Pengaruh Penambahan Asam Oleat dan Asam Palmitat terhadap Ukuran Pori Silika dari Hasil Ekstraksi Silika Abu Boiler Pabrik Minyak Kelapa Sawit

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Abu Boiler Pabrik Minyak Kelapa Sawit
Ketel uap (boiler) adalah suatu bejana tertutup yang terbuat dari baja digunakan untuk
menghasilkan uap. Di dalam furnace, energi kimia dalam bahan bakar diubah menjadi panas
melalui proses pembakaran. Uap yang dihasilkan dari sebuah ketel dapat digunakan sebagai
fluida kerja maupun media pemanas untuk berbagai macam keperluan industri
(Djokosetiarjo, 1987).
Dalam pabrik kelapa sawit, ketel uap (boiler) merupakan bagian terpenting karena
boiler berperan penting sebagai sumber tenaga dan sumber uap yang akan dipakai untuk
mengolah kelapa sawit. Ketel uap merupakan suatu alat konversi energi yang mengubah air
menjadi uap bersuhu sekitar 2500-3000 °F dengan cara pemanasan dan panas yang
dibutuhkan air untuk penguapan diperoleh dari pembakaran bahan bakar pada ruang bakar
ketel uap (UNEP, 2004).
Sumatera Utara merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki potensi
dalam pengembangan komoditi kelapa sawit.Salah satu wilayah penghasil kelapa sawit
terbesar di Sumatera Utara adalah Kabupaten Labuhanbatu Selatan.Berdasarkan data yang
diperoleh dari BPS Sumatera Utara tahun 2014, luas lahan yang telah digunakan untuk kelapa
sawit adalah 739.990 Ha (BKPM Indonesian Investment Coordinating Board, 2013).

Hasil pembakaran limbah kelapa sawit menyisakan produk samping seperti abu
layang sebesar ± 100 kg/minggu dan abu kerak boiler sekitar 3 sampai dengan 5 ton/minggu
(Mulia, 2007). Abu boiler kelapa sawit merupakan limbah dari sisa pembakaran cangkang
dan serabut buah kelapa sawit di dalam dapur atau tungku pembakaran (boiler) dengan suhu
700 °C sampai dengan 800 °C (Elhusna, dkk, 2013).
Sisa kerak abu boiler dimanfaatkan sebagai bahan pengganti pada batako. Hal tersebut
dikarenakan kandungan yang terdapat pada abu boiler pabrik kelapa sawit mengandung unsur
kimia SiO2 31,45 % dan CaO 15,2 %, dan Al2O3 sebanyak 1,6 % (Jamizar, 2013).
Selain mengandung silika, abu cangkang sawit juga mengandung logam-logam
pengotor seperti kalium dan natrium.Silika dengan tingkat kemurnian yang tinggi dapat
diperoleh melalui dengan menggunakan larutan asam (Ramadhan dkk, 2014). Setelah
diekstraksi menggunakan HCl, kadar silika dalam sekam padi meningkat diikuti oleh
penurunan kadar logam pengotor (Pratomo dkk, 2013).

Universitas Sumatera Utara

Pausa, Y. dkk (2015) telah melakukan penelitian mengenai optimasi tingkat
kemurnian silika, SiO2, dari abu cangkang kelapa sawit berdasarkan konsentrasi pengasaman
bahwa pemurnian silika berhasil dilakukan dengan proses leaching asam klorida. Konsentrasi
HCl 1,2 g/mL merupakan konsentrasi yang efektif dalam proses pemurnian silika tersebut

dengan perolehan silika sebesar 81,30 %. Pengabuan cangkang sawit pada suhu 1100 °C
menghasilkan silika dengan derajat kristalinitas sebesar 81,28 %.
Menurut Nugroho (2013) komposisi abu hasil pembakaran cangkang dan serabut
kelapa sawit adalah sebagai berikut:
Tabel 2.1 komposisi abu cangkang dan serabut kelapa sawit
Senyawa

Berat (%)

SiO2

45.2

Al2O3

1.83

Fe2O3

1.91


CaO

11.16

Na2O

0.09

K2O

4.91

Sumber: Nugroho, 2013
Menurut Graille (1985) cangkang sawit memiliki kandungan silika terbanyak
dibandingkan limbah padat industri minyak sawit lainnya.Abu cangkang sawit hasil
pembakaran banyak mengandung silika.Abu cangkang kelapa sawit juga mengandung kation
anorganik seperti kalium dan natrium. Adapun komposisi abu hasil pembakaran serat dan
cangkang kelapa sawit dapat dilihat pada tabel 2.2 berikut:
Table 2.2 Komposisi abu cangkang kelapa sawit

