BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Low Back Pain 1. Pengertian Low Back Pain - Shela Eka Pangestu BAB II

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Low Back Pain 1. Pengertian Low Back Pain Low Back Pain merupakan penyebab utama kecacatan yang

  mempengaruhi pekerjaan dan kesejahteraan umum. Keluhan nyeri punggung bawah dapat terjadi pada setiap orang, baik jenis kelamin, usia, ras, status pendidikan, dan profesi (Maher dkk, 2002 dalam Himawan, 2009). Nyeri punggung bawah adalah rasa nyeri yang dirasakan pada punggung bawah yang sumbernya adalah tulang belakang daerah spinal (punggung bawah), otot, saraf, atau struktur lainnya disekitar daerah tersebut. Nyeri punggung bawah dapat disebabkan oleh penyakit atau kelainan yang berasal dari luar punggung bawah misalnya penyakit atau kelainan pada pinggang, hernia inguinalis, penyakit atau kelainan pada testis atau ovarium (Suma’mur P.K, 2009).

  Menurut Tjokorda G.B, Mahadewa dan Sri Maliawan (2009), bahwa nyeri punggung bawah adalah rasa nyeri yang dirasakan di daerah punggung bawah, dapat merupakan nyeri lokal maupun nyeri radikuler atau keduanya. Nyeri ini terasa diantara sudut iga terbawah dan lipat bokong bawah yaitu di daerah lumbal atau lumbosakral dan

  11 sering disertai dengan perjalanan nyeri ke arah tungkai dan kaki. Nyeri yang barasal dari daerah punggung bawah dapat dirujuk ke daerah lain atau sebaliknya nyeri yang berasal dari daerah lain dirasakan di daerah punggung bawah. Nyeri punggung bawah atau sering disebut juga low

  

back pain merupakan masalah kesehatan di hampir semua negara.

  Hampir bisa dipastikan 50-80% orang berusia 20 tahun ke atas pernah mengalami nyeri punggung bawah. Bahkan umumnya, perempuan usia 60 tahun ke atas lebih sering merasakan sakit pinggang (Idyan, 2007).

  NPB dapat didefinisikan sebagai gangguan muskuloskeletal pada daerah punggung bawah yang disebabkan oleh berbagai penyakit dan aktivitas tubuh yang kurang baik (Putranto dkk, 2014). Sedangkan menurut Noor (2012) NPB adalah sindroma klinik yang ditandai dengan gejala utama nyeri atau perasaan lain yang tidak enak dan tidak nyaman di daerah punggung bagian bawah (Halimah, 2011). NPB sering menjadi kronis, menetap atau kadang berulang kali dengan memerlukan biaya yang tinggi dalam penanganannya sehingga tidak boleh dipandang sebelah mata (Sakinah dkk, 2013).

2. Etiologi Low Back Pain

  Etiologi nyeri punggung bawah menurut John W.Engstrom dalam Johannes (2010) dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu kongenital/ perkembangan, trauma minor (tegang atau keseleo, tertarik), fraktur, herniasi diskus intervertebral, degeneratif, artritis, metastase neoplasma/tumor, infeksi/inflamasi, metabolik, dan lainnya yaitu psikiatri, diseksi arteri vertebral, postural. Postural dalam hal ini adalah contohnya sikap duduk, dimana sikap duduk yang tidak baik seperti membungkuk ke depan, tidak tegap, kepala menunduk, dada kempis, dinding perut menonjol dan cekung kedepan pada kurvatura lumbal yang berlebihan (hiperlordotic). Semua posisi diatas akan menyebabkan pusat gaya berat jatuh kedepan. Sebagai kompensasinya, punggung tertarik kebelakang, menyebabkan hiperlordotic pada daerah lumbal. Jika keadaan ini berlangsung lama maka akan menyebabkan tulang punggung beserta jaringan tendon dan otot dipaksa untuk menjaga tubuh bagian atas secara berlebihan, sehingga terjadi kelelahan pada otot punggung, terutama otot-otot daerah lumbal (Rahardian, 2013).

