sisa lebih perhitungan anggaran tahun sebelumnya (SILPA), sebagai langkah penyeimbang dari kesenjangan antara kebutuhan belanja terhadap kondisi pendapatan yang ditetapkan.

  Terkait dengan kebijakan sebagaimana dikemukakan di atas, tentunya memiliki korelasi terhadap kekuatan anggaran pada tahun 2012, oleh karena itu, sebelum dikemukakan proyeksi anggaran tahun 2012, berikut ini dapat dikemukakan lebih awal kekuatan APBD tahun 2011 setelah perubahan dalam bentuk tabel di bawah ini.

TABEL 11.3 RINGKASAN PERUBAHAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KABUPATEN BANGKALAN TAHUN ANGGARAN 2011

  Perubahan Tambah/(Kurang) Kode Uraian Rekening Sebelum Perubahan Setelah Perubahan Jumlah (Rp) (%)

  Kode Rekening Uraian Perubahan Tambah/(Kurang) Sebelum Perubahan Setelah Perubahan Jumlah (Rp) (%)

  

2.1.8 BelanjaTidak Terduga 1.000.000.000,00 1.000.000.000,00 0,00 0,00

  

2.1.2 Belanja Bunga 0,00 0,00 0,00 #DIV/0!

  

2.1.3 Belanja Subsidi 0,00 0,00 0,00 #DIV/0!

  

2.1.4 Belanja Hibah 5.700.150.000,00 4.780.150.000,00 (920.000.000,00) (16,14)

  

2.1.5 Belanja Bantuan Sosial 2.978.162.660,00 2.109.445.160,00 (868.717.500,00) (29,17)

  2.1.6 Belanja Bagi Hasil Kepada Prov./Kab./Kota dan Pemdes 0,00 0,00 0,00 #DIV/0!

  2.1.7 Belanja Bantuan Keuangan Kepada Prov./Kab./Kota dan Pemdes 33.824.661.122,00 32.240.769.932,00 (1.583.891.190,00) (4,68)

  

2.2 BELANJA LANGSUNG 344.560.727.780,00 328.547.258.428,66 (16.013.469.351,34) (4,65)

  

2.1 BELANJA TIDAK LANGSUNG 401.161.154.521,00 410.732.244.714,00 9.571.090.193,00 2,39

  

2.2.1 Belanja Pegawai 53.434.168.400,00 54.498.117.339,00 1.063.948.939,00 1,99

  

2.2.3 Belanja Barang dan Jasa 108.202.756.930,00 107.153.354.980,66 (1.049.401.949,34) (0,97)

  

2.2.4 Belanja Modal 182.923.802.450,00 166.895.786.109,00 (16.028.016.341,00) (8,76)

JUMLAH BELANJA 745.721.882.301,00 739.279.503.142,66 (6.442.379.158,34) (0,86) JUMLAH SURPLUS/(DEFISIT) (45.294.866.000,00) (33.297.121.939,26) 11.997.744.060,74 (26,49)

  3 PEMBIAYAAN

  3.1 PENERIMAAN PEMBIAYAAN DAERAH

  3.1.1 Sisa lebih Perhitungan Anggaran Tahun Anggaran Sebelumnya (SILPA) 45.394.866.000,00 32.556.724.185,26 (12.838.141.814,74) (28,28)

  

3.1.2 Pencairan Dana Cadangan 0,00 0,00 0,00 #DIV/0!

  

2.1.1 Belanja Pegawai 357.658.180.739,00 370.601.879.622,00 12.943.698.883,00 3,62

  2 BELANJA

  1. PENDAPATAN

  1.2.1 Dana bagi hasil pajak/bagi hasil bukan pajak 80.345.641.567,00 78.706.652.567,00 (1.638.989.000,00) (2,04)

  

1.1 PENDAPATAN ASLI DAERAH 32.235.810.503,00 32.722.860.492,08 487.049.989,08 1,51

  

1.1.1 Pajak Daerah 6.945.014.860,00 7.361.351.860,00 416.337.000,00 5,99

  

1.1.2 Retribusi Daerah 18.776.192.580,00 18.132.673.517,00 (643.519.063,00) (3,43)

  1.1.3 Hasil Pengelolaan Kekayaan yang Dipisahkan 969.683.217,00 1.147.135.661,04 177.452.444,04 18,30

  1.1.4 Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah 5.544.919.846,00 6.081.699.454,04 536.779.608,04 9,68

  

1.2 DANA PERIMBANGAN 628.028.471.567,00 626.381.012.567,00 (1.647.459.000,00) (0,26)

  

1.2.2 Dana Alokasi Umum 478.776.830.000,00 478.768.360.000,00 (8.470.000,00) (0,00)

  

1.3.6 Lain-lain penerimaan 0,00 0,00 0,00 #DIV/0!

JUMLAH PENDAPATAN 700.427.016.301,00 705.982.381.203,40 5.555.364.902,40 0,79

  

1.2.3 Dana Alokasi Khusus 68.906.000.000,00 68.906.000.000,00 0,00 0,00

  1.3 LAIN-LAIN PENDAPATAN YANG SAH 40.162.734.231,00 46.878.508.144,32 6.715.773.913,32 16,72

  

1.3.1 Pendapatan Hibah 0,00 0,00 0,00 #DIV/0!

  

