1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Ayu Rahmawati Utami BAB I

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu aspek perkembangan pada anak yang seyogyanya

  dikembangkan sebagai bekal kehidupan untuk masa sekarang dan masa depan salah satunya adalah aspek perkembangan sosial, karena manusia merupakan makhluk sosial yang tidak bisa hidup tanpa adanya interaksi dengan manusia lain. Pendapat ini selaras dengan pernyataan Plato (Nugraha, 2004) bahwa secara potensial manusia dilahirkan sebagai makhluk sosial.

  Perkembangan sosial bagi anak sangat diperlukan, dimana perkembangan sosial adalah suatu proses perubahan yang berlangsung secara terus menerus menuju pendewasaan. Anak merupakan manusia yang tumbuh dan berkembang yang akan hidup ditengah-tengah masyarakat. Keterampilan sosial diperlukan agar anak dapat diterima oleh lingkungan sosialnya, karena anak yang mampu diterima oleh lingkungan sosial biasanya akan merasa nyaman, aman dan tenang baik bagi dirinya sendiri maupun bagi orang lain. Selain itu keterampilan sosial dapat memberikan efek bagi perkembangan lainnya seperti moral, emosi, dan kepercayaan dirinya menurut Kurniati (dalam Brianti, 2010).

  Salah satu keterampilan yang penting untuk dikuasai pada masa kanak-kanak awal (prasekolah) adalah keterampilan sosial. Keterampilan

  1

  1 sosial sangat penting untuk dilatihkan sebagai bekal bagi anak-anak untuk dapat melakukan penyesuaian sosial dengan baik. Anak-anak yang memiliki keterampilan sosial yang baik ia akan lebih percaya diri, lebih berani mengekspresikan diri, lebih mudah mendapat penerimaan teman sebaya. Rendahnya keterampilan sosial pada anak-anak usia dini mempengaruhi perilaku bermasalah di usia dewasanya kelak.

  Keterampilan sosial perlu dikuasai anak karena akan membekali anak untuk memasuki kehidupan yang lebih luas baik di lingkungan rumah maupun di lingkungan sekolah (Moeslichatoen, 2004).

  Berdasarkan laporan Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2010) cakupan pelayanan kesehatan anak dalam deteksi tumbuh kembang anak adalah 78,11 % , untuk Provinsi Jawa Tengah 89,33%. Dengan jumlah anak yang mengalami gangguan tumbuh kembang di Indonesia 45,7% untuk provinsi Jawa Tengah 32,6 %, sedangkan menurut DepKes RI dalam buku pedoman stimulasi, deteksi dan intervensi tumbuh kembang anak menyatakan bahwa perkembangan sosial anak adalah proses perubahan yang berlangsung secara terus menerus menuju kedewasaan yang memerlukan adanya komunikasi dengan masyarakat, lebih dari 25 % anak mengalami keterlambatan kurangnya kemandirian anak (tidak dapat berpakaian sendiri) tidak bisa berkomunikasi dengan lancar.

  Hurlock dalam (Trisnawati, 2013) menyatakan bahwa yang harus dimiliki seorang anak ketika akan memasuki usia prasekolah tidak saja meliputi kecerdasan dan keterampilan motoriknya tetapi juga sangat dibutuhkan kemampuan sosialisasinya dalam berperilaku dengan teman sebaya di lingkungan sekolah. Pada anak usia prasekolah aspek perkembangan sosial anak berkembang lebih cepat dan mudah diamati karena pada tahap ini anak mulai belajar berinteraksi dengan orang lain dan lingkungan. Aspek perkembangan sosial tersebut terdiri dari 8 kategori yaitu self-help general (SHG), self-help eating (SHE), self-help

  

dressing (SHD), self-help direction (SD), occupation (O), communication

(C), locomotion (L), dan socialization (S) (Soetjiningsih, 2002).

  Saat ini berbagai tawaran mengenai pendidikan berkualitas sangat banyak dijumpai dimasyarakat. Berbagai identitas tambahan dicantumkan untuk menunjukkan kualitas pendidikan tersebut. Kompleks alternatif jenis pendidikan saat ini menunjukkan target yang berbeda sesuai dengan tujuan yang dirancang dan dijalankan bagi peserta didik. Di sisi lain, fenomena ini menuntut orang tua untuk memilih sekolah yang sesuai bagi putra dan putrinya. Diantara berbagai alternatif sistem pendidikan, full day school dan reguler memiliki konsep yang berbeda dalam sistem pembelajarannya.

  Menurut Nawawi (dalam Brianti, 2010), pendidikan reguler adalah usaha pendidikan yang diselenggarakan secara sengaja, berencana, terarah dan sistematis. Sekolah reguler untuk TK dimulai pukul 07.30 dan berakhir pukul 10.00. Sekolah reguler atau half day school menawarkan kelebihan yaitu tidak adanya metode pembelajaran yang beragam yang membuat anak merasa ringan dalam memperoleh pelajaran, sehingga tidak merasa bosan atau lelah ketika pulang sekolah. Selain itu sekolah reguler juga mempunyai kelemahan yaitu waktu efektif yang hanya selama 3 jam tidak ada aktivitas diluar jam belajar dan bermain, dan menyebabkan kurangnya waktu bermain dengan teman sebaya di sekolah dan komunikasi terbuka dengan guru (Herdiana, 2007).

