Pajak Pertambahan Nilai MAKALAH disusun

Pajak Pertambahan Nilai
MAKALAH
disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah perpajakan II pada Program Studi
Akuntansi
dosen pembina
Yati Mulyati, S.E., M.Ak., Ak.,C.A.

Disusun oleh :
Desvia avisina

(0115101515)

Paurencius Manullang(0115101497)
Eveline Sarah A

(0115101541)

Ismi Rufaidah

(0115101497)


Muhasti Mustamin (0115101455)
Laelasahara RH

(0117121007)

Muhammad Berry (0115101 )

JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI
KELAS E
UNIVERSITAS WIDYATAMA
BANDUNG

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta
hidayah kepada kita semua, sehingga berkat Karunia-Nya penyusun dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul “Pajak Pertambahan Nilai”.
Dalam penyusunan makalah ini, penyusun tidak lupa mengucapkan banyak terimakasih pada
semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan tugas makalah ini sehinggga

penyusun dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini. Dalam penyusunan makalah ini
penyusun berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penyusun sendiri maupun
kepada pembaca umumnya.

Bandung, 30 November 2017

Penulis

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Untuk menjalankan roda pemerintahan pemerintah dan untuk pembangunan nasional
serta kemandirian bangsa untuk mencapai cita-cita luhur berdasarkan Undang-Undang
Dasar 1945 tentunya pemerintah membutuhkan pendanaan yang menunjang gerak roda
pemerintahan dan pembangunan. pendanaan sendiri bersumber pembiayaan dari dalam
negeri dan luar negeri, namun pembiayaan dalam negeri lebih diutamakan ketimbang
sumber pembiayaan yang berasal dari luar negeri.
Dalam peningkatan sumber pembiayaan dalam negeri, pajak merupakan solusi untuk
alternatif, pajak telah terbukti menjadi sumber utama dalam APBN Indonesia yang dapat

digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Pajak pada dasarnya merupakan peralihan sebagian kekayaan dari masyarakat kepada
negara yang dimungkinkan oleh undang-undang pajak. Peralihan kekayaan tersebut
membuat pajak dipandang dari dua sisi yang berbeda. Pandangan masyarakat seringkali
pajak dianggap sebagai beban. Di sisi lain bagi pemerintah harus dipungut karena
terbukti pajak memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap penerimaan pajak.
Dari sekian pajak yang dibebankan kepada masyarakat, Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
merupakan pajak tidak langsung kareana tidak langsung dibebankan kepda penanggung
pajak.
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) tercipta karena digunakannya faktor-faktor produksi
pada setiap jalur perusahaan dalam menghasilkan, menyalurkan dan memperdagangkan
barang atau dalam memberikan jasa.
Tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang berlaku atas penyerahan barang kena pajak
maupun jasa kena pajak adalah tarif tunggal sehingga mudah dalam pelaksanaannya tidak
ada penggolongan dengan tarif yang berbeda. Pengenaan PPN sangat dipengaruhi oleh
perkembangan transaksi bisnis serta pola konsumsi masyarakat yang merupakan objek
dari PPN tersebut.

1.2 .Rumusan Masalah
1. Apa yang di maksud dengan PPN


2. Apa saja subyek dan obyek PPN?
3. Bagaimana perhitungan PPN?

1.3. Tujuan Masalah
1. Menambah pengetahuan di bidang perpajakan khususnya yang berkaitan dengan Pajak
Pertambahan Nilai (PPN).
2. untuk penilaian tugas kuliah serta memberikan ulasan menarik yang berkaitan dengan
hukum Tata Negara II

BAB II
PEMBAHASAN
2.1.

PENGERTIAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN)
PPN atau Pajak Pertambahan Nilai merupakan jenis pajak tidak langsung untuk disetor

oleh pihak lain (pedagang) yang bukan merupakan penanggung pajak (konsumen akhir).
Prinsip dasarnya adalah suatu pajak yang harus dikenakan pada setiap proses produksi dan
distribusi, tetapi jumlah pajak yang terutang dibebankan kepada konsumen akhir yang

memakai produk tersebut.

2.2.

