Pengujian Eksperimental Pengaruh Penambahan Kapur Barus Pada Pertalite Terhadap Performansi Mesin Otto Empat Langkah

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Motor Bakar
Motor bakar adalah mesin kalor atau mesin konversi energi yang mengubah
energi kimia bahan bakar menjadi energi mekanik berupa kerja. Ditinjau dari cara
memperoleh energi thermalnya, maka motor bakar dapat dibagi menjadi 2 golongnan
yaitu motor pembakaran luar dan pembakaran dalam. Motor pembakaran dalam
(Internal Combustion Engine) ialah motor bakar yang pembakarannya terjadi di
dalam pesawat itu sendiri.
Motor bakar dapat juga disebut sebagai motor otto. Motor tersebut dilengkapi
dengan karburator dan busi. Pada motor bakar bensin karburator mempunyai fungsi

untuk melakukan percampuran serta pengabutan udara dengan bahan bakar yang
akan dibakar di dalam ruang bakar sedangkan busi mempunyai fungsi untuk
penghasil loncatan api yang akan menyalakan gas dari campuran bahan bakar dan
udara. Pembakaran bahan bakar dengan udara ini menghasilkan daya. Di dalam
siklus otto (siklus ideal) pembakaran tersebut dimisalkan sebagai pemasukan panas
pada volume konstanta.[4]
Ntienne Leonir yang lahir pada tahun 1822 dan meniggal dunia pada tahun
1900 adalah seorang berkebangsaan Perancis yang pertama kali menemukan motor
bakar 2 tak. Sedangkan August Otto yang hidup antara 1832 sampai 1891 adalah

seorang berkebangsaan Jerman yang membuat cikal bakal ramainya industri Mobil
sipenemu mesin 4 tak. Pada tahun 1860, Otto mendengar kabar ada ilmuwan jenius
yang bernama Leonir, yang mampu membuat mesin pembakar dengan dua dorongan
putaran alias 2 tak. Sayangnya mesin 2 tak ini memakai bahan bakar gas. Otto menilai
ini kurang praktis. Otto kemudian menciptakan karburator, sayangnya ditolak
lembaga paten, karena ada yang mendahului. Namun ia menyempurnakan mesin 2 tak
dengan 4 dorongan alias 4 langkah. Hasil ini dipatenkan di Jerman pada tahun 1863.
Motor bakar torak menggunakan silinder tunggal atau beberapa silinder.
Salah satu fungsi torak disini adalah sebagai pendukung terjadinya pembakaran pada
motor bakar. Tenaga panas yang dihasilkan dari pembakaran diteruskan torak ke
batang torak, kemudian diteruskan ke poros engkol yang mana poros engkol nantinya
akan diubah menjadi gesekan putar.

18

Universitas Sumatera Utara

2.2 Prinsip Kerja Motor Bakar Empat Langkah
Yang dimaksud dengan motor bakar 4 (empat) langkah adalah bila 1 (satu)
kali proses pembakaran terjadi pada setiap 4 (empat) langkah gerakan piston atau 2

(dua) kali putaran poros engkol. Pada dasarnya prinsip kerja pada motor adalah
sebagai berikut :

1. Langkah isap (0-1) merupakan proses tekanan konstan.
2. Langkah kompresi (1-2) ialah proses isentropik.
3. Proses pembakaran volume-konstan (2-3) dianggap sebagai proses pemasukan
kalor pada volume konstan.
4. Langkah kerja (3-4) ialah proses isentopik.
5. Proses pembuangan (4-1) dianggap sebagai proses pengeluaran kalor pada
volume-konstan.
6. Langkah buang (1-0) ialah proses tekanan konstan.
Siklus ideal volume kostan ini adalah siklus untuk mesin otto. Siklus volume
konstan sering disebut dengan siklus ledakan (explostion cycle) karena secara teoritis
proses pembakaran terjadi sangat cepat dan menyebabkan peningkatan tekanan yang
tiba-tiba.Penyalaan untuk proses pembakaran dibantu dengan loncatan bunga api.
Nikolaus August Otto menggunakan siklus ini untuk membuat mesin sehingga siklus
ini sering disebut dengan siklus otto.

Gambar 2.1 Diagram P-v siklus otto [5]


19

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.2 Diagram T-S Siklus otto

Katup masuk dan katup buang terbuka tepat ketika pada waktu piston
berada pada TMA dan TMB, maka siklus motor 4 (empat) langkah dapat
diterangkan sebagai berikut:
a. Langkah Hisap
Piston bergerak dari TMA ke TMB. Dalam langkah ini, campuran
udara dan bahan bakar diisap ke dalam silinder. Katup isap terbuka sedangkan
katup buang tertutup. Waktu piston bergerak ke bawah, menyebabkan ruang
silinder menjadi vakum, masuknya campuran udara dan bahan bakar ke dalam
silinder disebabkan adanya tekanan udara luar (atmospheric pressure).
b. Langkah Kompresi
Piston bergerak dari TMB ke TMA. Dalam langkah ini, campuran
udara dan bahan bakar dikompresikan/dimampatkan. Katup isap dan katup
buang tertutup. Waktu torak mulai naik dari titik mati bawah (TMB) ke titik
mati atas (TMA) campuran udara dan bahan bakar yang diisap tadi

dikompresikan. Akibatnya tekanan dan temperaturnya menjadi naik, sehingga
akan mudah terbakar.
c. Langkah Usaha
Akibat adanya pembakaran maka pada ruang bakar terjadi panas dan
pemuaian yang tiba-tiba. Pemuaian tersebut mendorong piston untuk bergerak

20

Universitas Sumatera Utara

dari TMA ke TMB. Kedua katup masih dalam keadaan tertutup rapat sehingga
seluruh tenaga panas mendorong piston untuk bergerak.
d. Langkah Buang
Piston bergerak dari TMB ke TMA. Dalam langkah ini, gas yang
terbakar dibuang dari dalam silinder. Katup buang terbuka, piston bergerak dari
TMB ke TMA mendorong gas bekas pembakaran ke luar dari silinder.Ketika
torak mencapai TMA, akan mulai bergerak lagi untuk persiapan berikutnya,
yaitu langkah isap.