1.3.2 Dana Darurat 0,00 0,00 0,00 #DIV/0!

  1.3.3 Dana Bagi Hasil Pajak dari Provinsi dan Pemerintah Daerah Lainnya 20.539.202.889,00 22.766.131.802,32 2.226.928.913,32 10,84

  1.3.4 Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus 19.589.685.150,00 10.645.575.150,00 (8.944.110.000,00) (45,66)

  1.3.5 Bantuan Keuangan dari Provinsi atau Pemerintah Daerah Lainnya 33.846.192,00 13.466.801.192,00 13.432.955.000,00 39.688,23

  3.1.3 Hasil Penjualan Kekayaan Daerah yang dipisahkan 0,00 0,00 0,00 #DIV/0!

  Perubahan Tambah/(Kurang) Kode Uraian Rekening Sebelum Perubahan Setelah Perubahan Jumlah (Rp) (%)

  

3.1.4 Penerimaan Pinjaman Daerah 0,00 1.085.397.754,00 1.085.397.754,00 #DIV/0!

Penerimaan Kembali Pemberian

  3.1.5 0,00 0,00 0,00 #DIV/0! Pinjaman

  

3.1.6 Penerimaan Piutang Daerah 0,00 0,00 0,00 #DIV/0!

JUMLAH PENERIMAAN PEMBIAYAAN 45.394.866.000,00 33.642.121.939,26 (11.752.744.060,74) (25,89)

PENGELUARAN

  3.2 PEMBIAYAAN DAERAH

  

3.2.1 Pembentukan Dana Cadangan 0,00 0,00 0,00 #DIV/0!

Penyertaan Modal (Investasi)

3.2.2 100.000.000,00 345.000.000,00 245.000.000,00 245,00

Pemerintah Daerah

  

3.2.3 Pembayaran Pokok Utang 0,00 0,00 0,00 #DIV/0!

  

3.2.4 Pemberian Pinjaman Daerah 0,00 0,00 0,00 #DIV/0!

JUMLAH PENGELUARAN PEMBIAYAAN 100.000.000,00 345.000.000,00 245.000.000,00 245,00

PEMBIAYAAN NETTO 45.294.866.000,00 33.297.121.939,26 (11.997.744.060,74) (26,49)

  SISA LEBIH PEMBIAYAAN

  

3.3 ANGGARAN TAHUN 0,00 (0,00) (0,00) #DIV/0!

BERKENAAN (SILPA)

  Berangkat dari data tahun 2011 sebagaimana dikemukakan pada tabel di atas, proyeksi APBD tahun 2012 dapat dikemukakan dalam bentuk asumsi sebagai berikut :

TABEL 11.4 PROYEKSI KEKUATAN ANGGARAN TAHUN 2012 PEMERINTAH KABUPATAN BANGKALAN KODE STRUKTUR APBD PROYEKSI APBD TH 2012 REKENING

  1. PENDAPATAN

  1.1 PENDAPATAN ASLI DAERAH 32.722.860.492,08

  1.1.1 Pajak Daerah 7.361.351.860,00

  1.1.2 Retribusi Daerah 18.132.673.517,00

  1.1.3 Hasil Pengelolaan Kekayaan yang Dipisahkan 1.147.135.661,04

  1.1.4 Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah 6.081.699.454,04

  1.2 DANA PERIMBANGAN 626.381.012.567,00

  1.2.1 Dana bagi hasil pajak/bagi hasil bukan pajak 78.706.652.567,00

  1.2.2 Dana Alokasi Umum 478.768.360.000,00

  1.2.3 Dana Alokasi Khusus 68.906.000.000,00

  1.3 LAIN-LAIN PENDAPATAN YANG SAH 46.878.508.144,32

  1.3.1 Pendapatan Hibah 0,00

  1.3.2 Dana Darurat 0,00

  1.3.3 Dana Bagi Hasil Pajak dari Provinsi dan Pemerintah Daerah Lainnya 22.766.131.802,32

  1.3.4 Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus 10.645.575.150,00

  1.3.5 Bantuan Keuangan dari Provinsi atau Pemerintah Daerah Lainnya 13.466.801.192,00

  1.3.6 Lain-lain penerimaan 0,00

  JUMLAH PENDAPATAN 705.982.381.203,40

  2 BELANJA

  2.1 BELANJA TIDAK LANGSUNG 410.732.244.714,00

  2.1.1 Belanja Pegawai 370.601.879.622,00

  2.1.2 Belanja Bunga 0,00

  2.1.3 Belanja Subsidi 0,00

  2.1.4 Belanja Hibah 4.780.150.000,00

  2.1.5 Belanja Bantuan Sosial 2.109.445.160,00

  Gambaran Umum Pengelolaan Pendapatan 320,000,000,000 340,000,000,000 360,000,000,000 380,000,000,000 400,000,000,000 420,000,000,000 440,000,000,000 460,000,000,000 480,000,000,000 500,000,000,000 520,000,000,000 540,000,000,000 560,000,000,000 580,000,000,000 600,000,000,000 620,000,000,000 640,000,000,000 Anggaran PAD Realisasi PAD Dana Perimbangan Real. Dana Perimbangan

