BAB I PENDAHULUAN - Parasian Siregar Peran Kepolisian Resort Bangka dalam menanggulangi tindak pidana penampungan pasir timah ilegal ditinjau dari Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia - Repository Universitas Bangka Belit

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan Negara yang kaya akan bahan galian (tambang). Bahan galian itu, meliputi emas, perak, tembaga, minyak dan gas bumi, batu

  bara, dan lain-lain. Bahan galian itu dikuasai oleh Negara. Hak Penguasaan Negara berisi wewenang untuk mengatur, mengurus dan mengawasi pengolaan atau pengusahaan bahan galian, serta berisi kewajiban untuk mempergunakannya sebesar-besarnya untuk kepentingan, kemakmuran

  1

  rakyat. Untuk dapat mencapai kemakmuran tersebut diperlukan kerja keras, karena keberadaan tambang yang ada dalam perut bumi harus dikelola dengan baik, dengan mengeluarakan dan melakukan pengolahan objek pernambangan. Hasilnya sebagian dipergunakan untuk kepentingan dalam

  2 Negeri dan sebagian lagi untuk kepentingan luar Negeri.

  Dalam tataran lokal, Bangka Belitung sebagai penghasil timah terbesar didunia telah membuktikan betapa bangsa ini berada dalam posisi yang

  3

  terseret oleh pusaran globalisasi tersebut. Hal itu dapat dilihat dari perkembangan nilai ekspor Bangka Belitung, dimana presentase nilai ekspor timah sangat besar dibandingkan yang lainnya, bahkan di tahun 2004 proporsi 1 2 Salim HS, Hukum Pertambangan di Indonesia, Rajawali Pers, Jakarta, 2008, Hlm. 1.

  Gatot Supramono, Hukum Pertambangan Mineral dan Batu Bara di Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta, 2012, Hlm. 1. 3 Bustami Rahman, dkk, Menyoal Pertimahan Di Babel, Khomsa, Yogyakarta, 2011,

  4

  timah mencapai 88.44 persen. Potensi timah yang bisa membawa Indonesia menuai pendapatan berlimpah untuk kemakmuran rakyatnya belum diatur secara optimal. Masih sering terjadi penyelundupan timah melalui penambangan ilegal. Penambangan illegal mampu menghasilkan 60 ribu ton per tahun, tak begitu beda jauh dengan jumlah produksi penambangan legal sebesar 71.610 per tahun.

  Produksi timah yang melimpah hanya menjadi sasaran empuk para pemakai luar. Ketidak mampuan elit dan nasional dalam mengatur pola produksi dan distribusi menyebabkan timbulnya berbagai persoalan. Pada saat bersamaan, ada semacam praktik glokalisasi pertimahan oleh agen-agen lokal yang menempatkan timah sebagai potensi yang harus mendatangkan kemanfaatan bagi komunitas lokal meski oleh sebagian kalangan ditingkat

  5 lokal hal ini menjadi kontroversi.

  Pertambangan rakyat merupakan salah satu persoalan krusial bidang pertambangan selama ini, diusahakan secara tradisional, tetapi terkadang meliputi wilayah yang cukup luas, karena diusahakan oleh masyarakat setempat, dengan pelaku usaha yang banyak. Sesuai dengan kondisinya, tambang rakyat yang selama ini berjalan berada dalam kondisi minim peralatan, fasilitas, pengetahuan, dan permodalan. Berbagai keterbatasan tadi, kendala aturan turut memperparah situasi dan kondisi sehingga tambang rakyat cenderung dilakukan tanpa izin, rentang terhadap kecelakaan dan keselamatan kerja, dan terkadang menimbulkan kerusakan lingkungan yang 4 Iskandar Zulkarnain, dkk, Konflik Di Kawasan Pertambangan Timah Bangka Belitung, LIPI Pres, Jakarta, 2005, Hlm. 1. 5

  6

  tidak terkendali. Kondisi ini diperparah dengan semakin banyaknya penambang rakyat yang umumnya tidak memperhatikan aspek keseimbangan

  7 lingkungan.

