Kebugaran Populasi Eleusine indica Biotip Resisten - Glifosat

TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman
Tanaman E. indica di klasifikasikan dengan Kingdom Plantae, divisio
Trachebionta,

subdivisio

spermatophyta,

kelas

Liliopsida,

Sub

kelas

Commelinidae, Ordo Poales, Famili Poacaeae, Genus Eleusine, spesies
Eleusine indica L. Gaertn (Steenis dkk., 2003).
Batang membentuk rumpun yang kokoh dengan perakaran yang lebat,
tumbuh tegak atau sebagian merambat membentuk cabang, dan sering membentuk

akar pada buku terbawah. Tingginya 12-85cm bentuk batang agak pipih, upih
daun membungkus pangkal batang bertumpang tindih (Nasution, 1984).
Daun dalam 2 baris, pelepah daun menempel kuat berlunas lidah seperti selaput,
pendek helaian bentuk garis, dengan tepi kasar pada ujung, pada pangkalnya ada
rambut panjang 12-40 kali 0,4-1 cm (Steenis dkk., 2003).
Bunga tegak atau condong ke samping dengan 2-7 bulir yang tumbuh
menjari pada ujung batang, bulir lainnya tumbuh dibawah tersebar atau rapat
antara satu dengan lainnya. Sumbu bulir lurus dan rata dengan panjang 2,5-15 cm
(Nasution, 1984).
Bulir terkumpul 2-12 satu sisi, poros bulir bersayap dan berlunas panjang
2,5-17 cm. Anak bulir berdiri sendiri berseling kiri kanan lunas, duduk, rapat
menutup secara genting, menempel rapat panjangnya 4,7 mm (Steenis dkk., 2003).
Perkembangan

gulma

ditinjau

dari


segi

mekanisme

perkembangannya

diperhatikan jauh lebih efisien dari tanaman budidaya. Gulma berkembang biak
secara generatif (biji) maupun secara vegetatif. Secara umum gulma semusim

Universitas Sumatera Utara

berkembang biak melalui biji. Biasanya produksi biji sangat banyak bahkan dapat
menghasilkan 40.000 biji dalam semusim (Sukman dan Yakub, 1995).
Setiap jenis gulma mempunyai potensi untuk menghasilkan biji dalam
jumlah yang berbeda-beda. Produksi biji yang sebenarnya sangat bervariasi
tergantung dari lingkungan dimana gulma tumbuh. Meskipun pada tanah yang
tidak subur, pada umumnya gulma dapat tumbuh dan memproduksi biji
(Sastroutomo, 1990).
Karakteristik Eleusine indica L. Gaertn
Gulma ini tumbuh pada tanah yang lembab atau tidak terlalu kering dan

terbuka atau sedikit ternaung. Daerah penyebarannya meliputi 0-1600 meter diatas
permukaan laut. Pembabatan sukar untuk memberantasnya karena buku-buku
batang terutama pada bagian bawah potensial menumbuhkan tunas baru. Aplikasi
herbisida baik kontak maupun sistemik umumnya lebih efektif untuk
mengendalikannya (Nasution, 1984).
Dalam dunia tumbuhan gulma E. indica termasuk ke dalam famili
Poaceae, genus Eleusine. Deskripsinya yaitu merupakan rumput semusim
berdaun pita, membentuk rumpun yang rapat agak melebar dan rendah.
Perakarannya tidak dalam tetapi lebat dan kuat menjangkar tanah sehingga sukar
untuk mencabutnya. Berkembang biak terutama dengan biji, bijinya banyak dan
kecil serta mudah terbawa (Nasution, 1984). E. indica berbunga sepanjang tahun
dan tiap tanamannya dapat menghasilkan hingga 140.000 biji tiap musimnya
(Lee dan Ngim, 2000).

Universitas Sumatera Utara

Resisten Herbisida
Resistensi herbisida adalah kemampuan yang diturunkan pada suatu
tumbuhan untuk bertahan hidup dan bereproduksi yang pada kondisi penggunaan
dosis herbisida secara normal tidak mematikan jenis populasi gulma tersebut. Di

dalam suatu tumbuhan resistensi dapat terjadi sebagai hasil dari mutasi jarang dan
acak, walaupun sampai saat ini belum ada bukti yang menunjukkan terjadinya
mutasi tersebut. Penampilan resistensi herbisida di dalam suatu populasi adalah
contoh dari populasi gulma yang bervolusi secara cepat (Prather et al., 2000).
Resistensi herbisida dilaporkan pertama kali melawan terhadap 2,4-D
(kelompok Fenoksi) pada tahun 1957 di Hawaii. Pada tahun 1968, laporan
resistensi herbisida ditetapkan pertama kali pada alang-alang Senecio vulgaris
yang melawan terhadap herbisida triazin yang telah didokumentasikan. Resistensi
pertama kali pada 2,4-D pada tahun 1945, dalapon pada tahun 1953, atrazine pada
tahun 1958, picloram pada tahun 1963, trifluralin pada tahun 1963, diclofop pada
tahun 1977, trialate pada tahun 1962, chlorsulfuron pada tahun 1982, dan glifosat
pada tahun 2003 (Chaudhry, 2008).
Dalam beberapa kasus, gulma resisten juga mampu bertahan hidup bila
diaplikasikan dengan herbisida lain dibandingkan dengan herbisida yang
menyebabkan gulma ini resisten. Gulma resisten dapat dikelompokkan lagi
menjadi cross resistance (resistensi silang) dan multiple resistance (resistensi
ganda). Cross resistance adalah suatu populasi gulma mengalami resistensi
terhadap herbisida lain yang belum pernah diaplikasikan pada gulma tersebut.
Sedangkan multiple resistance adalah suatu populasi gulma yang awalnya
mengalami resistensi dengan satu herbisida maka ketika diaplikasikan dengan


