Hubungan Status Sosioekonomi dan Status Gizi dengan Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada Anak Umur 1-2 Tahun di Puskesmas Meutulang Kecamatan Panton Rue Kabupaten Aceh Barat

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi ISPA
Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) dibedakan menjadi dua yaitu ISPA
atas dan bawah.Infeksi saluran pernapasan atas adalah infeksi yang disebabkan oleh
virus dan bakteri termasuk nasofaringitis atau common cold, faringitis akut, uvulitis
akut,rhinitis, nasofaringitis kronis, sinusitis. Sedangkan infeksi saluran pernapasan
akut bawah merupakan infeksi yang telah didahului oleh infeksi saluran pernafasan
atas yang disebabkan infeksi bekteri sekunder. Yang termasuk dalam penggolongan
ini adalah bronchitis akut, bronchitis kronis, bronciolitis dan pneumonia aspirasi
(Nelson, 2002).
2.1.1. Jenis-jenis ISPA
Penyakit ISPA meyerang salah satu bagian dan atau lebih dari saluran napas
melalui hidung (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah) termasuk jaringan
aksesoris seperti sinur, rongga telinga tengah dan pleura. Istilah ISPA meliputi tiga
unsur yangkni antara lain:
a. Infeksi merupakan masukan kuman atau mikroorganisme ke dalam tubuh
manusia dan berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit.
b. Saluran pernapasan merupakan organ mulai dari hidung hingga alveoli berserta
organ aksesosinya seperti sinus, ronga telingga tengah dan pleura.


7
Universitas Sumatera Utara

8

c. Infeksi akut yang berlangsung sampai dengan 14 hari. Batas 14 hari ditentukan
untuk menunjukan proses akut meskipun untuk beberapa penyakit yang dapat
digolongkan dalam ISPA proses ini dapat berlangsung lebih dari 14 hari. Penyakit
ISPA secara anatomis menckup saluran pernapasan bagian atas, saluran
pernapasan bagian bawah (termasuk paru-paru) dan organ aksesoris saluran
pernapasan. (Widoyono, 2008).
2.1.2. Klasifikasi Berdasarkan Lokasi Anatomi
Berdasarkan loksi anatomi ISPA digolongkan dalam dua golongan yaitu:
a. Infeksi saluran pernapasan atas akut (ISPaA).
Infeksi saluran pernapasan atas akut (ISPaA) adalah infeksi yang menyerang
hidung sampai bagian faring seperti pilek, sinusitis, otitis media (infeksi pada
telinga tengah), haringitis (infeksi pada tengorokan). Infeksi saluran
pernapasan atas digolongkan kedalam penyakit bukan pneumoni.
b. Infeksi saluran pernafan bawah akut (ISPbA)

Infeksi saluran pernafan bawah akut (ISPbA) adalah infeksi yang menyerang
mulai dari bagian epiglottis atau laring sampai dengan alveoli, dinamakan
sesuai dengan organ saluran napas

seperti epiglotitis, laryngitis,

laryngotrachitis, bronchitis, bronchiolitis dan pneumonia (Widoyono, 2008).
2.1.3. Etiologi ISPA
Etiologi ISPA terdiri dari bakteri, virus, jamur, aspirasi. Bakteri penyebab
ISPA antara lain diplococcus pneumonia, pneumococcus, streptococcus pygenes,

Universitas Sumatera Utara

9

staphylococcus aureus dan haemophilus influenza. Virus penyebab ISPA antara lain
influenza, adenovirus, dan sitomegalovirus. Jamur yang bias menyababkan ISPA
antara lain aspergillus sp, candida albicarns,dan histoplasma. Sedangkan aspirasi lain
yang juga dapat menjadi penyebab ISPA adalah makanan, asap kenderaan bermotor,
Bahan Bakar Minyak (BBM) biasanya minyak tanah, cairan amnion pada saat lahir,

