Korelasi Pergerakan Gigi Dengan Perubahan Kadar TGF-β2 Pada Pemakaian Elastomer Separator Ortodonti

23

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1Pergerakan gigi ortodonti
Gigi yang diberikan suatu daya akan memberikan respons dalam jaringan
periodonsium, yang akan menghasilkan remodeling dari ligamen periodontal dan
tulang alveolar, sehingga pada akhirnya gigi akan bergerak. Ada berbagai fenomena
biologis yang mendasari proses remodeling tulang tersebut.
Penelitian awal mengenai pergerakan gigi menekankan pada efek histologis
yang terjadi pada ligamen periodontal dan tulang alveolar pada gigi yang dikenakan
daya. Berbagai model eksperimental kemudian dikembangkan secara in vivo dan in
vitro untuk mengetahui lebih jelas mengenai efek daya tersebut. Penelitian tersebut
kemudian berkembang dengan penekanan kepada aktivitas seluler yang terjadi akibat
stimulus mekanis tersebut.
2.1.1 Teori pergerakan gigi
Teori mengenai pergerakan gigi telah banyak diajukan oleh peneliti-peneliti
terdahulu. Teori tekanan-regangan merupakan teori klasik yang diajukan oleh
Sandstedt dan Oppenheim. Teori ini kemudian menjadi dasar untuk memahami
pergerakan gigi secara ortodonti saat ini. Teori ini menyatakan bahwa bila suatu daya

diaplikasikan pada gigi, sisi yang mengalami regangan akan membentuk tulang baru,
sementara sisi yang mengalami tekanan akan mengalami resorpsi. Pada sisi tekanan,

Universitas Sumatera Utara

24

segera setelah diaplikasikan daya yang ringan, maka sel multinuklear akan
meresorpsi tulang. Gambaran skematik yang menunjukkan daerah resorpsi dan
aposisi pada teori tekanan-regangan terdapat pada gambar 2.1.22,23

Gambar 2.1. Gambaran skematik teori tekanan-regangan. (a) Sebuah daya
diaplikasikan searah tanda panah. (b) pada sisi aposisi, serabut
ligamen meregang, dan pada sisi tekanan, serabut ligamen
mengalami penekanan. (c) setelah pemberian daya yang panjang,
mulai terlihat pembentukan tulang oleh osteoblas pada sisi
regangan, dan osteoklas mulai meresorpsi tulang pada sisi
tekanan.22

Teori lain mengenai pergerakan gigi adalah teori piezoelektrik. Teori

piezoelektrik mengatakan bahwa bila suatu daya dikenakan pada tulang sehingga
menyebabkan tulang melengkung (bending), maka akan terlihat sinyal piezoelektrik.
Teori piezoelektrik tidak dapat menjelaskan lebih dalam mengenai pergerakan gigi,
karena jenis daya yang digunakan dalam merangsang pergerakan gigi secara
ortodonti tidak menghasilkan tekanan yang menghasilkan sinyal listrik. Sebaliknya,
teori tekanan-regangan lebih dapat menerangkan pergerakan gigi secara ortodonti
karena teori ini merupakan stimulus bagi diferensiasi seluler berdasarkan pesan
kimiawi.23

Universitas Sumatera Utara

25

Menurut sudut pandang klinis ortodonti, pergerakan gigi secara ortodonti
terbagi menjadi tiga fase, yaitu fase displacement, fase delay, dan fase acceleration
and linear. Fase pertama merupakan reaksi awal gigi terhadap daya yang diberikan
dimana reaksi akan terjadi dalam hitungan detik, dan mencerminkan pergerakan gigi
yang terjadi di antara pergerakan viskoelastisitas ligamen periodontal. Fase kedua
atau fase delay ditandai dengan tidak adanya pergerakan secara klinis. Pada fase
kedua ini tidak terdapat pergerakan, namun terjadi remodeling secara luas pada

