Hubungan Status Imunisasi dengan Infeksi Saluran Pernapasan Akut Pada Balita Sakit (1-5 tahun) di Puskesmas Teladan Medan Tahun 2014

(1)

HUBUNGAN STATUS IMUNISASI DENGAN INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA SAKIT (1-5 TAHUN)

DI PUSKESMAS TELADAN MEDAN TAHUN 2014

OLEH :

BETTY ADELINA SIMARE-MARE 135102063

KARYA TULIS ILMIAH

POGRAM D-IV BIDAN PENDIDIK FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

(3)

(4)

HUBUNGAN STATUS IMUNISASI DENGAN INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA SAKIT (1-5 TAHUN)

DI PUSKESMAS TELADAN MEDAN TAHUN 2014

ABSTRAK

Betty Adelina Simare-mare

Latar Belakang: Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) merupakan salah satu masalah kesehatan yang ada di Negara berkembang maupun di Negara maju. Menurut World Health Organization (WHO), penyakit ISPA merupakan penyakit yang paling sering menyebabkan kematian pada anak balita. Sehingga ISPA masih merupakan penyakit yang mengakibatkan kematian yang cukup tinggi.

Tujuan Penelitian: Tujuan dari penelitian ini adalah Untuk mengetahui bagaimana hubungan status imunisasi dengan infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) pada balita sakit (1-5 tahun) di Puskesmas Teladan Medan Tahun 2014.

Metodologi: Penelitian ini bersifat deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional. Teknik pengambilan sampel secara accidental sampling sebanyak 51 orang. Analisis data yang digunakan dengan continuity correction pada tingkat kemaknaan adalah 95% (p<0,05).

Hasil: Hasil penelitian diperoleh data, bahwa balita yang mengalami infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) dengan imunisasi tidak lengkap sebanyak 19 orang (67,9%) sedangkan balita yang mendapatkan imunisasi lengkap sebanyak 8 orang (34,8 %), dan pada balita yang mengalami penyakit lain yang mendapatkan imunisasi lengkap sebanyak 15 orang (65,2%) sedangkan balita yang mendapatkan imunisasi tidak lengkap sebanyak 9 orang (32,1%). Hasil uji statistik menunjukkan nilai p= 0,038 maka ada hubungan yang signifikan antara status imunisasi dengan kejadian ISPA pada Balita. Nilai OR 0,253 (95% CI; 0,079-0,813), menunjukkan bahwa balita yang status imunisasinya tidak lengkap mempunyai peluang 0, 253 kali untuk terjadi ISPA dan penyakit lain dibandingkan balita yang status imunisasinya lengkap.

Kesimpulan: Pada hasil penelitian ini menunjukkan ada hubungan status imunisasi dengan ISPA pada balita sakit (1-5 tahun), maka disarankan kepada petugas pelayanan kesehatan agar memberikan konseling, informasi dan edukasi (KIE) tentang manfaat imunisasi lengkap dalam mencegah berbagai penyakit, sehingga dapat menurunkan angka kesakitan balita yang disebabkan oleh ISPA maupun penyakit lain.

Kata Kunci : Status imunisasi, Infeksi Saluran Pernapasan Akut(ISPA), Balita sakit


(5)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat dan rahmatnya penulis dapat menyelesaikan Proposal Karya Tulis Ilmiah yang berjudul “Hubungan Status Imunisasi dengan Infeksi Saluran Pernapasan Akut Pada Balita Sakit (1-5 tahun) di Puskesmas Teladan Medan Tahun 2014”.

Dalam penulisan karya tulis ilmiah ini, penulis banyak menerima bantuan moril maupun materil dari berbagai pihak untuk itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak dr. Dedi Ardinata, M.Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Nur Asnah Sitohang , S.Kep, Ns, MKep selaku Ketua Program Studi D-IV Bidan Pendidik Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Febrina O.Kaban SST,M.Keb selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan, dan masukan kepada penulis dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini.

4. Ibu Farida L. S Siregar, S.Kep.NS. M.Kep selaku Dosen Penguji I yang telah memberikan masukan dan saran demi perbaikan Karya Tulis Ilmiah ini. 5. dr. Christoffel L. Tobing, SpOG (K) selaku Dosen Penguji II yang telah

memberikan masukan dan saran demi perbaikan Karya Tulis Ilmiah ini. 6. Seluruh Dosen dan Staf Administrasi studi D-IV Bidan Pendidik Fakultas


(6)

pengetahuan, bimbingan serta nasihat selama menjalani penyusunan karya tulis ilmiah ini.

7. Kepada kepala Puskesmas Teladan Medan yang telah memberikan izin penelitian bagi peneliti untuk menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini

8. Kepada orangtua tercinta dan saudara-saudariku yang telah memberikan kasih sayang, dorongan moril maupun material, serta doa kepada peneliti untuk menyelesaikan karya Tulis Ilmiah ini.

9. Para rekan mahasiswi D-IV Bidan Pendidik Fakultas Keperawatan

Universitaas Sumatera Utara dan semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan Karya Tulis ilmiah ini yang tk dapat peneliti sebutkan satu per satu.

Penulis menyadari bahwa karya tulis ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik, saran, dan tanggapan demi kesempurnaan karya tulis ilmiah ini, sehingga karya tulis ilmiah ini dapat diterima dan dilanjutkan serta memberi manfaat khususnya bagi penulis sendiri dan semua pihak yang membaca.

Medan, Juni 2014


(7)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ...

KATA PENGANTAR ...

DAFTAR ISI...

DAFTAR TABEL ...

DAFTAR SKEMA ...

DAFTAR LAMPIRAN ...

BAB I PENDAHULUAN ... i ii iii v vi vii 1 A. B. C. D. Latar Belakang... Perumusan Masalah ... Tujuan Penelitian ... Manfaat Penelitian ...

1 4 4 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA...

A. Pengertian Bidan... 1. Defenisi ... 2. Etiologi ... 3. Tanda dan Gejala ... 4. Penyebaran Infeksi... 5. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi ... 6. Pencegahan ... 7. Usaha Yang di Lakukan Untuk Mempengaruhi Angka Kesakitan dan

Kematian Bayi dan Balita ... B. Berat Badan Lahir ... C. Status Imunisasi ... 1. Defenisi ... 2. Tujuan Imunisasi ... 3. Manfaat Imunisasi ... 4. Jenis-jenis Imunisasi ... BAB III KERANGKA KONSEP ...

A. Kerangka Konsep... 6 6 6 7 9 10 10 14 14 15 15 15 16 16 16 19 19


(8)

BAB IV METODE PENELITIAN ... A. Desain penelitian ... B. Populasi dan Sampel... C. Tempat Penelitian ... D. Waktu Penelitian... E. Etika Penelitian ... F. Alat Pengumpulan Data ... G. Prosedur Pengumpulan Data ... H. Analisa Data... BAB V HASIL DAN PEMBAHASAAN ...

A. Gambaran umum Puskesmas... B. Hasil... C. Pembahasan ... BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN...

A. Kesimpulan... B. Saran ... DAFTAR PUSTAKA 21 21 21 22 22 22 23 23 24 26 26 27 29 33 33 34


(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Defenisi Operasional... 20 Tabel 5.1Distribusi Responden Berdasarkan Balita Sakit di Puskesmas Teladan Medan

Tahun 2014 ... 28 Tabel 5.2 Distribusi Responden Berdasarkan Status Imunisasi di Puskesmas Teladan

Medan Tahun 2014 ... 28 Tabel 5.3 Hubungan Status Imunisasi dengan ISPA pada Balita Sakit (1-5 tahun) di


(10)

DAFTAR SKEMA


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Lampiran 2 Lampiran 3 Lampiran 4

Lampiran 5 Lampiran 6

Lampiran 7 Lampiran 8

Kuesioner

Master Data Penelitian Hasil Output Data Penelitian

Persetujuan Penelitian dari Program D-IV Bidan Pendidik Universitas Sumatera Utara

Surat Izin dari Dinas Kesehatan Kota Medan

Surat Selesai Melaksanakan Penelitian Dari Puskesmas Teladan Medan

Lembar konsultasi Daftar Riwayat Hidup


(12)

HUBUNGAN STATUS IMUNISASI DENGAN INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA SAKIT (1-5 TAHUN)

DI PUSKESMAS TELADAN MEDAN TAHUN 2014

ABSTRAK

Betty Adelina Simare-mare

Latar Belakang: Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) merupakan salah satu masalah kesehatan yang ada di Negara berkembang maupun di Negara maju. Menurut World Health Organization (WHO), penyakit ISPA merupakan penyakit yang paling sering menyebabkan kematian pada anak balita. Sehingga ISPA masih merupakan penyakit yang mengakibatkan kematian yang cukup tinggi.

