BAB II TINJAUAN TEORI A. Konsep Agresivitas Remaja 1. Pengertian Remaja - Jeni Wulandari BAB II

BAB II TINJAUAN TEORI A. Konsep Agresivitas Remaja

1. Pengertian Remaja

  berasal dari kata latin adolensence yang berarti tumbuh atau

  tumbuh menjadi dewasa. Istilah adolensence mempunyai arti yang lebih luas lagi yang mencakup kematangan mental, emosional sosial dan fisik (Hurlock, 2011). Pada masa ini sebenarnya tidak mempunyai tempat yang jelas karena tidak termasuk golongan anak tetapi tidak juga golongan dewasa atau tua.

  Hal senada diungkapkan oleh Santrock (2003) bahwa diartikan sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional.

  yang umum digunakan oleh para ahli adalah antara 12 hingga 21 tahun. Rentang waktu usia remaja ini biasanya dibedakan atas tiga, yaitu 12

  • – 15 tahun (masa remaja awal), 15 – 18 tahun (masa remaja pertengahan), dan 18
  • – 21 tahun ( masa remaja akhir). Tetapi Monks, Knoers, dan Haditono membedakan masa remaja menjadi empat bagian, yaitu masa pra-remaja
  • – 12 tahun, masa remaja awal 12 – 15 tahun, masa remaja pertengahan 15
  • – 18 tahun, dan masa remaja akhir 18 – 21 tahun (Desmita, 2006).

  10 yang dipaparkan oleh Sri Rumini & Siti Sundari (2004) tersebut menggambarkan bahwadalah masa peralihan dari masa anak-anak dengan masa dewasa dengan rentang usia antara 12-22 tahun, dimana pada masa tersebut terjadi proses pematangan baik itu pematangan fisik, maupun

  Menurut WHO mendefinisikan remaja kedalam tiga kriteria, yaitu biologis, psikologis, dan sosial ekonomi, yang berbunyi : remaja adalah suatu masa di mana:

  a. Individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukan tanda-tanda seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan seksual.

  b. Individu mengalami perkembangan psikologi dan pada identifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa.

  c. Terjadi peralihan dari ketergantungan sosial-ekonomi yang penuh kepada keadaan yang relatif lebih mandiri

2. Aspek – aspek Perkembangan pada Remaja

  Perkembangan dapat diartikan sebagai proses yang kekal dan tetap yang menuju kearah suatu organisasi pada tingkat integritasi yang lebih tinggi, berdasarkan pertumbuhan, pematangan dan belajar (Desmita, 2012). Aspek-aspek perkembangan tersebut secara umum akan diuraikan sebagai berikut.

  a. Perubahan fisik

  Perkembangan pada remaja ditandai dengan dua ciri (Desmita, 2012) yaitu ciri seks primer dan ciri seks sekunder. Perubahan ciri-ciri seks primer menunjuk pada organ tubuh yang secara langsung berhubungan dengan proses reproduksi, sedangkan ciri seks sekunder adalah pertumbuhan yang melengkapi kematangan individu sehingga tampak sebagai lelaki atau perempuan..

  b. Perkembangan psikologis Remaja usia 15-19 tahun

  1) Remaja merasa tersinggung bila dirinya dibandingkan dengan hal-hal lain. Emosi disalurkan dengan menggerutu, tidak mau berbicara, atau langsung mengkritik orang yang menyebabkan amarah. Remaja mulai suka bekerja sambilan untuk memperoleh uang. 2) Remaja lebih kritis, namun tidak lagi bereaksi tanpa berpikir. 3) Remaja mulai terbuka pada orang lain mengenai permasalahannya 4) Mencari Identitas diri dengan mengaktualisasikan dirinya dalam kelompok-kelompok yang disukai (geng). Penyesuaian diri dengan standar kelompok adalah jauh lebih penting bagi anak dari pada individualitas (ditunjukan dalam hal berpakaian, berbicara, perilaku anak ingin seperti teman-teman kelompoknya)

  5) Mereka mulai melibatkan diri pada perilaku yang dihubungkan dengan status dewasa yaitu: merokok, minum-minuman keras dan menggunakan narkoba. 6) Hubungan seks sebelum menikah dianggap benar apabila orang- orang yang terlibat saling mencintai dan terikat c. Perkembangan kognitif

  Masa remaja adalah satu periode kehidupan dimana kapasitas untuk memperoleh dan menggunakan pengetahuan secara efisien mencapai puncaknya. Dalam hal ini, karena selama periode remaja ini, proses pertumbuhan otak mencapai kesempurnaan. Sistem saraf yang berfungsi memproses informasi berkembang dengan cepat. Di samping itu, pada masa remaja ini juga terjadi reorganisasi lingkaran saraf

  prontal lobe (belahan otak bagian depan sampai pada belahan atau

  celah sentral). Prontal lobe berfungsi dalam aktivitas kognitif tingkat tinggi, seperti kemampuan merumuskan perencanaan strategis atau kemampuan mengambil keputusan (Desmita, 2012) Ditinjau dari perspektif teori Piaget, maka pemikiran masa remaja telah memasuki tahap pemikiran operasional formal. Remaja sudah dapat berpikir secara abstrak, hipotetis, sistematis dan ilmiah dalam memecahkan masalah daripada berpikir konkret. meliputi aspek agama, keadilan, moralitas, dan identitas. d. Perkembangan sosial Hal-hal yang berkaitan dengan penyesuaian sosial merupakan salah satu tugas perkembangan pada masa remaja. Kuatnya pengaruh teman sebaya merupakan salah satu karakteristik perkembangan sosial di masa remaja. Pengaruh teman sebaya lebih berpengaruh bagi remaja dibandingkan dengan pengaruh keluarga pada sikap, pembicaraan, minat, penampilan, dan perilaku. Pada masa ini berkembang juga sikap konformitas.

  Yusuf (2005) mendefinisikan konformitas sebagai kecenderungan untuk menyerah atau mengikuti opini, pendapat, nilai, kebiasaan, kegemaran, atau keinginan orang lain (teman sebaya). Sikap konformitas ini dapat berdampak baik dan buruk bagi remaja bergantung pada nilai, opini, kebiasaan, kegemaran, atau keinginan yang diikutinya. Perkembangan kognisi sosial merupakan salah satu ciri penting dari karakteristik perkembangan remaja.