semua jaringan pendukung gigi. Fase ketiga ditandai dengan pergerakan gigi secara
cepat. Pergerakan gigi pada fase ini dimulai dengan adaptasi jaringan pendukung
ligamen periodontal dan perubahan tulang alveolar.24
Henneman dkk mengajukan model teoritis untuk menjelaskan rangkaian
kejadian setelah pemberian daya ortodonti pada gigi (gambar 2.2). Model ini terbagi
menjadi 4 tahapan, yaitu : (1) regangan dari matriks dan aliran cairan. Segera setelah
aplikasi daya eksternal, matriks ligamen periodontal dan tulang alveoar akan
meregang dan menghasilkan aliran cairan pada kedua jaringan. (2) regangan sel.
Regangan sel dan tulang alveolar akan menyebabkan sel mengalami deformasi. (3)
sel teraktivasi dan mengalami diferensiasi. Sebagai akibat dari deformasi, fibroblas
dan osteoblas yang terdapat pada ligamen periodontal dan juga osteosit yang terdapat
pada tulang akan teraktivasi. (4) remodeling. Gabungan dari peristiwa remodeling
ligamen periodontal dan aposisi serta resorpsi yang terlokalisir dari tulang alveolar
akan menyebabkan gigi bergerak.25

Universitas Sumatera Utara

26

Gambar


2.2.

Model teoritis pergerakan gigi. Model teoritis ini
menggambarkan 4 tahapan yang mendorong terjadinya
pergerakan gigi.25

Universitas Sumatera Utara

27

2.1.2 Mekanisme Selular Remodeling Tulang dan Jaringan Periodontal
Tulang terus mengalami remodeling selama hidup dan ketidakseimbangan
proses ini akan menyebabkan suatu kelainan. Siklus remodeling tulang akan
memakan waktu sekitar 4 bulan yang ditandai dengan resorpsi yang cepat dan diikuti
pembentukan tulang yang lambat. Pada individu yang sehat, resorpsi tulang selalu
diikuti dengan pembentukan tulang dalam jumlah yang sama sehingga tidak terdapat
kehilangan massa tulang. Hal inilah yang akan menjaga integritas tulang. Integritas
dan fungsi tulang dijaga oleh keseimbangan yang baik antara osteoklas dan
osteoblas22,26,27. Siklus remodeling tulang secara skematik terdapat pada gambar 2.3.


Gambar 2.3. Tahapan remodeling tulang. Fase resorpsi : osteoklas yang
berasal dari sumsum tulang mulai meresorpsi bagian dari
matriks tulang. Fase reversal : kemudian, sel osteoprogenitor
(precursor osteoblas) mulai bermigrasi ke daerah yang
teresorpsi. Fase formatif : osteoblas mulai membentuk tulang
baru dan mengisi daerah yang kosong. Fase istirahat: osteoblas
telah matang dan menjadi osteosit yang terdiferensiasi.
Osteoblas yang berada pada permukaan tulang yang baru
terbentuk merupakan lapisan sel yang tidak bergerak hingga
teraktivasi.22

Universitas Sumatera Utara

28

Remodeling tulang diregulasi oleh berbagai hormon sistemik dan faktor lokal
yang mempengaruhi osteoblas dan osteoklas. Produk akhir dari remodeling tulang
adalah pemeliharaan matriks tulang dan komponen organik terbesar dari matriks ini
adalah kolagen tipe 1. Kelompok hormon yang meregulasi tulang yaitu homon

polipeptida (hormon paratiroid, hormon pertumbuhan, insulin dan calcitonin),
hormon tiroid dan hormon steroid. Faktor lokal yang meregulasi remodeling tulang di
antaranya adalah growth factor, sitokin dan prostaglandin.22 Pemberian suplemen
hormon pertumbuhan diketahui dapat meningkatkan kecepatan pergerakan gigi pada
tikus.28
Pada tahap awal, pergerakan gigi ortodonti selalu melibatkan respons
inflamasi akut yang ditandai dengan dilatasi periodontal dan migrasi leukosit keluar
dari kapiler. Migrasi sel ini menghasilkan berbagai sitokin, molekul sinyal biokimia,
yang berinteraksi secara langsung ataupun tidak langsung dengan sel origin. Sitokin,
bersama dengan molekul sinyal lokal atau sistemik lain, menimbulkan sintesis dan
sekresi berbagai substan oleh sel target, termasuk prostaglandin, growth factor, dan
sitokin.29
Proses inflamasi akut pada fase awal pergerakan gigi secara ortodonti pada
dasarnya adalah peristiwa eksudatif, dimana plasma dan lekosit keluar dari kapilerkapiler daerah paradental yang mengalami regangan. Beberapa hari kemudian akan
diganti oleh inflamasi kronik yang ditandai oleh sel-sel fibroblas, endotel dan sel-sel
sumsum tulang alveolar. Inflamasi kronis ini akan terus terjadi hingga waktu aktivasi