  Pengusaha timah umumnya yang dikenal dengan para pemilik TI (Tambang Inkonvensional), pemilik tambang besar mitra, dan pemilik perusahaan yang memperkerjakan langsung orang-orang untuk bekerja untuk

  8

  menghasilakan timah. Unsur lain yang menikmati keuntungan dari praktik pertimahan adalah para pebisnis. Dimana prinsip dalam melakukan usaha pertambangan yang dapat dipastikan berorientasi kepersoalan bisnis, karena seorang investor bersedia menanamkan modalnya kebidang pertambangan

  9

  dengan memperhitungkan untung ruginya terlebih dahulu. Mereka ini adalah para pemain timah, namun berinvestasi langsung terhadap eksploitasi.

  Mereka yang termasuk dalam kelompok ini adalah para pemilik smelter dan kolektor timah. Bisnis mereka mirip bisnis penadahan karena mereka membeli timah dari pengusaha tambang inkonvesional atau pelimbang, lalu

  10 menjualnya dengan harga yang lebih tinggi.

  Kolektor atau penampung timah adalah orang yang membeli timah dari para pemilik tambang inkonvesional. Kegiatan yang dilakukan membersihakn timah hasil dari tambang inkonvensional mengunakan mesin yang disebut mesin lobi timah lalu memangangnya dipemangang yang sudah disedikan 6 Nandang Sudrajat, Teori dan Praktik Pertambangan Indonesia, Pustaka Yustisia, Yogyakarta, 2013, Hlm. 96. 7 8 Bustami Rahman, dkk, Op. Cit, Hlm. 24.

  Ibrahim, Sengkarut Timah dan Gagabnya Ideologi Pancasila, Imperium, Yogyakarta, 2013, Hlm. 133. 9 10 Gatot Supramono, Op. Cit, Hlm. 15. sebelum dijual kepada perusahaan. Pengumpulan ini tersebar dari tingkat desa

  11

  sampai dengan propinsi. Kolektor umumnya membeli lalu menjualnya kepada para smelter, sementara smelter meleburnya menjadi timah batangan,

  12 lalu melepaskannya kepasaran dunia berbagai jalur yang tidak resmi.

  Sejumlah smelter atau perusahan pengolahan bijih timah dibangka Belitung, menadah timah illegal dari penambangan tanpa izin. Jika penambangan tanpa izin marak, tentunya hasil bijih timah yang dihasilkan ada yang menampung,

  13 yaitu para kolektor dan smelter.

  Akibatnya bisa ditebak, berbagai penyelundupan marak terjadi. Maraknya penyelundupan dikarenakan keberadaan tambang inkonvensioanal (TI). Hal ini menyebabkan kurangnya pendapatan Negara dan daerah serta dapat mengancam terkurasnya cadangan timah di Bangka Belitung. Banyak dampak negatif yang timbul akibat kesalahan dan penyelewengan pengelolaan tambang timah. Sekitar 40% produksi timah nasional setiap tahun diseludupkan. Negara kehilangan pendapatan, hanya dari royalty (besarnya 2% harga jual timah), sekitar US$ 9,5 juta per tahun. Permasalahan ini tidak bisa dihindari karena sekitar 130.000 atau 13 persen dari penduduk Bangka Belitung yang sekitar saju juta jiwa mengantungkan hidup pada

14 Tambang Inkonvesional.

  Pihak intelijen kejaksaan tinggi Bangka Belitung, pada tahun 2006 melaporkan, nilai penyelundupan timah di Bangka Belitung mencapai sekitar 11 12 Iskandar Zulkarnain, dkk, Op. Cit, Hlm. 85. 13 Ibrahim, Op. Cit, Hlm. 137.

  Adrian Sutedi, Hukum Pertambangan, cetakan ke-2, Sinar Grafika, Jakarta, 2012, Hlm.

  24. 14

  Rp 10 miliar perbulan. Penyelundupan timah terjadi berkali-kali dan seolah menjadi kelaziman. Pada akhir 2005, pernah terjadi penyelundupan timah sebanyak 714 karung pasir timah, atau senilai Rp 1 miliar. Timah yang diselundupkan keluar wilayah Indonesia umumnya berasal dari tambang-

  15 tambang rakyat (Tambang Inkonvesional).