Unsur / Senyawa

Serat (%)

Cangkang (%)

Kalium (K)

9.2

7.5

Natrium (Na)

0.5

1.1

Kalsium (Ca)


4.9

1.5

Magnesium (Mg)

2.3

2.8

Klor (Cl)

2.5

1.3

Karbonat (CaCO3)

2.6


1.9

Nitrogen (N)

0.04

0.05

Pospat (P)

1.4

0.9

Silika (SiO2)

59.1

61


Universitas Sumatera Utara

Sumber: Graille dkk, 1985
2.2 Silika (SiO2)
Silika adalah senyawa kimia yang terbentuk dari atom silikon dan oksigen.Silikon dan
oksigen adalah unsur yang paling melimpah di bumi sehingga bentuk silika sangat umum
ditemukan di alam.Silika yang terakumulasi di dalam makhluk hidup, baik hewan atau
tumbuhan memiliki bentuk amorf, berbeda dengan silika dari batuan dan debu yang memiliki
struktur silika kristalin (Jones, 2000).
2.2.1Jenis dan Sifat Silika
Silika memiliki bentuk amorf dan kristalin.Silika disebut kristalin jika mempunyai
susunan atom yang teratur dan disebut amorf jika mempunyai susunan atom yang kurang
teratur (Brownell, dkk, 1983).
2.2.1.1 Silika Amorf
Silika amorf biasanya terdapat dalam makhluk hidup seperti diatom, radiolarian,
silicoflagellata, dan beberapa sponges.Silika non kristalin atau amorf memiliki susunan atom
dan molekul berbentuk pola acak dan tidak beraturan.Akibat dari pola acak dan tidak
beraturan tersebut, silika amorf memiliki struktur spherical yang rumit.Struktur rumit
tersebut menyebabkan luas area permukaan yang tinggi, biasanya 3 m2/g (kirk-Othmer,
1984).

Silika amorf dalam berbagai kondisi dianggap lebih reaktif dibanding silika
kristalin.Tingkat kereaktifan dari silika amorf disebabkan karena adanya gugus hidroksil
(silanol) yang didapat setelah pemanasan mencapai temperatur 400°C. Gugus silanol (-SiOH)
ini dapat ditemukan diatas permukaan dari sampel silika yang menyebabkan terbentuknya
daerah yang reaktif (Kirk-Othmer, 1984).
Silika amorf telah diklasifikasikan sebagai material tidak beracun.Tidak seperti silika
kristalin, silika amorf tidak menyebabkan silikosis bahkan bagi para pekerja yang telah
terpapar lama oleh silika amorf. Akan tetapi silika amorf yang terhirup selama 12 hingga 18
bulan dengan kadar 6.9 - 9.9 mg/m3 dapat menyebabkan gangguan pada alat pernafasan
(Kirk-Othmer, 1984).
Silika amorf sangat berperan penting pada berbagai bidang seperti pembuatan
adsorben dan untuk sintesis ultrafiltrasi membran, katalis, support material, dan bidang
permukaan yang aplikasinya berhubungan dengan porositas (Rouqe-Malherbe, 2007).

Universitas Sumatera Utara

Silika amorf memiliki susunan atom dan molekul berbentuk pola acak dan tidak
beraturan dapat dilihat pada gambar 2.2.