  Desmita (2012) mendefinisikan kognisi sosial sebagai kemampuan untuk berpikir secara kritis mengenai isu-isu dalam hubungan interpersonal, yang berkembang sejalan dengan usia dan pengalaman serta berguna untuk memahami orang lain dan menentukan bagaimana melakukan interaksi. Salah satu bagian penting dari perubahan perkembangan aspek kognisi sosial remaja adalah egosentrisme remaja. Egosentrisme yang dimaksud yaitu kecenderungan remaja untuk menerima dunia dari perspektif remaja itu sendiri.

  e. Perkembangan kepribadian Fase remaja merupakan saat yang paling penting bagi perkembangan danintegrasi kepribadian. Faktor-faktor dan pengalaman baru yang tampak terjadinya perubahan-perubahan kepribadian pada masa remaja, meliputi

  1) Perolehan pertumbuhan fisik yang menyerupai masa dewasa 2) Kematangan seksual yang disertai dengan dorongan-dorongan dan emosi baru 3) Kesadaran terhadap diri sendiri, keinginan untuk mengarahkan diri dan mengevaluasi kembali tentang standar (norma), tujuan, dan cita-cita

  4) Kebutuhan akan persahabatan yang bersifat heteroseksual, berteman dengan pria atau wanitam 5) Munculnya konflik sebagai dampak dari masa transisi antara masa anak dan masa dewasa

  Perkembangan identitas diri merupakan aspek penting dalam masa remaja (Yusuf, 2005). Menurut Desmita (2012) dalam konteks psikologi perkembangan, pembentukan identitas merupakan tugas utama dalam perkembangan kepribadian yang diharapkan tercapai pada akhir masa remaja.

3. Pengertian Agresivitas Remaja

  Sarwono (2009) agresivitas adalah suatu perilaku fisik atau lisan yang disengaja dengan maksud untuk menyakiti atau merugikan orang lain.

  Sedangkan menurut Kartono (2011) agresif adalah reaksi primitif dalam bentuk kemarahan hebat dan ledakan emosi tanpa kendali, seragam, kekerasan, tingkah laku kegila

  • – gilaan dan kekejaman, teror terhadap lingkungan dan tindakan agresif lainya. Mendefinisikan agresif sebagi suatu istilah umum yang dikaitkan dengan perasaan marah atau permusuhan.

  Dalam hal ini agresi sebagai suatu motif untuk melakukan respon terhadap perlakuan kasar, penghinaan dan frustasi. Dari ungkapan diatas Hurlock (2011) mengidentifikasi masa ini sebagai masa negatif yakni suatu fase dimana perilaku remaja mendadak sulit diduga dan sering kali agak melawan norma sosial yang berlaku didalam lingkungan masyarakat. Selain itu Monks (2002) mencoba menjelaskan keadaan yang sedang dialami oleh remaja sebagai suatu masa yang unik, keunikan tersebut ditandai dengan adanya kecenderungan menarik diri dari keluarga, tidak dapat diikuti jalan pikiran dan perasaanya, menuju kearah teman

  • – teman sebaya, menentang kewenangan, sangat mendambakan kemandirian dan kebebasan, serta sangat kritis terhadap orang lain.
Pada masa remaja agresivitas sering muncul karena pada diri remaja terjadi perubahan fisik dan hormonal yang menyebabkan suasana hati berubah

  • – ubah, emosi labil dan rendah diri. Dengan adanya hal tersebut pada diri remaja maka remaja tersebut berusaha untuk mencari prngurangan dari perasaan rendah diri tersebut dengan melakukan tindakan agresif.

  Dari pendapat para ahli diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa agresivitas adalah suatu perilaku fisik atau lisan yang bertentangan dengan persahabatan dan hubungan sosial dimana hak serta kehendak orang lain diabaikan atau dibatasi, sehingga suatu motif untuk melakukan respon terhadap perlakuan kasar, penghinaan dan frustasi dengan maksud dan tujuan untuk menyakiti atau merugikan orang lain. Sedangkan pada remaja agresivitas sering muncul karena pada diri remaja itu sendiri terjadi perubahan fisik dan hormonal.

4. Bentuk – bentuk Agresivitas Remaja

  Wungu, (2003) membedakan agresi ke dalam tujuh bentuk perilaku,yaitu : a. Agresi predatori, yaitu agresi yang dibangkitkan oleh kehadiran objek alamiah (mangsa). Biasanya terdapat pada organisme atau spesies hewan yang menjadikan hewan dari spesies lain sebagai mangsanya

  b. Agresi antar jantan, yaitu agresi yang secara tipikal dibangkitkan oleh kehadiran sesama jantan pada suatu spesies. c. Agresi ketakutan, yaitu agresi yang dibangkitkan oleh tertutupnya kesempatan untuk menghindar dari ancaman.

  d. Agresi tersinggung, yaitu agresi yang dibangkitkan oleh perasaan tersinggung atau kemarahan, respon menyerang muncul terhadap stimulus yang luas (tanpa memilih sasaran), baik berupa objek-objek hidup maupun objek-objek mati.

  e. Agresi pertahanan yaitu agresi yang dilakukan oleh organisme dalam rangka mempertahankan melindungi anak-anaknya dari berbagai ancaman.

  f. Agresi materal, yaitu agresi yang spesifik pada spesies atau organisme betina (induk) yang dilakukan dalam upaya melindungi anak-anaknya dari berbagai ancaman.

  g. Agresi instrumental yaitu agresi yang dipelajari, diperkuat (reinforced) dan dilakukan untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu.

  Secara umum Myers (2000) membagi agresi dalam dua jenis, yaitu

  a. Agresi instrumental (Instrumental aggression) Agresi instrumental adalah agresi yang dilakukan oleh organisme atau individu sebagai alat atau cara untuk mencapai tujuan tertentu. b. Agresi benci (Hostile aggression) Agresi benci adalah agresi yang dilakukan semata-mata sebagai pelampiasan keinginan untuk melukai atau menyakiti, atau agresi tanpa tujuan selain untuk menimbulkan efek kerusakan, kesakitan atau kematian pada sasaran atau korban.