Universitas Sumatera Utara

29


berikutnya. Fase inflamasi akut akan kembali terjadi pada saat dilakukan aktivasi
piranti, bersamaan dengan fase inflamasi kronis yang sedang berlangsung. Fase
inflamasi akut akan dirasakan pasien sebagai periode yang menyakitkan dan
penurunan fungsi kunyah. Perubahan molekuler yang terjadi pada saat ini dapat
diamati melalui cairan sulkus gingiva (CSG) dari gigi yang sedang bergerak.
Peningkatan konsentrasi yang signifikan pada mediator inflamasi akan terjadi untuk
sementara waktu.29
Metabolisme tulang merupakan suatu proses kompleks yang bergantung pada
interaksi antara RANK ligand (Receptor activator of nuclear faktor - κβ ligand),
RANK (Receptor activator of nuclear faktor-κβ), dan osteoprotegrin (OPG). RANK
ligand (RANK-L) adalah salah satu mediator resorpsi tulang yang paling penting
yang diekspresikan oleh osteoblas, limfosit-T, sel dendritik, dan sel tumor. RANK-L
akan berikatan dengan RANK dan berada pada pada sel prekursor osteoklas yang
mendorong terjadinya perkembangan dan aktivasi osteoklas (Gambar 2.4).1

Universitas Sumatera Utara

30


Gambar

2.4.
Remodeling
tulang
secara
fisiologis.Terlihat interaksi antara
osteoklas dan osteoblas dengan
OPG, RANK ligand, dan RANK.1

2.1.3 Kecepatan Pergerakan Gigi
Pergerakan gigi merupakan proses biologis yang kompleks. Proses ini sangat
dipengaruhi oleh berbagai faktor. Remodeling tulang secara signifikan akan
mempengaruhi kecepatan pergerakan gigi.30 Dengan demikian, setiap faktor yang
mempengaruhi remodeling tulang akan mempengaruhi kecepatan pergerakan gigi.
Usia juga merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi kecepatan
pergerakan gigi. Ren dan Dudic dkk mengatakan bahwa terdapat pergerakan yang
lebih besar pada pasien yang lebih muda dibandingkan pasien yang lebih tua.31,32 Ren
mengatakan hal ini mungkin terjadi karena pada pasien dewasa sitokin kurang


Universitas Sumatera Utara

31

responsif bila dibandingkan dengan pasien remaja. Selain itu, pasien dewasa memiliki
keterbatasan anatomis, misalnya ligamen periodontal akan menyempit seiring dengan
peningkatan usia, yang juga menjelaskan mengapa pada pasien dewasa jaringan
hialin akan lebih mudah terbentuk bila dibandingkan pasien yang lebih muda.31
Berdasarkan sudut pandang mekanis, kecepatan pergerakan gigi dipengaruhi
oleh besar daya yang diberikan dan friksi yang terjadi antara braket dan archwire.
Saat daya yang ringan dan terus menerus diaplikasikan pada gigi, maka dalam
hitungan detik gigi akan bergerak dalam soketnya. Dalam hitungan jam, akan terjadi
perubahan lingkungan kimia yang menghasilkan berbagai aktivitas seluler. Namun,
bila daya yang besar diaplikasikan pada gigi, maka daerah nekrosis yang steril akan
terbentuk pada sisi yang tertekan. Kemudian akan terbentuk daerah hialinisasi, dan
dalam beberapa hari akan terjadi undermining resorption. Sehingga akan terjadi jeda
selama beberapa hari sebelum akhirnya gigi bergerak. Bagaimanapun juga, Ren
mengatakan bahwa definisi daya yang ringan maupun besar tidak sepenuhnya jelas
dan pada prakteknya, klinisi akan tetap menggunakan daya yang besar pada praktek
klinis. Dengan demikian, tetap diperlukan uji klinis untuk membuktikan daya