  3.3 SISA LEBIH PEMBIAYAAN ANGGARAN TAHUN BERKENAAN (SILPA) (0,00)

  3.2.1 Pembentukan Dana Cadangan 0,00

  3.2.2 Penyertaan Modal (Investasi) Pemerintah Daerah 345.000.000,00

  3.2.3 Pembayaran Pokok Utang 0,00

  3.2.4 Pemberian Pinjaman Daerah 0,00

  JUMLAH PENGELUARAN PEMBIAYAAN 345.000.000,00 PEMBIAYAAN NETTO

  33.297.121.939,26

  11.2 PROFIL APBD KABUPATEN BANGKALAN

  JUMLAH PENERIMAAN PEMBIAYAAN 33.642.121.939,26

  Profil keuangan daerah dalam penyusunan RPIJMD bertujuan untuk membuat taksiran dana yang tersedia untuk memenuhi kebutuhan investasi program PU/Ciptakarya di kabupaten/Kota. Gambaran umum kondisi keuangan daerah dipergunakan untuk mengetahui:

  1. Struktur anggaran pendapatan dan belanja daerah yang mencakup

  a. Struktur Penerimaan Daerah

  b. Struktur belanja daerah

  2. Trend perkembangan penerimaan

  3. Trend besaran penerimaan dana pembantuan dari pemerintah atasan

  4. Profil perkembangan APBD

  3.2 PENGELUARAN PEMBIAYAAN DAERAH

  3.1.6 Penerimaan Piutang Daerah 0,00

  KODE REKENING STRUKTUR APBD PROYEKSI APBD TH 2012

  2.2.4 Belanja Modal 166.895.786.109,00

  2.1.6 Belanja Bagi Hasil Kepada Prov./Kab./Kota dan Pemdes 0,00

  2.1.7 Belanja Bantuan Keuangan Kepada Prov./Kab./Kota dan Pemdes 32.240.769.932,00

  2.1.8 BelanjaTidak Terduga 1.000.000.000,00

  2.2 BELANJA LANGSUNG 328.547.258.428,66

  2.2.1 Belanja Pegawai 54.498.117.339,00

  2.2.3 Belanja Barang dan Jasa 107.153.354.980,66

  JUMLAH BELANJA 739.279.503.142,66 JUMLAH SURPLUS/(DEFISIT)

  3.1.5 Penerimaan Kembali Pemberian Pinjaman 0,00

  (33.297.121.939,26)

  3 PEMBIAYAAN

  3.1 PENERIMAAN PEMBIAYAAN DAERAH

  3.1.1 Sisa lebih Perhitungan Anggaran Tahun Anggaran Sebelumnya (SILPA) 32.556.724.185,26

  3.1.2 Pencairan Dana Cadangan 0,00

  3.1.3 Hasil Penjualan Kekayaan Daerah yang dipisahkan 0,00

  3.1.4 Penerimaan Pinjaman Daerah 1.085.397.754,00

  5. Keuangan Perusahaan Daerah Diagram 1 Gambaran Umum Pendapatan Daerah

KEBIJAKAN UMUM KEUANGAN DAERAH

  Analisis kapasitas keuangan daerah ini adalah studi mengenai aspek keuangan dalam rangka penyusunan RPIJM. Analisis digunakan dalam membuat taksiran dana yang tersedia untuk memenuhi kebutuhan pembelanjaan prasarana Kabupaten/Kota. Yang meliputi: 1. Pembelanjaan untuk pengoperasian dan pemeliharaan prasarana yang telah terbangun. 2. pembelanjaan untuk rehabilitasi dan peningkatan prasarana yang telah ada. 3. pembelanjaan untuk pembangunan prasarana baru.

  Dalam pembahasan ini juga diperhatikan hasil total atau produktifitas dan keuntungan yang diperoleh dari penggunaan sumberdaya bagi masyarakat dan keuntungan masyarakat secara menyeluruh tanpa melihat penyedia dana dan masyarakat penerima hasil. Pembahasan aspek keuangan memperhatikan hasil total atau produktifitas atau keuntungan yang didapat dari semua yang dipakai dalam proyek-proyek untuk masyarakat yang menerima hasil proyek tersebut.

11.2.1 Komponen Keuangan

  Penerimaan pendapatan adalah penerimaan yang merupakan hak pemerintah daerah yang diakui sebagai penambah kekayaan bersih. Pendapatan Daerah bersumber dari : a. Pendapatan Asli Daerah

  b. Dana Perimbangan c. Lain-lain Pendapatan.

A. Pendapatan Asli Daerah

  Pendapatan Asli Daerah, selanjutnya disebut PAD adalah pendapatan yang diperoleh Daerah yang dipungut berdasarkan Peraturan Daerah sesuai dengan peraturan perundang- undangan. Pendapatan asli daerah bertujuan memberikan kewenangan kepada Pemerintah Daerah untuk mendanai pelaksanaan otonomi daerah sesuai dengan potensi Daerah sebagai perwujudan Desentralisasi.