3. Klasifikasi Low Back Pain

  Menurut Bimariotejo (2009), berdasarkan perjalanan kliniknya low

  back pain terbagi menjadi dua jenis, yaitu :

  a. Acute low back pain Acute low back pain ditandai dengan rasa nyeri yang menyerang secara tiba-tiba dan rentang waktunya hanya sebentar, antara beberapa hari sampai beberapa minggu. Rasa nyeri ini dapat hilang atau sembuh. Acute low back pain dapat disebabkan karena luka traumatik seperti kecelakaan mobil atau terjatuh, rasa nyeri dapat hilang sesaat kemudian. Kejadian tersebut selain dapat merusak jaringan, juga dapat melukai otot, ligamen dan tendon.

  Pada kecelakaan yang lebih serius, fraktur tulang pada daerah lumbal dan spinal dapat masih sembuh sendiri. Sampai saat ini penatalaksanan awal nyeri pinggang akut terfokus pada istirahat dan pemakaian analgesik.

  b. Chronic low back pain Rasa nyeri pada chronic low back pain bisa menyerang lebih dari 3 bulan. Rasa nyeri ini dapat berulang-ulang atau kambuh kembali. Fase ini biasanya memiliki onset yang berbahaya dan sembuh pada waktu yang lama. Chronic low back

  

pain dapat terjadi karena osteoarthritis, rheumatoidarthritis, proses

degenerasi discus intervertebralis dan tumor.

  Nyeri punggung bawah yang dibedakan dari kelainan kongenital menurut (Rahajeng Tanjung, 2009), yaitu : a. Nyeri punggung bawah visirogenik

  Nyeri punggung bawah yang disebabkan oleh adanya proses patologik di ginjal atau visera di daerah pelvis serta tumor retroperitoneal. Nyeri viserogenik tidak bertambah berat dengan aktivitas tubuh dan sebaliknya tidak berkurang dengan istirahat.

  Pada penderita nyeri punggung bawah viserogenik yang mengalami nyeri hebat akan selalu mengeliat dalam upaya untuk meredakan rasa nyerinya. b. Nyeri punggung bawah vaskulogenik Pada nyeri ini aneurisma atau penyakit vascular perifer dapat menimbulkan nyeri punggung atau menyerupai iskialgia.

  Aneurisma abdominal dapat menimbulkan nyeri punggung bawah dibagian dalam dan tidak ada hubungannya dengan aktivitas fisik.

  c. Nyeri punggung bawah spondilogenik Suatu nyeri yang disebabkan oleh berbagai proses patologik di kolumna vertebralis yang terdiri dari unsur tulang (osteogenik), diskus inveterbralis (diskogenik) dan miofasial (miogenik) dan proses patologik di artikulasio sakroiliaka.

  d. Nyeri punggung bawah psikogenik Nyeri jenis ini tidak jarang ditemui, tetapi biasanya ditemukan setelah dilakukan pemeriksaan yang lengkap, dan hasilnya tidak memberikan jawaban yang pasti. Nyeri punggung bawah pada umumnya disebabkan oleh ketegangan jiwa atau kecemasan dan depresi atau campuran antar kecemasan dan depresi.

  e. Nyeri punggung bawah neurogenik Nyeri punggung bawah neurogenik misalnya pada iritasi arachnoid dengan sebab apapun dan tumor-tumor pada spinal durmater dapat menyebabkan nyeri belakang.

4. Faktor Risiko Low Back Pain

  Adapun faktor risiko terjadinya low back pain dapat dibedakan menjadi tiga faktor, antara lain yakni : a. Faktor individu

  1) Usia Dengan meningkatnya usia akan terjadi degenerasi pada tulang dan hal tersebut mulai terjadi pada saat seseorang berusia 30 tahun dengan berupa kerusakan jaringan, penggantian jaringan menjadi jaringan parut dan pengurangan cairan. Sehingga akan menyebabkan stabilitas pada tulang dan otot menjadi berkurang (Pratiwi et al., 2009). Prevalensi meningkat terus menerus dan mencapai puncaknya antara usia 35 hingga 55 tahun. Semakin bertambahnya usia seseorang, risiko untuk menderita low back

  pain akan semakin meningkat karena terjadinya kelainan pada diskus intervertebralis pada usia tua (WHO, 2013).

