ANALISIS STATUS KUALITAS PERAIRAN DAERAH ALIRAN SUNGAI HILIR KRUENG MEUREUBO ACEH BARAT SKRIPSI

  

ANALISIS STATUS KUALITAS PERAIRAN DAERAH

ALIRAN SUNGAI HILIR KRUENG MEUREUBO

ACEH BARAT

SKRIPSI

SYAHR UL RAMADHANI

  08C10432077

PROGRAM STUDI PERIKANAN

  

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

UNIVERSITAS TEUKU UMAR

MEULABOH

  

ANALISIS STATUS KUALITAS PERAIRAN DAERAH

ALIRAN SUNGAI HILIR KRUENG MEUREUBO

ACEH BARAT

SKRIPSI

SYAHR UL RAMADHANI

  

08C10432077

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Serjana Perikanan

pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

  

Univesitas Teuku Umar

PROGRAM STUDI PERIKANAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

UNIVERSITAS TEUKU UMAR

MEULABOH

  

LEMBARAN SURAT PENGESAHAN

  Judul Skripsi : Analisis K ualitas Perairan Daerah Aliran Sungai Hilir Krueng Meureubo Aceh Barat. Nama : Syahrul Ramadhani Nim : 08C10432077 Program Studi : Perikanan

  Disetujui Komisi Pembimbing

  Ketua Anggota

  Dr. Edwarsyah, S.P, M.P Ir. Said Mahjali, M.M NIDN : 01-1102-6901 NIDN : 01-1011-6502

  Diketahui, Ketua Dekan

  Program Studi Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

  

Muhammad R izal, S.Pi, M.Si Uswatul Hasanah, S.Si, M.Si

NIDN : 01-1101-8301 NIDN : 01-2105-4802

  

LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI

  Skripsi/tugas akhir dengan judul:

  

ANALISIS STATUS KUALITAS PERAIRAN DAERAH

ALIRAN SUNGAI HILIR KRUENG MEUREUBO

ACEH BARAT

  Yang disusun oleh : Nama : Syahrul Ramadhani Nim : 08C10432077 Fakultas : Perikanan dan Ilmu Kelautan Program Studi : Perikanan Telah dipertahankan didepan dewan penguji pada tanggal 03 Desember 2013 dan dinyatakan memenuhi syarat untuk diterima.

SUSUNAN DEWAN PENGUJI 1.

  Dr, Edwarsyah, S.P, M.P (Penguji I)

  ………………… 2. Ir, Said Mahjali, M.M (Penguji II) .

  ………………… 3. Afrizal Hendri, S.Pi, M.Si

  (Penguji III) ………………… 4. Erlita, S.Pi

  (Penguji IV) …………………

  Alue Penyareng, 03 September 2013 Dekan Fakultas Perikanan dan Perikanan

  Uswatun Hasanah, S.Si, M.Si

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

  Penulis dilahirkan di Sapeng pada tanggal 04 Mei 1989 dari ayah Saidi dan ibu Nurhayati. Penulis merupakan anak ketiga dari 5 (lima) bersaudara. Awal pendidikan formal penulis dimulai pada tahun 1997 di Sekolah Dasar Negeri Paya Peuleukung, Kecamatan Seunagan Timur, Kebupaten Nagan Raya, Propinsi Aceh dan lulus pada tahun 2002. Kemudian penulis menempuh pendidikan Madrasah di MTsN Jeuram, lulus pada tahun 2005. Penulis melanjutkan pendidikan menengah atas di SMA Negeri 1 Jeuram dan lulus pada tahun 2008. Pada tahun yang sama penulis terdaftar sebagai Mahasiswa program Sarjana Progam Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Univesitas Teuku Umar (UTU). Penulis juga telah melaksanakan Praktek Kerja Lapang (PK L) di Balai Budidaya Air Payau (BBAP) Ujung Batee, Propinsi Aceh pada bulan Juli - Agustus 2011.

  Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (UTU), penulis melakukan penelitian berjudul

  ”Analisis Status Kualitas Perairan Daerah Aliran Sungai Hilir Kreung Meureubo Aceh Barat dibawah bimbingan Dr. Edwarsyah, S.P, M.P dan Ir. Said Mahjali, M.M.

  Syahrul Ramadhani NIM: 08C10432077

  

Lembar Persembahan

Yang utama dari segalanya adalah...

  

Sembah sujud serta syukur kepada Allah SWT. Taburan cinta

dan kasih sayang-Mu telah memberikanku kekuatan,

membekaliku dengan ilmu serta memperkenalkanku dengan

cinta. Atas karunia serta kemudahan yang Engkau berikan

akhirnya skripsi yang sederhana ini dapat terselesaikan.

  

Sholawat dan salam selalu terlimpahkan keharibaan

Rasullah Muhammad SAW.

Kupersembahkan karya sederhana ini kepada orang yang

sangat kukasihi dan kusayangi...

  

Ya Allah Ya Rabbi

Ku Kersembahkan Kepada :

Ayahanda yang mulia,

Ibunda yang tercinta titasan doa,

  

Air mata dan peluh perjuanganmu

Telah membawa ananda mamasuki gerbang kesuksesan

Dari rasa khawatir hingga rasa yakin

Ananda mencoba bertahan atas nama cerita ananda

  Ananda selalu yakin …. Dengan dukunganmu Selalu…dan selalu ingin ananda ceritakan semua

  

Tapi ananda selalu kehabisan kata-kata

Mungkin hanya inilah yang mampu ananda buktikan

kepadamu

Bahwa ananda tak pernah lupa pengorbananmu

  

Bahwa ananda tak pernah lupa nasehat dan dukunganmu

Bahwa ananda tak pernah lupa segalanya…..dan selamanya.