  (2) PAD bersumber dari:

  a. Pajak Daerah

  b. Retribusi Daerah

  c. Hasil pengelolaan kekayaan Daerah yang dipisahkan d. Lain-lain PAD yang sah. (3) Lain-lain PAD yang sah meliputi:

  a. Hasil penjualan kekayaan Daerah yang tidak dipisahkan

  b. Jasa giro

  c. Pendapatan bunga

  d. Keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing e. Komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh Daerah. Dalam struktur APBD, jenis pendapatan yang berasal dari Pajak Daerah dan Retribusi Daerah berdasarkan UU No. 34 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas UU No. 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, dirinci menjadi : a. Pajak Propinsi terdiri atas:

  1) Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air 2) Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) dan Kendaraan di Atas Air 3) Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor 4) Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan.

  b. Jenis pajak Kabupaten/Kota terdiri atas: 1) Pajak Hotel 2) Pajak Restoran 3) Pajak Hiburan 4) Pajak Reklame 5) Pajak Penerangan Jalan 6) Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C 7) Pajak Parkir.

  c. Retribusi dirinci menjadi: 1) Retribusi Jasa Umum 2) Retribusi Jasa Usaha 3) Retribusi Perijinan Tertentu

B. Dana Perimbangan

  Dana Perimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Dana Perimbangan bertujuan mengurangi kesenjangan fiskal antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah dan antar Pemerintah Daerah. Dana Perimbangan terdiri atas:

  a. Dana Bagi Hasil

  b. Dana Alokasi Umum c. Dana Alokasi Khusus.

  Prinsip Kebijakan Perimbangan Keuangan

  Perimbangan keuangan antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah adalah suatu sistem pembagian keuangan yang adil, proporsional, demokratis, transparan, dan efisien dalam rangka pendanaan penyelenggaraan Desentralisasi, dengan mempertimbangkan potensi, kondisi, dan kebutuhan daerah, serta besaran pendanaan penyelenggaraan Dekon-sentrasi dan Tugas Pembantuan. Perimbangan Keuangan antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah merupakan subsistem Keuangan Negara sebagai konsekuensi pembagian tugas antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah. Pemberian sumber keuangan negara kepada Pemerintahan Daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi didasarkan atas penyerahan tugas oleh Pemerintah kepada Pemerintah Daerah dengan memper-hatikan stabilitas dan keseimbangan fiskal. Perimbangan Keuangan antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah merupakan suatu sistem yang menyeluruh dalam rangka pendanaan penyelenggaraan asas Desentralisasi, Dekonsentrasi, dan Tugas Pembantuan.

  Dana Perimbangan selain dimaksudkan untuk membantu Daerah dalam mendanai kewenangannya, juga bertujuan untuk mengurangi ketimpangan sumber pendanaan pemerintahan antara Pusat dan Daerah serta untuk mengurangi kesenjangan pendanaan pemerintahan antar-Daerah. Ketiga komponen Dana Perimbangan imerupakan sistem transfer dana dari Pemerintah serta merupakan satu kesatuan yang utuh.

  Dana Bagi Hasil

  Dana Bagi Hasil adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada Daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi. Dana Bagi Hasil bersumber dari pajak dan sumber daya alam.

  1. Bagi Hasil yang bersumber dari pajak terdiri atas:

  a. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)

  b. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)

  c. Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25 dan Pasal 29 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri dan PPh Pasal 21.

  2. Dana Bagi Hasil yang bersumber dari sumber daya alam berasal dari:

  a. kehutanan

  b. pertambangan umum

  c. perikanan

  d. pertambangan minyak bumi

  e. pertambangan gas bumi f. pertambangan panas bumi.

  Dana Alokasi Umum

  Dana Alokasi Umum, selanjutnya disebut DAU adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar-daerah untuk mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Jumlah keseluruhan DAU ditetapkan sekurang-kurangnya 26 (dua puluh enam persen) dari Pendapatan Dalam Negeri Neto yang ditetapkan dalam APBN. DAU untuk suatu Daerah dialokasikan atas dasar celah fiskal dan alokasi dasar.

  Celah Fiskal Celah fiskal adalah kebutuhan fiskal dikurangi dengan kapasitas fiskal Daerah.

  Kebutuhan fiskal daerah merupakan kebutuhan pendanaan Daerah untuk melaksanakan fungsi layanan dasar umum. Layanan dasar publik antara lain adalah penyediaan layanan kesehatan dan pendidikan, penyediaan infrastruktur, dan pengentasan masyarakat dari kemiskinan. Jumlah penduduk merupakan variabel yang mencerminkan kebutuhan akan penyediaan layanan publik di setiap Daerah. Setiap kebutuhan pendanaan diukur secara berturut-turut dengan: jumlah penduduk

  • luas wilayah Indeks Kemahalan Konstruksi • Produk Domestik Regional Bruto per kapita • Indeks Pembangunan Manusia.
  • Luas wilayah merupakan variabel yang mencerminkan kebutuhan atas penyediaan sarana dan prasarana per satuan wilayah. Indeks Kemahalan Konstruksi merupakan cerminan tingkat kesulitan geografis yang dinilai berdasarkan tingkat kemahalan harga prasarana fisik secara relatif antar-Daerah. Produk Domestik Regional Bruto merupakan cerminan potensi dan aktivitas perekonomian suatu Daerah yang dihitung berdasarkan total seluruh output produksi kotor dalam suatu wilayah. Indeks Pembangunan Manusia merupakan variabel yang mencerminkan tingkat pencapaian kesejahteraan penduduk atas layanan dasar di bidang pendidikan dan kesehatan Kapasitas fiskal Daerah merupakan sumber pendanaan daerah yang berasal dari PAD dan Dana Bagi Hasil. Proporsi DAU antara daerah provinsi dan kabupaten/kota ditetapkan berdasarkan imbangan kewenangan antara provinsi dan kabupaten/kota. Celah fiskal dihitung berdasarkan selisih antara kebutuhan fiskal Daerah dan kapasitas fiskal Daerah. DAU atas dasar celah fiskal untuk suatu daerah provinsi dihitung berdasarkan perkalian bobot daerah provinsi yang bersangkutan dengan jumlah DAU seluruh daerah provinsi. Bobot daerah provinsi merupakan perbandingan antara celah fiskal daerah provinsi yang