  2) Indeks massa tubuh (IMT) Berdasarkan hasil penelitian Purnamasari (2010) seseorang yang overweight lebih berisiko 5 kali menderita low back pain dibandingkan dengan orang yang memiliki berat badan ideal. Semakin berat badan bertambah, tulang belakang akan tertekan dalam menerima beban sehingga menyebabkan mudahnya terjadi kerusakan pada struktur tulang belakang. Salah satu daerah pada tulang belakang yang paling berisiko akibat efek dari obesitas adalah verterbrae lumbal (Purnamasari, 2010).

  3) Jenis kelamin Secara fisiologis kemampuan otot wanita lebih rendah daripada pria. Pada wanita keluhan ini sering terjadi misalnya pada saat mengalami siklus menstruasi, selain itu proses menopause juga dapat menyebabkan kepadatan tulang berkurang akibat penurunan hormon estrogen sehingga memungkinkan terjadinya nyeri pinggang (Andini, 2015).

  4) Merokok Hubungan antara kebiasaan merokok dengan keluhan otot pinggang adalah karena nikotin pada rokok dapat menyebabkan berkurangnya aliran darah ke jaringan. Selain itu, merokok juga dapat menyebabkan berkurangnya kandungan mineral pada tulang sehingga menyebabkan nyeri akibat terjadinya keretakan atau kerusakan pada tulang (Kantana, 2010).

  5) Masa kerja Semakin lama masa bekerja atau semakin lama seseorang terpajan faktor risiko maka semakin besar pula risiko untuk mengalami low back pain dikarenakan nyeri punggung merupakan penyakit kronis yang membutuhkan waktu lama untuk berkembang dan menimbulkan manifestasi klinis (Umami et al., 2013).

  6) Kebiasaan olahraga Aerobic fitness meningkatkan kemampuan kontraksi otot. 80% kasus nyeri tulang punggung disebabkan karena buruknya tingkat kelenturan (tonus) otot atau kurang berolahraga. Otot yang lemah terutama pada daerah perut tidak mampu menyokong punggung secara maksimal. Tingkat keluhan otot juga dipengaruhi oleh tingkat kesegaran jasmani.

  b. Faktor pekerjaan 1) Beban kerja

  Beban kerja merupakan sejumlah kegiatan yang harus diselesaikan oleh individu atau kelompok, selama periode waktu tertentu dalam keadaan normal. Pekerjaan atau gerakan yang menggunakan tenaga besar akan memberikan beban mekanik yang besar terhadap otot, tendon, ligamen, dan sendi. Beban yang berat akan menyebabkan iritasi, inflamasi, kelelahan otot, kerusakan otot, tendon, dan jaringan lainnya (Harrianto, 2007). 2) Durasi (lama kerja)

  Durasi terdiri dari durasi singkat jika < 1 jam per hari, durasi sedang yaitu 1-2 jam per hari, dan durasi lama yaitu > 2 jam per hari. Selama berkontraksi otot memerlukan oksigen, jika gerakan berulang-ulang dari otot menjadi terlalu cepat sehingga oksigen belum mencapai jaringan maka akan terjadi kelelahan otot (Straker, 2000).

  3) Posisi kerja Bekerja dengan posisi janggal dapat meningkatkan jumlah energi yang dibutuhkan dalam bekerja. Posisi janggal adalah posisi tubuh yang tidak sesuai pada saat melakukan pekerjaan sehingga dapat menyebabkan kondisi dimana transfer tenaga dari otot ke jaringan rangka tidak efisien sehingga mudah menimbulkan kelelahan. Yang termasuk dalam posisi janggal yakni pengulangan atau waktu lama dalam posisi menggapai, berputar, memiringkan badan, berlutut, jongkok, memegang dalam posisi statis, dan menjepit dengan tangan. Posisi ini melibatkan beberapa area tubuh seperti bahu, punggung, dan lutut karena daerah inilah yang paling sering mengalami cedera (Andini, 2015).

  4) Repetisi Repetisi merupakan pengulangan gerakan kerja dengan pola yang sama. Keluhan otot terjadi karena otot menerima tekanan akibat beban terus menerus tanpa memperoleh kesempatan untuk relaksasi (Fauci et al., 2008). c. Faktor lingkungan fisik 1) Getaran

  Faktor risiko lingkungan fisik terhadap low back pain antara lain getaran. Getaran dapat menyebabkan kontraksi otot meningkat yang menyebabkan peredaran darah tidak lancar, penimbunan asam laktat meningkat, dan akhirnya timbul rasa nyeri. Getaran berpotensi menimbulkan keluhan low back pain ketika seseoang menghabiskan waktu lebih banyak di kendaraan atau lingkungan kerja yang memiliki hazard getaran (Andini, 2015).