  

Ucapan Terima Kasihku Kepada :

Dosen Pembimbing Tugas Akhirku

  Bapak “ Dr, Edwarsyah, S.P, M.P”, dan Bapak “ Ir, Said

  

terima kasih banyak pak..., saya sudah dibantu selama ini,

sudah dinasehati, sudah diajari, saya tidak akan lupa atas

bantuan dan saran dari bapak...

  My Best friend’s

  

Buat teman-teman di AN “2008” yang tak bisa di sebutkan

satu-persatu terima kasih atas bantuan kalian, semangat

kalian dan candaan kalian, aku tak akan melupakan kalian.

  

Seluruh Dosen Pengajar di Fakultas Perikanan :

Terima kasih banyak untuk semua ilmu, didikan dan

pengalaman yg sangat berarti yang telah kalian berikan

kepada kami...

Serta semua pihak yg sudah membantu selama penyelesaian

Tugas Akhir ini...

  .”your dreams today, can be your future tomorrow”

SYAHRUL RAMADHANI

PERN YATAAN SIKAP MENGEN AI SKRIPSI DAN SUMBER

  

INFORMASI

  Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul

  “Analisis

Status Kualitas Perairan Daerah Aliran Sungai Hilir Kreung Meureubo

Aceh Barat

  adalah benar merupakan karya sendiri dan belum pernah diajukan

  dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau d ikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka pada bagian akhir skripsi ini. Meulaboh, September 2013 Syahrul Ramadhani N im 08C10432077

  Meulaboh, September 2013 Syahrul Ramadhani Nim 08C10432077

  

ANALISIS STATUS KUALITAS PERAIRAN DAERAH

ALIRAN SUNGAI HILIR KRUENG MEUREUBO

ACEH BARAT

Oleh

  

Syahrul Ramadhani¹ Edwarsyah² Said Mahjali²

ABSTRAK

  Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sumbe r Pencemaran

Perairan Daerah Aliran Sungai (DAS) Hilir Kueng Meureubo. Dilakukan

  penelitian ini pada Tanggal 15-16 bulan Mei 2013 yang bertempat di Kreung Meureubo Kebupaten Aceh Barat. Penelitian ini dilaksanakan dengan Metode Inteks Pencemaran (IP). Pengambilan contoh 2 titik pada 3 stasiun pengamatan.

  Hasil yang didapatkan kemudian dianalisis menggunakan Analisis dengan Metode Inteks pencemar (IP) karena Hilir Kreung Meureubo sudah terjadi pencemaran yang disebabkan oleh kegiatan pertanian, pemukinan padat penduduk,perternakan skala ramah tangga, pembangunan jembatan, kegiatan kapal baik kapal ikan maupun kapal pengangkutan pasir, pencucian kapal, pengolahan ikan dan pembuangan sampah. N ilai Suhu pada perairan Hilir krueng Meureubo bekisar 25

  • 38 °C. Kekeruhan bekisar 37 - 47.1 NTU. Kecerahan bekisar 40 - 90 cm. pH bekisar 4,7 - 7,6. DO bekisar 15 - 17 mg/l. COD bekisar 4,6 - 8 mg/l. BOD bekisar 2,1138 - 6,0163 mg/l. Hg bekisar 0,000017 - 0,000026 mg/l. N ilai indeks pencemaran yang dilakukan berdasarkan PP No 82 Tahun 2001 yang dipadukan melalui baku mutu air adalah sebagai berikut; suhu 0.72 °C, TSS 2.49 mg/l, kekeruhan 0.675 N TU, kecerahan 1.085 Cm, pH 0.57, DO 2.49 mg/l, COD 0.48 mg/l, BOD 1.815 mg/l dan Hg 0.011695 mg/l. Kata kunci : Pencemaran Perairan Daerah Aliran Sungai, Indeks Pencemaran (IP).

  

ANALYSIS OF WATER QUALITY STATUS WATERSHED

DOWNSTREAM KRUENG MEUREUBO

ACEH BARAT

by

Syahrul Ramadhani¹ Edwarsyah² Said Mahjali²

  

ABSTRACT

This study aims to find out the source of Wate r Pollution Watershed

(WPW) Downstream Kueng Meureubo. The research conducted on Date 15-16

  May 2013, which took place in Kreung Meureubo Kebupaten West Aceh. This study was conducted with the method Inteks Pollution (IP). 2 sampling points on the 3 observation stations. The results obtained were analyzed using the analysis method Inteks pollutants (IP) for Downstream Kreung Meureubo already happening pollution caused by agricultural activities, the settlement densely populated, friendly scale household farming, construction of bridges, ship activities both fishing vessels and vessels transporting sand, washing vessels, fish processing and disposal of waste. Downstream water temperature values at Krueng Meureubo ranged 25-38 ° C. Turbidity ranged 37 - 47.1 NTU. Brightness ranged 40-90 cm. pH ranged from 4.7 to 7.6. DO ranged 15-17 mg/l. COD ranged from 4.6 to 8 mg/l. BOD ranged from 2.1138 to 6.0163 mg/l. Hg ranged from 0.000017 to 0.000026 mg/l. Value of pollution index that is based on Government Regulation No. 82 of 2001 which incorporated through water quality standards are as follows: temperature of 0.72 ° C, 2:49 TSS mg/l, 0.675 NTU turbidity, brightness of 1,085 cm, pH 0:57, 2:49 DO mg/l, COD 0.48 mg/l, BO D 1,815 mg/l and Hg 0.011695 mg/l.

  Keywords: Water Pollution Watershed, Indeks Pollution (IP).

  

RINGKASAN

SYAHR UL RAMADHANI (08C10432077) ANALISIS STATUS PERAIRAN

DAERAH ALIRAN SUNGAI HILIR KRUENG MEUR EUBO ACEH

BARAT, DIBAWAH BIMBINGAN BAPAK D r. EDWARSYAH, S.P, M.P

DAN Ir. SAID MAHJALI, M.P.

  Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Fabuari 2013, di Pera iran Daerah Aliran Sungai (DAS) Hilir Krueng Meureubo. Analisis status K ualitas pencemaran diperairan Daerah Aliran Sungai (DAS) Hilir Krueng Meureubo Aceh Barat sedangkan untuk uji Analisis Kualitas perairan dilakukan pada Laboratorium Fakultas Pertanian UNSYIAH Banda Aceh.

  Analisis data yang digunakan adalah analisis Indeks Pencemaran (IP) dalam Lampiran II Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup mengusulkan suatu indeks yang berkaitan dengan senyawa pencemaran parameter yang bermakna untuk suatu peruntukan. Indeks ini dinyatakan sebagai Indeks Pencemaran yang digunakan untuk menentukan tingkat pencemaran terhadap parameter kualitas air yang diizinkan.

  Hasil pencemaran disebabkan oleh kegiatan pertanian, pemukiman padat penduduk, perternakan skala rumah tangga, pembangunan jembatan, kegiatan bot baik bot pengkapan maupun bot angkutan pasir, pencucian bot, penglangan/pengolahan ikan dan pembuangan sampah. Sedangkan nilai indek pencemaran yang dilakukan berdasarkan peraturan pemerintah No. 82 tahun 2001 yang dipadukan melalui baku mutu air adalah sebagai berikut; suhu 0.72, TSS 2.49, kekeruhan 0.675, kecerahan 1.085, pH 0.57, DO 2.49, COD 0.48, BOD 1.815 dan Hg 0.011695.

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

  Air merupakan senyawa kimia yang sangat penting bagi kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya, yang fungsinya tidak dapat digantikan oleh senyawa lainnya. Dalam jaringan hidup, air merupakan medium untuk berbagai reaksi dan proses ekskresi. Air merupakan komponen utama, baik dalam tanaman maupun hewan termasuk manusia. Tubuh manusia terdiri dari 60 - 70 % air (Rukaesih, 2004). Air dipergunakan oleh manusia untuk berbagai kebutuhan, kebutuhan air yang paling utama bagi manusia adalah air bersih dan air baku untuk diolah sebagai air minum. Air tanah merupakan sumber air yang digunakan untuk kebutuhan air bersih dan air baku yang diolah sebagai air minum.

  Kualitas air dapat dipengaruhi karena kepadatan penduduk, limbah industri, tata ruang yang salah dan tingginya eksploitasi sumber daya air. Selain itu, banyak orang yang membuang sampah, kotoran maupun limbah ke sungai. Bahkan, ada yang membuang limbah berbahaya kedalam perairan daerah aliran sungai (DAS). Hal inilah yang menyebabkan semakin memburuknya kualitas air.

  Salah satu hasil penelitian yang dilakukan oleh Athena (1996) menunjukkan 41.5 % sampel air di Jakarta mengandung Merkuri (Hg) berlebih, 25.4 % sampel air.

  Pencemaran air dapat diartikan sebagai suatu perubahan keadaan di suatu tempat penampungan air seperti danau, sungai, lautan dan air tanah akibat aktivitas manusia. Perubahan ini mengakibatkan penurunan kualitas air hingga ke tingkat yang membahayakan sehingga air tidak bisa digunakan sesuai peruntukannya. Fenomena alam seperti gunung berapi, badai, gempa bumi dan lain- lain juga mengakibatkan perubahan terhadap kualitas air, tapi dalam pengertian ini tidak dianggap sebagai pencemaran (Athena, 1996).

  Pencemaran air di Indonesia sebagian besar diakibatkan oleh aktifitas manusia yang meninggalkan limbah pemukiman, limbah pertanian, dan limbah industri termasuk pertambangan. Limbah pemukiman mempunyai pengertian sebagai salah satu bahan pencemar yang dihasilkan oleh daerah pemukiman atau rumah tangga. Limbah pemukiman ini bisa berupa sampah organik (kayu, daun dan lain- lain), dan sampah non organik logam, dan deterjen), (Rukaesih, 2004).

  Limbah pertanian mempunyai pengertian segala bahan pencemar yang dihasilkan oleh aktifitas pertanian seperti penggunaan pestisida dan pupuk.

  Sedangkan limbah industri mempunyai pengertian sebagai bahan pencemar yang dihasilkan oleh aktifitas industri yang sering menghasilkan bahan berbahaya dan beracun (B3).

  Kecamatan Meureubo merupakan salah satu lokasi yang telah mengkonversi lahan pantai, menjadi kawasan lain antaranya; aktifitas manusia, limbah pertanian serta barang - barang bekas yang dibuang keperairan DAS Krueng Meureubo. Air perairan DAS tersebut mengalir keperairan Kecamatan Meureubo, baik secara langsung maupun tidak langsung akan berdampak terhadap keseimbangan ekosistem di kawasan tersebut.

  Identifikasi dari perubahan komponen fisik, kimia dan biologi perairan di sekitar DAS. Perubahan komponen fisik dan kimia tersebut selain menyebabkan penurunan kualitas perairan juga menyebabkan bagian dasar perairan (sedimen) menurun, dapat mempengaruhi kehidupan biota perairan terutama pada struktur komunitasnya. Salah satu biota perairan yang diduga akan terpengaruh langsung akibat penurunan kualitas perairan dan sedimen di lingkungan DAS Krueng Meureubo adalah hewan makrobenthos dan sejenis ikan.

  Penelitian ini sangat penting dilakukan untuk menjaga kelanjutan organisme perairan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Hilir Krueng Meureubo dengan judul ; Analisis Status K ualitas Perairan Daerah Aliran Sungai Hilir Krueng Meureubo Aceh Barat.