  Permasalahan yang terjadi karena belum optimalnya kebijakan nasional, peraturan yang bermasalah, penegakan hukum yang tidak konsisten, KKN (Korupsi Kolusi Nepotisme) berbagai oknum, penyelundupan, perusakan lingkungan, dominasi asing dan pemilik modal. Demikan pula dengan

  16 penegakan hukum di lapangan, yang sering tidak konsisten dan bermasalah.

  Sehingga membawa dampak sosial masyarakat di sekitar wilayah pertambangan.

  Ketidakjelasan regulasi yang mengatur mengenai pertambangan timah di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dan tarik menarik kepentingan antar berbagai aktor membawa dampak hukum yang rumit. Tidak jelas siapa yang harus bertanggung jawab, berbagai usaha untuk menjutifikasi legalitas dan ilegalitas pertambangan rakyat dan aktifitas ikutanya hingga sekarang. Peran aktif aparat keamanan tentu menjadi kunci permasalahan yang ditawarkan.

  Tidak saja aktif dalam arti betul-betul menjalankan fungsinya dalam mengatasi berbagai kasus penyelundupan dan penampungan, tetapi juga untuk koreksi antar lembaga. Para pemimpin keamanan diranah lokal hendaknya aktif melakukan berbagai pengawasan untuk memantau 15 16 Adrian Sutedi, Op. Cit, Hlm. 180-181.

  keterlibatan pihak-pihak tertentu dalam memuluskan proses penampungan

  17

  dan penyelundupan pasir timah ilegal di Bangka Belitung. Seperti yang terjadi di wilayah Kabupaten Sungailiat khususnya Kecamatan Merawang yang terkenal dengan banyak kolektor-kolektor besar atau para penampung timah yang belum tersentuh oleh pihak aparat kepolisian.

  Aparat kepolisian yang bertugas untuk mengkondusifkan situasi dimasyarakat juga lebih sering ganda antara menertibkan dan membiarkan, begitu juga dalam usaha mengagalkan usaha penampungan dan penyelundupan. Ada kecendrungan gerak pembiaran yang dilakukan oleh aparat penegak hukum dan para penjabat dan politisi, bahkan kecendrungan pihak-pihak yang mengambil keuntungan besar dalam bisnis pertimahan justru menyenangi situasi ketidakpastian ini dan cenderung terus mempertahankanya. Situasi ini diperparah oleh penegakan hukum lemah dan tidak konsisten, bahkan cenderung tebang pilih. Kasus yang melibatkan ekplorasi dan eksploitasi pertimahanpun jarang masuk dalam pengadilan

  18 lantaran ketidak jelasan regulasi yang diterabkan.

  Dari hasil Operasi Pertambangan Ilegal (PETI) yang dilakuan pihak

  19 Kepolisian Daerah Bangka Belitung beserta jajaran pada tahun 2015.

  1. Satuan Tugas Polisi Daerah Bangka Belitung (Krimsus dan Polisi Air) Sebanyak 9 kasus terdiri atas 4 kasus target operasi dan 5 kasus non target 17 operasi, jumlah tersangka 12 orang, barang bukti pasir timah 13.172 kg 18 Bustami Rahman, dkk, Op. Cit, Hlm. 38. 19 Ibrahim, Op.Cit, Hlm. 67-69.

  http://tribratanewsbabel.com, Selama Operasis Pertambangan Illegal Menumbing 2015 , Diakses Pada Tanggal 22 Januari 2015 dan 5 unit tambang inkonvensional apung, identitas tersangka yaitu 4 target operasi atas nama Kardi, Suyanto, Aming, dan tersangka yang membawa kapal KM Mulya 07 bendera Malaysia atas nama Nasrudin,

  , Azhari dan Heriyanto. Sedangkan tersangka non target

  Musliyadi

  operasi atas nama Edi gunawan, Ashadi, Budiman, Iwan dan Dedi

  2. Satuan Tugas Polres Pangkalpinang Sebanyak 2 kasus target operasi, jumlah tersangka 3 orang dan barang bukti 29 kg pasir timah, identitas tersangka yaitu Tarmizi, Aldo

  Heriyanto

  3. Satuan Tugas Polres Bangka Sebanyak 7 kasus terdiri atas 2 kasus target operasi tersangka atas nama

  Frangky dan Ponidi sedangkan 5 kasus non target operasi jumlah

  tersangka 6 orang atas nama Zainal, Tommy andrian, Akin, Suyono dan , barang bukti pasir timah 11.830 kg.

