PENGARUH KREATIVITAS BELAJAR DAN KEJUJURAN SISWA DALAM MENGERJAKAN TUGAS MATERI PECAHAN TERHADAP PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA KELAS VA SD NEGERI PURWOSARI - repository perpustakaan

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori 1. Pengertian Pendidikan Karakter Naim

  (2013:60) menyatakan bahwa “manusia berkarakter adalah manusia yang dalam perilaku dan segala hal yang berkaitan dengan aktivitas hidupnya sarat dengan nilai- nilai kebaikan.” Menurut Naim (2013:55) Dari kata karakter kemudian berkembang menjadi karakteristik. Karakteristik adalah realisasi perkembangan positif sebagai individu (intelektual, sosial, emosional, dan etika). Individu yang berkarakter baik seseorang yang berusaha melakukan hal terbaik. Prof.

  Suyanto (dalam Muslich, 2011:70) menyatakan bahwa „karakter adalah cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas dari diri individu untuk hidup dan bekerjasama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan negara.‟

  Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa karakter sangat erat kaitannya dengan sikap moral dan pribadi manusia. Karakter dapat disamakan serta dianggap sebagai ciri perilaku individu manusia yang bersifat positif. Jadi orang yang berkarakter yaitu orang yang mempunyai ciri khas kepribadian atau perilaku bermoral yang positif dalam lingkup kehidupan.

  Pembangunan karakter yang dikembangkan secara tepat dapat membantu memajukan bangsa yang tertinggal, namun dalam

  8 pelaksanaannya terdapat banyak kendala yang dihadapi, misalnya di negara Indonesia. Menurut Raka, „krisis karakter bangsa kita disebabkan oleh hal-hal berikut : a. Terlampau terlena oleh Sumber Daya Alam yang melimpah.

  b. Pembangunan ekonomi yang terlalu bertumpu pada modal fisik.

  c. Surutnya idealisme, berkembangnya pragmatisme

  ‘overdoses.’

  d. Kurang berhasil belajar dari pengala man bangsa sendiri.‟ (Muslich, 2011:72).

  Karakter itulah yang membuat negara Indonesia belum mampu mewujudkan sumber daya yang baik terutama dibidang Sumber Daya Manusianya. Karakter dalam aspek pendidikan lah yang perlu dibangun agar karakter dan moral bangsa penerus dapat menjadi lebih baik.

  “Pendidikan karakter adalah proses internalisasi budaya ke dalam diri seseorang dan masyarakat sehingga membuat orang dan masyarakat s ehingga membuat orang dan masyarakat jadi beradab.” (Muslich, 2011:75). Definisi lain dikemukakan oleh Frakry Gaffar (2010:1) (dalam Kesuma, dkk., 2012:5): „Sebuah proses transformasi nilai-nilai kehidupan untuk ditumbuhkembangkan dalam kepribadian seseorang sehingga menjadi satu dalam perilaku kehidupan orang itu.‟

  “Pendidikan karakter dalam setting sekolah sebagai Pembelajaran yang mengarah pada penguatan dan pengembangan perilaku anak secara utuh yang didasarkan pada suatu nilai tertentu yang dirujuk oleh sekolah. Definisi tersebut mengandung makna:

  a. Pendidikan karakter merupakan pendidikan yang terintegrasi dengan pembelajaran yang terjadi pada semua mata pelajaran; b. Diarahkan pada penguatan dalam pengembangan perilaku anak secara utuh. Asumsinya anak merupakan organisme manusia yang memiliki potensi untuk dikuatkan dan dikembangkan.

  c. Penguatan dan pengembangan perilaku didasari oleh nilai yang dirujuk s ekolah (lembaga).” (Kesuma, dkk., 2012:5-6).

  Berdasarkan definisi para ahli dapat disimpulkan bahwa pendidikan karakter yaitu proses pengembangan dan penguatan budaya dalam aspek sikap atau perilaku pada diri seseorang untuk mendapatkan kepribadian yang baik dan utuh. Pendidikan karakter telah ada sejak dulu, namun untuk diterapkan pada proses pembelajaran di sekolah di Indonesia masih untuk mewujudkan fungsi dan tujuan pendidikan nasional sebagaimana tertuang dalam UUSPN No. 20 tahun 2003 Bab 2 Pasal 3:

  Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mendiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab. Fungsi dan tujuan pendidikan nasional tersebut dapat terwujud jika pengembangan karakter yang dilakukan dalam sekolah dilaksanakan secara maksimal oleh setiap pendidik didalam instansi yang terkait. Beberapa karakter yang diharapkan mengembangkan pendidikan nasional yaitu kreativitas dan kejujuran.

2. Kreativitas a. Pengertian Kreativitas

  Wahyudin (2007:3) mengartikan kreativitas merupakan kemampuan menghasilkan sesuatu yang baru dan orisinil yang berwujud ide-ide dan alat-alat, serta lebih spesifik lagi, keahlian menemukan sesuatu yang baru (inventiveness). Menurut Satiadarma dan W. Fidelis (2003:107) arti kreativitas yang popular mendefinisikan kreatif dalam empat dimensi yang dikenal

  Four P’s of Creativity, yakni dimensi Person, Process, Press dan Product.

