Uji Eksperimental Perbandingan Performansi Mesin Otto Menggunakan Alat Catalytic Converter Dengan Bahan Bakar Pertalite dan Variasi Campuran Pertalite-Serbuk Kapur Barus

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Dasar Motor Bakar
Motor bakar adalah mesin kalor atau mesin konversi energi yang
mengubah energi kimia bahan bakar menjadi energi mekanik berupa kerja.
Ditinjau dari cara memperoleh energi termalnya, maka motor bakar dapat dibagi
menjadi 2 golongnan yaitu motor pembakaran luar dan pembakaran dalam. Motor
pembakaran dalam (Internal Combustion Engine) ialah motor bakar yang
pembakarannya terjadi di dalam pesawat itu sendiri.
Motor bakar dapat juga disebut sebagai motor otto. Motor tersebut
dilengkapi dengan busi dan karburator. Busi menghasilkan loncatan bunga api
listrik yang membakar campuran bahan bakar dan udara karena motor ini
cenderung disebut spark ignition engine. Pembakaran bahan bakar dengan udara
ini menghasilkan daya. Di dalam siklus otto (siklus ideal) pembakaran tersebut
dimisalkan sebagai pemasukan panas pada volume konstanta.[4]
Ntienne Lenoir yang lahir pada tahun 1822 dan meniggal dunia pada tahun
1900 adalah seorang berkebangsaan Prancis yang pertama kali menemukan motor
bakar 2 tak. Sedangkan August Otto yang hidup antara 1832 sampai 1891 adalah
seorang berkebangsaan Jerman yang membuat cikal bakal ramainya industri
Mobil sipenemu mesin 4 tak. Pada tahun 1860, Otto mendengar kabar ada
ilmuwan jenius yang bernama Leonir, yang mampu membuat mesin pembakar

dengan dua dorongan putaran alias 2 tak. Sayangnya mesin 2 tak ini memakai
bahan bakar gas. Otto menilai ini kurang praktis. Otto kemudian menciptakan
karburator, sayangnya ditolak lembaga paten, karena ada yang mendahului.
Namun ia menyempurnakan mesin 2 tak dengan 4 dorongan alias 4 langkah. Hasil
ini dipatenkan di Jerman pada tahun 1863. Mendapat formula jitu, lalu ia
membuat mesin yang dibiayai oleh Eugene Langen. Konstruksi buatannya
mendapatkan medali World Fair di Paris 1867.
Motor bakar torak menggunakan silinder tunggal atau beberapa silinder.
Salah satu fungsi torak disini adalah sebagai pendukung terjadinya pembakaran
pada motor bakar. Tenaga panas yang dihasilkan dari pembakaran diteruskan

Universitas Sumatera Utara

torak ke batang torak, kemudian diteruskan ke poros engkol yang mana poros
engkol nantinya akan diubah menjadi gesekan putar.

Gambar 2.1 Proses Pembakaran Luar (atas) dan Proses Pembakaran Dalam
(bawah).[5]

2.2 Minyak Bumi

Hasil penambangan minyak bumi berupa minyak mentah belum dapat
dipergunakan secara langsung untuk berbagai keperluan. Minyak bumi tersebut
harus diolah terlebih dahulu untuk keperluan bahan bakar kendaraan dan industri.
Pengolahan minyak bumi dipengilangan minyak melalui proses penyulingan
bertingkat (destilasi fraksionasi). Prinsip dasar penyulingan bertingkat adalah
pemisahan suatu campuran berdasarkan perbedaan titk didihnya. Hidrokarbon
yang mempunyai titik didih paling rendah akan menguap/memisahkan diri
terlebih dahulu. Kemudian, disusul hidrokarbon yang terkandung dalam minyak
bumi dapat dipisahkan.
Komponen utama minyak bumi adalah senyawa hidrokarbon, baik
alisiklik maupun aromatik. Kadar unsur karbon dalam minyak bumi dapat
mencapai 80% - 85%, sedangkan sisanya merupakan campuran unsur hidrogen
dan unsur-unsur lain. Misalnya nitrogen (0 – 0,5%), balerang (0 – 6%), dan
oksigen (0 – 3,5%).[6]

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.2 Destilasi Bertingkat.[7]

Tabel 2.1 Fraksi-fraksi Penyulingan Bertingkat Minyak Bumi.[8]


Universitas Sumatera Utara

Setelah mengalami proses penyulingan, fraksi-fraksi diatas dapat langsung
dimanfaatkan, tetapi ada yang langsung diolah lebih lanjut sesuai dengan
keperluan, antara lain:
1. Proses Reforming, yaitu proses mengubah bentuk struktur (isomer) dari
rantai karbon lurus menjadi bergabang untuk meningkatkan mutu bensin.
2. Proses Cracking, yaitu proses pemecahan molekul senyawa yang panjang
menjadi molekul pendek.
3. Proses Polemerisasi, yaitu pross penggabungan molekul-molekul kecil
menjadi molekul besar (isobutana + isooktana) bensin yang berkualitas
tinggi.
4. Proses Treating, yaitu proses menghilangkan pengotor pada minyak
supaya lebih murni.
5. Proses Blending, yaitu proses pencampuran atau penambahan zat aditif
pada bensin agar mutu bensin lebih baik, seperti menambahkan TEL
(Tetra Etil Lead), MTBE (Metil Tertier Butil Eter), AICI3, H2SO4, dan 1,2
– dibromo etana.[9]
2.3 Pertalite

Fraksi minyak bumi yang paling banyak dimanfaatkan adalah bensin
(Gasoline). Bensin digunakan untuk bahan bakar kendaraan bermotor dan
industri. Bensin yang berasal dari peyulingan merupakan senyawa hidrokarbon
rantai lurus. Hal ini mengakibatkan pembakaran tidak merata dalam mesin
bertekanan tinggi sehingga menimbulkan ketukan (Knocking). Peristiwa tersebut
menyebabkan kerasnya getaran mesin dan mesin menjadi sangat panas yang
mengakibatkan mesin menjadi mudah rusak. Komponen utama bensin adalah
nheptana (C7H16) dan isooktana (C8H18). Kualitas bensin ditentukan oleh
kandungan isooktana yang dikenal dengan istilah bilangan oktan.[10]
Angka Oktan Riset/Research Octane Number (RON) adalah nilai oktan
yang memberikan gambaran tentang kecenderungan bahan bakar untuk
mengalami pembakaran tidak normal pada kondisi pengendaraan sedang dan juga
pada kecepatan rendah dan dilakukan dengan metode riset. Angka Oktan
Motor/Motor Octane Number (MON) adalah nilai oktan yang memberikan

Universitas Sumatera Utara

gambaran kinerja pengendaraan pada kondisi operasi yang lebih berat, kecepatan
tinggi atau kondisi beban tinggi. Indeks Anti Detonasi/Anti Knock Index (AKI)
adalah rata-rata dari penjumlahan angka oktan riset dengan angka oktan

motor.[11]

Berdasarkan keputusan Dirjen Migas No.313.K/10/DJM.T/2013: [12]

Tabel 2.2 Standar dan Mutu (Spesifikasi) Bahan Bakar Jenis Bensin 90 (Pertalite).