Tujuan Penelitian: Tujuan dari penelitian ini adalah Untuk mengetahui bagaimana hubungan status imunisasi dengan infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) pada balita sakit (1-5 tahun) di Puskesmas Teladan Medan Tahun 2014.

Metodologi: Penelitian ini bersifat deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional. Teknik pengambilan sampel secara accidental sampling sebanyak 51 orang. Analisis data yang digunakan dengan continuity correction pada tingkat kemaknaan adalah 95% (p<0,05).

Hasil: Hasil penelitian diperoleh data, bahwa balita yang mengalami infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) dengan imunisasi tidak lengkap sebanyak 19 orang (67,9%) sedangkan balita yang mendapatkan imunisasi lengkap sebanyak 8 orang (34,8 %), dan pada balita yang mengalami penyakit lain yang mendapatkan imunisasi lengkap sebanyak 15 orang (65,2%) sedangkan balita yang mendapatkan imunisasi tidak lengkap sebanyak 9 orang (32,1%). Hasil uji statistik menunjukkan nilai p= 0,038 maka ada hubungan yang signifikan antara status imunisasi dengan kejadian ISPA pada Balita. Nilai OR 0,253 (95% CI; 0,079-0,813), menunjukkan bahwa balita yang status imunisasinya tidak lengkap mempunyai peluang 0, 253 kali untuk terjadi ISPA dan penyakit lain dibandingkan balita yang status imunisasinya lengkap.

Kesimpulan: Pada hasil penelitian ini menunjukkan ada hubungan status imunisasi dengan ISPA pada balita sakit (1-5 tahun), maka disarankan kepada petugas pelayanan kesehatan agar memberikan konseling, informasi dan edukasi (KIE) tentang manfaat imunisasi lengkap dalam mencegah berbagai penyakit, sehingga dapat menurunkan angka kesakitan balita yang disebabkan oleh ISPA maupun penyakit lain.

Kata Kunci : Status imunisasi, Infeksi Saluran Pernapasan Akut(ISPA), Balita sakit


(13)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Peningkatan dan perbaikan upaya kelangsungan, perkembangan dan peningkatan kualitas hidup anak merupakan upaya penting untuk masa depan Indonesia yang lebih baik. Upaya kelangsungan hidup, perkembangan dan peningkatan kualitas anak berperan penting sejak masa dini kehidupan, yaitu masa dalam kandungan, bayi dan anak balita. Kelangsungan hidup anak itu sendiri dapat diartikan bahwa anak tidak meninggal pada awal-awal kehidupannya, yaitu tidak sampai mencapai usia satu tahun atau usia di bawah lima tahun ( Anik, 2010).

Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) merupakan salah satu masalah kesehatan yang ada di Negara berkembang maupun di Negara maju. Hal ini di sebabkan masih tingginya angka kematian dan kesakitan karena ISPA. Penyakit infeksi saluran

pernapasan akut (ISPA) yang paling sering menyebabkan kematian pada bayi dan anak balita adalah pneumonia. Dimana pneumonia merupakan bagian atau tahap lanjut dari penyakit inspeksi saluran pernapasan akut (ISPA) (Misnadiarly, 2008).

Menurut World Health Organization (WHO), penyakit ISPA merupakan penyakit yang paling sering menyebabkan kematian pada anak balita. Sehingga ISPA masih merupakan penyakit yang mengakibatkan kematian yang cukup tinggi. Kematian tersebut sebagian besar disebabkan oleh pneumonia. Sebagai kelompok penyakit ISPA yang merupakan penyebab status kunjungan pasien ke sarana kesehatan yakni sebanyak


(14)

40% - 60% kunjungan berobat di puskesmas dan 15% - 30% kunjungan berobat ke rumah sakit (Depkes RI, 2002).

Menurut WHO tahun 2005 menyatakan bahwa proporsi kematian balita karena saluran pernapasan di dunia adalah sebesar 19 – 26%. Pada tahun 2007 di perkirakan terdapat 1,8 juta kematian akibat ISPA atau sekitar 20% dari total 9 juta kematian pada anak. Di indonesia berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 ISPA adalah penyebab kematian kedua pada balita setelah diare dengan angka kejadian 15,5% dan selalu berada pada daftar 10 penyakit terbesar setiap tahunnya di fasiliitas kesehatan.

Berdasarkan Penelitian yang dilakukan oleh Citra Ayu tahun 2009 di Rangkapan Jaya Baru pada baduta di urutan pertama di bandingkan penyakit lainnya. Hal ini dapat dilihat pada tahun 2008, kejadian ISPA pada pasien rawat jalan anak usia (29hari-<1 tahun) di puskesmas Rangkapan Jaya Baru sebesar 33,35%, sedangkan untuk pasien rawat jalan anak usia (1-4 tahun) yang menderita ISPA sebesar 40,68%.

Berdasarkan Penelitian Yuli Trisnawati tahun 2012, data pada Puskesmas

Rembang jumlah balita tahun 2011 berjumlah 2.927 balita. Dimana penderita ISPA pada balita tahun 2011 berjumlah 413 (14,1%). Hasil Penelitian yang dilakukan oleh Ribka Rerung di dapat kasus ISPA di Kabupaten Tana Toraja mengalami peningkatan yaitu 30,2% pada tahun 2010 dan 43,2% pada tahun 2011.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sukmawati dan Sri Dara Ayu yang berjudul hubungan status gizi, berat badan lahir, imunisasi dengan kejadian ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas Tunikamaseang Kecamatan Bontoa Kabupaten


(15)

Maros, dari hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan status gizi dan status imunisasi dengan kejadian ISPA.

Dari survei pendahuluan yang peneliti lakukan di Puskesmas Teladan di dapat balita yang terkena infeksi saluran pernapasan akut pada tahun 2012 mencapai 1194 balita.

Berdasarkan laporan hasil bulanan imunisasi bayi di wilayah kerja Puskesmas Teladan Medan Tahun 2013 dengan sasaran bayi sebanyak 761 orang. Dimana yang mendapatkan imunisasi HB (0-7 hari) sebanyak 743 orang (97,6%), BCG sebanyak 743 orang 97,6%), Polio 1 sebanyak 744 orang (97,7 %), DPT/ HB 1 sebanyak 742 orang (97,5%), Polio 2 sebanyak 742 orang (97,5%), DPT/ HB 2 sebanyak 742 orang (97,5%), Polio 3 sebanyak 744 orang (97,7%), DPT/ HB 3 sebanyak 748 orang (98,3%), Polio 4 sebanyak 756 orang (99,3%), campak sebanyak 746 orang (98,0%).

Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) merupakan salah satu penyebab kematian pada balita. Angka kejadian penyakit infeksi pernapasan akut (ISPA) pada balita di indonesia masih tinggi karena kesakitan tiap tahun mencapai 260.000 balita. Pada akhir tahun 2000 ISPA mencapai enam kasus diantara 1000 bayi dan balita. Tahun 2003 kasus kesakitan balita akibat ISPA sebanyak lima dari 1000 balita (Supraptini, 2006).

