Pengaruh Stimulus Kutaneus Slow-Stroke Back Massage terhadap Intensitas Nyeri pada Penderita Low Back Pain (LBP) di Kelurahan Aek Gerger Sidodadi.

(1)

PENGARUH STIMULUS KUTANEUS SLOW STROKE BACK

MASSAGE TERHADAP INTENSITAS NYERI PADA

PENDERITA LOW BACK PAIN DI KELURAHAN

AEK GERGER SIDODADI

SKRIPSI

Oleh

Sri Adhyati 091121050

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

(3)

Prakata

Segala puji kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayahNya yang selalu tercurah sehingga memberikan saya kekuatan dan kemampuan yang luar biasa dalam menjalani hidup ini. Shalawat beriring salam saya haturkan kepada junjungan umat sepanjang zaman Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabat yang memberikan tauladan terindah sehingga memberikan motivasi kepada saya dalam menyelesaikan Skripsi dengan judul “Pengaruh Stimulus Kutaneus Slow-Stroke Back Massage terhadap Intensitas Nyeri pada Penderita Low Back Pain di Kelurahan Aek Gerger Sidodadi”.

Ucapan terima kasih saya sampaikan kepada pihak-pihak yang telah memberikan bantuan, bimbingan dan dukungan dalam proses penyelesaian Skripsi ini, sebagai berikut :

1. Bapak dr. Dedi Ardinata, M.Kes, sebagai Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara dan Ibu Erniyati, S.Kp, MNS, sebagai Pembantu Dekan I Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Ikhsanuddin A H, S.Kp, MNS, selaku dosen pembimbing I dan Ibu Salbiah, S.Kp, M.Kep, selaku pembimbing II, yang telah banyak meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran serta memberikan masukan-masukan yang bermanfaat bagi Skripsi ini dan juga memberi motivasi, semangat, dan dukungan kepada saya selama proses penyelesaian Skripsi ini.

3. Ibu Nur Asnah S, S.Kep, Ns, M.Kep, selaku dosen penguji yang telah banyak memberikan masukan untuk kesempurnaan Skripsi ini.


(4)

4. Bapak Iwan Rusdi, S.Kp, MNS, selaku Pembimbing Akademik yang telah memberikan nasehat dan motivasi kepada saya selama masa perkuliahan di Fakultas Keperawatan USU.

5. Seluruh Dosen Pengajar S1 Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara yang telah banyak memberikan pendidikan kepada saya selama proses perkuliahan dan staf nonakademik yang membantu memfasilitasi saya secara administratif.

6. Teristimewa kepada Ayahanda M.Darwin dan Ibunda tercinta Kartini yang selalu memberikan doa tulusnya, kasih sayang dan motivasi yang sangat berarti bagi hidup saya, serta Guru M.Riadi Sinaga yang selalu memberikan doa dan nasehat kepada saya. Kedua adik yang saya sayangi Fazli Alamsyah dan Muhammad Habib yang terus memberikan doa dan semangat kepada saya.

7. Kepada teman-teman tersayang Roza, Ridha, Melina, Gina, Kiki serta seluruh rekan-rekan mahasiswa/i ekstensi stambuk 2009 yang tidak dapat di sebutkan satu persatu, yang tak pernah henti menasehati dan memberi motivasi kepada saya untuk giat belajar dan segera menyelesaikan kuliah dengan baik.

8. Responden yang telah bersedia meluangkan waktu dan berpartisipasi dalam penelitian saya.

9. Semua pihak yang dalam kesempatan ini tidak dapat seluruhnya disebutkan namanya satu persatu yang telah banyak membantu saya baik dalam penyelesaian Skripsi ini maupun dalam menyelesaikan perkuliahan di Fakultas Keperawatan USU.


(5)

Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan karunia dan rahmat dari-Nya kepada semua pihak yang telah membantu saya. Harapan saya semoga skripsi ini bermanfaat dalam memberikan informasi di bidang kesehatan terutama keperawatan.

Medan, Januari 2011 Penulis


(6)

DAFTAR ISI

Halaman Judul ... i

Halaman Pengesahan ... ii

Prakata ... iii

Daftar Isi ... vi

Daftar Tabel ... viii

Daftar Gambar ... ix

Daftar Skema ... x

Abstrak ... xi

BAB 1. Pendahuluan ... 1

1. Latar Belakang ... 1

2. Perumusan Masalah ... 6

3. Tujuan Penelitian... 6

4. Manfaat Penelitian ... 7

BAB 2. Tinjauan Pustaka ... 9

1. Low Back Pain (LBP) ... 9

1.1. Defenisi Low Back Pain (LBP)... 9

1.2. Klasifikasi Low Back Pain (LBP) ... 9

1.3. Penyebab Low Back Pain (LBP) ... 10

1.4. Faktor Resiko Low Back Pain (LBP) ... 14

2. Nyeri ... 15

2.1. Defenisi Nyeri ... 15

2.2. Fisiologi Nyeri ... 16

2.3. Klasifikasi Nyeri ... 21

2.4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Respon Nyeri ... 23

2.5. Mekanisme Penurunan Nyeri ... 25

2.6. Intensitas Nyeri ... 28

3. Stimulus Kutaneus Slow-Stroke Back Massage ... 31

3.1. Defenisi Stimulus Kutaneus Slow-Stroke Back Massage .... 31

3.2. Pengaruh Stimulus Kutaneus Slow-Stroke Back Massage ... 32

3.3. Petunjuk ... 33

3.4. Metode ... 33

3.5. Prosedur Pelaksanaan ... 35

BAB 3. Kerangka Konsep ... 36

1. Kerangka Konsep ... 36

2. Kerangka Penelitian ... 37

3. Defenisi Operasional ... 37

4. Hipotesa ... 38

BAB 4. Metodologi Penelitian... 39

1. Desain Penelitian ... 39

2. Populasi, Sampel Penelitian dan Tehnik Sampling ... 40

3. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 41

4. Pertimbangan Etik ... 41

5. Instrumen Penelitian ... 42


(7)

7. Tehnik Pengolahan dan Analisa Data... 46

BAB 5. Hasil Penelitian dan Pembahasan... 48

1. Hasil Penelitian ... 48

2. Pembahasan... 52

BAB 6. Kesimpulan dan Saran ... 57

1. Kesimpulan ... 57

2. Saran ... 58

Daftar Pustaka ... 60

Lampiran-lampiran 1. Inform Consent ... 62

2. Instrumen Penelitian ... 64

3. Riwayat Hidup ... 69

4. Data Output SPSS ... 70


(8)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Sistem Interaksi Persepsi Nyeri ... 19 Tabel 2. Perbandingan Nyeri Akut dan Kronis ... 22 Tabel 3. Gambaran Rancangan Penelitian ... 39 Tabel 4. Distribusi, Frekuensi, dan Persentasi Karakteristik Demografi

Responden (n=7) ... 49 Tabel 5. Distribusi, Frekuensi, Proporsi Intensitas Nyeri Responden

Sebelum dan Sesudah Pemberian Intervensi Stimulus Kutaneus

Slow-Stroke Back Massage ... 51 Tabel 6. Perbedaan Intensitas Nyeri Responden Sebelum dan Sesudah

Pemberian Intervensi Stimulus Kutaneus Slow-Stroke Back

Massage ... 51 Tabel 7. Hasil Uji Paired T-Test untuk Perbedaan Intensitas Nyeri Low

Back Pain Sebelum dan Sesudah Pemberian Intervensi


(9)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Verbal Descriptor Scale (VDS) ... 29

Gambar 2. Numerical Rating Scales (NRS) ... 29

Gambar 3. Visual Analog Scale (VAS) ... 30

Gambar 4. Skala Bourbanis ... 30

Gambar 5. Gerakan Sirkular dalam Pemberian Stimulus Kutaneus SSBM ... 34

Gambar 6. Area Usapan Stimulus Kutaneus SSBM ... 34


(10)

DAFTAR SKEMA

Skema 1. Kerangka Konseptual... 37 Skema 2. Prosedur Pengumpulan Data ... 44


(11)

Judul : Pengaruh Stimulus Kutaneus Slow-Stroke Back Massage terhadap Intensitas Nyeri pada Penderita Low Back Pain (LBP) di Kelurahan Aek Gerger Sidodadi

Nama : Sri Adhyati

Nim : 091121050

Jurusan : Sarjana Keperawatan (S.Kep) Tahun Akademik : 2011

Abstrak

Low back pain (LBP) merupakan rasa nyeri di daerah punggung antara sudut bawah kosta (tulang rusuk) sampai lumbosakral (sekitar tulang ekor) yang disebabkan oleh aktivitas tubuh yang kurang baik. Rasa nyeri juga dapat menjalar ke daerah lain seperti punggung bagian atas dan pangkal paha. Salah satu tindakan non farmakologis untuk mengatasi nyeri ini adalah dengan menggunakan stimulus kutaneus slow stroke back massage. Mekanisme kerja stimulus kutaneus slow stroke back massage dalam menurunkan intensitas nyeri adalah dengan menggunakan prinsip teori gate control dan teori endorphin.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh stimulus kutaneus slow-stroke back massage terhadap intensitas nyeri pada penderita low back pain. Maka, desain penelitian ini menggunakan quasi eksperimen dengan pendekatan one group pretest-posttest. Sampel penelitian ini adalah masyarakat kelurahan Aek Gerger Sidodadi yang mengalami nyeri low back pain (LBP) sebanyak 7 orang yang diambil secara total sampling. Tehnik pengumpulan data dengan wawancara dan observasi.

Berdasarkan analisis menggunakan komputerisasi dengan uji paired t test diperoleh nilai rata-rata (mean) intensitas nyeri sebelum pemberian stimulus kutaneus slow-stroke back massage 4,7 (SD=0,76), sedangkan pada sesudah pemberian stimulus kutaneus slow-stroke back massage terjadi penurunan dengan nilai 3,3 (SD=0,49). Selain itu, dari hasil uji diperoleh nilai p=0,000 (p≤0,05) yang menunjukan adanya perbedaan signifikan antara sebelum dan sesudah intervensi, dengan tingkat kepercayaan 95% didapatkan nilai t=7,071 (t>1,96) yang berarti bahwa perbedaan tersebut dapat diterima dengan nilai perbedaan rata-rata (mean) sebesar 1,43 (SD=0,53), dimana wilayah perbedaan tersebut berada pada rentang 0,93-1,92. Sehingga dapat disimpulkan bahwa stimulus kutaneus slow stroke back massage mempengaruhi intensitas nyeri penderita low back pain (LBP). Dengan demikian, perawat dapat menggunakan stimulus ini dalam mengatasi nyeri sebagai tindakan non farmakologis.


(12)

Judul : Pengaruh Stimulus Kutaneus Slow-Stroke Back Massage terhadap Intensitas Nyeri pada Penderita Low Back Pain (LBP) di Kelurahan Aek Gerger Sidodadi

Nama : Sri Adhyati

Nim : 091121050

Jurusan : Sarjana Keperawatan (S.Kep) Tahun Akademik : 2011

Abstrak

Low back pain (LBP) merupakan rasa nyeri di daerah punggung antara sudut bawah kosta (tulang rusuk) sampai lumbosakral (sekitar tulang ekor) yang disebabkan oleh aktivitas tubuh yang kurang baik. Rasa nyeri juga dapat menjalar ke daerah lain seperti punggung bagian atas dan pangkal paha. Salah satu tindakan non farmakologis untuk mengatasi nyeri ini adalah dengan menggunakan stimulus kutaneus slow stroke back massage. Mekanisme kerja stimulus kutaneus slow stroke back massage dalam menurunkan intensitas nyeri adalah dengan menggunakan prinsip teori gate control dan teori endorphin.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh stimulus kutaneus slow-stroke back massage terhadap intensitas nyeri pada penderita low back pain. Maka, desain penelitian ini menggunakan quasi eksperimen dengan pendekatan one group pretest-posttest. Sampel penelitian ini adalah masyarakat kelurahan Aek Gerger Sidodadi yang mengalami nyeri low back pain (LBP) sebanyak 7 orang yang diambil secara total sampling. Tehnik pengumpulan data dengan wawancara dan observasi.