ortodonti yang optimum dan hubungannya dengan kecepatan pergerakan gigi.33
2.2 Separator Ortodonti
Gigi yang sehat akan memiliki kontak interproksimal yang rapat. Hal ini akan
menyebabkan kesulitan saat klinisi akan menempatkan cincin yang tepat. Dengan
demikian, perlu digunakan suatu separator untuk memisahkan gigi sebelum dilakukan

Universitas Sumatera Utara

32

pemasangan cincin. Separator tersedia dalam berbagai bentuk. Prinsip kerja semua
jenis separator tersebut adalah sama, yaitu suatu alat untuk mendorong atau mendesak
gigi yang didiamkan untuk beberapa waktu agar terjadi pergerakan awal gigi.
Sehingga gigi tersebut sedikit terpisah dari gigi yang berdekatan pada saat janji temu
untuk pemasangan cincin.23
Separator bekerja dengan mengaplikasikan tekanan di sekitar titik kontak dan
mendorong permukaan proksimal gigi agar terpisah sehingga pemasangan cincin
dapat dilakukan tanpa melukai jaringan periodontal dan puncak tulang alveolar.
Separasi yang kurang baik akan menyebabkan kedudukan cincin yang tidak tepat.
Separator yang baik haruslah mudah dimasukkan, menyebabkan rasa tidak nyaman

yang minimal, memisahkan gigi dengan memadai, tidak hilang saat pengunyahan
serta tetap berada di antara gigi sampai dilepaskan oleh klinisi, dan memiliki
radiopasitas yang baik.33,11,12 Radiopasitas dari separator berguna untuk mendiagnosa
secara radiologi apabila pasien datang dengan keadaan separator sudah tidak ada
lagi.12
Ada berbagai tipe separator yang digunakan dalam praktek ortodonti. Di
antaranya adalah brass wire, Kessling separator, elastomer, dan dumbbell (Gambar
2.5). Dari semua tipe, elastomer merupakan tipe yang paling umum digunakan.

Universitas Sumatera Utara

33

A

C

B

D

Gambar 2.5. Berbagai jenis separator.(A) Brass wire, (B) Kessling separator, (C)
elastomer separator, dan (D) dumbbell separator.
Lama pemasangan separator bervariasi menurut beberapa penulis. Mitchell
mengatakan bahwa separator dipasangkan dan dibiarkan selama 2-7 hari sebelum
pemasangan cincin.34 Separator Kessling akan menghasilkan tempat yang memadai
untuk pemasangan cincin dalam waktu 24 jam, sementara dengan menggunakan
elastomer, separasi memerlukan waktu hingga 7 hari.35 Separator elastomer dalam
waktu 12 jam, sudah menghasilkan ruangan yang sebesar 0,184±0,023 mm, yang
berarti sudah cukup besar untuk dapat dilakukan pemasangan cincin karena ketebalan
rata-rata cincin adalah 0,16mm.13 Malagan dkk mengatakan bahwa dumbbell
separator merupakan yang paling cepat menghasilkan ruangan. Ruangan yang cukup
untuk pemasangan cincin didapat 24 jam setelah separator dipasangkan. Sedangkan