  bersangkutan dan total celah fiskal seluruh daerah provinsi. DAU atas dasar celah fiskal untuk suatu daerah kabupaten/kota dihitung berdasarkan perkalian bobot daerah kabupaten/kota yang bersangkutan dengan jumlah DAU seluruh daerah kabupaten/ kota. Bobot daerah kabupaten/kota merupakan perbandingan antara celah fiskal daerah kabupaten/kota yang bersangkutan dan total celah fiskal seluruh daerah kabupaten/kota. Daerah yang memiliki nilai celah fiskal sama dengan nol menerima DAU sebesar alokasi dasar. Daerah yang memiliki nilai celah fiskal negatif dan nilai negatif tersebut lebih kecil dari alokasi dasar menerima DAU sebesar alokasi dasar setelah dikurangi nilai celah Fiskal. Daerah yang memiliki nilai celah fiskal negatif dan nilai negatif tersebut sama atau lebih besar dari alokasi dasar tidak menerima DAU. Data untuk menghitung kebutuhan fiskal dan kapasitas fiskal diperoleh dari lembaga statistik pemerintah dan/atau lembaga pemerintah yang berwenang menerbitkan data yang dapat dipertanggungjawabkan.

  Alokasi Dasar

  Alokasi dasar dihitung berdasarkan jumlah gaji Pegawai Negeri Sipil Daerah. Jumlah gaji Pegawai Negeri Sipil Daerah adalah gaji pokok ditambah tunjangan keluarga dan tunjangan jabatan sesuai dengan peraturan penggajian Pegawai Negeri Sipil. Pemerintah merumuskan formula dan penghitungan DAU dengan memperhatikan pertimbangan dewan yang bertugas memberikan saran dan pertimbangan terhadap kebijakan otonomi daerah. Hasil penghitungan DAU per provinsi, kabupaten, dan kota ditetapkan dengan Keputusan Presiden. Penyaluran DAU dilaksanakan setiap bulan masing-masing sebesar

  1/12 (satu perdua belas) dari DAU Daerah yang bersangkutan. Penyaluran DAU dilaksanakan sebelum bulan bersangkutan.

  Alokasi DAU secara proporsional menggunakan rumus sebagai berikut: Besarnya DAU Bobot daerah bersangkutan Jumlah masing-masing = Jumlah bobot seluruh daerah x DAU untuk daerah daerah

  Dana Alokasi Khusus

  Dana Alokasi Khusus, selanjutnya disebut DAK, adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada Daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan Daerah dan sesuai dengan prioritas nasional. Besaran DAK ditetapkan setiap tahun dalam APBN. DAK dialokasikan kepada Daerah tertentu yang memenuhi kriteria untuk mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan Daerah. Kegiatan khusus sesuai dengan fungsi yang telah ditetapkan dalam APBN. Fungsi dalam rincian Belanja Negara antara lain terdiri atas layanan umum, pertahanan, ketertiban dan keamanan, ekonomi, lingkungan hidup, perumahan dan fasilitas umum, kesehatan, pariwisata, budaya, agama, pendidikan dan perlindungan sosial. Pemerintah menetapkan kriteria DAK yang meliputi kriteria umum, kriteria khusus, dan kriteria teknis. Kriteria umum ditetapkan dengan mempertimbangkan kemampuan Keuangan Daerah dalam APBD. Kriteria umum dihitung untuk melihat kemampuan APBD untuk membiayai kebutuhan-kebutuhan dalam rangka pembangunan Daerah yang dicerminkan dari penerimaan umum APBD dikurangi dengan belanja pegawai. Kemampuan daerah (APBD) dihitung sebagai berikut.

  Kemampuan Penerimaan Belanja

  _ =

  Keuangan Daerah Umum APBD pegawai Penerimaan Umum APBD = PAD + DAU + ( DBH – DBHR) DBH = Dana Bagi Hasil DBHR = Dana bagi Hasil yang dibagikan merata untuk daerah Belanja Pegawai = Belanja Pegawai Pegawai Negeri Sipil Daerah Kriteria khusus ditetapkan dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang kekhususan suatu Daerah dan karakteristik Daerah. Karakteristik Daerah antara lain adalah daerah pesisir dan kepulauan, daerah perbatasan dengan negara lain, daerah tertinggal/terpencil, daerah yang termasuk rawan banjir dan longsor, serta daerah yang termasuk daerah ketahanan pangan. Kriteria teknis ditetapkan oleh kementerian Negara/departemen teknis. peraturan perundang-undangan adalah Undang-Undang Kriteria teknis antara lain meliputi standar kualitas/kuantitas konstruksi, serta perkiraan manfaat lokal dan nasional yang menjadi indikator dalam perhitungan teknis.