Berdasarkan analisis menggunakan komputerisasi dengan uji paired t test diperoleh nilai rata-rata (mean) intensitas nyeri sebelum pemberian stimulus kutaneus slow-stroke back massage 4,7 (SD=0,76), sedangkan pada sesudah pemberian stimulus kutaneus slow-stroke back massage terjadi penurunan dengan nilai 3,3 (SD=0,49). Selain itu, dari hasil uji diperoleh nilai p=0,000 (p≤0,05) yang menunjukan adanya perbedaan signifikan antara sebelum dan sesudah intervensi, dengan tingkat kepercayaan 95% didapatkan nilai t=7,071 (t>1,96) yang berarti bahwa perbedaan tersebut dapat diterima dengan nilai perbedaan rata-rata (mean) sebesar 1,43 (SD=0,53), dimana wilayah perbedaan tersebut berada pada rentang 0,93-1,92. Sehingga dapat disimpulkan bahwa stimulus kutaneus slow stroke back massage mempengaruhi intensitas nyeri penderita low back pain (LBP). Dengan demikian, perawat dapat menggunakan stimulus ini dalam mengatasi nyeri sebagai tindakan non farmakologis.


(13)

BAB 1 PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Setiap individu tidak terlepas dari aktivitas atau pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Sebagian aktivitas dan pekerjaan tersebut membutuhkan energi dan kekuatan otot yang cukup besar sehingga dapat menimbulkan berbagai macam keluhan, salah satunya adalah nyeri pinggang bawah. Hampir semua orang pernah mengalami nyeri pinggang. Sekitar 80% setiap orang dalam hidupnya pernah mengalami nyeri pada daerah pinggang bawah karena kesalahan postural tanpa mengenal jenis kelamin, tingkat sosial dan pekerjaan (Cailiet, 1981 dalam Ismiyati, 1997).

Angka kejadian nyeri pinggang bawah atau dalam bahasa Inggris disebut Low Back Pain (LBP), hampir sama pada semua populasi masyarakat di seluruh dunia, baik di negara maju maupun di negara berkembang (Elder LAM & Burdoff, 2003 dalam Shocker, 2008). Dari hasil penelitian Cropcord Indonesia (2004) menunjukkan bahwa penderita LBP pada jenis kelamin pria prevalensinya sebesar 18,2% dan pada wanita sebesar 13,6%. Sedangkan dari populasi pernah mengalami nyeri pinggang bawah sekali dan lebih selama hidupnya antara 60% hingga 90% (Setyohadi, 2005).

Setyawan (2008) menyebutkan sekitar 90% dari seluruh kasus LBP disebabkan oleh faktor mekanik, yaitu LBP pada struktur anatomik normal yang digunakan secara berlebihan atau akibat sekunder dari trauma atau deformitas, yang menimbulkan stress atau strain pada otot, tendon dan ligamen. Selain itu,


(14)

dari segi anatomis dan fungsional, LBP juga dapat disebabkan karena adanya kelainan pada spine, dimana spine merupakan struktur penyangga tubuh dan kepala yang selalu terlibat dalam berbagai sikap tubuh dan gerakan sehingga mudah sekali mengalami gangguan.

Nyeri pinggang bawah atau low back pain

Menurut Rice (2002) dalam Shocker (2008) menyebutkan penyebab yang paling sering ditemukan yang dapat mengakibatkan LBP adalah kekakuan dan spasme otot punggung oleh karena aktivitas tubuh yang kurang baik serta tegangnya postur tubuh. Selain itu berbagai penyakit juga dapat menyebabkan LBP seperti osteoarthritis, osteoporosis, fibromyalgia, scoliosis, dan rematik. Ismiyati (1997) menyatakan adanya kesalahan postural atau gerakan tubuh yang tidak proporsional dalam waktu lama dan terus menerus pada otot dan fascia akan menimbulkan nyeri kemudian terjadi spasme otot pinggang dan otot akan mengalami iskhemik.

merupakan rasa nyeri, ngilu, pegal yang terjadi di daerah pinggang bagian bawah (Ismiyati, 1997). Nyeri pinggang bawah bukanlah suatu penyakit tapi merupakan gejala akibat dari penyebab yang sangat beragam (Hakim, 1990).

Adanya nyeri membuat penderitanya seringkali takut untuk bergerak sehingga mengganggu aktifitas sehari-harinya dan dapat menurunkan produktifitasnya. Di samping itu, dengan mengalami nyeri, sudah cukup membuat pasien frustasi dalam menjalani hidupnya sehari-hari sehingga dapat mengganggu kualitas hidup pasien. Karenanya, terapi utama diarahkan untuk menangani nyeri ini (Potter & Perry, 2005).


(15)

Penanganan nyeri dapat dilakukan dengan terapi farmakologi dan terapi nonfarmakologi. Terapi farmakologi dengan menggunakan siklooksigenase inhibitor (COX inhibitor) sering menimbulkan efek samping yaitu gangguan gastrointestinal (Kozier, 2004). Selain itu, penggunaan jangka panjangnya dapat mengakibatkan perdarahan pada saluran cerna, tukak peptik, perforasi dan gangguan ginjal (Daniel, 2006).

Pedoman AHCPR (Agency for Health Care Policy and Research) untuk penatalaksanan nyeri akut (1992) menyebutkan bahwa intervensi nonfarmakologis merupakan intervensi yang cocok untuk pasien yang tidak ingin menggunakan terapi obat dalam mengatasi nyerinya dan pasien yang merasa cemas karena masih merasakan nyeri setelah menggunakan terapi farmakologi. Stimulasi kutaneus, distraksi, relaksasi, imajinasi terbimbing dan hipnosis adalah contoh intervensi nonfarmakologis yang sering digunakan dalam keperawatan dalam mengelola nyeri (Potter & Perry, 2005).

Stimulus kutaneus adalah stimulasi kulit yang dilakukan untuk menghilangkan nyeri. Salah satu langkah sederhana dalam upaya menurunkan nyeri dengan menggunakan stimulus kutaneus adalah dengan melakukan masase dan sentuhan. Masase dan sentuhan merupakan tehnik integrasi sensori yang mempengaruhi aktifitas sistem saraf otonom (Meek, 1993 dalam Potter & Perry, 2005). Apabila individu mempersepsikan sentuhan sebagai stimulus untuk rileks, kemudian akan muncul respon relaksasi. Relaksasi sangat penting dalam membantu klien untuk meningkatkan kenyamanan dan membebaskan diri dari ketakutan serta stres akibat penyakit yang dialami dan nyeri yang tak


(16)

berkesudahan (Potter & Perry, 2005). Selain itu rileks juga membantu mengurangi rasa cemas, sehingga mencegah menghebatnya stimulus nyeri (Long, 1996).

Salah satu jenis stimulus kutaneus adalah masase (usapan) punggung yang perlahan (Slow-Stroke Back Massage). Masase ini merupakan suatu tindakan memberi kenyamanan, yang dapat meredakan ketegangan, merilekskan pasien dan meningkatkan sirkulasi. Cara kerja dari slow stroke back massage (SSBM) ini menyebabkan terjadinya pelepasan endorfin, sehingga memblok transmisi stimulus nyeri (Potter & Perry, 2005).

Tehnik untuk melakukan SSBM dapat dilakukan dengan beberapa pendekatan, salah satu metode yang dilakukan adalah dengan mengusap kulit klien secara perlahan dan berirama dengan tangan, dengan kecepatan 60 kali usapan per menit (Potter & Perry, 2005). Usapan yang panjang dan lembut dapat memberikan kesenangan dan kenyamanan bagi pasien, sedangkan usapan yang pendek dan sirkuler cenderung lebih bersifat menstimulasi (Caldwell & Hegner, 2003). Tehnik ini sederhana dan mudah dilakukan, sehingga setiap perawat dan institusi kesehatan bisa menerapkannya untuk mengatasi masalah nyeri, khususnya pada pasien LBP. Tindakan ini juga memungkinkan perawat untuk memeriksa kondisi kulit pasien (Ester, 2005).

Keuntungan dari stimulus kutaneus slow-stroke back massage (SSBM) adalah tindakan ini dapat dilakukan di rumah, sehingga memungkinkan pasien dan keluarga melakukan upaya dalam mengontrol nyeri (Potter & Perry, 2005). Hal ini dapat membantu kemandirian klien dan keluarga dalam mengelola nyeri, khususnya bagi pasien yang sulit mendapatkan fasilitas pelayanan medis atau


(17)

pasien yang tidak ingin mengatasi nyeri dengan menggunakan terapi farmakologis. Selain itu dalam pemberian stimulus kutaneus SSBM tidak perlu menggunakan alat khusus yang membutuhkan biaya yang besar sehingga stimulus ini dapat diberikan kepada masyarakat mulai dengan tingkat ekonomi atas hingga masyarakat ekonomi bawah.

Seperti halnya di kelurahan Aek Gerger Sidodadi, berdasarkan data kelurahan tahun 2009, jumlah penduduk di kelurahan tersebut sebanyak 1854 kepala keluarga, 608 orang diantaranya bekerja sebagai pekerja kasar (karyawan perkebunan). Dari jumlah penduduk tersebut sebanyak 10% yang berusia 20-50 tahun melaporkan mengalami nyeri pada pinggang bagian bawah (Medical Record Puskesbun Tinjowan, 2009). Jumlah ini belum termasuk mereka yang tidak memeriksakan diri ke Puskesbun Tinjowan karena beberapa alasan, seperti kondisi Puskesbun yang jauh dari pemukiman, tidak mau meminum obat ataupun pekerjaan yang mengharuskan mereka bekerja setiap hari sehingga tidak ada waktu untuk berobat.

Dengan kondisi seperti di atas, maka sebagai seorang perawat perlu mengetahui tentang tehnik stimulus kutaneus slow-stroke back massage dan efeknya yang dapat memberikan rasa nyaman bagi penderita LBP. Hal ini berguna untuk membantu perawat meningkatkan pelayanannya dalam mengurangi rasa cemas dan nyeri yang dirasakan oleh penderita LBP, karena rasa nyeri tersebut mengganggu aktivitas penderita LBP untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka sehari-hari.


(18)

Berdasarkan latar belakang di atas, maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh stimulus kutaneus slow-stroke back massage terhadap intensitas nyeri pada penderita Low Back Pain (LBP) di kelurahan Aek Gerger Sidodadi.

2. Perumusan Masalah

Nyeri merupakan kondisi yang sangat mengganggu kenyamanan dan aktifitas penderita low back pain (LBP). Salah satu nyeri yang dialami adalah nyeri pinggang bawah, bahkan menyebar hingga ekstremitas bawah. Berbagai intervensi dapat dilakukan untuk menangani nyeri ini, salah satunya adalah dengan stimulus kutaneus slow-stroke back massage.

Dari pernyataan ini maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: “Apakah pemberian stimulus kutaneus slow-stroke back massage mempengaruhi intensitas nyeri pada penderita low back pain (LBP)?”

3. Tujuan Penelitian 3.1. Tujuan Umum

Mengetahui pengaruh stimulus kutaneus slow-stroke back massage terhadap intensitas nyeri pada penderita low back pain (LBP) di kelurahan Aek Gerger, Sidodadi.


(19)

3.2. Tujuan Khusus

3.2.1. Mengidentifikasi intensitas nyeri low back pain sebelum pemberian stimulus kutaneus slow-stroke back massage diberikan pada penderita LBP di kelurahan Aek Gerger, Sidodadi.

3.2.2. Mengidentifikasi intensitas nyeri low back pain sesudah pemberian stimulus kutaneus slow-stroke back massage diberikan pada penderita LBP di kelurahan Aek Gerger, Sidodadi.

3.2.3. Mengidentifikasi perbedaan intensitas nyeri sebelum dan sesudah pemberian stimulus kutaneus slow-stroke back massage pada penderita LBP di kelurahan Aek Gerger, Sidodadi.

4. Manfaat Penelitian

4.1. Bagi Praktek Keperawatan

Sebagai salah satu intervensi bagi perawat dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien nyeri, khususnya pasien yang mengalami nyeri LBP dalam rangka mempercepat proses penyembuhan sehingga dapat meningkatkan mutu pelayanan keperawatan.