Universitas Sumatera Utara

34

elastomer separator memerlukan waktu 48 jam untuk mendapatkan ruangan yang
cukup untuk memasang cincin. Ruangan yang dihasilkan melalui pemasangan
separator dapat diukur dengan menggunakan leaf gauge.11
2.3. Transforming Growth Factorβ (TGF-β)
Transforming growth factor β (TGF-β) pertama kali diidentifikasi sebagai
protein yang disekresikan oleh sel sarkoma yang mendorong sel ginjal tikus untuk
bertumbuh. Protein ini dinamakan demikian karena kemampuannya untuk
mendorong karakteristik sel transform atau sel tumor pada sel normal. Kemudian,
TGF-β ditemukan menghambat pertumbuhan sel epitel dan meregulasi berbagai
fungsi seluler yang berkaitan dengan transformasi seluler.36
TGF-β superfamilia meliputi tiga isoform TGF-β, activin dan inhibin, Growth
and differentiation factors (GDF), dan Bone Morphogenetic Proteins (BMP).TGF-β
mengontrol sebagian besar proses seluler, termasuk proliferasi, diferensiasi, produksi
matriks ekstra seluler, motalitas, dan kelangsungan hidup sel. Fungsi ini
diterjemahkan melalui fungsi jaringan seperti embryogenesis. Pada manusia dewasa,
proses ini dicapai melalui keseimbangan antara proliferasi dan diferensiasi. Bila
keseimbangan ini terganggu, maka jalur TGF-β akan mengalami malfungsi sehingga
terjadi gangguan sistem imun, fibrosis, dan metastasis kanker. 37
Quinn dkk mengatakan bahwa ada dua cara kerja TGF-β pada pembentukan
osteoklas, yaitu melalui mekanisme indirek yang melibatkan efek inhibitor pada
ekspresi osteoblas RANKL dan yang lain melalui mekanisme direk yang

Universitas Sumatera Utara

35

mempengaruhi respons osteoklastogenik dari populasi prekursor hematopoetik itu
sendiri.38 Hormon pertumbuhan diketahui meningkatkan jumlah TGF-β1 baik pada
jalur direk ataupun indirek. Pada individu penderita akromegali dengan kadar hormon
pertumbuhan yang lebih tinggi akibat tumor pituitari, kadar TGF-β1 ditemukan lebih
tinggi dibanding kelompok kontrol. Efek eksogen hormon pertumbuhan pada
percobaan in vitro menunjukkan terjadi peningkatan ekspresi pada mRNA dan
protein TGF-β1. Pada hewan coba, suplemen hormon pertumbuhan meningkatkan
kecepatan pergerakan gigi secara ortodonti dibandingkan kelompok kontrol.28
Penelitian in vivo pertama mengenai kadar growth factor dalam pergerakan
gigi secara ortodonti dilakukan oleh Uematsu dkk yang melihat kadar TGF-β1 pada
sisi yang tertekan saat dilakukan retraksi kaninus ke distal. Hasilnya adalah bahwa
kadar TGF-β1 paling tinggi pada 24 jam pertama, kemudian menurun dengan cepat
pada 168 jam setelah pemberian tekanan mekanis.16
Hasil penelitian Uematsu dkk ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Barbieri dkk.15,16 Penelitian Barbieri dkk juga mendapati kadar TGF-β1 pada sisi
yang tertekan meningkat dibandingkan dengan kelompok kontrol.15 Dengan
demikian, Uematsu dkk dan Barbieri dkk menyimpulkan bahwa TGF-β1
menginduksi proses resorpsi tulang.15,16 Percobaan Tang dkk secara in vitro dan in
vivo menunjukkan bahwa TGF-β1 yang aktif akan dilepaskan selama resorpsi tulang
untuk mengatur pembentukan tulang. Hal ini dilakukan dengan cara mendorong
migrasi bone marrow stromal cells ke daerah yang mengalami resorpsi.39