Gambar 2.2 Struktur silika amorf

Silika dalam bentuk amorf memiliki sifat fisika dengan densitas sebesar 2,21 g/cm3
dengan modulus elastisitas sebesar 10 x 106 psi. Kandungan unsur silikon (Si) dan oksigen
(O) pada silika jenis ini adalah 46,7 % dan 53,3 %. Nilai kekerasan material ini pada
pembebanan tegak lurus dengan menggunakan indentor intan (metode Vickers atau knoop)
sebesar 710 kg/mm2 sedangkan pada arah pembebanan dengan sudut elevasi diketahui nilai
kekerasannya mencapai 790 kg/mm2 (Mantell, 1958).
2.2.1.2 Silika Kristalin
Silika kristalin memiliki banyak bentuk, bergantung dari orientasi dan posisi dari
tetrahedron yang dibentuk meskipun memiliki struktur kimia yang sama. Fenomena ini dapat
disebut sebagai polymorphism.Tiga bentuk umum silika kristalin adalah kuarsa, tridimit, dan
kristobalit. Pada tekanan atmosferik silika kuarsa terbentuk pada temperatur 870°C, tridimit
terbentuk pada temperatur 870 – 1470°C, sementara kristobalit terbentuk pada temperatur
1470°C. Bentuk kristalin lainnya merupakan bentuk yang jarang dapat ditemui, contohnya
adalah keatit, silika W, coesite, stishovite.Struktur dari silika bergantung pada temperatur dan
tekanan terbentuknya atau pada kasus tertentu kecepatan pendinginan sehingga padatan silika
membentuk struktur yang berbeda (Jones, 2000).Struktur sederhana dari silika kristalin dapat
dilihat pada gambar 2.1 berikut yang menunjukkan silika kristalin yang memiliki susunan
yang teratur.

Gambar 2.1 struktur silika kristalin


Universitas Sumatera Utara

2.2.2 Reaksi Kimia Silika
2.2.2.1 Reaksi dengan Asam
Silika relatif tidak reaktif terhadap asam kecuali asam hidrofluorida seperti reaksi
berikut (Basset, J. 1989) :
SiO2(s) + 4HF (aq) → SiF4 (aq) +2H2O (l)
Dalam asam hidrofluorida berlebih reaksinya menjadi:
SiO2(s) + 6HF (aq) → H2[SiF6] (aq) +2H2O (l)
2.2.2.2 Reaksi dengan Basa
Silika dapat bereaksi dengan basa, terutama dengan basa kuat seperti dengan
hidroksida alkali, seperti reaksi berikut (Basset, J. 1989):
SiO2(s) + 2NaOH (aq) → Na2SiO3 (aq) + H2O (l)
Secara komersial, silika dibuat dengan mencampurkan larutan natrium silikat dengan
suatu asam mineral.Reaksi ini menghasilkan suatu dispersi peka yang akhirnya memisahkan
partikel dari silika terhidrat, yang dikenal dengan silika hydrosol atau asam silikat yang
dikeringkan pada suhu 110 0C agar terbentuk silika gel. Reaksi yang terjadi (Bakri, R. 2008) :
Na2SiO3 (aq) + 2 HCl (aq) → H2SiO3(l) + 2 NaCl (aq)
H2SiO3(l) → SiO2.H2O (s)

2.3 Pemurnian Silika
Selain mengandung silika, abu boiler juga mengandung logam-logam pengotor seperti
kalium dan natrium, aluminium, dan besi.Silika dengan tingkat kemurnian yang tinggi dapat
diperoleh melalui ekstraksi menggunakan larutan asam (Ramadhan dkk, 2014).
Zat pengotor dalam jumlah sedikit dapat dihilangkan melaui perlakuan dengan asam
menggunakan H2SO4, HCl, atau HNO3.Senyawa anorganik ini harus dihilangkan sebelum
pembakaran dilakukan karena dapat menghambat pembentukan silika yang memiliki struktur
amorf (Chakraverty, 1988).
Pada percobaan dengan sampel sekam padi, perlakuan dengan asam H2SO4, HCl, atau
HNO3 terbukti efektif untuk menghilangkan

mineral yang terdapat dalam sekam padi.

Jumlah total logam yang terkandung dalam larutan asam hasil hidrolisis dengan H2SO4 lebih
rendah dibandingkan

larutan asam hasil hidrolisis dengan HCl, dan HNO3. Hal ini

menunjukkan bahwa H2SO4 tidak cocok untuk menghilangkan beberapa jenis logam yang
terdapat dalam sekam padi.HCl terbukti paling efektif menghilangkan logam dalam sekam
padi (Chakraverti, 1988).

Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Pausa dkk (2015) pemurnian silika
berhasil dilakukan dengan proses leaching asam klorida. Konsentrasi HCl 1.2 g/mL
merupakan konsentrasi yang efektif dalam proses pemurnian silika tersebut dengan perolehan
silika (SiO2), yaitu sebesar 81.30 %. Pengabuan cangkang sawit pada suhu 1100°C
menghasilkan silika dengan derajat kristalinitas sebesar 81.28 %.