1.2 Perumusan Masalah

  Berdasarkan latar belakang dan permasalahan diatas maka rumusan masalah penelitian adalah sebagai berikut:

  1. Darimana sumber pencemaran perairan di Daerah Aliran Sungai ( DAS ) Hilir Krueng Meureubo ?

  2. Berapa Indek Pencemaran perairan dan baku mutu di Daera h Aliran Sungai (DAS) Hilir Krueng Meureubo ?

  1.3 Tujuan Penelitian

  Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah:

  1. Untuk mengetahui sumber pencemaran perairan Daerah Aliran Sungai (DAS) Hilir Krueng Meureubo.

  2. Untuk mengetahui Indek Pencemaran ( IP ) dan Baku Mutu perairan Daerah Aliran Sungai (DAS) Hilir Krueng Meureubo Aceh Barat.

  1.4 Manfaat Penelitian

  Hasil penelitian ini diharapkan sebagai informasi tentang kondisi lingkungan di kawasan perairan Daerah Aliran Sungai (DAS) Kecamatan Meureubo Kebupaten Aceh Barat.

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian dan Batasan Daerah Aliran Sungai (DAS)

  Menurut Undang- undang Nomor 7 Tahun 2004, disebutkan bahwa Daerah Aliran Sungai adalah suatu bentang alam yang dibatasi oleh pemisah alami berupa puncak-puncak, gunung dan punggung-punggung bukit. Bentang alam tersebut menyimpan curah hujan yang jatuh diatasnya kemudian mengatur dan mengalirkan secara langsung maupun tidak langsung beserta muatan sedimen dan bahan-bahan lainnya ke sungai utama yang akhirnya bermuara ke laut maupun danau.

  Menurut Seyhan (1990), sungai memiliki tiga sifat aliran:

  1. Aliran yang bersifat sementara, hanya dapat mengalir setelah terjadinya hujan badai yang menghasilkan limpasan permukaan yang memadai. Permukaan air bumi selalu berada di bawah dasar sungai.

  2. Aliran yang terputus-putus, mengalir selama musim hujan saja. Selanjutnya debit ini terdiri atas pemberian limpasan permukaan dan air bumi pada dasar sungai. Permukaan air bumi berada diatas dasar sungai hanya selama musim hujan. Pada musim kemarau permukaan tersebut berada di dasar sungai.

  3. Aliran abadi (permanen), mengalir sepanjang tahun dengan debit-debit yang lebih tinggi selama musim penghujan. Debit sungai terdiri atas pemberian limpasan permukaan dan air bumi pada dasar bumi. Permukaa n air tanah selalu berada di atas dasar sungai.

  Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan kesatuan wilayah bersifat kompleks yang dipengaruhi karakteristik fisik variabel meteorologinya.

  Karakteristik fisik yang berupa pola penggunaan lahan, bentuk jaringan sungai, kondisi tanah, topografi, dan ketinggian tempat merupakan karakteristik DAS yang sifatnya dapat dipengaruhi oleh kegiatan manusia. Sedangkan variabel meteorologi yang meliputi curah hujan, suhu, kelembapan, radiasi matahari dan kecepatan angin bersifat sangat berubah-ubah tergantung kondisi iklimnya (Dewan Riset Nasional Kelompok II, Sumber daya Alam dan Energi, 1994).

2.2 Pencemaran Perairan

  Miller dan Connell, (1995) diacu dalam Henni Wijayanti M, (2007) mengatakan bahwa pencemaran perairan merupakan peristiwa masuknya senyawa-senyawa yang dihasilkan dari kegiatan manusia ditambahkan ke lingkungan perairan, menyebabkan peruba han yang buruk terhadap kondisi fisik, kimia, biologis dan estetis. Makhluk hidup memiliki berbagai reaksi mulai dari pengaruh yang sangat kecil sampai ke subletal seperti berkurangnya pertumbuhan, perkembangbiakan, pengaruh perilaku atau kematian yang nyata. Sedangkan Radojevic dan Bashkin (2007) diacu dalam Henni Wijayanti M, (2007) mengatakan bahwa pencemar dapat berasal dari daerah khusus dan terdistribusi.

  Sumber pencemar daerah khusus, misalnya: saluran buangan pabrik dan sumur pengebolan minyak. Sumber pencemar terdistribusi, misalnya: limpasan pestisida yang berasal dari sawah dan domestik.

  Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 - Peraturan Pemerintah 82/2001 - Tentang Pengendalian Pencemaran Air, yang dimaksud energi, atau komponen lain di dalam air oleh kegiatan manusia sehingga kualitas air menurun sampai ke titik tertentu yang menyebabkan tidak lagi berfungsi sesuai dengan peruntukannya. Dari definisi tersebut, dapat dicatat beberapa hal penting terkait dengan pencemaran air, yaitu: (1) kegiatan manusia merupakan penyebab dari pencemaran air. (2) pencemaran air ditunjukkan oleh menurunnya kualitas air. (3) baku mutu dan fungsi peruntukan air menjadi dasar dalam penentuan tingkat pencemaran air.

  Penentuan tingkat pencemaran air didasarkan pada baku mutu air sesuai dengan peruntukannya. K lasifikasi kualitas air menurut Peraturan Pemerintah 82/2001 ditetapkan menjadi empat kelas sesuai dengan peruntukannya, yaitu: (1) Kelas I, air yang peruntukannya dapat digunaka n untuk air baku air minum, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut. (2) Kelas II, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.

  (3) Kelas III, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.

  (4) Kelas IV, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi pertanaman dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.

  2.3 Kualitas Air

2.3.1. Parameter Fisika Kualitas Air

  2.3.1.1. Suhu Suhu merupakan salah satu faktor dalam reaksi kimia dan aktifitas biologi didalam suatu perairan yang sangat berperan dan berpengaruh dalam mengendalikan kondisi ekosistem perairan, terutama terhadap kelangsungan hidup suatu organisme (Palmer, 2001. diacu dalam Krismono Priambodho, 2005).