Universitas Sumatera Utara

Pertalite membuat pembakaran pada mesin kendaraan dengan teknologi
terkini lebih baik dibandingkan dengan premium yang memiliki RON 88.
Keunggulan pertalite adalah:
1. Durability, pertalite dapat dikategorikan sebagai bahan bakar kendaraan yang
memenuhi syarat dasar durability/ketahanan, dimana bbm ini tidak akan
menimbulkan gangguan serta kerusakan mesin, karena kandungan oktan 90
lebih sesuai dengan perbandingan kompresi kebanyakan kendaraan bermotor
yang beredar di Indonesia.
2. Fuel Economy, kesesuaian oktan 90 Pertalite dengan perbandingan kompresi
kebanyakan kendaraan beroperasi sesuai dengan rancangannya. Perbandingan
Air Fuel Ratio yang lebih tinggi dengan konsumsi bahan bakar menjadikan
kinerja mesin lebih optimal dan efisien untuk menempuh jarak lebih jauh

karena

perbandingan

biaya

dengan

operasi

bahan

bakar

dalam

(Rupiah/kilometer) akan lebih hemat.
3. Performance, kesesuaian angka oktan Pertalite dan aditif yang dikandungnya
dengan spesifikasi mesin akan menghasilkan performa mesin yang jauh lebih
baik dibandingkan ketika menggunakan oktan 88. Hasilnya adalah torsi mesin

lebih tinggi dan kecepatan meningkat.[13]

2.4 Dasar Aditif
Aditif adalah suatu senyawa yang ditambahkan kedalam suatu senyawa
yang ditambahkan kedalam senyawa lain. Penggunaan zat aditif secara umum
bertujuan untuk mengontrol pembakaran bensin agar menghasilkan energi yang
maksimum dan suara ketukan minimum. Zat aditif pada bahan bakar bensin
digunakan untuk meningkatkan angka oktan sedangkan pada bahan bakar diesel
digunakan untuk meningkatkan angka setana. Penggunaan zat aditif untuk
pelumas bertujuan untuk meminimalisir busa dan sebagai peningkat kualitas dan
ketahanan pelumas.[14]

2.4.1

Jenis-jenis Zat Aditif
Zat aditif yang digunakan sebagai senyawa yang ditambahkan pada motor

bakar terbagi menjadi tiga jenis berdasarkan fungsinya, yaitu:

Universitas Sumatera Utara


1. Fungsi sistem distribusi bahan bakar dan sistem pembakaran
2. Fungsi bahan bakar

2.4.1.1 Manfaat Zat Aditif pada Fungsi Sistem Distribusi Bahan Bakar dan
Sistem Pembakaran
Zat aditif ditambahkan pada bahan bakar atau diinjeksikan secara langsung
kedalam ruang bakar yang bertujuan untuk membersihkan dan merawat saluran
bahan bakar, ruang bakar, dan saluran buang mesin motor bakar[16], antara lain:
1. Fuel System Cleaner, untuk membersihkan tangki bahan bakar, saluran bahan
bakar, pompa bahan bakar, saringan bahan bakar, dan karburator dari endapan
kotoran pada bahan bakar atau sisa-sisa pembakaran, sehingga bahan bakar dan
udara dapat bercampur dengan baik dan terbakar sempurna didalam ruang
bakar.
2. Injectors Cleaner¸ untuk membersihkan injektor dari kerak karbon hasil
pembakaran, adanya kandungan air pada bahan bakar dan endapan kotoran
bahan bakar yang dapat membuat mesin sulit untuk dinyalakan, kehilangan
akselarasi dan langsam (Idle) yang tidak stabil.
3. Detergents, untuk menetralisir kotoran pada bahan bakar, endapan kotoran dari
udara yang masuk kedalam ruang bakar dan memberikan pelumasan pada

ruang bakar.
4. Gas Treatment, untuk meningkatkan kemampuan membersihkan serta menjaga
bahan bakar dari endapan karbon sisa pembakaran, menghilangkan kandungan
air pada bahan bakar, dan mencegah pembekuan bahan bakar pada saluran
bahan bakar.
5. Ethanol Treatment, untuk mencegah efek korosi pada mesin yang
menggunakan bahan bakar campuran Ethanol.
6. Antirust, untuk mencegah pengeroposan mesin akibat korosi yang timbul pada
mesin motor bakar yang digunakan di daerah panas dan lembab.

2.4.1.2 Manfaat Zat Aditif pada Fungsi Bahan Bakar
Zat aditif ditambahkan pada bahan bakar mesin motor bakar yang
bertujuan untuk meningkatkan kualitas bahan bakar[17], antara lain:

Universitas Sumatera Utara

1. Octane Booster, untuk meningkatkan angka oktan dari bahan bakar.
2. Restore Performance. untuk mengembalikan performansi dan efisiensi mesin
yang hilang akibat kualitas bahan bakar yang rendah.
3. Reduce Knocking and Pinging, untuk mengurangi detonasi pada mesin dan

ketidakstabilan putaran mesin sehingga suara mesin semakin halus.
4. Maximize Horsepower, untuk meningkatkan torsi dan daya dari mesin.
5. Lubricate Upper Cylinder, untuk melumasi bagian dari permukaan atas piston
dengan ruang bakar sehingga tidak terjadi endapan karbon sisa pembakaran
yang dapat menyebabkan kerusakan komponen mesin. Kerak karbon yang
telah terbentuk akan terkikis oleh pelumas aditif seiring dengan proses
pembakaran dan akan dibuang melalui saluran pembakaran.

2.4.2

Zat Aditif Secara Umum
Aditif mempunyai berbagai macam zat kimia yang terkandung di

dalamnya dan mempunyai fungsi yang berbeda-beda, secara umum zat kimia
tersebut adalah:
1. Tetraethyl Lead (TEL)
Zat aditif Tetrathyl Lead akan meningkatkan bilangan oktan bensin.
Mengandung senyawa timbal (Pb). Lapisan tipis timbal terbentuk pada
atmosfer dan membahayakan alam dan kesehatan makhluk hidup.
2. Senyawa Oksigenat

Senyawa oksigenat adalah senyawa organik beroksigen (oksigenat) seperti
alkohol (methanol, ethanol, isopropil alkohol) dan Eter (Metil Tertier Butil
Eter/MTBE, Etil Tertier Butil Eter/ETBE dan Tersier Amil Metil Eter/TAME)
dan minyak Atsiri. Oksigenat cair yang dapat dicampur kedalam bensin untuk
menambah angka oktan dan kandungan oksigennya. Alkohol seperti etanol
dapat diperoleh dari fermentasi tumbuh-tumbuhan sehingga termasuk dalam
energi terbaharukan. Kadar CO2 di atmosfer pun akan menurun seiring dengan
budidaya tumbuhan yang dimanfaatkan untuk pembuatan ethanol.[18]
3. Naphtalene
Naftalena adalah salah satu komponen yang termasuk Benzena Aromatic
Hidrocarbon dan dapat meningkatkan angka oktan. Proses pembakaran

Universitas Sumatera Utara

berjalan dengan baik dan tidak mudah menguap. Selain itu naftalena tidak
meninggalkan getah padat pada bagian-bagian mesin. Penggunaan naftalena
relatif aman untuk digunakan, salah satunya yaitu kapur barus.[19]
4. Methylcyclopentadienyl Manganese Tricarbonyl (MMT).
MMT atau Methylcyclopentadienyl Manganese Tricarbonyl adalah senyawa
organik non logam yang digunakan sebagai pengganti bahan aditif TEL.
5. Benzene
Benzena banyak digunakan sebagai zat aditif untuk meningkatkan angka oktan
seiring dengan penghapusan pengunaan bensin yang mengandung timbal.
Benzena dapat meningkatkan kualitas bahan bakar dan menurunkan ketukan
pada mesin. International Agency for Research on Cancer (IARC) dalam
penelitiannya menyimpulkan bahwa kontaminasi Benzena yang berlebihan
mempunyai dampak negatif pada kesehatan antara lain akan menyebabkan
timbulnya berbagai macam jenis kanker.[20]

