GILANG DWIYANTORO BAB II

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Asuhan Keperawatan

  1. Pengkajian

  a. Anamnesis: pengkajian mengenai nama lengkap, jenis kelamin, tanggal lahir, umur, tempat lahir, asal suku bangsa, nama orang tua, pekerjaanorang tua, dan penghasilan. 1) Keluhan Utama

  Biasanya pasien mengalamin buang air besar (BAB) lebih dari 3 kali sehari, BAB < 4 kali dan cair (diare tanpa dehidrasi), BAB 4-10 kali dan cair (dehidrasi ringan/ sedang), atau BAB > 10 kali (dehidrasi berat). Apabila diare berlangsung <14 hari maka diare tersebut adalah diare akut, sementara apabila berlangsung selama 14 hari atau lebih adalah diare persisten (Nursalam, 2008).

  2) Riwayat Kesehatan Sekarang Biasanya pasien mengalami: meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada, dan kemungkinan timbul diare.

  b) Tinja makin cair, mungkin disertai lendir atau lendir dan darah.

  Warna tinja berubah menjadi kehijauan karena bercampur empedu. c) Anus dan daerah sekitarnya timbul lecet karena sering defekasi dan sifatnya makin lama makin asam.

  d) Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare.

  e) Apabila pasien telah banyak kehilangan cairan dan eletrolit, maka gejala dehidrasi mulai tampak.

  f) Diuresis: terjadi oliguri (kurang 1 ml/kg/BB/jam) bila terjadi dehidrasi. Urine normal pada diare tanpa dehidrasi. Urine sedikit gelap pada dehidrasi ringan atau sedang. Tidak ada urine dalam waktu 6 jam (dehidrasi berat) (Nursalam, 2008).

  3) Riwayat Kesehatan Dahulu

  a) Kemungkinan anak tidak dapat imunisasi campak Diare lebih sering terjadi pada anak-anak dengan campak atau yang baru menderita campak dalam 4 minggu terakhir, sebagai akibat dari penuruan kekebalan tubuh pada pasien. Selain imunisasi campak, anak juga harus mendapat imunisasi dasar lainnya seperti imunisasi BCG, imunisasi DPT, serta imunisasi polio.

  (antibiotik), makan makanan basi, karena faktor ini merupakan salah satu kemungkinan penyebab diare.

  c) Riwayat air minum yang tercemar dengan bakteri tinja, menggunakan botol susu, tidak mencuci tangan setelah buang air besar, dan tidak mencuci tangan saat menjamah makanan. d) Riwayat penyakit yang sering terjadi pada anak berusia dibawah 2 tahun biasanya adalah batuk, panas, pilek, dan kejang yang terjadi sebelumnya, selama, atau setelah diare. Informasi ini diperlukan untuk melihat tanda dan gejala infeksi lain yang menyebabkan diare seperti OMA,mtonsilitis, faringitis, bronkopneumonia, dan ensefalitis (Nursalam, 2008).

  4) Riwayat Kesehatan Keluarga Adanya Anggota keluarga yang menderita diare sebelumnya, yang dapat menular ke anggota keluarga lainnya. Dan juga makanan yang tidak dijamin kebersihannya yang disajikan kepada anak. Riwayat keluarga melakukan perjalanan ke daerah tropis (Nursalam, 2008; Wong, 2008). 5) Riwayat Nutrisi

  Riwayat pemberian makanan sebelum mengalami diare, meliputi:

  a) Pemberian ASI penuh pada anak umur 4-6 bulan sangat mengurangi resiko diare dan infeksi yang serius. dan diberikan dengan botol atau dot, karena botol yang tidak bersih akan mudah menimbulkan pencemaran. c) Perasaan haus. Anak yang diare tanpa dehidrasi tidak merasa haus (minum biasa). Pada dehidrasi ringan atau sedang anak merasa haus ingin minum banyak. Sedangkan pada dehidrasi berat, anak malas minum atau tidak bisa minum (Nursalam, 2008).

