BAB II TINJAUAN TEORI A. Pengertian Risiko Perilaku Kekerasan - ANNISA AFRILIANI BAB II

BAB II TINJAUAN TEORI A. Pengertian Risiko Perilaku Kekerasan Kemarahan adalah suatu perasaan atau emosi yang timbul sebagai reaksi terhadap kecemasan yang meningkat dan dirasakan sebagai ancaman. Pengungkapan marah yang konstruktif dapat membuat perasaan lega. Perilaku

  kekerasan atau agresif merupakan suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis (Riyadi & Purwanto, 2009).

  Perilaku kekerasan merupakan stressor yang dihadapi oleh seseorang, yang ditunjukkan dengan perilaku aktual melakukan kekerasan, baik pada diri sendiri, orang lain, maupun lingkungan, secara verbal maupun non verbal bertujuan untuk melukai orang lain secara fisik maupun psikologis (Berkowitz, 2000 dalam Yosep, 2011). Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik pada dirinya sendiri maupun orang lain, disertai dengan amuk dan gaduh, gelisah yang tidak terkontrol (Kusumawati & Hartono, 2011).

  Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana klien mengalami perilaku yang dapat membahayakan diri sendiri, lingkungan termasuk orang lain dan barang-barang (Maramis, 2009).

  Dari beberapa pengertian diatas penulis menyimpulkan bahwa perilaku kekerasan adalah suatu tindakan dengan tenaga yang dapat membahayakan diri sendiri, orang lain, maupun lingkungan yang bertujuan untuk melukai yang disebabkan karena adanya konflik dan permasalahan pada seseorang baik secara fisik maupun psikologis.

B. Rentang Respons Perilaku kekerasan dianggap suatu akibat yang ekstrem dari marah.

  Perilaku agresif dan perilaku kekerasan sering dipandang sebagai rentang di mana agresif verbal di suatu sisi dan perilaku kekerasan di sisi yang lain.

  Suatu keadaan yang menimbulkan emosi, perasaan frustasi, dan marah. Hal ini akan mempengaruhi perilaku seseorang. Berdasarkan keadaan emosi secara mendalam tersebut terkadang perilaku agresif atau melukai karena menggunakan koping yang tidak baik.

  Respons Adaptif Respons Maladaptif

  Pasif Amuk Agresif Asertif Frustasi

  Gambar 1. Rentang Respon (Sumber : Stuart, 2007) Perilaku yang ditampakkan mulai dari yang adaptif sampai maladaptif : Keterangan: 1.

  Asertif : Individu dapat mengungkapkan marah tanpa menyalahkan orang lain dan memberikan ketenangan.

  2. Frustasi : Individu gagal mencapai tujuan kepuasan saat marah dan tidak dapat menemukan alternatif.

  3. Pasif : Individu tidak dapat mengungkapkan perasaannya.

  4. Agresif : Perilaku yang menyertai marah dan bermusuhan yang kuat serta hilangnya kontrol.

  5. Amuk : Suatu bentuk kekerasan yang menimbulkan kerusuhan.

  Menurut Tomb (2003) pasien gangguan mental yang menunjukkan peningkatan terhadap risiko timbulnya perilaku kekerasan adalah : Sindrom otak organik : Khususnya dengan kebingungan atau

  • kurangnya pengendalian impuls (misalnya : demensia, penggunaan obat-obatan pada usia lanjut, hipoglikemia, infeksi SSP, anoksia, asidosis metabolik).

  Penyalahgunaan alkohol dan obat-obatan terutama dengan intoksikasi.

  • Skizofrenia, tipe paranoid dan katatonik.
  • Dalam keadaan psikotik akut karena berbagai sebab.
  • Retardasi mental tertentu.
  • Gangguan pemusatan perhatian yang berat dan hiperaktivitas, pada
  • usia dewasa.

C. Etiologi 1. Faktor Predisposisi

  Faktor predisposisi adalah faktor yang mendasari atau mempermudah terjadinya perilaku yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, nilai-nilai kepercayaan maupun keyakinan. Berbagai pengalaman yang dialami tiap orang merupakan faktor predisposisi artinya mungkin terjadi/mungkin tidak perilaku kekerasan (Riyadi & Purwito, 2009).

  a.