  Pendidikan terpadu biasanya menggunakan jenis pendidikan full yang merupakan konsep belajar sehari penuh yaitu anak didik

  day school

  berada di lingkungan sekolah dari pagi pukul 07.30 sampai sore hari pukul

  14.30. Dipihak lain, sekolah full day banyak bermunculan dikarenakan;pertama, kurang baiknya lingkungan masyarakat. Hal ini menuntut orang tua harus selalu mengawasi anak-anaknya dikhawatirkan anak akan ikut pergaulan atau lingkungan sosial yang kurang baik. Kedua, kurang adanya waktu yang disediakan orang tua untuk menemani anaknya karena tuntutan pekerjaan yang menyibukkan orang tua. Ketiga, kecenderungan anak apabila di rumah, hanya bermain dan malas belajar (Arsyadana, 2010).

  Sekolah merupakan salah satu tempat untuk beradaptasi selain keluarga dan lingkungan sekitar. Waktu bagi anak bersekolah TK reguler beradaptasi lebih sedikit, tetapi berkumpul dengan keluarga lebih banyak dibanding anak-anak bersekolah di full day school. Tetapi pada dasarnya tidak ada lembaga yang mampu membentuk perkembangan anak dengan baik selain sekolah. Terkait dengan kompleksnya jenis pendidikan di Indonesia, Schneiders (1991) mengungkapkan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi perkembangan sosial adalah faktor lingkungan sekolah. Sistem full day school atau reguler dimungkinkan memiliki pengaruh yang berbeda dalam perkembangan sosial anak.

  Seorang anak akan memulai kehidupan sosial yang sesungguhnya di sekolah yang pertama ia masuki. Periode ini dimulai saat anak berusia 3-6 tahun. Secara teoritis, usia tersebut merupakan masa kritis dibandingkan masa-masa perkembangan lainnya. Anak dituntut untuk mampu menyesuaikan diri dengan orang dari berbagai tatanan (Patmonodewo, 2003).

  Pada penelitian sebelumnya Angreini (2012), membuktikan ada perbedaan kompetensi sosial anak dengan tipe pendidikan prasekolah paruh waktu dan penuh waktu. Kompetensi sosial anak anak dengan tipe pendidikan prasekolah penuh waktu lebih tinggi daripada kompetensi sosial anak dengan tipe pendidikan prasekolah paruh waktu.

  Penelitian Brianti (2010), hasil kategorisasi peneliti menunjukkan bahwa secara umum subjek pada sistem pembelajaran taman kanak-kanak

  

full days dan reguler memiliki tingkat penyesuaian sosial yang tinggi, tapi

mean 1,30 yang menunjukkan adanya perbedaan penyesuaian sosial pada

  anak yang menjalani sistem sistem pembelajaran full days dan reguler, walaupun perbedaan sistem pembelajaran itu kurang dapat digunakan sebagai prediktor penyesuaian sosial. Tidak terdapat perbedaan penyesuain sosial pada anak yang menjalani sistem pembelajaran taman kanak full

  days dan reguler.

  Survei pendahuluan yang dilakukan oleh penelitian di dua lembaga pendidikan Taman Kanak-kanak (TK) di Kecamatan Sokaraja terhadap anak yang mengikuti tipe pendidikan prasekolah half day dan full day. Pengambilan data dilakukan dengan cara observasi dan wawancara terhadap 16 responden diperoleh data bahwa ada 6 responden yang diajak bercakap-cakap dengan peneliti malu untuk mengawali pembicaraan, 3 responden yang malu saat ditunjuk gurunya untuk berbicara di depan kelas, 4 responden yang berani dan tidak malu saat berbicara didepan kelas dan 3 responden bias mengawali pembicara dengan peneliti. Sesuai dengan wawancara lansung yang dilakukan oleh peneliti dengan pimpinan TK half day dan TK full day didapatkan informasi bahwa belum pernah dilakukan penelitian yang sama sebelumnya. Oleh karena itu peneliti melakukan penelitian di kedua TK tersebut.

B. Rumusan Masalah

  Saat ini berbagai tawaran mengenai pendidikan berkualitas sangat banyak dijumpai dimasyarakat. Diantara berbagai alternatif sistem pendidikan, full day school dan half day school memiliki konsep yang berbeda dalam waktu dan sistem pembelajaran. Terkait dengan kompleksnya jenis pendidikan di Indonesia salah satu faktor yang mempengaruhi perkembangan sosial adalah faktor lingkungan sekolah, sistem full day school atau half day school dimungkinkan memiliki pengaruh yang berbeda dalam perkembangan sosial anak. Berdasarkan uraian diatas, muncul pertanyaan peneliti sebagai berikut :

  “apakah ada perbedaan perkembangan sosial anak prasekolah yang mengikuti half day di TK Pertiwi dan full day school di TK Annida Kecamatan

  school

  Sokaraja? ”.