Gejala penyakit ini berupa napas cepat dan napas sesak, karena paru meradang secara mendadak. Batas napas cepat adalah frekuensi pernapasan sebanyak 50 kali per menit atau lebih pada anak usia 2 bulan sampai kurang dari 1 tahun, dan 40 kali per menit atau lebih pada anak usia 1 tahun sampai kurang dari 5 tahun. Usia Balita adalah


(16)

kelompok yang paling rentan dengan infeksi saluran pernapasan. Kenyataannya bahwa angka morbiditas dan mortalitas akibat ISPA, masih tinggi pada balita.

Peran aktif keluarga/masyarakat dalam menangani ISPA sangat penting karena penyakit ISPA merupakan penyakit yang ada sehari hari di dalam masyarakat atau keluarga. Hal ini perlu mendapat perhatian serius oleh kita semua karena penyakit ini banyak menyerang balita, sehingga ibu balita dan anggota keluarga yang sebagian besar dekat dengan balita mengetahui dan terampil menangani penyakit ISPA ini ketika anaknya sakit.

Dari latar belakang diatas, penulis berminat meneliti hubungan status imunisasi dengan kejadian infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) pada balita sakit (1-5 tahun) di Puskesmas Teladan Medan Tahun 2014.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian tersebut, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana hubungan status imunisasi dengan infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) pada balita sakit (1-5 tahun).

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui bagaimana hubungan status imunisasi dengan infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) pada balita sakit (1-5 tahun).

2. Tujuan Khusus


(17)

b. Untuk mengetahui bagaimana infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) pada balita sakit (1-5 tahun).

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Pelayanan kesehatan

Diharapkan hasil penelitian yang diperoleh dapat menjadi masukan setiap pelayanan kesehatan sehingga mampu memberikan konseling, informasi dan edukasi (KIE) tentang manfaat imunisasi lengkap dalam mencegah berbagai penyakit, sehingga dapat menurunkan angka kesakitan balita yang

disebabkan oleh ISPA maupun penyakit lain. 2. Bagi Tempat Penelitian

Diharapkan untuk Puskesmas Teladan Medan perlu melakukan pengkajian ulang apakah Balita yang berobat merupakan cakupan Imunisasi dari Puskesmas Teladan Medan.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Diharapkan pada peneliti selanjutnya agar dapat melanjutkan penelitian dengan judul yang sama serta sampel yang lebih banyak sebab peneliti menyadari masih banyak kekurangan dan dapat memakai penelitian ini sebagai referensi tambahan dan juga disarankan untuk memanfaatkan data KMS dan RM dalam status imunisasi dan morbiditas


(18)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)

1. Defenisi

Istilah ISPA yang merupakan singkatan dari infeksi saluran pernapasan akut diperkenalkan pada tahun 1984. Istilah ini merupakan padanan dari istilah inggris acute respiratory infections. ISPA adalah radang akut saluran pernapasan atas maupun bawah yang disebabkan oleh infeksi atau bakteri, virus, maupun riketsia tanpa atau disertai radang parenkim paru. ISPA adalah suatu kelompok penyakit sebagai penyebab angka absensi tertinggi bila dibandingkan dengan kelompok penyakit lain ( Hood Alsagaff, 2002 ).

ISPA atau infeksi saluran pernapasan akut adalah suatu kelompok penyakit yang menyerang saluran pernapasan. Secara otomatis, ISPA dapat dibagi dalam dua bagian yaitu infeksi saluran pernapasan atas dan infeksi saluran pernapasan bawah ( Anik, 2010 ).

ISPA Atas ( Acute Upper Respiratory Infections)

ISPA atas yang perlu diwaspadai adalah radang saluran tenggorokan atau pharingitis dan radang telinga atau otitis. Pharingitis yang disebabkan kuman tertentu (streptococcus hemolyticus) dapat berkomplikasi dengan penyakit jantung (endokarditis) sedangkan radang telinga tengah yang tidak diobati dapat berakibat terjadinya ketulian.


(19)

ISPA Bawah ( Acute Lower Respiratory Infections)

Salah satu ISPA bawah yang berbahaya adalah pneumonia.

2. Etiologi

ISPA yang disebabkan oleh bakteri biasanya disebabkan oleh Streptococcus pneumonia dan Haemophylus influenza ( Anik, 2010 ).

ISPA yang disebabkan Virus merupakan penyebab terbesar ISPA. Infeksi virus memberikan gambaran klinik yang khas akan tetapi sebaliknya beberapa jenis virus bersama-sama dapat pula memberikan gambaran yang hampir sama ( Hood Alsagaff, 2002 ).

Dalam Klinik dikenal 6 Gambaran Sindroma ISPA yang disebabkan Virus a. Sindroma Korisa (Coryzal/ Common Cold Syndrome)

Sindrom ini ditandai dengan peningkatan sekresi hidung, bersin-bersin, hidung buntu, kadang-kadang disertai sekresi air mata dan konjungtivitis ringan. Sekresi hidung mula-mula cair kemudian mukoid dan selanjutnya menjadi purulen. b. Sindroma Faring (Pharyngeal Syndrome)

Sindroma Faring yang menonjol adalah suara serak dan nyeri tenggorokan dengan derajat ringan sampai berat. Kadang bercak-bercak serta eksudasi berwarna didapatkan pada permukaan tonsil disertai pembesaran kelenjar di leher. Sering dijumpai penderita dengan batuk-batuk.


(20)

c. Sindroma Faringokonjungtiva

Merupakan varian dari sindroma faring yang disebabkan oleh virus yang sama. Gejala klinik diawali dengan faringitis yang berat kemudian diikuti dengan konjungtivitis yang dapat berlangsung 1-2 minggu.

d. Sindroma Influenza

Sindroma influenza adalah gangguan fisik cukup berat, dengan gejala batuk, meriang, suhu badan meningkat, badan lemah, nyeri kepala, nyeri tenggorokan. Gejala ini terjadi secara mendadak dan dengan cepat dapat menular ke semua anggota keluarga dalam satu rumah.

e. Sindroma Herpangina

Sindroma herpangina berupa vesikel-vesikel yang terdapat di dalam mulut dan faring. Vesikel ini kemudian mengalami ulserasi dengan tepi yang membengkak disertai nyeri tenggorokan, nyeri kepala dan panas badan.

f. Sindroma Laringotrakeobronkitis obstruktif Akuta (Croup Syndrome) Sindrom ini ditandai dengan batuk-batuk, sesak napas yang disertai stridor inspirasi, sianosis serta gangguan-gangguan sistemik lain.

Etiologi dan infeksi yang mempengaruhi terjadinya ISPA pada anak juga di pengaruhi oleh umur, ukuran, dan daya tahan tubuh.

a. Umur

Bayi umur di bawah 3 bulan mempunyai angka infeksi yang rendah, karena fungsi pelindung dari antibodi ke ibuan. Infeksi meningkat pada umur 3-6 bulan, pada waktu ini antara hilangnya antibody keibuan dan produksi antibody bayi itu sendiri. Sisa infeksi dari virus berkelanjutan pada waktu balita dan prasekolah.


(21)

Pada waktu anak-anak berumur 5 tahun, infeksi pernafasan yang disebabkan virus akan berkurang frekuensinya.

Beberapa agen virus membuat sakit ringan pada anak yang lebih tua tetapi menyebabkan sakit yang hebat di sistem pernafasan bagian bawah atau batuk asma pada balita. Sebagai contoh, batuk rejan secara relatif pada trakeabronkhitis tidak berbahaya pada masa kanak-kanak namun merupakan penyakit serius pada masa pertumbuhan.

b. Ukuran

Ukuran anatomi mempengaruhi respon infeksi sistem pernafasan. Diameter saluran pernapasan terlalu kecil pada anak-anak akan menjadi sasaran radang selaput lendir dan peningkatan produksi sekresi. Disamping itu jarak antara struktur dalam sistem yang pendek pada anak-anak, walaupun organisme bergerak dengan cepat ke bawah sistem pernapasan yang mencakup secara luas. c. Daya Tahan

Kemampuan untuk menahan organisme penyerang dipengaruhi banyak faktor. Kekurangan sistem kekebalan pada anak beresiko terinfeksi. Kondisi yang melemahkan pertahanan pada sistem pernafasan dan cenderung yang menginfeksi melibatkan alergi (seperti alergi rhinitis), asma, kelainan jantung yang disebabkan tersumbatnya paru-paru.