dan benda asing seperti biji-bijian (Widoyono, 2008).
2.1.4. Gejala ISPA
Gejala ISPA dibagi menjadi 3 antara lain sebagai berikut:
a. Gejala ISPA Ringan
Seseorang balita dinyatakan menajdi ISPA ringan jika ditemukan satu atau lebih
gejala-gejala sebagai berikut: batuk, serak yaitu anak bersuara parau pada waktu
mengelurkan

suara

(padawaktu

berbicara

atau

menangis),

pilek


yaitu

mengelaurkan lender atau ingus dari hidung, panas atau demam apa bila suhu
badan lebih dari 37 derajat selsius.
b. Gejala ISPA Sedang
Seseorang balita dinyatakan menderita ISPA sedang jika dijumpai gejala dari ISPA
ringan disertai satu atau lebih gejala-gejala sebagai berikut: a). pernapasan cepat
sesuai dengan umur yaitu untuk kelompok umur kurang dari 2 bulan frekuensi
napas 60 kali per menit atau lebih untuk umur 2 - < 2 tahun dan 40 kali permenit
atau lebih pada umur 12 bulan - < 5 tahun. b). suhu tubuh lebih dari 39 derajat
Celsius. c). tengorokan berwarna merah. d). timbul bercak-bercak merah pada kulit

Universitas Sumatera Utara

10

menyerupai bercak campak. e). telinga sakit atau mengeluarkan nanah dari lubang
telinga. f). pernapasan berbunyi seperti mengorok (mendengkur).
c. Gejala ISPA Berat
Seseorang balita dinyatakan menderita ISPA berat jika dijumpai gejala-gejala

ISPA ringan atau ISPA sedang disertai satu atau lebih gejala-gejala sebagi
berikut: a). Bibir atau kulit membiru b). anak tidak sadar atau kesadaran menurun.
c). pernapasan berbunyi seperti mengorok dan atau tampak gelisah. d). Sela iga
tetarik ke dalam pada waktu bernapas. e). Nadi cepat lebih dari 160 kali per menit
atau tidak teraba. f). Tengorokan berwarna merah. (Depkes RI, 1996).
2.1.5. Cara Penularan ISPA
Penyebaran melalui kontak langsung atau tidak langsung dari benda yang
telah dicemari virus dan bakteri penyebab ISPA dan dapat juga ditularkan melalui
udara tercemar pada penderita ISPA yang kebetulan mengandung bibit penyakit
melalui sekresi berupa saliva atau sputum. (Depkes RI, 1996).
2.1.6. Patogenesis ISPA
Saluran pernapsan dari hidung sampai bronchus dilapisi oleh membran
mukosa besilia, udara yang masuk melalui rongga hidung disaring, dihangatkan dan
dilembutkan. Partikel debu yang kasar dapat disaring oleh rambut yang terdapat
dalam hidung, seangkan partikel debu yang halus akan terjerat dalam memberan
mukosa. Gerakan silia mendorang memberan mukosa ke posterior ke rongga hidung
dan ke arah superior menuju faring. Secara umum efek pencemaran udara terhadap

Universitas Sumatera Utara


11

pernapasan dapat menyebabkan pergerakan silia hidung menjadi lembat dan kaku
bahkan dapat berhenti sehingga tidak dapat membersihkan saluran pernapasan akibat
iritasi oleh bahan pencemar. Produksi lendir akan meningkat sehingga menyebabkan
penyempitan saluran pernapasan dan makrofage disaluran pernapasan. Akibat dari
dau hal tersebut akan menyebabkan kesulitan bernapas sehingga benda asing tertarik
dan bakteri tidak dapat dikeluarkan dari saluran pernapasan, hal ini akan
memudahkan terjadinya infeksi saluran pernapasan (Mukono, 2008).