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

  Penelitian ini mempunyai tujuan umum yaitu teridentifikasi perbedaan tingkat perkembangan sosial anak prasekolah yang mengikuti half day di TK Pertiwi dan full day TK Annida Kecamatan Sokaraja.

2. Tujuan Khusus a. Diketahui karakteristik anak berdasarkan usia dan jenis kelamin.

  b. Diketahui deskripsi perkembangan sosial anak prasekolah yang mengikuti half day school di TK Pertiwi dan full day school di TK Annida Kecamatan Sokaraja.

  c. Diketahui perbedaan perkembangan sosial anak prasekolah yang mengikuti half day school di TK Pertiwi dan full day school di TK Annida Kecamatan Sokaraja.

D. Manfaat Penelitian

  1. Bagi Institusi Keperawatan Hasil penelitian diharapkan memberikan tambahan kajian dalam bidang keperawatan terutama bahan informasi mengenai perkembangan sosial anak prasekolah yang mengikuti TK half day dan TK full day.

  2. Bagi Orang tua Hasil peneliti ini dapat digunakan sebagai informasi untuk mempertimbangkan pendidikan bagi anak sesuai kebutuhan orang tua dan anak.

  3. Bagi Peneliti Hasil peneliti bagi peneliti sendiri sebagai pengalaman dan pengetahuan baru dalam menemukan perbedaan perkembangan sosial anak prasekolah yang mengikuti TK half day dan TK full day.

  4. Bagi lembaga pendidikan Hasil penelitian dapat digunakan sebagai bahan informasi bagi dua lembaga pendidikan mengenai perkembangan anak prasekolah khususnya pada anak di Taman Kanak-kanak (TK) dari segi perkembangan sosial sehingga dapat dijadikan evaluasi untuk kesehatan terutama pada bidang perkembangan anak di masa mendatang dan terus memperbaiki kelebihan dan kekurangan pembelajaran yang selama ini diterapkan.

E. Penelitian Terkait

  Pada penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh Sambuari (2013), dalam penel itiannya yang berjudul “Hubungan Status Gizi dengan Perkembangan Sosial Anak Usia 5 Tahun di TK Tunas Bhakti Manado ”. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional dengan metode penelitian menggunakan survei analitik. Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik total sampling. Hasil penelitian menggunakan analisis uji statistik Chi Square dengan batas kemaknaan α

  = 0,05. Hasil uji statistik didapatkan nilai p = 0,044<α = 0,05 yang berarti Ho ditolak yaitu ada hubungan status gizi dengan perkembangan sosial anak usia 5 tahun di TK Tunas Bhakti Manado.

  Penelitian yang dilakukan Brianti (2010), dalam penelitiannya yang berjudul “ Perbedaan penyesuaian sosial pada anak yang menjalani sistem pembelajaran Taman Kanak-Kanak full day dan r eguler”. Penelitian ini menggunakan pendekatan cross sectional dengan teknik analisis

  

independent sample t-test , hasil penelitian menunjukkan bahwa secara

  umum subjek pada sistem pembelajaran Taman Kanak-kanak full day dan reguler memiliki tingkat penyesuaian sosial yang lebih tinggi, namun ada perbedaan mean 1,30 yang menunjukkan adanya perbedaan sistem itu kurang dapat digunakan sebagai prediktor penyesuaian sosial. Secara statistik hal itu tidak bermakna karena uji independent sample t-test menghasilkan t hitung = 0,934 dan t tabel = 1,980, dengan probalitas p- value 0,352> . Hal ini berarti hipotesa ditolak. Dengan hasil tidak

  α = 0,05

  ada perbedaan penyesuaian sosial pada anak yang menjalani sistem pembelajaran taman kanak-kanak full day dan reguler.

  Penelitian Angreini (2012), berjudul “Perbedaan kompetensi sosial anak berdasarkan tipe pendidikan prasekolah” dengan rancangan analisa data yang digunakan adalah ANCOVA membuktikan ada perbedaan kompetensi sosial anak dengan tipe pendidikan prasekolah paruh waktu dan penuh waktu. Hal ini ditunjukkan oleh besarnya nilai F= 21,612 dengan p = 0,000 (p<0,01) besarnya pengaruh pendidikan prasekolah terhadap kompetensi sosial anak sebesar 9,5 % dengan demikian kompetensi sosial anak anak dengan tipe pendidikan prasekolah penuh waktu lebih tinggi daripada kompetensi sosial anak dengan tipe pendidikan prasekolah paruh waktu dan tidak ada korelasi antara kompetensi sosial anak yang berusia lima tahun sampai dengan enam tahun.

  Perbedaan dengan penelitian diatas yaitu metode penelitian, pengambilan sampel dan variabel penelitiannya yaitu,” Perbedaan perkembangan sosial anak prasekolah yang mengikuti TK half day dan TK

  full day di Kecamatan Sokaraja ”.

  Persamaan dengan penelitian diatas terletak pada jenis penelitian yaitu menggunakan rancangan cross sectional, meneliti usia prasekolah.