Gambar 2.3 prinsip kerja motor 4 (empat) langkah[6]


2.3 Proses Pembakaran Motor Bakar Bensin
Proses pembakaran pada mesin/motor bensin merupakan sebagian proses
perubahan energi (change of energy) untuk menghasilkan kerja mesin. Pada
mulanya bensin dicampurkan dengan udara di dalam karburator sebelum
dimasukkan ke dalam silinder, proses ini terjadi dalam sistem bahan bakar
konvensional (conventional fuel system).
Campuran bahan bakar dan udara masuk dengan jumlah tertentu
mengikuti volume silinder bersamaan langkah hisap, kemudian dikompresikan
hingga volume akhir kompresi (sedikit volume akhir silinder ditambah volume
ruang bakar). Akan tetapi karena pembakaran butuh waktu (time) maka
pembakaran dilakukan beberapa derajat sebelum piston mencapai Titik Mati Atas
21

Universitas Sumatera Utara

(TMA). Dalam hal ini pengaturan waktu pengapian dikenal dengan saat
pengapian (ignition timing), yaitu waktu dimana busi memercikan api listrik untuk
membakar campuran bahan bakar dan udara. Oleh karena pembakaran mesin
bensin memerlukan busi maka dikenal pula mesin bensin sebagai SI engine (spark

ignition engine).

2.4 Konsep Reaksi Pembakaran Motor Bakar Bensin
Reaksi pembakaran adalah reaksi kimia bahan bakar dan oksigen yang
diperoleh dari udara yang akan menghasilkan panas dan gas sisa pembakaran
yang berlangsung dalam waktu yang sangat cepat. Reaksi pembakaran tersebut
akan menghasilkan produk hasil pembakaran yang komposisinya tergantung dari
kualitas pembakaran yang terjadi.
Dalam pembakaran proses yang terjadi adalah oksidasi dengan reaksi
sebagai berikut :
Karbon + Oksigen = Koarbon dioksida +panas
Hidrogen + Oksigen = uap air + panas
Sulfur +oksigen + sulphur dioksida + panas

Pembakaran akan dikatakan sempurna apabila campuran bahan bakar dan
oksigen (dari udara) mempunyai perbandingan yang tepat (stoichiometric), hingga
tidak diperoleh sisa. Bila oksigen terlalu banyak, dikatakan campuran kurus dan hasil
pembakarannya menghasilkan api oksidasi. Sebaliknya, bila bahan bakarnya terlalu
banyak (tidak cukup oksigen), dikatakan campuran kaya (rich) sehingga pembakaran
ini menghasilkan api reduksi. Pada motor bensin, campuran udara dan bahan bakar

tersebut dinyalakan dalam silinder oleh bunga api dari busi pada akhir langkah
kompresi dengan suhu pembakaran berkisar antara 2100°K sampai 2500°K. waktu
pembakaran yang teratur lamanya kira-kira 3 mili detik (0,003 s).
Oleh karena reaksi pembakaran yag sangat cepat akan mengakibatkan
terjadinya gangguan dalam system pembakaran, antara lain terjadi pembakaran
sendiri (self ignition) oleh karena adanya sisa bahan baker yang tidak terbakar. Hal ini
disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut :
• angka oktan yang terlalu rendah

• penyetelan sudut pengapian yang tidak tepat

22

Universitas Sumatera Utara

• busi terlalu panas

• pendinginan terlalu miskin

• terbakarnya sisa pembakaran sebelumnya


• bentuk ruang bakar yang tidak sesuai

Gangguan-gangguan pada pembakaran ini akan sangat merugikan efektivitas
mesin maka mendapatkan untuk pembakaran yang baik maka diperlukan syaratsyarat sebagai berikut :








jumlah udara yang sesuai
temperatur yang sesuai dengan penyalaan bahan bakar
waktu pembakaran yang cukup
kerapatan yang cukup untuk merambatkan api dalam silinder.

2.5 Komponen-Komponen Pembakaran Pada Motor Bakar Bensin
Pada proses pembakaran bahan bakar pada motor bakar bensin terdapat

beberapa komponen yang berperan penting agar proses pembakaran berjalan dengan
baik. Komponen-komponen tersebut antara lain adalah karburator, katup (valve) dan
busi.

2.5.1 Karburator
Karbuaror memproses bahan bakar cair menjadi partikel kecil dan dicampur
dengan udara sehingga memudahkan penguapan. Prosesnya serupa dengan
penyemburan (spray). Pada gambar 2.4 dibawah ini diterangkan prisip dari
penyemburan. Sebagai akibat dari derasnya tiupan angin di (a), suatu kondisi vacum
(tekanan dibawah atmosfer) terjadi di (b).
Perbedaan tekanan antara vacum dan atmosfir udara di (c) menghasilkan
semburan terjadi pada gasoline (b). Berdasarkan proses ini, maka semakin cepat
aliran udara (a) mengakibatkan semakin besar vacum yang terjadi pada (b) dan
semakin banyak gasoline yang disemprotkan/disemburkan.

23

Universitas Sumatera Utara

gasoline


Gambar 2.4 Prinsip kerja karburator

Bahan bakar dan udara dibutuhkan motor bensin untuk berjalan. Bahan
bakar berupa bensin dicampur dengan udara oleh karburator supaya mudah
terbakar dan di alirkan keruang bakar. Dengan kata lain, karburator bekerja sesuai
aturan sebagai berikut :




Volume campuran udara dan bahan bakar sesuai kebutuhan mesin.



kecepatan mesin.

Menciptakan campuran udara dan bahan bakar sedemikian rupa tepat sesuai

Merubah bensin menjadi partikel-partikel bercampur dengan udara sehingga

mudah disemburkan atau dikabutkan.

2.5.2 Katup (Valve)
Pada motor bakar bensin empat langkah poros nok (camshaft) akan
berputar setengah dari putaran poros engkol, sehingga masing-masing katup
bekerja membuka dan menutup selama dua kali poros engkol. Angka-angka
derajat katup masuk sebelum torak mencapai TMA dan akan menutup sesudah
torak melewati TMB. Demikian juga beberapa derajat posisi torak setelah
melewati TMA katup buang menutup.

24

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.5 Diagram kerja katup

Keterangan :
M.B = Katup masuk terbuka

B.B = Katup buang terbuka

M.T = Katup masuk tertutup

B.T = Katup buang tertutup

Pada diagram di atas terlihat katup masuk membuka 12° sebelum torak
mencapai TMA dan akan menutup setelah torak melewati TMB 40°, maka katup
masuk terbuka selama 12° + 180° + 40° = 232°. Dilanjutkan dengan langkah
kompresi sejak katup masuk sehingga terjadi lentikan api listrik tegangan tinggi
dari busi. Misalkan 12° sebelum torak mencapai TMA, maka diperoleh total
derajat = (90° - 40°) + (90° - 15°) = 50° + 75° = 125°. Setelah langkah kompresi,
yang kemudian dilanjutkan dengan langkah usaha yang berlangsung sejak api
listrik tegangan tinggi terlentikan dari busi hingga katup buang mulai membuka,
yaitu 15° + 90° + (90° - 47°) = 148°.
Proses pembuangan gas bekas pembakaran dari dalam silinder saat katup
buang mulai terbuka hingga katup buang tertutup, yaitu 47° + 180° +21° + 248°.
Kemudian pada akhir langkah pembuangan, katup masuk yang masih terbuka dan
baru akan menutup setelah torak melewati TMA 21°. Kejadian ini dikenal dengan

25

Universitas Sumatera Utara

sebutan overlap, yaitu dimana katup masuk dan katup buang yang sama-sama
terbuka. Adapun tujuan overlap tersebut adalah pembilasan sisa gas bekas yang
masih terdapat di dalam ruang bakar dengan bantuan dari gas baru yang masuk
dengan cara mendorong gas bekas yang masih tersisa di ruang bakar.