  Faktor biologis Beberapa hal yang dapat mempengaruhi seseorang melakukan perilaku kekerasan yaitu sebagai berikut: 1)

  Pengaruh neurofisiologik, beragam komponen sistem neurologis mempunyai implikasi dalam memfasilitasi dan menghambat impuls agresif. 2)

  Pengaruh biokimia yaitu berbagai neurotransmitter (epineprin, noreineprin, dopamine, asetil kolin, dan serotonin) sangat berperan dalam memfasilitasi dan menghambat impuls agresif. 3)

  Pengaruh genetik, menurut riset Kazua Murakami (2007) dalam gen manusia terdapat domant (potensi) agresif yang sedang tidur dan akan bangun jika terstimulasi oleh faktor external. Menurut penelitian genetik type XYY, pada umumnya dimiliki oleh penghuni penjara tindak kriminal (narapidana).

  4) Gangguan otak, sindrom otak organik berhubungan dengan berbagai gangguan cerebral, tumor otak, trauma otak, penyakit ensefalitis, epilepsi terbukti berpengaruh pada perilaku agresif dan tindak kekerasan.

  b.

  Faktor Psikologis 1)

  Terdapat asumsi bahwa seseorang untuk mencapai tujuan mengalami hambatan akan timbul serangan agresif yang memotivasi perilaku kekerasan. 2)

  Berdasarkan mekanisme koping individu yang masa kecil tidak menyenangkan.

  3) Rasa frustasi. 4) Adanya kekerasan dalam rumah tangga, keluarga, atau lingkungan. 5)

  Teori Psikoanalitik, teori ini menjelaskan bahwa tidak terpenuhinya kepuasan dan rasa aman dapat mengakibatkan tidak berkembangnya ego dan dapat membuat konsep diri yang rendah. Agresi dan kekerasan dapat memberikan kekuatan yang dapat meningkatkan citra diri serta memberi arti dalam kehidupannya.

  6) Teori pembelajaran, perilaku kekerasan merupakan perilaku yang dipelajari, individu yang memiliki pengaruh biologik terhadap perilaku kekerasan lebih cenderung untuk dipengaruhi oleh contoh peran eksternal dibandingkan anak-anak tanpa faktor predisposisi biologik. c.

  Faktor sosial kultural 1)

  Sosial environment theory (Teori Lingkungan) Lingkungan sosial akan mempengaruhi sikap individu dalam mengekspresikan marah. Budaya tertutup dan membalas terhadap perilaku kekerasan akan menciptakan seolah-olah perilaku kekerasan diterima.

  2) Sosial learning theory (Teori belajar sosial)

  Perilaku kekerasan dapat dipelajari secara langsung maupun melalui proses sosialisasi.

  (Direja, 2011).

2. Faktor Presipitasi

  Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan sering kali berkaitan dengan: a.

  Ekspresi diri, ingin menunjukkan eksistensi diri atau simbol solidaritas seperti dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah, perkelahian masal, dan lain-lain.

  b.

  Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial ekonomi.

  c.

  Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan ketidakmampuan menempatkan dirinya sebagai seorang yang dewasa.

  d.

  Adanya riwayat perilaku anti-sosial meliputi penyalahgunaan obat dan alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat menghadapi rasa frustasi. e.

  Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan, perubahan tahap perkembangan, atau perubahan tahap perkembangan keluarga.

3. Mekanisme koping

  Perawat perlu mengidentifikasi mekanisme orang lain. Mekanisme koping klien sehingga dapat membantu klien untuk mengembangkan mekanisme koping yang konstruktif dalam mengekspresikan marahnya. Mekanisme koping yang umum digunakan adalah mekanisme pertahanan ego seperti displacement, sublimasi, proyeksi, depresi, dan reaksi formasi.

  a.

   Displacement

  Melepaskan perasaan tertekannya bermusuhan pada objek yang begitu seperti pada mulanya yang membangkitkan emosi itu.

  b.

   Proyeksi Menyalahkan orang lain mengenai keinginannya yang tidak baik.

  c.

   Depresi

  Menekan perasaan yang menyakitkan atau konflik ingatan dari kesadaran yang cenderung memperluas mekanisme ego lainnya.

  d.