  Suraji

  4. Satuan Tugas Polres Bangka Tengah Sebanyak 7 kasus terdiri dari 2 kasus target operasi tersangka atas nama

  Zaldi dan Sutoyo sedangkan 5 kasus non target operasi, jumlah tersangka

  7 orang atas nama Nawi, Arahman, Retno, Ismail dan Suhuipi, barang bukti pasir timah 2.350 kg;

  5. Satuan Tugas Polres Bangka Barat Sebanyak 5 kasus terdiri 2 kasus target operasi tersangka atas nama

  Erdiansyah , Nurdi, Arif, Agung, Narto, Setiben, Sabarian dan Sendi Pratama sedangakan 3 kasus non target operasi, jumlah tersangka 16 orang atas nama Setiawan, Sarwandi, Wayan, Rusmani, Sari Wawan,

  Hoirul , Wanda dan Khim Kiong dengan barang bukti pasir timah 265kg

  dan 1 unit Exavator mini;

  6. Satuan Tugas Polres Bangka Selatan Sebanyak 4 kasus terdiri atas 2 kasus target operasi tersangka atas nama dan Harsono dan 2 kasus non target operasi, jumlah tersangka 9

  Askandi

  orang (4 ditahan dan 5 dibina) identitas tersangka Alexsander, Samsul,

  Edi , Aan, Solihin, Renodan Wahid;

  Berdasarkan uraian di atas maka ada keinginan untuk melakukan penelitian yang memfokuskan pada proses penegakan hukum terhadap tindak pidana penampungan pasir timah ilegal dengan judul Peran Kepolisian

  Resort Bangka Dalam Menanggulangi Tindak Pidana Penampungan Pasir Timah Ilegal Ditinjau Dari Undang Undang Nomor 2 tahun 2002 Tentang Kepolisian Republik Indonesia.

B. Rumusan Masalah

  Rumusan masalah dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

  1. Bagaimanakah peran kepolisian Resort Bangka dalam menangulangi tindak pidana penampungan pasir timah illegal?

  2. Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi Kepolisian Resort Bangka dalam usaha menangulangi tindak pidana penampungan pasir timah ilegal?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

  1. Tujuan Penelitian

  a. Untuk mengetahui peran kepolisian dalam menangulangi tindak pidana penampungan timah ditinjau dari undang-undang No 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Republik Indonesia.

  b. Untuk mengetahui faktor dan kendala-kendala apa saja yang mempengaruhi penangulangan tindak pidana penampungan timah

  2. Manfaat Penelitian Berdasarkan permasalahan yang menjadi fokus kajian penelitian ini dan tujuan yang ingin dicapai maka peneliti ingin memberikan manfaat sebagai berikut:

  a. Bagi masyarakat Penelitian ini diharapkan bisa memberikan wawasan kepada khalayak umum dalam menyingkapi suatu peristiwa yang terjadi dimasyarakat terlebih mengenai pertambangan timah baik menimbulkan dampak positif maupun dampak negatif.

  b. Bagi penegak hukum Penelitian ini diharapkan dapat digunakan bagi para penegak hukum agar dapat menjadikan penulisan ini sebagai tolak ukur dalam penangulangan tindak pidana penampungan timah yang dikawasan Bangka Belitung.

  c. Bagi Kalangan Akademis

  Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan pemahaman yang beguna bagi kalangan mahasiswa khususnya mahasiswa fakultas hukum Universitas Bangka Belitung dan masyarakat serta pihak-pihak yang berkepentingan seperti pemerintah daerah dalam melakukan pengelolaan timah.

  d. Bagi Peneliti Penelitian yang dilakukan peneliti diharabkan berguna dan dapat memberikan ilmu pengetahuaan, wawasan serta pemahaman yang penting dan bermanfaat bagi peneliti dalam mengetahui bagaimana mekanisme kepolisian dalam menangulangi tindak pidana penampungan timah yang ada di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.