  b. Pemeriksaan Fisik 1) Keadaan umum

  a) Diare tanpa dehidrasi: baik, sadar

  b) Diare dehidrasi ringan atau sedang: gelisah, rewel

  c) Diare dehidrasi berat: lesu, lunglai, atau tidak sadar 2) Berat badan

  Menurut S. Partono dalam Nursalam (2008), anak yang mengalami diare dengan dehidrasi biasanya mengalami penurunan berat badan, sebagai berikut:

  Tabel 1 Persentase Kehilangan Berat Badan

  Berdasarkan Tingkat Dehidrasi % Kehilangan Berat Badan

  Tingkat Dehidrasi Bayi Anak Dehidrasi ringan 5% (50 ml/kg) 3% (30 ml/kg) Dehidrasi sedang 5-10% (50-100 6% (60 ml/kg) ml/kg) Dehidrasi berat 10-15% (100-150 9% (90 ml/kg) ml/kg)

  3) Pemeriksaan Fisik

  a) Kepala Anak berusia di bawah 2 tahun yang mengalami dehidrasi, ubun- ubunnya biasanya cekung.

  b) Mata Anak yang mengalami diare tanpa dehidrasi, bentuk kelopak matanya normal. pabila mengalami dehidrasi ringan atau sedang kelopak matanya cekung. edangkan apabila mengalami dehidrasi berat, kelopak matanya sangat cekung.

  c) Hidung Biasanya tidak ada kelainan dan gangguan pada hidung, tidak sianosis, tidak ada pernapasan cuping hidung. d) Telinga Biasanya tidak ada kelainan pada telinga.

  e) Mulut dan Lidah (1) Diare tanpa dehidrasi: Mulut dan lidah basah (2) Diare dehidrasi ringan: Mulut dan lidah kering (3) Diare dehidrasi berat: Mulut dan lidah sangat kering

  f) Leher Tidak ada pembengkakan pada kelenjar getah bening, tidak ada kelainan pada kelenjar tyroid.

  g) Thorak (1) Jantung

  (a) Inspeksi Pada anak biasanya iktus kordis tampak terlihat.

  (b) Auskultasi Pada diare tanpa dehidrasi denyut jantung normal, diare dehidrasi ringan atau sedang denyut jantung pasien normal pasien mengalami takikardi dan bradikardi.

  (2) Paru-paru (a) Inspeksi

  Diare tanpa dehidrasi biasanya pernapasan normal, diare dehidrasi ringan pernapasan normal hingga melemah, diare dengan dehidrasi berat pernapasannya dalam.

  h) Abdomen (1) Inspeksi Anak akan mengalami distensi abdomen, dan kram.

  (2) Palpasi Turgor kulit pada pasien diare tanpa dehidrasi baik, pada pasien diare dehidrasi ringan kembali < 2 detik, pada pasien dehidrasi berat kembali > 2 detik. (3) Auskultasi

  Biasanya anak yang mengalami diare bising ususnya meningkat i) Ektremitas akral teraba hangat. Anak dengan diare dehidrasi ringan CRT kembali < 2 detik, akral dingin. Pada anak dehidrasi berat CRT kembali > 2 detik, akral teraba dingin, sianosis. j) Genitalia Anak dengan diare akan sering BAB maka hal yang perlu di lakukan pemeriksaan yaitu apakah ada iritasi pada anus.

  c. Pemeriksaan diagnostic 1) Pemeriksaan laboratrium

  a) Pemeriksaan AGD, elektrolit, kalium, kadar natrium serum Biasanya penderita diare natrium plasma > 150 mmol/L, kalium > 5 mEq/L b) Pemeriksaan urin

  Diperiksa berat jenis dan albuminurin. Eletrolit urin yang diperiksa adalah Na+ K+ dan Cl. Asetonuri menunjukkan adanya ketosis (Suharyono, 2008).

  c) Pemeriksaan tinja Biasanya tinja pasien diare ini mengandung sejumlah ion natrium, klorida, dan bikarbonat.

  d) Pemeriksaan pH, leukosit, glukosa leukosit dalam feses atau darah makroskopik (Longo, 2013). pH menurun disebabkan akumulasi asam atau kehilangan basa (Suharyono, 2008).

  e) Pemeriksaan biakan empedu bila demam tinggi dan dicurigai infeksi sistemik ( Betz, 2009). d. Pemeriksaan Penunjang 1) Endoskopi

  (a) Endoskopi gastrointestinal bagian atas dan biopsi D2, Jika dicurigai mengalami penyakit seliak atau Giardia. Dilakukan jika pasien mengalami mual dan muntah. (b) Sigmoidoskopi lentur, jika diare berhubungan dengan perdarahan segar melalui rektum.