   Reaksi formasi

  Pembentukan sikap kesadaran dan pola perilaku yang berlawanan dengan apa yang benar-benar dilakukan orang lain.

D. Tanda dan gejala

  Menurut Direja (2011) tanda dan gejala perilaku kekerasan sebagai berikut : 1.

  Fisik Mata melotot/pandangan tajam, tangan mengepal, rahang mengatup, wajah merah dan tegang, serta postur tubuh kaku.

  2. Verbal Mengancam, mengumpat dengan kata-kata kasar, bicara dengan nada keras, kasar, dan ketus.

  3. Perilaku Menyerang orang lain, melukai diri sendiri/orang lain, merusak lingkungan, amuk/agresif.

  4. Emosi Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, merasa terganggu, dendam, jengkel, tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi, menyalahkan, dan menuntut.

  5. Intelektual Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, dan tidak jarang mengeluarkan kata-kata bernada sarkasme.

  6. Spiritual Merasa dirinya berkuasa, merasa dirinya benar, keragu-raguan, tidak bermoral, dan kreativitas terhambat.

  7. Sosial Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, dan sindiran.

8. Perhatian Bolos, melarikan diri, dan melakukan penyimpangan seksual.

E. Psikopathologi

  Stress, cemas, harga diri rendah, dan bermasalah dapat menimbulkan marah. Respon terhadap marah dapat diekspresikan secara eksternal maupun internal. Secara eksternal ekspresi marah dapat berupa perilaku konstruktif maupun destruktif.

  Mengekspresikan rasa marah dengan perilaku konstruktif dengan kata-kata yang dapat dimengerti dan diterima tanpa menyakiti hati orang lain. Selain akan memberikan rasa lega, ketegangan pun akan menurun dan akhirnya perasaan marah dapat teratasi.

  Rasa marah yang diekspresikan secara destruktif, misalnya dengan perilaku agresif dan menantang biasanya cara tersebut justru menjadikan masalah berkepanjangan dan dapat menimbulkan amuk yang ditunjukkan pada diri sendiri, orang lain, dan lingkungan.

  Perilaku yang submisif seperti menekan perasaan marah karena merasa tidak kuat, individu akan berpura-pura tidak marah atau melarikan diri dari rasa marahnya, sehingga rasa marah tidak terungkap. Kemarahan demikian akan menimbulkan rasa bermusuhan yang lama, pada suatu saat dapat menimbulkan rasa bermusuhan yang lama, dan pada suatu saat dapat menimbulkan kemarahan yang destruktif yang diajukan pada diri sendiri, orang lain, dan lingkungan (Yosep, 2011).

F. Pathways

  • Ancaman kebutuhan
  • Stress -
  • Marah -

  Faktor Predisposisi

  Merasa terancam

  Cemas

  • Faktor psikologis
  • Faktor eksternal: interaksi dan lingkungan
  • Rasa frustasi
  • Kekerasan dalam rumah tangga
  • Faktor internal: putus asa, agresif
  • Faktor sosial budaya
  • Faktor biologis

  Maladaptif

  Destruktif Rentang respon Adaptif

  Mekanisme Koping Konstruktif

  Faktor Presipitasi

  • Mengungkapkan
  • Marah tidak terungkap

  • Rasa marah
  • Hilang kontrol

  teratasi

  menurun

  secara verbal

  • Merasa kuat
  • Ketegangan
  • Rasa bermusuhan menahun
  • Menantang -

  Gambar 1. Psikopathologi (Sumber : Stuart, 2007)

  Berkepanjan gan

  G. Pohon Masalah

  Risiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan akibat masalah utama Risiko perilaku kekerasan

  Gangguan konsep diri : Harga diri rendah penyebab Isolasi Sosial

  Gambar 2. Pohon masalah risiko perilaku kekerasan (Sumber : Keliat, 2006) H. Masalah keperawatan 1.

  Risiko perilaku kekerasan 2. Risiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan.

  3. Harga diri rendah.

  4. Isolasi sosial.

I. Data yang perlu dikaji Masalah: Risiko perilaku kekerasan.

  Data Subyektif:

  • Klien mengancam.
  • Klien mengumpat dengan kata-kata kasar.
  • Klien mengatakan dendam dan jengkel.
  • Klien mengatakan ingin berkelahi.
  • Klien menyalahkan dan menuntut.
  • Klien meremehkan.