2.5 Kapur Barus
Kapur barus atau naftalena adalah hidrokarbon kristalin aromatik
berbentuk padatan berwarna putih dengan rumus molekul C 10H8 dan berbentuk
dua cincin benzena yang bersatu. Senyawa ini bersifat volatil, mudah menguap
walau dalam bentuk padatan. Uap yang dihasilkan bersifat mudah terbakar.
Naftalena paling banyak dihasilkan dari destilasi tar batu bara, dan sedikit dari
sisa fraksionasi minyak bumi. Naftalena merupakan suatu bahan keras yang putih
dengan bau tersendiri, dan ditemui secara alami dalam bahan bakar fosil seperti
batu bara dan minyak.[21]

2.5.1 Sejarah Kapur Barus
Kapur

barus

dahulu

kala

dibuat

dari

potongan

kayu

batang

pohon Cinnamomum camphora yang banyak tumbuh di kawasan Barus. Dimana
potongan-potongan kecil kayu ini direbus dan melalui proses penyulingan dan
penghabluran diperoleh kristal kamfer sebagai bahan baku untuk diproses di
pabrik. Jadi tidak mengherankan kalau akhirnya kamfer ini dalam bahasa
Melayu dinamakan ’kapur barus’. Istilah camphor pun sebetulnya juga berasal

Universitas Sumatera Utara

dari bahasa Sanskerta karpoor atau bahasa Arab kafur yang dalam bahasa kita
diserap menjadi ’kapur’. Sejak abad ke 9 Kota Barus terkenal sebagai penghasil
bahan baku kamfer, bahkan hingga semua saudagar dari seluruh penjuru dunia
berlayar ke Barus untuk membeli kayu penghasil kamfer ini. Cladius Prolomeus,
seorang gubernur kerajaan yunani yang berpusat di Iskandariyah Mesir, membuat
sebuah peta dan menyebutkan bahwa di pesisir barat Sumatera ada barousai yang
dikenal sebagai penghasil wewangian dari kapur.

2.5.2 Sumber Kapur Barus
Perlu diketahui bahwa pohon Kamfer (Cinnamomum Camphora) termasuk
dalam suku Lauraceae selain dari kayu manis (Cinnamomu Iners). Tumbuhan ini
dapat tumbuh di dataran tinggi, pegunungan, dengan ciri-cirinya sebagai berikut:
1. memiliki bau khas kulit manis
2. berkelamin ganda (diaceous)
3. pohon, tinggi lebih dri 40 meter
4. kulit batang coklat, dan memiliki retakan vertical
5. bunga majemuk berwarna kuning agak putih
6. buah hijau, setelah tua menjadi biru
Tumbuhan ini mengandung zat naftalena yang merupakan salah satu
senyawa aromatik. Dimana sebutir kapur barus biasanya mengandung 250-500
mg naphthalene.

Gambar 2.3 Pohon Kapur.

Universitas Sumatera Utara

Selain tumbuhan Cinnamomum campora pohon kapur atau Dryobalanops
aromatica merupakan salah satu tanaman penghasil kapur barus atau kamper.
Kapur barus dari pohon kapur ini telah menjadi komoditi perdagangan
internasional sejak abad ke-7 Masehi. Untuk mendapatkan kristal kapur barus dari
pohon kapur dimulai dengan memilih, menebang, dan memotong-motong batang
pohon kapur (Dryobalanops aromatica). Potongan-potongan batang pohon kapur
kemudian dibelah untuk menemukan kristal-kristal kapur barus yang terdapat di
dalam batangnya.[22]

2.5.3 Kapur Barus sebagai Zat Adiktif untuk Meningkatkan Angka Oktan
Kapur barus (naftalena) adalah salah satu komponen yang termasuk
benzena aromatik hidrokarbon, tetapi tidak termasuk polisiklik. Naftalena
memiliki kemiripan sifat yang memungkinkannya menjadi aditif bensin untuk
meningkatkan angka oktan. Sifat-sifat tersebut antara lain: Sifat pembakaran yang
baik, mudah menguap sehingga tidak meninggalkan getah padat pada bagianbagian mesin. Penggunaan Naftalena sebagai aditif memang belum terkenal
karena masih dalam tahap penelitian. Sampai saat ini memang belum diketahui
akibat buruk penggunaan naftalena terhadap lingkungan dan kesehatan, namun ia
relatif aman untuk digunakan. Satu molekul naptalena merupakan perpaduan dari
sepasang cincin benzena. Naftalena merupakan salah satu jenis hidrokarbon
polisiklik aromatik .
Naftalena digunakan sebagai reaksi intermediet dari berbagai reaksi kimia
industri, seperti reaksi sulfonasi, polimerisasi, dan neutralisasi. Selain itu,
naftalena juga berfungsi sebagai fumigan (kamper, dsb), surfaktan, dan
sebagainya.[19]

2.6 Emisi Gas Buang
Emisi gas buang adalah sisa hasil pembakaran bahan bakar di dalam mesin
pembakaran dalam, mesin pembakaran luar, mesin jet yang dikeluarkan melalui
sistem pembuangan mesin. Untuk mesin diesel emisi gas buang yang dilihat
adalah opasitas (ketebalan asap), kandungan HC dan CO.

Universitas Sumatera Utara

Uji emisi gas buang dari hasil pengujian ini mengacu pada uji emisi
standar nasional indonesia, yaitu sebagai berikut :

Gambar 2.4 Standar Uji Emisi Nasional Indonesia.[23]

2.6.1 Sumber
Polutan dibedakan menjadi polutan primer atau sekunder. Polutan primer
seperti nitrogen oksida (NOx) dan hidrokarbon (HC) langsung dibuangkan ke
udara bebas dan mempertahankan bentuknya seperti pada saat pembuangan.
Polutan sekunder seperti ozon (O3) dan peroksiasetil nitrat (PAN) adalah polutan
yang terbentuk di atmosfer melalui reaksi fotokimia, hidrolisis atau oksidasi.

Universitas Sumatera Utara

2.6.2 Komposisi Kimia
Polutan dibedakan menjadi organik dan inorganik. Polutan organik
mengandung karbon dan hidrogen, juga beberapa elemen seperti oksigen,
nitrogen, sulfur atau fosfor, contohnya: hidrokarbon, keton, alkohol, ester dan
lain-lain. Polutan inorganik seperti : karbon monoksida (CO), karbonat, nitrogen
oksida, ozon dan lainnya.

2.6.3 Bahan Penyusun
Polutan dibedakan menjadi partikulat atau gas. Partikulat dibagi menjadi
padatan dan cairan seperti: debu, asap, abu, kabut dan spray, partikulat dapat
bertahan di atmosfer. Sedangkan polutan berupa gas tidak bertahan di atmosfer
dan bercampur dengan udara bebas.