  2) Tekanan Terjadinya tekanan langsung pada jaringan otot yang lunak.

  Sebagai contoh, pada saat tangan harus memegang alat, maka jaringan otot tangan yang lunak akan menerima tekanan langsung dari pegangan alat, dan apabila hal ini sering terjadi dapat menyebabkan rasa nyeri otot yang menetap.

5. Manifestasi Klinis Low Back Pain

  Adapun tanda dan gejala dari low back pain menurut Ratini (2015) antara lain yakni : a. Nyeri sepanjang tulang belakang, dari pangkal leher sampai tulang ekor b. Nyeri tajam terlokalisasi di leher, punggung atas atau punggung bawah terutama setelah mengangkat benda berat atau terlibat dalam aktivitas berat lainnya

  c. Sakit kronis di bagian punggung tengah atau punggung bawah, terutama setelah duduk atau berdiri dalam waktu yang lama d. Nyeri punggung menjalar sampai ke pantat, dibagian belakang paha, ke betis dan kaki e. Ketidakmampuan untuk berdiri tegak tanpa rasa sakit atau kejang otot di punggung bawah

6. Patofisiologi Low Back Pain

  Bangunan peka nyeri mengandung reseptor nosiseptif (nyeri) yang merangsang oleh berbagai stimulus local (mekanisme, termal, kimiawi.

  Stimulus ini akan direspon dengan pengeluaran berbagai mediator inflamasi yang akan menimbulkan persepsi nyeri. Mekanisme nyeri merupakan proteksi yang bertujuan untuk mencegah pergerakan sehingga proses penyembuhan dimungkinkan. Salah satu bentuk proteksi adalah spasma otot, yang selanjutnya akan menimbulkan iskemia. Nyeri yang timbul dapat berupa nyeri inflamasi pada jaringan dengan terlibatnya berbagai mediator inflamasi atau nyeri neuropatik yang diakibatkan lesi primer pada sistem saraf. Iritasi neuropatik pada serabut saraf dapat menyebabkan dua kemungkinan. Pertama, penekanan hanya terjadi pada selaput pembungkus saraf yang kaya nosiseptor dari nervi nevorum yang menimbulkan nyeri inflamasi.

  Nyeri dirasakan sepanjang serabut saraf dan bertambah dengan peregangan serabut saraf misalnya karena pergerakan. Kemungkinan kedua, penekanan mengenai serabut saraf. Pada kondisi ini terjadi perubahan biomolekuler dimana terjadi akumulasi saluram ion Na dan ion lainnya. Penumpukan ini menyebabkan timbulnya mechano-hot spot yang sangat peka terhadap rangsang mekanikal dan termal (Rahajeng Tanjung, 2009).

7. Epidemiologi Low Back Pain

  Di Amerika Serikat lebih dari 80% penduduk pernah mengeluhkan

  

low back pain sedangkan di Indonesia diperkirakan jumlahnya lebih

  banyak lagi dan 90% kasus nyeri pinggang bawah bukan disebabkan oleh kelainan organik, melainkan oleh kesalahan posisi tubuh dalam bekerja (Putranto, 2014). Studi yang telah dilakukan, kejadian tertinggi

  

low back pain pada dekade ketiga dan prevalensi meningkat pada usia

  60-65 tahun dan kemudian secara bertahap menurun. Faktor risiko umum lainnya yang dilaporkan adalah status pendidikan yang rendah, stres, kecemasan, depresi, ketidakpuasan kerja, rendahnya tingkat dukungan sosial di tempat kerja dan seluruh getaran tubuh. Low back

  

pain memiliki dampak yang sangat besar pada individu, keluarga,

  masyarakat, pemerintah, dan bisnis di seluruh dunia (Chou et al., 2007).

8. Pengobatan Low Back Pain

  Penanganan nyeri punggung dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti merubah gaya hidup, terapi non obat, dan penyembuhan menggunakan obat (Eleanor Bull dkk, 2007).

  a. Merubah gaya hidup 1) Sedapat mungkin tetap bergerak aktif.