3. Tanda dan Gejala


(22)

badan meningkat antara 4-7 hari, disertai malaise, mialgia, nyeri kepala, anoreksia, mual, muntah-muntah dan insomnia. Kadang-kadang dapat juga terjadi diare. Bila peningkatan suhu berlangsung lama biasanya menunjukkan adanya penyulit ( Hood Alsagaff, 2002 ).

4. Penyebaran Infeksi

Pada ISPA dikenal tiga cara penyebaran infeksi yaitu: 1. Melalui aerosol yang lembut, terutama oleh karena batuk

2. Melalui aerosol yang lebih kasar, terjadi pada waktu batuk dan bersin-bersin 3. Melalui kontak langsung/tidak langsung dari benda yang telah di cemari jasad

renik (hand to hand transmission)

Pada infeksi virus, transmisi diawali dengan penyebaran virus ke daerah sekitar terutama melalui bahan sekresi hidung. Dari beberapa penelitian klinik, laboratorium dan penelitian lapangan, diperoleh kesimpulan bahwa sebenarnya kontak hand to hand

merupakan modus yang terbesar bila di bandingkan dengan cara penularan aerogen (yang semula banyak di duga sebagai penyebab utama) ( Hood Alsagaff, 2002 ).

5. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya ISPA

Secara umum terdapat 3 (tiga) faktor resiko terjadinya ISPA yaitu faktor lingkungan, faktor individu anak, serta faktor perilaku ( Anik, 2010 ).


(23)

1. Faktor Lingkungan

a. Pencemaran udara dalam rumah

Asap rokok dan asap hasil pembakaran bahan bakar untuk memasak dengan konsentrasi tinggi dapat merusak mekanisme pertahan paru sehingga akan memudahkan timbulnya ISPA. Hal ini dapat terjadi pada rumah yang keadaan ventilasinya kurang dan dapur terletak di dalam rumah, bersatu dengan kamar tidur, ruang tempat bayi dan anak balita bermain. Hal ini lebih dimungkinkan karena bayi dan anak balita lebih lama berada di rumah bersama-sama ibunya sehingga dosis pencemaran tentunya akan lebih tinggi. b. Ventilasi Rumah

Ventilasi yaitu proses penyediaan udara atau pengerahan udara ke atau dari ruangan baik secara alami maupun secara mekanis.

c. Kepadatan Hunian Rumah

Kepadatan hunian dalam rumah menurut keputusan menteri kesehatan nomor 829/MENKES/SK/VII/1999 tentang persyaratan kesehatan rumah. Satu orang minimal menempati luas rumah 8m2. Dengan kriteria tersebut diharapkan dapat mencegah penularan penyakit dan melancarkan aktivitas.

2. Faktor Individu Anak a. Umur anak

Sejumlah studi yang besar menunjukkan bahwa insiden penyakit

pernapasan oleh virus melonjak pada bayi dan usia dini anak-anak dan tetap menurun terhadap usia.


(24)

b. Berat Badan lahir

Berat badan lahir menentukan pertumbuhan dan perkembangan fisik dan mental pada masa balita. Bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) mempunyai resiko kematian yang lebih besar dibandingkan dengan berat badan lahir normal, terutama pada bulan-bulan pertama kelahiran karena pembentukan zat anti kekebalan kurang sempurna sehingga lebih mudah terkena penyakit infeksi.

c. Status Gizi

Masukan zat-zat gizi yang diperoleh pada tahap pertumbuhan dan perkembangan anak dipengaruhi oleh umur, keadaan fisik, kondisi

kesehatannya, kesehatan fisiologis pencernaannya, tersedianya makanan dan aktifitas dari si anak itu sendiri.

Balita dengan gizi kurang akan lebih mudah terserang ISPA di

bandingkan balita dengan gizi normal karena factor daya tahan tubuh yang kurang. Penyakit infeksi sendiri akan menyebabkan balita tidak mempunyai nafsu makan mengakibatkan kekurangan gizi. Pada keadaan gizi kurang, balita lebih mudah terserang ISPA berat bahkan serangannya lebih lama. d. Status imunisasi

Sebagian besar kematian ISPA berasal dari jenis ISPA yang berkembang dari penyakit yang dapat di cegah dalam imunisasi seperti difteri, pertusis, campak, maka peningkatan cakupan imunisasi akan berperan besar dalam upaya pemberantasan ISPA. Untuk menghindari faktor yang meningkatkan mortalitas ISPA, diupayakan imunisasi lengkap. Bayi dan balita yang


(25)

mempunyai status imunisasi lengkap bila menderita ISPA dapat di harapkan perkembangan penyakitnya tidak akan menjadi lebih berat.

Cara yang terbukti paling efektif saat ini adalah dengan pemberian imunisasi campak dan pertusis (DPT). Dengan imunisasi campak yang efektif sekitar 11% kematian pneumonia balita dapat dicegah dan dengan imunisasi DPT 6% kematian pneumonia dapat di cegah.

3. Faktor Perilaku

Faktor perilaku dalam pencegahan dan penanggulangan penyakit ISPA pada bayi dan balita dalam hal ini adalah praktek penanganan ISPA di keluarga baik yang dilakukan oleh ibu ataupun anggota keluarga lainnya. Keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat yang terkumpul dan tinggal dalam suatu rumah tangga, satu dengan yang lainnya saling tergantung dan berinteraksi. Bila salah satu atau beberapa anggota keluarga mempunyai masalah kesehatan, maka akan berpengaruh terhadap anggota keluarga lainnya.

Peran aktif keluarga atau masyarakat dalam menangani ISPA sangat penting karena penyakit ISPA merupakan penyakit yang ada sehari-hari di dalam

masyarakat atau keluarga. Hal ini perlu mendapatkan perhatian serius oleh kita semua karena penyakit ini banyak menyerang balita, sehingga ibu dan anggota keluarga yang sebagian besar dekat dengan balita mengetahui dan terampil menangani penyakit ISPA ini ketika anaknya sakit.

Berdasarkan hal tersebut dapat diartikan dengan jelas bahwa peran keluarga dalam praktek penanganan dini bagi balita sakit ISPA sangatlah penting, sebab


(26)

bila praktek penanganan ISPA tingkat keluarga yang kurang atau buruk akan berpengaruh pada perjalanan penyakit dari yang ringan menjadi bertambah berat.

Dalam penanganan ISPA tingkat keluarga keseluruhannya dapat di golongkan menjadi 3 kategori yaitu perawatan penunjang oleh ibu balita, tindakan yang segera dan pengamatan tentang perkembangan penyakit balita, pencarian pertolongan pada pelayanan kesehatan.

6. Pencegahan ISPA

Karena banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya ISPA, maka terus

dilakukan penelitian cara pencegahan ISPA yang efektif dan spesifik. Cara yang terbukti efektif saat ini adalah dengan pemberian imunisasi campak dan DPT. Dengan imunisasi campak yang efektif sekitar 11% kematian pada balita dapat di cegah dan dengan imunisasi DPT 6% kematian dapat di cegah.

Secara umum dapat dikatakan bahwa cara pencegahan ISPA adalah hidup sehat, cukup gizi, menghindari polusi udara dan pemberian imunisasi lengkap ( Anik, 2010 ).

7. Usaha Yang di Lakukan Untuk Menurunkan Angka Kesakitan dan Kematian

Bayi dan Balita Berkaitan dengan ISPA

Seperti halnya berbagai upaya kesehatan, pemberantasan ISPA dilaksanakan oleh pemerintah dalam hal ini Departemen Kesehatan termasuk didalamnya petugas

kesehatan bersama masyarakat.