D. Kerangka Teori Isitilah teori hukum berasal dari bahasa Inggris, yaitu theory of law.

  Dalam bahasa belanda disebut dengan rechtstheorie. Pengertian teori hukum dikemukaan oleh Bruggink, Meuwissen, dan Jan Gijssels dan Mark van

  Hoccke . Bruggink mengartikan teori hukum adalah” suatu keseluruhan

  pernyataan yang saling berkaitan berkenaan dengan sistem konseptual aturan- aturan hukum dan putusan-putusan hukum, dan sistem tersebut untuk

  20 sebagian penting dipositifkan” (Bruggink, 1999: 160).

  Penegakan hukum (law enforcement) merupakan rangkaian proses proses untuk menjabarkan nilai, ide, cita yang cukup abstrak yang menjadi 20 Salim HS, Perkembangan Teori Dalam Ilmu Hukum,cetakan ke-2, PT Raja Grafindo tujuan hukum. Menurut Soerjono Soekanto, secara konsepsional inti dan arti penegakan hukum terletak pada kegiatan menyerasiakan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan di dalam kaidah-kaidah yang mantap dan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahab akhir, untuk menciptakan,

  21 memelihara dan mempertahankan kedamaian pergaulan hidup.

  Secara sosiologis, maka setiap penegak hukum tersebut mempunyai kedudukan (status) dan peranan (role). Kedudukan sosial merupakan posisi tertentu dalam struktur kemasyarakatan, yang mungkin tinggi, sedang-sedang saja atau rendah. Kedudukan tersebut sebenarnya merupakan suatu wadah yang isinya adalah hak-hak dan kewajiban tertentu. Hak-hak dan kewajiban itu merupakan peranan atau role. Seseorang mempunyai kedudukan tertentu, lazimnya dinamakan pemegang peranan (role occupant). Suatu hak sebenarnya merupakan wewenang untuk berbuat atau tidak berbuat, sedangkan kewajiban adalah beban atau tugas. Unsur-unsur peranan sebagai berikut:

  1. Peranan yang ideal (ideal role)

  2. Peranan yang seharusnya (expected role)

  3. Peranan yang dianggab oleh diri sendiri (perceived role)

  22 4. Peranan yang sebenarnya dilakukan (actual role).

  Satjipto Rahardjo menyatakan penegakan hukum kita adalah suatu

  tipe pengakan hukum progresif, yaitu menjalankan hukum tidak sekedar 21 Satjipto Raharjo, Penegakan Hukum Suatu Tinjauan Sosilogis, Genta Publishing, 2009, Yogyakarta, Hlm. VII-VIII. 22 Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegak Hukum, Raja

  menurut kata-kata hitam putih dari praturan (according to the letter), melainkan menurut semangat dan makna lebih dalam (to the very meaning) dari Undang-Undang atau hukum. Penegakan hukum tidak hanya dengan kecerdasan intelektual, melaikan dengan kecerdasan spiritual. Dengan kata lain, penegakan hukum yang dilakukan dengan penuh disterminasi, empati, dedikasi, komitmen, terhadap penderitaan bangsa dan disertai keberanian

  23 mencari jalan lain dari pada yang biasa dilakukan.

  Dalam penegakan hukum yang dilakukan oleh aparat kepolisian yang melaksanakan tugasnya dalam penegakan hukum itu sendiri. Pelaksanan hukum harus melaksankan tugasnya dengan baik berdasarkan suatu peraturan perundang-undangan yang mengatur kewenangan-kewenangan yang dimiliki oleh penegak hukum itu sendiri. Selain teori penegakan hukum dalam penelitian ini mengunakan teori kewenangan.

  Teori Kewenangan (authority theory) merupakan teori yang mengkaji dan menganalisis tentang “Kekuasaan dari organ pemerintah untuk melakukan kewenangannya, baik dalam lapangan hukum publik maupun

  24

  hukum privat. Unsur-unsur yang tercantum dalam teori kewenangan:

  1. Adanya kekuasaan ;

  2. Adanya organ pemerintah; dan 3. Sifat hubungan hukumnya.

  , kewenangan adalah aturan-aturan yang

  Menurut H.D. Stoud

  berkenaan dengan perolehan dan pengunaan wewenang pemerintah oleh 23 24 Satjipto Raharjo, Op. Cit, Hlm. XIII.