  Data Objektif:

  • Mata melotot/pandangan tajam.
  • Tangan mengepal.
  • Rahang mengatup.
  • Wajah memerah dan tegang.
  • Postur tubuh kaku.
  • Suara keras.

  Faktor-faktor yang berhubungan dengan masalah perilaku kekerasan, antara lain sebagai berikut :

  1. Ketidakmampuan mengendalikan dorongan marah.

  2. Stimulus lingkungan.

  3. Status mental.

  4. Putus obat.

  5. Penyalahgunaan narkoba/alkohol (Direja, 2011).

  J. Fokus Intervensi 1.

  Perilaku kekerasan Tujuan umum Klien tidak mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan.

  TUK I : Klien dapat membina hubungan saling percaya. Kriteria hasil :

  Klien mau membalas salam

  • Klien mau berjabat tangan
  • Klien mau menyebutkan nama
  • Klien mau tersenyum
  • Klien mau mengetahui nama perawat
  • Intervensi :
  • perawat dan jelaskan tujuan interaksi.

  Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, empati, sebut nama

  Panggil klien dengan nama panggilan yang disukai.

  • Bicara dengan sikap tenang, rileks, dan tidak menantang.
  • Jelaskan tentang kontrak yang akan dibuat.
  • Beri rasa aman dengan sikap empati.
  • Lakukan kontak singkat tapi sering.
  • >TUK II : Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan. Kriteria hasil : Klien mengungkapkan perasaannya.

  • sendiri, lingkungan, atau orang lain).

  Klien dapat mengungkapkan penyebab perasaan marah (dari diri

  Intervensi : Beri kesempatan mengungkapkan perasaan

  • Bantu klien mengungkapkan perasaan jengkel/kesal.
  • Dengarkan ungkapan rasa kesal/marah dan perasaan bermusuhan klien
  • dengan sikap tenang.

  TUK III : Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan. Kriteria hasil : Klien dapat mengungkapkan perasaan saat marah.

  • Klien dapat menyimpulkan tanda dan gejala marah/kesal yang dialami.
  • Intervensi :
  • jengkel/kesal.

  Anjurkan klien mengungkapkan yang dialami dan dirasakan saat

  Observasi tanda perilaku kekerasan,

  • Simpulkan bersama klien tanda-tanda kesal/jengkel yang dialami
  • klien.

  TUK IV : Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.

  Kriteria hasil : Klien dapat mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan

  • Klien dapat bermain peran sesuai perilaku kekerasan yang biasa
  • dilakukan
  • menyelesaikan masalah.

  Klien dapat mengetahui cara yang biasa dilakukan untuk

  Intervensi : Anjurkan klien untuk mengungkapkan perilaku kekerasan yang

  • biasanya dilakukan klien (verbal, pada orang lain, pada lingkungan, dan pada diri sendiri).
  • biasa dilakukan.

  Bantu klien bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang

  • hingga masalahnya selesai.

  Bicarakan dengan klien, apakah dengan cara yang klien lakukan

  • masalah.

  Tanyakan apakah dengan cara yang dilakukan dapat menyelesaikan

  TUK V : Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan Kriteria hasil : Klien dapat menjelaskan akibat dari cara yang digunakan klien.

  • Akibat pada klien sendiri.
  • Akibat pada orang lain.
  • Akibat pada lingkungan
  • Intervensi : Bicarakan akibat atau kerugian dari cara yang dilakukan klien.
  • Bersama klien menyimpulkan akibat dari cara yang dilakukan klien.
  • Tanyakan pada klien apakah ia ingin mempelajari cara baru yang
  • sehat.

  TUK VI : Klien dapat mendemonstrasikan cara fisik untuk mencegah perilaku kekerasan.

  Kriteria hasil :

  • Klien dapat menyebutkan contoh pencegahan perilaku kekerasan secara fisik.
  • Tarik nafas dalam.
  • Pukul kasur dan bantal.
  • Kegiatan fisik yang lain.
  • Klien dapat mendemonstrasikan cara fisik untuk mencegah perilaku kekerasan.
  • Klien mempunyai jadual untuk melataih cara pencegahan fisik yang telah dipelajari sebelumnya.
  • Klien mengevaluasi kemampuan dalam melakukan cara fisik, mental sesuai jadual yang telah disusun.