  Kenaikan suhu sebesar 10°C menyebabkan kebutuhan oksigen hewani perairan naik hampir dua kali lipat. Sebaliknya peningkatan suhu menyebabkan konsentrasi oksigen terlarut akan menurun dan peningkatan suhu juga akan dapat menaikan daya racun polutan terhadap organisme perairan (Moriber, 1974. Diacu dalam Krismono Priambodho, 2005). Menurut Hawkes (1979) diacu dalam Henni Wijayanti M (2007) suhu perairan yang tidak lebih dari 30°C tidak akan berpengaruh secara drastis terhadap makrozoobenthos.

  Fardiaz (1992) mengungkapkan bahwa kenaikan suhu air aka n menimbulkan beberapa akibat sebagai berikut: a. Jumlah oksigen terlarut dalam air akan menurun.

  b. Kecepatan reaksi kimia meningkat.

  c. Kehidupan ikan dan hewan air lainnya terganggu.

  d. Jika suhu melampaui batas bisa mengakibatkan k ematikan terhadap ikan dan

  2.3.1.2. Total Padatan Tersuspensi ( Total Suspended Solid ) Padatan tersuspensi total (TSS) adalah bahan-bahan tersuspensi (diameter

  > 1 µm) tertahan pada saringan milipore dengan pori-pori 0,45 µm. TSS terdiri atas lumpur dan pasir halus serta jasad-jasad renik, terutama disebabkan oleh kikisan tanah atau erosi tanah yang terbawa ke badan air (Effendi, 2003).

  TSS dapat meningkatkan nilai kekeruhan sehingga mempengaruhi penetrasi cahaya matahari ke kolom air dan akhirnya berpengaruh terhadap proses fotosintesis oleh fitoplankton dan tumbuhan air yang selanjutnya akan

  2 mengurangi pasokan oksigen terlarut dan meningkatkan pasokan CO di perairan.

  Menurut Priyono (1994) Bahan partikel yang tidak terlarut seperti pasir, lumpur, tanah, dan bahan kimia in organik menjadi bentuk bahan tersuspensi di dalam air, sehingga bahan tersebut menjadi penyebab polusi tertinggi di dalam air. Kebanyakan sungai dan daerah aliran sungai selalu membawa endapan lumpur yang disebabkan erosi alamiah dari pinggir sungai. Akan tetapi, kandungan sedimen yang terlarut hampir semua sungai meningkat terus karena erosi dari tanah pertanian, kehutanan, konstruksi dan pertambangan. Partikel yang tersuspensi menyebabkan kekeruhan dalam air, sehingga mengurangi kemampuan ikan dan organisme air lainnya memperoleh makanan dan mengurangi tanaman air melakukan fotosintesis.

  2.3.1.6. Kecerahan dan Kekeruhan Kecerahan dan kekeruhan air dalam suatu perairan dipengaruhi oleh jumlah cahaya matahari yang masuk ke dalam perairan atau disebut juga dengan intensitas cahaya matahari. Cahaya matahari di dalam air berfungsi terutama untuk kegiatan asimilasi tanaman di dalam air. O leh karena itu, daya tembus cahaya ke dalam air sangat menentukan tingkat kesuburan air.

  Dengan diketahuinya intensitas cahaya pada berbagai kedalaman tertentu, kita dapat mengetahui sampai dimanakah masih ada kemungkinan terjadinya proses asimilasi di dalam air. Kecerahan merupakan ukuran transparansi perairan dan pengukuran cahaya matahari di dalam air dapat dilakukan dengan menggunakan lempengan/kepingan Secchi disk.

  Satuan untuk nilai kecerahan dari suatu perairan adalah satuan cm. Jumlah cahaya yang diterima oleh phytoplankton diperairan asli tergantung pada intensitas cahaya matahari yang masuk ke dalam permukaan air dan daya perambatan cahaya di dalam air. Masuknya cahaya matahari ke dalam air dipengaruhi juga oleh kekeruhan air (turbidity).

  Sedangkan kekeruhan menggambarkan tentang sifat optik yang ditentukan berdasarkan banyaknya cahaya yang diserap dan dipancarkan oleh bahan-bahan yang terdapat di dalam perairan.

  Definisi kekeruhan adalah banyaknya zat yang tersuspensi pada suatu perairan. Hal ini menyebabkan hamburan dan absorbsi cahaya yang datang sehingga kekeruhan menyebabkan terhalangnya cahaya yang menembus air.

  2.3.1.3. Salinitas Salinitas merupakan ciri khas perairan pantai atau laut yang membedakannya dengan air tawar. Berdasarkan perbedaan salinitas, dikenal biota yang bersifat stenohaline dan euryhaline. Biota yang mampu hidup pada kisaran yang sempit disebut sebagai biota bersifat stenohaline dan sebaliknya biota yang

  2000). Keadaan salinitas akan mempengaruhi penyebaran orga nisme, baik secara vertikal maupun horizontal. Menurut Barnes (1980) diacu dalam Henni Wijayanti M (2007) pengaruh salinitas secara tidak langsung mengakibatkan adanya perubahan komposisi dalam suatu ekosistem. Menurut Gross (1972) diacu dalam Henni Wijayanti M (2007) menyatakan bahwa hewan benthos umumnya dapat mentoleransi salinitas berkisar antara 25 -

  40 ‰. Menurut Budiman dan Dwiono (1986) bahwa gastropoda yang bersifat

  

mobile mempunyai kemampuan untuk bergerak guna menghindari salinitas yang

  terlalu rendah, namun bivalvia yang bersifat sessile akan mengalami kematian jika pengaruh air tawar berlangsung lama. Selain itu reproduksi dari jenis-jenis gastropoda seperti Littorina scabra sangat dipengaruhi oleh salinitas.

2.3.2. Parameter Kimia Kualitas Air

  2.3.2.1. pH Nilai pH perairan merupakan salah satu parameter yang penting dalam pemantauan kualitas perairan. Organisme perairan mempunyai kemampuan berbeda dalam mentoleransi pH perairan. Kematian lebih sering diakibatkan karena pH yang rendah daripada pH yang tinggi (Pescod, 1973 diacu dalam Henni Wijayanti M, 2007).