5. Aspek – aspek Agresivitas Remaja

  Dalam usahanya mengkonsepsikan berbagai variasi agresi manusia Buss dan Perry (2004) telah mengklasifikasikan agresivitas menjadi empat aspek, yaitu: a. Agresi fisik adalah yang dilakukan untuk melukai orang lain secara fisik. Hal ini termasuk memukul, menendang, menusuk dan membakar.

  b. Agresi verbal adalah agresi yang dilakukan untuk melukai orang lain secara verbal. Bila seseorang membentak, mengumpat, mengejek dan berdebat maka orang itu dapat dikatakan sedang melakukan agresi verbal.

  c. Kemarahan hanya berupa perasaan dan tidak mempunyai tujuan apapun. Contohnya seseorang dapat dikatakan marah apabila dia sedang merasa frustrasi atau tersinggung.

  d. Kebencian adalah sikap yang negatif terhadap orang lain karena penilaian sendiri yang negatif. Contohnya adalah seseorang curiga kepada orang lain karena orang lain tersebut baik.

  Ditambahkan Oleh Schneiders (2012) bahwa aspek-aspek agresivitas meliputi : a Perlawanan disiplin

  Yaitu tindakan individu yang melanggar aturan demi untuk mencapai kesenangan pribadi. b Superioritas

  Yaitu sikap individu yang menganggap dirinya lebih baik dari orang lain. c Egosentrisme

  Yaitu sikap individu yang cenderung mengutamakan kepentingan pribadi tanpa memperhatikan keentingan orang lain,seperti yang ditunjukan dengan kekuasaan dan kepemilikan. d Keinginan untuk menyerang baik terhadap manusia

  Yaitu individu yang mempunyai kecenderungan untuk melampiaskan keinginanya dan perasaanya yang tidak nyaman ataupun tidak puas pada lingkungan sekitarnya dengan melakukan peyerangan terhadap individu ataupun benda lain disekitarnya.

  Dari pendapat Buss, Perry, dan Schneiders mengenai aspek- aspek agresi diatas maka dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek agresi meliputi agresi fisik, agresi verbal, kemarahan, kebencian, perlawanan disiplin, superioritas, egosentris dan keinginan untuk menyerang baik benda maupun manusia.

6. Faktor – faktor yang Mempengaruhi Agresivitas Remaja

  Pada kondisi tertentu dapat bersikap agresif pada suatu objek, Menurut Davidoff (2000) perilaku agresif remaja dipengaruhi oleh beberapa faktor :

a. Faktor Biologis

  Ada beberapa faktor biologis yang mempengaruhi perilaku agresif yaitu: 1) Gen

  Tampaknya berpengaruh pada pembentukan sistem neural otak yang mengatur perilaku agresi. Dari penelitian yang dilakukan terhadap binatang, mulai dari yang sulit sampai yang paling mudah dipancing amarahnya, faktor keturunan tampaknya membuat hewan jantan yang berasal dari berbagai jenis lebih mudah marah dibandingkan betinanya.

  2) Sistem otak Sistem otak yang tidak terlibat dalam agresi ternyata dapat memperkuat atau menghambat sirkuit neural yang mengendalikan agresi. Pada hewan sederhana marah dapat dihambat atau ditingkatkan dengan merangsang sistem limbik (daerah yang menimbulkan kenikmatan pada manusia) sehingga muncul hubungan timbal balik antara kenikmatan dan kekejaman. Prescott (Davidoff, 2002) menyatakan bahwa orang yang berorientasi pada kenikmatan akan sedikit melakukan agresi sedangkan orang yang tidak pernah mengalami kesenangan, kegembiraan atau santai cenderung untuk melakukan kekejaman dan penghancuran (agresi). Prescott yakin bahwa keinginan yang kuat untuk menghancurkan disebabkan oleh ketidakmampuan untuk menikmati sesuatu hal yang disebabkan cedera otak karena kurang rangsangan sewaktu bayi.

  3) Kimia darah Kimia darah (khususnya hormon seks yang sebagian ditentukan faktor keturunan) juga dapat mempengaruhi perilaku agresi. Dalam suatu eksperimen ilmuwan menyuntikan hormon testosteron pada tikus dan beberapa hewan lain (testosteron merupakan hormon androgen utama yang memberikan ciri kelamin jantan) maka tikus-tikus tersebut berkelahi semakin sering dan lebih kuat. Sewaktu testosteron dikurangi hewan tersebut menjadi lembut. Kenyataan menunjukkan bahwa anak banteng jantan yang sudah dikebiri (dipotong alat kelaminnya) akan menjadi jinak. Sedangkan pada wanita yang sedang mengalami masa haid, kadar hormon kewanitaan yaitu estrogen dan progresteron menurun jumlahnya akibatnya banyak wanita melaporkan bahwa perasaan mereka mudah tersinggung, gelisah, tegang dan bermusuhan. Selain itu banyak wanita yang melakukan pelanggaran hukum (melakukan tindakan agresi) pada saat berlangsungnya siklus haid ini.

  b Faktor lingkungan

  Yang mempengaruhi perilaku agresif remaja yaitu: 1) Kemiskinan

  Remaja yang besar dalam lingkungan kemiskinan, maka perilaku agresi mereka secara alami mengalami penguatan. Hal yang sangat menyedihkan adalah dengan berlarut-larut terjadinya krisis ekonomi dan moneter menyebabkan pembengkakan kemskinan yang semakin tidak terkendali. Hal ini berarti potensi meledaknya tingkat agresi semakin besar. Meskipun faktor kemiskinan ini tidak selalu menjadikan seseorang berperilaku agresif, dengan bukti banyak orang di pedesaan yang walau hidup dalam keadaan kemiskinan tapi tidak membuatnnya berperilaku agresif, karena dia telah menerima keadaan dirinya apa adanya.

  2) Anoniomitas Terlalu banyak rangsangan indra dan kognitif membuat dunia menjadi sangat impersonal, artinya antara satu orang dengan orang lain tidak lagi saling mengenal. Lebih jauh lagi, setiap individu cenderung menjadi anonim (tidak mempunyai identiras diri). Jika seseorang merasa anonim ia cenderung berperilaku semaunya sendiri, karena ia merasa tidak terikat dengan norma masyarakat dan kurang bersimpati dengan orang lain.