2.4 Ekstraksi Silika Amorf
Silika amorf mempunyai kelarutan yang tinggi pada kondisi alkalis dan kelarutan
yang rendah pada kondisi asam.Sehingga silika dapat diekstrak dalam kondisi alkalis,
misalnya dengan menggunakan natrium hidroksida sehingga diperoleh larutan natrium silikat
dan dengan penambahan asam dapat diperoleh silika amorf (Affandi, 2011).
Handoyo (1996), fungsi larutan NaOH adalah untuk melarutkan atau mereaksikan
SiO2 yang tedapat dalam abu sekam padi karena SiO2 hanya larut dalam alkali hidroksida dan
leburan-leburan karbonat. Ekstraksi silika dari abu sekam padi dengan larutan NaOH akan
menghasilkan natrium silikat. Secara komersial, silika dibuat dengan mencampur larutan
natrium silikat dengan suatu asam mineral. Reaksi ini menghasilkan suatu dispersi pekat yang
akhirnya memisahkan partikel dari silika terhidrat, yang dikenal sebagai silika hidrosol atau
asam silikat yang kemudian dikeringkan pada suhu 105 °C agar terbentuk silika gel
(Handoyono, 1996), reaksi yang terjadi:
SiO2(s) + 2NaOH (aq) → Na2SiO3 (aq) + H2O (l)
Na2SiO3 (aq) + 2 HCl (aq) → H2SiO3(l) + 2 NaCl (aq)
H2SiO3(l) → SiO2.H2O (s)

(Bakri et al., 2008)

Dari reaksi dengan natrium hidroksida akan dihasilkan natrium silikat yang larut
dalam air, atau yang dikenal dalam nama dagang water glass. Reaksinya sebagai berikut
(Iswari, 2005):
SiO2 (s) + 2NaOH (aq) → Na2SiO3 (aq) + H2O (aq)
Menurut Scott (1993), pembuatan silika amorf dapat dilakukan melalui beberapa
tahapan, yaitu:
1. Pembuatan natrium silikat (Na2SiO3) dari reaksi SiO2 dengan NaOH
2. Reaksi pembentukan silika hydrosol dari reaksi antara Na2SiO3 dengan asam
3. Reaksi pembentukan silika hidrogel, yaitu polimerisasi asam silikat
4. Pemanasan silika hidrogel menghasilkan silika gel

Universitas Sumatera Utara

Silika amorf merupakan bentuk silika berpori yang banyak digunakan sebagai bahan
penyerap uap air di udara (sebagai adsorben), bahan tambahan dalam pembuatan pasta, bahan
pelapisan, dan lain-lain (Affandi, 2011).
Luas pori atau diameter pori didefenisikan sebagai diameter untuk pori silinder dan
jarak antara dinding pori yang berlawanan dalam pori bentuk celah. Luas pori
diklasifikasikan oleh Internasional Union of Pure and Applied Chemistry (IUPAC) terbagi
atas tiga (Gates, 1992):
1. Mikropori, diameter lebih kecil dari 2 nm (d < 2 nm)
2. Mesopori, diameter antara 2 sampai 50 nm (2 nm < d < 50 nm)
3. Makropori, diameter lebih besar dari 50 nm (d > 50 nm)
Luas permukaan dan porositas merupakan karakteristik yang sangat penting pada
berbagai material. Penentuan dari isoterm adsorpsi dan desorpsi merupakan variabel yang
sangat penting untuk menentukan struktur pori dan metode BET digunakan untuk
menentukan total luas permukaan (Brown, 2003). Apabila dikehendaki modifikasi yang
disertai dengan pengaturan struktur, porositas serta luas permukaan, maka pada proses
modifikasi ditambahkan suatu senyawa sebagai template. Sebagai templating agent antara
lain surfaktan, garam-garam kompleks, dan senyawa polimer seperti polistirena. (Sukalyan
dkk, 2008).
Template adalah agen pengarah struktur, merupakan molekul atau ion yang relatif
sederhana dan membentuk kerangka yang akan dikelilingi oleh spesies anion anorganik.
Template yang sering digunakan pada sintesis MCM-41 adalah ion ammonium kuartener,
dengan rantai alkil yang panjang, misalnya heksadesil (Zhang et al., 2008).
Sebuah metode sol-gel digunakan untuk membuat silika berpori dengan menggunakan
template alumina.Nanopartikel kemudian dicampurkan dengan 9-anthracenecarboxylic acid
(9-AC) dan pelarut pendingin untuk menghasilkan lapisan silika nanopartikel.Lapisan
permukaan diamati dengan menggunakan mikroskop elektron dan lapisan kristalin organik
dikarakterisasi dengan menggunakan X-ray Diffraction (XRD) dan Transsmition Electron
Microscopy (TEM).Lapisan silika 9-AC mengalami peningkatan penyebaran dalam larutan
aqueous, dan mampu melalui sinar UV secara reversibel. Hal ini menyatakan bahwa akan
mungkin terjadi untuk pembentukan lapisan permukaan molekul kristal nanopartikel yang
dapat digunakan secara fungsional (Al-Kaysi et al. 2008).