2.5.3 Busi
Busi berfungsi memercikkan api untuk membakar campuran bahan bakar di
ruang bakar. Percikan api terjadi di celah antara elektroda tengah dengan elektroda
massa, percikan tersebut akibat loncatan arus tegangan tinggi dari elektrode tengah ke
elektroda massa. Busi dialiri arus tegangan tinggi yaitu 15.000 - 30.000 Volt, dan
dipasang diruang bakar dengan temperatur sangat inggi, oleh karena itu antara
elektrode tengah dan elektrode massa harus dipisahkan oleh isolator yang tingkat
isolasinya tinggi dan tahan panas. Busi dilengkapi dengan ulir untuk pemasangan di
ruang bakar, agar tidak bocor pada ulir tersebut terdapat ring perapat. Panjang dan
diameter ulir harus tepat agar ulir busi mampu menahan tekanan pembakaran.
Elektrode busi terbuat dari bahan yang tahan panas dan erosi. Bahan tersebut adalah
paduan krom - nikel yang tahan temperatur tinggi. Pada busi spesial terbuat dari
platina maupun tungsen.

Gambar 2.6 Konstruksi Busi dan percikan api pada busi

26

Universitas Sumatera Utara

Besar celah busi yang tepat pada suatu kendaraan diperoleh dari ekperimen.
Celah yang kecil menyebabkan percikan api kecil dan mudah terselip kotoran,
sedangkan celah yang besar membutuhkan tegangan yang lebih tinggi untuk
menghasilkan percikan api sehingga bila tegangan kurang tinggi akan terjadi
kegagalan percikan pada saat tertentu. Besar celah busi adalah 0,70 – 1,00 mm,
namun lebih tepatnya lihat sepesifikasi kendaraan sebab kendaraan tertentu ada yang
spesifikasi celah busi 1,10 mm. Kebutuhan tegangan agar terjadi loncatan api pada
busi baru dan lama berbeda. Busi lama tegangan yang dibutuhkan lebih tinggi sebab
pada busi lama kemungkinan terdapat kebocoran arus pada rongga busi maupun
elektrode busi kotor, sehingga menyebabkan kebutuhan tegangan untuk meloncatkan
api lebih tinggi.
Semakin tinggi putaran mesin tegangan induksi semakin rendah sebab saat
putaran tinggi arus primer semakin kecil akibat waktu mengalirkan arus semakin
singkat, selain itu juga dapat disebabkan sudut dweel yang mengecil akibat kontak
pemutus arus melayang akibat pegas lemah. Bila tegangan induksi yang dihasilkan
kurang dari tegangan yang dibutuhkan maka akan terjadi kegagalan percikan api
(misspark), sehingga terjadi kegagalan pembakaran. Kegagalan percikan api sering
terjadi saat kendaraan dipercepat karena pada saat tersebut kebutuhan tegangan lebih
tinggi.

2.6 Performansi Motor Bakar Empat Langkah
Performansi dapat disebut juga sebagai unjuk kerja dari motor bakar
bensin. Ada beberapa hal yang mempengaruhi performansi motor bakar, antara
lain besarnya perbandingan kompresi, tingkat homogenitas campuran bahan bakar
dengan udara, angka oktan bensin sebagai bahan bakar, tekanan udara masuk
ruang bakar. Semakin besar perbandingan udara motor akan semakin efisien, akan
tetapi semakin besar perbandingan kompresi akan menimbulkan knocking pada
motor yang berpotensi menurunkan daya motor, bahkan bisa menimbulkan
kerusakan serius pada komponen motor. Untuk mengatasi hal ini maka harus
dipergunakan bahan bakar yang memiliki angka oktan tinggi. Angka oktan pada
bahan bakar motor Otto menunjukkan kemampuannya menghindari terbakarnya
campuran udara bahan bakar sebelum waktunya (self ignition) yang menimbulkan
knocking tadi. Untuk memperbaiki kualitas campuran bahan bakar dengan udara

27

Universitas Sumatera Utara

maka aliran udara dibuat turbulen, sehingga diharapkan tingkat homogenitas
campuran akan lebih baik.

2.6.1 Torsi (Torque)
Perkalian antara gaya dengan jarak dapat disebut sebagai Torsi. Disaat
proses pembakaran pada ruang bakar, dimana piston akan bergerak translasi dan
poros engkol yang menghubungkan piston dengan batang piston akan merubah
gerak translasi menjadi gerak rotasi. Persamaan (2.1) dapat digunakan untuk
menghitung torsi.
........................................................................................... 2.1
Dimana : Pb = Daya (W)
n = Putaran mesin (rpm)
Pengujian torsi yang dilakukan menggunakan timbangan pegas tarik
sehingga yang terhubung dengan roda belakang. Maka akan terjadi gaya antara
roda belakang pada timbangan pegas tarik dalam pengujian torsi rem.[7]
Persamaan (2.2) dapat digunakan untuk menghitung gaya yang diberikan roda
belakang.
F = g x m ................................................................................................. 2.2
Dimana : F = Gaya yang diberikan roda belakang (N)
g = Percepatan gravitasi (9,807 m/s2)
m = Massa tarik timbangan pegas (kg)

Persamaan (2.3) dapat digunakan untuk menghitung torsi roda belakang:

τroda = F x r .............................................................................................2.3
Dimana : τroda = Torsi roda belakang (N.m)
F
r

= Gaya yang diberikan roda belakang (N)
= Jari-jari roda belakang (m)

28

Universitas Sumatera Utara

Putaran pada roda belakang diberikan oleh putaran poros engkol yang terhubung
dengan sistem transmisi. Persamaan (2.4) dapat digunakan untuk mencari final
ratio.
Final Ratio = perbandingan final gear x perbandingan rasio gigi 3
x perbandingan rasio poros engkol dengan transmisi .... 2.4
Persamaan (2.5) dapat digunakan untuk menghitung torsi mesin.
..................................................................................... 2.5
Dimana : τmesin = Torsi mesin (Nm)