  3) Suhu udara yang panas Bila diperhatikan dengan seksama tawuran yang terjadi di

  Jakarta seringkali terjadi pada siang hari di terik panas matahari, tapi bila musim hujan relatif tidak ada peristiwa tersebut. Begitu juga dengan aksi-aksi demonstrasi yang berujung pada bentrokan dengan petugas keamanan yang biasa terjadi pada cuaca yang terik dan panas tapi bila hari diguyur hujan aksi tersebut juga menjadi sepi.

  Hal ini sesuai dengan pandangan bahwa suhu suatu lingkungan yang tinggi memiliki dampak terhadap tingkah laku sosial berupa peningkatan agresivitas. Pada tahun 1968 US Riot Comision pernah melaporkan bahwa dalam musim panas, rangkaian kerusuhan dan agresivitas massa lebih banyak terjadi di Amerika Serikat dibandingkan dengan musim-musim lainnya.

  4) Kesenjangan generasi Adanya perbedaan atau jurang pemisah (gap) antara generasi anak dengan orang tuanya dapat terlihat dalam bentuk hubungan komunikasi yang semakin minimal dan seringkali tidak nyambung. Kegagalan komunikasi antara orang tua dan anak diyakini sebagai salah satu penyebab timbulnya perilaku agresi pada anak.

  5) Amarah Marah merupakan emosi yang memiliki ciri-ciri aktifitas system saraf parasimpatik yang tinggi dan adanya perasaan tidak suka yang sangat kuat yang biasanya disebabkan karena adanya kesalahan yang mungkin nyata-nyata salah atau mungkin tidak (Davidoff, 2002). Pada saat marah ada perasaan ingin menyerang, meninju, menghancurkan atau melempar sesuatu dan biasanya timbul pikiran yang kejam. Bila hal tersebut disalurkan maka terjadilah perilaku agresif.

  6) Peran belajar model kekerasan Model pahlawan-pahlawan di film-film seringkali mendapat imbalan setelah mereka melakukan tindak kekerasan.

  Hal bisa menjadikan penonton akan semakin mendapat penguatan bahwa hal tersebut merupakan hal yang menyenangkan dan dapat dijadikan suatu sistem nilai bagi dirinya. Dengan menyaksikan adegan kekerasan tersebut terjadi proses belajar peran model kekerasan dan hal ini menjadi sangat efektif untuk terciptanya perilaku agresif.

  7) Frustasi Frustasi terjadi bila seseorang terhalang oleh sesuatu hal dalam mencapai suatu tujuan, kebutuhan, keinginan, pengharapan atau tindakan tertentu. Agresi merupakan salah satu cara merespon terhadap frustasi. Remaja miskin yang nakal adalah akibat dari frustasi yang behubungan dengan banyaknya waktu menganggur, keuangan yang pas-pasan dan adanya kebutuhan yang harus segera tepenuhi tetapi sulit sekali tercapai. Akibatnya mereka menjadi mudah marah dan berperilaku agresi.

  8) Proses pendisiplinan yang keliru Pendidikan disiplin yang otoriter dengan penerapan yang keras terutama dilakukan dengan memberikan hukuman fisik, dapat menimbulkan berbagai pengaruh yang buruk bagi remaja (Sukadji, 1988). Pendidikan disiplin seperti akan membuat remaja menjadi seorang penakut, tidak ramah dengan orang lain, membenci orang yang memberi hukuman, kehilangan spontanitas serta kehilangan inisiatif dan pada akhirnya melampiaskan kemarahannya dalam bentuk agresi kepada orang lain. Sejak manusia dilahirkan ke dunia ini ia akan melewati beberapa periode kehidupan hingga saat dia sampai ke liang lahad. Masa kanak- kanak, remaja, dewasa, dan kemudian menjadi orangtua, tidak lebih hanyalah merupakan suatu proses wajar dalam hidup yang berkesinambungan dari tahap-tahap pertumbuhan yang harus dilalui oleh seorang manusia. Setiap masa pertumbuhan memiliki ciri-ciri tersendiri, masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan. Demikian pula dengan masa remaja. Masa remaja sering dianggap sebagai masa yang paling rawan dalam proses kehidupan ini. Masa remaja sering menimbulkan kekuatiran bagi para orangtua. Masa remaja sering menjadi pembahasan dalam banyak seminar. Padahal bagi si remaja sendiri, masa ini adalah masa yang paling menyenangkan dalam hidupnya. Oleh karena itu, dengan mengetahui faktor penyebab seperti yang dipaparkan di atas diharapkan dapat diambil manfaat bagi para orangtua, pendidik dan terutama para remaja sendiri dalam berperilaku dan mendidik generasi berikutnya agar lebih baik sehingga aksi-aksi kekerasan baik dalam bentuk agresi verbal maupun agresi fisik dapat diminimalkan atau bahkan dihilangkan.

B. Keluarga

1. Pengertian Keluarga

  Fitzpatrick (2004), memberikan pengertian keluarga dengan cara meninjaunya berdasarkan tiga sudut pandang yang berbeda, yaitu pengertian keluarga secara struktural, pengertian keluarga secara fungsional, dan pengertian keluarga secara intersaksional. Berikut ini masing-masing penjelasannya :

a. Pengertian Keluarga secara Struktural : Keluarga didefenisikan

  berdasarkan kehadiran atau ketidakhadiran anggota keluarga, seperti orang tua, anak, dan kerabat lainnya. Defenisi ini memfokuskan pada siapa yang menjadi bagian dari keluarga. Dari perspektif ini dapat muncul pengertian tentang keluarga sebagai asal-usul (families of origin), keluarga sebagai wahana melahirkan keturunan (families of procreation), dan keluarga batih (extended family).

  b.

   Pengertian Keluarga secara Fungsional : Keluarga didefenisikan

  dengan penekanan pada terpenuhinya tugas-tugas dan fungsi-fungsi psikososial. Fungsi-fungsi tersebut mencakup perawatan, sosialisasi pada anak, dukungan emosi dan materi, dan pemenuhan peran-peran tertentu. Defenisi ini memfokuskan pada tugas-tugas yang dilakukan oleh keluarga.

c. Pengertian Keluarga secara Transaksional : Keluarga didefenisikan

  sebagai kelompok yang mengembangkan keintiman melalui perilaku- perilaku yang memunculkan rasa identitas sebagai keluarga (family identity), berupa ikatan emosi, pengalaman historis, maupun cita-cita masa depan. Defenisi ini memfokuskan pada bagaimana keluarga melaksanakan fungsinya. Keluarga adalah unit terkecil dari suatu masyarakat yang terdiri dari kepala keluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal disuatu tempat dibawah suatu atap dalam keadaan dalam saling ketergantungan ( Departemen Kesehatan R.I. 2003).