Universitas Sumatera Utara

herbisida

lainnya

selama

beberapa

tahun

akan

menjadi

resisten

(Ashigh dan Sterling, 2009).

Konsekuensi dari pemakaian herbisida yang sama (sama jenis bahan aktif
atau sama cara kerja) secara berulang-ulang dalam periode yang lama pada suatu
areal maka ada dua kemungkinan masalah yang timbul pada areal tersebut; yaitu
terjadi dominansi populasi gulma resisten herbisida atau dominansi gulma toleran
herbisida. Pada suatu populasi gulma yang dikendalikan menggunakan satu jenis
herbisida dengan hasil memuaskan, ada kemungkinan satu individu dari sekian
juta individu yang diberi herbisida memiliki gen yang membuat individu tersebut
kebal terhadap herbisida tersebut. Individu yang kebal tersebut tumbuh normal
dan menghasilkan regenerasi, sejumlah individu yang juga tahan terhadap
herbisida yang sama pada aplikasi herbisida berikutnya. Demikian seterusnya
secara berulang-ulang, setiap pengaplikasian herbisida yang sama akan
mematikan individu-individu yang sensitif dan meninggalkan individu-individu
yang resisten. Jumlah individu-individu yang resisten tersebut pada suatu ketika
menjadi

signifikan

dan

menyebabkan


kegagalan

dalam

pengendalian

(Purba, 2009).
Kebugaran
Semua gulma yang dikendalikan dilahan pertanian memiliki kapasitas
untuk menjadi resisten terhadap semua metode yang digunakan untuk
mengendalikannya. Hal ini biasanya dinyatakan sebagai adaptasi bertahap atau
"kebugaran" dari gulma, metode ini sering diterapkan dengan kondisi yang sesuai.
Adaptasi ini dapat bersifat fisik, morfologi, fisiologis, anatomis. Hal ini juga dapat
terjadi karena perubahan beberapa genetik sebagai mutasi yang terjadi pada

Universitas Sumatera Utara

metode tertentu. Mutasi ini setidaknya sebagian dominan dan diwariskan. Hal ini
menunjukkan bahwa tingkat evolusi resistensi akan didorong oleh mutasi,

intensitas seleksi, dominasi dan kebugaran dengan ada atau tidaknya herbisida
(Qasem, 2013).
Perbedaan yang nyata antara biotip resisten dan biotip sensitif adalah cepat
masuknya masa dewasa dari biotip resisten. Sifat ini turun temurun dan salah satu
yang diperoleh dari indukan dari biotip resisten atau dikarenakan frekuensi
pemotongan. Cepatnya memasuki masa dewasa dari biotip resisten juga nyata
dalam percobaan kompetisi yang berkaitan dengan meningkatnya jumlah
pembungaan (Purba et al., 1996).
Berbagai strategi manajemen gulma bertujuan untuk mempertahankan
frekuensi resistensi pestisida di bawah nilai ambang batas dengan mengambil
keuntungan dari pengaruh kebugaran yang berasal dari gulma yang rentan. Salah
satu metode untuk memperkirakan efek kebugaran adalah untuk menganalisis
frekuensi

resistensi

di

sepanjang


daerah

yang

diaplikasi

herbisida

(Roux et al., 2006).
Penentuan kebugaran terkait dengan resistensi pestisida dapat dicapai
dengan menggunakan dua metode umum. Yang pertama berisi langkah-langkah
langsung dengan membandingkan komponen kebugaran antara individu-individu
resisten dan rentan. Metode ini memiliki keuntungan yang mengungkapkan sifatsifat tertentu seperti pengaruh kebugaran, meskipun jarang bisa memastikan
bahwa kebugaran keseluruhan telah benar dan dianalisa. Metode kedua mengacu
pada definisi kebugaran, yaitu kontribusi seumur hidup rata-rata individu dari
genotipe untuk generasi masa depan pada populasi tersebut. Ini melibatkan ukuran