  (c) Kolonoskopi dan ileoskopi dengan biopsi, untuk semua pasien jika pada pemeriksaan feses dan darah hasilnya normal, yang bertujuan untuk menyingkirkan kanker. 2) Radiologi

  (a) CT kolonografi, jika pasien tidak bisa atau tidak cocok menjalani kolonoskopi (b) Ultrasonografi abdomen atau CT scan, jika di curigai mengalami penyakit bilier atau prankeas

  3) Pemeriksaan lanjutan mengidentifikasi penyebab sekretorik dan osmotic dari diare.

  (b) Pemeriksaan laksatif pada pasien-pasien yang dicurigai membutuhkan sampel feses dan serologi (Emmanuel,2014). e. Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinik mengenai respon individu, keluarga dan komunitas terhadap masalah kesehatan/proses kehidupan yang aktual/potensial yang merupakan dasar untuk memilih intervensi keperawatan untuk mencapai hasil yang meupakan tanggung jawab perawat. Masalah keperawatan : 1) Defisit pengetahuan tentang penyakit gastroenteritis b/d kurang informasi (diagnosa Nanda Nic-Noc, 2015).

  f. Perencanaan Perencanaan adalah suatu proses di dalam pemecahan masalah yang merupakan keputusan awal tentang sesuatu apa yang akan dilakukan, bagaimana dilakukan , kapan dilakukan, siapa yang melakukan dari semua tindakan keperawatan Fokus perencanaan :

  Tujuan dan Kriteria Hasil (NOC) tentang kondisi penyakit dan perawatan anak sakit di rumah. kriteria hasil :

  1) keluarga pasien mengerti tentang pengertian, penyebab, tanda gejala dari gastroenteritis 2) cara perawatan anak dengan gastroenteritis

  3) dapat mendemonstrasikan cara membuat oralit dan larutan gula garam dengan baik dan benar.

  Intervensi (NIC) :

  1) Kaji tingkat pengetahuan ibu tentang penyakit dan perawatan anaknya 2) Tentukan kebutuhan pegajaran keluarga pasien 3) Lakukan penilaian pegetahuan keluarga pasien Berikan pengajaran sesuai tingkat pemahaman 4) Gunakan pendekatan pengajaran demonstrasi 5) Berikan penjelasan tentang penyakit dan kondisi anaknya, berikan penjelasan setiap akan melakukan prosedur tindakan keperawatan g. Implementasi

  Implementasi adalah tindakan yang dilakukan setelah perencanaan dan berdasarkan perencanaan yang telah dibuat.

  1) Defisit pengetahuan tentang penyakit gastroenteritis b/d kurang informasi (diagnosa Nanda Nic-Noc, 2015).

  h. Evaluasi menentukan seberapa jauh keberhasilan yang dicapai sebagai keluaran dari tindakan. Penilaian proses menentukan apakah ada kekeliruan dari setiap tahapan proses mulai dari pengkajian, diagnosa, perencanaan, tindakan, dan evaluasi itu sendiri.

B. Konsep Dasar Kasus Diare

  1. Pengertian Diare Diare atau penyakit diare (Diarheal disease) berasal dari bahasa yunani yaitu

  “diarrol” yang berarti mengalir terus, merupakan keadaan abnormal dari pengeluaran tinja yang terlalu frekuen. Terdapat beberapa

  pendapat tentang definisi diare. Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia, diare atau penyakit diare bila tinja mengandung air lebih banyak dari normal. Menurut Word Health Organization (WHO), penyakit diare adalah suatu penyakit yang ditandai perubahan bentuk dan konsistensi tinja yang lembek sampai mencair dan bertambahnya frekuensi buang air besar yang lebih dari biasanya, yaitu tiga kali atau lebih dalam sehari yang mungkin dapat disertai dengan muntah atau tinja berdarah. Diare merupakan suatu kondisi dimana seseorang buang air besar dengan konsistensi lembek atau cair, bahkan dapat berupa air saja dan frekuensinya lebih sering (biasanya tiga kali atau lebih) dalam satu hari (Depkes RI, 2012).