2.6.3.1 Partikulat
Polutan partikulat yang berasal dari kendaraan bermotor umumnya
merupakan fasa padat yang terdispersi dalam udara dan membentuk asap. Fasa
padatan tersebut berasal dari pembakaran tak sempurna bahan bakar dengan
udara, sehingga terjadi tingkat ketebalan asap yang tinggi. Selain itu partikulat
juga mengandung timbal yang merupakan bahan aditif untuk meningkatkan
kinerja pembakaran bahan bakar pada mesin kendaraan.
Apabila butir-butir bahan bakar yang terjadi pada penyemprotan kedalam
silinder motor terlalu besar atau apabila butir–butir berkumpul menjadi satu, maka
akan terjadi dekomposisi yang menyebabkan terbentuknya karbon–karbon padat
atau angus. Hal ini disebabkan karena pemanasan udara yang bertemperatur
tinggi, tetapi penguapan dan pencampuran bahan bakar dengan udara yang ada di
dalam silinder tidak dapat berlangsung sempurna, terutama pada saat–saat dimana
terlalu banyak bahan bakar disemprotkan yaitu pada waktu daya motor akan
diperbesar, misalnya untuk akselerasi, maka terjadinya angus itu tidak dapat
dihindarkan. Jika angus yang terjadi itu terlalu banyak, maka gas buang yang
keluar dari gas buang motor akan bewarna hitam.

Universitas Sumatera Utara

2.6.3.2 Karbon Monoksida (CO)
Karbon dan Oksigen dapat bergabung membentuk senyawa karbon
monoksida (CO) sebagai hasil pembakaran yang tidak sempurna dan karbon
dioksida (CO2) sebagai hasil pembakaran sempurna. Karbon monoksida
merupakan senyawa yang tidak berbau, tidak berasa dan pada suhu udara normal
berbentuk gas yang tidak berwarna. Gas ini akan dihasilkan bila karbon yang
terdapat dalam bahan bakar (kira–kira 85 % dari berat dan sisanya hidrogen)
terbakar tidak sempurna karena kekurangan oksigen. Hal ini terjadi bila campuran
udara bahan bakar lebih gemuk dari pada campuran stoikiometris, dan terjadi
selama idling pada beban rendah atau pada output maksimum. Karbon monoksida
tidak dapat dihilangkan jika campuran udara bahan bakar gemuk. Bila campuran
kurus karbon monoksida tidak terbentuk.

2.6.3.3 Hidrocarbon (HC)
Hidrokarbon yang tidak terbakar dapat terbentuk tidak hanya karena
campuran udara bahan bakar yang gemuk, tetapi bisa saja pada campuran kurus
bila suhu pembakarannya rendah dan lambat serta bagian dari dinding ruang
pembakarannya yang dingin dan agak besar. Motor memancarkan banyak
hidrokarbon kalau baru saja dihidupkan atau berputar bebas (idle) atau waktu
pemanasan.
Pemanasan dari udara yang masuk dengan menggunakan gas buang
meningkatkan penguapan dari bahan bakar dan mencegah pemancaran
hidrokarbon. Jumlah hidrokarbon tertentu selalu ada dalam penguapan bahan
bakar, di tangki bahan bakar dan dari kebocoran gas yang melalui celah antara
silinder dari torak masuk kedalam poros engkol, yang disebut dengan blow by
gasses (gas lalu). Pembakaran tak sempurna pada kendaraan juga menghasilkan
gas buang yang mengandung hidrokarbon. Hal ini pada motor diesel terutama
disebabkan oleh campuran lokal udara bahan bakar tidak dapat mencapai batas
mampu bakar.

Universitas Sumatera Utara

2.6.3.4 Oksigen (O2)
Oksigen (O2) sangat berperan dalam proses pembakaran, dimana oksigen
tersebut akan diinjeksikan ke ruang bakar. Dengan tekanan yang sesuai akan
mengakibatkan terjadinya pembakaran bahan bakar. Nitrogen monoksida (NO)
merupakan gas yang tidak berwarna dan tidak berbau sebaliknya nitrogen
dioksida (NO2) berwarna coklat kemerahan dan berbau tajam. NO merupakan gas
yang berbahaya karena mengganggu saraf pusat. NO terjadi karena adanya reaksi
antara N2 dan O2 pada temperature tinggi diatas 1210 oC. Persamaan reaksinya
adalah sebagai berikut:

O2



2O

N2 + O → NO + N
N + O2 → NO + O

2.7 Catalytic Converter
Meningkatnya jumlah kendaraan bermotor saat ini berdampak pada
kualitas udara yang buruk didaerah perkotaan menuntut pabrikan motor
berinovasi, salah satunya adalah katalitik konverter yang terdapat pada mobil
maupun motor saat ini. Alat ini diperkenalkan pada publik pada tahun 1975 di
Amerika Serikat, kebijakan itu sejalan dengan niat EPA dalam mengurangi
intensitas pencemaran udara gas buang dikarenakan proses pembakaran kendaraan
bermotor.
Ada dua jenis katalitik converter, yakni Tipe Universal Fit dapat dipilih
berdasarkan ukuran yang sesuai kemudian dilas di bagian saluran gas buang dan
Type Direct Fit merupakan tipe yang hanya menggunakan baut untuk
memasangnya di area saluran gas buangnya. Tipe universal merupakan jenis
termurah daripada tipe direct fit, akan tetapi masalah pemasangannya tipe direct
fit lebih mudah dipasang daripada tipe universal
Penggunaan katalitik konverter bukan semata pada kendaraan bermotor
saja, alat tersebut digunakan juga untuk truk, bis, kereta api, generator, dan masih
banyak lagi. Pengguna katalitik konverter dianjurkan melakukan pemeriksaan dan
perawatan berkala untuk mengoptimalkan kinerja mesin dan efisiensi bahan

Universitas Sumatera Utara

bakar. Pemeriksaan emisi gas buang sangat perlu dilakukan untuk mengetahui
apakah katalitik converter harus diganti dengan yang baru.
2.7.1 Konstruksi Catalytic Converter
Katalitik converter terdiri dari :
1. Inti katalis (substrate)
Pengguna CC pada bidang otomotif biasanya menggunakan inti dari
keramik monolit dengan struktur sarang lebah (honeycomb). Monolit tersebut
dilapisi oleh FeCrAl pada beberapa aplikasi.
2. Washcoat
Washcoat adalah pembawa material katalis digunakan untuk menyebarkan
katalis tersebut pada area yang luas sehingga katalis mudah bereaksi dengan gas
buang. Washcoat biasanya terbuat dari aluminium oksida, titanium oksida, silikon
oksida dan campuran silika dan alumina. Washcoat dibuat dengan permukaan
agak kasar dan bentuk yang tidak biasa untuk memaksimalkan luas permukaan
yang kontak dengan gas buang sehingga katalis dapat bekerja secara efektif dan
efisien.
3. Katalis
Biasanya terbuat dari logam mulia, platina adalah katalis yang paling aktif
diantara logam mulia lainnya dan secara luas digunakan namun tidak cocok
dengan segala aplikasi karena adanya reaksi tambahan yang tidak diinginkan serta
harganya yang mahal. Palladium dan rhodium adalah jenis logam mulia lainnya
yang biasa digunakan secara bersamaan. Palladium berfungsi sebagai katalis
reaksi oksida , rhodium digunakan sebagai katalis reaksi reduksi dan platina dapat
melakukan kedua reaksi tersebut (oksida dan reduksi). Logam lain yang terkadang
digunakan walaupun secara terbatas adalah cerium, besi, mangan, tembaga, dan
nikel. Digunakan secara terbatas karena memiliki produk sampingan yang juga
cukup berbahaya. Nikel dilarang di uni eropa karena reaksinya dengan CO
menghasilkan nikel tetrakarbonil. Tembaga dilarang di Amerika Utara karena
mengahasilkan senyawa dioksin.