Dalam upaya penanggulangan ISPA, Departemen Kesehatan telah menyiapkan sarana kesehatan seperti puskesmas pembantu atau pustu, puskesmas, Rumah sakit, untuk mampu memberikan pelayanan penderita ISPA dengan tepat dan segera.


(27)

Teknologi yang pergunakan adalah teknologi tepat guna yaitu teknologi deteksi dini yang dapat diterapkan oleh sarana kesehatan terdepan.

Pencegahan ISPA dilaksanakan melalui upaya peningkatan kesehatan seperti imunisasi, perbaikan gizi dan perbaikan lingkungan pemukiman. Peningkatan

pemerataan cakupan kualitas pelayanan kesehatan juga akan menekan morbiditas dan mortalitas ISPA.

Peranan masyarakat juga sangat menentukan keberhasilan upaya penanggulangan ISPA. Yang penting adalah masyarakat memahami cara deteksi dini dan cara mendapatkan pertolongan. Akibat berbagai sebab, termasuk hambatan geografi, budaya dan ekonomi, pemerintah juga menggerakkan kegiatan masyarakat seperti posyandu, pos obat desa dan lain-lainny untuk membantu balita yang menderita batuk atau kesukaran bernafas yang tidak dibawa berobat sama sekali. Bagi masyarakat yang telah terjangkau dan telah memanfaatkan sarana kesehatan, perlu melaksanakan

pengobatan dan nasehat yang diberikan oleh sarana atau tenaga kesehatan. Selanjutnya seluruh masyarakat perlu mempraktekkan cara hidup yang bersih dan sehat agar dapat terhindar dari berbagai penyakit termasuk ISPA ( Anik, 2010 ).

B. Status imunisasi 1. Defenisi

Imunisasi adalah suatu usaha memberikan kekebalan pada bayi dan anak terhadap penyakit tertentu ( Depkes RI, 1998 ).

Imunisasi adalah suatu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap antigen sehingga bila kelak terpajan pada antigen yang serupa


(28)

2. Tujuan Imunisasi

a. Untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu pada seseorang.

b. Untuk memberikan kekebalan kepada bayi agar dapat mencegah penyakit dan kematian bayi serta anak yang disebabkan oleh penyakit yang sering

berjangkit.

c. Untuk menurunkan angka morbiditas dan mortalitas serta dapat mengurangi kecacatan akibat penyakit tertentu ( Hanum, 2010 ).

3. Manfaat Imunisasi

a. Untuk Anak: mencegah penderitaan yang disebabkan oleh penyakit dan kemungkinan cacat atau kematian.

b. Untuk Keluarga: menghilangkan kecemasan dan psikologi pengobatan bila anak sakit. Mendorong pembentukan keluarga apabila orangtua yakin bahwa anaknya akan menjalani masa kanak-kanak yang nyaman.

c. Untuk Negara: memperbaiki tingkat kesehatan, menciptakan bangsa yang kuat dan berakal untuk melanjutkan pembangunan Negara ( Hanum, 2010 ). 4. Jenis-jenis Imunisasi

a. Imunisasi BCG (bacillus calmette-guerrin )

Vaksinasi BCG memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit tuberculosis

(TBC). Pemberian imunisasi BCG sebaiknya dilakukan pada bayi yang baru lahir sampai usia 12 bulan, tetapi imunisasi ini sebaiknya dilakukan sebelum bayi berumur 2 bulan. Imunisasi ini cukup diberikan satu kali saja. Bila pemberian imunisasi ini berhasil maka setelah beberapa minggu di tempat


(29)

suntikan akan timbul benjolan kecil. Dengan cara pemberian imunisasi BCG adalah melalui intradermal dengan lokasi penyuntikan pada lengan kanan atas.

b. Imunisasi DPT

Merupakan imunisasi yang diberikan untuk mencegah terjadinya penyakit difteri, pertusis dan tetanus. Pemberian imunisasi DPT sebanyak 3 kali yaitu pada usia 2 bulan, 4 bulan, 6 bulan. Cara pemberian imunisasi melalui suntikanintar muskuler. Efek samping dari imunisasi ini hanya gejala-gejala ringan seperti sedikit demam dan rewel selama 1-2 hari, kemerahan agak nyeri dan pegal-pegal di daerah penyuntikan dan akan hilang sendiri dalam

beberapa hari.

c. Imunisasi Polio

Merupakan imunisasi yang diberikan untuk mencegah terjadinya penyakit polio yaitu penyakit radang yang menyerang saraf dan dapat mengakibatkan lumpuh kaki. Pemberian secara oral sebanyak 2 tetes dan di berikan 4 kali dengan interval 4 minggu.

d. Imunisasi Campak

Merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah penyakit campak. Frekuensi pemberian imunisasi campak adalah satu kali yaitu pada usia 9 bulan. Cara pemberian imunisasi campak melalui subkutan.


(30)

e. Imunisasi Hepatitis B

Merupakan imunisasi yang digunakan untuk menimbulkan kekebalan aktif terhadap penyakit hepatitis B yaitu penyakit infeksi yang merusak hati. Frekuensi pemberian imunisasi Hepatitis B sebanyak 3 kali dengan cara pemberian melalui intramuskuler.


(31)

BAB III

KERANGKA PENELITIAN

A. Kerangka Konsep

Konsep adalah abstraksi dari suatu realitas agar dapat dikomunikasikan dan membentuk suatu teori yang menjelaskan keterkaitan antar variabel (baik variabel yang diteliti maupun yang tidak diteliti). Kerangka konsep akan membantu peneliti

menghubungkan hasil penemuan dengan teori (Nursalam, 2008).

Dari skema berikut ini, kerangka konsep dalam penelitian ini menggambarkan bahwa infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) dipengaruhi terhadap status imunisasi sebagai berikut:

Variabel Independen

Status Imunisasi

Variabel Dependen Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada Balita Sakit 1-5 tahun

Skema 3.1 Kerangka Penelitian

B. Hipotesis

Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah hipotesis alternatif (Ha) yaitu, ada hubungan antara infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) terhadap status imunisasi.


(32)

No Variabel Defenisi Operasional

Alat ukur Cara ukur Hasil ukur Skala 1 Variabel

dependen Balita sakit (1-5 tahun) Jumlah penderita yang telah didiagnosa oleh dokter pada catatan rekam medik yang menunjukkan bahwa balita sakit Lembar rekam medik Rekam medik

1. Balita yang menderita ISPA 2. Balita yang

tidak ISPA atau penyakit lain

Nominal

2 Variabel independen Status Imunisasi Riwayat status imunisasi lengkap pada balita yang diperoleh dari si ibu

Kuesioner Wawancara 1. Bila

pemberian imunisasinya lengkap 2. Bila pemberian imunisasinya tidak lengkap Nominal C. Definisi Operasional

Defenisi operasional merupakan ruang lingkup atau pengertian variabel-variabel diamati atau di teliti dan untuk mengarahkan kepada pengukuran atau pengamatan terhadap variabel-variabel yang bersangkutan serta pengembangan intrumen atau alat ukur (Notoatmojo, 2010).


(33)

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian survei analitik dengan pendekatan

Cross Sectional yaitu rancangan penelitian dengan melakukan pengukuran atau pengamatan pada saat bersamaan (sekali waktu). Untuk mengetahui hubungan status imunisasi dengan infeksi saluran pernapasan akut (ISPA).

B. Populasi Dan Sampel

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah semua balita yang sakit (1-5 tahun) yang ada di Wilayah Kerja Puskesmas Teladan Medan Tahun 2014.

2. Sampel

Sampel kasus dalam penelitian ini adalah semua balita yang sakit (1-5 tahun) yang berkunjung ke Puskesmas Teladan Medan Tahun 2014 yaitu sebanyak 51 orang. Metode pengambilan sampel dalam penelitian ini dengan teknik accidental sampling

yaitu cara pengambilan sampel yang dilakukan dengan mengambil kasus atau responden yang kebetulan ada atau tersedia di suatu tempat sesuai dengan konteks penelitian.