  Dana Pendamping

  Daerah penerima DAK wajib menyediakan Dana Pendamping sekurang-kurangnya 10 (sepuluh persen) dari alokasi DAK. Dana Pendamping dianggarkan dalam APBD.

  Namun Daerah dengan kemampuan fiskal tertentu tidak diwajibkan menyediakan Dana Pendamping

C. Lain-Lain Pendapatan

  Lain-lain Pendapatan bertujuan memberi peluang kepada Daerah untuk memperoleh pendapatan selain pendapatan dari PAD, Dana perimbangan dan Pinjaman daerah.Lain- lain Pendapatan terdiri atas pendapatan hibah dan pendapatan Dana Darurat. Hibah adalah Penerimaan Daerah yang berasal dari pemerintah negara asing, badan/lembaga asing, badan/lembaga internasional, Pemerintah, badan/lembaga dalam negeri atau perseorangan, baik dalam bentuk devisa, rupiah maupun barang dan/atau jasa, termasuk tenaga ahli dan pelatihan yang tidak perlu dibayar kembali. Pendapatan hibah merupakan bantuan yang tidak mengikat. Hibah kepada Daerah yang bersumber dari luar negeri dilakukan melalui Pemerintah. Hibah dituangkan dalam suatu naskah perjanjian antara Pemerintah Daerah dan pemberi hibah. Hibah digunakan sesuai dengan naskah perjanjian. Tata cara pemberian, penerimaan, dan penggunaan hibah, baik dari dalam negeri maupun luar negeri diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pemerintah mengalokasikan Dana Darurat yang berasal dari APBN untuk keperluan mendesak yang diakibatkan oleh bencana nasional dan/atau peristiwa luar biasa yang tidak dapat ditanggulangi oleh Daerah dengan menggunakan sumber APBD. Dana Darurat adalah dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan kepada Daerah yang mengalami bencana nasional, peristiwa luar biasa, dan/atau krisis solvabilitas. Keadaan yang dapat digolongkan sebagai bencana nasional dan/atau peristiwa luar biasa ditetapkan oleh Presiden Pemerintah dapat mengalokasikan Dana Darurat pada Daerah yang dinyatakan mengalami krisis solvabilitas. Krisis solvabilitas adalah krisis keuangan berkepan-jangan yang dialami Daerah selama 2 (dua) tahun anggaran dan tidak dapat diatasi melalui APBD. Daerah dinyatakan mengalami krisis solvabilitas berdasarkan evaluasi Pemerintah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Krisis solvabilitas ditetapkan oleh Pemerintah setelah berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat.

  Pinjaman Daerah

  Pinjaman Daerah adalah semua transaksi yang mengakibatkan Daerah menerima sejumlah uang atau menerima manfaat yang bernilai uang dari pihak lain sehingga Daerah tersebut dibebani kewajiban untuk membayar kembali. Pinjaman Daerah bertujuan memperoleh sumber pembiayaan dalam rangka penyelenggaraan urusan Pemerintahan Daerah.

  Batasan Pinjaman

  Pemerintah menetapkan batas maksimal kumulatif pinjaman Pemerintah dan Pemerintah Daerah dengan memperhatikan keadaan dan prakiraan perkembangan perekonomian nasional. Batas maksimal kumulatif pinjaman tidak melebihi 60 (enam puluh persen) dari Produk Domestik Bruto tahun bersangkutan. Menteri Keuangan menetapkan batas maksimal kumulatif pinjaman Pemerintah Daerah secara keseluruhan selambat-lambatnya bulan Agustus untuk tahun anggaran Berikutnya. Pengendalian batas maksimal kumulatif Pinjaman Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Daerah tidak dapat melakukan pinjaman langsung kepada pihak luar negeri. Pelanggaran terhadap ketentuan, dikenakan sanksi administratif berupa penundaan dan/atau pemotongan atas penyaluran Dana Perimbangan oleh Menteri Keuangan.

  Sumber Pinjaman

  Pinjaman Daerah bersumber dari:

  a. Pemerintah

  b. Pemerintah Daerah lain

  c. lembaga keuangan bank

  d. lembaga keuangan bukan bank e. masyarakat.

  Pinjaman Daerah yang bersumber dari Pemerintah diberikan melalui Menteri Keuangan. Pinjaman Daerah yang bersumber dari masyarakat berupa Obligasi Daerah diterbitkan melalui pasar modal.

  Jenis dan Jangka Waktu Pinjaman

  Jenis Pinjaman terdiri atas,

  a. Pinjaman Jangka Pendek

  b. Pinjaman Jangka Menengah c. Pinjaman Jangka Panjang.