  Diare adalah pengeluaran feses yang tidak normal dan cair. Bisa juga dengan frekuensi lebih banyak dari biasanya. Bayi dikatakan diare bila sudah lebih dari tiga kali buang air besar, sedangkan neonates dikatakan diare bila sudah lebih dari empat kali buang air besar (Dewi, 2013).

  Menurut Banister dkk, diare adalah pengeluaran kotoran (tinja) dengan frekuensi yang meningkat (tiga kali dalam 24 jam) disertai dengan perubahan konsistensi tinja menjadi lembek atau cair, dengan atau tanpa darah/lender dalam tinja. Diare merupakan salah satu mekanisme pertahanan tubuh, yang dengan adanya diare. cairan yang tercurah ke saluran pencernaan akan membersihkan saluran pencernaan dari bahan- bahan patogen (cleasing effect). Apabila bahan patogen ini hilang, maka diare akan sembuh dengan sendirinya (self limited) (Wijoyo, 2013).

  Namun pada sisi lain, diare menyebabkan kehilangan cairan (air, elektrolit, dan basa) dan bahan makanan dari tubuh. Sering kali dalam diare akut timbul berbagai penyulit, seperti dehidrasi dengan segala akibatnya seperti ganguan keseimbangan elektrolit, gangguan keseimbangan asam basa, dan kehilangan makanan. Penyulit inilah yang akan menyebabkan penderita diare akut meninggal. Sebaliknya, apabila diare menjadi menetap maka terjadi kekurangan kalori protein kronis, dan malnutrisi (Wijoyo,2013).

  Diare bukanlah penyakit yang datang dengan sendirinya, melainkan terdapat pemicunya. Menurut Dewi (2013), diare dapat disebabkan karena beberapa faktor seperti infeksi, malabsorbsi, makanan, dan psikologi. a. Faktor infeksi 1) Enteral, yaitu infeksi yang terjadi dalam saluran pencernaan yang merupakan penyebab utama terjadinya diare. Infeksi enteral meliputi: a) Infeksi bakteri :Vibrio,

  E. Coli, Salmonella, Shigella camplylobacter, Yersinia, dan Aeromonas.

  b) Infeksi virus: Entrovirus seperti virus Entero Cythopathogenic

  Human Orphan, coxsackie, poliomyelitis, adenovirus, dan rotavirus.

  c) Infeksi parasit: Cacing (Ascaris, Trichiuris, Oxyuris, dan )

  Stronglodies

  d) Protozoa (Entameoba histolytica, Giardia lamblia, dan

  Trichomonas hominis )

  e) Jamur (Candida albicans) 2) Parenteral, yaitu infeksi dibagian tubuh lain di luar alat pencernaan, misalnya Otitis Media Akut (OMA), tonsilofaringitis, bronkopneumonia dan ensefalitis.

  1) Karbohidrat: disakarida,(intolerensi laktosa, maltose, dan sukrosa) serta monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa, dan galatosa). Pada anak dan bayi yang paling penting dan sering adalah intoleransi laktosa.

  2) Lemak: metabolisme dan absorbs lemak hanya 50%, untuk pengobatan anak dengan malabsorbsi lemak susu MCT (Medium

  Chain Tryglycerides ) dapat menjadi alternative.