  Kreativitas pada dasarnya merupakan kemampuan seseorang untuk melahirkan sesuatu yang baru, baik berupa gagasan maupun karya nyata, baik dalam bentuk ciri-ciri berpikir afektif, baik dalam karya baru maupun kombinasi dengan hal-hal yang ada. (Satiadarma dan W. Fidelis, 2003:109).

  Berbagai definisi mengenai kreativitas, yang paling menonjol adalah orisinalitas. Menurut Pamilu (2007:9) orisinalitas artinya bahwa suatu produk, proses atau orang mampu menciptakan sesuatu hal yang belum diciptakan oleh orang lain. Pamilu (2007:9) menambahkan, setiap orang dituntut untuk kreatif, dan kreativitas ini sebenarnya ada pada setiap orang, namun dalam kadar dan bentuk yang berbeda-beda. Sifat kreatif sangat dibutuhkan oleh semua orang, tanpa adanya kreativitas maka tidak akan ada kemajuan. Menurut Munandar (2009:19) kreativitas adalah suatu gaya hidup, suatu cara dalam mempersepsi dunia.

  Supriadi (2001:6) (dalam Narwanti, 2011:4) menyatakan ada banyak pemahaman tentang definisi kreativitas, namun tidak ada satupun definisi yang dianggap dapat mewakili pemahaman tersebut. Hal ini disebabkan karena dua alasan, yaitu:

  1) Kreativitas merupakan ranah psikologis yang kompleks dan multidimensional, yang mengandung berbagai tafsiran yang beragam. 2) Definisi-definisi kreativitas memberikan tekanan yang berbeda-beda, tergantung dasar teori yang menjadi acuan pembuat definisi. Supriadi (2001:6) (dalam Narwanti, 2011:4) menyimpulkan bahwa “kreativitas adalah kemampuan seseorang untuk melahirkan sesuatu yang baru, baik berupa gagasan maupun karya nyata, yang relatif berbeda dengan yang sudah ada sebelumnya.”

  Berdasarkan istilah dari para ahli, kreativitas dapat disimpulkan sebagai suatu dasar pemikiran atau kemampuan berpikir untuk menciptakan hal yang baru dan bersifat orisinil dari hal yang sudah ada dengan tujuan agar lebih mempermudah suatu pekerjaan.

  Orang dapat berpikir kreatif apabila terdapat motivasi yang tinggi untuk menyelesaikan sebuah masalah yang dihadapinya dan penyelesaiannya menuntut pengembangan suatu yang lebih baik atau baru. Peserta didik dapat dikatakan kreatif jika mereka dapat menghasilkan suatu hal yang baru berdasarkan hasil pemikirannya sendiri.

  “Orang kreatif adalah orang yang tidak bisa diam, dalam arti selalu berusaha mencari hal- hal yang telah ada.” (Naim, 2013:152). “Ada 5 (lima) tahapan berpikir kreatif, yaitu :

  1) Orientasi (pandangan) 2) Preparasi (sediaan) 3) Inkubasi (masa tunas) 4) Iluminasi (penerangan)

5) Verifikasi (pemeriksaan kebenaran).” (Wahyudin, 2007:5).

  Amabile (1983) menyampaikan bahwa penentuan kriteria kreativitas menyangkut tiga dimensi yaitu: 1) Dimensi proses, segala produk yang dihasilkan dari proses itu dianggap sebagai produk kreatif.

  2) Dimensi person, sering dikatakan sebagai kepribadian kreatif. 3) Dimensi produk-produk kreatif, menunjuk pada hasil perbuatan, kinerja atau karya seseorang dalam bentuk barang atau gagasan.

  (Narwanti, 2011:7). Dimensi-dimensi yang menyangkut tentang tindakan kreatif di atas telah mewakili segala perbuatan yang bersifat kreatif dan kreativitas. Tindakan kreatif menurut Narwanti (2011:6) yaitu menyingkap, menyeleksi, mengubah susunan, menggabungkan, menyintesiskan fakta-fakta, ide-ide, keahlian dan keterampilan yang sudah ada.

  Menurut Wahyudin (2007:6) membangun kreativitas anak berarti membangun fondasi kreativitas itu sendiri, sehingga kreativitas dalam masa anak-anak sangat penting untuk dibangun sejak dini. Membangun sifat kreativitas peserta didik merupakan suatu tantangan bagi guru dalam proses pembelajaran karena kemauan dan kemampuan peserta didik untuk kreatif susah didapatkan, perlu adanya rangsangan dan dorongan dari guru terhadap peserta didik. Pembelajaran yang aktif dapat merangsang kreativitas peserta didik dalam menciptakan hal baru secara terarah. Sehingga dengan pembelajaran aktif, peserta didik dapat berkreativitas dalam belajar sesuai dengan porsinya.