4.2. Bagi Pendidikan Keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan oleh perawat pendidik untuk mengembangkan metode pembelajaran yang tepat untuk meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam memahami pengaruh stimulus kutaneus


(20)

slow-stroke back massge terhadap intensitas nyeri panderita LBP dan mempersiapkan mahasiswa untuk menerapkannya dalam pemberian asuhan keperawatan.

4.3. Bagi Penelitian Keperawatan

Sebagai penambah bahan informasi dan wacana untuk pengembangan penelitian lebih lanjut, khususnya bagi peneliti keperawatan yang ingin melakukan pengembangan penelitian tentang pemberian stimulus kutaneus slow-stroke back massage dengan masalah nyeri akibat gangguan fisik lain.


(21)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

1. Low Back Pain (LBP)

1.1. Defenisi Low Back Pain (LBP)

Low back pain (LBP) adalah nyeri di daerah punggung antara sudut bawah kosta (tulang rusuk) sampai lumbosakral (sekitar tulang ekor). Nyeri juga bisa menjalar ke daerah lain seperti punggung bagian atas dan pangkal paha (Rakel, 2002). LBP atau nyeri punggung bawah merupakan salah satu gangguan muskuloskeletal yang disebabkan oleh aktivitas tubuh yang kurang baik (Maher, Salmond & Pellino, 2002).

1.2. Klasifikasi Low Back Pain (LBP)

Menurut Bimariotejo (2009), berdasarkan perjalanan kliniknya LBP terbagi menjadi dua jenis, yaitu:

1.2.1. Acute Low Back Pain

Acute low back pain ditandai dengan rasa nyeri yang menyerang secara tiba-tiba dan rentang waktunya hanya sebentar, antara beberapa hari sampai beberapa minggu. Rasa nyeri ini dapat hilang atau sembuh. Acute low back pain dapat disebabkan karena luka traumatik seperti kecelakaan mobil atau terjatuh, rasa nyeri dapat hilang sesaat kemudian. Kejadian tersebut selain dapat merusak jaringan, juga dapat melukai otot, ligamen dan tendon. Pada kecelakaan yang lebih serius, fraktur tulang pada daerah lumbal dan spinal dapat masih sembuh


(22)

sendiri. Sampai saat ini penatalaksanan awal nyeri pinggang akut terfokus pada istirahat dan pemakaian analgesik.

1.2.2.Chronic Low Back Pain

Rasa nyeri pada chronic low back pain bisa menyerang lebih dari 3 bulan. Rasa nyeri ini dapat berulang-ulang atau kambuh kembali. Fase ini biasanya memiliki onset yang berbahaya dan sembuh pada waktu yang lama. Chronic low back pain dapat terjadi karena osteoarthritis, rheumatoidarthritis, proses degenerasi discus intervertebralis dan tumor.

1.3. Penyebab Low Back Pain (LBP)

Beberapa faktor yang menyebabakan terjadinya LBP, antara lain:

1.3.1.Kelainan Tulang Punggung (Spine) Sejak Lahir

Keadaan ini lebih dikenal dengan istilah Hemi Vertebrae. Menurut Soeharso (1978) kelainan-kelainan kondisi tulang vertebra tersebut dapat berupa tulang vertebra hanya setengah bagian karena tidak lengkap pada saat lahir. Hal ini dapat menyebabkan timbulnya low back pain yang disertai dengan skoliosis ringan.

Selain itu ditandai pula adanya dua buah vertebra yang melekat menjadi satu, namun keadaan ini tidak menimbulkan nyeri. Terdapat lubang di tulang vertebra dibagian bawah karena tidak melekatnya lamina dan keadaan ini dikenal dengan Spina Bifida. Penyakit spina bifida dapat menyebabkan gejala-gejala berat sepert club foot, rudimentair foof, kelayuan pada kaki, dan sebagainya. namun jika lubang tersebut kecil, tidak akan menimbulkan keluhan.


(23)

Beberapa jenis kelainan tulang punggung (spine) sejak lahir adalah:

a. Penyakit Spondylisthesis

Pada spondylisthesis merupakan kelainan pembentukan korpus vertebrae, dimana arkus vertebrae tidak bertemu dengan korpus vertebrae (Bimariotejo, 2009). Walaupun kejadian ini terjadi sewaktu bayi, namun ketika berumur 35 tahun baru menimbulkan nyeri akibat kelinan-kelainan degeneratif. Nyeri pinggang ini berkurang atau hilang bila penderita duduk atau tidur dan akan bertambah, bila penderita itu berdiri atau berjalan (Bimariotejo, 2009).

Soeharso (1978) menyebutkan gejala klinis dari penyakit ini adalah:

1). Penderita memiliki rongga badan lebih pendek dari semestinya. Antara dada dan panggul terlihat pendek.

2). Pada punggung terdapat penonjolan processus spinosus vertebra yang menimbulkan skoliosis ringan.

3). Nyeri pada bagian punggung dan meluas hingga ke ekstremitas bawah. 4). Pemeriksaan X-ray menunjukan adanya dislokasi, ukuran antara ujung

spina dan garis depan corpus pada vertebra yang mengalami kelainan lebih panjang dari garis spina corpus vertebrae yang terletak diatasnya.

b. Penyakit Kissing Spine

Penyakit ini disebabkan karena dua tau lebih processus spinosus bersentuhan. Keadan ini bisa menimbulkan gejala dan tidak. Gejala yang ditimbulkan adalah low back pain. Penyakit ini hanya bisa diketahui dengan pemeriksaan X-ray dengan posisi lateral (Soeharso, 1978).


(24)

c. Sacralisasi Vertebrae Lumbal Ke V

Penyakit ini disebabkan karena processus transversus dari vertebra lumbal ke V melekat atau menyentuh os sacrum dan/atau os ileum (Soeharso, 1978).

1.3.2.Low Back Pain karena Trauma

Trauma dan gangguan mekanis merupakan penyebab utama LBP (Bimariotejo, 2009). Pada orang-orang yang tidak biasa melakukan pekerjaan otot atau melakukan aktivitas dengan beban yang berat dapat menderita nyeri pinggang bawah yang akut.

Gerakan bagian punggung belakang yang kurang baik dapat menyebabkan kekakuan dan spasme yang tiba-tiba pada otot punggung, mengakibatkan terjadinya trauma punggung sehingga menimbulkan nyeri. Kekakuan otot cenderung dapat sembuh dengan sendirinya dalam jangka waktu tertentu. Namun pada kasus-kasus yang berat memerlukan pertolongan medis agar tidak mengakibatkan gangguan yang lebih lanjut (Idyan, 2008).

Menurut Soeharso (1978), secara patologis anatomis, pada low back pain yang disebabkan karena trauma, dapat ditemukan beberapa keadaan, seperti:

a. Perubahan pada sendi Sacro-Iliaca

Gejala yang timbul akibat perubahan sendi sacro-iliaca adalah rasa nyeri pada os sacrum akibat adanya penekanan. Nyeri dapat bertambah saat batuk dan saat posisi supine. Pada pemerikasaan, lassague symptom positif dan pergerakan kaki pada hip joint terbatas.


(25)

b. Perubahan pada sendi Lumba Sacral

Trauma dapat menyebabkan perubahan antara vertebra lumbal V dan sacrum, dan dapat menyebabkan robekan ligamen atau fascia. Keadaan ini dapat menimbulkan nyeri yang hebat di atas vertebra lumbal V atau sacral I dan dapat menyebabkan keterbatasan gerak.

1.3.3. Low Back Pain karena Perubahan Jaringan

Kelompok penyakit ini disebabkan karena terdapat perubahan jaringan pada tempat yang mengalami sakit. Perubahan jaringan tersebut tidak hanya pada daerah punggung bagian bawah, tetapi terdapat juga disepanjang punggung dan anggota bagian tubuh lain (Soeharso, 1978).

Beberapa jenis penyakit dengan keluhan LBP yang disebabakan oleh perubahan jaringan antara lain:

a. Osteoartritis (Spondylosis Deformans)

Dengan bertambahnya usia seseorang maka kelenturan otot-ototnya juga menjadi berkurang sehingga sangat memudahkan terjadinya kekakuan pada otot atau sendi. Selain itu juga terjadi penyempitan dari ruang antar tulang vetebra yang menyebabkan tulang belakang menjadi tidak fleksibel seperti saat usia muda. Hal ini dapat menyebabkan nyeri pada tulang belakang hingga ke pinggang (Idyan, 2008).

b. Penyakit Fibrositis

Penyakit ini juga dikenal dengan Reumatism Muskuler. Penyakit ini ditandai dengan nyeri dan pegal di otot, khususnya di leher dan bahu. Rasa


(26)

nyeri memberat saat beraktivitas, sikap tidur yang buruk dan kelelahan (Dieppe, 1995 dalam Idyan, 2008).

c. Penyakit Infeksi

Menurut Diepee (1995) dalam Idyan (2008), infeksi pada sendi terbagi atas dua jenis, yaitu infeksi akut yang disebabkan oleh bakteri dan infeksi kronis, disebabkan oleh bakteri tuberkulosis. Infeksi kronis ditandai dengan pembengkakan sendi, nyeri berat dan akut, demam serta kelemahan.

1.3.4. Low Back Pain karena Pengaruh Gaya Berat

Gaya berat tubuh, terutama dalam posisi berdiri, duduk dan berjalan dapat mengakibatkan rasa nyeri pada punggung dan dapat menimbulkan komplikasi pada bagian tubuh yang lain, misalnya genu valgum, genu varum, coxa valgum dan sebagainya (Soeharso, 1987). Beberapa pekerjaan yang mengaharuskan berdiri dan duduk dalam waktu yang lama juga dapat mengakibatkan terjadinya LBP (Klooch, 2006 dalam Shocker, 2008).

Kehamilan dan obesitas merupakan salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya LBP akibat pengaruh gaya berat. Hal ini disebabkan terjadinya penekanan pada tulang belakang akibat penumpukan lemak, kelainan postur tubuh dan kelemahan otot (Bimariotejo, 2009).

1.4. Faktor Resiko Low Back Pain (LBP)

Faktor resiko nyeri pinggang meliputi usia, jenis kelamin, berat badan, etnis, merokok, pekerjaan, paparan getaran, angkat beban yang berat yang berulang-ulang, membungkuk, duduk lama, geometri kanal lumbal spinal dan


(27)

faktor psikososial (Bimariotejo, 2009). Sifat dan karakteristik nyeri yang dirasakan pada penderita LBP bermacam-macam seperti nyeri terbakar, nyeri tertusuk, nyeri tajam, hingga terjadi kelemahan pada tungkai (Idyan, 2008). Nyeri ini terdapat pada daerah lumbal bawah, disertai penjalaran ke daerah-daerah lain, antara lain sakroiliaka, koksigeus, bokong, kebawah lateral atau posterior paha, tungkai, dan kaki (Bimariotejo, 2009).

2. Nyeri

2.1. Definisi Nyeri

Nyeri merupakan suatu kondisi yang lebih dari sekedar sensasi tunggal yang disebabkan oleh stimulus tertentu. Nyeri bersifat subjektif dan sangat bersifat individual. Stimulus nyeri dapat berupa stimulus yang bersifat fisik dan/atau mental, sedangkan kerusakan dapat terjadi pada jaringan aktual atau pada fungsi ego seorang individu (Mahon, 1994 dalam Potter & Perry, 2005).

Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang aktual maupun potensial (Smeltzer & Bare, 2002). Nyeri merupakan mekanisme fisiologis yang bertujuan untuk melindungi diri. Nyeri merupakan tanda peringatan bahwa terjadi kerusakan jaringan, yang harus menjadi pertimbangan utama keperawatan saat mengkaji nyeri (Clancy & Mc. Vicar, 1992 dalam Potter & Perry, 2005).