Universitas Sumatera Utara

2.7.2 Tipe-tipe Catalytic Converter
Katalitik Konverter dibagi menjadi 2 berdasarkan jumlah polutan yang
dapat direaksikan :
1. Two way converter. Di dalam converter ini terdapat 2 reaksi simultan,
yakni :
a. Oksidasi karbon monoksida menjadi karbon dioksida.
b. Oksidasi senyawa hidrokarbon (yang tidak terbakar/terbakar parsial)
menjadi karbon dioksida dan converter jenis ini secara luas dipakai
pada mesin diesel untuk mengurangi senyawa hidrokarbon dan karbon
monoksida.
2. Three way Converter. Didalam converter jenis ini terdapat 3 reaksi
simultan, yakni :
a. Reaksi reduksi nitrogen oksida menjadi nitrogen dan oksigen.
b. Reaksi oksidasi karbon monoksida menjadi karbon dioksida.
c. Reaksi oksidasi senyawa hidrokarbon yang tidak terbakar menjadi
karbon dioksida dan air.
Ketiga reaksi ini berlangsung paling efisien ketika campuran udara bahan
bakar (air to fuel ratio) mendekati (stoikiometri) yaitu antara 14,6 – 14,8
berbanding 1. Oleh karena itu, CC sulit diaplikasikan pada mesin yang masih
menggunakan karburator untuk pemasukan bahan bakar. CC paling ideal
digunakan dengan mesin yang telah menggunakan closed loop feedback fuel
injection.
2.7.3 Efek Pada Lingkungan
Katalitik Konverter telah terbukti memiliki manfaat untuk mengurangi
emisi kendaraan bermotor. Namun, katalitik konverter tetap memiliki beberapa
efek pada lingkungan, yakni :
a. Katalitik konverter tidak mereduksi jumlah CO2 yang dihasilkan bahan
bakar bahkan mengubah CO menjadi CO2. Padahal telah kita ketahui
bersama bahwa CO2 ditenggarai menjadi penyebab utama green house
effect yang menyebabkan pemanasan global di seluruh dunia. Bahkan CC
juga melepas N2O yang ternyata telah diteliti 3 kali lebih besar efeknya
dibandingkan dengan CO2. EPA (Enviromental Protection Agency), badan

Universitas Sumatera Utara

lingkungan hidup Amerika Serikat mencatat bahwa 3% emisi nitrogen
oksida yang dihasilkan oleh kendaraan bermotor.
b. Air to fuel ratio kendaraan harus senantiasa pada kondisi stoikiometri saat
penggunaan CC. Akibatnya kadar CO2 yang dihasilkan lebih banyak
dibandingkan mesin dengan campuran yang rendah (lean burn engine).
c. Katalitik konverter membutuhkan logam mulia palladium dan rhodium.
Salah satu penyuplai logam mulia ini adalah daerah industri Norilsk,
Rusia. Ternyata industri untuk mengekstrak palladium dan rhodium
tersebut menghasilkan polusi yang paling besar disbanding dengan industri
lainnya.
Katalitik konverter pada knalpot kendaraan bermotor ditempatkan di
belakang exhaust manifold atau antara muffler dengan header, seperti ditunjukkan
pada gambar 2.5 dengan pertimbangan agar CC cepat panas ketika mesin
dinyalakan.

Gambar 2.5 Catalytic Converter.[24]

Universitas Sumatera Utara

Kendaraan yang menggunakan katalitik konverter harus menggunakan
bensin tanpa timbal, karena timbal pada bensin akan menempel pada katalis yang
mengakibatkan katalisator tersebut tidak efektif. Agar katalitik konverter tersebut
lebih efektif, campuran udara bahan bakar harus dalam perbandingan stoikiometri.
Pada saat motor dilakukan pemanasan, udara sekunder dari pompa didorong
menuju ruang udara pembatas. Udara tersebut membantu untuk mengoksidasi
katalis mengubah HC dan CO menjadi karbon dioksida dan air. Berikut
penjelasan tahapan kerja dari katalitik konverter.
1. Tahap awal dari proses yang dilakukan pada katalitik konverter adalah
reduction catalyst. Tahap ini menggunakan platinum dan rhodium untuk
membantu mengurangi emisi NOx. Ketika molekul NO atau NO2
bersinggungan dengan katalis, sirip katalis mengeluarkan atom nitrogen
dari molekul dan menahannya. Sementera oksigen yang ada diubah ke
bentuk O2. Atom nitrogen yang terperangkap dalam katalis tersebut diikat
dengan atom nitrogen lainnya sehingga terbentuk format N2. Rumus
kimianya sebagai berikut :
2NO → N2 + O2 atau 2NO2 → N2 + 2O2
2. Tahap kedua dari proses di dalam CC adalah oxidization catalyst. Proses
ini mengurangi hidrokarbon yang tidak terbakar di ruang bakar dan CO
dengan membakarnya (oxidizing) melalui katalis platinum dan palladium.
Katalis ini membantu reaksi CO dan HC dengan oksigen yang ada di
dalam gas buang. Reaksinya sebagai berikut :
2CO + O2 → 2CO2
3. Tahap ketiga adalah pengendalian sistem yang memonitor arus gas buang.
Informasi yang diperoleh dipakai lagi sebagai kendali sistem injeksi bahan
bakar. Ada sensor oksigen yang diletakkan sebelum katalitik konverter dan
cenderung lebih dekat ke mesin ketimbang ke konverter itu sendiri. Sensor
ini memberi informasi ke Electronic Control System (ECS) seberapa

Universitas Sumatera Utara

banyak oksigen yang ada di saluran gas buang. ECS akan mengurangi atau
menambah jumlah oksigen sesuai rasio udara bahan bakar. Skema
pengendalian membuat ECS memastikan kondisi mesin mendekati rasio
stoikiometri dan memastikan ketersediaan oksigen didalam saluran buang
untuk proses oxidization HC dan CO yang belum terbakar.

Setiap kendaraan memiliki jumlah sensor yang berbeda, tergantung
kebutuhan dan teknologi mesinnya. Umumnya kendaraan yang menggunakan
sistem injeksi menggunakan dua sensor oksigen yang berbeda tempat. Sensor
tersebut berfungsi memberikan informasi ke ECS agar mengatur kembali pasokan
udara ke dalam ruang bakar.
2.7.4 Fungsi Lain Dari Katalitik Konverter
Katalitik konverter yang merupakan bagian yang kompak dengan knalpot
kendaraan bermotor memiliki fungsi lain sebagai pengurang kebisingan (noise
silencer) dimana dilakukan modifikasi pada daerah sekitar exhaust muffler.
Salah satu karakteristik sebuah muffler adalah seberapa besar backpressure
/ BP (tendangan balik) yang dihasilkannya. Pada muffler knalpot bawaan pabrik
motor yg beredar di Tanah Air umumnya terbentuk dari lubang, pemantul dan
putaran pipa (turn) yang harus dilewati gas buang. Desain seperti ini adalah untuk
menghasilkan suara knalpot yang bersahabat dengan lingkungan, akan tetapi
menghasilkan BP yang besar, yang mengurangi power dari engine.
Untuk mengatasi ini, dirancanglah tipe muffler yang menghasilkan BP
yang jauh lebih kecil, yang disebut “glass pack” atau “cherry bomb”. Tipe muffler
ini hanya mengandalkan “penyerapan” untuk mengurangi level suara, dengan
tanpa memberikan halangan bagi aliran gas buang. Gas buang mengalir lurus
melalui pipa yang berlubang yang terbungkus lapisan glass wool, sehingga BPnya kecil dan sebagian kecil suara diredam oleh glass wool tsb. Jadi muffler jenis
ini BP-nya kecil tapi suaranya masih cukup nyaring. memang cocok buat balapan.
Dari ilustrasi di atas, maka tipe muffler secara umum dibagi menjadi 2,
yaitu muffler/silencer yang bersifat :
1. Sound Absorption Muffler.
2. Sound Cancelation Muffler.