  Munandar (2009:45) menyatakan bahwa “Setiap orang pada dasarnya memiliki bakat kreatif dan kemampuan untuk mengungkapkan dirinya secara kreatif, meskipun masing-masing dalam bidang dan dalam kadar yang berbeda-beda. Oleh karena itu, sikap kreatif dapat dikembangkan oleh setiap orang yang mau belajar untuk menjadi kreatif dengan bantuan pendidikan yang berorientasi kepada pendidikan karakter.

b. Penilaian Kreativitas dalam Matematika

  Penilaian kreativitas dalam pelajaran Matematika ada penilaian tersendiri karena proses berpikirnya berkaitan dengan otak kanan dan otak kiri. Kreativitas anak dalam Matematika memiliki konsep bahwa anak dinilai kreatif dari seberapa kreatif dia menyelesaikan masalah. Menurut Pehkonen (1997) yang berpendapat bahwa:

  Dalam usaha mendorong kreativitas berpikir dalam Matematika akan digunakan konsep masalah dalam suatu situasi tugas yang meminta peserta didik menghubungkan informasi-informasi yang diketahui dan informasi dalam tugas yang harus dikerjakan tersebut merupakan hal baru bagi peserta didik.

  Tujuan pembelajaran Matematika yang tertuang dalam kurikulum Matematika mengajarkan tentang pemecahan masalah.

  Kategori pemecahan masalah dalam Matematika yaitu: 1) Pemecahan masalah mengembangkan ketrampilan kognitif secara umum.

  2) Pemecahan masalah mendorong kreativitas. 3) Pemecahan masalah merupakan bagian dari proses aplikasi Matematika.

  4) Pemecahan masalah memotivasi peserta didik untuk belajar Matematika.

  (Pehkonen, 1997) Berdasarkan pendapat tersebut jadi pandangan mengenai kreativitas dalam belajar Matematika merupakan suatu kemampuan kreatif yang ditujukan pada peserta didik dengan memberi masalah dan peserta didik diminta untuk menyelesaikan masalah tersebut. Dengan demikian kreativitas atau berpikir kreatif dapat dilihat melalui tugas pengajuan masalah.

  Silver (1997) menyatakan bahwa untuk menilai berpikir kreatif dalam Matematika pada anak-anak dan orang dewasa sering digunakan “The Torance Tests of Creative Thinking (TTCT)”. Tiga komponen kunci yang dinilai dalam kreativitas menggunakan TTCT adalah kefasihan (fluency), fleksibilitas dan kebaharuan (novelty).

  Silver (1997) menambahkan, kefasihan mengacu pada banyaknya ide-ide yang dibuat dalam merespon sebuah perintah.

  Sedangkan Fleksibilitas tampak pada perubahan-perubahan pendekatan ketika merespon perintah. Kebaharuan merupakan keaslian ide yang dibuat dalam merespon perintah.

  Jadi secara garis besar penilaian kreativitas dalam Matematika dapat dilihat dari seseorang memecahkan suatu masalah berdasarkan kefasihan, fleksibilitas dan kebaharuannya. Lebih jelasnya dapat dilihat sesuai kriteria penilaiannya sebagai berikut.

  1) Kefasihan dalam pemecahan masalah mengacu pada bermacam-macam interpretasi, metode penyelesaian atau jawaban masalah, sedang dalam pengajuan masalah mengacu pada banyaknya masalah yang diajukan.

  2) Fleksibilitas dalam pemecahan masalah mengacu pada kemampuan peserta didik memecahkan masalah dalam satu cara, kemudian dengan menggunakan cara lain. Sedang fleksibilitas dalam pengajuan masalah mengacu pada kemampuan peserta didik mengajukan masalah yang cara penyelesaian berbeda-beda.

  3) Kebaruan (novelty) dalam pemecahan masalah mengacu pada kemampuan peserta didik memeriksa beberapa metode penyelesaian atau jawaban , kemudian membuat lainnya yang berbeda. Kebaruan dalam pengajuan masalah mengacu pada kemampuan peserta didik memeriksa beberapa masalah yang diajukan, kemudian mengajukan suatu masalah yang berbeda.

  Berbeda yang dimaksud adalah berbeda dalam konteks atau konsep matematika yang digunakan.

  (Siswono, 2009) Karakteristik pemikiran kreatif menurut Guilford berkaitan erat dengan lima ciri yang menjadi sifat kemampuan berpikir:

  1) Kelancaran (fluency) 2) Keluwesan (flexibility) 3) Keaslian (originality) 4) Penguraian (elaboration) 5) Perumusan kembali (redefinition) (Satiadarma dan W. Fidelis, 2003:108).

  Karakter peserta didik inilah yang dapat menggambarkan watak orang yang kreatif dalam pemecahan masalahnya. Berdasarkan kemampuan peserta didik yang sesuai dengan masalah di atas dan proses pemecahannya maka sudah sesuai dengan ciri yang menjadi sifat kemampuan berpikir kreatif tersebut. Jadi ciri kemampuan berpikir kreatif menurut Guilford menjadi tolak ukur dalam pembuatan indikator kreativitas belajar Matematika.

Tabel 2.1. Kisi-kisi Kreativitas belajar Matematika Aspek Indikator-indikator kreativitas belajar

  No Penilaian Matematika Kelancaran Menyelesaikan masalah dengan cepat dan 1.

  (fluency) tepat waktu.

  Keluwesan Menyelesaikan masalah dengan berbagai 2.

  (flexibility) pendekatan atau pemecahan.

  Keaslian Mampu melahirkan gagasan baru yang 3.

  (originality) asli dari pemikiran sendiri.

  Penguraian Menguraikan masalah secara terperinci 4.

  (elaboration) untuk diselesaikan.