  Dari pengertian diatas tentang keluarga maka dapat disimpulkan bahwa karakteristik keluarga adalah sebagai berikut : 1) Terdiri atas dua atau lebih individu yang diikat oleh hubungan darah, perkawinan, atau adopsi.

  2) Anggoata keluarga biasanya hidup bersama atau jika terpisah mereka tetap memperhatikan satu sama lain.

  3) Anggota keluarga berinteraksi satu sama lain dan masing-masing mempunyai peran sosial, suami, istri, anak, kakak, dan adik.

  4) Mempunyai tujuan yaitu : menciptakan dan mempertahankan budaya dan meningkatkan perkembangan fisik, psikologis, dan sosial anggota.

  Dari uraian diatas menunjukkan bahwa keluarga juga merupakan sistem. Sebagai sistem keluarga mempunyai anggota yaitu : ayah, ibu dan anak atau semua individu yang tinggal didalam rumah tangga tersebut. Anggota keluarga tersebut saling berinteraksi, intelerasi dan interdependensi untuk mencapai tujuan bersama. Keluarga merupakan sistem yang terbuka sehingga dapat dipengaruhi oleh supra sistemnya yaitu: lingkungan atau masyarakat dan sebaliknya sebagai sub sistem dari lingkungan atau masyarakat, keluarga dapat mempengaruhi masyarakat (suprasistem). Oleh karena itu betapa pentingnya fungsi keluarga dalam membentuk manusia sebagai anggota masyarakat yang sehat bio-psiko-sosial dan spiritual.

2. Fungsi Keluarga

  Menurut resolusi Majelis Umum PBB (Maryam, 2006), fungsi utama keluarga adalah ”sebagai wahana untuk mendidik, mengasuh, dan mensosialisasikan anak, mengembangkan kemampuan seluruh anggotanya agar dapat menjalankan fungsinya di masyarakat dengan baik, serta memberikan kepuasan dan lingkungan yang sehat guna tercapainya keluarga, sejahtera”.

  Menurut Friedman (2008), terdapat lima fungsi keluarga, yaitu :

  a. Fungsi afektif (The Affective Function) adalah fungsi keluarga yang utama untuk mengajarkan segala sesuatu untuk mempersiapkan anggota keluarga berhubungan dengan orang lain. Fungsi ini dibutuhkan untuk perkembangan individu dan psikososial anggota keluarga.

  b. Fungsi sosialisasi yaitu proses perkembangan dan perubahan yang dilalui individu yang menghasilkan interaksi sosial dan belajar berperan dalam lingkungan sosialnya. Sosialisasi dimulai sejak lahir. Fungsi ini berguna untuk membina sosialisasi pada anak, membentuk norma- norma tingkah laku sesuai dengan tingkat perkembangan anak dan dan meneruskan nilai-nilai budaya keluarga.

  c. Fungsi reproduksi (The Reproduction Function) adalah fungsi untuk mempertahankan generasi dan menjaga kelangsungan keluarga.

  d. Fungsi ekonomi (The Economic Function) yaitu keluarga berfungsi untuk memenuhi kebutuhan keluarga secara ekonomi dan tempat untuk mengembangkan kemampuan individu meningkatkan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga.

  e. Fungsi perawatan atau pemeliharaan kesehatan (The Health Care ) adalah untuk mempertahankan keadaan kesehatan anggota

  Function

  keluarga agar tetap memiliki produktivitas yang tinggi. Fungsi ini dikembangkan menjadi tugas keluarga di bidang kesehatan.

  Menurut Maryam (2006) ada lima fungsi keluarga yaitu : a. Fungsi Biologis, Fungsi biologis diantaranya adalah untuk meneruskan keturunan, memelihara dan membesarkan anak, memenuhi kebutuhan gizi keluarga, serta memelihara dan merawat anggota keluarga.

  b. Fungsi Psikologis, Selain fungsi biologis, ada pula fungsi psikologis, yaitu memberikan kasih sayang dan rasa aman, memberikan perhatian di antara anggota keluarga, membina pendewasaan kepribadian anggota keluarga, memberikan identitas keluarga.

  c. Fungsi Sosialisasi, Fungsi sosialisasi yang dimaksud diantaranya adalah membina sosialisasi pada anak, membentuk norma-norma tingkah laku sesuai dengan tingkat perkembangan anak, dan meneruskan nilai-nilai budaya keluarga.

  d. Fungsi ekonomi, Fungsi ekonomi juga dibutuhkan dalam suatu keluarga, yaitu dengan mencari sumber-sumber penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga, pengaturan penggunaan penghasilan keluarga untuk memenuhi kebutuhan keluarga, serta menabung untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan keluarga di masa yang akan datang (pendidikan, jaminan hari tua).

  e. Fungsi pendidikan, Fungsi pendidikan dibutuhkan dalam sutau keluarga salah satunya karena berhubungan dengan fungsi biologis.

  Fungsi pendidikan tersebut yaitu dengan menyekolahkan anak untuk memberikan pengetahuan, ketrampilan dan membentuk perilaku anak sesuai dengan bakat dan minat yang dimilikinya, selanjutnya adalah mempersiapkan anak untuk kehidupan dewasa yang akan datang dalam memenuhi peranannya sebagai orang dewasa, serta yang tidak kalah penting adalah mendidik anak sesuai dengan tingkat-tingkat perkembangannya. World Health Organization (WHO) menjelaskan ada beberapa fungsi keluarga, diantaranya : a. Fungsi Biologis : untuk meneruskan keturunan, memelihara dan membesarkan anak, memenuhi kebutuhan gizi keluarga, memelihara dan merawat anggota keluarga.

  b. Fungsi Psikologis : memberikan kasih sayang dan rasa aman, memberikan perhatian diantara anggota keluarga, membina pendewasaan kepribadian anggota keluarga, memberikan identitas keluarga.

  c. Fungsi Sosialisasi: membina sosialisasi pada anak, membina norma- norma tingkah laku sesuai dengan tingkah perkembangan, meneruskan nilai-nilai keluarga.

  d. Fungsi Ekonomi : mencari sumber-sumber penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga, pengaturan dan penggunaan penghasilan keluarga untuk memenuhi kebutuhan keluarga, menabung untuk memenuhi kebutuhan keluarga di masa yang akan datang. misalnya : pendidikan anak, jaminan hari tua.

  e. Fungsi Pendidikan : menyekolahkan anak untuk memberikan pengetahuan, ketrampilan dan membentuk perilaku anak sesuai dengan bakat dan minat yang dimiliki, mempersiapkan anak untuk kehidupan dewasa yang akan datang dalam memenuhi perannya sebagai orang dewasa., mendidik anak sesuai dengan tingkat-tingkat perkembangannya.