  Salim HS dan Erlis Septiana Nurbani, Penerapan Teori Hukum Pada Penelitian Tesis subjek hukum publik di dalam hubungan hukum publik. Secara garis besarnya kewenangan dan wewenang memiliki pengertian yang berbeda, kewenangan adalah apa yang disebutkan kekuasaan formal, kekuasaan yang berasal dari kekuasaan yang diberikan oleh Undang-Undang, sedangkan wewenang hanya mengenai suatu onderdell (bagian) tertentu kewenangan. Wewenang merupakan lingkup tindakan hukum publik, lingkup wewenang pemerintah, tidak hanya meliputi wewenang membuat keputusan pemerintah.

  

Indrioharjo menyajikan pengertian wewenang, wewenang dalam arti yuridis

  adalah suatu kemampuan yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan

  25 yang berlaku untuk menimbulkan akibat-akibat hukum.

  Asas-asas hukum kepolisian yang mendasari penyelengaraan tugas dan wewenang kepolisian, antara lain:

  1. Asas legalitas (legaliteitsbeginsel rechtamatigheid), yakni asas dimana tindakan kepolisian harus didasarkan pada peraturan perundang-undangan.

  Asas ini sebagai dasar dalam setiap penyelengaraan pemerintahan atau penyelenggaraan Negara, terutama bagi Negara yang berdasar atas hukum.

  Asas legalitas menurut H. D. Stout juga digunakan dalam bidang hukum administrasi yang memiliki makna ”dat het bestuur aan de wet is

  onderworpen” (pemerintahan tunduk kepada Undang-Undang), asas

  legalitas menentukan bahwa semua ketentuan yang mengikat warga Negara harus didasarkan pada Undang-Undang.

  25

  2. Asas kewajiban (plichtmatigheid beginsel- plichmatigheid), yakni asas yang menyatakan bahwa kepolisian dapat mengambil tindakan-tindakan yang dianggap perlu sesuai dengan kewajiban dan tangungjawabnya demi kepentingan umum, yang didasarkan pada suatu syarat antara lain: a. Tindakan yang dilakukan tidak bertentangan dengan perundang- undangan.

  b. Tindakan yang dilakukan bertujuan untuk mempertahankan ketertiban, ketentraman dan keamanan umum.

  c. Tindakan yang dilakukan untuk melindungi hak-hak seseorang.

  3. Asas partisipasi (deelneming beginsel), yakni tindakan yang dilakukan kepolisian diusahakan mendapat dukungan atau partisipasi dari masyarakat, karena tugas-tugas yang diemban oleh kepolisian tidak dapat terwujud tanpa adanya dukungan dan partisipasi dari masyarakat.

  4. Asas preventif (preventieve beginsel), bahwa tindakan kepolisian lebih mengutamakan pencegahan dari pada penindakan.

  5. Asas subsidiaritas (subsidieren beginsel), adalah asas dimana dalam melaksankan tugas dan wewenangnya kepolisian mengadakan bantuan serta kerja sama dengan berbagai pihak baik didalam negeri yang besifat fungsional. Asas subsidiaritas ini menurut Indriyanto Seno Adji diartikan, bahwa untuk mencapai suatu tujuan diperlukan tindakan lunak

  26 guna mengatasi keadaan.

26 Sadjijono I, Mengenal Hukum Kepolisian, cetakan ke-2, LaksBang Mediatama,

  Kepolisian merupakan instansi Negara dalam rangka penegakan hukum yang dalam hal ini mempunyai kewenangan untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap suatu kasus tindak pidana, termasuk tindak pidana penampungan timah. Peranan Negara yang semakin besar dan luas beraneka ragamnya tantangan yang dihadapi, yang berkembang dengan cepat dan menuntut segera penyelesaian, maka untuk itu pemerintah memerlukan Freis atau discretionaire. Discretionaire adalah wewenang yang

  Ermessen

  diberikan kepada pemerintah untuk mengambil tindakan guna menyelesaikan

  27 suatu masalah penting yang mendesak.