τroda = Torsi roda belakang (Nm)
FR

= Final Ratio

2.6.2 Daya (Power)
Kerja mesin selama waktu tertentu dapat disebut sebagai daya. Besarnya
poros engkol yang bekerja dengan pembebanan merupakan daya poros. Daya
poros berasal dari langkah kerja disaat campuran udara dan bahan bakar meledak
dan menyebabkan piston mengalami dorongan yang menghasilkan kerja pada
poros engkol yang mengubah gerak translasi menjadi gerak rotasi. Prestasi mesin
motor bakar ditentukan oleh daya poros yang telah dibebankan akibat gesekan
seperti pada torak, dinding silinder, poros, dan bantalan. Frekuensi putaran motor
atau disebut dengan RPM (Revolution per Minute) mempengaruhi besarnya daya
poros dimana semakin banyak putaran poros yang terjadi maka semakin besar
daya poros tersebut. Persamaan (2.6) dapat digunakan untuk menghitung daya
poros.
............................................................................. 2.6
Dimana : τmesin = Torsi mesin (Nm)
2.6.3 Konsumsi Bahan Bakar Spesifik (Specific Fuel Consumption)
Konsumsi bahan bakar spesifik adalah parameter unjuk kerja mesin yang
berhubungan langsung dengan nilai ekonomis sebuah mesin, karena dengan

29

Universitas Sumatera Utara

mengetahui hal ini dapat dihitung jumlah bahan bakar yang dibutuhkan untuk
menghasilkan sejumlah daya dalam selang waktu tertentu. Persamaan (2.7) dapat
digunakan untuk menghitung laju aliran massa bahan bakar.
̇

.............................................................................. 2.7

Jika diketahui rasio massa jenis zat (pertalite/aditif)–air maka massa jenis zat
tersebut dapat dicari dengan persamaan (2.8).
.............................................................................. 2.8
Dimana : ṁf

= Laju aliran bahan bakar (kg/jam)

Sgz

= Rasio massa jenis zat

ρz

= Massa jenis zat (kg/m3)

ρf

= Massa jenis bahan bakar (kg/m3)

ρair

= Massa jenis air (kg/m3)

Vf

= Volume bahan bakar yang diuji (m3)

tf

= Waktu menghabiskan bahan bakar sebanyak volume uji (detik)

Jika terdapat beberapa jenis campuran zat yang terkandung dalam bahan bakar
maka rasio massa jenis campuran bahan bakar-air dihitung dengan persamaan
(2.9).
............................................................ 2.9
Dimana: A = Rasio volume zat aditif-campuran bahan bakar
P = Rasio volume pertalite-campuran bahan bakar
ρa = Massa jenis zat aditif (kg/m3)
ρp = Massa jenis pertalite (kg/m3)
Persamaan (2.10) dapat digunakan untuk menghitung besarnya konsumsi bahan
bakar spesifik.
................................................................................ 2.10

Dimana : sfc = Konsumsi bahan bakar spesifik (g/kWh)

30

Universitas Sumatera Utara

ṁf

= Laju aliran massa bahan bakar (kg/jam)

Pb

= Daya (Watt)

2.6.4 Rasio Udara-Bahan Bakar (Air Fuel Ratio)
Perbandingan udara dan bahan bakar yang masuk kedalam ruang bakar
adalah AFR. Secara kimia dibutuhkan rasio udara/bahan bakar yang tepat unutk
berlangsungnya pembakaran yang sempurna. Rasio udara bahan bakar dalam
sistem bahan bakar bervariasi, bergantung pada kondisi operasi saat itu. Hal yang
dapat mempengaruhi rasio udara bahan bakar yaitu temperatur mesin, temperatur
udara yang dihisap, tekanan udara yang terhisap dan kerapatan udara sekitar. Saat
beroperasi dengan beban ringan dengan kecepatan medium, dan rancangan ruang
bakar yang baik, campuran bahan bakar miskin (dalam kisaran 16:1-18:1) masih
dimungkinkan untuk terbakar. Campuran miskin meningkatkan ekonomi bahan
bakar, mengurangi emisi, tetapi juga mengurangi daya keluaran. Campuran udara
dan bahan bakar yang stokiometri (14:1-14,7:1) menghasilkan daya keluaran yang
optimal. Campuran bahan bakar yang kaya (11,5:1-13,5:1) mengurangi nilai
ekonomi bahan bakar tetapi mempunyai daya yang terbesar. Jika campuran udara
bahan bakar terlalu miskin (diatas 18:1), campuran tidak akan menyala yang
menyebabkan kondisi kegagalan penyalaan.[1] Persamaan (2.11) dapat digunakan
untuk menghitung rasio udara-bahan bakar.

̇

̇

........................................................................................ 2.11
Dimana : ̇ ṁ� = Laju Aliran Massa Udara (kg/jam)
�f = Laju aliran bahan bakar (kg/jam)

Persamaan (2.12-2.15) dapat digunakan untuk menghitung laju aliran massa
udara.

......................................................................... 2.12
.................................................................................... 2.13

.................................................................................... 2.14

31

Universitas Sumatera Utara

.............................................................. 2.15
Dimana: Pi

= Tekanan udara masuk silinder (kPa)

Ti

= Temperatur udara masuk silinder (Kelvin)

R

= Konstanta udara (0,287 kJ/kg.K)

Vd

= Volume silinder/displacement (m3)

Vc

= Volume sisa/clearence (m3)

ma

= Massa udara masuk silinder per siklus (kg)

Nd

= Jumlah silinder (silinder)

n

= Putaran mesin (rpm)

a

= Putaran poros dalam satu siklus (putaran)

B

= Diameter piston (m)

S

= Panjang langkah (m3)

RC = Rasio Kompresi

2.6.5 Efisiensi Termal ( Thermal Efficiency)
Kerja berguna yang dihasilkan selalu lebih kecil dari pada energi yang
dibangkitkan piston karena sejumlah energi hilang akibat adanya rugi-rugi
mekanis seperti gesekan, kerja pompa oli dan pompa pendingin, dan panas yang
terbuang. Efisiensi termal pembakaran didefinisikan untuk menyatakan fraksi dari
bahan bakar yang terbakar. Persamaan (2.16) dapat digunakan untuk menghitung
efisiensi termal.
̇

........................................... 2.16

Dimana : Pb
ṁf

= Daya (Watt)
= Laju aliran bahan bakar (kg/jam)

LHV = Nilai kalor bawah bahan bakar (kJ/kg)

32

Universitas Sumatera Utara

2.7 Nilai Kalor Bahan Bakar
Reaksi kimia antara bahan bakar dengan oksigen dari udara menghasilkan
panas. Besarnya panas yang ditimbulkan jika satu satuan bahan bakar dibakar
sempurna disebut nilai kalor bahan bakar (Caloric Value). Berdasarkan asumsi
ikut tidaknya panas laten pengembunan uap air dihitung sebagai bagian dari nilai
kalor suatu bahan bakar, maka nilai kalor bahan bakar dapat dibedakan menjadi
nilai kalor atas dan nilai kalor bawah. Nilai kalor atas bahan bakar (High Heating
Value), merupakan nilai kalor yang diperoleh secara eksperimen dengan
menggunakan bom kalorimeter dimana hasil pembakaran bahan bakar
didinginkan sampai suhu kamar sehingga sabagian besar uap air yang terbentuk
dari pembakaran hydrogen mengembun dan melepaskan panas latennya. Secara
teoritis, besarnya nilai kalor atas (HHV) dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan (2.17).[8]
HHV =