2.2. Epidemiologi
2.2.1. Distribusi dan Frekuensi Penyakit ISPA
ISPA merupakan penyakit yang sering terjadi pada anak-anak. Daya tahan
tubuh anak berbeda dengan orang dewasa karena system pertahanan tubuhnya blum
kuat. Apabila didalam sutu rumah angota kelaurga terkena pilek, anak-anak akan
lebih mudah tertular. Dengan kondisi tubuh anak yang masih lemah, proses
penyebaran penyakit pun menjadi lebih cepat (WHO, 2002). Dalam setahun seorang
anak rata-rata mengalami 3-6 kali penyakit ISPA (Depkes RI, 2010). Di Indonesia
ISPA menempati urutan pertama penyabab kematian pada kelompok bayi dan balita.
Berdasarkan data Survai Kesehatan Nasional 2001 menunjukan bahwa proporsi ISPA

sebagai penyebab kematian bayi adalah 27,6% sedangkan proporsi ISPA sebagai
penyebab kematian anak balita 22,8%. (Depkes RI,2002).
Hasil survei program P2 ISPA di 12 provinsi di Indonesia (Sumatera Utara,
Sumatera Barat, Bengkulu, Jawa Barat, Kalimantan Barat, Kalimatan Selatan,

Universitas Sumatera Utara

12

Kalimatan Tengah, Sulawesi Utara, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, Nusa
Tenggara Timur, dan Nusa Tenggara Barat) pada tahun 1993 diketahui bahwa jumlah
angka kesakitan tertinggi karena ISPA,yaitu 2,9 /1000 balita. Selama kurun watu
2000-2002 jumlah kasus ISPA terlihat berfluktuasi. Pada tahun 2000 terdapat 30,1%
kasus, pada tahun 2001 menjadi 22,6% kasus dan pada tahun 2002 menjadi 22,1%
kasus ISPA (Depkes RI, 2005).
Menyusui hanya ASI saja pada bayi umur 6 bulan meningkat dari 15,3%
tahun 2010, menjadi 30,2% tahun 2013, demikina juga inisiasi menyusu dini < 1 jam
meningkat dari 29,3% tahun 2010 menjadi 34,5% pada tahun 2013. Prepalensi gizi
kurang pada balita BB/U 30% adalah
provinsi Nusa Tengga Timur dan diikuti Papua Barat dan terdapat dua provinsi yang

prevalansinya

Dokumen yang terkait

Hubungan Status Imunisasi dengan Infeksi Saluran Pernapasan Akut Pada Balita Sakit (1-5 tahun) di Puskesmas Teladan Medan Tahun 2014

1 46 60

HUBUNGAN STATUS GIZI TERHADAP TERJADINYA INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI Hubungan Status Gizi Terhadap Terjadinya Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) Pada Balita Di Puskesmas Pajang Surakarta.

0 1 14

HUBUNGAN STATUS GIZI TERHADAP TERJADINYA INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI Hubungan Status Gizi Terhadap Terjadinya Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) Pada Balita Di Puskesmas Pajang Surakarta.

0 1 13

Hubungan Status Sosioekonomi dan Status Gizi dengan Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada Anak Umur 1-2 Tahun di Puskesmas Meutulang Kecamatan Panton Rue Kabupaten Aceh Barat

0 0 17

Hubungan Status Sosioekonomi dan Status Gizi dengan Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada Anak Umur 1-2 Tahun di Puskesmas Meutulang Kecamatan Panton Rue Kabupaten Aceh Barat

0 0 2

Hubungan Status Sosioekonomi dan Status Gizi dengan Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada Anak Umur 1-2 Tahun di Puskesmas Meutulang Kecamatan Panton Rue Kabupaten Aceh Barat

0 0 6

Hubungan Status Sosioekonomi dan Status Gizi dengan Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada Anak Umur 1-2 Tahun di Puskesmas Meutulang Kecamatan Panton Rue Kabupaten Aceh Barat

0 0 4

Hubungan Status Sosioekonomi dan Status Gizi dengan Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada Anak Umur 1-2 Tahun di Puskesmas Meutulang Kecamatan Panton Rue Kabupaten Aceh Barat

0 0 18

Hubungan Status Imunisasi dan Status Gizi dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada Balita

0 0 19

HUBUNGAN STATUS GIZI DENGAN TINGKATAN INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT (ISPA) PADA ANAK UMUR 6-59 BULAN DI PUSKESMAS SANDEN BANTUL YOGYAKARTA TAHUN 2010

0 0 13