Namun, ada pasien yang secara fisik tidak mampu melaporkan nyeri secara verbal, sehingga perawat juga bertanggung jawab terhadap pengamatan perilaku nonverbal yang dapat terjadi bersama dengan nyeri. Dengan demikian,


(28)

ada 4 atribut pasti dalam pengalaman nyeri, yaitu : nyeri bersifat individu, tidak menyenangkan, merupakan suatu kekuatan yang mendominasi dan bersifat tidak berkesudahan (Mahon, 1994 dalam Potter & Perry, 2005).

2.2. Fisiologi Nyeri

Fisiologi nyeri terdiri atas 3 fase, yaitu resepsi, persepsi dan reaksi (Potter & Perry, 2005). Stimulus penghasil nyeri mengirimkan impuls melalui serabut saraf perifer. Serabut nyeri memasuki medula spinalis dan menjalani salah satu dari beberapa rute saraf dan akhirnya sampai di dalam masa berwarna abu-abu di medula spinalis. Pesan nyeri dapat berinteraksi dengan sel-sel inhibitor, mencegah stimulus nyeri sehingga tidak mencapai otak atau ditransmisi tanpa hambatan ke korteks serebral, maka otak menginterpretasi kualitas nyeri dan memproses informasi tentang pengalaman dan pengetahuan yang lalu serta asosiasi kebudayaan dalam upaya mempersepsikan nyeri (McNair, 1990 dalam Potter & Perry, 2005).

2.2.1. Resepsi

Nyeri terjadi karena ada bagian/organ yang menerima stimulus nyeri tersebut, yaitu reseptor nyeri (nosiseptor). Nosiseptor merupakan ujung-ujung saraf yang bebas, tidak bermielin atau sedikit bermieln dari neuron aferen. Nosiseptor tersebar luas pada kulit dan mukosa dan terdapat pada struktur-struktur yang lebih dalam seperti pada visera, persendian, dinding arteri, hati dan kandung empedu (Kozier, 2004).


(29)

Nosiseptor memberi respon terhadap stimuli yang membahayakan seperti stimuli kimiawi, thermal, listrik atau mekanis. Spasme otot menimbulkan nyeri karena menekan pembuluh darah yang menjadi anoksia. Pembengkakan jaringan menjadi nyeri akibat tekanan (stimulus mekanis) kepada nosiseptor yang menghubungkan jaringan (Kozier, 2004).

Impuls saraf, yang dihasilkan oleh stimulus nyeri, menyebar disepanjang saraf perifer dan mengkonduksi stimulus nyeri: serabut A-Delta bermielin dan cepat dan serabut C yang tidak bermielinasi dan berukuran sangat kecil serta lambat. Serabut A mengirim sensasi yang tajam, terlokalisasi dan jelas yang melokalisasi sumber nyeri dan mendeteksi intensitas nyeri (Jones & Cory, 1990 dalam Potter & Perry, 2005). Serabut C menyampaikan impuls yang terlokalisasi buruk, viseral dan terus menerus (Puntillo, 1988 dalam Potter & Perry, 2005).

Transmisi stimulus nyeri berlanjut di sepanjang serabut saraf aferen dan berakhir di bagian kornu dorsalis medula spinalis. Di dalam kornu dorsalis, neurotransmiter seperti substansi P dilepaskan, sehingga menyebabkan suatu transmisi sinapsis dari saraf perifer (sensori) ke saraf traktus spinotalamus (Paice, 1991 dalam Potter & Perry, 2005), yang memungkinkan impuls nyeri ditransmisikan lebih jauh ke dalam sistem saraf pusat. Di traktus ini juga terdapat serabut-serabut saraf yang berakhir di otak tengah, yang menstimulasi daerah tersebut untuk mengirim stimulus kembali ke bawah kornu dorsalis di medula spinalis (Paice, 1991 dalam Potter & Perry, 2005).


(30)

Setelah impuls nyeri naik ke medula spinalis, informasi ditransmisikan dengan cepat ke otak, termasuk pembentukan retikular, sistem limbik, talamus, dan korteks sensori dan korteks asosiasi. Seiring dengan transmisi stimulus nyeri, tubuh mampu menyesuaikan diri atau memvariasikan resepsi nyeri. Terdapat serabut saraf di traktus spinotalamus yang berakhir di otak tengah, menstimulasi daerah tersebut untuk mengirim stimulus kembali ke bawah kornu dorsalis di medula spinalis. Serabut ini disebut sistem nyeri desenden, yang bekerja dengan melepaskan neuroregulator yang menghambat transmisi stimulus nyeri (Paice, 1991 dalam Potter & Perry, 2005)

Impuls nyeri kemudian ditransmisikan dengan cepat ke pusat yang lebih tinggi di otak, talamus dan otak tengah. Dari talamus, serabut mentransmisikan pesan nyeri ke berbagai area otak, termasuk korteks sensori dan korteks asosiasi (di kedua lobus parietalis), lobus frontalis dan sistem limbik (Paice, 1991 dalam Potter & Perry, 2005). Di dalam sistem limbik diyakini terdapat sel-sel yang mengontrol emosi, khususnya untuk ansietas. Dengan demikian, sistem limbik berperan aktif dalam memproses reaksi emosi terhadap nyeri (Potter & Perry, 2005).

2.2.2. Persepsi

Persepsi merupakan titik kesadaran seseorang terhadap nyeri. Stimulus nyeri ditransmisikan ke talamus dan otak tengah. Dari talamus, serabut mentransmisikan pesan nyeri ke berbagai area otak (Paice, 1991 dalam Potter & Pery 2005). Setelah transmisi saraf berakhir di dalam pusat otak yang lebih tinggi, maka individu akan mempersepsikan sensasi nyeri dan terjadilah reaksi


(31)

yang kompleks. Faktor-faktor psikologis dan kognitif berinteraksi dengan faktor-faktor neurofisiologis dalam mempersepsikan nyeri. Meinhart dan McCaffery (1983) menjelaskan 3 sistem interaksi persepsi nyeri sebagai sensori-diskriminatif, motivasi-afektif dan kognitif-evaluatif (Potter & Perry, 2005). Persepsi menyadarkan individu dan mengartikan nyeri itu sehingga kemudian individu dapat bereaksi. Penjelasannya dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 1. Sistem Interaksi Persepsi Nyeri

No Sistem Interaksi Persepsi Nyeri 1. Sensori-Diskriminatif

a. Transmisi nyeri terjadi antara talamus dan korteks sensori.

b. Seorang individu mempersepsikan lokasi, keparahan dan karakter nyeri. c. Faktor-faktor yang menurunkan tingkat kesadaran (mis. Analgesik,

anestetik, penyakit serebral) menurunkan persepsi nyeri.

d. Faktor-faktor yang meningkatkan kesadaran terhadap stimulus (mis. Ansietas, gangguan tidur) meningkatkan persepsi nyeri.

2. Motifasi-Afektif

a. Interaksi antara pembentukan sistem retikular dan sistem limbik menghasilkan persepsi nyeri.

b. Pembentukan retikular menghasilkan respons pertahanan, menyebabkan individu menginterupsi atau menghindari stimulus nyeri.

c. Sistem limbik mengontrol respon emosi dan kemampuan yaitu koping nyeri.

3. Kognitif-Evaluatif

a. Pusat kortikal yang lebih tinggi di otak mempengaruhi persepsi.

b. Kebudayaan, pengalaman dengan nyeri, dan emosi, mempengaruhi evaluasi terhadap pengalaman nyeri.

c. Membantu seseorang untuk menginterpretasi intensitas dan kualitas nyeri sehingga dapat melakukan suatu tindakan.

Sumber : Potter & Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan Praktik, Edisi 4 Volume 2. EGC: Jakarta


(32)

2.2.3. Reaksi

Reaksi terhadap nyeri merupakan respons fisiologis dan perilaku yang terjadi setelah mempersepsikan nyeri. Reaksi terhadap nyeri meliputi beberapa respon antara lain:

a. Respon Fisiologis

Potter dan Perry (2005) menyatakan, nyeri dengan intensitas yang ringan hingga sedang dan nyeri yang superfisial akan menimbulkan reaksi “flight or fight”, yang merupakan sindrom adaptasi umum. Stimulasi pada cabang simpatis pada sistem saraf otonom menghasilkan respon fisiologis dan sistem saraf parasimpatis akan menghasilkan suatu aksi.

b. Respon Perilaku

Gerakan tubuh yang khas dan ekspresi wajah yang mengindikasikan nyeri meliputi menggeretakkan gigi, memegang bagian tubuh yang terasa nyeri, postur tubuh membengkok, dan ekspresi wajah yang menyeringai. Seorang klien mungkin menangis atau mengaduh, gelisah atau sering memanggil perawat. Namun kurangnya ekspresi tidak selalu berarti bahwa klien tidak mengalami nyeri (Potter dan Perry, 2005).

Mahon (1994) mencatat bahwa nyeri dapat memiliki sifat yang mendominasi, yang mengganggu kemampuan individu berhubungan dengan oarang lain dan merawat diri sendiri.

Meinhart dan McCaffery (1983) dalam Potter dan Perry, (2005), mendeskripsikan 3 fase pengalaman nyeri, yaitu:


(33)

1). Antisipasi terhadap nyeri memungkinkan individu untuk belajar tentang nyeri dan upaya untuk menghilangkannya

2). Sensasi nyeri terjadi ketika merasakan nyeri. Individu bereaksi terhadap nyeri dengan cara yang berbeda-beda, tergantung toleransinya

3). Toleransi bergantung pada sikap, motivasi dan nilai yang diyakini seseorang. Fase akibat terjadi ketika nyeri berkurang atau berhenti. Klien mungkin masih memerlukan perhatian perawat. Jika klien mengalami serangkaian episode nyeri yang berulang, maka respon akibat dapat menjadi masalah kesehatan yang berat. Perawat membantu klien memperoleh kontrol dan harga diri untuk meminimalkan rasa takut akan kemungkinan pengalaman nyeri.

2.3. Klasifikasi Nyeri 2.3.1. Nyeri Umum

Klasifikasi nyeri secara umum dibagi menjadi 2 yaitu: nyeri akut dan nyeri kronik. Klasifikasi ini didasarkan pada waktu/durasi terjadinya nyeri.

a. Nyeri Akut

Nyeri akut adalah nyeri yang berlangsung tidak lebih dari 6 bulan dan serangan nyeri bersifat mendadak. Penyebab nyeri diketahui dan daerah nyeri juga dapat diidentifikasi (Long, 1996). Nyeri akut yang tidak diatasi secara adekuat mempunyai efek yang membahayakan di luar ketidaknyamanan yang


(34)

disebabkannya karena dapat mempengaruhi sistem pulmonari, kardiovaskuler, gastrointestinal, endokrin dan imunologik (Benedetti et al, 1984; Yeager et al, 1987, dalam Potter & Perry, 2005).

b. Nyeri Kronik

Nyeri kronik adalah nyeri yang berlangsung selama lebih dari 6 bulan. Nyeri kronik berlangsung diluar waktu penyembuhan yang diperkirakan, karena biasanya nyeri ini tidak memberikan respon terhadap pengobatan yang diarahkan pada penyebabnya. Jadi, nyeri ini biasanya dikaitkan dengan kerusakan jaringan (Guyton & Hall, 1997). Nyeri kronik mengakibatkan supresi pada fungsi sistem imun yang dapat meningkatkan pertumbuhan tumor, depresi dan ketidakmampuan. Perbedaan nyeri akut dan nyeri kronik terlihat pada tebel 2.2

Tabel 2. Perbandingan Nyeri Akut dan Kronis

Karakteristik Nyeri Akut Nyeri Kronis

Pengalaman Sumber Serangan Waktu Pernyataan nyeri Gejala klinis Pola Kegiatan Suatu kejadian

Eksternal atau dari dalam Mendadak

Transient

Daerah nyeri tidak diketahui dengan pasti

Respon khas, gejala lebih jelas Membatasi diri

Berusaha membebaskan diri dari nyeri

Suatu situasi, status eksistensi

Tidak diketahui, tidak dirubah, pengobatan lama Mendadak, berkembang, terselubung

Lama (berbulan-bulan s/d bertahun-tahun)

Daerah nyeri dapat dibedakan. Intensitas nyeri sukar dievaluasi

Pola respon bervariasi

Berlangsung terus, intensitas bervariasi

Memodifikasi pengalaman nyeri

Sumber: Long, B C. 1996. Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses Keperawatan). Yayasan IAPK Pajajaran: Bandung


(35)

2.3.2. Nyeri Spesifik

Nyeri spesifik terdiri atas beberapa macam, antara lain:

a. Nyeri Somatis

Nyeri somatis yaitu nyeri yang umumnya bersumber dari kulit dan jaringan di bawah kulit (superfisial) pada otot dan tulang (Long, 1996). Contoh, nyeri yang dirasakan saat kulit tertusuk benda yang runcing.

b. Nyeri Menjalar (Referred Pain),

Nyeri yang dirasakan di bagian tubuh yang jauh letaknya dari jaringan yang menyebabkan rasa nyeri, biasanya dari cedera organ viseral (Hidayat, 2006). Contoh, orang yang mendapat serangan jantung mengeluh nyeri pada bagian lengan kiri sedangkan jaringan yang rusak terjadi pada miokardium.

c. Nyeri Viseral

Nyeri viseral merupakan nyeri yang berasal dari bermacam-macam organ visera dalam abdomen dan dada (Guyton & Hall, 1997). Contoh, nyeri pada ulkus peptikum.