Universitas Sumatera Utara

2.7.4.1 Sound Absorption Muffler/Silencer
Pada silencer terdapat material peredam suara (accoustical material) untuk
menurunkan level gelombang suara. Ketebalan dari peredam tidak sembarangan,
akan tetapi harus disesuaikan, dengan pada frekuensi berapa (penyebab berisik)
yang harus diredam (perhitungan menyusul di artikel berikutnya). Bentuk yang
umum dari silencer jenis ini seperti gambar 2.6 dibawah ini.

Gambar 2.6 Sound Absorptio Muffler.[25]

2.7.4.2 Sound Cancelation Muffler/Silencer
Dalam silencer ini terdapat beberapa elemen yang tersusun secara paralen
dan serial yang bertujuan, untuk menghasilkan gelombang pantulan dengan fasa
terbalik yang diarahkan kembali kesumbernya, sehingga penjumlahan dari dua
gelombang tersebut akan saling menghilangkan (cancelation). Biasanya
diterapkan pada motor standar, yang bentuk silencernya seperti gambar 2.7 di
bawah ini.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.7 Sound cancelation Muffler.[24]
Saat ini telah umum dikembangkan muffler yang merupakan kombinasi
dari tipe absorption dan cancelation, yang tujuannya tiada lain adalah
menghasilkan muffler dengan BP sekecil mungkin dan suara sesuai dengan
standar perundangan yg berlaku. Bentuknya ditunjukkan pada gambar 2.8 di
bawah ini.

Gambar 2.8 Kombinasi Absorption dan Cancelation.

Universitas Sumatera Utara

Terlihat pada pinggirnya terdapat glass wool yang berfungsi sebagai
penyerap energi suara yang masuk melalui dinding yang berlubang. Dan pada
bagian tengah terdapat plat-plat yang berfungsi sebagai penghilang suara knalpot.

Gambar 2.9 Skema Pereduksian Kebisingan.[25]

Sehingga suara (panah biru) yang keluar kecil, sementara aliran gas buang
tidak terganggu.

2.8 Motor Bakar Bensin
Motor bakar bensin dikenal dengan motor bakar siklus otto. Siklus otto
pertama sekali dikembangkan oleh seorang insinyur berkebangsaan Jerman
bernama Nikolaus A. Otto pada tahun 1837.[26]
Ciri khas dari motor bakar bensin adalah mempunyai busi dan karburator
atau injektor. Bahan bakar yang digunakan adalah gasoline. Busi mempunyai
fungsi untuk penghasil loncatan api yang akan menyalakan gas dari campuran
bahan bakar dan udara. Karburator dan injektor mempunyai fungsi yang sama
antara lain untuk melakukan pencampuran serta pengabutan udara dengan bahan
bakar yang akan dibakar didalam ruang bakar. Terdapat beberapa jenis mesin otto
berdasarkan banyak langkahnya antara lain siklus otto 2 langkah, siklus otto 4
langkah, siklus otto 6 langkah. Siklus otto 2 langkah dan 4 langkah banyak
digunakan pada kendaraan yang beredar sebagai transportasi.

Universitas Sumatera Utara

2.8.1 Siklus Otto Ideal
Dalam siklus ini, terjadi penyalaan bunga api dengan menggunakan busi
(spark ignition) yang akan membakar campuran bahan bakar dengan udara setelah
melewati proses pengabutan yang dilakukan oleh karburator atau injektor. Siklus
otto ideal memiliki 4 langkah disebut juga mesin 4 langkah (four stroke engine).
Gambar 2.10 menjelaskan proses 4 langkah pada siklus otto:

Gambar 2.10 Pembagian Langkah pada Siklus Otto.[27]

Langkah-langkah yang terjadi pada motor bensin siklus otto ideal adalah
sebagai berikut:
a. Langkah Hisap
Piston bergerak dari TMA ke TMB. Dalam langkah ini, campuran udara dan
bahan bakar diisap ke dalam silinder. Katup hisap terbuka sedangkan katup
buang tertutup. Waktu piston bergerak ke bawah, menyebabkan ruang silinder
menjadi vakum, masuknya campuran udara dan bahan bakar ke dalam silinder
disebabkan adanya tekanan udara luar (atmospheric pressure).
b. Langkah Kompresi
Piston bergerak dari TMB ke TMA. Dalam langkah ini, campuran udara dan
bahan bakar dikompresikan/dimampatkan. Katup hisap dan katup buang
tertutup. Waktu torak mulai naik dari titik mati bawah (TMB) ke titik mati atas
(TMA) campuran udara dan bahan bakar yang dihisap tadi dikompresikan.
Akibatnya tekanan dan temperaturnya menjadi naik.

Universitas Sumatera Utara

c. Langkah Usaha/Tenaga
Akibat adanya pembakaran maka pada ruang bakar terjadi panas dan pemuaian
yang tiba-tiba. Pemuaian tersebut mendorong piston untuk bergerak dari TMA
ke TMB. Kedua katup masih dalam keadaan tertutup rapat sehingga seluruh
tenaga panas mendorong piston untuk bergerak.
d. Langkah Buang
Piston bergerak dari TMB ke TMA. Dalam langkah ini, gas yang terbakar
dibuang dari dalam silinder. Katup buang terbuka, piston bergerak dari TMB
ke TMA mendorong gas bekas pembakaran ke luar dari silinder.Ketika torak
mencapai TMA, akan mulai bergerak lagi untuk persiapan berikutnya, yaitu
langkah hisap.

Dalam kondisi ideal siklus otto dibatasi dua garis isentropik dan dua garis
isovolume. Gambar 2.11 akan menjelaskan diagram siklus otto ideal.

Gambar 2.11 Diagram P-v dan Diagram T-s Siklus Otto Ideal.[28]

Masing-masing proses diagram P-v dan T-s pada siklus otto ideal adalah
sebagai berikut:
1. Langkah isap (0-1) merupakan proses tekanan konstan.
2. Langkah kompresi (1-2) ialah proses isentropik.
3. Proses pembakaran volume-konstan (2-3) dianggap sebagai proses pemasukan
kalor pada volume konstan.
4. Langkah kerja (3-4) ialah proses isentopik.