  Berdasarkan fungsi diatas dapat disimpulkan bahwa keluarga mempunyai fungsi yang sangat banyak mulai dari fungsi biologis, fungsi psikologi, fungsi sosialisasi, fungsi ekonomi dan fungsi pendidikan yang penting untuk pertumbuhan anak.

3. Dasar pemikiran dan pertimbangan

  Sebagaimana telah diuraikan diatas bahwa keluarga pada hakekatnya merupakan wadah pembentukan masing-masing anggotanya, terutama anak- anak yang masih berada dalam bimbingan tanggung jawab orang tuanya. Dasar pemikiran dan pertimbangannya adalah sebagai berikut : a Keluarga adalah tempat perkembangan awal seorang anak, sejak saat kelahirannya sampai proses perkembangan jasmani dan rohani berikutnya. Bagi seorang anak, keluarga memiliki arti dan fungsi yang vital bagi kelangsungan hidup maupun dalam menemukan makna dan tujuan hidupnya. b Untuk mencapai perkembangannya seorang anak membutuhkan kasih sayang, perhatian dan rasa aman untuk berlindung dari orang tuanya.

  Tanpa sentuhan manusiawi itu anak akan merasa terancam dan penuh rasa takut. c Keluarga merupakan dunia keakraban seorang anak. Sebab dalam keluargalah dia mengalami pertama-tama mengalami hubungan dengan manusia dan memperoleh representasi dari dunia sekelilingnya. Pengalaman hubungan dengan keluarga semakin diperkuat dalam proses pertumbuhan sehingga melalui pengalaman makin mengakrabkan seorang anak dengan lingkungan keluarga. Keluarga menjadi dunia dalam batin anak dan keluarga bukan menjadi suatu realitas diluar seorang anak akan tetapi menjadi bagian kehidupan pribadinya sendiri. Anak akan menemukan arti dan fungsinya. d Dalam keluarga seorang dipertalikan dengan hubungan batin yang satu dengan lainnya. Hubungan itu tidak tergantikan arti seorang ibu tidak dapat dengan tiba-tiba digantikan dengan orang lain. e Keluarga dibutuhkan seorang anak untuk mendorong, menggali, mempelajari dan menghayati nilai-nilai kemanusiaan, religiusitas, norma-norma dan sebagainya. Nilai-nilai luhur tersebut dibutuhkan sesuai dengan martabat kemanusiaannya dalam penyempumaan diri. f Pengenalan di dalam keluarga memungkinkan seorang anak untuk mengenal dunia sekelilingnya jauh lebih baik. Hubungan diluar keluarga dimungkinkan efektifitasnya karena pengalamannya dalam keluarga. g Keluarga merupakan tempat pemupukan dan pendidikan untuk hidup bermasyarakat dan bernegara agar mampu berdedikasi dalam tugas dan kewajiban dan tanggung jawabnya sehingga keluarga menjadi tempat pembentukan otonom diri yang memiliki prinsip-prinsip kehidupan tanpa mudah dibelokkan oleh arus godaan. h Keluarga menjadi fungsi terpercaya untuk saling membagikan beban masalah, mendiskusikan pokok-pokok masalah, mematangkan segi emosional, mendapatkan dukungan spritual dan sebagainya. i Dalam keluarga dapat terealisasi makna kebersamaan, solidaritas, cinta kasih, pengertian, rasa hormat menghormati dan rasa merniliki. j Keluarga menjadi pengayoman dalam beristirahat, berekreasi, menyalurkan kreatifitas dan sebagainya. Pengalaman dalam interaksi sosial pada keluarga akan turut menentukan pola tingkah lakunya terhadap orang lain dalam pergaulan diluar keluarganya. Bila interksi sosial didalarn kelompok karena beberapa sebab tidak lancar

kemungkinan besar interaksi sosialnya dengan masyarakat pada umumnya juga akan berlangsung dengan tidak wajar.

C. Teman Sebaya

1. Pengertian Teman Sebaya

  Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, teman sebaya diartikan sebagai kawan, sahabat atau orang yang sama-sama bekerja atau berbuat. Menurut Santrock (2007) mengatakan bahwa kawan-kawan sebaya adalah anak-anak atau remaja yang memiliki usia atau tingkat kematangan yang kurang lebih sama. Kelompok teman sebaya akan terbentuk dengan sendirinya pada anak- anak yang tinggal berdekatan rumah atau pergi ke sekolah bersama-sama serta melibatkan keakraban yang relatif besar dalam kelompoknya.

  Teman Sebaya menurut Tirtarahardja & Sulo (2005), teman sebaya adalah suatu kelompok yang terdiri dari orang-orang yang bersamaan usianya, antara lain : kelompok bermain pada masa kanak-kanak, kelompok monoseksual yang hanya beranggotakan anak-anak sejenis kelamin, atau gang yaitu kelompok anak-anak nakal. Menurut Ahmadi (2007), ada

sejumlah unsur pokok dalam pengertian teman sebaya antara lain :

a. Kelompok sebaya adalah kelompok primer yang berhubungan antar anggotanya intim.

  b. Anggota kelompok sebaya terdiri atas sejumlah individu yang

mempunyai persamaan usia status atau posisi sosial.

c. Istilah kelompok sebaya dapat menunjukkan kelompok anak-anak, kelompok remaja dan kelompok orang dewasa.