(34)

C. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Teladan Medan, dengan pertimbangan lokasi mudah dijangkau oleh peneliti, adanya populasi yang mencukupi untuk dijadikan responden serta lokasi ini juga belum pernah ada penelitian yang sama sebelumnya.

D. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret Tahun 2014 sampai dengan bulan Mei Tahun 2014.

E. Etika Penelitian

Penelitian dilakukan setelah peneliti mendapat persetujuan dari institusi pendidikan yaitu Program studi D-IV Bidan Pendidik Fakultas Keperawatan Sumatera Utara dan izin dari kepala Puskesmas Teladan. Masalah etika penelitian kebidanan merupakan masalah yang sangat penting dalam penelitian, mengingat penelitian kebidanan berhubungan langsung dengan manusia, maka segi etika penelitian harus diperhatikan. Masalah etika yang harus diperhatikan antara lain adalah sebagai berikut:

a. Informed Consent

Informed Consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dengan

responden penelitian dengan memberikan lembar persetujuan. Informed Consent

tersebut diberikan sebelum penelitian dilakukan dengan memberikan lembar persetujuan untuk menjadi responden.


(35)

b. Anonimity (tanpa nama)

Tidak memberikan atau mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur dan hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau hasil penelitian yang akan disajikan.

c. Kerahasiaan (confidentiality)

Dengan memberikan jaminan kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi maupun masalah-masalah lainnya. Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaan oleh peneliti.

F. Alat Pengumpulan Data

Alat pengumpulan data berupa data primer diperoleh dengan wawancara langsung dengan menggunakan kuesioner pada ibu yang mempunyai anak balita yang menderita infeksi saluran pernapasan akut dengan menanyakan status imunisasi. Dan untuk data sekunder meliputi data anak yang menderita infeksi saluran pernapasan akut yang berobat di puskesmas Teladan Medan.

G. Prosedur Pengumpulan Data

Pengumpulan data dimulai setelah peneliti mengajukan permohonan izin untuk melakukan penelitian pada Ketua Program D-IV Bidan Pendidik Fakultas Keperawatan USU. Setelah mendapat izin dari Akademik, peneliti mengantar surat izin tersebut kepada Kepala Puskesmas Teladan.


(36)

penelitian ini kepada calon responden dan meminta kesediaannya untuk menjadi subjek penelitian. Setelah responden setuju untuk menjadi subjek penelitian, peneliti

mengajukan surat persetujuan menjadi responden untuk ditanda tangani.

H. Analisa Data

Analisa data dilakukan setelah semua data terkumpul, maka peneliti melakukan analisa dan melalui beberapa tahap, pertama editing untuk melakukan pengecekan kelengkapan data. Kemudian data yang akan diukur diberi coding untuk memudahkan peneliti dalam melakukan analisa data. Selanjutnya tabulating untuk mempermudah analisa data yang dimasukkan kedalam bentuk tabel. Setelah itu mengentry data kedalam komputer dan dilakukan dalam pengolahan data dengan menggunakan tehnik

komputerisasi. Tahap terakhir dilakukan cleaning dan entry yaitu pemeriksaan semua data kedalam program komputer guna menghindari terjadinya kesalahan.

Metode statistik untuk analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Analisa Univariat

Analisa univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian. Pada umumnya dalam analis ini hanya menghasilkan distribusi frekuensi dan persentase dari tiap variabel.

Analisa univariat dilakukan untuk mengetahui distribusi frekuensi dari masing- masing variabel independen, yaitu status imunisasi dan variabel dependen, yaitu infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) pada balita sakit (1-5 tahun).

2. Analisa Bivariat

Analisa bivariat merupakan analisa hasil dari variabel-variabel bebas yang diduga mempunyai hubungan dengan variabel terikat. Analisa yang digunakan


(37)

dengan menggunakan uji data kategori Chi-Square Test ( X ) pada tingkat adalah hasil tabulasi silang. Untuk menguji hipotesa dilakukan uji statistik

2

kemaknaannya adalah 95% (p ≤ 0,05). Sehingga dapat diketahui ada tidaknya perbedaan yang bermakna secara statistik, dengan menggunakan program khusus. Melalui perhitungan Chi-Square selanjutnya ditarik suatu kesimpulan, bila nilai p lebih kecil dari nilai alpa (0,05) maka Ho ditolak dan Ha diterima, yang menunjukkan ada hubungan bermakna antara variabel terikat dengan variabel bebas.


(38)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Puskesmas Teladan 1. Letak

Terletak di jalan sisingamangaraja No. 65 Kelurahan Teladan Barat, Kecamatan Medan Kota. Puskesmas Teladan adalah Puskesmas terdiri dari lima kelurahan dengan jumlah penduduk 37. 590 jiwa.

Batas-batas wilayah Puskesmas Teladan:

Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Maimun

Sebelah Selatan berbatasan dengan Kelurahan Teladan Timur Sebelah Barat berbatasan dengan Simpang Limun

Sebelah Timur berbatasan dengan Medan Perjuangan

2. Batas Wilayah Kerja

Wilayah kerja Puskesmas bisa berdasarkan kecamatan, faktor kepadatan penduduk, luas daerah, keadaan geografis, keadaan infrastruktur lainnya yang merupakan bahan pertimbangan dalam menentukan wilayah kerja Puskesmas. Untuk kota besar,wilayah kerja puskesmas di ibukota kecamatan merupakan rujukan dari puskesmas kelurahan. Adapun kelurahan yang termasuk dalam wilayah kerja puskesmas teladan medan adalah :

1. Kelurahan Teladan Barat : 13 lingkungan 2. Kelurahan Mesjid

3. Kelurahan Pasar Baru 4. Kelurahan Pusat Pasar

: 9 Lingkungan : 8 Lingkungan : 8 Lingkungan 5. Kelurahan Pandau Hulu : 9 Lingkungan


(39)

3. Data Geografis :

1. Luas Wilayah 2. Jumlah Kelurahan 3. Jumlah Lingkungan 4. Jumlah RT

5. Jumlah RW

: 229,1 Ha : 5 Kelurahan : 49 Lingkungan : 132 RT

: 116 RW

B. Hasil

Pada bab ini akan di uraikan hasil penelitian tentang hubungan status imunisasi dengan infeksi saluran pernapasan akut (ispa) pada balita sakit (1-5 tahun) di Puskesmas Teladan Medan Tahun 2014 dengan jumlah responden adalah 51 orang.

1. Analisa Univariat

Analisa ini digunakan untuk mendeskripsikan karakteristik masing-masing variabel yang diteliti. Analisa univariat dilakukan untuk mengetahui distribusi frekuensi dari masing-masing variabel independen, yaitu status imunisasi dan variabel dependen, yaitu infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) pada balita sakit (1-5 tahun). hasil akan disajikan dalam bentuk tabel.


(40)

Tabel 5.1

Distribusi frekuensi dan persentase responden berdasarkan balita sakit di Puskesmas Teladan Medan Tahun 2014

Klasifikasi ISPA Penyakit lain Total Frekuensi 27 24 51 Persentase (%) 52,9 47,1 100

Dari tabel diatas mayoritas responden yang terkena penyakit ISPA sebanyak 27 orang (52,9%) dan minoritas responden dengan penyakit lain sebanyak 24 orang (47,1%).

Tabel 5.2

Distribusi frekuensi dan persentase responden berdasarkan status imunisasi di Puskesmas Teladan Medan Tahun 2014

Klasifikasi Lengkap Tidak lengkap Total Frekuensi 23 28 51 Persentase 45,1 54,9 100

Dari tabel diatas mayoritas balita tidak mendapatkan imunisasi lengkap sebanyak 28 orang (54,9%) dan minoritas balita yang mendapatkan imunisasi lengkap sebanyak 23 orang ( 45,1%).