.......................................................................... 2.17

Dimana : HHV = Nilai kalor atas (kJ/kg)
T1

= Temperatur air pendingin sebelum penyalaan (oC)

T2

= Temperatur air pendingin sesudah penyalaan (oC)

M1

= Massa cawan sebelum di isi bahan bakar (gr)

M2 = Massa cawan sesudah di isi bahan bakar (gr)
Cv

= Panas jenis bom kalorimeter (2325 Kkal/kg)

Dan nilai kalor bawah bahan bakar dapat dihitung dengan persamaan (2.18).
LHV = HHV –3240 ............................................................................... 2.18
Dimana : LHV = Nilai kalor bawah (kJ/kg)
HHV = Nilai kalor atas (kJ/kg)
Dalam perhitungan efisiensi panas dari motor bakar dapat menggunakan
nilai kalor bawah (LHV) dengan asumsi pada suhu tinggi saat gas buang
meninggalkan mesin tidak terjadi pengembunan uap air. Namun dapat juga
menggunakan nilai kalor atas (HHV) karena nilai tersebut umumnya lebih cepat
tersedia. Besarnya nilai kalor bahan bakar mempengaruhi dari energi ledakan
33

Universitas Sumatera Utara

yang akan terjadi jika bahan bakar tersebut dibakar atau dinyalakan. Kandungan
energi di dalam bahan bakar diukur dengan membakar semua bahan bakar di
dalam bom kalorimeter serta mengukur peningkatan temperatur yang terjadi.
Energi yang tersedia tergantung wujud air yang dihasilkan dari pembakaran
hidrogen. Jika air di dalam produk buangan berwujud gas (uap air), kemudian
tidak dapat melepaskan panas penguapannya, maka dihasilkan nilai kalor bersih
yang disebut nilai kalor bawah bahan bakar (Lower Heating value). Jika air
dikondensasikan kembali ke temperatur asal bahan bakar hingga berwujud cair
maka akan menghasilkan nilai kalor kotor (Higher heating value, HHV).
Peraturan pengujian berdasarkan ASME (American of Mechanical Engineers)
menentukan penggunaan nilai kalor atas (HHV), sedangkan peraturan SAE
(Society of Automotive Engineers) menetukan penggunaan nilai kalor bawah
(LHV).[9]
Dilakukan 5 kali pengujian bom kalorimeter pada setiap bahan bakar yang
digunakan dan dicari rata-rata dari nilai kalor bahan bakar dengan menggunakan
persamaan (2.19) dan (2.20).
.................................................................. 2.19

.................................................................. 2.20

2.8 Emisi Gas Buang
Emisi gas buang adalah sisa hasil pembakaran bahan bakar di dalam mesin
pembakaran dalam, mesin pembakaran luar, mesin jet yang dikeluarkan melalui
sistem pembuangan mesin.
2.8.1 Sumber
Polutan dibedakan menjadi polutan primer atau sekunder. Polutan primer
seperti nitrogen oksida (NOx) dan hidrokarbon (HC) langsung dibuangkan ke
udara bebas dan mempertahankan bentuknya seperti pada saat pembuangan.
Polutan sekunder seperti ozon (O3) dan peroksiasetil nitrat (PAN) adalah polutan
yang terbentuk di atmosfer melalui reaksi fotokimia, hidrolisis atau oksidasi.

34

Universitas Sumatera Utara

2.8.2 Komposisi Kimia
Polutan dibedakan menjadi organik dan inorganik. Polutan organik
mengandung karbon dan hidrogen, juga beberapa elemen seperti oksigen,
nitrogen, sulfur atau fosfor, contohnya : hidrokarbon, keton, alkohol, ester dan
lain-lain. Polutan inorganik seperti : karbon monoksida (CO), karbonat, nitrogen
oksida, ozon dan lainnya.
2.8.3 Bahan Penyusun
Polutan dibedakan menjadi partikulat atau gas. Partikulat dibagi menjadi
padatan dan cairan seperti : debu, asap, abu, kabut dan spray, partikulat dapat
bertahan di atmosfer. Sedangkan polutan berupa gas tidak bertahan di atmosfer
dan bercampur dengan udara bebas.
a.) Partikulat
Polutan partikulat yang berasal dari kendaraan bermotor umumnya
merupakan fasa padat yang terdispersi dalam udara dan membentuk asap. Fasa
padatan tersebut berasal dari pembakaran tak sempurna bahan bakar dengan
udara, sehingga terjadi tingkat ketebalan asap yang tinggi.
Selain itu partikulat juga mengandung timbal yang merupakan bahan aditif
untuk meningkatkan kinerja pembakaran bahan bakar pada mesin kendaraan.
Apabila butir-butir bahan bakar yang terjadi pada penyemprotan kedalam silinder
motor terlalu besar atau apabila butir–butir berkumpul menjadi satu, maka akan
terjadi dekomposisi yang menyebabkan terbentuknya karbon–karbon padat atau
angus.
Hal ini disebabkan karena pemanasan udara yang bertemperatur tinggi,
tetapi penguapan dan pencampuran bahan bakar dengan udara yang ada di dalam
silinder tidak dapat berlangsung sempurna, terutama pada saat–saat dimana terlalu
banyak bahan bakar disemprotkan yaitu pada waktu daya motor akan diperbesar,
misalnya untuk akselerasi, maka terjadinya angus itu tidak dapat dihindarkan. Jika
angus yang terjadi itu terlalu banyak, maka gas buang yang keluar dari gas buang
motor akan bewarna hitam.