  2) Menurunkan berat badan (bila kelebihan berat badan). 3) Belajar bagaimana membungkuk dan mengangkat benda dengan tepat.

  4) Memperbaiki postur tubuh (atau menyesuaikan posisi duduk di mobil, di meja kerja, di meja makan, di depan TV, atau posis tidur).

  b. Terapi non obat Fisioterapi, Osteopati dan chiropraktic merupakan bentuk terapi yang melakukan manipulasi terhadap bagian tulang punggung untuk meredakan nyeri punggung.

  c. Penggunaan obat 1) Analgesia

  Penghilang nyeri atau analgesik merupakan obat yang bekerja dengan cara mengganggu proses transmisi nyeri.

  2) Nonsteroidal OTC Obat anti peradangan yang digunakan untuk meringankan nyeri dan mengurangi peradangan.

  3) Methocarbamol Merupakan obat relaksan otot yang berfungsi meredakan kejang otot.

B. Ergonomi 1. Pengertian Ergonomi

  Istilah ergonomi berasal dari bahasa Latin yaitu Ergon (kerja) dan

  Nomos (hukum alam) dan dapat didefinisikan sebagai studi tentang

  aspek-aspek manusia dalam lingkungan kerjanya yang ditinjau secara anatomi, fisiologi, psikologi, engineering, dan desain/perancangan.

  Ergonomi berhubungan pula dengan optimasi, efisiensi, kesehatan, keselamatan dan kenyamanan manusia ditempat kerja, dirumah ataupun ditempat rekreasi (Tarwaka, 2010).

  Pada dasarnya ergonomi dapat menciptakan lingkungan kerja yang dapat : a. Mengurangi angka cedera dan kesakitan dalam pekerjaannya

  b. Menurunkan biaya kecelakaan kerja

  c. Menurunkan kunjungan berobat

  d. Mengurangi ketidakhadiran pekerja

  e. Meningkatkan produktivitas, kualitas dan keselamatan kerja

  f. Meningkatkan tingkat kenyamanan pekerja dalam bekerja

2. Faktor Risiko Ergonomi

  Menurut University of Caucasian Lost Among Asians-Labor

  

Occupational Safety and Health , ada beberapa faktor risiko yang

  berhubungan dengan ergonomi :

  a. Pengulangan berkelanjutan Pengulangan berkelanjutan adalah suatu kegiatan yang dilakukan secara berulang-ulang. Aktivitas berulang-ulang yang dilakukan akan menjadikan otot menerima tekanan akibat beban kerja secara terus-menerus tanpa memperoleh relaksasi. Pekerjaan yang sama dilakukan setiap harinya, sebagai contoh perawat ruang bedah sudah pasti akan melakukan kegiatan operasi yang sama dengan kasus yang sama tapi berbeda penderitanya disetiap harinya. Melakukan tindakan seperti RJP adalah kegiatan berulang yang dilakukan oleh perawat.

  b. Pengaturan kerja yang buruk Pengaturan kerja yang buruk adalah suatu setting atau pengaturan kerja yang dilakukan secara kurang baik sehingga menimbulkan kerugian atau masalah kesehatan. Sebagai contoh misalkan beban kerja yang sudah terjadwal porsinya tetapi seseorang lembur atau memaksakan diri, waktu kerja yang begitu padat sehingga jeda istirahat kurang. Penelitian yang dilakukan oleh Sakinah dkk (2012) mengenai kesehatan dan keselamatan kerja di kabupaten Sidrap bahwa para pekerja batu yang bekerja melampaui proporsi jam kerja yang diberikan yaitu > 8 jam, hal ini menimbulkan keluhan LBP lebih tinggi dibandingkan proporsi kerja normal. Seseorang yang merasa bosan dan mengalami kejenuhan sehingga menimbulkan stress akibat pekerjaan yang dilakukan memicu timbulnya nyeri punggung bawah. Suatu perusahaan di Makassar terdapat 43% pekerja yang memiliki masalah dengan nyeri punggung bawah akibat stress kerja, penelitian ini dilakukan menggunakan uji case control oleh Basuki pada tahun 2009.

  c. Gaya berlebih Gaya berlebih adalah usaha mengekspor tenaga dalam tubuh untuk menjangkau atau menggerakan suatu benda.