  Moeljatno mengatakan bahwa pengertian perbuatan pidana adalah

  perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi siapa yang melanggar

  28

  tersebut. Seperti yang kita ketahui setiap tindak pidana melanggar dari aturan-aturan hukum seperti halnya tindak pidana penampungan pasir timah ilegal yang tidak memliki izin usaha pertambangan, izin usaha pertambangan khusus dengan maksud tertentu merupakan tindak pidana yang telah diatur Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Mineral Batubara.

E. Metode Penelitian

  Penelitian pada dasarnya merupakan “suatu upaya pencarian” dan bukannya sekedar mengamati dengan teliti terhadap suatu objek yang mudah tepegang, ditangan. Penelitian merupakan terjemahan dari bahasa Inggris 27 Darmono, Penyampingan Perkara Pidana Seponering Dalam Penegakan Hukum, Solusi Publishing, Jakarta, 2013, Hlm 54. 28 yaitu research, yang berasal dari kata re (kembali) dan to search “mencari kemabali”.

29 Metode penelitian merupakan sebuah langkah yang sangat

  penting, karena merupakan sebuah proses yang akan digunakan untuk mendapatkan suatu ilustrasi yang dapat menggugah untuk berpikir secara logis mengenai teori, metode dan pendekatan yang berkembang dalam ilmu hukum.

30 Soerjono Soekanto

  mengartikan penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari sesuatu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan menganalisanya.

  31 Metode yang

  digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

  1. Jenis Penelitian Metode penelitian yang digunakan yuridis empiris, yaitu memandang hukum sebagai fenomena sosial (yang berbeda dengan penelitian hukum normatif yang memandang hukum sebagai norma-norma positif didalam sistem perundang-undangan hukum nasional), dengan pendekatan struktural dan umumnya terkuantifikasi (kuantitatif).

  32

  2. Metode Pendekatan Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu yuridis normatif (terapan), maka dalam pendekatan ini pendekatan yang digunakan adalah pendekatan normatif dalam menggunakan lebih dahulu merumuskan 29 Bambang Suggono, Metode Penelitian Hukum, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2011, Hlm. 27. 30 Burhan Asshopa, Metode Penelitian Hukum, Rinneka Cipta, Jakarta, 2010, Hlm. 3. 31 Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2010, Hlm. 18. 32 Amirudin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Raja Grafindo masalah dan tujuan penelitian. Dalam penelitian hukum normatif, maka penelitian terhadap asas-asas hukum dilakukan terhadap kaidah-kaidah hukum, yang merupakan patokan-patokan berprilaku atau bersikap tidak pantas. Penelitian tersebut dapat dilakukan terutama terhadap bahan hukum primer dan skunder.

  33

  3. Sumber Data

  a. Bahan hukum primer Merupakan bahan hukum yang bersifat aoturitatif artinya mempunyai otoritas. Bahan-bahan hukum primer terdiri dari peraturan perundang- undangan, catatan-catatan resmi. Dalam penelitian ini mengunakan peraturan perundang-undangan, yaitu Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Mineral dan Batubara dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Republik Indonesia.

  34

  b. Bahan hukum sekunder Yaitu data yang diperoleh dari data dokumen-dokumen resmi, buku- buku yang berhubungan dengan objek penelitian, hasil penelitian dalam bentuk laporan, skripsi, tesis, disertasi, peraturan perundangan- undangan.

  35

  33 Soerjono Soekarto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat , Rajawali Pers, Jakarta, 2011, Hlm. 62. 34 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2007, Hlm. 181. 35 c. Bahan hukum tersier Bahan hukum tersier yaitu hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum sekunder. Seperti kamus, ensiklopedia, indeks

  36 kumulatif, bahan yang berasal dari bahan internet.