  3) Protein: contohnya seperti bayi yang mulai mengenal makanan pendamping ASI. Protein susu merupakan alergen (penyebab alergi) yang paling banyak di jumpai pada bayi. Selain protein susu, aleregen yang umum dijumpai adalah telur, kedelai, gandum, kacang, ikan dan kerang-kerangan yang dapat menyebabkan berbagai reaksi salah satunya adalah diare.

  c. Makanan, orang tua harus memiliki kontrol baik terhadap makanan dan minuman yang dikonsumsi oleh anak. Sebab, banyak makanan dan minuman yang menjadi faktor utama timbulnya diare pada anak. Biasanya, seorang anak akan memakan apapun yang disukainya, tanpa memperdulikan kebersihan makanan atau minuman yang dikonsumsinya misalnya makanan basi, beracun, dan alergi.

  d. Psikologi, misalnya rasa takut atau cemas karena pada saat itu syaraf Menurut Wijoyo (2013), ada beberapa faktor risiko yang menyebabkan terjadinya diare anak, yaitu: a. Faktor pendidikan ibu

  Berdasarkan hasil penelitian, kelompok ibu dengan status pendidikan SLTP ke atas mempunyai kemungkinan 1,25 kali memberikan cairan rehidrasi oral lebih baik pada balita daripada kelompok ibu status pendidikan SD ke bawah. Pendidikan merupakan faktor yang berpengaruh terhadap mordibitas balita. Semakin tinggi tingkat pendidikan orang tua, semakin baik tingkat kesehatan yang diperoleh. 1) Faktor pekerjaan orangtua

  Saat ini banyak orang tua bekerja di luar rumah sehingga anak diasuh oleh orang lain/pembantu. Anak yang diasuh oleh oranglain atau pembantu mempunyai risiko lebih besar untuk terkena penyakit diare.

  2) Faktor umur balita Sebagian besar diare terjadi pada anak usia di bawah dua tahun.

  Balita yang berumur 12-24 bulan mempunyai risiko 2,23 kali lebih besar terserang diare daripada anak umur 25-59 bulan.

  3) Faktor lingkungan Diare merupakan salah satu penyakit berbasis lingkungan. Dua pembuangan tinja. Kedua faktor ini akan berinteraksi bersama dengan prilaku manusia. Apabila faktor lingkungan tidak sehat karena tercemar kuman diare dan berakumulasi dengan perilaku manusia yang tidak sehat pula, yaitu melalui makanan dan minuman, maka dapat menimbulkan diare.

  4) Faktor gizi Status gizi pada anak sangat berpengaruh terhadap kejadian penyakit diare. Pada anak yang menderita kurang gizi dan gizi burukakan mempengaruhi sistem imun anak terhadap berbagai penyakit salah satunya diare dikarenakan usus tidak dapat menyerap dengan maksimal sehingga asupan makan yang kurang mengakibatkan episode diare akutnya menjadi lebih berat dan mengakibatkan diare lebih lama dan sering. Risiko meninggal akibat diare persisten dan atau disentri sangat meningkat bila anak sudah kurang gizi. Beratnya penyakit, lamanya dan risiko kematian karena diare meningkat pada anak-anak dengan kurang gizi.

  5) Faktor sosial ekonomi Keadaan sosial ekonomi mempunyai pengaruh langsung terhadappenyebab diare. Kebanyakan anak yang mudah manderita diare berasal dari keluarga besar dengan daya beli rendah, kondisi rumah buruk, dan tidak mempunyai penyediaan air bersih yang

  6) Faktor makanan/minuman yang dikonsumsi Kontak antara sumber penyebab diare dapat terjadi melalui air, terutama air minum yang tidak dimasak, sewaktu mandi, dan berkumur. Kontak kuman pada kotoran dapat langsung ditularkan pada orang lain apabila melekat pada tangan kemudian dimasukkan ke mulut misalnya untuk memengang makanan. Kontaminasi alat-alat makan dan dapur juga merupakan sumber penularan diare.

  7) Faktor terhadap laktosa (susu sapi) Tidak memberikan ASI secara penuh 0-6 bulan pertama kehidupan dapat menyebabkan diare. ASI mengandung antibodi yang dapat melindungi bayi dari berbagai kuman penyebab diare, seperti

  Shigella sp dan V.Cholerae. Bayi yang tidak diberi ASI, risiko

  menderita diare lebih besar dan kemungkinan menderita dehidrasi berat lebih besar dari pada bayi yang diberi ASI penuh. Penggunaan botol susu memudahkan pencemaran oleh kuman sehingga menyebabkan diare.