Universitas Sumatera Utara

5. Proses pembuangan (4-1) dianggap sebagai proses pengeluaran kalor pada
volume-konstan.
6. Langkah buang (1-0) ialah proses tekanan konstan.[29]

2.9 Nilai Kalor Bahan Bakar
Reaksi kimia antara bahan bakar dengan oksigen dari udara menghasilkan
panas. Besarnya panas yang ditimbulkan jika satu satuan bahan bakar dibakar
sempurna disebut nilai kalor bahan bakar (Caloric Value). Berdasarkan asumsi
ikut tidaknya panas laten pengembunan uap air dihitung sebagai bagian dari nilai
kalor suatu bahan bakar, maka nilai kalor bahan bakar dapat dibedakan menjadi
nilai kalor atas dan nilai kalor bawah. Nilai kalor atas bahan bakar (High Heating
Value), merupakan nilai kalor yang diperoleh secara eksperimen dengan
menggunakan bom kalorimeter dimana hasil pembakaran bahan bakar
didinginkan sampai suhu kamar sehingga sabagian besar uap air yang terbentuk
dari pembakaran hydrogen mengembun dan melepaskan panas latennya. Secara
teoritis, besarnya nilai kalor atas (HHV) dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan (2.1).[30]

HHV =

.......................................................................... 2.1

Dimana : HHV = Nilai kalor atas (kJ/kg)
T1

= Temperatur air pendingin sebelum penyalaan (oC)

T2

= Temperatur air pendingin sesudah penyalaan (oC)

M1

= Massa sebelum penyalaan (oC)

M2

= Massa sesudah penyalaan (oC)

Cv

= Panas jenis bom kalorimeter (2325 kKal/Kg)

Dan nilai kalor bawah bahan bakar dapat dihitung dengan persamaan (2.2).
LHV = HHV – 3240 ............................................................................... 2.2
Dimana : LHV = Nilai kalor bawah (kJ/kg)
HHV = Nilai kalor atas (kJ/kg)

Universitas Sumatera Utara

Dalam perhitungan efisiensi panas dari motor bakar dapat menggunakan
nilai kalor bawah (LHV) dengan asumsi pada suhu tinggi saat gas buang
meninggalkan mesin tidak terjadi pengembunan uap air. Namun dapat juga
menggunakan nilai kalor atas (HHV) karena nilai tersebut umumnya lebih cepat
tersedia. Besarnya nilai kalor bahan bakar mempengaruhi dari energi ledakan
yang akan terjadi jika bahan bakar tersebut dibakar atau dinyalakan. Kandungan
energi di dalam bahan bakar diukur dengan membakar semua bahan bakar di
dalam bom kalorimeter serta mengukur peningkatan temperatur yang terjadi.
Energi yang tersedia tergantung wujud air yang dihasilkan dari pembakaran
hidrogen. Jika air di dalam produk buangan berwujud gas (uap air), kemudian
tidak dapat melepaskan panas penguapannya, maka dihasilkan nilai kalor bersih
yang disebut nilai kalor bawah bahan bakar (Lower Heating Value). Jika air
dikondensasikan kembali ke temperatur asal bahan bakar hingga berwujud cair
maka akan menghasilkan nilai kalor kotor (Higher Heating Value, HHV).
Peraturan pengujian berdasarkan ASME (American of Mechanical Engineers)
menentukan penggunaan nilai kalor atas (HHV), sedangkan peraturan SAE
(Society of Automotive Engineers) menetukan penggunaan nilai kalor bawah
(LHV).[31]
Dilakukan 5 kali pengujian bom kalorimeter pada setiap bahan bakar yang
digunakan dan dicari rata-rata dari nilai kalor bahan bakar dengan menggunakan
persamaan (2.3) dan (2.4).
.................................................................. 2.3

.................................................................. 2.4

2.10 Performansi Motor Bakar Empat Langkah
Performansi dapat disebut juga sebagai unjuk kerja dari motor bakar
bensin. Ada beberapa hal yang mempengaruhi performansi motor bakar, antara
lain besarnya perbandingan kompresi, tingkat homogenitas campuran bahan bakar
dengan udara, angka oktan bensin sebagai bahan bakar, tekanan udara masuk
ruang bakar. Semakin besar perbandingan udara motor akan semakin efisien, akan

Universitas Sumatera Utara

tetapi semakin besar perbandingan kompresi akan menimbulkan knocking pada
motor yang berpotensi menurunkan daya motor, bahkan bisa menimbulkan
kerusakan serius pada komponen motor. Untuk mengatasi hal ini maka harus
dipergunakan bahan bakar yang memiliki angka oktan tinggi. Angka oktan pada
bahan bakar motor otto menunjukkan kemampuannya menghindari terbakarnya
campuran udara bahan bakar sebelum waktunya (self ignition) yang menimbulkan
knocking tadi. Untuk memperbaiki kualitas campuran bahan bakar dengan udara
maka aliran udara dibuat turbulen, sehingga diharapkan tingkat homogenitas
campuran akan lebih baik.

2.10.1 Torsi (Torque)
Perkalian antara gaya dengan jarak dapat disebut sebagai Torsi. Disaat
proses pembakaran pada ruang bakar, dimana piston akan bergerak translasi dan
poros engkol yang menghubungkan piston dengan batang piston akan merubah
gerak translasi menjadi gerak rotasi. Persamaan (2.5) dapat digunakan untuk
menghitung torsi.
........................................................................................... 2.5
Dimana : Pb = Daya (W)
n = Putaran mesin (rpm)
Pengujian torsi yang dilakukan menggunakan timbangan pegas tarik
sehingga yang terhubung dengan roda belakang. Maka akan terjadi gaya antara
roda belakang pada timbangan pegas tarik dalam pengujian torsi rem.[32]
Persamaan (2.6) dapat digunakan untuk menghitung gaya yang diberikan roda
belakang.
F = g x m ................................................................................................. 2.6
Dimana : F = Gaya yang diberikan roda belakang (N)
g = Percepatan gravitasi (9,807 m/s2)
m = Massa tarik timbangan pegas (kg)

Persamaan (2.7) dapat digunakan untuk menghitung torsi roda belakang:

Universitas Sumatera Utara

τroda = F x r .............................................................................................2.7
Dimana : τroda = Torsi roda belakang (N.m)
F

= Gaya yang diberikan roda belakang (N)

r

= Jari-jari roda belakang (m)

Putaran pada roda belakang diberikan oleh putaran poros engkol yang terhubung
dengan sistem transmisi. Persamaan (2.8) dapat digunakan untuk mencari final
ratio.
Final Ratio = perbandingan final gear x perbandingan rasio gigi 3
x perbandingan rasio poros engkol dengan transmisi .... 2.8
Persamaan (2.9) dapat digunakan untuk menghitung torsi mesin.
..................................................................................... 2.9
Dimana : τmesin = Torsi mesin (Nm)
τroda = Torsi roda belakang (Nm)
FR

= Final Ratio

2.10.2 Daya (Power)
Kerja mesin selama waktu tertentu dapat disebut sebagai daya. Besarnya
poros engkol yang bekerja dengan pembebanan merupakan daya poros. Daya
poros berasal dari langkah kerja disaat campuran udara dan bahan bakar meledak
dan menyebabkan piston mengalami dorongan yang menghasilkan kerja pada
poros engkol yang mengubah gerak translasi menjadi gerak rotasi. Prestasi mesin
motor bakar ditentukan oleh daya poros yang telah dibebankan akibat gesekan
seperti pada torak, dinding silinder, poros, dan bantalan. Frekuensi putaran motor
atau disebut dengan RPM (Revolution per Minute) mempengaruhi besarnya daya
poros dimana semakin banyak putaran poros yang terjadi maka semakin besar
daya poros tersebut. Persamaan (2.10) dapat digunakan untuk menghitung daya
poros.
........................................................................... 2.10
Dimana : τmesin = Torsi mesin (Nm)