  Intervensi :

  • Diskusikan kegiatan fisik yang biasa dilakukan klien.
  • Beri pujian atas kegiatan fisik yang biasa dilakukan klien.
  • Diskusikan dua cara fisik yang paling mudah dilakukan untuk mencegah perilaku kekerasan yaitu : tarik nafas dalam dan pukul kasur serta bantal.
  • Diskusikan cara melakukan tarik nafas dalam dengan klien.
  • Beri contoh kepada klien tentang cara menarik nafas dalam.
  • Minta klien untuk mengikuti contoh yang diberikan sebanyak 5 kali.
  • Beri pujian positif atas kemampuan klien mendemonstrasikan cara menarik nafas dalam.

  • Beri pujian positif atas kemampuan klien mendemonstrasikan cara menarik nafas dalam.
  • Tanyakan perasaan klien setelah selesai.
  • Anjurkan klien untuk menggunakan cara yang telah dipelajari saat marah/jengkel.
  • Diskusikan dengan klien mengenai frekuensi yang akan dilakukan sendiri oleh klien.
  • Susun jadual kegiatan untuk melatih cara yang telah diajari.
  • Klien mengevaluasi pelaksanaan pelatihan cara pencegahan perilaku kekerasan yang telah dilakukan dengan mengisi jadual kegiatan latihan.
  • Validasi kemampuan klien dalam melakukan kegiatan latihan.
  • Berikan pujian atas keberhasilan klien.
  • Tanyakan pada klien apakah kegiatan cara pencegahan perilaku kekerasan yang telah dilakukan dengan mengisi jadual yang telah dibuat sebagai kegiatan harian.
  • Validasi kemampuan klien dalam melaksanakan latihan.
  • Berikan pujian atas keberhasilan klien.
  • Tanyakan kepada klien : ”Apakah kegiatan cara pencegahan perilaku kekerasan dapat mengurangi marah”.

  TUK VII : Klien dapat mendemonstrasikan cara sosial untuk mencegah perilaku kekerasan.

  Kriteria hasil :

  • Klien dapat mendemonstrasikan dengan menyebutkan cara verbal (bicara) yang baik dalam mencegah perilaku kekerasan.
  • Meminta dengan baik.
  • Menolak dengan baik.
  • Mengungkapkan perasaan dengan baik.
  • Klien dapat mendemonstrasikan cara verbal yang baik.

  Intervensi :

  • Diskusikan cara bicara yang baik dengan klien.
  • Beri contoh cara bicara yang baik.
  • Meminta dengan baik.
  • Menolak dengan baik.
  • Mengungkapkan perasaan dengan baik.
  • Meminta klien mengikuti contoh cara bicara yang baik.
  • Meminta dengan baik : “Saya minta uang untuk membeli makanan”.
  • Menolak dengan baik : “Maaf saya tidak dapat melakukan karena ada kegiatan yang lain”.
  • Mengungkapkan perasaan dengan baik : “Saya kesal karena permintaan saya tidak dikabulkan”. Disertai nada suara yang rendah.
  • Minta klien untuk mengulang sendiri.
  • Beri pujian atas keberhasilannya.

  Kriteria hasil :

  TUK VIII : Klien dapat mendemonstrasikan cara spiritual untuk mencegah perilaku kekerasan.

  • Klien dapat menyebutkan nama ibadah yang biasa dilakukan.
  • Klien dapat mendemonstrasikan cara ibadah yang dipilih.
  • Klien mempunyai jadual untuk melatih kegiata ibadah.
  • Klien dapat mengevaluasi terhadap kemampuan melakukan kegiatan ibadah. Intervensi :
  • Diskusikan dengan klien kegiatan ibadah yang pernah dilakukan.
  • Bantu klien menilai kegiatan ibadah yang dapat dilakukan
  • Bantu memilih kegiatan yang akan dilakukan.
  • Minta klien mendemonstrasikan kegiatan ibadah yang dipilih.
  • Beri pujian atas keberhasila klien.
  • Diskusikan dengan klien tentang waktu pelaksanaan ibadah.
  • Susun jadual kegiatan untuk melatih kegiatan ibadah.
  • Klien mengevaluasi pelatihan kegiatan ibadah dengan mengisi jadual.
  • Validasi kemampuan klien dalam melaksanakan latihan.
  • Beri pujian atas keberhasilan klien.
  • Tanyakan kepada klien : ”Bagaimana perasaan setelah teratu melakukan ibadah, apakah marah berkurang?”.
Kriteria hasil :