  Gejala diare ialah tinja yang encer dengan frekuensi tiga kali atau lebih dalam sehari, yang kadang disertai muntah, badan lesu atau lemah, panas, tidak nafsu makan dan terdapat darah dan lendir dalam kotoran. Menurut Wijoyo (2013), gejala diare umumnya terjadi pada anak-anak ialah sebagai berikut: a. Bayi atau anak menjadi lebih cengeng dan gelisah, suhu badannya meninggi b. Tinja encer, berlendir, atau berdarah

  c. Warna tinja kehijauan akibat bercampur dengan cairan empedu

  d. Anus dan sekitarnya lecet

  e. Gangguan gizi akibat intake asupan makan yang kurang

  f. Muntah , baik sebelum maupun sesudah diare

  g. Dehidrasi yang ditandai dengan berkurangnya berat badan, ubun-ubun besar cekung, tonus dan turgor kulit berkurang, dan selaput lendir, mulut, dan bibir kering

  h. Nafsu makan berkurang

  4. Klasifikasi Diare Diare dapat dikelompokkan menjadi:

  a. Diare akut, yaitu diare yang terjadi mendadak dan berlangsung paling lama 3-5 hari.Diare berkepanjangan bila diare berlangsung lebih dari 7 hari. bukan suatu kesatuan penyakit, melainkan suatu sindrom yang penyebab dan patogenesisnya multikompleks. Mengingat banyaknya kemungkinan penyakit yang dapat mengakibatkan diare kronik dan banyaknya pemeriksaan yang harus dikerjakan maka dibuat tinjauan pustaka ini untuk dapat melakukan pemeriksaan lebih terarah (Nursalam, 2008).

  Sedangkan menurut Wong (2008), diare dapat diklasifikasikan, sebagai berikut: a. Diare akut Merupakan penyebab utama keadaan sakit pada balita. Diare akut didefenisikan sebagai peningkatan atau perubahan frekuensi defekasi yang sering disebabkan oleh agens infeksius dalam traktus Gastroenteritis Infeksiosa (GI). Keadaan ini dapat menyertai infeksi saluran napas atau (ISPA) atau infeksi saluran kemih (ISK). Diare akut biasanya sembuh sendiri (lamanya sakit kurang dari 14 hari) dan akan mereda tanpa terapi yang spesifik jika dehidrasi tidak terjadi.

  b. Diare kronis Didefenisikan sebagai keadaan meningkatnya frekuensi defekasi dan kandungan air dalam feses dengan lamanya (durasi) sakit lebih dari 14 hari. Kerap kali diare kronis terjadi karena keadaan kronis seperti sindrom malabsorpsi, penyakit inflamasi usus, defisiensi kekebalan, alergi makanan, intoleransi latosa atau diare nonspesifik yang kronis, atau sebagai akibat dari penatalaksanaan diare akut yang tidak memadai. sindrom pada bayi dalam usia minggu pertama dan lebih lama dari 2 minggu tanpa ditemukannya mikroorganisme patogen sebagai penyebabnya dan bersifat resisten atau membandel terhadap terapi. Penyebabnya yang paling sering adalah diare infeksius akut yang tidak ditangani secara memadai. d. Diare kronis nonspesifik Diare ini juga dikenal dengan istilah kolon iritabel pada anak atau diare todler, merupakan penyebab diare kronis yang sering dijumpai pada anak-anak yang berusia 6 hingga 54 minggu. Feses pada anak lembek dan sering disertai dengan partikel makanan yang tidak tercerna, dan lamanya diare lebih dari 2 minggu. Anakanak yang menderita diare kronis nonspesifik ini akan tumbuh secara normal dan tidak terdapat gejala malnutrisi, tidak ada darah dalam fesesnya serta tidak tampak infeksi enterik.