  Perumusan

  Mengkaji persoalan melalui cara yang

  5. Kembali berbeda dengan sebelumnya.

  (redefinition)

  Sumber: Satiadarma dan W. Fidelis (2003:108) 3.

   Pengertian Kejujuran

  Menurut Mustari (2011:15) jujur merujuk pada suatu karakter moral yang mempunyai sifat-sifat positif dan mulia seperti integritas, penuh kebenaran, lurus, tidak bohong, curang ataupun mencuri. Pepatah kuno (dalam Naim, 2013:132) mengatakan, kejujuran adalah mata uang yang laku dimana-mana, bawalah sekeping kejujuran dalam saku Anda, maka itu telah melebihi mahkota raja diraja sekalipun. Makna jujur menurut Kesuma, dkk . (2012:16) merupakan “sebuah karakter yang kami anggap dapat membawa bangsa ini menjadi bangsa yang bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme.” Menurut Naim (2013:135) mengajarkan sifat jujur tidak cukup hanya dengan penjelasan lisan semata, namun dibutuhkan suatu pemahaman, metode yang tepat serta keteladanan.

  Mustari (2011:16) menganggap bahwa jujur bersifat moral, sedangkan dusta dianggap immoral. Jujur sebagai nilai merupakan keputusan seseorang untuk mengungkapkan (dalam bentuk perasaan, kata- kata dan/atau perbuatan) bahwa realitas yang ada tidak dimanipulasi dengan cara berbohong atau menipu orang lain untuk keuntungan dirinya. Menurut Samani dan Hariyanto (2012:51) jujur menyatakan apa adanya, terbuka, konsisten antara apa yang dikatakan dan dilakukan, berani karena benar, dapat dipercaya dan tidak curang. Orang yang memiliki karakter jujur dicirikan oleh perilaku berikut:

  1) Jika bertekad (inisiasi keputusan) untuk melakukan sesuatu, tekadnya adalah kebenaran dan kemaslahatan; 2) Jika berkata tidak berbohong (benar apa adanya); 3) Jika adanya kesamaan antara yang dikatakan hatinya dengan apa yang dilakukannya.

  (Kesuma, dkk., 2012:17) Jadi kejujuran dapat diartikan sebagai sikap baik berupa ucapan yang nyata dan tidak dibuat-buat atau dimanipulasi dari keadaan yang sebenarnya sehingga ucapan tersebut sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya dan apa adanya. Kejujuran berkaitan erat dengan hal positif manusia yang susah dilakukan dengan iklas. Terkadang sifat jujur berat di lakukan apabila seseorang sedang mengalami masalah yang menuntut untuk tidak jujur agar terbebas dari masalah tersebut.

  Sifat jujur di sekolah ditunjukkan oleh setiap peserta didik yang menjadi subjek pada saat pembelajaran di kelas. Guru mempunyai peran penting dalam mengembangkan sifat jujur kepada peserta didik, sehingga pendidikan kejujuran harus diterapkan sejak dini khususnya di sekolah.

  Perbuatan jujur peserta didik pada saat pembelajaran berlangsung dapat ditunjukkan apabila: 1) Menyampaikan sesuatu sesuai dengan keadaan sebenarnya. 2) Bersedia mengakui kesalahan, kekurangan ataupun keterbatasan diri. 3) Tidak suka mencontek. 4) Tidak suka berbohong. 5) Tidak memanipulasi fakta/informasi. 6) Berani mengakui kesalahan.

  (Mustari, 2011:19) Berdasarkan penjabaran di atas dapat diambil kesimpulan bahwa indikator kejujuran yang mencerminkan pembelajaran di sekolah yaitu peserta didik yang mampu membiasakan diri dengan beberapa ciri sifat jujur menurut Mustari. Keenam ciri sifat tersebut yang dijadikan sebagai acuan pembuatan indikator kejujuran siswa dalam mengerjakan tugas.

Tabel 2.2. Kisi-kisi Kejujuran Siswa dalam Mengerjakan Tugas Indikator-indikator Kejujuran Siswa

  No Aspek Penilaian dalam Mengerjakan Tugas a. Mengatakan sesuai dengan kenyataan.

  1. Berkata benar

  b. Melaporkan kecurangan yang terjadi saat pelajaran Matematika.

  a. Meminta bantuan kepada teman jika Mengakui mengalami kesulitan belajar.

  2. kekurangan

  b. Tetap menyimpan semua hasil tugas Matematika yang rendah.

  a. Menyelesaikan masalah (tugas) secara mandiri.

  3. Tidak menyontek

  b. Mengerjakan tugas dengan tuntas tanpa bantuan orang lain.

  a. Selalu berkata jujur kepada orang lain.

  4. Tidak berbohong

  b. Mengakui hasil pekerjaan Matematika sendiri meskipun hasilnya tidak bagus.

  a. Dapat mengembangkan diri sesuai Tidak dengan kemampuan yang dimiliki.

  5. memanipulasi

  b. Menilai tugas sesuai kenyataan saat fakta pencocokan jawaban.

  a. Menyelesaikan masalah dengan sabar. Mengakui 6.

  b. Menerima segala resiko atas perbuatan kesalahan yang dilakukan.

  Sumber: Mustari (2011:19) 4.