35

Universitas Sumatera Utara

b.) Hidrocarbon (HC)
Hidrokarbon yang tidak terbakar dapat terbentuk tidak hanya karena
campuran udara bahan bakar yang gemuk, tetapi bisa saja pada campuran kurus
bila suhu pembakarannya rendah dan lambat serta bagian dari dinding ruang
pembakarannya yang dingin dan agak besar. Motor memancarkan banyak
hidrokarbon kalau baru saja dihidupkan atau berputar bebas (idle) atau waktu
pemanasan.
Pemanasan dari udara yang masuk dengan menggunakan gas buang
meningkatkan penguapan dari bahan bakar dan mencegah pemancaran
hidrokarbon. Jumlah hidrokarbon tertentu selalu ada dalam penguapan bahan
bakar, di tangki bahan bakar dan dari kebocoran gas yang melalui celah antara
silinder dari torak masuk kedalam poros engkol, yang disebut dengan blow by
gasses (gas lalu).Pembakaran tak sempurna pada kendaraan juga menghasilkan
gas buang yang mengandung hidrokarbon.
c.) Karbon Monoksida (CO)
Karbon dan Oksigen dapat bergabung membentuk senyawa karbon
monoksida (CO) sebagai hasil pembakaran yang tidak sempurna dan karbon
dioksida (CO2) sebagai hasil pembakaran sempurna. Karbon monoksida
merupakan senyawa yang tidak berbau, tidak berasa dan pada suhu udara normal
berbentuk gas yang tidak berwarna.
Gas ini akan dihasilkan bila karbon yang terdapat dalam bahan bakar
(kira–kira 85% dari berat dan sisanya hidrogen) terbakar tidak sempurna karena
kekurangan oksigen. Hal ini terjadi bila campuran udara bahan bakar lebih gemuk
dari pada campuran stoikiometris, dan terjadi selama idling pada beban rendah
atau pada output maksimum. Karbon monoksida tidak dapat dihilangkan jika
campuran udara bahan bakar gemuk. Bila campuran kurus karbon monoksida
tidak terbentuk.
d.) Oksigen (O2)
Oksigen (O2) sangat berperan dalam proses pembakaran, dimana oksigen
tersebut akan diinjeksikan ke ruang bakar. Dengan tekanan yang sesuai akan
mengakibatkan terjadinya pembakaran bahan bakar.

36

Universitas Sumatera Utara

2.9 Pertalite
Pertalite adalah bahan bakar dari Pertamina dengan RON 90. Angka Oktan
Riset/Research Octane Number (RON) adalah nilai oktan yang memberikan
gambaran tentang kecenderungan bahan bakar untuk mengalami pembakaran
tidak normal pada kondisi pengendaraan sedang dan juga pada kecepatan rendah
dan dilakukan dengan metode riset. Angka Oktan Motor/Motor Octane Number
(MON) adalah nilai oktan yang memberikan gambaran kinerja pengendaraan pada
kondisi operasi yang lebih berat, kecepatan tinggi atau kondisi beban tinggi.
Indeks Anti Detonasi/Anti Knock Index (AKI) adalah rata-rata dari penjumlahan
angka oktan riset dengan angka oktan motor.[11]
Pertalite diluncurkan pada 24 Juli 2015 sebagai varian baru bagi konsumen
yang ingin BBM dengan kualitas di atas premium tetapi lebih murah dari
pertamax. Pertalite memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan
premium. Selain itu, RON 90 membuat pembakaran pada mesin kendaraan
dengan teknologi terkini lebih baik dibandingkan dengan premium yang memiliki
RON 88.
Komposisi bahan untuk membuat pertalite adalah heptana 10% dan oktana
90%, selain itu juga ditambahkan zat aditif EcoSAVE. Zat aditif EcoSAVE ini
bukan untuk meningkatkan RON tetapi pembakaran lebih bersih, ramah
lingkungan dan lebih hemat.

10 C7H16 + 90 C8H18 + 1235 (O2 + 3,7 N2)

790 CO2 + 890 H2O + 4569,5 N2

Nilai kalor atas (HHV) yang dihasilkan dari pembakaran pertalite secara teori
adalah[21] :
Pertalite tediri dari 90% oktana dan 10% heptana
HHV =
HHV =

x Nilai HHV Oktana

(46,7 Mj/kg)

HHV = 42,03 Mj/kg = 10007,14 Kkal/kg

37

Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan

keputusan

Dirjen

Migas

No.313.K/10/DJM.T/2013

spesifikasi bahan bakar jenis bensin 90 dapat dilihat pada tabel 2.2 berikut[12]:

Tabel 2.1 Standar dan Mutu (Spesifikasi) Bahan Bakar Jenis Bensin 90 (Pertalite)

38

Universitas Sumatera Utara

Pertalite membuat pembakaran pada mesin kendaraan dengan teknologi
terkini lebih baik dibandingkan dengan premium yang memiliki RON 88.
Keunggulan pertalite adalah:
1. Durability, pertalite dapat dikategorikan sebagai bahan bakar kendaraan yang
memenuhi syarat dasar durability/ketahanan, dimana bbm ini tidak akan
menimbulkan gangguan serta kerusakan mesin, karena kandunganoktan 90
lebih sesuai dengan perbandingan kompresi kebanyakan kendaraan bermotor
yang beredar di Indonesia.
2. Fuel Economy, kesesuaian oktan 90 Pertalite dengan perbandingan kompresi
kebanyakan kendaraan beroperasi sesuai dengan rancangannya. Perbandingan
Air Fuel Ratio yang lebih tinggi dengan konsumsi bahan bakar menjadikan
kinerja mesin lebih optimal dan efisien untuk menempuh jarak lebih jauh
karena

perbandingan

biaya

dengan

operasi

bahan

bakar

dalam

(Rupiah/kilometer) akan lebih hemat.
3. Performance, kesesuaian angka oktan Pertalite dan aditif yang dikandungnya
dengan spesifikasi mesin akan menghasilkan performa mesin yang jauh lebih
baik dibandingkan ketika menggunakan oktan 88. Hasilnya adalah torsi mesin
lebih tinggi dan kecepatan meningkat.[13]

2.10 Zat Aditif
Aditif adalah suatu senyawa yang ditambahkan kedalam senyawa lain.
Penggunaan zat aditif secara umum bertujuan untuk mengontrol pembakaran
bensin agar menghasilkan energi yang maksimum dan suara ketukan minimum.
Zat aditif pada bahan bakar bensin digunakan untuk meningkatkan angka oktan
sedangkan pada bahan bakar diesel digunakan untuk meningkatkan angka setana.
Penggunaan zat aditif untuk pelumas bertujuan untuk meminimalisir busa dan
sebagai peningkat kualitas dan ketahanan pelumas.[14]
2.10.1 Jenis-Jenis Zat Aditif
Zat aditif yang digunakan sebagai senyawa yang ditambahkan pada motor
bakar terbagi menjadi tiga jenis berdasarkan fungsinya, yaitu:

39

Universitas Sumatera Utara

1. Fungsi bahan pelumasan
2. Fungsi sistem distribusi bahan bakar dan sistem pembakaran
3. Fungsi bahan bakar

2.10.1.1 Manfaat Zat Aditif pada Fungsi Sistem Pelumasan
Zat aditif ditambahkan pada oli sebagai bahan pelumas mesin motor bakar
yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas pelumas[15], antara lain:
1. Viscosity Index Improver, untuk meningkatkan nilai indeks viskositas. Indeks
viskositas adalah perubahan nilai viskositas akibat adanya perubahan
temperatur.
2. Pour Point Depressant, untuk mencegah aglomerasi kristal lilin parafin akibat
temperatur rendah.
3. Anti-Foam¸ untuk mencegah pelumas berbusa akibat

adanya udara

terperangkap dalam minyak pelumas.
4. Antiwear dan Extreme Pressure, untuk meningkatkan film dalam proses
pelumasan sehingga dapat mengurangi keausan permukaan logam.
5. Detergents, untuk menetralisir asam pada larutan minyak pelumas.
6. Dispersants, untuk mencegah sisa pembakaran yang menumpuk pada larutan
minyak pelumas.
7. Antirust, untuk melindungi permukaan logam dari korosi atmosfir.
8. Antioxidants, untuk menghambat proses pembusukan yang terjadi secara alami
dalam minyak pelumas karena oksidasi dengan udara.