  5. Penanganan Diare Rehidrasi adalah usaha untuk mengembalikan cairan tubuh yang hilang selama diare. Caranya adalah dengan memberikan cairan pengganti yang sesuai dengan cairan yang keluar sejak awal terjadinya diare. Rehidrasi dirumah dapat dilakukan oleh ibu/keluarga dengan oralit (Sitorus, 2008).

  Klasifikasi tingkat penanganan diare sebagai berikut :

  a. Diare dehidrasi ringan / sedang oral seperti air kelapa, air tajin, air teh encer, sup wortel, air perasan buah dan larutan oralit. Pemakaian cairan ini lebih dititik beratkan pada pencegahan timbulnya dehidrasi.

  Bila mampu melakukan rehidrasi dini, dan berhasil mencegah dehidrasi serta dapat mempertahankan kondisi itu, maka kematian akibat diare dapat dihindari. Dengan perawatan yang seksama dirumah, penderita tidak perlu dirawat dirumah sakit b. Diare dehidrasi berat

  Bila terjadi dehidrasi berat, tidak ada pilihan lain kecuali mengirim anak kerumah sakit / puskesmas untuk dirawat. Penderita harus segera diberikan cairan intravena dengan ringer laktat sebelum dilanjutkan terapioral. Untuk mengetahui kebutuhan sesuai dengan yang diperhitungkan, jumlah cairan yang masuk tubuh dapat dihitung dengan cara : 1) Jumlah tetesan per menit dikalikan 60, dibagi 15/20 (sesuai set infus yang dipakai ) Contoh : tetesan per menit 12 tetes: banyaknya cairan yang habis (masuk kedalam tubuh) dalam 1 jam ialah 12 x 60 /15 = 48 cc (bila pada set infus yang setiap cc nya berisi 15 tetes). Jika control cairan dilakukan setiap 2 jam berarti 48 x 2 = 96 cc. Berikan

  2) Perhatikan tanda vital: denyut nadi, pernafasan, suhu dan tekanan darah.

  3) Perhatikan frekuensi buang air besar anak masih sering, encer atau sudah berubah konsistensinya.

  4) Berikan minum teh/oralit 1-2 sendok setiap jam untuk mencegah bibir dan selaput lendir kering.

  5) Jika rehidrasi telah terjadi, infus dihentikan, pasien diberi makanmakanan lunak.

C. Pemberian Oralit (Rehidrasi Oral)

  1. Pengertian Rehidrasi Oral Garam Rehidrasi Oral (ORS) adalah minuman khusus yang terdiri dari kombinasi garam kering. Ketika dicampur dengan air matang dengan benar, maka minuman oralit dapat membantu rehydrate tubuh ketika kehilangan banyak cairan karena diare (Zareen,2015).

  Cairan Rehidrasi Oral (oralit) adalah campuran yang tepat dari air,garam dan gula. Penanganan awal sangat penting pada anak dengan diare adalah mencegah dan mengatasi keadaan dehidrasi. Pemberian cairan pengganti (cairan rehidrasi) baik yang diberikan secara oral (diminumkan) maupun parenteral (melalui infus) telah berhasil menurunkan angka kematian akibat dehidrasi pada ribuan anak yang menderita diare.

  (NaCl), kalium klorida (KCl), dan trisodium hidrat, serta glukosa anhidrat.

  1. Manfaat oralit

  Oralit diberikan untuk mengganti cairan dan elektrolit dalam tubuh yang terbuang saat diare. Walaupun air sangat penting untuk mencegah dehidrasi, air minum tidak mengandung garam elektrolit yang di perlukan untuk mempertahankan keseimbangan elektrolit dalam tubuh sehingga lebih diutamakan oralit. Campuran glukosa dan garam yang terkandung dalam oralit dapat diserap dengan baik oleh usus penderita diare.

  2. Kapan oralit perlu dierikan Segera bila anak diare sampai diare berhenti.

  3. Bagaimana cara pemberian oralit Satu bungkus oralit dimasukan kedalam satu gelas air matang (200cc).

  a. Anak kurang dari 1 tahun diberika 50-100 cc cairan oralit setiap kali buang air besar.

  b. Anak lebih dari 1 tahun dierikan 100-200 cc cairan oralit setiap kali buang air besar.