   Pengertian Belajar dan Prestasi Belajar

  a. Belajar Pengertian belajar secara umum telah diketahui oleh sebagian orang, namun pengertian belajar yang bersifat objektif perlu dirumuskan secara jelas berdasarkan sumber-sumber. Menurut pengertian secara psikologis (dalam Slameto, 2010:2), „belajar merupakan suatu proses perubahan yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.‟ Slameto (2010:2) mengemukakan bahwa belajar merupakan proses serta usaha manusia untuk memperoleh suatu perubahan perilaku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.

  Abdillah (2002) (dalam Aunurrahman, 2011:35) menyimpulkan bahwa belajar adalah suatu usaha sadar yang dilakukan oleh individu dalam perubahan tingkah laku baik melalui latihan dan pengalaman yang menyangkut aspek kognitif, afektif dan psikomotorik untuk memperoleh tujuan tertentu.

  Berdasarkan pengertian belajar menurut para ahli dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan suatu usaha sadar yang menginginkan perubahan tingkah laku melalui pengalaman serta latihan dalam proses yang positif serta diharapkan dapat mengubah tingkah laku menjadi positif dengan berinteraksi dengan lingkungan.

  b. Prestasi belajar Menurut Arifin (2011:12) kata „prestasi‟ berarti „hasil usaha.‟

  Istilah „prestasi belajar‟ (achievement) berbeda dengan „hasil belajar‟

  

(learning outcome) . Arifin (2011:12) menambahkan prestasi belajar pada umumnya berkenaan dengan aspek pengetahuan sedangkan hasil belajar meliputi aspek pembentukan watak peserta didik.

  Fungsi prestasi belajar yang utama antara lain: 1) Prestasi belajar sebagai indikator kualitas dan kuantitas pengetahuan yang telah dikuasai peserta didik.

  2) Prestasi belajar sebagai lambang pemuasan hasrat ingin tahu.

  Para ahli psikologi biasanya menyebut hal ini sebagai „tendensi keingintahuan (couriosity) dan merupakan kebutuhan umum manusia.‟

  3) Prestasi belajar sebagai bahan informasi dalam inovasi pendidikan asumsinya adalah prestasi belajar dapat dijadikan sebagai pendorong bagi peserta didik dalam meningkatkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Serta berperan sebagai umpan balik

  (feedback) dalam meningkatkan mutu pendidikan.

  4) Prestasi belajar sebagai indikator intern dan ekstern dari suatu institusi pendidikan. Indikator intern dalam arti bahwa prestasi belajar dapat dijadikan indikator tingkat produktivitas suatu institusi pendidikan.

  5) Prestasi belajar dapat dijadikan indikator daya serap (kecerdasan) peserta didik. Dalam proses pembelajaran, peserta didik menjadi fokus utama yang harus diperhatikan, karena peserta didiklah yang diharapkan dapat menyerap seluruh materi pelajaran. (Arifin, 2011:12-13)

  Berdasarkan beberapa pendapat tentang prestasi belajar, maka dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar merupakan hasil yang didapat oleh individu melalui proses ketika individu tersebut telah belajar atau mempelajari suatu hal yang ditekuni dengan baik sehingga pada akhirnya mendapat suatu hasil dari perbuatannya (belajar) yang dapat berupa nilai. Prestasi belajar dapat dihasilkan dengan belajar baik formal maupun nonformal, suatu bentuk perbuatan belajar dapat dilihat dari segi proses.

  Gagne menyebutkan bahwa perbuatan belajar dari segi proses ada delapan tipe yaitu: a. Belajar signal

  b. Belajar mereaksi perangsang melalui penguatan

  c. Belajar membentuk rangkain

  d. Belajar asosiasi verbal

  e. Belajar membedakan hal yang majemuk

  f. Belajar konsep

  g. Belajar kaidah atau belajar prinsip

  h. Belajar memecahkan masalah (Sudjana, 2011:46)

  Perbuatan belajar ini telah tersusun secara berurutan, sehingga mulai dari yang sederhana sampai kepada yang kompleks seluruhnya mempunyai hubungan secara hirarki. Hal ini diharapkan dapat menjadi acuan dalam berbuat ketika dalam proses belajar.

  Belajar merupakan langkah yang baik untuk mewujudkan kesuksesan seseorang, namun banyak hal yang dapat merubah pendapat seperti itu jika orang yang sedang belajar tidak bersungguh-sungguh dan hanya membuang waktunya. Prestasi yang didapat ketika masih duduk di bangku pendidikan adalah kebanggaan tersendiri untuk orang yang mau belajar.

  Prestasi belajar mempunyai indikator yang pada prinsipnya menurut Syah (2006:150) yaitu hasil belajar yang ideal dapat diungkapkan dengan memandang segenap ranah psikologis yang berubah sebagai akibat pengalaman dan proses belajar peserta didik.

  Pada pengungkapan ini wajib diketahui garis-garis besar indikator prestasi belajar yang berkaitan dengan jenis prestasi yang akan diungkapkan atau diukur. (Syah, 2006:150). Selanjutnya Syah (2006:150) menerangkan bahwa untuk lebih memahami pengungkapan prestasi belajar ini, maka yang harus dilakukan adalah menentukan alat evaluasi yang tepat, realibel dan valid.