Universitas Sumatera Utara

2.10.3 Konsumsi Bahan Bakar Spesifik (Specific Fuel Consumption)
Konsumsi bahan bakar spesifik adalah parameter unjuk kerja mesin yang
berhubungan langsung dengan nilai ekonomis sebuah mesin, karena dengan
mengetahui hal ini dapat dihitung jumlah bahan bakar yang dibutuhkan untuk
menghasilkan sejumlah daya dalam selang waktu tertentu. Persamaan (2.11) dapat
digunakan untuk menghitung laju aliran massa bahan bakar.
............................................................................ 2.11

Jika diketahui rasio massa jenis zat (pertalite/aditif)–air maka massa jenis zat
tersebut dapat dicari dengan persamaan (2.12).
............................................................................ 2.12
Dimana : ṁf

= Laju aliran bahan bakar (kg/jam)

Sgz = Rasio massa jenis zat
ρz

= Massa jenis zat (kg/m3)

ρf

= Massa jenis bahan bakar (kg/m3)

ρair

= Massa jenis air (kg/m3)

Vf

= Volume bahan bakar yang diuji (m3)

tf

= Waktu menghabiskan bahan bakar sebanyak volume uji (detik)

Jika terdapat beberapa jenis campuran zat yang terkandung dalam bahan bakar
maka rasio massa jenis campuran bahan bakar-air dihitung dengan persamaan
(2.13).
.......................................................... 2.13
Dimana: A = Rasio volume zat aditif-campuran bahan bakar
P = Rasio volume pertalite-campuran bahan bakar
ρa = Massa jenis zat aditif (kg/m3)
ρp = Massa jenis pertalite (kg/m3)
Persamaan (2.14) dapat digunakan untuk menghitung besarnya konsumsi bahan
bakar spesifik.

Universitas Sumatera Utara

................................................................................ 2.14
Dimana : sfc = Konsumsi bahan bakar spesifik (g/kWh)
ṁf = Laju aliran massa bahan bakar (kg/jam)
Pb = Daya (Watt)
2.10.4 Rasio Udara-Bahan Bakar (Air Fuel Ratio)
Perbandingan udara dan bahan bakar yang masuk kedalam ruang bakar
adalah AFR. Secara kimia dibutuhkan rasio udara/bahan bakar yang tepat unutk
berlangsungnya pembakaran yang sempurna. Rasio udara bahan bakar dalam
sistem bahan bakar bervariasi, bergantung pada kondisi operasi saat itu. Hal yang
dapat mempengaruhi rasio udara bahan bakar yaitu temperatur mesin, temperatur
udara yang dihisap, tekanan udara yang terhisap dan kerapatan udara sekitar. Saat
beroperasi dengan beban ringan dengan kecepatan medium, dan rancangan ruang
bakar yang baik, campuran bahan bakar miskin (dalam kisaran 16:1-18:1) masih
dimungkinkan untuk terbakar. Campuran miskin meningkatkan ekonomi bahan
bakar, mengurangi emisi, tetapi juga mengurangi daya keluaran. Campuran udara
dan bahan bakar yang stokiometri (14:1-14,7:1) menghasilkan daya keluaran yang
optimal. Campuran bahan bakar yang kaya (11,5:1-13,5:1) mengurangi nilai
ekonomi bahan bakar tetapi mempunyai daya yang terbesar. Jika campuran udara
bahan bakar terlalu miskin (diatas 18:1), campuran tidak akan menyala yang
menyebabkan kondisi kegagalan penyalaan.[33] Persamaan (2.15) dapat
digunakan untuk menghitung rasio udara-bahan bakar.
.................................................................................. 2.15
Dimana : ṁ� = Laju Aliran Massa Udara (kg/jam)
�f = Laju aliran bahan bakar (kg/jam)

Persamaan (2.16-2.19) dapat digunakan untuk menghitung laju aliran massa
udara.
............................................................................... 2.16

Universitas Sumatera Utara

.................................................................................... 2.17

.................................................................................... 2.18

.................................................................... 2.19

Dimana: Pi

= Tekanan udara masuk silinder (kPa)

Ti

= Temperatur udara masuk silinder (Kelvin)

R

= Konstanta udara (0,287 kJ/kg.K)

Vd

= Volume silinder/displacement (m3)

Vc

= Volume sisa/clearence (m3)

ma

= Massa udara masuk silinder per siklus (kg)

Nd

= Jumlah silinder (silinder)

n

= Putaran mesin (rpm)

a

= Putaran poros dalam satu siklus (putaran)

B

= Diameter piston (m)

S

= Panjang langkah (m3)

RC = Rasio Kompresi

2.10.5 Efisiensi Termal ( Thermal Efficiency)
Kerja berguna yang dihasilkan selalu lebih kecil dari pada energi yang
dibangkitkan piston karena sejumlah energi hilang akibat adanya rugi-rugi
mekanis seperti gesekan, kerja pompa oli dan pompa pendingin, dan panas yang
terbuang. Efisiensi termal pembakaran didefinisikan untuk menyatakan fraksi dari
bahan bakar yang terbakar. Persamaan (2.20) dapat digunakan untuk menghitung
efisiensi termal.
........................................... 2.20

Dimana : Pb
ṁf

= Daya (Watt)
= Laju aliran bahan bakar (kg/jam)

LHV = Nilai kalor bawah bahan bakar (kJ/kg)

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Uji Eksperimental Perbandingan Performansi Mesin Otto Menggunakan Alat Catalytic Converter Dengan Bahan Bakar Pertalite dan Variasi Campuran Pertalite-Serbuk Kapur Barus

4 45 107

Kajian Study Perbandingan Performansi Mesin Otto Satu Silinder Menggunakan Alat Catalytic Converter Dengan Bahan Bakar Pertamax dan Campuran Pertamax-Serbuk Kapur Barus

0 21 88

Uji Eksperimental Perbandingan Performansi Mesin Otto Menggunakan Alat Catalytic Converter Dengan Bahan Bakar Pertalite dan Variasi Campuran Pertalite-Serbuk Kapur Barus

0 0 17

Uji Eksperimental Perbandingan Performansi Mesin Otto Menggunakan Alat Catalytic Converter Dengan Bahan Bakar Pertalite dan Variasi Campuran Pertalite-Serbuk Kapur Barus

0 0 2

Uji Eksperimental Perbandingan Performansi Mesin Otto Menggunakan Alat Catalytic Converter Dengan Bahan Bakar Pertalite dan Variasi Campuran Pertalite-Serbuk Kapur Barus

0 0 5

Uji Eksperimental Perbandingan Performansi Mesin Otto Menggunakan Alat Catalytic Converter Dengan Bahan Bakar Pertalite dan Variasi Campuran Pertalite-Serbuk Kapur Barus

0 0 3

Kajian Study Perbandingan Performansi Mesin Otto Satu Silinder Menggunakan Alat Catalytic Converter Dengan Bahan Bakar Pertamax dan Campuran Pertamax-Serbuk Kapur Barus

0 0 13

Kajian Study Perbandingan Performansi Mesin Otto Satu Silinder Menggunakan Alat Catalytic Converter Dengan Bahan Bakar Pertamax dan Campuran Pertamax-Serbuk Kapur Barus

0 0 2

Kajian Study Perbandingan Performansi Mesin Otto Satu Silinder Menggunakan Alat Catalytic Converter Dengan Bahan Bakar Pertamax dan Campuran Pertamax-Serbuk Kapur Barus

0 0 5

Kajian Study Perbandingan Performansi Mesin Otto Satu Silinder Menggunakan Alat Catalytic Converter Dengan Bahan Bakar Pertamax dan Campuran Pertamax-Serbuk Kapur Barus

0 0 26