  Menurut Sutamihardja (1978) derajat keasaman merupakan kekuatan antara asam dan basa dalam air dan suatu kadar konsentrasi ion hidrogen dalam larutan. N ilai pH menggambarkan kekuatan bahan pelarut dari air, karena itu penunjukkannya mungkin dari reaksi kimia pada batu-batuan dan tanah-tanah.

  Pertumbuhan organisme perairan dapat berlangsung dengan baik pada kisaran pH

  Fakhri (2000) menyebutkan bahwa perairan sudah dianggap tercemar jika memiliki nilai pH < 4,8 dan > 9,8. Derajat keasaman atau pH air biasanya digunakan untuk menentukan tingkat pencemaran dengan melihat tingkat keasaman atau kebasaan air yang dikaji. Mackereth et al.dalam Effendi (2003) berpendapat bahwa pH berkaitan erat dengan karbondioksida dan alkalinitas. Semakin tinggi nilai pH, semakin tinggi pula nilai alkalinitas dan semakin rendah kadar karbondioksida bebas. Larutan yang bersifat asam akan bersifat korosif.

  Nilai pH sangat mempengaruhi proses biokimia perairan, misalnya proses nitrifikasi akan berakhir jika kadar pH rendah.

  Keberadaan karbonat, hidroksida dan bikarbonat bertambah pada dasar perairan, sementara keberadaan mineral bebas asam dan asam karbonik bertambah dalam keasaman. Perairan asam tidak lebih umum dari pada perairan alkali. Sumber pembuangan air asam dan sampah-sampah industri yang sudah tidak dinetralkan akan bersamaan dengan pengurangan pH dari air.

  2.3.2.2. Oksigen Terlarut (DO) Oksigen terlarut merupakan variabel kimia yang mempunyai peranan yang sangat penting bagi kehidupan biota air sekaligus menjadi faktor pembatas bagi kehidupan biota. Daya larut oksigen dapat berkurang disebabkan naiknya suhu air dan meningkatnya salinitas. Oksigen terlarut (DO) merupakan parameter kualitas air yang penting. Umumnya konsentrasi DO di suatu perairan akan bersifat sementara atau musiman dan berfluktuasi. Biasanya organisme air seperti ikan memerlukan oksigen terlarut antara 5,8 mg/l (Palmer, 2001 diacu dalam Krismono Priambodho, 2005). Kandungan oksigen terlarut yang tinggi adalah pada sungai akan menurun dengan kenaikan suhu, sebaliknya pada air yang dingin kadar oksigen akan meningkat (Odum, 1971 diacu dalam Henni Wijayanti M 2007).

  Konsentrasi oksigen terlarut dipengaruhi oleh proses respirasi biota air dan proses dekomposisi bahan organik oleh mikroba. Pengaruh ekologi lain yang menyebabkan konsentrasi oksigen terlarut menurun adalah penambahan zat organik (buangan organik) (Connel dan Miller, 1995 diacu dalam Henni Wijayanti M, 2007).

  2.3.2.3. COD ( Chemical Oxygen Demand ) COD (Chemical Oxygen Demand) adalah jumlah oksigen yang diperlukan untuk mengurai seluruh bahan organik yang terkandung dalam air. Bahan organik yang ada sengaja diurai secara kimia dengan menggunakan oksidator kuat kalium bikromat pada kondisi asam dan panas dengan katalisator perak sulfat (Metcalf & Eddy, 1991 diacu dalam Krismono Priambodho 2005), sehingga segala macam bahan organik, baik yang mudah urai maupun yang kompleks dan sulit urai, akan teroksidasi.

  Nilai COD pada perairan yang tidak tercemar biasanya kurang dari 20 mg/l. Sementara pada perairan yang tercemar memiliki nilai COD dapat melebihi 200 mg/l. O leh karena itu perairan yang memiliki nilai COD tinggi tidak baik untuk kegiatan perikanan (Fakhri, 2000).

  2.3.2.4. BOD ( Biochemical Oxygen Demand ) BOD (Biochemical O xygen Demand) adalah suatu karakteristik yang menunjukkan jumlah oksigen terlarut yang diperlukan oleh mikroorganisme kondisi aerobik (Metcalf & Eddy, 1991diacu dalam Krismono Priambodho, 2005). Mays (1996) diacu dalam Krismono Priambodho (2005) mengartikan BOD sebagai suatu ukuran jumlah oksigen yang digunakan oleh populasi mikroba yang terkandung dalam perairan sebagai respon terhadap masuknya bahan organik yang dapat diurai. Dari pengertian-pengertian ini dapat dikatakan bahwa, walaupun nilai BOD menyatakan jumlah oksigen, tetapi untuk mudahnya dapat juga diartikan sebagai gambaran jumlah bahan organik mudah urai (biodegradable organic) yang ada di perairan.

  3

  2.3.2.5. NH (Amonia)

3 Amonia bebas (N H ) yang tidak terionisasi toksik terhadap organisme

  akuatik. Toksisitas amonia terhadap organisme akuatik akan meningkat jika terjadi penurunan kadar oksigen terlarut, pH dan suhu. Ammonia jarang ditemukan pada perairan yang mendapat cukup pasokan oksigen, sebaliknya pada tempat anoksik (tampa oksigen) yang biasanya terdapat didasar perairan, kadar amoniak relative tinggi (Effendi,2003).

  2.3.2.6. Hg ( Merkuri ) Merkuri merupakan unsur trece elemen yang bersifat cair pada suhu ruang dan daya hantar listrik yang tinggi (Budiono, 2003).

  Merkuri memiliki sifat-sifat sebagai berikut (Fardiaz 2005): 1. merkuri merupakan satu-satunya logam yang berbentuk cair, pada suhu

  (25 °C) dan memilki titik beku yang paling rendah dibanding logam lainnya, yaitu 39 °C.