  Tolak ukur tercapainya tujuan pembelajaran dapat dilihat dari keberhasilan peserta didik dalam menyelesaikan belajarnya dan telah memenuhi setiap indikator yang dijadikan sebagai pedoman keberhasilan peserta didik. Indikator-indikator tersebut nantinya akan disesuaikan dengan KKM mata pelajaran yang di tempuh. Lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 2.3 di bawah ini:

Tabel 2.3. Kisi-kisi Prestasi Belajar Matematika

  Teknik Perilaku Penilaian Banyak Standar Kompetensi Sub Pokok No Indikator Soal yang Aspek dan butir Kompetensi Dasar Materi soal diukur Bentuk soal Instrumen

  5. Menggunakan

  5.1.Mengubah

  5.1.1. Mengubah Pecahan Pecahan

  Pecahan dalam bentuk biasa menjadi pemecahan pecahan persen. masalah kebentuk

  5.1.2. Mengubah pecahan persen dan Biasa menjadi desimal decimal serta sebaliknya.

  Rincian: C

  1 Pengeta- Tertulis

  1

  1

  a. Peserta didik dapat huan menyebutkan bilangan konsep pecahan, persen dan desimal.

  C Pemaha- Tertulis 4 2, 3,

  2

  b. Peserta didik dapat

  8 Pengaruh Kreativitas Belajar..., Wendi Prastomo, FKIP UMP, 2014 mengubah bilangan man 4, 5 pecahan menjadi konsep persen dan sebaliknya.

  c. Peserta didik dapat C2 dan Pemaha- Tertulis

  1

  10 membandingkan C man

  3

  bilangan persen, konsep pecahan dan desimal dan secara benar. penerapan

  d. Peserta didik dapat C

  3 dan Penerapan Tertulis

  4 6, 7, menganalisis soal cerita C

  4 dan 8, 9

  untuk mengubah analisis bentuk bilangan. Sumber: Panduan KTSP (2006)

  Pengaruh Kreativitas Belajar..., Wendi Prastomo, FKIP UMP, 2014 Setelah mengetaui indikator prestasi belajar, maka perlu adanya suatu usaha untuk menetapkan batas minimal keberhasilan peserta didik dalam perkembangan prestasi belajarnya. Syah (2006:152) mengemukakan bahwa keberhasilan peserta didik dalam arti yang luas yaitu keberhasilan yang meliputi ranah cipta, rasa dan karsa peserta didik.

5. Pembelajaran Matematika a. Pengertian Matematika

  Matematika menurut Ruseffendi, (1991) (dalam Heruman, 2012:1), adalah: bahasa simbol; ilmu deduktif yang tidak menerima pembuktian secara induktif; ilmu tentang pola keteraturan, dan struktur yang terorganisasi, mulai dari unsur yang tidak didefinisikan, ke unsur yang didefinisikan, ke aksioma atau postulat, dan akhirnya ke dalil.

  Hakikat Matematika menurut Soejadi (2000) (dalam Heruman, 2012:1) yaitu memiliki tujuan yang abstrak sebagai objeknya, bertumpu pada kesepakatan dan mempunyai pola pikir yang bersifat deduktif.

  Berdasarkan beberapa pengertian para ahli dapat disimpulkan bahwa Matematika adalah ilmu pengetahuan yang konkret dan bersifat deduktif yang didapatkan dengan berpikir secara logika dengan tujuan objek abstrak bertumpu pada kesepakatan dan pola pikir deduktif. Matematika dalam pendidikan merupakan konsep yang dapat berupa abstrak menjadi konkret tergantung dari

  8 ketersediaan alat bantu misalnya, media dan alat peraga untuk memperjelas pemahaman mempelajari konsepnya. Matematika menekankan pada kegiatan yang berupa penalaran kemudian dapat menjadi konkret, namun pengetahuan tentang Matematika harus ditanamkan beriringan dengan mengaitkan media dan alat peraga yang sesuai dengan penalaran konsep.

  Menurut Heruman (2012:2-3), konsep-konsep pada kurikulum matematika SD dapat dibagi menjadi tiga kelompok besar yaitu penanaman konsep dasar (penanaman konsep), pemahaman konsep dan pembinaan keterampilan. Berikut ini adalah pemaparan pembelajaran yang ditekankan pada konsep-konsep matematika.

  1) Penanaman Konsep Dasar (Penanaman Konsep) Penanaman konsep yaitu pembelajaran suatu konsep baru

  Matematika, ketika peserta didik belum pernah mempelajari konsep tersebut. Kita dapat mengetahui konsep ini dari isi kurikulum, yang dicirikan dengan kata “mengenal”. Pembelajaran penanaman konsep dasar merupakan jembatan yang harus dapat menghubungkan kemampuan kognitif peserta didik yang kongkret dengan konsep baru matematika yang abstrak. Dalam kegiatan pembelajaran konsep dasar ini media atau alat peraga diharapkan dapat digunakan untuk membantu kemampuan pola pikir peserta didik.