2.4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Respon Nyeri

Beberapa faktor mempengaruhi nyeri yang dialami oleh pasien, termasuk:

2.4.1. Pengalaman Masa Lalu

Pengalaman sebelumnya tidak selalu berarti bahwa individu tersebut akan menerima nyeri dengan mudah di masa yang akan datang. Apabila individu sejak lama sering mengalami serangkaian episode nyeri tanpa pernah sembuh atau menderita nyeri yang berat, maka ansietas akan muncul. Sebaliknya, apabila


(36)

individu mengalami nyeri dengan jenis yang sama berulang-ulang, tetapi nyeri tersebut berhasil dihilangkan, akan lebih mudah individu tersebut menginterpretasikan sensasi nyeri (Potter & Perry, 2005).

2.4.2. Ansietas

Ansietas seringkali meningkatkan persepsi nyeri, tetapi nyeri juga dapat menimbulkan suatu perasaan ansietas. Individu yang sehat secara emosional, biasanya lebih mampu mentoleransi nyeri dari pada individu yang memiliki status emosional yang kurang stabil (Potter & Perry, 2005).

2.4.3. Budaya

Budaya dan etnis mempunyai pengaruh terhadap bagaimana seseorang berespon terhadap nyeri dan mengekpresikan nyeri. Terdapat variasi yang signifikan dalam ekspresi nyeri pada budaya yang berbeda. Individu mempelajari apa yang diharapkan dan apa yang diterima oleh kebudayaan mereka (Kozier, 2004).

2.4.4. Usia

Usia merupakan variabel penting yang mempengaruhi nyeri khususnya pada lansia dan anak-anak. Pada lansia, cara berespons terhadap nyeri mungkin berbeda, persepsi nyeri mungkin berkurang, kecuali pada lansia yang sehat mungkin tidak berubah (Potter & Perry, 2005).

2.4.5. Makna Nyeri

Makna seseorang dikaitkan dengan nyeri mempengaruhi pengalaman nyeri dan cara seseorang beradaptasi terhadap nyeri. Individu akan


(37)

mempersepsikan nyeri dengan cara berbeda-beda, apabila nyeri tersebut memberi kesan ancaman, suatu kehilangan, hukuman dan tantangan (Potter & Perry, 2005).

2.4.6. Gaya Koping

Nyeri dapat menyebabkan seseorang merasa kehilangan kontrol terhadap lingkungan atau hasil akhir dari peristiwa-peristiwa yang terjadi, jadi gaya koping mempengaruhi kemampuan individu dalam mengatasi nyeri. Klien seringkali menemukan berbagai cara untuk mengembangkan koping terhadap efek fisik dan psikologis dari nyeri. Sumber-sumber koping seperti berkomunikasi dengan keluarga pendukung, melakukan latihan atau menyanyi klien selama ia mengalami nyeri penting untuk dipahami (Potter & Perry, 2005).

2.5. Mekanisme Penurunan Nyeri

2.5.1. Teori Pengendalian Gerbang (Gate Control Theory)

Teori pengendalian gerbang (Melzack & Wall, 1982 dalam Potter & Perry, 2005) menjelaskan mengapa terkadang sistem saraf pusat menerima stimulus berbahaya dan terkadang tidak, meskipun pada kerusakan jaringan hebat, mengabaikannya. Teori ini mengusulkan bahwa impuls nyeri dapat diatur atau bahkan dihambat oleh mekanisme pertahanan di sepanjang sistem saraf pusat. Mekanisme pertahanan/gerbang ini dapat ditemukan di sel-sel gelatinosa substansia di dalam kornu dorsalis pada medula spinalis, talamus dan sistem limbik (Clancy & Mc Vicar, 1992 dalam Potter & Perry, 2005).


(38)

Teori ini mengatakan bahwa impuls nyeri dihantarkan saat sebuah pertahanan dibuka dan impuls dihambat saat sebuah pertahanan tertutup. Upaya menutup pertahanan tersebut merupakan dasar terapi menghilangkan nyeri.

Transmisi impuls nyeri melalui pintu gerbang sumsum tulang belakang dipengaruhi oleh:

a. Aktivitas Serabut Sensori

Gerbang akan terbuka dengan adanya perangsangan serabut A delta dan C yang melepaskan substansi P untuk mentransmisi impuls melalui mekanisme gerbang. Sinyal nyeri ini bisa diblok dengan stimulasi serabut A beta. Serabut saraf A beta adalah serat saraf bermielin yang besar sehingga mengantarkan impuls ke sistem saraf pusat jauh lebih cepat daripada serabut A delta atau serabut C. Serabut ini berespon terhadap masase ringan pada kulit, pergerakan dan stimulasi listrik (Kenworthy, 2002).

Ketiga hal ini, dalam bahasa non fisiologi, membuat otak tetap “sibuk” sehingga mencegahnya untuk terlalu terganggu dengan impuls yang datang dari sumber nyeri. Serabut ini banyak terdapat di kulit sehingga stimulasi kulit dapat menurunkan persepsi nyeri (Guyton & Hall, 1997). Apabila masukan yang dominan berasal dari serabut A beta, maka gerbang akan menutup. Diyakini mekanisme penutupan ini dapat terlihat saat seorang perawat menggosok punggung pasien dengan lembut (Potter & Perry, 2005).


(39)

b. Neuroregulator: Endorphin

Neuroregulator atau substansi yang mempengaruhi transmisi stimulus saraf memegang peranan yang penting dalam suatu pengalaman nyeri. Substansi ini ditemukan di lokasi nosiseptor, di terminal saraf dalam kornu dorsalis pada medula spinalis (Potter & Perry, 2005).

Neuroregulator dibagi menjadi 2 kelompok, yakni neurotransmiter dan neuromodulator. Neurotransmiter seperti substansi P mengirim impuls listrik melewati celah sinaps di antara 2 serabut saraf. Serabut saraf tersebut adalah eksitator dan inhibitor. Neuromodulator memodifikasi aktivitas neuron dan menyesuaikan atau memvariasikan transmisi stimulus nyeri tanpa secara langsung mentransfer tanda saraf melalui sebuah sinap (Potter & Perry, 2005).

Endorphin (berasal dari kata endogenous morphin) dan juga enkefalin, serotonin, noradrenalin dan gamma-aminobutyric acid (GABA) adalah contoh neuromodulator. Enkefalin dan endorphin diduga dapat menghambat impuls nyeri dengan memblok transmisi impuls ini di dalam otak dan medula spinalis. Kadarnya yang berbeda diantara individu menjelaskan mengapa stimuli nyeri yang sama dirasakan berbeda oleh orang yang berbeda. Kadar ini dikendalikan oleh gen (Guyton & Hall, 1997; Potter & Perry, 2005). Tehnik distraksi, konseling dan pemberian plasebo merupakan upaya untuk melepaskan endorphin (Potter & Perry, 2005).


(40)

2.6. Intensitas Nyeri

Intensitas nyeri adalah gambaran tentang seberapa parah nyeri dirasakan oleh individu, pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif dan individual dan kemungkinan nyeri dalam intensitas yang sama dirasakan sangat berbeda oleh dua orang yang berbeda. Pengukuran nyeri dengan pendekatan objektif yang paling mungkin adalah menggunakan respon fisiologik tubuh terhadap nyeri itu sendiri. Namun, pengukuran dengan tehnik ini juga tidak dapat memberikan gambaran pasti tentang nyeri itu sendiri (Tamsuri, 2007).

Menurut Smeltzer & Bare (2002), jenis pengukuran nyeri adalah sebagai berikut :

2.6.1. Skala Intensitas Nyeri Deskriptif

Skala pendeskripsi verbal (Verbal Descriptor Scale, VDS) merupakan sebuah garis yang terdiri dari tiga sampai lima kata pendeskripsi yang tersusun dengan jarak yang sama di sepanjang garis. Pendeskripsi ini diranking dari “tidak terasa nyeri” sampai “nyeri yang tidak tertahankan”. Perawat menunjukkan pasien skala tersebut dan meminta pasien untuk memilih intensitas nyeri terbaru yang ia rasakan. Perawat juga menanyakan seberapa jauh nyeri terasa paling menyakitkan dan seberapa jauh nyeri terasa paling tidak menyakitkan. Alat VDS ini memungkinkan klien memilih sebuah kategori untuk mendeskripsikan nyeri (AHCPR, 1992).


(41)

Gambar 1. Verbal Descriptor Scale (VDS) 2.6.2. Skala Identitas Nyeri Numeriks

Skala penilaian numerik (Numerical Rating Scales, NRS) digunakan sebagai pengganti alat pendeskripsi kata. Dalam hal ini, pasien menilai nyeri dengan menggunakan skala 0-10. Skala biasanya digunakan saat mengkaji intensitas nyeri sebelum dan setelah intervensi terapeutik. Apabila digunakan skala untuk menilai nyeri, maka direkomendasikan patokan 10 cm (AHCPR, 1992).

Gambar 2. Numerical Rating Scales (NRS) 2.6.3. Skala Analog Visual

Skala analog visual (Visual Analog Scale, VAS) tidak melebel subdivisi. VAS adalah suatu garis lurus, yang mewakili intensitas nyeri yang terus menerus dan pendeskripsi verbal pada setiap ujungnya. Skala ini memberi pasien kebebasan penuh untuk mengidentifikasi keparahan nyeri. VAS dapat merupakan pengukuran keparahan nyeri yang lebih sensitif karena pasien dapat mengidentifikasi setiap titik pada rangkaian dari pada dipaksa memilih satu kata atau satu angka (Potter & Perry, 2005).


(42)

Gambar 3. Visual Analog Scale (VAS) 2.6.4 Skala Nyeri menurut Bourbanis

Kategori dalam skala nyeri Bourbanis sama dengan kategori VDS, yang memiliki 5 kategori dengan menggunakan skala 0-10. Menurut AHCPR (1992), kriteria nyeri pada skala ini yaitu:

0 : Tidak nyeri

1-3 : Nyeri ringan, secara objektif pasien dapat berkomunikasi dengan baik.

4-6 : Nyeri sedang, secara objektif pasien mendesis, menyeringai, dapat menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya, dapat mengikuti perintah dengan baik.

7-9 : Nyeri berat, secara objektif pasien terkadang tidak dapat mengikuti perintah tapi masih respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih posisi nafas panjang dan distraksi

10 : Nyeri sangat berat, pasien sudah tidak mampu lagi berkomunikasi, memukul.


(43)

3. Stimulus Kutaneus Slow-Stroke Back Massage

3.1. Definisi Stimulus Kutaneus Slow-Stroke Back Massage

Stimulus kutaneus adalah stimulasi kulit yang dilakukan untuk menghilangkan nyeri, bekerja dengan cara mendorong pelepasan endorfin, sehingga memblok transmisi stimulus nyeri. Cara lainnya adalah dengan mengaktifkan transmisi serabut saraf sensori A-beta yang lebih besar dan lebih cepat, sehingga menurunkan transmisi nyeri melalui serabut C dan A-delta berdiameter kecil sekaligus menutup gerbang sinap untuk transmisi impuls nyeri (Potter & Perry, 2005).