Universitas Sumatera Utara

36

2.4.1TGF-β2
TGF-β memiliki tiga isoform, yaitu TGF-β1, TGF-β2, dan TGF-β3 yang
dihasilkan oleh proses splicing yang berbeda. TGF-β1 merupakan bentuk yang paling
banyak terdapat dalam tulang, dan paling banyak diteliti menyangkut remodeling dan
perkembangan tulang. TGF-β1 memiliki peran spesifik dalam meregulasi remodeling
tulang dengan menghubungkan resorpsi dan aposisi tulang. Selama masa
perkembangan, TGF-β1 dan TGF-β3 lebih dulu terlihat selama terjadinya
morfogenesis, sedangkan TGF-β2 terlihat setelahnya, yaitu pada saat terjadinya
diferensiasi epitel.3
TGF-β2 merupakan growth factor multifungsi yang berperan dalam
mengontrol berbagai fungsi biologis. Li dkk menyatakan bahwa TGF-β2 mungkin
berperan dalam tahap inisiasi gigi, morfogenesis epitel, pembentukan matriks dentin,
dan diferensiasi ameloblas.40 Sementara menurut Buss dkk, TGF-β2 akan membantu
proses perbaikan sel yang mengalami luka.41 Kapetanakis dkk menemukan bahwa
kadar TGF-β2 meningkat pada pasien dengan osteoarthritis. Peningkatan kadar TGFβ2 juga berhubungan dengan tingkat keparahan osteoarthritis.42
Pada tikus transgenik yang menunjukkan ekspresi berlebih dari TGF-β, terjadi
perubahan pada keseimbangan antara pembentukan dan resorpsi tulang dan akan
menyebabkan terjadinya perubahan pada tulang trabekular. Selain itu, ekspresi
berlebih dari TGF-β2 ditemukan menyebabkan peningkatan pembentukan matriks
tulang, akan tetapi hal ini terjadi bukan karena efek TGF-β terhadap osteoblas, namun

Universitas Sumatera Utara

37

lebih disebabkan karena respons homeostatis terhadap peningkatan resorpsi tulang
yang disebabkan oleh TGF-β.20 Selain itu, Erlebacher dkk menemukan bahwa
ekspresi berlebih dari TGF-β2 pada tikus transgenik akan mengakibatkan kehilangan
massa tulang yang berlebihan seperti pada keadaan osteoporosis.43
Filvaroff dkk pada percobaannya terhadap tikus transgenik menemukan hasil
yang berbeda dengan Erlebacher dkk yaitu bahwa bila terdapat hambatan reseptor
TGF-β2 pada osteoblas, akan mendorong terjadinya penurunan remodeling tulang
dan peningkatan kekuatan dan massa tulang trabekular.44,20
Dong dkk menemukan bahwa terdapat korelasi yang signifikan antara
konsentrasi TGF-β2 dengan karakteristik mekanis dari tulang cancellous yang
menunjukkan bahwa TGF-β2 merupakan faktor penting yang mempengaruhi massa
dan kekuatan tulang. Hasil yang cukup penting dari penelitian ini adalah bahwa
massa tulang dan kandungan TGF-β2 memiliki korelasi negatif, sehingga pada tikus
dengan konsentrasi TGF-β2 yang lebih tinggi akan diikuti dengan kehilangan massa
tulang secara progresif.21
Peranan TGF-β, khususnya TGF-β2 dalam regulasi tulang belum sepenuhnya
jelas. Menurut Nishimura masih tetap belum diketahui apakah TGF-β2 juga
menunjukkan aktivitas yang sama dengan TGF-β1 pada stem sel sumsum tulang.45
2.4.2 Aktivasi TGF-β
Signalisasi TGF-β dimulai saat ligand berikatan dengan reseptornya. Ada
sekitar 42 jenis ligand untuk TGF-β, yang dibagi ke dalam 2 grup utama : famili

Universitas Sumatera Utara

38

TGF-β dan famili Bone Morphogenetic Protein (BMP). Proses untuk berikatan
dengan ligan akan menginduksi pembentukan kompleks quartener dari reseptor
transmembran serin threinin kinase. Reseptor ini terbagi menjadi tipe I (ALK1-7) dan
tipe II (ACVR-IIA, ACVR-IIB, BMPR-II, AMHR-II dan TGF-βR-II). Transducer
intraseluler pada jalur aktivasi ini adalah protein SMAD. SMAD terbagi menjadi
subgrup spesifik : reseptor-regulasi (R-SMADs), co-SMAD, dan SMADs Inhibitor.
Pada saat berikatan dengan ligand, reseptor tipe II akan memfosforilasi dan
mengaktivasi reseptor tipe I. Reseptor tipe I yang telah teraktivasi akan
memfosforilasi R-SMADs pada terminal-C. Reseptor tipe I yang telah teraktivasi
akan memfosforilasi pembentukan kompleks R-SMAD dengan SMAD4 dan
translokasi nukleus, yang kemudian bersama dengan kofaktor nukleus akan mengikat
DNA dan meregulasi transkripsi. Secara umum, reseptor TGF-β akan diaktivasi
melalui SMAD 2 dan 3, sementara BMP akan diaktivasi melalui SMAD 1, 5, dan 8.37
Gambaran skematik mengenai aktivasi TGF-β terdapat pada Gambar 2.6.