  Interaksi antar teman sebaya menjadi pengaruh dominan dalam perilaku agresivitas remaja. Hal ini karena, masa remaja memang masanya senang hidup berkelompok dengan remaja yang memiliki usia sebaya (peer groups). Adanya teman sebaya ini juga memiliki peranan yang sangat penting pada diri remaja, khususnya dalam hal menunjukkan identitas diri.

  Pertemanan adalah sebagai hubungan antara dua orang atau lebih yang memiliki unsur-unsur seperti kecenderungan untuk menginginkan apa yang terbaik bagi satu sama lain, simpati, empati, kejujuran dalam bersikap, dan saling pengertian (Kawi, 2010). Dengan berteman, seseorang akan belajar untuk saling berbagi dalam suka ataupun duka, saling memberi dengan ikhlas, saling percaya, saling menghormati, dan saling menghargai.

  Remaja lebih banyak berada di luar rumah bersama dengan teman sebayanya. Jadi dapat dimengerti bahwa sikap, pembicaraan, minat, penampilan, dan perilaku teman sebaya lebih besar pengaruhnya daripada keluarga. Di dalam kelompok sebaya, remaja berusaha menemukan konsep dirinya. Disini ia dinilai oleh teman sebayanya tanpa memerdulikan sanksi- sanksi dunia dewasa. Kelompok sebaya memberikan lingkungan, yaitu dunia tempat remaja melakukan sosialisasi di mana nilai yang berlaku bukanlah nilai yang ditetapkan oleh orang dewasa, melainkan oleh teman seusianya (Depkes, 2012).

2. Karaktersitik berteman

  Menurut Parlee (2010) ada beberapa karakteristik dalam berteman yaitu sebagai berikut : a. Kesenangan, yaitu suka menghabiskan waktu dengan teman

  b. Penerimaan, yaitu menerima teman tanpa mencoba mengubah mereka

  c. Percaya, yaitu berasumsi bahwa teman akan berbuat sesuatu sesuai dengan kesenangan individu d. Respek, yaitu berpikiran bahwa teman membuat keputusan yang baik

  e. Saling membantu, yaitu menolong dan mendukung teman dan mereka juga melakukan hal yang demikian f. Menceritakan rahasia, yaitu berbagi pengalaman dan masalah yang bersifat pribadi kepada teman g. Pengertian, yaitu merasa bahwa teman mengenal dan mengerti dengan baik seperti apa adanya individu h. Spontanitas, yaitu merasa bebas menjadi diri sendiri ketika berada di dekat teman

  Berdasarkan karakteristik diatas dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri berteman yaitu sukarela, unik dan kedekatan. Selain itu juga perlu adanya penerimaan,percaya, respek, saling membantu, pengertian dan spontanitas.

  3. Peran Teman Sebaya Remaja memiliki kebutuhan untuk diakui oleh teman atau kelompok.

  Sebagai akibatnya, mereka akan merasa bangga apabila diterima dan sebaliknya akan merasa cemas apabila diremehkan oleh teman sebayanya.

  Bagi remaja, pandangan teman terhadap dirinya merupakan sesuatu yang penting.

  Menurut Santrock (2007) mengatakan bahwa peran terpenting dari teman sebaya adalah : a. Sebagai sumber informasi mengenai dunia di luar keluarga.

  b. Sumber kognitif, untuk pemecahan masalah dan perolehan pengetahuan.

  c. Sumber emosional, untuk mengungkapkan ekspresi dan identitas diri.

  Melalui interaksi dengan teman-teman sebaya, anak-anak dan remaja mampu melakukan hubungan sosial. Maka dapat diketahui bahwa teman sebaya sebagai lingkungan sosial bagi remaja mempunyai peranan. Teman sebaya memberikan sebuah dunia tempat para remaja melakukan sosialisasi dalam suasana yang mereka ciptakan sendiri (Santrock, 2007).

  4. Jenis –Jenis Teman Sebaya

  Ditinjau dari sifat organisasinya kelompok sebaya dapat dibedakan menjadi: a. Kelompok sebaya yang bersifat informal. Kelompok sebaya ini dibentuk, diatur, dan dipimpin oleh anak itu sendiri misalnya, kelompok permainan, gang, dan lain-lain. Di dalam kelompok ini tidak ada bimbingan dan partisipasi orang dewasa.

  b. Kelompok sebaya yang bersifat formal. Di dalam kelompok ini ada bimbingan, partisipasi atau pengarahan orang dewasa. Apabila bimbingan dan pengarahan diberikan secara bijaksana maka kelompok sebaya ini dapat menjadi wahana proses sosialisasi nilai-nilai dan norma yang terdapat dalam masyarakat. Yang termasuk dalam kelompok sebaya ini misalnya, kepramukaan, klub, perkumpulan pemuda dan organisasi lainnya. Menurut Ahmadi (2004) ada empat jenis kelompok sebaya yang mempunyai peranan penting dalam proses sosialisasi yaitu kelompok permaianan, gang, klub, dan klik (clique).

  a. Kelompok permainan (play group) terbentuk secara spontan dan merupakan kegiatan khas anak-anak, namun di dalamnya tercermin pula struktur dan proses masyarakat luas

  b. Gang , bertujuan untuk melakukan kegiatan kejahatan, kekerasan, dan perbuatan anti sosial. c. Klub adalah kelompok sebaya yang bersifat formal dalam artian mempunyai organisasi sosial yang teratur serta dalam bimbingan orang dewasa.

  d. Klik (clique) , para anggotanya selalu merencanakan untuk mengerjakan sesuatu secara bersama yang bersifat positif dan tidak menimbulkan konflik sosial.

  5. Fungsi Teman Sebaya

  Menurut Ahmadi (2004) teman sebaya ( peer group) adalah sebagai suatu wadah untuk sosialisasi. Peer group ini mempunyai 3 fungsi, yaitu mengajarkan kebudayaan, mengajarkan mobilitas sosial dan membantu peranan sosial yang baru.

  Dalam peer group itu diajarkan kebudayaan yang berada di tempat itu. Lalan (2013) memberikan contoh misalnya orang luar negeri masuk ke indonesia, maka teman sebayanya diindonesia mengajarkan kebudayaan indonesia. Mobilitas sosial, yaitu perubahan status yang lain. Misalnya : ada ada lower-class dan sebagainya. Dengan adanya lower-class

  midle-class, pindah ke midle-class ini dinamakan mobilitas sosial.