Universitas Sumatera Utara

2.5. Asam Lemak
Asam lemak merupakan sekelompok senyawa hidrokarbon dengan gugus karboksilat
pada ujungnya.Asam lemak disimpan dalam bentuk triasilgliserol, yang merupakan ester
gliserol yang tidak bermuatan.(Rusdiana, 2004).
Menurut Akoh et al. (2002), berdasarkan strukturnya asam lemak dapat dibedakan
menjadi: saturated fatty acids yang merupakan asam lemak jenuh dimulai dari asam metanoat
(asam metanoat, palmitat, etanoat, dan propanoat yang jarang ditemukan secara alami),
unsaturated fatty acids yang merupakan asam lemak tak jenuh (contohnya: asam oleat).
2.5.1 Asam Oleat
Asam 9-oktadekanoat atau asam oleat merupakan asam lemak tidak jenuh. Ini
terdapat pada minyak bumi dan mencapai level yang tinggi secara umum, seperti dalam
minyak zaitun (60 - 80%), minyak almond (60 – 70%) (Gunston, F. 2004). Dalam industri,
asam oleat banyak digunakan sebagai surface active, emulsifier, dan dalam produk-produk
kosmetika (Perry, 1999).
Berikut sifat dan karakteristik asam oleat (Windolz, M. 1976):
Rumus bangun:

Gambar 2.3 Struktur asam oleat
1. Rumus molekul: C18H34O2
2. Bentuk

: cairan kental, berwarna kekuningan sampai coklat muda, bau dan rasa

khas
3. Kelarutan

: tidak larut dalam air, mudah larut dalam etanol, kloroform, dan eter

4. Titik leleh

: 194 - 195 °C

5. Titik didih

: 168 - 170 °C

6. Massa jenis

: 0,889 – 0,895 g/mL

2.5.2 Asam Palmitat
Asam palmitat merupakan asam lemak jenuh. Ini terdapat pada minyak ikan (10 - 30
%), dalam susu dan lemak tubuh hewan (sampai 30 %), dan hampir semua lemak sayur pada
level antara 5 sampai 50 % (Gunston, F. 2004). Berikut sifat dan karakteristik asam palmitat
(Windolz, M. 1976):

Universitas Sumatera Utara

Rumus bangun:

Gambar 2.4 Struktur asam palmitat
1. Rumus molekul: C16H32O2
2. Nama lain

: n-heksa decanoic acid, 1-pentadecanecarboxilyc acid, cetylic acid,

hexadesyclic acid
3. Bentuk

: padatan berwarna putih

4. Kelarutan

: tidak larut dalam air

5. Titik leleh

: 61 – 62,5 °C

6. Titik didih

: 271,5 °C

7. Massa jenis

: 0,852 g/mL pada suhu 25°C

2.6 Karakterisasi Silika
Jenis silika pada seperti silika amorf atau kristalin dapat ditentukan dengan
menggunakan uji FTIR (Fourier Transform Infra Red Spectroscopy) melalui pengujian gugus
fungsional silika dan XRD (X-ray Diffraction) melalui pengujian struktur kristal silika.
Kemurnian silika juga dapat dianalisis secara kualitatif melalui uji FTIR dan XRD.Analisis
mengenai luas permukaan spesifik partikel silika yang dihasilkan dapat dilakukan dengan
menggunakan BET (Brunauer, Emmet, Teller) surface area analyzer.