  Peregangan otot yang berlebihan terjadi pada saat pekerja melakukan aktivitasnya dengan mengerahkan tenaga yang besar seperti aktivitas mengangkat, mendorong, menarik menahan beban yang berat. Peregangan otot ini terjadi karena pengerahan tenaga yang diperlukan melampaui kegiatan optimum otot. Apabila aktivitas tersebut sering dilakukan maka akan mempunyai risiko besar terjadinya cedera otot skeletal. Pemindahan pasien atau penggerakan suatu objek memiliki risiko 93% untuk terserang LBP pada perawat rumah sakit di Sibu Malaysia (Wong, 2010). d. Posisi tidak bergerak Posisi tidak bergerak adalah posisi statis dengan tubuh sedikit sampai tidak melakukan pergerakan. Perawat ruang bedah dimana sedang melakukan tindakan pembedahan akan berdiri cukup lama hal ini dapat kontraksi otot dan cepat lelah.

  e. Postur janggal Postur janggal adalah keadaan tubuh yang tidak sesuai dengan mekanisme posisi sehat dan dapat beresiko menimbulkan musculoskeletal disorders. Postur janggal lawan dari posisi netral. Semakin jauh posisi bagian tubuh dari pusat gravitasi tubuh, maka semakin tinggi pula risiko kejadian keluhan otot skeletal.

C. Perawat Instalasi Bedah Sentral (IBS)

  Keperawatan perioperatif adalah pelayanan keperawatan baik pre operatif (sebelum pembedahan), intraoperatif (saat pembedahan) dan post operatif (setelah pembedahan) yang dilakukan perawat ruang operasi. Dalam setiap melakukan pembedahan idealnya tim bedah terdiri dari dokter pembedah (operator), dokter anestesi, perawat kamar bedah; sirkuler, instrumen (scrub), RNFA (Register Nurse First Assistance) dan perawat anestesi (Upik, 2011). Definisi dan tugas dari perawat bedah secara garis besar adalah sebagai berikut : 1.

   Perawat Instrumen

  Perawat instrumen yaitu seorang tenaga perawat profesional yang diberi wewenang dan ditugaskan dalam mengelola paket alat pembedahan selama tindakan pembedahan berlangsung (Upik, 2011). Secara spesifik peran dan tanggung jawab sebagai perawat instrumen adalah sebagai berikut : a. Perawat instrumen harus selalu mengawasi teknik aseptik dan memberikan instrumen kepada ahli bedah sesuai kebutuhan dan menerimanya kembali

  b. Perawat instrumen harus secara terus menerus mengawasi prosedur untuk mengantisipasi segala kejadian c. Melakukan manajemen sirkulasi dan suplai alat instrumen operasi, mengatur alat-alat yang akan dan telah digunakan, pada kondisi ini perawat instrumen harus benar-benar mengetahui dan mengenal alat-alat yang akan dan telah digunakan beserta nama ilmiah dan nama biasanya, dan mengetahui penggunaan instrumen pada prosedur spesifik d. Perawat instrumen harus bertanggung jawab untuk mengkomunikasikan kepada tim bedah mengenai setiap pelanggaran teknik aseptik atau kontaminasi yang terjadi selama pembedahan e. Menghitung kasa, jarum, instrumen dan perhitungan dilakukan sebelum pembedahan dimulai dan sebelum ahli bedah menutup luka operasi

2. Perawat Sirkuler

  Perawat sirkuler adalah tenaga profesional perawat yang diberi wewenang dan tanggung jawab membantu kelancaran tindakan pembedahan (Upik, 2011). Secara umum, peran dan tanggung jawab perawat sirkuler adalah sebagai berikut : a. Menjemput pasien dari bagian penerimaan, mengidentifikasi pasien dan memeriksa formulir persetujuan b. Mempersiapkan tempat operasi sesuai prosedur dan jenis pembedahan yang akan dilaksanakan, tim bedah harus diberitahu jika terdapat kelainan kulit yang mungkin dapat menjadi kontraindikasi pembedahan c. Memeriksa kebersihan dan kerapian kamar operasi sebelum pembedahan, perawat sirkuler juga harus memperhatikan bahwa peralatan telah siap dan dapat digunakan, semua peralatan harus dicoba sebelum prosedur pembedahan, apabila prosedur ini tidak dilaksanakan maka dapat mengakibatkan penundaan atau kesulitan dalam pembedahan d. Membantu memindahkan pasien ke meja operasi, mengatur posisi pasien, mengatur lampu operasi, memasang semua elektroda, monitor, atau alat-alat lain yang mungkin diperlukan