2. Analisis Bivariat

Analisa bivariat merupakan analisa hasil dari variabel-variabel bebas yang diduga mempunyai hubungan dengan variabel terikat. Analisa yang digunakan adalah hasil tabulasi silang. Untuk menguji hipotesa dilakukan uji statistik dengan


(41)

Tabel 5.3

Hubungan status imunisasi dengan infeksi saluran pernapasan akut (ispa) pada balita sakit (1-5 tahun) di Puskesmas Teladan Medan Tahun 2014

Status imunisasi Balita Sakit

Penyakit lain

ISPA

total P

f % f % f % 0,038

Tidak lengkap Lengkap Total 9 15 24 32,1 65,2 47,1 19 8 27 67,9 34,8 52,9 28 23 51 54,9 45,1 100

Berdasarkan hasil perhitungan pada tabel 5.3 di atas, maka dapat diketahui bahwa balita yang mengalami infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) dengan imunisasi tidak lengkap sebanyak 19 orang (67,9%) sedangkan balita yang mendapatkan imunisasi lengkap sebanyak 8 orang (34,8 %), dan pada balita yang mengalami penyakit lain yang mendapatkan imunisasi lengkap sebanyak 15 orang (65,2%) sedangkan balita yang mendapatkan imunisasi tidak lengkap sebanyak 9 orang (32,1%).

C. Pembahasan

a. Hubungan status imunisasi dengan infeksi saluran pernapasan akut (ISPA)

pada balita sakit (1-5 tahun).

Berdasarkan Uji Chi Square yang sudah dilakukan diperoleh nilai hitung


(42)

hubungan status imunisasi dengan kejadian ISPA pada anak balita di puskesmas teladan medan tahun 2014.

Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) merupakan salah satu penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Salah satu faktor penyebab ISPA adalah status imunisasi pada balita. ISPA berasal dari jenis penyakit yang berkembang dari penyakit yang dapat dicegah seperti difteri, pertusis, dan campak, maka peningkatan cakupan imunisasi akan berperan besar dalam upaya pemberantasan ISPA. Untuk mengurangi faktor yang meningkatkan mortalitas ISPA, di upayakan imunisasi lengkap pada bayi dan balita sehingga diharapkan perkembangan penyakit tidak menjadi lebih berat (Anik, 2010).

Sebagian besar kematian ISPA berasal dari jenis ISPA yang berkembang dari penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Untuk mengurangi faktor yang meningkatkan mortalitas ISPA, diupayakan imunisasi lengkap. Bayi dan balita yang mempunyai status imunisasi lengkap bila menderita ISPA dapat diharapkan perkembangan penyakitnya tidak akan menjadi lebih berat. Cara yang terbukti paling efektif saat ini adalah dengan pemberian imunisasi campak dan pertusis (DPT). Dengan imunisasi campak yang efektif sekitar 11%

kematian balita dapat dicegah dan dengan imunisasi pertusis (DPT) 6% kematian dapat dicegah (Prabu, 2009).

Pemberian imunisasi lengkap sebelum anak mencapai usia 1 tahun, anak akan terlindung dari beberapa penyebab yang paling utama dari infeksi

pernafasan termasuk batuk rejan, difteri, tuberkulosa dan campak. Penderita difteri, pertusis apabila tidak mendapat pertolongan yang memadai akan


(43)

berakibat fatal. Dengan pemberian imunisasi berarti mencegah kematian ISPA yang diakibatkan oleh komplikasi penyakit campak dan Pertusis (Kemenkes RI, 2007).

Upaya pencegahan merupakan komponen strategis dalam pemberantasan ISPA pada anak terdiri atas pencegahan melalui imunisasi dan upaya

pencegahan non-imunisasi. Program pengembangan imunisasi (PPI) yang meliputi imunisasi DPT dan campak yang telah dilaksanakan pemerintah selama ini dapat menurunkan proporsi kematian balita akibat ISPA. Hal ini dapat dimengerti karena campak, pertusis dan juga difteri juga menyebabkan ISPA atau merupakan penyakit penyerta pada ISPA pada balita. Yang tidak kalah penting sebenarnya adalah upaya pencegahan non-imunisasi yang meliputi pemberian ASI eksklusif, pemberian nutrisi yang baik, penghindaran pejanan asap rokok, asap dapur dan lain-lain. Perbaikan lingkungan dan sikap hidup sehat yang semuanya itu dapat menghindarkan terhadap resiko terinfeksi penyakit menular termasuk penghindaran terhadap ISPA.

Hasil penelitian ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh

Marhamah yang berjudul faktor yang berhubungan dengan kejadian ISPA pada balita di desa Bontongan Kabupaten Enrekang tahun 2012. Berdasarkan

penelitian yang dilakukan dari 90 balita yang mendapat imunisasi tidak lengkap sebanyak 37 orang. Hasil dari uji Chi Square di peroleh nilai p = 0,045. Karena nilai p < 0,05 dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ada hubungan status imunisasi dengan kejadian ISPA pada balita.


(44)

Hasil penelitian ini juga sama dengan penelitian yang dilakukan oleh sukmawati yang berjudul Hubungan Status gizi, berat badan lahir, imunisasi dengan kejadian ISPA pada balita di wilayah kerja puskesmas Tunikamaseang Kecamatan Bontoa Kabupaten Maros. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, dari 50 responden didapat 27 responden yang tidak mendapatkan imunisasi lengkap. Hasil uji Chi Square yang dilakukan di peroleh nilai hitung p = 0,02. Dari hasil tersebut dapat diartikan bahwa ada hubungan antara imunisasi dengan kejadian ISPA pada balita.

D. Keterbatasan Penelitian

Dalam penelitian ini peneliti telah berupaya semaksimal mungkin untuk memperoleh data yang sebenarnya dan mengontrol kondisi yang berkaitan dengan proses dan hasil penelitian secara optimal, namun berbagai kendala tidak jarang muncul. Keterbatasan pada saat melaksanakan penelitian ini yaitu tidak menggunakan KMS untuk melihat status imunisasi pada balita sehingga peneliti tidak tahu apakah ibu yang memiliki balita jujur dengan jawabannya.


(45)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan terhadap 51 orang balita di puskesmas Teladan Medan Tahun 2014, maka peneliti dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Pada balita Sakit mayoritas balita menderita ISPA sebanyak 27 orang (52,9%) dan minoritas balita dengan penyakit lain sebanyak 24 orang (47,1%).

2. Pada status imunisasi mayoritas balita yang tidak mendapatkan imunisasi lengkap sebanyak 28 orang (54,9%) dan minoritas balita yang mendapatkan imunisasi lengkap sebanyak 23 orang (45,1%).

3. Berdasarkan hasil uji statistik hubungan antara status imunisasi dengan

kejadian infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) pada balita diperoleh nilai p

value = 0,038 (p < 0,05) maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan status imunisasi dengan kejadian ISPA pada balita.

4. Dalam penelitian ini peneliti hanya mengambil sampel dengan balita yang hanya menderita penyakit ISPA atau balita dengan penyakit lain.


(46)

B. Saran

Saran yang dapat peneliti simpulkan pada karya tulis ilmiah ini adalah: 1. Bagi Pelayanan kesehatan

Diharapkan hasil penelitian yang diperoleh dapat menjadi masukan setiap pelayanan kesehatan sehingga mampu memberikan konseling, informasi dan edukasi (KIE) tentang manfaat imunisasi lengkap dalam mencegah berbagai penyakit, sehingga dapat menurunkan angka kesakitan balita yang

disebabkan oleh ISPA maupun penyakit lain. 2. Bagi Tempat Penelitian

Diharapkan untuk Puskesmas Teladan Medan perlu melakukan pengkajian ulang apakah Balita yang berobat merupakan cakupan Imunisasi dari Puskesmas Teladan Medan.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Diharapkan pada peneliti selanjutnya agar dapat melanjutkan penelitian dengan judul yang sama serta sampel yang lebih banyak sebab peneliti menyadari masih banyak kekurangan dan dapat memakai penelitian ini sebagai referensi tambahan dan juga disarankan untuk memanfaatkan data KMS dan RM dalam status imunisasi dan morbiditas


(47)

DAFTAR PUSTAKA

Agussalim. 2011. Hubungan Pengetahuan,Status Imunisasi dan Keberadaan Perokok Dalam Rumah Dengan Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut Pada Balita di Puskesmas Peukan Bada Kabupaten Aceh Besar.