KARAKTERISTIK, TIPE, DAN MODEL PERHITUNGAN PPN

A. Karakteristik
1. Pajak Tidak Langsung (indirect tax)
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dikelompokkan sebagai Pajak Tidak Langsung
yang secara ekonomis dapat dialihkan (tax shifting) kepada pihak lain yang terkait.
Tanggung jawab pembayaran pajak terutang berada pada pihak penjual atau pengusaha
yang menyerahkan jasa, disebut sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP).
2. Pajak Objektif
Timbulnya kewajiban pajak ditentukan oleh hukum objektif, yaitu adanya
keadaan, peristiwa, atau perbuatan hukum yang dapat dikenakan pajak.
3. Pajak Atas Beraneka Tahapan (Multi Stage Tax)
Pajak Pertambahan Nilai dikenakan pada setiap mata rantai jalur produksi dan
jalur distribusi yang menghasilkan nilai tambah.
4. Non Kumulatif atau Tidak Menyebabkan Pajak Ganda
Berbeda dengan Pajak Penjualan (PPn) yang bersifat kumulatif. PPN mengenal

adanya pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran.

5. Menganut Tarif Tunggal (Single Rate)
Indonesia menganut tarif yang sama untuk semua jenis objek pajak, terkecuali
barang mewah yang akan dikenakan pajak tambahan yakni PPnBM.
6. Menggunakan Indirect Substraction Method dalam Penghitungan PPN Terutang
Indirect Substraction Method adalah metode penghitungan PPN yang akan disetor
ke kas negara dengan cara mengurangkan pajak atas perolehan dengan pajak atas
penyerahan barang atau jasa.
7. Pajak atas Konsumsi dalam Negeri
Berdasarkan destination principle, maka pengenaan PPN didasarkan pada
penggunaan barang atau jasa dalam daerah pabean Republik Indonesia.

8. PPN yang diterapkan adalah Tipe Konsumsi
Artinya seluruh biaya yang dikeluarkan untuk perolehan barang modal dapat
dikurangkan dari DPP.
9. Keuntungan PPN
a. Mencegah terjadinya pajak ganda
b. Netral
c. PPN atas perolehan barang modal dapat diperoleh kembali pada bulan perolehan

d. PPN dianggap sebagai “money maker”
10. Kerugian PPN
a. Biaya administrasi relatif lebih tinggi
b. Bersifat proporsional dan berdampak regresif
c. Rawan penyelundupan
B. TIPE
1. Consumption Type (Teori Mill dan Fisher)

PPN atas pengeluaran yang diinvestasikan dalam barang modal terkait dengan
proses produksinya dapat diperhitungkan sebagai biaya.
Consumption=Wages + Profit
2. National Income Type / Net National Product Type (Konsep Orthodox)
PPN yang dipungut atas barang modal dapat diamortisasikan dalam beberapa
tahun yang lebih kurang sama dengan penyusutan.
Income=C + I −D=W + P
3. Gross National Product Type (Thomas S.Adams – Sudenski)
PPN ini dikenalkan pada semua barang konsumsi dan barang produksi tanpa
adanya penyusutan.
GNP=C + I =W + P+ D
C. METODE PENGHITUNGAN PPN

1. The Substractive – Direct Method
Dikenal dengan account method atau business transfer tax.
Sales
= xxx
Dedcutible Purchase
= yyy
Tax Bases
= zzz
VAT = 10% × zzz = aaa
2. The Substractive – Indirect (The Invoice or Credit)
Sales
Output Tax
Purchase
Input Tax
VAT Liabilities

2.3.

=a
= 10% × a

=b
= 10% × b
= VAT Output – VAT Input

SUBJEK DAN OBJEK PPN

A. SUBJEK PPN
Subjek PPN dibagi 2 yaitu :
1. PKP
PPN akan terutang (dipungut oleh PKP) dalam hal:
a. PKP melakukan penyerahan BKP
b. PKP melakukan penyerahan JKP
c. PKP melakukan ekspor BKP, ekspor BKP Tidak Berwujud, ekspor JKP

2. Non PKP
PPN akan tetap terutang walaupun yang melakukan kegiatan yang merupakan
objek PPN adalah bukan PKP, yaitu dalam hal:
a. impor BKP
b. pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam
Daerah Pabean

c. pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean
d. Melakukan kegiatan membangun sendiri (Pasal 16C UU PPN).
B. OBJEK PPN
Pada dasarnya semua barang dan jasa adalah objek PPN. Tetapi oleh karena adanya
pertimbangan ekonomi, sosial dan budaya, maka diatur sendiri oleh Undang-undang PPN
bahwa ada barang dan jasa tertentu yang tidak dipungut serta dikecualikan dari
pengenaan PPN dan dibebaskan dari pungutan PPN.
Objek PPN dapat dikelompokan ke dalam 2 (dua) jenis, yaitu:
1. Barang Kena Pajak yaitu barang berwujud yang menurut sifat atau hukumnya dapat
berupa barang bergerak atau barang tidak bergerak, dan barang tidak berwujud yang
dikenakan Pajak Pertambahan Nilai.
2. Kena Pajak yaitu setiap kegiatan pelayanan yang berdasarkan suatu perikatan atau
perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang atau fasilitas atau kemudahan atau
hak tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang
karena pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesan, yang
dikenakan Pajak Pertambahan Nilai.
Dalam Undang-Undang Nomor 8 tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai
Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah
terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 tahun 2009 telah menjelaskan apa saja yang
menjadi objek PPN dalam pasal:

1. Pasal 4 ayat (1):
Dalam 4 ayat (1) Undang-undang PPN disebutkan PPN dikenakan atas:
a. Penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh
Pengusaha;
b. Impor Barang Kena Pajak;
c. Penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh
Pengusaha;

d. Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di
dalam Daerah Pabean;
e. Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;
f. Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak;
g. Ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak; dan
h. Ekspor Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak.
2. Pasal 16 C
Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas kegiatan membangun sendiri yang
dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang
hasilnya digunakan sendiri atau digunakan pihak lain yang batasan dan tata caranya
diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan.”
3. Pasal 16 D
Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas penyerahan Barang Kena Pajak berupa
aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan oleh Pengusaha Kena
Pajak, kecuali atas penyerahan aktiva yang Pajak Masukannya tidak dapat dikreditkan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (8) huruf b dan huruf c.”
2.4 PENGUSAHA KENA PAJAK
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah yang pajak dikenakan atas setiap pertambahan
nilai dari barang dan atau jasa dalam peredarannya dari produsen ke konsumen.

Adapun subjek dari PPN ini ada 2 (dua) yaitu :
1. Pengusaha Kena Pajak (PKP)
Pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apapun yang dalam kegiatan
usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang,
melakukan usaha atau memanfaatkan jasa dari luar Daerah Pabean. Dan PKP adalah
pengusaha yang melakukan penyerahan BKP atau JKP yang dikenai pajak berdasarkan
undang-undang.
2. Bukan Pengusaha Kena Pajak (non PKP)

Bukan PKP adalah orang atau badan yang mengimpor BKP, memanfaatkan jasa atau BKP
tidak berwujud dari luar daerah pabean, dan yang melakukan kegiatan membangun
sendiri.
Yang termasuk Pengusaha Kena Pajak
a. Pabrikan atau produsen.
b. Importir dan indentor.
c. Pengusaha yang mempunyai hubungan istimewa dengan pabrikan atau importer.
d. Agen utama dan penyalur utama pabrikan atau importer.
e. Pemegang hak paten atau merk dagang BKP.
f. Pedagang besar, pengusaha yang melakukan penyerahan JKP.
g. Pedagang eceran.
2.5 PENYERAHAN BARANG DAN JASA KENA PAJAK
Pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa
Kena Pajak di dalam Daerah Pabean dan/atau melakukan ekspor Barang Kena Pajak
berwujud, ekspor Jasa Kena Pajak, dan/ atau ekspor Barang kena
Pajak tidak berwujud diwajibkan:
a. Melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha kena Pjak.
b. Memungut pajak yang terutang.
c. Menyetorkan PPN yang masih harus dibayar dalam hal pajak Keluaran lebih besar
daripada Pajak Masukan yang dapat dikreditkan serta menyetorkan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah yang teruang
d. Melaporkan perhitungan pajak.
Kecuali pengusaha kecil yang batasannya diterapkan oleh Menteri Keuangan, wajib
melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dan wajib
memungut, menyetor dan melaporkan PPN dan PPnBM yang terutang.
Berdasarkan pasal 3A ayat (1) Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai, Pengusaha
yang melakukan Penyerahan Barang Kena Pajak atau mengekspor Barang Kena Pajak (PKP),
wajib:
a. Memiliki Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak.