2.10.1.2 Manfaat Zat Aditif pada Fungsi Sistem Distribusi Bahan Bakar
dan Sistem Pembakaran
Zat aditif ditambahkan pada bahan bakar atau diinjeksikan secara langsung
ke dalam ruang bakar yang bertujuan untuk membersihkan dan merawat saluran
bahan bakar, ruang bakar, dan saluran buang mesin motor bakar[16], antara lain:
1. Fuel System Cleaner, untuk membersihkan tangki bahan bakar, saluran bahan
bakar, pompa bahan bakar, saringan bahan bakar, dan karburator dari endapan
kotoran pada bahan bakar atau sisa-sisa pembakaran, sehingga bahan bakar dan

40

Universitas Sumatera Utara

udara dapat bercampur dengan baik dan terbakar sempurna di dalam ruang
bakar.
2. Injectors Cleaner¸ untuk membersihkan injektor dari kerak karbon hasil
pembakaran, adanya kandungan air pada bahan bakar dan endapan kotoran
bahan bakar yang dapat membuat mesin sulit untuk dinyalakan, kehilangan
akselarasi dan langsam (Idle) yang tidak stabil.
3. Detergents, untuk menetralisir kotoran pada bahan bakar, endapan kotoran dari
udara yang masuk ke dalam ruang bakar dan memberikan pelumasan pada
ruang bakar.
4. Gas Treatment, untuk meningkatkan kemampuan membersihkan serta menjaga
bahan bakar dari endapan karbon sisa pembakaran, menghilangkan kandungan
air pada bahan bakar, dan mencegah pembekuan bahan bakar pada saluran
bahan bakar.
5. Ethanol Treatment, untuk mencegah efek korosi pada mesin yang
menggunakan bahan bakar campuran Ethanol.
6. Antirust, untuk mencegah pengeroposan mesin akibat korosi yang timbul pada
mesin motor bakar yang digunakan di daerah panas dan lembab

2.10.1.3 Manfaat Zat Aditif pada Fungsi Bahan Bakar
Zat aditif ditambahkan pada bahan bakar mesin motor bakar yang
bertujuan untuk meningkatkan kualitas bahan bakar[16], antara lain:
1. Octane Booster, untuk meningkatkan angka oktan dari bahan bakar.
2. Restore Performance. untuk mengembalikan performansi dan efisiensi mesin
yang hilang akibat kualitas bahan bakar yang rendah.
3. Reduce Knocking and Pinging, untuk mengurangi detonasi pada mesin dan
ketidakstabilan putaran mesin sehingga suara mesin semakin halus.
4. Maximize Horsepower, untuk meningkatkan torsi dan daya dari mesin.
5. Lubricate Upper Cylinder, untuk melumasi bagian dari permukaan atas piston
dengan ruang bakar sehingga tidak terjadi endapan karbon sisa pembakaran
yang dapat menyebabkan kerusakan komponen mesin. Kerak karbon yang
telah terbentuk akan terkikis oleh pelumas aditif seiring dengan proses
pembakaran dan akan dibuang melalui saluran pembakaran.

41

Universitas Sumatera Utara

2.10.2 Zat Aditif Secara Umum
Aditif mempunyai berbagai macam zat kimia yang terkandung di
dalamnya dan mempunyai fungsi yang berbeda-beda, secara umum zat kimia
tersebut adalah:
1. Tetraethyl Lead (TEL)
Zat aditif Tetrathyl Lead akan meningkatkan bilangan oktan bensin.
Mengandung senyawa timbal (Pb). Lapisan tipis timbal terbentuk pada
atmosfer dan membahayakan alam dan kesehatan makhluk hidup.
2. Senyawa Oksigenat
Senyawa oksigenat adalah senyawa organik beroksigen (oksigenat) seperti
alkohol (methanol, ethanol, isopropil alkohol) dan Eter (Metil Tertier Butil
Eter/MTBE, Etil Tertier Butil Eter/ETBE dan Tersier Amil Metil Eter/TAME)
dan minyak Atsiri. Oksigenat cair yang dapat dicampur ke dalam bensin untuk
menambah angka oktan dan kandungan oksigennya. Alkohol seperti etanol
dapat diperoleh dari fermentasi tumbuh-tumbuhan sehingga termasuk dalam
energi terbaharukan. Kadar CO2 di atmosfer pun akan menurun seiring dengan
budidaya tumbuhan yang dimanfaatkan untuk pembuatan ethanol.[10]
3. Naphtalene
Naftalena adalah salah satu komponen senyawa yang dapat meningkatkan
angka oktan. Proses pembakaran berjalan dengan baik dan tidak mudah
menguap. Selain itu naftalena tidak meninggalkan getah padat pada bagianbagian mesin. Penggunaan naftalena relatif aman untuk digunakan.[17]
4. Methylcyclopentadienyl

Manganese

Tricarbonyl

(MMT)

MMT

atau

Methylcyclopentadienyl Manganese Tricarbonyl adalah senyawa organik non
logam yang digunakan sebagai pengganti bahan aditif TEL.
5. Benzene
Benzena banyak digunakan sebagai zat aditif untuk meningkatkan angka oktan
seiring dengan penghapusan pengunaan bensin yang mengandung timbal.
Benzena dapat meningkatkan kualitas bahan bakar dan menurunkan ketukan
pada mesin. Kontaminasi Benzena yang berlebihan mempunyai dampak
negatif pada kesehatan. Environmental Protection Agency (EPA) membatasi