  2) Pemahaman Konsep Pemahaman konsep yaitu pembelajaran lanjutan dari penanaman konsep, yang bertujuan agar peserta didik lebih memahami suatu konsep matematika. Pemahaman konsep terdiri atats dua pengertian. Pertama, merupakan kelanjutan dari pembelajaran penanaman konsep dalam satu pertemuan. Sedangkan kedua, pembelajaran pemahaman konsep dilakukan pada pertemuan yang berbeda, tetapi masih merupakan lanjutan dari penanaman konsep. Pada pertemuan tersebut, penanaman konsep dianggap sudah disampaikan pada pertemuan sebelumnya, disemester atau kelas sebelumnya. 3) Pembinaan Keterampilan

  Pembinaan keterampilan yaitu pembelajaran lanjutan dari penanaman konsep dan pemahaman konsep. Pembelajaran pembinaan ketrampilan bertujuan agar peserta didik lebih terampil dalam menggunakan berbagai konsep matematika.

  Seperti halnya pada pemahaman konsep, pembinaan ketrampilan juga terdiri atas dua pengertian. Pertama, merupakan lanjutan dari pembelajaran penanaman konsep dan pemahaman konsep dalam satu pertemuan. Sedangkan kedua, pembelajaran pembinaan ketrampilan dilakukan pada pertemuan yang berbeda, tapi masih merupakan lanjutan dari penanaman dan pemahaman konsep. Pada pertemuan tersebut, penanaman dan pemahaman konsep dianggap sudah disampaikan pada pertemuan sebelumnya, di semester atau kelas sebelumnya, (Heruman, 2012:2-3).

b. Pembelajaran Matematika

  Pembelajaran Matematika dilaksanakan dengan perlakuan seperti biasa oleh guru kelas dan sama sekali tidak ada perubahan cara belajar siswa. Hal ini dimaksudkan agar penelitian yang dilakukan mendapatkan data yang orisinil dan dapat dipercaya. Pada pelaksanaan pembelajaran Matematika di kelas VA dilakukan oleh guru kelas menggunakan metode pembelajaran langsung. Pada pelaksanaannya tentu menyesuaikan tujuan dari pelajaran Matematika itu sendiri.

  1) Tujuan Pelajaran Matematika Mata pelajaran Matematika di SD mempunyai tujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut.

  a) Memahami konsep Matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau alogaritma secara luwes, akurat, efisien dan tepat dalam penyelesaian masalah.

  b) Menggunakan penelaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi metematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika. c) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh.

  d) Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol. Tabel, diagram atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.

  e) Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian dan minat dalam mempelajari matematika serta sikap ulet dan percaya diri dalam penyelesaian masalah. (BSNP, 2007:11).

  2) Materi Matematika Pada penelitian ini, materi yang digunakan yaitu Pecahan pada kelas V semester II. Adapun standar kompetensi (SK) dan kompetensi dasar (KD) yang akan dijadikan bahan penelitian yaitu:

Tabel 2.4. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar kelas V Standar Kompetensi Kompetensi Dasar

  5. Menggunakan pecahan

  5.1 Mengubah pecahan ke dalam pemecahan bentuk persen dan masalah desimal serta sebaliknya

  Sumber : Panduan KTSP (2006)

  Berdasarkan tabel tersebut maka dapat diketahui mengenai standar kompetensi dan kompetensi dasar yang akan digunakan untuk penelitian. Standar kompetensi poin 5 yaitu menggunakan pecahan dalam pemecahan masalah. Kemudian kompetensi dasar poin 5.1 yaitu mengubah pecahan ke bentuk persen dan desimal serta sebaliknya dalam bentuk tabel pada materi pecahan. Materi yang akan digunakan untuk penelitian ini yaitu mengenai pecahan pada pembelajaran Matematika kelas V semester II.

B. KERANGKA BERPIKIR

  Menurut Riduwan (2011:8) kerangka berpikir atau kerangka pemikiran adalah dasar pemikiran yang disintesiskan dari fakta-fakta, observasi dan kajian kepustakaan. Sekaran, (1992) (dalam Sugiyono, 2010:91) mengemukakan bahwa, kerangka berpikir merupakan model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah yang penting.

  Berdasarkan pengertian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa kerangka berpikir adalah dasar pemikiran yang dimiliki oleh peneliti dengan diperkuat dengan anggapan bahwa masalah yang akan diteliti merupakan masalah yang penting dan harus diteliti.

  Kerangka berpikir memuat banyak teori, dalil atau konsep yang akan dijadikan sebagai dasar dari penelitian. Uraian dalam kerangka berpikir menjelaskan hubungan dan keterkaitan antar variabel penelitian. (Riduwan,

  2011:8). Kerangka berpikir yang baik menurut Sugiyono (2010:91) dapat menjelaskan pertautan atau hubungan antar variabel yang akan diteliti secara teoritis. Berkaitan dengan kerangka pemikiran yang baik juga dijelaskan Riduwan (

  2011:8) yaitu “apabila mengidentifikasi variabel-variabel penting yang sesuai dengan permasalahan penelitian dan secara logis mampu menjelaskan keterkaitan antar variabel.” Jadi secara umum kerangka pemikiran yang baik adalah yang isinya mampu menjelaskan hubungan antar variabel sesuai dengan permasalahan yang akan diteliti sesuai dengan hipotesis yang diajukan.