2.6.1 Fourier Transform Infra Red Spectroscopy (FTIR)
Spektroskopi inframerah merupakan metode yang digunakan untuk mengamati
interaksi molekul dengan radiasi elektromagnetik.Prinsip dasar spektroskopi inframerah yaitu
interaksi antara vibrasi atom-atom yant berikatan/ gugus fungsi dalam molekul yang
mengadsorbsi radiasi gelombang elektromagnetik inframerah.Untuk dapat mengadsorbsi,
molekul harus mempunyai perubahan momen dipolsebagai akibat dari vibrasi (Khopkar,
2008).
Gugus Si-O-Si ditunjukkan pada bilangan gelombang 1082 cm-1, 893 cm-1, dan 457
cm-1 (Umeda, 2008). Puncak yang diyakini berkaitan dengan gugus fungsi pada silika yaitu
pada bilangan gelombang 1076 cm, puncak ini menunjukkan vibrasi ulur asimetris Si-O dari
siloksan Si-O-Si (Daifullah, et al., 2003). Puncak kedua yang berkaitan adalah pada bilangan

Universitas Sumatera Utara

gelombang 2364 cm-1yang merupakan vibrasi tekuk Si-O siloksan (Astuti, et al., 2012)gugus
–OH pada bilangan gelombang 3381 cm-1 dan 1625 cm-1 (Yusmaniar, 2007).

2.6.2 X-ray Diffraction (XRD)
Spektroskopi difraksi sinar-x (X-ray Diffraction)merupakan salah satu metode
karakterisasi material. Teknik ini digunakan untuk mengidentifikasi fasa kristalin dalam
material dengan cara menentukan parameter struktur kisi serta untuk mendapatkan ukuran
partikel. Difraksi sinar-x terjadi pada hamburan elastis foton-foton sinar-x oleh atom dalam
sebuah kisi periodik. Dasar penggunaan difraksi sinar-x untuk mempelajari kisi kristal adalah
berdasarkan persamaan Bragg (Cullity, 1978):
n.λ = 2 d sin θ; n = 1, 2, …
dengan; λ adalah panjang gelombang sinar-x yang digunakan, d adalah jarak antara dua
bidang kisi, θ adalah sudut antara sinar datang dengan bidang normal, n adalah bilangan bulat
yang disebut sebagai orde pembiasan.
Pada silika amorf, peak dengan ekuivalen Bragg XRD yang dicatat pada sudut 2θ
adalah 21,8°. Martinez et.al (2006) mengekstraksi silika amorf melalui teknik sol-gel, peak
amorf yang ditunjukkan pada sudut 2θ adalah 23°.Zhang et.al (2008) menyatakan bahwa
peak XRD untuk silika amorf pada sudut 2θ diperoleh pada pemanasan dengan suhu 800
°C.Pemanasan silika amorf pada suhu 1000 °C menghasilkan tetragonal α-kristobalit dan
fraksi kecil monoklinik tridimit.

2.6.3 BET (Brunauer, Emmet, Teller) surface area analyzer
BET pada dasarnya hanya mengukur jumlah gas yang dapat dijerap oleh suatu
permukaan padatan pada tekanan dan suhu tertentu. Secara sederhana, jika kita mengetahui
berapa volume gas spesifik yang dapat dijerap oleh suatu permukaan padatan pada suhu dan
tekanan tertentu dan kita mengetahui secara teoritis luas permukaan dari satu molekul gas
yang terjerap, maka luas permukaan total padatan tersebut dapat dihitung. Prinsip kerja
surface area analyzer menggunakan mekanisme adsorpsi gas, umumnya nitrogen, argon dan
helium, pada permukaan suatu bahan padat yang akan dikarakterisasi pada suhu konstan
biasanya suhu mendidih dari gas tersebut. Tentunya telah banyak teori dan model
perhitungan yang dikembangkan para peneliti untuk mengubah data yang dihasilkan alat ini
berupa jumlah gas yang dijerap pada berbagai tekanan dan suhu tertentu (disebut juga
isotherm) menjadi data luas permukaan, distribusi pori, volume pori, dan lain sebagainya
(Rianto dkk, 2012).

Universitas Sumatera Utara

Metode BET

tidak tepat untuk perhitungan mikropori karena ketika metode ini

diterapkan pada adsorben mikro maka akan terjadi penyerapan pada tekanan yang relatif
rendah sehingga memungkinkan volume monolayer yang dihitung lebih dari satu lapisan
terserap. Jika nilai ini diubah menjadi luas permukaan BET maka nilai yang dihasilkan akan
lebih besar dari nilai yang sebenarnya. Meskipun metode BET tidak menggambarkan
keadaan yang sebenarnya, namun metode ini yang lebih umum digunakan untuk analisa
isotherm adsorbs. Ini disebabkan metode BET relatif sederhana dan dianggap memberikan
kapasitas adsorpsi yang baik dari adsorben yang digunakan (Kanellopoulus, N. 2011)

Universitas Sumatera Utara