  2. merkuri dalam bentuk cair memiliki kisaran suhu yang luas.

  4. merupakan konduktor yang baik karena memilki ketahanan listrik yang rendah. 5. banyak logam yang terdapat dalam merkuri yang membentuk komponen yang disebut amalgam (alloy).

  6. merkuri dan komponen-komponen ber sifat toksik terhadap semua makhluk hidup.

  Sifat-sifat itulah yang menyebabkan merkuri banyak digunakan oleh manusia seperti dalam aktivitas penambangan, peleburan untuk menghasilkan logam dari biji tambang sulfidnya, pembakaran bahan bakar fosil dan produksi baja, semen serta fosfat. Pemakai utama merkuri adalah pabrik alkali, industri bubur kayu, dan pabrik perlengkapan listrik (Lu, 2006 diacu dalam Aryo Sarjono, 2009).

  Fardiaz (2005) mengatakan bahwa merkuri di alam ditemukan dalam bentuk gabungan dengan elemen lainnya dan jarang ditemukan dalam bentuk terpisah, Beliau juga mengklasifikasikan bentuk merkuri di alam menjadi dua bentuk, yaitu.

  1. merkuri anorganik, termasuk logam merkuri (Hg ₂+) dan garam - garam nya seperti merkuri klorida (HgCl

  ₂) dan merkuri oksida (HgO₂). 2. komponen merkuri organik (organomerkuri), terdiri dari:

  a) aril merkuri, mengandung hidrokarbon aromatik seperti fenil merkuri asetat

  b) alkil merkuri, mengandung hidrokarbon alifatik dan merupakan merkuri yang paling beracun, misalnya metil merkuri dan etil merkuri c) alkoksialkil merkuri (R-O-Hg).

  Komponen organomerkuri yang terpenting secara komersil adalah fenil merkuri asetat (FMA). Industri- industri pulp dan kertas menggunakan FMA untuk mencegah pembentuk lendir pada pulp kertas yang masih basah selama pengolahan dan penyimpanan.

  Sumber alami merkuri adalah cinnabar (HgS) dan mineral sulfide, misalnya sphalerite (ZnS), chalcopyrite (CuFeS) dan galena (PbS). Pelapukan batuan dan erosi tanah dapat melepas merkuri ke dalam perairan (Efendi, 2003). Penambangan, peleburan, pembakaran bahan bakar fosil, dan produksi baja, semen dan fosfat juga merupakan sumber merkuri yang dapat menambah keberadaannya di alam (Lu, 2006 diacu dalam Aryo Sarjono, 2009).

  Di perairan alami logam berat merkuri terdapat dalam bentuk Hg, Hg

  • dan Hg ₂+ yang ditentukan oleh kondisi reduksi atau oksidasi. Perairan dengan oksigen terlarut cukup baik

  (€h ≥ 0,5 mV), maka Hg ₂+ terlarut menjadi dominan. Dalam keadaan reduksi atau fakultatif akan terbentuk Hg dan Hg +, dan apabila terdapat sulfit akan terbentuk senyawa HgS (Sanusi, 2006).

  4

  3 Kelarutan merkuri di perairan laut dalam bentuk Hgcl dan HgCl dengan

  klorida yang dominan. Merkuri tidak hanya larut dalam air tetapi juga akan terabsorpsi oleh partikel-partikel tersuspensi. Dalam substrat anoksida, merkuri

  2

  ada dalam bentuk HgS dan HgS . Sistem mikroba dalam laut dapat mengubah semua bentuk merkuri anorganik menjadi metil merkuri, untuk selanjutnya dapat diakumulasi oleh organisme hidup (Clark, 1997 diacu dalam Henni Wijayanti M, 2007). Hal senada juga dikatakan oleh Lu (2006) diacu dalam Henni Wijayanti M (2007) bahwa unsur merkuri akan menjadi senyawa anorganik melalui proses oksidasi dan kembali menjadi unsur merkuri lewat reduksi. Merkuri anorganik dapat menjadi merkuri organik melalui kerja kuman anaerobic tertentu, dan senyawa ini secara lambat terdegradasi menjadi merkuri anorganik.

  Proses metilasi terpengaruh dengan adanya dominasi unsur sulfur (S), yaitu pada keadaan anaerob dan redok potensial yang rendah. Faktor- faktor yang sangat berpengaruh di dalam pembentukan metil merkuri antara lain suhu, kadar ion Cl-, kandungan organik, derajat keasaman (pH), dan kadar merkuri. Hasil

  3

  akhir dari proses metilasi adalah metil merkuri (CH -Hg) yang memiliki daya racun tinggi dan sukar terurai dibandingkan zat asalnya.

  Merkuri dimanfaatkan dalam bidang kedokteran, pertanian dan industri. Dalam bidang kedokteran merkuri digunakan untuk pengobatan penyakit kelamin (sifilis). Sebelum diketahui berbahaya, HgCl digunakan sebagai pembersih luka, bahan kosmetik dan digunakan dalam bidang kedokteran gigi (Fardiaz, 2006).

  Merkuri digunakan sebagai pembunuh jamur, se hingga baik untuk bahan pelapis benih sebagai pencegah pertumbuhan kapang (Fardiaz, 2006).

  Merkuri juga digunakan sebagai bahan pembasmi hama. Sedangkan dalam bidang industri merkuri dimanfaatkan sebagai bahan dasar lampu merkuri untuk penerangan jalan, pembuatan baterai, pembuatan klor a lkali yang menghasilkan

  2

  klorin (Cl ) yang dimanfaatkan perusahaan air minum untuk penjernihan air minum dan membasmi kuman, pembuatan kaustik soda, bahan campuran cat, dan pembuatan plastik. Untuk mencegah lender pada pulp kertas pada industri kertas (Fardiaz, 2006)

  Suatu perairan dikatagorikan tidak tercemar jika kadar Hg²

  • terlarut sekitar 0,02 - 0,1 mg/l untuk air tawar dan kurang dari 0,01-0,03 mg/l untuk air laut (Sanusi, 2006). Moore (1991) diacu dalam Aryo Sarjono (2009) menyatakan kadar merkuri yang diperbolehkan untuk air minum tidak lebih dari 0,3 µg/liter.