b. Memungut Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM)
yang terurang.
c. Menyetor PPN yang masih harus dibayar dalam hal Pajak keluaran lebih besar daripada
Pajak Masukan yang dapat dikreditkan, serta menyetorkan PPnBM yang terutang..
d. Melaporkan perhitungan PPN dan PPnBM yang terutang
2.6 FAKTUR PAJAK
Satu satu kelebihan dalam sistem pemungutan pajak pertambahan nilai di bidang
fiskal adalah menggunakan sistem invoice (Faktur Pajak), sehingga lebih mudah untuk
mengawasi pelaksanaan kewajiban perpajakan oleh wajib pajak serta mendeteksi adanya
penyalahgunaan hak pengkreditan Pajak Masukan.
Pengertian faktur pajak menurut Willian dalam Thuronyi adalah: a VAT invoice is an
invoice, chit, till roll print, or other documents that is issued by a taxable person who makes a
taxable supply and that records the supply and the amount of VAT payable on it.
Kewajiban membuat faktur pajak merupakan salah satu mata rantai rangkaian
kewajiban PKP yang diawali dengan kewajiban melaporkan usahanya untuk dikukuhkan
sebagai PKP. Kewajiban membuat faktur pajak merupakan reflexi dari kewajiban memungut
pajak yang terutang.
Pada saat PKP melakukan penyerahan BKP atau JKP, maka saat itu timbut utang
pajak. Konsekuensi dari timbulnya utang pajak, maka pajak yang terutang wajib dipungut
oleh PKP. Ketika melakukan kewajiban ini PKP menggunakan faktur pajak sebagai bukti
pungutan.
Terkait dengan metode yang digunakan di Indonesia (invoice method) hal yang paling
utama adalah faktur Pajak yang merupakan bukti pungutan pajak yang dibuat oleh
Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan
Jasa Kena Pajak, atau bukti pungutan pajak karena impor Barang Kena Pajak yang
digunakan oleh Direktorat Bea dan Cukai.
Dalam hal terjadi penyerahan Barang Kenal Pajak dan atau Jasa Kena Pajak maka
Pengusaha Kena Pajak menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak tersebeut
wajib memungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang terutang dan memberikan Faktur
Pajak sebagai bukti pungutan pajak.
Pengusaha Kena Pajak wajib membuat Faktur Pajak untuk setiap:
1. Penyerahan Barang Kena Pajak
2. Penyerahan Jasa Kena Pajak
3. Ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud; dan

4. Ekspor Jasa Kena Pajak

Pengusaha Kena Pajak dapat membuat 1 (satu) Faktur Pajak meliputi seluruh
penyerahan yang dilakukan kepada pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena
Pajak yang sama selama 1 (satu) bulan kalender yang disebut dengan Faktur Pajak gabungan.
Faktur Pajak dapat berupa:
Faktur Pajak Standar
a. Faktur Pajak Gabungan
b. Faktur Pajak Sederhana
c. Dokumen-dokumen tertentu yang ditetapkan sebagai Faktur Pajak oleh
Direktorat Jendral Pajak

Selain faktur pajak merupakan bukti pungutan pajak juga dapat berfungsi sebagai
sarana untuk mengkreditan pajak Masukan. Oleh karena itu faktur pajak:
a. Harus benar, baik secara formal, maupun secara materil
b. Harus diisi secara lengkap, jelas dan benar
c. Ditandatangani oleh pejabat yang ditunjuk oleh Pengusaha Kena Pajak untuk
menandatanganinya

Surat Pembuatan Faktur Pajak
Dalam rangka meringankan beban administrasi Wajib Pajak maka saat pembuatan
Faktur Pajak adalah pada saat terutangnya pajak, yaitu pada saat penyerahan, atau dalam hal
pembayaran mendahului penyerahan maka Faktur Pajak dibuat pada saat pembayaran.
Dengan pengaturan ini, Wajib Pajak tidak perlu lagi membuat faktur penjualan (invoice) yang
berbeda dengan Faktur Pajak.
Untuk membantu likuiditas Wajib Pajak, saat penyetoran PPN dan pelaporan SPT
Masa PPN yang semula paling lambat tanggal 15 dan tanggal 20 setelah Masa Pajak berakhir
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang KUP, diperlonggar menjadi paling lambat akhir
bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir. Mengingat ketentuan ini tidak diatur dalam
Undang-undang KUP, maka ketentuan tersebut diatur dalam UU PPN.
Faktur Pajak harus dibuat pada: \
1. Saat penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak

2. Saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum
penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak
3. Saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan;
atau
4. Saat lain yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan tersendiri.
Faktur Pajak gabungan harus dibuat paling lama pada akhir bulan penyerahan Barang Kena
Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak.
Ketentuan Pembuatan Faktur Pajak
Faktur Pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Dalam Faktur Pajak harus dicantumkan keterangan tentang penyerahan BKP atau
penyerahan JKP yang paling sedikit memuat:
a. Nama, alamat, NPWP yang menyerahkan BKP atau JKP;
b. Nama, alamt, dan NPWP pembeli BKP atau JKP;
c. Jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan potongan
harga;
d. PPN yang dipungut;
e. PPn BM yang dipungut;
f. Kode, nomor seri dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan
g. Nama dan tandatangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak.
2. Setiap Faktur Pajak harus menggunakan Kode dan Seri Faktur Pajak yang telah
ditentukan di dalam Peraturan Direktorat Jenderal Pajak, yaitu:
a. Kode Faktur Pajak terdiri dari:


2 digit Kode Transaksi;



1 digit Kode Status; dan



3 digit Kode Cabang.

b. Nomor seri Faktur Pajak terdiri dari:


2 digit Tahun Penerbitan; dan



8 digit Nomor Urut.