Gambar 2.6.Gambaran skematik aktivasi TGF-β
melalui jalur SMAD. 46

Universitas Sumatera Utara

39

2.5 ELISA47
ELISA atau enzym-linked immunosorbent assay adalah metode yang paling
sering digunakan untuk mengukur konsentrasi molekul tertentu seperti misalnya
hormon di dalam suatu cairan seperti serum atau urin. ELISA adalah uji serologis
yang umum digunakan diberbagai laboratorium imunologi karena memiliki beberapa
keunggulan seperti teknik pengerjaan yang relatif sederhana, ekonomis, dan memiliki
sensitivitas tinggi.
Prinsip dasar ELISA adalah menggunakan enzim untuk berikatan dengan
antigen dan antibodi. Enzim akan mengubah substrat yang tidak berwarna menjadi
produk berwarna, yang menandakan adanya ikatan antigen:antibodi. Jumlah antibodi
yang berikatan dengan antigen sebanding dengan antigen yang terlihat dan ditetapkan
melalui spektrofotometri (Gambar 2.7).
Secara sederhana, uji ELISA terbagi atas 3 metode dasar, yaitu direct ELISA,
indirect ELISA, dan terakhir sandwich ELISA, yang kesemuanya disebut uji
kompetitif atau inhibitor.

Universitas Sumatera Utara

40

ii
iii
iv
v
Gambar 2.7. Gambaran cara kerja ELISA secara skematik. (i) Antigen
ditambahkan pada fasa padat dan akan berikatan dengan
antibodi yang melapisi sumur secara pasif selama inkubasi. (ii)
Setelah inkubasi, antigen lain yang tidak berikatan akan
terbuang melalui proses pembilasan. (iii) Antibodi spesifik yang
telah berikatan dengan antigen kemudian akan ditambahkan
konjugat dan diinkubasi. (iv) Konjugat akan berikatan dengan
ikatan antigen dan antibodi. Konjugat yang tidak berikatan akan
dibuang melalui proses pembilasan. (v) Ditambahkan larutan
substrat dan enzim akan mempercepat reaksi untuk memberikan
warna pada produk. Rekasi kemudian dihentikan dengan
menggunakan stop solution dan warna dilihat dengan
menggunakan spektrofotometer.45
i

Universitas Sumatera Utara

41

2.5 Kerangka Teori
Daya yang diaplikasikan pada gigi

Ligamen periodontal mengalami tekanan dan tarikan

Regulator remodeling tulang : PTH,
hormon tiroid, estrogen, vitamin D

Proses remodeling yang diawali oleh proses inflamasi

Perubahan seluler

osteoblas

Formasi

osteoklas

Resorpsi

Perubahan molekuler

RANKL

OPG

Growth Factor

PDGF, TGF, IGF, CTGF, FGF

Pergerakan gigi

Universitas Sumatera Utara

42

2.6 Kerangka Konsep
Daya ortodonti dari karet separator yang dipasangkan pada kontak
proksimal premolar kedua dan molar pertama

Ligamen periodontal mengalami tekanan dan tarikan

Proses inflamasi yang dimediasi oleh mediator inflamasi

Perubahan molekuler

Perubahan seluler

osteoblas

osteoklas

TGF-β2
0, 48 jam, dan 72 jam

Pergerakan gigi

Besar ruangan yang dihasilkan antara premolar
kedua dan molar pertama pada 48 dan 72 jam

Leaf gauge

2.7 Hipotesis
1. Terdapat perbedaan kadar TGF-β2 setelah dilakukan pemberian daya
ortodonti dibandingkan sebelum dilakukan pemberian daya.
2. Kadar TGF-β2 setelah dilakukan pemberian daya lebih tinggi bila
dibandingkan sebelum dilakukan pemberian daya.
3. Peningkatan kadar TGF-β2 tidak berhubungan dengan pergerakan gigi
akibat pemasangan separator.

Universitas Sumatera Utara