  Pinjaman Jangka Pendek merupakan Pinjaman Daerah dalam jangka waktu kurang atau sama dengan satu tahun anggaran dan kewajiban pembayaran kembali pinjaman yang meliputi pokok pinjaman, bunga, dan biaya lain seluruhnya harus dilunasi dalam tahun anggaran yang bersangkutan. Pinjaman jangka pendek tidak termasuk kredit jangka pendek yang lazim terjadi dalam jasa tidak dilakukan pada saat barang dan atau jasa dimaksud diterima. Pinjaman Jangka Menengah merupakan Pinjaman Daerah dalam jangka waktu lebih dari satu tahun anggaran dan kewajiban pembayaran kembali pinjaman yang meliputi pokok pinjaman, bunga, dan biaya lain harus dilunasi dalam kurun waktu yang tidak melebihi sisa masa jabatan Kepala Daerah yang bersangkutan. Pinjaman Jangka Panjang merupakan Pinjaman Daerah dalam jangka waktu lebih dari satu tahun anggaran dan kewajiban pembayaran kembali pinjaman yang meliputi pokok pinjaman, bunga, dan biaya lain harus dilunasi pada tahun-tahun anggaran berikutnya sesuai dengan persyaratan perjanjian pinjaman yang bersangkutan.

  Penggunaan Pinjaman Pinjaman Jangka Pendek dipergunakan hanya untuk menutup kekurangan arus kas.

  Pinjaman Jangka Menengah dipergunakan untuk membiayai penyediaan layanan umum yang tidak menghasilkan penerimaan. Pinjaman Jangka Panjang dipergunakan untuk membiayai proyek investasi yang menghasilkan penerimaan. Pinjaman Jangka Menengah dan Jangka Panjang wajib mendapatkan persetujuan DPRD.

  Persyaratan Pinjaman

  Dalam melakukan pinjaman, Daerah wajib memenuhi persyaratan:

  a. jumlah sisa Pinjaman Daerah ditambah jumlah pinjaman yang akan ditarik tidak melebihi 75 (tujuh puluh lima persen) dari jumlah penerimaan umum APBD tahun sebelumnya. b. rasio kemampuan keuangan Daerah untuk mengembalikan pinjaman ditetapkan oleh Pemerintah daerah tidak mempunyai tunggakan atas pengembalian pinjaman yang berasal dari Pemerintah. Daerah tidak dapat memberikan jaminan atas pinjaman pihak lain. Pendapatan Daerah dan/atau barang milik Daerah tidak boleh dijadikan jaminan Pinjaman Daerah. Proyek yang dibiayai dari Obligasi Daerah beserta barang milik Daerah yang melekat dalam proyek tersebut dapat dijadikan jaminan Obligasi Daerah.

11.2.2 Komponen Pengeluaran Belanja

  Komponen pengeluaran belanja terdiri dari:

  1. Belanja Operasi

  2. Belanja Modal

  3. Tranfer ke Desa/kelurahan 4. Belanja tak Terduga. Sub-komponen Pengeluaran Belanja Daerah meliputi:

  1. Belanja Operasi

  • Belanja Pegawai Belanja Barang -
  • Belanja Bunga - Belanja Subsidi Belanja Hibah - Belanja Bantuan Sosial -

  2. Belanja Modal Belanja Tanah - Belanja Peralatan dan mesin - Belanja Gedung dan bangunan - Belanja Jalan, Irigasi dan Jaringan - Belanja Aset Tetatp Lainnya -

  • Belanja Aset Lainnya

  3. Transfer ke Desa/Kelurahan Bagi hasil Pajak - Bagi Hasil Retribusi - Bagi Hasil Pendapatan Lainnya -

  4. Belanja tak Terduga Perencanaan belanja daerah mengikuti pedoman sebagai berikut.

  1. Belanja daerah diprioritaskan untuk meningkatkan kewajiban daerah dalam meningkatkan kualitas kehidupam masyarakat yang diwujudkan dalam bentuk peningkatan:

  a. pelayanan dasar berupa pendidikan dan kesehatan

  b. fasilitas sosial

  c. fasilitas umum

  2. Belanja daerah disusun berdasarkan standar pelayanan minimal standar analisis belanja standar harga tolok ukur kinerja

  3. Belanja DPRD meliputi :

  a. penghasilan pimpinan dan anggota DPRD

  b. tunjangan kesehatan

  c. uang jasa pengabdian

  d. belanja penunjang kegiatan DPRD

  4. Belanja Kepala daerah dan wakil Kepala daerah Anggaran Belanja Kepala daerah dan wakil Kepala daerah harus mencerminkan efisiensi, efektifitas dengan memperhatikan aspek keadailan dan kepatutan.

11.2.3 Komponen Pembiayaan

  Pembiayaan (financing) adalah seluruh transaksi keuangan pemerintah, baik penerimaan maupun pengeluaran, yang perlu dibayar atau akan diterima kembali, yang dalam penganggaran pemerintah terutama dimaksudkan untuk menutup defisit dan atau memanfaatkan surplus anggaran. Penerimaan pembiayaan antara lain dapat berasal dari pinjaman, dan hasil divestasi. Sementara, pengeluaran pembiayaan antara lain digunakan untuk pembayaran kembali pokok pinjaman, pemberian pinjaman kepada entitas lain, dan penyertaan modal oleh pemerintah.

  Penerimaan pembiayaan adalah semua penerimaan Rekening Kas Umum Negara/Daerah antara lain berasal dari penerimaan pinjaman, penjualan obligasi pemerintah, hasil privatisasi perusahaan negara/daerah, penerimaan kembali pinjaman yang diberikan kepada fihak ketiga, penjualan investasi permanen lainnya, dan pencairan dana cadangan. Komponen Pembiayaan daerah adalah sebagai berikut.