42

Universitas Sumatera Utara

presentase benzene pada bahan bakar rata-rata sebesar 0,62% dengan nilai
maksimum 1,3%.[18]
2.11 Kapur Barus
Kapur barus bukan lagi barang asing dalam kehidupan kita sehari-hari,
karena kapur barus mudah kita temui dalam kehidupan sehari-hari. Kapur barus
adalah zat padat berupa lilin berwarna putih dan agak transparan dengan aroma
yang khas dan kuat. Zat ini adalah terpenoid dengan rumus kimia C10H16O. Kapur
barus ini mengandung zat Naftalena yang merupakan salah satu senyawa
aromatik. Dimana sebutir kapur barus biasanya mengandung 250-500 mg
naphthalene. Kapur barus yang kini beredar dipasaran tidak lagi berupa padatan
putih, bahkan sudah memiliki macam-macam warna. Karena baunya yang khas,
kapur barus biasanya digunakan untuk mengusir bau tidak sedap bahkan mengusir
tikus, serangga dan binatang lainnya. Karena mengalami proses sublimasi,
biasanya kapur barus hanya bertahan kurang lebih 3 bulan (tergantung ukuran).
2.11.1 Sejarah Kapur Barus
Kapur

barus

dahulu

kala

dibuat

dari

potongan

kayu

batang

pohon Cinnamomum camphora yang banyak tumbuh di kawasan Barus. Dimana
potongan-potongan kecil kayu ini direbus dan melalui proses penyulingan dan
penghabluran diperoleh kristal kamfer sebagai bahan baku untuk diproses di
pabrik. Jadi tidak mengherankan kalau akhirnya kamfer ini dalam bahasa
Melayu dinamakan ’kapur barus’. Istilah camphor pun sebetulnya juga berasal
dari bahasa Sanskerta karpoor atau bahasa Arab kafur yang dalam bahasa kita
diserap menjadi ’kapur’. Sejak abad ke 9 Kota Barus terkenal sebagai penghasil
bahan baku kamfer, bahkan hingga semua saudagar dari seluruh penjuru dunia
berlayar ke Barus untuk membeli kayu penghasil kamfer ini. Cladius Prolomeus,
seorang gubernur kerajaan yunani yang berpusat di Iskandariyah Mesir, membuat
sebuah peta dan menyebutkan bahwa di pesisir barat Sumatera ada barousai yang
dikenal sebagai penghasil wewangian dari kapur.

43

Universitas Sumatera Utara

2.11.2 Sumber Kapur Barus
Perlu diketahui bahwa pohon Kamfer (Cinnamomum camphora) termasuk
dalam suku Lauraceae selain dari kayu manis (Cinnamomu iners). Tumbuhan ini
dapat tumbuh di dataran tinggi, pegunungan, dengan ciri-cirinya sebagai berikut :
1. memiliki bau khas kulit manis
2. berkelamin ganda (diaceous)
3. pohon, tinggi lebih dri 40 meter
4. kulit batang coklat, dan memiliki retakan vertical
5. bunga majemuk berwarna kuning agak putih
6. buah hijau, setelah tua menjadi biru

Gambar 2.7 Pohon Kapur

Tumbuhan ini mengandung zat naftalena yang merupakan salah satu
senyawa aromatik. Selain tumbuhan Cinnamomum campora pohon kapur atau
Dryobalanops aromatica merupakan salah satu tanaman penghasil kapur barus
atau kamper. Kapur barus dari pohon Kapur ini telah menjadi komoditi
perdagangan internasional sejak abad ke-7 Masehi. Untuk mendapatkan kristal
kapur barus dari Pohon Kapur dimulai dengan memilih, menebang, dan
memotong-motong batang pohon Kapur (Dryobalanops aromatica). Potonganpotongan batang pohon Kapur kemudian dibelah untuk menemukan kristal-kristal
kapur barus yang terdapat di dalam batangnya.[20]

44

Universitas Sumatera Utara

2.11.3 Kapur Barus sebagai Zat Adiktif untuk Mening katkan Angka
Oktan
Kapur barus mengandung senyawa nafhtalena yang memungkinkannya
menjadi aditif bensin untuk meningkatkan angka oktan. Kualitas oktan Kapur
barus yang tinggi menunjukkan kemampuan yang baik dalam menghambat
terjadinya knocking pada mesin, hal ini ditunjukkan dengan temperatur
autoignition kapur barus yang tinggi yaitu 4660C. Hal ini berarti kapur barus
mampu dipanaskan hingga temperatur yang lebih tinggi. Kapur barus memilki
sifat pembakaran yang baik, mudah menguap sehingga tidak meninggalkan getah
padat pada bagian-bagian mesin. Penggunaan Naftalena sebagai aditif memang
belum terkenal karena masih dalam tahap penelitian. Sampai saat ini memang
belum diketahui akibat buruk penggunaan naftalena terhadap lingkungan dan
kesehatan, namun ia relatif aman untuk digunakan. Naftalena merupakan salah
satu jenis hidrokarbon polisiklik aromatik .
Naftalena digunakan sebagai reaksi intermediet dari berbagai reaksi kimia
industri, seperti reaksi sulfonasi, polimerisasi, dan neutralisasi. Selain itu,
naftalena juga berfungsi sebagai fumigan (kamper, dsb), surfaktan, dan
sebagainya.[19]

45

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Uji Eksperimental Perbandingan Performansi Mesin Otto Menggunakan Alat Catalytic Converter Dengan Bahan Bakar Pertalite dan Variasi Campuran Pertalite-Serbuk Kapur Barus

4 45 107

Pengujian Eksperimental Pengaruh Penambahan Kapur Barus Pada Pertalite Terhadap Performansi Mesin Otto Empat Langkah

1 10 86

Uji Eksperimental Perbandingan Performansi Mesin Otto Menggunakan Alat Catalytic Converter Dengan Bahan Bakar Pertalite dan Variasi Campuran Pertalite-Serbuk Kapur Barus

0 0 2

Uji Eksperimental Perbandingan Performansi Mesin Otto Menggunakan Alat Catalytic Converter Dengan Bahan Bakar Pertalite dan Variasi Campuran Pertalite-Serbuk Kapur Barus

0 0 5

Uji Eksperimental Perbandingan Performansi Mesin Otto Menggunakan Alat Catalytic Converter Dengan Bahan Bakar Pertalite dan Variasi Campuran Pertalite-Serbuk Kapur Barus

0 1 32

Uji Eksperimental Perbandingan Performansi Mesin Otto Menggunakan Alat Catalytic Converter Dengan Bahan Bakar Pertalite dan Variasi Campuran Pertalite-Serbuk Kapur Barus

0 0 3

Pengujian Eksperimental Pengaruh Penambahan Kapur Barus Pada Pertalite Terhadap Performansi Mesin Otto Empat Langkah

0 2 13

Pengujian Eksperimental Pengaruh Penambahan Kapur Barus Pada Pertalite Terhadap Performansi Mesin Otto Empat Langkah

0 0 2

Pengujian Eksperimental Pengaruh Penambahan Kapur Barus Pada Pertalite Terhadap Performansi Mesin Otto Empat Langkah

0 0 4

Pengujian Eksperimental Pengaruh Penambahan Kapur Barus Pada Pertalite Terhadap Performansi Mesin Otto Empat Langkah

0 0 2