  6. Pengaruh Teman Sebaya Terhadap Pembelajaran

  Hubungan yang baik di antara teman sebaya akan sangat membantu perkembangan aspek sosial anak secara normal yang juga akan berpengaruh pada pembelajaran. Anak pendiam yang ditolak oleh teman sebayanya, dan merasa kesepian berisiko menderita depresi. Anak-anak yang agresif terhadap teman sebaya berisiko pada berkembangnya sejumlah masalah seperti kenakalan dan drop out dari sekolah. Dalam interaksi teman sebaya memungkinkan terjadinya proses identifikasi, kerjasama dan proses kolaborasi. Proses-proses tersebut akan mewarnai proses pembentukan tingkah laku dan proses pembelajaran.

  Dukungan teman sebaya banyak membantu atau memberikan keuntungan kepada anak-anak yang memiliki problem sosial dan problem keluarga, dapat membantu memperbaiki iklim sekolah, serta memberikan pelatihan keterampilan sosial. Namun, tidak semua teman dapat memberikan keuntungan bagi pembelajaran. Perkembangan individu akan terbantu apabila anak memiliki teman yang secara sosial terampil dan bersifat suportif.

  Sedangkan teman-teman yang suka memaksakan kehendak dan banyak menimbulkan konflik akan menghambat pembelajaran.

  Terpengaruh tidaknya individu dengan teman sebaya tergantung pada persepsi individu terhadap kelompoknya, sebab persepsi individu terhadap kelompok sebayanya akan menentukan keputusan yang diambil nantinya. Kelompok sebaya menyediakan suatu lingkungan, yaitu tempat teman sebayanya dapat melakukan sosialisasi.

D. Lingkungan

1. Pengertian Lingkungan

  Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada dialam sekitar yang memiliki makna dan pengaruh terhadap suatu individu. Istilah lain yang erat kaitanya dengan lingkungan adalah ekologi atau yang sering disebut dengan lingkungan hidup. Ekologi terdiri dari bio-ekologi, geo-ekologi, kultur ekologi. Bio ekologi mencakup unsur manusia, tumbuh

  • – tumbuhan dan binatang. Geo ekologi mencakup alam seperti bumi, air, matahari dan sebagainya. Sedangkan kultur-ekologi mencakup budaya dan teknologi (Hamalik, 2003)

  Perilaku remaja sangat rentan terhadap pengaruh lingkungan, disatu pihak remaja mempunyai keinginan kuat untuk mengadakan interaksi sosial dalam upaya mendapatkan kepercayaan dari lingkungan, di lain pihak ia mulai memikirkan kehidupan secara mandiri, terlepas dari pengawasan orang tua dan sekolah. Salah satu bagian perkembangan masa remaja yang tersulit adalah penyesuaian terhadap lingkungan sosial. Remaja harus menyesuaikan diri dengan lawan jenis dalam hubungan interpersonal yang awalnya belum pernah ada, juga harus menyesuaikan diri dengan orang dewasa di luar lingkungan keluarga dan sekolah. Untuk mencapai tujuan pola sosialisasi dewasa, remaja harus membuat banyak penyesuaian baru. Ia harus mempertimbangkan pengaruh kelompok sebaya, perubahan dalam perilaku sosial, membentuk kelompok sosial baru dan nilai-nilai baru bagaimana memilih teman yang berpengaruh positif terhadapnya.

2. Macam – macam Lingkungan

  Klasifikasi dari lingkungan belajar atau lingkungan pendidikan terdiri dari : a. Lingkungan sosial, yaitu lingkungan masyarakat, baik kelompok besar atau kelompok kecil.

  b. Lingkungan personal, yaitu lingkungan yang meliputi individu

  • – individu sebagai suatu pribadi yang berpengaruh terhadap individu lainya.

  c. Lingkungan alam (fisik), yaitu lingkungan yang meliputi semua sumber daya alam yang dapat diberdayakan sebagai sumber belajar.

  d. Lingkungan kultural, yaitu lingkungan yang mencangkup hasil budaya dan teknologi yang dapat dijadikan sebagai sumber belajar dan yang dapat menjadi faktor pendukung pengajaran. Dalam konteks ini termasuk sistem nilai, norma, dan adat kebiasaan (Hamalik, 2003).

  Adapun lingkungan pendidikan yang telah dikenal secara luas yaitu lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat.

  Ketiga lingkungan tersebut memiliki pengaruh yang sangat besar dalam menghantarkan anak atau siswa untuk berhasil dalam pendidikan atau belajarnya. Lingkungan juga mempengaruhi perkembangan fisik dan psikis anak. Karena seorang anak akan memiliki kepribadian yang baik atau buruk sangat terganrung pada tempat dimana ia tinggal, bergaul, dan beraktifitas.

3. Fungsi lingkungan

  Lingkungan adalah sesuatu yang ada di alam sekitar yang memiliki makna atau pengaruh tertentu kepada individu. Istilah lain yang erat kaitanya dengan lingkungan adalah ekologi atau yang sering disebut lingkungan hidup (Hamalik, 2003).

  Suatu lingkungan pendidikan memiliki fungsi

  • – fungsi sebagai berikut :

  a. Fungsi psikologis Stimulus bersumber dari lingkungan yang merupakan rangsangan terhadap individu sehingga terjadi respon, yang menunjukan tingkah laku tertentu.

  b. Fungsi pedagogis Lingkungan memberikan pengaruh yang bersifat mendidik, khususnya lingkungan yang sengaja disiapkan sebagai suatu pendidikan, misalnya keluarga, sekolah, lembaga pelatihan, lembaga

  • – lembaga sosial. Masing – masing lembaga tersebut memiliki program pendidikan, baik tertulis maupun yang tidak tertulis

  c. Fungsi instruksional Program instruksional merupakan suatu lingkungan pengajaran yang dirancang secara khusus. Guru untuk mengajar, materi pelajaran, sarana dan prasarana pengajaran, media pengajaran, dan kondisi lingkungan kelas ( fisik ) merupakan lingkungan yang sengaja dikembangan untuk mengembangkan tingakah laku ( Hamalik, 2003).

  Dalam kajian kepustakaan faktor-faktor perilaku menyimpang dikalangan remaja sekolah meliputi:

a. Lingkungan keluarga merupakan unit terkecil yang terdapat dalam