  1. Penerimaan Pembiayaan

  a. Penggunaan SILPA

  b. Pencairan dana Cadangan

  c. Pinjaman dalam Negeri-Pemerintah Pusat

  d. Pinjaman dalam Negeri – Pemda lain

  e. Pinjaman dalam Negeri – bank

  f. Pinjaman dalam Negeri – Non bank

  g. Pinjaman dalam Negeri – Obligasi

  h. Pinjaman dalam Negeri – Lainnya i. Penerimaan kembali pinjaman kpd Pers. Negara J. Penerimaan kembali pinjaman kpd Pers. Daerah k. Penerimaan kembali pinjaman kpd Pemda Lainnya

  2. Pengeluaran pembiayaan

  a. Pembentukan dana cadangan

  b. Pembayaran Pokok Pinjaman DN- Pem Pusat

  c. Pembayaran Pokok Pinjaman DN-Pemda Lainnya

  d. Pembayaran Pokok Pinjaman DN- Bank

  e. Pembayaran Pokok Pinjaman DN-Non Bnak

  f. Pembayaran Pokok Pinjaman DN- Obligasi

  g. Pembayaran Pokok Pinjaman Lainnya

  h. Pemberian Pinjaman kpd Pers. Negara i. Pemberian Pinjaman kpd Pers. Daerah j. Pemberian Pinjaman kpd Pemda Lainnya

  

11.3 ANALISIS KETERPADUAN STRATEGI PENINGKATAN INVESTASI

PEMBANGUNAN BIDANG CIPTA KARYA

  11.3.1 Analisa Pendapatan Daerah

  Dari aspek pertumbuhan, dapat dikemukakan bahwa dari tahun 2003 sampai dengan tahun 2007, Kabupaten Bangkalan menggambarkan sisi pendapatan yang meningkat, baik ditinjau dari sisi anggaran maupun dari sisi realisasi dapat dijelaskan sebagai berikut : Tahun 2003, dianggarkan sebesar Rp. 303.718.109.398,00 dengan realisasi sebesar Rp.

  314.470.092.591,67 atau sebesar 103,54%. ฀ Tahun 2004, dianggarkan sebesar Rp. 322.520.596.625,50 dengan realisasi sebesar Rp.

  330.195.553.163,22 atau sebesar 102,38%. ฀ Tahun 2005 yang dianggarkan sebesar Rp. 349.910.493.801,50 telah terealisasi sebesar Rp. 365.538.166.996,90 atau sebesar 104,47%.

  ฀ Tahun 2006 yang dianggarkan sebesar Rp. 504.007.444.380,00 telah terealisasi sebesar Rp. 538.991.540.846,15 atau sebesar 106,94%. ฀ Tahun 2007 Daerah yang dianggarkan sebesar Rp. 591.086.198.710,00 telah terealisasi sebesar Rp. 608.595.289.848,72 atau sebesar 102,96%.

  Secara keseluruhan, uraian data di atas memberikan informasi bahwa kontribusi terbesar dari masing-masing komponen pendapatan daerah, didominasi oleh dana perimbangan, dari tahun ke tahun menunjukkan sumbangan berkisar 87% sampai dengan 93,5%. Hal ini menggambarkan bahwa aspek sumber – sumber keuangan daerah Pemerintah Kabupaten Bangkalan lebih bertumpu pada Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam, Dana Alokasi Khusus, serta Dana Alokasi Umum.

  Selanjutnya dapat dicermati bahwa kontribusi terbesar peringkat kedua setelah dana perimbangan, bersumber dari Pendapatan Asli Daerah dengan kontribusi pertahun berkisar 5% sampai dengan 6%, kontribusi dimaksud didukung oleh pendapatan yang bersumber dari pajak daerah, retribusi daerah, serta Lain-lain pendapatan Asli Daerah yang sah.

  Komponen pendapatan daerah yang memberikan kontribusi peringkat ketiga adalah pendapatan yang bersumber dari Lain-lain pendapatan daerah yang sah dengan kontribusi pertahun berkisar 1% - 6%. Data ini memberikan gambaran tentang dukungan dana yang bersumber dari bagi hasil pajak propinsi, dana penyesuaian dan otonomi khusus, bantuan keuangan dari propinsi, bantuan dana kontijensi/penyeimbang, serta penerimaan kompensasi PPh pasal 21.

  11.3.2 Prediksi Pendapatan Daerah

  Dapat dikemukakan bahwa sisi pendapatan daerah, terdiri dari beberapa komponen yang meliputi : a. Pendapatan Asli Daerah terdiri dari : b. Dana Perimbangan 1). Dana Bagi Hasil 2). Dana Alokasi Khusus 3). Dana Alokasi Umum

  1). Pajak Daerah 2). Retribusi Daerah 3). Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan 4). Lain-lain Pendapatan Asli Daerah Yang Sah

  c. Lain-lain Pendapatan Daerah Yang Sah Melalui komponen di atas, kondisi riil yang dapat dijadikan landasan dalam memprediksi peningkatan pendapatan dari tahun ke tahun, dapat dikemukakan sebagai berikut :

  a. Pendapatan Asli Daerah 1). Pajak Daerah