  Kadar merkuri untuk biota laut sebaiknya tidak melebihi 0.2 µg/1 (Moore, 1991 diacu dalam Aryo Sarjono, 2009), Sedangkan berdasarkan baku mutu air laut untuk budidaya perikanan/biota laut yang tercantum Keputusan Menteri Kependudukan dan Lingkungan Hidup N. 51 tahun 2004, adalah 0.001 ppm.

  Metil merkuri merupakan merkuri organik yang selalu menjadi perhatian serius dalam toksikologi. Hal ini karena metil merkuri dapat diserap secara langsung melalui pernapasan dengan kadar penyerapan 80%. Selain itu metil merkuri menyerang sistem saraf pusat sehingga menyebabkan gangguan saraf sensoris, gangguan saraf motorik, gangguan lain, seperti gangguan mental, sakit kepala, dan hipersalivasi (Darmono, 2001).

2.4 Baku Mutu Kualitas Air

  Sesuai Peraturan Pemerintah Repubrik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001 disebutkan bahwa Baku Mutu Air adalah batas atau kadar mahluk hidup, zat, energi atau komponen lain yang ada atau harus ada dan atau macam unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam air pada sumber air tertentu sesuai dengan peruntukannya. Sesuai peraturan ini, air yang dimaksud adalah semua air yang terdapat di dalam atau berasal dari sumber air, dan terdapat di atas permukaan tanah, tidak termasuk air laut dan air bawah tanah.

  Beberapa hasil penelitian terhadap kualitas air yang mengacu pada dasar ketetapan yang ada, bahwa kualitas air minum di Indonesia lebih banyak masuk sebagai air baku air minum, yaitu air yang perlu melalui pengolahan sebelum dimanfaatkan sebagai air minum maupun keperluan rumah tangga lainnya. Air yang dapat langsung dikonsumsi sebagai air minum adalah relatif sedikit, karena banyak kualitas air menurun akibat pencemaran yang sebagian besar akibat aktivitas manusia, baik akibat kegiatan rumah tangga, pertanian, dan juga industri. Dasar yang digunakan untuk penetapan parameter kualitas air, khususnya untuk keperluan air minum adalah :

  1. Parameter-parameter yang berhubungan dengan sifat-sifat keamanan bagi suatu peruntukan domestik (rumah tangga).

  2. Parameter-parameter yang dapat dijadikan indikator terjadinya pencemaran sampah domestik yang berhubungan dengan kesehatan manusia.

III. METODOLOGI PENELITIAN

  3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

  Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 15 - 16 Mei 2013, di Perairan Daerah Aliran Sungai (DAS) Hilir Krueng Meureubo. Adapun tempat penelitian yang dilakukan di perairan umum Sub Daerah Aliran Sungai (Sub DAS) Hilir Kueng Meureubo Kebupaten Aceh Barat seda ngkan untuk uji Analisis K ualitas perairan dilakukan pada Laboratorium Unit Analisis dan Kajian, Jurusan K imia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA) Universitas Syiah Kuala (UNSYIAH) Darussalam Banda Aceh.

  3.2 Peta Lokasi Penelitian Lokasi penelitian

  Gambar 1. Peta lokasi Penelitian Krueng Meureubo (BAPEDA Aceh Barat, 2001)

3.3. Alat dan Bahan

   Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian Analisis Status K ualitas

  Perairan Daerah Aliran Sungai Hilir Krueng Meureubo seperti yang terterabkan dalam Tabel 1 dan 2.

  Tabel 1. Alat yang digunakan dalam penelitian. No Alat Fungsi

  1 Kamera Pengambilan gambar waktu penelitian

  2 Meteran Pengukuran jarak penelitian

  3 Boat/perahu Transportasi pengambilan sampel air

  4 Buku Tulis Mencatat hasil penelitian

  5 Pulpen Untuk menulis hasil penelitian 6 pHpen Mengukur Ph air

  7 Sechi disk Mengukur kecerahan perairan

  8 Refraktometer Mengukur salinitas perairan

  9 Thermometer Mengukur suhu perairan

  10 Dometer Mengukur DO di perairan

  11 Timbal Untuk mengambil sampel di perairan

  12 Botol Obat Sebagai botol untuk mengisi sampel Tempat penyimpanan hasil pengambilan sampel kualitas perairan Kekeruhan, TSS, Hg, BOD, COD, NH3 yang akan dibawa dari lokasi

  13 Cool Box penelitian ke Laboratorium Unit Analisis dan Kajian K imia, jurusan K mia Fakultas MIPA UNYIAH Darussalam Banda Aceh

  14 GPS Menentukan titik koorditad sampel

  Tabel 2. Bahan yang digunakan dalam penelitian.

  No Bahan Fungsi

  1 Air Sungai Sebagai bahan objek penelitian

  2 Kuisioner Untuk mengisi data hasil wawancara

  3 Es Batu Untuk pengawetan sampel

3.4. Kerangka Penelitian

  Kondisi Perairan DAS Hilir Data Skunder Krueng Meureubo Saat ini Parameter yang diamati 1. parameter fisika (Kecerahan, Kekeruhan)

  PP 82/2001 Data Primer 2 . parameter kimia (Suhu,

  Salinitas, pH, DO, Hg,

3 BOD, COD, NH )

  Kep-MENLH N0.115 tahun 2003

  Mengetahui Kualitas Air

  Gambar 2. Kerangka Penelitian

3.5 Metode Penelitian