Slow-stroke back massage adalah tindakan masase punggung dengan usapan yang perlahan selama 3-10 menit (Potter & Perry, 2005). Masase punggung ini dapat menyebabkan timbulnya mekanisme penutupan terhadap impuls nyeri saat melakukan gosokan penggung pasien dengan lembut. Pesan yang dihasilkan akan menstimulasi mekanoreseptor. Apabila masukan yang dominan berasal dari serabut delta-A dan serabut C, maka akan membuka sistem pertahanan disepanjang urat saraf dan klien mempersepsikan nyeri.

Alur saraf desenden melepaskan opiat endogen yaitu pembunuh nyeri alami yang berasal dari tubuh. Neuromedulator ini menutup mekanisme pertahanan dengan menghambat substansi P. Tehnik distraksi, konseling dan pemberian stimulus kutaneus merupakan upaya untuk melepaskan endrofin (Potter & Perry, 2005).


(44)

3.2. Pengaruh Stimulus Kutaneus Slow-Stroke Back Massage

Beberapa pengaruh yang ditimbulkan stimulus kutaneus slow-stroke back massage antara lain:

a. Pelebaran pembuluh darah dan memperbaiki peredaran darah di dalam jaringan tersebut. Dengan cara ini penyaluran zat asam dan bahan makanan ke sel-sel diperbesar dan pembuangan dari zat-zat yang tidak terpakai akan diperbaiki. Jadi akan timbul proses pertukaran zat yang lebih baik. Aktifitas sel yang meningkat akan mengurangi rasa sakit dan akan menunjang proses penyembuhan luka, radang setempat seperti abses, bisul-bisul yang besar dan bernanah, radang empedu, dan juga beberapa radang persendian (Kusyati E, 2006; Kenworthy, 2002; Stevens, 1999 dalam Shocker, 2008).

b. Pada otot-otot, memiliki efek mengurangi ketegangan (Kusyati E, 2006 dalam Shocker, 2008).

c. Meningkatkan relaksasi fisik dan psikologis (Kusyati E, 2006 dalam Shocker, 2008).

d. Penggunaan stimulus kutaneus yang benar dapat mengurangi persepsi nyeri dan membantu mengurangi ketegangan otot yang dapat meningkatkan nyeri (Shocker, 2008).

e. Penurunan intensitas nyeri, kecemasan, tekanan darah, dan denyut jantung secara bermakna (Mook & Chin, 2004).


(45)

3.3. Petunjuk

Priharjo (1993) menyebutkan, ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam melakukan masase punggung kepada klien, antara lain:

a. Perawat harus bertanya pertama kali apakah klien menyukai usapan punggung karena beberapa klien tidak menyukai kontak secara fisik. b. Perlu diperhatikan kemungkinan adanya alergi atau kulit mudah

terangsang, sebelum memberikan lotion.

c. Hindari untuk melakukan masase pada area kemerah-merahan, kecuali bila kemerahan tersebut hilang sewaktu dimasase.

d. Masase punggung dapat merupakan kontraindikasi pada pasien imobilitas tertentu yang dicurigai mempunyai gangguan penggumpalan darah.

e. Identifikasi juga faktor-faktor atau kondisi seperti fraktur tulang rusuk atau vertebra, luka bakar, daerah kemerahan pada kulit, atau luka terbuka yang menjadi kontraindikasi untuk masase punggung.

3.4. Metode

Tehnik untuk stimulasi kutaneus slow-stroke back massage dilakukan dengan beberapa pendekatan, salah satu metode yang dilakukan ialah mengusap kulit klien secara perlahan dan berirama dengan gerakan sirkular dengan kecepatan 60 kali usapan per menit selama 3-10 menit (Potter & Perry, 2005). Gerakan dimulai pada bagian tengah punggung bawah kemudian kearah atas area


(46)

belahan bahu kiri dan kanan (Ester, 2005). Metode stimulus kutaneus SSBM dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

Gambar 5. Gerakan Sirkular dalam Pemberian Stimulus Kutaneus SSBM

Gambar 6. Area Usapan Stimulus Kutaneus SSBM

Sumber : Caldwell & Hegner. (2003). Asisten Keperawatan : Suatu Pendekatan Proses Perawatan. Jakarta : EGC

Gambar 7. Arah Usapan Stimulus Kutaneus SSBM


(47)

3.5. Prosedur Pelaksanaan

Prosedur pelaksanaan stimulus kutaneus slow stroke back massage (Shocker, 2008), adalah:

a. Subjek penelitian dipersilahkan untuk memilih posisi yang diinginkan selama intervensi, bisa tidur miring, telungkup, atau duduk.

b. Buka punggung klien, bahu, dan lengan atas. Tutup sisanya dengan selimut.

c. Peneliti mencuci tangan dalam air hangat. Hangatkan losion (minyak kelapa) di telapak tangan atau tempatkan botol losion ke dalam air hangat. Tuang sedikit losion di tangan. Jelaskan pada responden bahwa losion akan terasa dingin dan basah. Gunakan losion sesuai kebutuhan.

d. Lakukan usapan pada punggung dengan menggunakan jari-jari dan telapak tangan sesuai dengan metode di atas selama 3-10 menit. Jika responden mengeluh tidak nyaman, prosedur langsung dihentikan. e. Akhiri usapan dengan gerakan memanjang dan beritahu klien bahwa

perawat mengakhiri usapan.

f. Bersihkan kelebihan dari lubrikan dari punggung klien dengan handuk mandi.

g. Bantu memakai baju/piyama. h. Bantu klien posisi yang nyaman. i. Rapikan alat dan cuci tangan.


(48)

BAB 3

KERANGKA KONSEPTUAL

1. Kerangka Konsep

LBP merupakan salah satu gangguan sistem muskuloskeletal yang disebabkan oleh berbagai faktor. Pada penyakit ini, gejala yang paling sering muncul adalah nyeri pada bagian pinggang bawah. Salah satu aspek yang paling utama dikaji untuk membantu meningkatkan kenyamanan pada penderita LBP adalah intensitas nyeri. Intensitas nyeri adalah gambaran tentang seberapa parah nyeri dirasakan oleh individu, pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif dan individual dan kemungkinan nyeri dalam intensitas yang sama dirasakan sangat berbeda oleh dua orang yang berbeda.

Salah satu manajemen nyeri secara nonfarmakologi yang dapat digunakan untuk menurunkan intensitas nyeri adalah stimulasi kutaneus slow-stroke back massage. Stimulus kutaneus slow-stroke back massage merupakan suatu tindakan memberi kenyamanan, yang dapat meredakan ketegangan, merilekskan pasien dan meningkatkan sirkulasi, yang dilakukan dengan usapan secara sirkular selama 3-10 menit. Sebelum dilakukan intervensi pemberian stimulasi kutaneus slow-stroke back massage, intensitas nyeri responden (penderita LBP) diukur (pretest). Setelah intervensi dilakukan, intensitas nyeri responden (penderita LBP) diukur kembali (posttest).


(49)

Intensitas Nyeri (Pretest)

2. Kerangka Penelitian

Konsep terkait dalam penelitian ini selanjutnya dirumuskan menjadi kerangka penelitian sebagai berikut:

Skema 1. Kerangka Penelitian

3. Defenisi Operasional

3.1. Stimulus Kutaneus Slow-Stroke Back Massage

Stimulus kutaneus slow-stroke back massage merupakan tindakan pemberian rangsangan pada kulit dengan melakukan masase (gosokan) punggung pada pasien LBP yang mengalami nyeri pada daerah punggung bawah antara sudut bawah kosta (tulang rususk) sampai lumbosakral, dengan intensitas nyeri maksimal yaitu nyeri sedang (intensitas nyeri: 6) pada posisi telungkup, menggunakan jari dan telapak tangan secara lembut, perlahan dan berirama dengan gerakan sirkular yang dimulai pada bagian tengah punggung bawah kemudian kearah atas area belahan bahu kiri dan kanan, dengan kecepatan 60 kali usapan permenit yang dilakukan secara berulang-ulang selama 3-10 menit.

Penderita LBP Stimulus Kutaneus

Slow-Stroke Back Massage

Intensitas Nyeri (Posttest)


(50)

3.2. Intensitas Nyeri

Intensitas nyeri merupakan adanya perasaan yang tidak menyenangkan berupa rasa sakit pada daerah punggung bagian bawah dengan karakteristik nyeri tertusuk, terbakar dan tajam pada pasien LBP yang diukur sebelum dan sesudah pemberian stimulus kutaneus slow-stroke back massage dengan menggunakan skala Bourbanis, berupa skala nyeri dengan rentang 0,1,2,3,4,5,6,7,8,9,10, yang ditanyakan pada responden, dan hasil ukur akan dikategorikan berupa lima kategori nyeri, yaitu: (1) tidak nyeri, (2) nyeri ringan, (3) nyeri sedang, (4) nyeri berat dan (5) sangat nyeri.

4. Hipotesa

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah: ada pengaruh stimulus kutaneus slow-stroke back massage terhadap intensitas nyeri pada penderita low back pain (LBP).


(51)

BAB 4

METODE PENELITIAN

1. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian metode quasi eksperimen. Pada desain penelitian ini ada kelompok intervensi namun tidak ada kelompok kontrol dan sampel tidak diambil secara random (Polit & Hungler, 2002). Pendekatan desain penelitian dengan one group pretest – posttest. Ciri penelitian ini adalah mengungkapkan hubungan sebab akibat dengan cara melibatkan satu kelompok subjek. Kelompok subjek diobservasi sebelum dilakukan intervensi, kemudian diobservasi lagi setelah intervensi (Nursalam, 2003).

Tabel 3. Gambaran Rancangan Penelitian

Subjek Pra-test Perlakuan Pasca-test

K O I O1

Time1 Time2 Time3 Keterangan:

K : Subjek (Pasien LBP)

O : Observasi Intensitas nyeri sebelum pemberian stimulus kutaneus SSBM I : Intervensi (Stimulus kutaneus slow-stroke back massage)

O1 : Observasi setelah pemberian stimulus kutaneus SSBM

Suatu kelompok sebelum dikenai perlakuan tertentu (I) diberi pra-test, kemudian setelah perlakuan dilakukan pengukuran lagi untuk mengetahui akibat dari perlakuan.


(52)

2. Populasi, Sampel Penelitian dan Tehnik Sampling 2.1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat yang mengalami nyeri low back pain (LBP) di Kelurahan Aek Gerger Sidodadi. Berdasarkan medical record Puskesbun Tinjowan, jumlah pasien yang terdiagnosa low back pain selama 1 bulan pada bulan Januari 2010 adalah sebanyak 7 orang.

2.2. Sampel

Menurut Arikunto (2006), jika jumlah populasi kurang dari 100, maka lebih baik diambil semua untuk dijadikan sampel penelitian, sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi. Untuk itu jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak 7 orang.

Tehnik pengambilan sampel dalam penelitian ini dengan menggunakan tehnik pengambilan total sampling, dimana semua populasi dijadikan sebagai sampel, dengan kriteria responden sebagai subjek penelitian antara lain:

a. Didiagnosa dengan low back pain (LBP) yang didiagnosa oleh dokter Puskesbun Tinjowan.

b. Tidak mengalami penyakit-penyakit lain selain LBP.

c. Tidak sedang menggunakan obat anti nyeri, atau obat-obat dari penyakit yang sedang dialami.

d. Tidak memiliki kontraindikasi untuk usapan punggung, seperti adanya luka pada daerah punggung.


(53)

f. Bersedia menjadi subjek penelitian.

3. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Aek Geger Sidodadi. Pemilihan lokasi ini sebagai tempat penelitian dikarenakan kelurahan tersebut memiliki penduduk yang cukup banyak mengeluh nyeri pinggang bawah. Berdasarkan medical record Rumah Sakit PTPN IV Tinjowan (2009), hampir 10 % dari jumlah penduduk di kelurahan tersebut melaporkan mengalami nyeri pinggang bawah, yaitu sebanyak 180 orang selama setahun.