  e. Membantu tim bedah mengenakan busana (baju dan sarung tangan steril) f. Berperan sebagai tangan kanan perawat instrumen untuk mengambil, membawa, menyesuaikan segala sesuatu yang diperlukan oleh perawat instrumen, selain itu juga untuk mengontrol keperluan spons, instrumen dan jarum g. Mengeluarkan semua benda yang sudah dipakai dari ruang operasi pada akhir prosedur, memastikan bahwa semua tumpahan dibersihkan dan mempersiapkan ruang operasi untuk prosedur berikutnya

3. Register Nurse First Assistance (RNFA)

  Register Nurse First Assistance (RNFA) atau perawat asisten

  pertama teregister adalah perawat ruang operasi yang terdaftar dalam perawat perioperatif yang mempunyai fungsi dan peran diperluas yakni asisten pertama (praktik utama arah ahli bedah). Bekerja sama dengan ahli bedah, perawat dan tim lain untuk mencapai kegiatan operasi pasien yang optimal. Kegiatan yang dilakukan misalnya penanganan jaringan, memberikan pemajanan pada daerah operasi, penggunaan instruman, jahitan bedah dan pemberian hemostatis (Association of Perioperative Registered Nurses , 2013).

  Peran RNFA diakui dalam lingkup praktik keperawatan dengan tindakan praktik perawat diseluruh 50 negara. Peran sebagai RNFA ini sudah berlangsung dengan baik di negara-negara Amerika Utara dan Eropa. Perawat teregistrasi adalah pekerjaan terbaik di Amerika Serikat pada tahun 2012, perawat melaksanakan hampir 90% dari semua layanan perawatan kesehatan, rata-rata perawat merawat sebanyak 8 pasien perhari. Ada 2,72 juta RN di Amerika Serikat.

  Jumlahnya lebih banyak dari tentara Amerika yang hanya 1,45 juta dan karyawan walmart yang 1,4 juta (Association of Perioperative

  Registered Nurses , 2013).

4. Perawat Anestesi

  Perawat anestesi adalah perawat dengan pendidikan perawat khusus anestesi. Peran utama sebagai perawat anestesi pada tahap praoperatif adalah memastikan identitas pasien yang akan dibius dan melakukan medikasi praanestesi. Kemudian pada tahap intraoperatif bertanggung jawab terhadap manajemen pasien, instrumen dan obat bius membantu dokter anestesi dalam proses pembiusan sampai pasien sadar penuh setelah operasi.

  Pada pelaksanaannya saat ini, perawat anestesi berperan pada hampir seluruh pembiusan umum. Perawat anestesi dapat melakukan tindakan prainduksi, pembiusan umum dan sampai pasien sadar penuh diruang pemulihan (Upik, 2011). Peran dan tanggung jawab perawat anestesi secara spesifik antara lain :

  a. Melakukan pendekatan holistik dan menjelaskan perihal tindakan prainduksi b. Manajemen sirkulasi dan suplai alat serta obat anestesi

  c. Memeriksa semua peralatan anestesi (mesin anestesi, monitor dan lainnya) sebelum memulai proses operasi d. Mempersiapkan jalur intravena dan arteri, menyiapkan pasokan obat anestesi, spuit dan jarum yang akan digunakan dan secara umum bertugas sebagai tangan kanan ahli anestesi, terutama selama induksi dan ektubasi e. Membantu perawat sirkulasi memindahkan pasien serta menempatkan tim bedah setelah pasien ditutup duk dan sesudah operasi berjalan

  f. Berada disisi pasien selama pembedahan, mengobservasi dan mencatat status tanda-tanda vital, obat-obatan, oksigenasi, cairan, transfusi darah, status sirkulasi dan merespon tanda komplikasi dari operator bedah g. Memberikan segala sesuatu yang dibutuhkan ahli anestesi untuk melakukan suatu prosedur (misalnya anestesi lokal, umum, atau regional).