Universitas Sumatera Utara

perubahan frekuensi resistensi baik dalam populasi terisolasi yang tidak diaplikasi

dengan pestisida selama beberapa generasi (Roux et al., 2006).
Tantangan utama yang dihadapi dalam penentuan kebugaran adalah
prediksi efek yang lebih luas dari mutasi terhadap resistensi herbisida.
Pemahaman biologis yang baik memiliki peran utama dalam menentukan
kebugaran interaksi ini terjadi dengan lingkungan. Penelitian ini adalah informasi
penting untuk memprediksi dampak resistensi herbisida pada populasi gulma.
Setiap penentuan kebugaran ekologi fenotipe resisten dan rentan harus menilai
sifat-sifat yang berkontribusi terhadap keberhasilan di seluruh siklus hidup
(misalnya perkecambahan biji, kelangsungan hidup bibit, laju pertumbuhan
relatif) (Villa-aiub et al, 2005). Dimana biotip resisten herbisida memiliki
kebugaran yang lebih baik, cepat berkembang, dan jumlah individu resisten akan
menurunkan kompetisi untuk sumber daya dan akan hilangnya seleksi tekanan
(Holt and thill, 1994).
Manajemen Populasi Gulma Resisten
Variasi dalam pengendalian gulma tertentu dengan herbisida yang sama dapat
berkaitan dengan perbedaan aplikasi herbisida, tipe tanah, tingkat hilangnya
herbisida dari biosfer, kedalaman dan waktu perkecambahan biji, iklim, dan
banyak faktor lainnya daripada intraspesifik variasi pada toleransi gulma terhadap
herbisida. Jika resistensi dicurigai, tentunya penting untuk membandingkan daya
racun kedua biotip yang dicurigai resisten dan biotip yang lebih umum yang peka

pada lahan yang sama, rumah kaca, atau dalam kondisi laboratorium
(Lebaron dan Gressel, 1982).

Universitas Sumatera Utara

Praktek-praktek bercocok tanam seperti yang dibawah ini dapat
mengurangi terjadinya resistensi terhadap herbisida pada gulma :
a. Mempraktekkan prinsip-prinsip rotasi herbisida dan tanaman untuk mencegah
timbulnya jenis-jenis gulma dan jenis-jenis jasad pengganggu lainnya yang
sukar untuk dikendalikan.
b. Karena herbisida dapat mempengaruhi populasi gulma, pengendalian dengan
menggunakan cara-cara lain atau kombinasi beberapa cara pengendalian seperti
manual atau yang mekanis dapat mengurangi dosis herbisida yang digunakan
yang dapat menimbulkan resistensi pada habitat-habitat yang khas.
c. Penggunaan yang intensif dari jenis-jenis herbisida yang tidak selektif seperti
parakuat, atau jenis-jenis herbisida yang persistensi, seperti triazin cenderung
akan mempercepat hilangnya jenis-jenis gulma yang peka, yang artinya
memberikan kondisi yang menguntungkan bagi jenis-jenis yang resisten untuk
dapat berkembang dan menguasai habitat.
d. Praktek-praktek pengendalian secara preventif yang dilakukan secara rutin
seperti penggunaan benih yang bebas dari biji-biji gulma, deteksi secara dini
adanya jenis-jenis gulma yang baru tumbuh, pengendalian setempat
(spot-control) dari gulma-gulma yang luput dari penyemprotan dapat
mengurangi terbentuknya jenis-jenis gulma yang resisten
(Sastroutomo, 1992).
Pengendalian mekanis merupakan cara yang paling tua dan masih
dilakukan hingga sekarang, dan dianggap cara yang terbaik karena bias dilakukan
dengan cermat dan bersih. Disamping itu juga dapat menggemburkan tanah
disekitar tanaman budidaya (Tjokrowardojo dan Endjo, 2010).

Universitas Sumatera Utara

Hampir semua jenis gulma yang sering ditemukan dilahan-lahan pertanian
telah beradaptasi guna memiliki cirri-ciri yang kompetitif. Sebagai ruderal, jenisjenis ini memutuhkan adanya gangguan yang berupa pengolahan tanah untuk
pertumbuhannya (http://www.ocw.ipb.ac.id, 2013)
Uji kebugaran adalah kuantifikasi perbedaan antara kebugaran gulma
rentan dengan gulma resisten yang memiliki prediksi yang lebih baik terhadap
resistensi

herbisida,

dan

desain

manajemen

pengelolaan

gulma

untuk

mengeksploitasi sifat-sifat yang mengakibatkan kinerja ekologi berkurang.
Pengujian ini adalah upaya pertama untuk membandingkan perkecambahan dan
karakteristik bibit munculnya satu herbisida rentan dan fenotipe tahan herbisida
dari populasi gulma tunggal (Villa-aiub et al., 2005).
Keberhasilan suatu jenis tumbuhan dalam menguasai suatu tempat diikuti
dengan keberhasilannya dalam memperbanyak keturunan. Biasanya jenis gulma
yang luput dari pengendalian akan tumbuh dan berkembang menghasilkan biji
yang kemudian akan menguasai daerah tersebut. Pengendalian yang efektif adalah
pengendalian yang memperhatikan jumlah atau kepadatan kritis gulma yang dapat
mempengaruhi hasil panen dari pada jumlah biji gulma yang ada di dalam tanah
(http://www.ocw.ipb.ac.id, 2013).

Universitas Sumatera Utara