Alokasi waktu penelitian sampai dengan laporan hasil penelitian adalah mulai Juni 2010 sampai Desember 2010 (Lampiran 2).

4. Pertimbangan Etik

Penelitian ini dilakukan setelah mendapat izin dari institusi Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara dan mengajukan permohonan penelitian kepada Kelurahan Aek Gerger Sidodadi dan bekerjasama dengan dokter Puskesbun Tinjowan. Setelah mendapat persetujuan, peneliti melakukan pengumpulan data calon responden yang mengalami nyeri punggung bawah dengan melakukan wawancara ketika calon responden berkumpul sebelum bekerja. Hasi wawancara kemudian dikonfirmasikan kepada dokter Puskesbun, untuk ditentukan apakan calon responden mengalami LBP.


(54)

Sebelum dilakukan penelitian dan intervensi, calon responden diberi penjelasan terlebih dahulu tentang tujuan, manfaat dan kegiatan dalam penelitian, hak-hak responden dalam penelitian dan kerahasiaan terjaga.

Setelah calon responden bersedia untuk diteliti, maka responden terlebih dahulu menandatangani lembar persetujuan yang telah dibuat peneliti. Calon responden berhak untuk menentukan sendiri kesediaan berpartisipasi sampai akhir penelitian walaupun penelitian belum selesai. Hal tersebut tercantum dengan jelas dalam informed consent yang berupa persetujuan partisipasi secara tertulis yang ditandatangani oleh responden sebelum penelitian dilaksanakan.

Sebelum menandatangani informed consent tersebut, calon responden diberi waktu hingga benar-benar paham sepenuhnya atas apa yang akan dijalaninya dalam penelitian.

Jika calon responden tidak bersedia untuk berpartisipasi, maka peneliti tidak memaksa dan tetap menghormati hak-hak responden.

Dalam menjaga kerahasiaan responden, peneliti tidak mencamtumkan nama pada lembar pengumpulan data, cukup dengan memakai nomor responden. Kerahasiaan responden dijamin oleh peneliti.

5. Instrumen Penelitian

Sebagai instrumen untuk pengumpulan data pada penelitian ini terdiri dari empat bagian. Pertama adalah data demografi yang terdiri dari 7 pernyataan yaitu, nomor responden, usia, jenis kelamin, agama, suku bangsa, pendidikan, dan pekerjaan. Kedua adalah lembar wawancara berupa 6 pertanyaan yang berkaitan


(55)

dengan pengalaman nyeri LBP (nomor 1-4) dan usapan punggung (nomor 5-6). Ketiga adalah lembar observasi berupa Skala Bourbanis untuk mengukur intensitas nyeri reponden sebelum dan sesudah dilakukan stimulus kutaneus slow-storke back massage. Keempat adalah lembar observasi (dummy table), yang merupakan catatan hasil pengukuran intensitas nyeri responden sebelum dan sesudah pemberian inervensi stimulus kutaneus slow-stroke back massage.

6. Pengumpulan Data

Setelah peneliti mendapatkan persetujuan penelitian, peneliti melakukan pengumpulan data dimana peneliti mencari calon responden yang mengalami (mengeluh) nyeri pinggang bawah di kelurahan setempat dengan melakukan wawancara, kemudian dilaporkan kepada dokter Puskesbun untuk didiagnosa apakah mengalami LBP.

Setelah calon responden didagnosa mengalami LBP, peneliti mulai melakukan pengambilan data dengan mengunjungi rumah responden yang dilakukan pada sore hari. Sebelum responden diberi intervensi stimulus kutaneus slow-stroke back massage, peniliti mengukur intensitas nyeri responden dengan menggunakan skala Bourbanis untuk dijadikan data penelitian (pretest) dan ditulis pada lembar observasi (dummy table). Kemudian peneliti mempersiapkan bahan perlengkapan masase stimulus kutaneus slow-stroke back massage dan memberikan intervensi selama 15 menit. Setelah diberikan intervensi, peneliti mengukur kembali intensitas nyeri responden untuk dijadikan data penelitian (posttest) dan hasilnya ditulis pada lembar observasi (dummy table). Hal ini dilakukan selama 3 hari berturut-turut.


(56)

Secara skematis prosedur pengumpulan data digambarkan sebagai berikut:

Skema 2. Prosedur Pengumpulan Data

6.1. Persiapan Stimlus Kutaneus Slow-Stroke Back Massage

Persiapan bahan stimulasi kutaneus slow-stroke back massage meliputi penyediaan:

a. Pelumas/lotion, berupa minyak kelapa. b. Handuk.

c. Selimut mandi.

d. Pengatur waktu (stopwatch). e. Air hangat.

6.2. Prosedur Pelaksanaan Pemberian Stimulasi Kutaneus Slow-Stroke

Back Massge

Sebelum intervensi stimulus kutaneus slow-stroke back massage dilakukan pada responden penelitian (sampel), terlebih dahulu peneliti melakukan intervensi

Intensitas Nyeri (Posttest)

Persiapan Masyarakat penderita LBP

inklusi

Intensitas Nyeri (Pretest)

Pemberian Stimulus Kutaneus Slow-Stroke Back Massage selama 15 menit di sore hari


(57)

tersebut kepada 2 orang penderita LBP yang bukan responden untuk memastikan bahwa tindakan masase dapat memberikan efek yang diinginkan. Jika setelah pemberian intervensi efek yang dihasilkan sesuai dengan efek yang diinginkan (intensitas nyeri turun), barulah peneliti melakukan penelitian (intervensi) kepada responden penelitian.

Pemberian stimulasi kutaneus slow-stroke back massage diberikan saat pasien mengalami nyeri LBP, dengan prosedur sebagai berikut (didominasi dari Shocker, 2008):

a. Intensitas nyeri responden diukur dengan menggunakan skala nyeri Bourbanis sebelum dilakukan pemberian stimulus kutaneus SSBM (pretest).

b. Mempersiapkan bahan yang akan digunakan dalam pemberian stimulus kutaneus SSBM, seperti minyak kelapa yang akan digunakan sebagai pelimas/lotion, handuk, selimut mandi, dan pengatur waktu. c. Mengikutsertakan keluarga untuk mendampingi responden selama

pemberian intervensi.

d. Menganjurkan responden untuk membuka baju sehingga punggung, bahu, dan lengan atas terbuka. Kemudian sisanya ditutup dengan selimut mandi.

e. Responden dipersilahkan berbaring dengan posisi telungkup.

f. Mencuci tangan dengan air hangat, dan menuangkan sedikit minyak kelapa di telapak tangan. Kemudian menjelaskan pada responden bahwa usapan akan mulai diberikan.


(58)

g. Melakukan usapan pada punggung dengan menggunakan jari-jari dan telapak tangan, secara perlahan dan berirama dengan kecepatan 60 kali usapan per menit. Kedua tangan menutup suatu area yang lebarnya 5 cm pada kedua sisi tonjolan tulang belakang, dari ujung kepala sampai area sakrum. Tehnik ini berlangsung selama 15 menit. Responden diperbolehkan untuk tidak meneruskan masase yang telah diberikan apabila responden merasa tidak nyaman.

h. Selama pemberian intervensi, sekaligus mengajarkan pada responden dan keluarga tentang tehnik pemberian stimulus kutaneus slow-stroke back massage, agar responden dan keluarga dapat melakukannya secara mandiri.

i. Mengakhiri usapan dengan gerakan memanjang dan memberitahukan pada responden bahwa peneliti akan mengakhiri usapan.

j. Membersihkan kelebihan minyak (pelumas) dari punggung responden dengan handuk mandi.

k. Meletakkan handuk yang kotor pada tempatnya dan cuci tangan. l. Intensitas nyeri responden langsung diukur kembali (posttest) dengan

menggunakan skala Bourbanis.

7. Tehnik Pengolahan dan Analisa Data

Pengukuran tingkat nyeri dalam penelitian ini dilakukan 2 kali yaitu sebelum perlakuan (pretest) dan setelah perlakuan (posttest).


(59)

Metode statistik data untuk analisa data yang digunakan pada penelitian ini adalah:

7.1. Statistik Univariat

Statistik univariat adalah suatu metode untuk menganalisa data dari variabel yang bertujuan untuk mendeskripsikan suatu hasil penelitian (Polit & Hungler, 2002). Pada penelitian ini metode statistik univariat digunakan untuk menganalisa variabel dependen yaitu intensitas nyeri penderita LBP sebelum dan sesudah pemberian intervensi. Untuk menganalisa variabel intensitas nyeri pada penderita LBP, dianalisis dengan menggunakan skala Bourbanis yang ditampilkan dalam bentuk tabel.

7.2. Statistik Bivariat

Statistik bivariat adalah suatu metode analisa data untuk menganalisa pengaruh antara dua variabel. Untuk mengetahui apakah ada pengaruh stimulus kutaneus SSBM terhadap intensitas nyeri pada pasien LBP, maka dilakukan tabulasi dan analisis data dengan menggunakan pendekatan uji paired t-test (T-test Dependen). Nilai yang diinterpretasikan adalah nilai signifikan two-tailed (p), nilai kepercayaan (t), dan nilai mean. Pengolahan data ini dilakukan dengan sistem komput erisasi.


(60)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

1. Hasil Penelitian

1.1.Pelaksanaan Penelitian

Penelitian ini dilakukan selama 5 minggu, yaitu mulai tanggal 4 Juli 2010 sampai dengan 7 Agustus 2010 di kelurahan Aek Gerger Sidodadi. Kelurahan ini dipilih sebagai tempat penelitian karena sebagian kawasan tempat ini adalah daerah perkebunan dimana sebagian besar penduduknya bekerja sebagai karyawan di perkebunan tersebut. Jenis pekerjaan di perkebunan ini adalah jenis pekerjaan berat dan membutuhkan tenaga serta aktivitas anggota tubuh yang banyak sehingga menyebabkan mereka rentan mengalami low back pain (LBP). Kondisi tersebut memungkinkan peneliti untuk melakukan penelitian di kelurahan Aek Gerger Sidodadi.

Jumlah seluruh responden pada penelitian ini adalah 7 orang yang telah didiagnosa low back pain (LBP) oleh dokter yang bekerja di Puskesbun Tinjowan, kemudian diberikan intervensi stimulus kutaneus slow-stroke back massage selama 15 menit. Pemberian intervensi dilakukan selama 3 hari berturut-turut setiap sore hari sebanyak 1 kali intervensi.

1.2.Karakteristik Demografi Responden

Deskripsi karakteristik demografi responden terdiri dari usia, jenis kelamin, agama, suku, pendidikan dan pekerjaan. Responden dalam penelitian ini adalah pasien yang telah didiagnosa low back pain (LBP) oleh dokter di


(61)

Puskesbun Tinjowan dan mengeluh nyeri dengan skala intensitas nyeri sedang (4-6).

Berdasarkan hasil penelitian, responden yang mengalami nyeri low back pain rata-rata berusia 49 tahun dengan lebih dari setengahnya berada pada rentang usia 45-48 tahun (57,1%), jenis kelamin responden kurang lebih dua pertiganya adalah wanita (71,4%), seluruh responden bersuku Jawa (100%) dan beragama Islam (100%). Kurang lebih dua per tiga responden (71,4%) memiliki tingkat pendidikan terakhir SD, dan seluruhnya (100%) bekerja sebagai karyawan perkebunan di kelurahan Aek Gerger Sidodadi.

Sebaran karakteristik demografi responden dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:

Tabel 4. Distribusi, Frekuensi dan Persentasi Karakteristik Demografi Responden

(n=7)

No Karakteristik Demografi f %

1. Usia

45-48 tahun 49-52 tahun 53-56 tahun Mean=49 4 2 1 57,1 28,6 14,3 2. Jenis Kelamin

Wanita Laki-Laki 5 2 71,4 28,6 3. Agama

Islam 7 100

4. Suku

Jawa 7 100

5. Pendidikan SD SMU 5 2 71,4 28,6 6. Pekerjaan


(62)

1.3.Intensitas Nyeri Responden Sebelum Pemberian Intervensi Stimulus Kutaneus Slow-Stroke Back Massage

Intensitas nyeri responden sebelum pemberian intervensi stimulus kutaneus slow-stroke back massage diukur dengan menggunakan skala Bourbanis selama 3 hari berturut-turut setiap sore hari sebanyak 1 kali intervensi. Hasil penelitian menunjukan bahwa intensitas nyeri yang dirasakan responden sebelum pemberian intervensi seluruhnya (100%) melaporkan nyeri ditingkat sedang. Intensitas nyeri responden sebelum pemberian stimulus kutaneus slow-stroke back massage dapat dilihat pada tabel 5.