  TUK IX : Klien dapat mendemonstrasikan kepatuhan minum obat untuk mencegah perilaku kekerasan.

  • Klien dapat menyebutkan jenis, dosis, dan waktu minum obat serta manfaatnya.
  • Prinsip 5 benar : benar obat, orang, dosis, waktu, dan cara pemberian.
  • Klien dapat mendemontrasikan kepatuhan minum obat sesuai jadual yang ditetapkan.
  • Klien mengeveluasi kemempuan dalam mematuhi minum obat.

  Intervensi :

  • Diskusikan tentang jenis obat yang diminumnya dan waktu minum obat.
  • Diskusikan klien tentang manfaat minum obat secara teratur.
  • Jelaskan mengenai akibat minum obat yang tidak teratur, contohnya : penyakitnya kambuh.
  • Diskusikan tentag proses minum obat.
  • Susun jadual minum obat bersama klien.
  • Klien mengevaluasi pelaksanaan minum obat sesuai jadual.
  • Validasi pelaksanaan minum obat.
  • Beri pujian atas keberhasilan klien.
  • Tanyakan kepada klien bagaimana perasaan dengan minum obat secara teratur.

2. Gangguan konsep diri : Harga diri rendah

  TUK I : Klien dapat membina hubungan saling percaya Kriteria Hasil : Klien mau membalas salam.

  • Klien mau berjabat tangan.
  • Klien mau menyebutkan nama.
  • Klien mau tersenyum.
  • Klien mau mengetahui nama perawat.
  • Intervensi :
  • perawat, dan jelaskan maksud tujuan interaksi.

  Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, empati, sebut nama

  Panggil klien dengan nama panggilan yang disukai.

  • Bicara dengan sikap tenang, rileks, dan tidak menantang.
  • Jelaskan tentang kontrak yang akan dibuat.
  • Beri rasa aman dan sikap empati.
  • Lakukan kontak singkat tapi sering.
  • TUK II : Klien dapat mengidentifikasi aspek positif yang dimiliki. Kriteria hasil : Klien dapat mengingat dan mengungkapkan kemampuan positif yang dimiliki klien kepada perawat.

  Intervensi : Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien.

  • Setiap bertemu klien hindari penilaian yang negatif.

  • TUK III : Klien dapat menilai kemampuan yang masih dapat dilakukan.

  Utamakan beri pujian realistis.

  Kriteria Hasil : Klien mampu mengungkapkan kemampuan yang masih dapat digunakan selama sakit.

  Intervensi : Diskusikan dengan klien kemampuan yang digunakan selama sakit.

  • Diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkan penggunaannya.
  • TUK IV : Klien dapat menetapkan (merencanakan) kegiatan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki.

  Kriteria Hasil : Klien dapat memilih kegiatan yang masih dapat dilakukan selama di rumah sakit (kegiatan mandiri, kegiatan dengan bantuan sebagian, kegiatan yang membutuhkan total). Intervensi :

  • sesuai dengan kemampuan :

  Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari

  Kegiatan mandiri

  • Kegiatan dengan bantuan sebagian.
  • Kegiatan yang membutuhkan bantuan total.
  • Tingkatkan bantuan yang sesuai dengan toleransi kondisi klien.
  • Beri contoh dalam cara pelaksanaan kegiatan yang boleh dilakukan
  • klien.
TUK V : Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi sakit dan kemampuan lainnya.

  Kriteria Hasil : Klien dapat mendemonstrasikan kegiatan yang dipilih.

  • Klien dapat mengevaluasi kemampuannya dalam melakukan kegiatan
  • yang dipilih.

  Intervensi : Beri kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang telah

  • direncanakan.

  Beri pujian atas keberhasilan klien.