  Berdasarkan penjelasan di atas, maka pada penelitian yang akan dilakukan dapat dituliskan bahwa kerangka berpikir yang dihasilkan merupakan hubungan yang terjadi antar variabel yang akan diteliti. Teori yang tepat dalam pelaksanaan penelitian ini yaitu membahas setiap variabel yang akan dijadikan sebagai subjek dalam penelitian untuk menjawab setiap masalah yang akan diteliti secara relevan. Kerangka pemikiran pada penelitian ini yaitu: 1.

   Pengaruh Kreativitas belajar terhadap prestasi belajar Matematika

  Kreativitas merupakan istilah berupa karakter dari seseorang yang mampu menciptakan hal yang dianggap bernilai dalam menyelesaikan tugas. Kreatif merupakan salah satu faktor yang dapat mempengeruhi hasil kerja atau prestasi dalam belajar peserta didik. Kreativitas yang dimaksud yaitu kreativitas peserta didik dalam belajar Matematika. Peserta didik membutuhkan tanggap kreativitas dalam bentuk pengerjaan soal maupun pada proses pembelajaran Matematika.

  Adapun Kreativitas belajar dimaksudkan agar peserta didik mencari dengan cara sendiri pada saat mengerjakan suatu soal atau pada kegiatan belajar Matematikanya khususnya pada materi pecahan. Oleh karena itu, kreativitas peserta didik yang baik akan dapat mengoptimalkan kerja otak secara baik dalam pembelajaran Matematika. Jika peserta didik mempunyai sifat kreatif maka mereka tidak selalu kebingungan dalam mengumpulkan data secara tepat untuk disajikan dalam bentuk angka.

2. Pengaruh kejujuran siswa dalam mengerjakan tugas terhadap prestasi belajar Matematika

  Kejujuran adalah karakter yang mestinya wajib dimiliki oleh setiap orang untuk kebaikan diri sendiri dan orang lain. Sifat jujur merupakan tolak ukur yang dapat diterapkan dalam segala perbuatan manusia agar setiap perbuatan maupun perkataan mudah dipercaya oleh orang lain. Begitu juga dengan kejujuran dalam lingkup pendidikan di sekolah dasar, sifat jujur dapat mempengaruhi peserta didik dalam pembelajaran di sekolah. Pada pembelajaran Matematika materi pecahan, karakter kejujuran seringkali diuji pada saat peserta didik mengerjakan tugas, ulangan maupun tes. Matematika sering dianggap sebagai pelajaran yang sulit sehingga saat peserta didik menghadapi kesulitan tersebut maka segala sesuatu akan dilakukan untuk mencapai keberhasilan mengerjakan soal sehingga kejujuran jarang terlihat saat peserta didik mengerjakan suatu tugas dari guru. Hal ini dikarenakan menyontek dianggap sebagai jalan keluar dalam menyelesaikan masalah oleh kebanyakan peserta didik. Kejujuran dapat mempengaruhi prestasi belajar secara keseluruhan karena dengan terbiasa jujur maka peserta didik akan senantiasa belajar ketika menghadapi ulangan serta tidak kaget ketika mendapat tugas dari guru.

3. Pengaruh Kreativitas belajar dan kejujuran siswa dalam mengerjakan tugas terhadap prestasi belajar Matematika

  Kreativitas dan kejujuran merupakan sifat yang positif dan sangat baik apabila diterapkan dalam lingkup pendidikan. Oleh karena itu kreativitas dan kejujuran yang direalisasikan akan berdampak positif terutama dalam menunjang prestasi belajar. Kreativitas peserta didik dalam belajar Matematika tentu saja dibutuhkan agar peserta didik dapat berpikir secara mandiri dan kreativitas peserta didik yang baik pasti akan mempengaruhi prestasi belajarnya. Hubungan ini pasti akan menjadi kenyataan di dunia pendidikan, karena dengan sikap positif maka hal yang dihasilkan juga positif. Hal ini tidak sertamerta sama dengan kejujuran siswa dalam mengerjakan tugas. Prestasi belajar yang baik belum dapat membuktikan bahwa kejujuran individu baik pula. Oleh karena itu sikap jujur dapat mempengaruhi prestasi belajar matematika namun tingkat pengaruhnya dapat sangat lemah.

Gambar 2.1. Skema hubungan antar variabel C.

  Kejujuran Siswa dalam Mengerjakan Tugas (X2)

  Prestasi Belajar Matematika (Y) Feed Back (Umpan Balik)

  6. Mengakui kesalahan

  5. Tidak memanipulasi fakta

  4. Tidak berbohong

  3. Tidak menyontek

  2. Mengakui kekurangan

  1. Berkata benar

  Aspek Indikator:

  5. Perumusan kembali

  Berdasarkan kajian pustaka dan kerangka berpikir, maka hipotesis yang dapat diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

  4. Elaborasi

  3. Keaslian

  2. Keluwesan

  1. Kelancaran

  Aspek Indikator:

  Kreativitas belajar (X1)

HIPOTESIS PENELITIAN

  3. Terdapat pengaruh yang signifikan antara kreativitas belajar dan kejujuran siswa dalam mengerjakan tugas terhadap prestasi belajar Matematika pada materi pecahan.

  2. Terdapat pengaruh yang signifikan antara kejujuran siswa dalam mengerjakan tugas terhadap presatasi belajar Matematika pada materi pecahan.

  1. Terdapat pengaruh yang signifikan antara kreativitas belajar terhadap prestasi belajar Matematika pada materi pecahan.