1.4.Intensitas Nyeri Responden Sesudah Pemberian Intervensi Stimulus Kutaneus Slow-Stroke Back Massage

Setelah responden diberikan intervensi stimulus kutaneus slow-stroke back massage selama 15 menit, segera dilakukan pengukuran intensitas nyeri kembali dengan menggunakan skala Bourbanis.

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa intensitas nyeri responden sesudah pemberian intervensi stimulus kutaneus slow-stroke back massage didapatkan sebanyak kurang lebih dua per tiga responden (71,4%) melaporkan nyeri pada tingkat ringan dan lebih dari seperempatnya (28,6%) pada nyeri sedang. Intensitas nyeri responden sesudah pemberian stimulus kutaneus slow-stroke back massage dapat dilihat pada tabel 5.


(63)

Tabel 5. Distribusi, Frekuensi, Proporsi Intensitas Nyeri Responden Sebelum

dan Sesudah Pemberian Intervensi Stimulus Kutaneus Slow Stroke Back Massage (n=7)

Intensitas Nyeri Skor

Sebelum Intervensi Setelah Intervensi

F % f %

Nyeri Ringan 1-3 0 0 5 71,4

Nyeri Sedang 4-6 7 100 2 28,6

1.5.Perbedaan Intensitas Nyeri Responden Sebelum dan Sesudah Pemberian Intervensi Stimulus Kutaneus Slow-Stroke Back Massage

Untuk mengetahui perbedaan nilai intensitas nyeri, peneliti menggunakan komputerisasi dengan software analisis statistik. Berdasarkan analisis ditemukan bahwa nilai intensitas nyeri responden sebelum pemberian stimulus kutaneus slow-stroke back massage adalah 4,7 dengan SD=0,76. Sedangkan pada sesudah pemberian stimulus kutaneus slow-stroke back massage adalah 3,3 dengan SD=0,49. Hal ini menunjukan adanya penurunan nilai intensitas nyeri setelah dilakukan pemberian stimulus kutaneus slow-stroke back massage. Perbedaan tersebut dapat dilihat pada tabel 6.

Tabel 6. Perbedaan Intensitas Nyeri Responden Sebelum dan Sesudah

Pemberian Intervensi Stimulus Kutaneus Slow-Stroke Back Massage Rata-Rata Intensitas Nyeri

(Mean)

Standar Deviasi (SD)

Sebelum intervensi 4,7 0,76

Sesudah intervensi 3,2 0,49

Untuk mengetahui perbedaan intensitas nyeri sebelum dan sesudah pemberian intervensi (pre-post), peneliti menggunakan analisis statistik paired t-test. Hasil analisis diperoleh nilai p=0,000 (p≤0,05) yang menunjukan adanya perbedaan signifikan antara sebelum dan sesudah intervensi, dengan tingkat


(64)

kepercayaan 95% didapatkan nilai t=7,071 (t>1,96) yang berarti bahwa perbedaan tersebut dapat diterima dengan nilai perbedaan rata-rata (mean) sebesar 1,43 (SD=0,53), dimana wilayah perbedaan tersebut berada pada rentang 0,93-1,92. Hasil uji paired t-test tersebut dapat dilihat pada tabel 7.

Tabel 7. Hasil Uji Paired T-Test untuk Perbedaan Intensitas Nyeri Low Back

Pain Sebelum dan Sesudah Pemberian Intervensi Stimulus Kutaneus Slow-Stroke Back Massage

Variabel P t Mean SD

Interval

Kepercayaan (95%) Lower Upper Intensitas nyeri

sebelum dan sesudah pemberian intervensi

0,000 7,07 1,43 0,53 0,93 1,92

2. Pembahasan

2.1. Intensitas Nyeri Low Back Pain (LBP) Sebelum Pemberian Intervensi Stimulus Kutaneus Slow-Stroke Back Massage

Sebelum dilakukan pemberian stimulasi kutaneus slow-stroke back massage pada nyeri low back pain untuk melihat pengaruhnya terhadap intensitas nyeri, dilakukan pengukuran intensitas nyeri dengan menggunakan skala nyeri Bourbanis pada seluruh responden. Hasilnya menunjukan bahwa seluruh responden (100%) merasakan nyeri di tingkat sedang.

Berdasarkan hasil penelitian mengenai data demografi responden ditemukan bahwa rata-rata usia responden adalah 49 tahun dengan lebih dari setengahnya (57,1%) berada pada rentang usia 45-48 tahun. Long (1996) menyebutkan bahwa pada usia dewasa lebih mudah mempersepsikan nyeri dari pada usia lanjut. Hal ini disebabkan pada usia lanjut terjadi penurunan dalam


(65)

penyalur nyeri dan atrofi dari ujung-ujung saraf, sehingga pada usia lanjut diperlukan lebih banyak stimulus guna membangkitkan respon nyeri dari pada usia dewasa.

Jenis kelamin responden kurang lebih dua pertiganya (71,4%) adalah wanita. Hal ini menunjukan bahwa wanita lebih mudah merasakan nyeri dari pada pria. Sesungguhnya mekanisme nyeri pada setiap jenis kelamin adalah sama (Long, 1996). Namun demikian, Potter & Perry (2005) menyebutkan bahwa pria diharapkan lebih berani dan tahan terhadap nyeri dari pada wanita meskipun situasi yang menyebabkan nyeri adalah sama.

Seluruh responden (100%) bekerja sebagai karyawan (pekerja perkebunan) yang menggunakan tenaga dan aktivitas yang lebih banyak, sehingga mudah mengalami nyeri pada pinggang bawah. Bimariotejo (2009) menyebutkan bahwa trauma dan gangguan mekanis yang diakibatkan karena melakukan pekerjaan otot atau melakukan aktivitas dengan beban yang berat dapat menyebabkan terjadinya nyeri pinggang bawah. Selain itu, pekerjaan yang mengharuskan berdiri dan duduk dalam waktu yang lama dapat menyebabkan terjadinya low back pain (Klooch, 2006 dalam Shocker, 2008).

2.2.Intensitas Nyeri Low Back Pain (LBP) Sesudah Pemberian Intervensi Stimulus Kutaneus Slow-Stroke Back Massage

Sesudah dilakukan pemberian stimulas kutaneus slow-stroke back massage selama 15 menit segera dilakukan pengukuran intensitas nyeri kembali dengan menggunakan skala Bourbanis. Hasil yang didapatkan adalah kurang lebih dua per tiga responden (71,4%) mengalami penurunan nyeri pada tingkat ringan dan lebih


(66)

dari seperempat responden (28,6%) mengalami nyeri pada tingkat sedang. Hasil ini menunjukkan bahwa penurunan nilai intensitas nyeri setiap individu berbeda-beda walaupun stimulus yang diberikan sama. Perberbeda-bedaan ini disebabkan karena nyeri bersifat subjektif dan sangat individual (Mahon, 1994 dalam Potter & Perry, 2005), sehingga respon yang diberikan antara seorang individu dengan individu lain tidak sama, tergantung dari faktor-faktor yang mempengaruhinya seperti usia, jenis kelamin, pengalaman masa lalu (Smeltzer & Bare, 2002) serta makna nyeri dan gaya koping (Potter & Perry, 2005).

Adanya penurunan intensitas nyeri dikaitkan dengan mekanisme penurunan nyeri teori gate control, yaitu menurunnya intensitas nyeri terjadi karena transmisi impuls nyeri diblok dengan mengaktifkan serabut A-beta yang banyak terdapat pada kulit (Kenworthy, 2002 dalam Potter & Perry, 2005). Serabut ini akan berespon saat melakukan masase pada kulit dengan lembut (Guyton & Hall, 1997), sehingga setelah pemberian stimulus kutaneus slow-stroke back massage terjadi penurunan intensitas nyeri.

Disamping itu, pemberian stimulus kutaneus slow-stroke back massage bekerja dengan cara mendorong pelepasan endorfin, sehingga memblok transmisi stimulus nyeri (Potter & Perry, 2005). Namun kadar endorfin pada setiap individu berbeda sehingga stimuli yang sama dirasakan berbeda oleh orang yang berbeda. Kadar ini dikendalikan oleh gen (Guyton & Hall, 1997; Potter & Perry, 2005). Hal ini menyebabkan tidak semua responden mengalami penurunan nyeri setelah dilakukan pemberian stimulus kutaneus slow-stroke back massage.


(67)

2.3.Pengaruh Stimulus Kutaneus Slow-Stroke Back Massage Terhadap Intensitas Nyeri pada Penderita Low Back Pain (LBP)

Berdasarkan hasil uji statistik dengan paired t-test, ditemukan adanya perbedaan intensitas nyeri antara sebelum dan sesudah pemberian stimulus kutaneus slow-stroke back massage, dimana nilai intensitas nyeri sebelum pemberian stimulus kutaneus slow-stroke back massaage adalah 4,7 dengan SD=0,76, sedangkan sesudah pemberian stimulus kutaneus slow-stroke back massaage terjadi penurunan intensitas nyeri dengan nilai 3,3 dengan SD=0,49.

Berdasarkan hasil uji analisis statistik paired t-test menunjukan perbedaan yang signifikan, dibuktikan dengan nilai p=0,000 (p≤0,05). Berdasarkan tingkat kepercayaan 95% didapatkan nilai t=7,071 (t>1,96) yang berarti bahwa perbedaan tersebut dapat diterima dengan nilai perbedaan rata-rata (mean) sebesar 1,43 (SD=0,53), dimana wilayah perbedaan tersebut berada pada rentang 0,93-1,92. Hal tersebut menunjukan bahwa pemberian stimulus kutaneus slow-stroke back massage mempengaruhi intensitas nyeri pada penderita low back pain (LBP)

Penurunan intensitas nyeri dan perbedaan yang signifikan ini disebabkan pengaruh dari pemberian stimulus kutaneus slow-stroke back massage, berupa tindakan masase pada punggung dengan usapan perlahan selama 15 menit. Dengan pemberian stimulus kutaneus slow-stroke back massage, dapat merangsang serabut A beta yang banyak terdapat di kulit dan berespon terhadap masase ringan pada kulit sehingga impuls dihantarkan lebih cepat. Pemberian stimulasi ini membuat masukan impuls dominan berasal dari serabut A beta sehingga pintu gerbang menutup dan impuls nyeri tidak dapat diteruskan ke korteks serebri untuk diinterpretasikan sebagai nyeri (Guyton & Hall, 1997). Di


(1)

Pddk

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid SD 5 71.4 71.4 71.4

SMA 2 28.6 28.6 100.0

Total 7 100.0 100.0

Pkrjn

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent Valid Karyawan 7 100.0 100.0 100.0


(2)

Data Distribusi Normal

Case Processing Summary Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Pre 7 100.0% 0 .0% 7 100.0%

Post 7 100.0% 0 .0% 7 100.0%

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

Pre .196 7 .200* .911 7 .401

Post .233 7 .200* .884 7 .247

a. Lilliefors Significance Correction


(3)

Hasil Uji Paired T-Test

T-Test

[DataSet0]

T-TEST PAIRS=Pre WITH Post (PAIRED) /CRITERIA=CI(.9500)

/MISSING=ANALYSIS.

Paired Samples Statistics

Mean N Std. Deviation Std. Error Mean Pair 1 Pre 4.7143 7 .75593 .28571

Post 3.2857 7 .48795 .18443

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig. Pair 1 Pre & Post 7 .710 .074

Paired Samples Test Paired Differences

t df Sig. (2-tailed) Mean Std. Deviation

Std. Error Mean

95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper


(4)

(5)

(6)