3. Bentuk dan ukuran formulir Faktur Pajak disesuaikan dengan kepentingan Pengusaha
Kena Pajak dan dalam hal diperlukan dapat ditambahkan keterangan lain selain
keterangan sebagaimana dimaksud dalam butir a diatas. Pengadaan formulir Faktur
Pajak dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak.
4. Faktur Pajak paling sedikit dibuat dalam rangkap dua yaitu:

a. Lembar ke-1 : Untuk Pembeli BKP atau Penerima JKP sebagai bukti Pajak
Masukan
b. Lembar ke-2 : Untuk PKP yang menerbitkan Faktur Pajak Standar sebagai
bukti Pajak Keluaran
c. Dalam hal Faktur Pajak dibuat lebih dari rangkap dua, maka harus dinyatakan
secara jelas penggunaannya dalam lembar Faktur Pajak yang bersangkutan.
5. Faktur Pajak yang tidak diisi secara lengkap, jelas, benar, dan/atau tidak
ditandatangani termasuk kesalahan dalam pengisian kode dan nomor seri merupakan
Faktur Pajak cacat.
6. Dalam hal rincian BKP atau JKP yang diserahkan tidak dapat ditampung dalam satu
Faktur Pajak, maka PKP dapat membuat Faktur Pajak dengan cara:
a. Dibuat lebih dari satu Faktur Pajak yang masing-masing menggunakan kode
dan nomor seri Faktur Pajak yang sama, ditandatangani setiap lembarnya, dan
khusus untuk pengisian baris Harga Jual/Penggantian/Uang Muka/Termin,
Potongan Harga, Uang Muka yang telah diterima, Dasar Pengenaan Pajak, dan
PPN cukup diisi pada lembar Faktur Pajak terakhir; atau
b. Dibuat satu Faktur Pajak asalkan menunjuk nomor dan tanggal Faktur
Penjualan yang bersangkutan dan faktur penjualan tersebut merupakan
lampiran Faktur Pajak yang tidak terpisahkan.
7. PKP wajib menyampaikan pemberitahuan secara tertulis nama pejabat (dapat lebih
dari 1 orang termasuk yang diberikan kuasa) yang berhak menandatangani Faktur
Pajak disertai contoh tandatangannya kepada Kepala KPP di tempat PKP dikukuhkan
paling lambat pada saat pejabat yang berhak menandatangani mulai menandatangani
Faktur Pajak.
8. Faktur Penjualan yang memuat keterangan dan yang pengisiannya sesuai dengan
ketentuan pada huruf a di atas dapat dipersamakan sebagai Faktur Pajak.
9. Atas Faktur Pajak yang cacar, atau rusak, atau salah dalam pengisian, atau penulisan,
atau yang hilang, PKP yang menerbitkan Faktur Pajak tersebut dapat membuat Faktur
Pajak Pengganti.

BAB III
PENUTUP
1. KESIMPULAN
Pajak Pertambahan Nilai adalah Pajak tidak Langsung yang dikenakan pada setiap
pertambahaan nilai atau transaksi penyerahan barang dan atau jasa kena pajak dalam
pendistribusiannya dari produsen dan konsumen.
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) tercipta karena digunakannya faktor-faktor produksi
pada setiap jalur perusahaan dalam menghasilkan, menyalurkan dan memperdagangkan
barang atau dalam memberikan jasa. Mekanisme Cara menghitung pajak pertambahan nilai
adalah pemungutan, penyetoran, dan pelaporan PPN ada pada pihak pedagang atau produsen
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang berlaku atas penyerahan barang kena pajak maupun jasa
kena pajak adalah tarif tunggal sehingga mudah dalam pelaksanaannya tidak ada
penggolongan dengan tarif yang berbeda

DAFTAR PUSTAKA
http://www.pajak.go.id/sites/default/files/BookletPPN.pdf
https://www.online-pajak.com/id/pajak-pertambahan-nilai-ppn