D. Instalasi Gawat Darurat (IGD)

  Instalasi Gawat Darurat (IGD) rumah sakit mempunyai tugas menyelenggarakan pelayanan asuhan medis dan asuhan keperawatan sementara serta pelayanan pembedahan darurat bagi pasien yang datang dengan gawat darurat medis. IGD memiliki peran sebagai gerbang utama masuknya penderita gawat darurat (Ali, 2014). Pelayanan pasien gawat darurat adalah pelayanan yang memerlukan pelayanan segera, yaitu cepat, tepat dan cermat untuk mencegah kematian dan kecacatan. Pelayanan ini bersifat penting (emergency) sehingga diwajibkan untuk melayani pasien

  24 jam sehari secara terus menerus. Menurut Depkes RI (2006), petugas tim kesehatan di Instalasi Gawat Darurat di rumah sakit terdiri dari dokter ahli, dokter umum, atau perawat yang telah mendapat pelatihan penanganan kegawatdaruratan yang dibantu oleh perwakilan unit-unit lain yang bekerja di Instalasi Gawat Darurat.

E. Kerangka Teori

  4. Repetisi Low Back Pain

  5. Postur janggal

  4. Posisi tidak bergerak

  3. Gaya berlebih

  2. Pengaturan kerja yang buruk

  1. Pengulangan berkelanjutan

  2. Tekanan Faktor Ergonomi :

  1. Getaran

  Faktor Lingkungan :

Gambar 2.1 Kerangka Teori

  Sumber : (Pratiwi et al., 2009), (WHO, 2013), (Purnamasari, 2010), (Andini, 2015), (Kantana, 2010), (Umami et al., 2013), (Harrianto, 2007), (Straker, 2000),

  2. Durasi (Lama Kerja)

  1. Beban Kerja

  6. Kebiasaan Olahraga Faktor Pekerjaan :

  5. Massa Kerja

  4. Kebiasaan Merokok

  3. Jenis Kelamin

  2. Indeks Masa Tubuh (IMT)

  1. Usia

  (Fauci et al., 2008) Faktor Individu :

  3. Posisi Kerja

F. Kerangka Konsep

  Variabel Independent Variabel Dependent

Gambar 2.2 Kerangka Konsep G. Hipotesa Penelitian

  Hipotesa merupakan jawaban sementara penelitian yang akan dilakukan dan kebenarannya akan dibuktikan melalui penelitian. Hipotesa dibedakan menjadi 2, yaitu hipotesa nol dan hipotesa alternatif. Hipotesa nol adalah hipotesa yang dibuat untuk menyatakan suatu kesamaan atau ada tidaknya suatu perbedaan yang bermakna antara kedua kelompok atau

  a. Faktor Individu :

  1. Usia

  2. Indeks Masa Tubuh (IMT)

  3. Jenis Kelamin

  4. Massa Kerja

  5. Kebiasaan Olahraga

  b. Faktor Pekerjaan :

  1. Beban Kerja

  c. Faktor Ergonomi :

  1. Pengulangan berkelanjutan

  2. Pengaturan kerja yang buruk Keluhan Low

  Back Pain lebih mengenai hal yang dipermasalahkan, biasanya ditulis dengan Ho. Hipotesa alternatif adalah suatu hipotesa yang dibuat sebagai hipotesa lain (alternatif) apabila hipotesa nol ditolak (ada perbedaan), biasanya ditulis dengan Ha (Notoatmodjo, 2010). Hipotesa pada penelitian yang akan peneliti lakukan adalah : Ho : Ada hubungan antara faktor pekerjaan (beban kerja), faktor individu (usia, IMT, jenis kelamin, massa kerja, kebiasaan olahraga), faktor risiko ergonomi (pengulangan kerja, pengaturan kerja) dengan keluhan low back pain.

  Ha : Tidak ada hubungan antara faktor pekerjaan (beban kerja), faktor individu (usia, IMT, jenis kelamin, massa kerja, kebiasaan olahraga), faktor risiko ergonomi (pengulangan kerja, pengaturan kerja) dengan keluhan low back pain.