  4. Teknik Pengumpulan Data

  a. Wawancara Wawancara adalah cara yang digunakan untuk memperoleh keterangan lisan guna mencapai tujuan tertentu, dan tujuan ini dapat bermacam- macam, antara lain untuk diagnose dan treatment seperti yang biasa dilakukan oleh psikoanalis dan dokter, atau untuk keperluan mendapat berita seperti yang dilakukan oleh wartawan dan untuk melakukan penelitian dan lain-lain. Namun dalam hal ini yang dibahas adalah penelitian yang sifatnya ilmiah, yang bertujuan untuk mengumpulkan keterangan tentang kehidupan manusia serta pendapat-pendapat

  37 mereka.

  b. Observasi Observasi sering kali diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan secara sistematik terhadap gejala yang tampak pada subyek penelitian.

  Teknik observasi sebagai pengamatan dan pencatatan secara sistematik hendaknya dilakukan pada subyek yang secara aktif mereaksi terhadap obyek. Pada dasarnya teknik observasi digunakan untuk melihat dan 36 mengamati perubahan fenomena–fenomena sosial yang tumbuh dan

  Abdulkhadir Muhammad, Hukum Dan Penelitian Hukum, Citra Aditia Bakti, Bandung, 2004, Hlm. 125. 37 berkembang yang kemudian dapat dilakukan perubahan atas penilaian tersebut, bagi pelaksana observasi untuk melihat obyek moment tertentu, sehingga mampu memisahkan antara yang diperlukan dengan

  38 yang tidak diperlukan.

  5. Teknik Analisis data Berdasarkan sifat penelitian yang mengunakan metode penelitian bersifat deskriftip analitis, maka analisis data yang dipergunakan adalah analisis secara pendekatan kualitatif terhadap data sekunder data data primer. Deskriptif tersebut, meliputi isi dan struktur hukum positif, yaitu kegiatan yang dilakukan penulis menentukan isi atau makna aturan hukum yang dijadikan rujukan dalam menyelesaikan permasalahan hukum yang

  39 menjadi objek kajian.

  38 39 Salim HS dan Erlis Septiana Nurbani, Op. Cit, Hlm. 27.

Dokumen yang terkait

Persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Dalam Pengangkatan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Menurut Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian

0 4 93

1 BAB I PENDAHULUAN - Penegakan hukum terhadap pelanggaran hak desain dalam bidang industri handphone ditinjau dari Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri - Repository Universitas Bangka Belitung

0 0 23

Analisis hukum terhadap efektifitas identifikasi sidik jari dalam proses penyidikan tindak pidana pencurian di Kepolisian Daerah Kepulauan Bangka Belitung - Repository Universitas Bangka Belitung

0 0 14

BAB I PENDAHULUAN - Analisis hukum terhadap efektifitas identifikasi sidik jari dalam proses penyidikan tindak pidana pencurian di Kepolisian Daerah Kepulauan Bangka Belitung - Repository Universitas Bangka Belitung

0 0 11

BAB I PENDAHULUAN - Peran kepolisian resort bangka dalam penegakan hukum tindak pidana pencurian air dari pipa Perusahaan Daerah Air Minum Tirta Bangka (PDAM TIRTA BANGKA) di Sungailiat - Repository Universitas Bangka Belitung

0 0 18

BAB I PENDAHULUAN - Penegakan hukum oleh Kepolisian terhadap tindak pidana pembakaran lahan perkebunan(Studi Kasus Polres Bangka, Kabupaten Bangka) - Repository Universitas Bangka Belitung

0 0 19

BAB I PENDAHULUAN - Pertanggungjawaban pidana pelaku main hakim sendiri (eigenrichting) terhadap pelaku tindak pidana di Kabupaten Bangka - Repository Universitas Bangka Belitung

0 0 22

Peran kepolisian dalam menanggulangi tindak pidana penyalahgunaan petasan diwilayah hukum Kepolisian Resort Pangkalpinang ditinjau dari Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia - Repository Universitas Bangka Belitung

0 0 14

BAB I PENDAHULUAN - Peran kepolisian dalam menanggulangi tindak pidana penyalahgunaan petasan diwilayah hukum Kepolisian Resort Pangkalpinang ditinjau dari Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia - Repository Universitas Ban

0 0 23

Parasian Siregar Peran Kepolisian Resort Bangka dalam menanggulangi tindak pidana penampungan pasir timah ilegal ditinjau dari Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia - Repository Universitas Bangka Belitung

0 0 15