Alsagaff, Hood. 2002. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya: Airlangga University Press.

Eka, C. A. 2009. Faktor Resiko Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut

Layuk, R. R. Noer, N. & Wahiduddin. 2011. Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian ISPA Pada Balita di Lembang Batu Sura.

Marhamah & Arsin, A.A 2012. Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian ISPA Pada Anak Balita di Desa Bontongan Kabupaten Enrekang.

Maryunani, A. 2010 . Ilmu Kesehatan Anak dalam Kebidanan. Jakarta: Trans Info Media.

Marimbi, H. 2010. Tumbuh Kembang,Status Gizi dan Imunisasi Dasar Pada Balita. Yogyakarta: Nuha Medika

Misnadiarly. 2008. Penyakit Infeksi Saluran Napas Pneumonia. Jakarta: Pustaka Populer Obor.

Notoatmodjo. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Nursalam. 2008. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu

Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Sukmawati & Ayu, S. D. 2009. Hubungan Status Gizi, Berat Badan Lahir, Imunisasi Dengan Kejadian ISPA Pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Tunikamaseang Kecamatan Bontoa Kabupaten Maros.

Trisnawati, Y. & Juwarni 2012. Hubungan Merokok Orang Tua Dengan Kejadian ISPA Pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Rembang


(48)

LEMBAR KUESIONER

Nama Responden Umur

Umur Balita

: : : 1. Hepatitis B (0-7 hari)

Apakah baru lahir sampai bayi ibu pulang ke rumah sudah mendapatkan imunisasi?

Ya Tidak 2. BCG

Apakah balita ibu sebelum usia 2 bulan sudah mendapatkan imunisasi di lengan kanan atas ?

Ya Tidak 3. Polio

Apakah balita ibu sudah mendapatkan imunisasi yang ditetes di mulut dan sudah berapah kali mendapatkannya?

Ya Tidak 4. DPT/HB

Apakah balita ibu setelah usia 2 bulan sudah mendapatkan imunisasi yang disuntik dipaha dan sudah berapa kali mendapatkannya?

Ya

Tidak 5. Campak

Apakah balita ibu waktu usia 9 bulan sudah mendapatkan imunisasi Campak? Ya


(49)

Kode Balita sakit Status Imunisasi ISPA Penyakit lain Lengkap Tidak Lengkap

1 1 2

2 2 1

3 2 1

4 1 2

5 2 1

6 1 2

7 2 1

8 1 2

9 2 1

10 1 2

11 2 1

12 1 2

13 2 1

14 2 2

15 1 1

16 1 2

17 1 1

18 2 2

19 1 2

20 1 1

21 2 1

22 2 2

23 1 2

24 1 1

25 2 2

26 2 1

27 1 2

28 1 2

29 2 1

30 2 2

31 1 2

32 1 1

33 2 2

34 1 2

35 2 1

36 1 1

37 1 2


(50)

40 1 2

41 2 1

42 1 2

43 2 2

44 1 1

45 1 2

46 2 2

47 2 1

48 1 2

49 2 1

50 1 2

51 1 1

NB:

Balita Sakit 1: ISPA

2: Penyakit Lain

Status Imunisasi 1. Lengkap 2. Tidak Lengkap


(51)

Frequencies

Statistics status imunisasi N Valid

Missing

51

0

status imunisasi

Valid Cumulative Frequency Percent Percent Percent Valid tidak lengkap

lengkap Total 28 23 51 54.9 45.1 100.0 54.9 45.1 100.0 54.9 100.0 balita sakit

Valid Cumulative Frequency Percent Percent Percent Valid penyakit lain ispa Total 24 27 51 47.1 52.9 100.0 47.1 52.9 100.0 47.1 100.0 Crosstabs

Case Processing Summary Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

status imunisasi * balita


(52)

status imunisasi tidak lengkap Count 9 % within status

32.1% imunisasi

lengkap Count 15 % within status

65.2% imunisasi 19 67.9% 8 34.8% 2 8 100.0 % 2 Total Count 24

% within status

47.1% imunisasi 27 52.9% 5 1 100 0 status imunisasi * balita sakit Crosstabulation

balita sakit

penyakit lain ispa Total

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-

Pearson Chi-Square Continuity Correctionb Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association Value 5.545a 4.296 5.640 5.436 df 1 1 1 1 (2-sided) .019 .038 .018 .020 sided) .026 sided) .019

N of Valid Casesb 51

a. 0 cells (.0%) have expected coun t less than b. Computed only for a 2x2 table


(53)

Risk Estimate

95% Confidence Interval

Odds Ratio for status

Value Lower Upper

imunisasi (tidak .253 .079 .813

lengkap / lengkap) For cohort balita sakit = penyakit lain

For cohort balita sakit = ispa

N of Valid Cases

.493 1.951 51

.266 1.055

.912 3.608


(54)

(55)

(56)

(57)

(58)

(59)

(60)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

DATA PRIBADI

Nama

Tempat / Tanggal Lahir

Agama Nama Ayah Nama Ibu Anak ke Alamat : : : : : : :

Betty Adelina Simaremare Batangtoru / 29 Oktober 1991

Kristen Protestan A. Simaremare D. Sitanggang

Pertama

Aek Pining, Batangtoru (Tap-Sel)

RIWAYAT PENDIDIKAN

Tahun 1997 - 2003

Tahun 2003 - 2006 Tahun 2006 - 2009 Tahun 2009 - 2012 Tahun 2013 – 2014

: : :

: :

SD Perk. Batangtoru

SMP Negeri I Batangtoru SMA Negeri I Batangtoru D-III Akbid Darmo Medan


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

DATA PRIBADI

Nama

Tempat / Tanggal Lahir

Agama Nama Ayah Nama Ibu Anak ke Alamat : : : : : : :

Betty Adelina Simaremare

Batangtoru / 29 Oktober 1991

Kristen Protestan

A. Simaremare

D. Sitanggang

Pertama

Aek Pining, Batangtoru (Tap-Sel)

RIWAYAT PENDIDIKAN

Tahun 1997 - 2003

Tahun 2003 - 2006

Tahun 2006 - 2009

Tahun 2009 - 2012

Tahun 2013 – 2014

:

:

:

:

:

SD Perk. Batangtoru

SMP Negeri I Batangtoru

SMA Negeri I Batangtoru

D-III Akbid Darmo Medan

D-IV Bidan Pendidik FKEP USU


Dokumen yang terkait

Hubungan Paparan Asap Rumah Tangga dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut Bagian Atas pada Balita di Puskesmas Tegal Sari-Medan Tahun 2014

2 115 78

Hubungan Status Imunisasi dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada Balita 1-5 Tahun di Wilayah Kerja Puskesmas Desa Binjai

3 31 104

HUBUNGAN STATUS GIZI TERHADAP TERJADINYA INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI Hubungan Status Gizi Terhadap Terjadinya Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) Pada Balita Di Puskesmas Pajang Surakarta.

0 1 13

Hubungan Status Imunisasi dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada Balita 1-5 Tahun di Wilayah Kerja Puskesmas Desa Binjai

2 9 10

Hubungan Status Imunisasi dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada Balita 1-5 Tahun di Wilayah Kerja Puskesmas Desa Binjai

0 0 2

Hubungan Status Imunisasi dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada Balita 1-5 Tahun di Wilayah Kerja Puskesmas Desa Binjai

0 0 5

Hubungan Status Imunisasi dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada Balita 1-5 Tahun di Wilayah Kerja Puskesmas Desa Binjai

0 0 21

Hubungan Status Imunisasi dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada Balita 1-5 Tahun di Wilayah Kerja Puskesmas Desa Binjai

0 0 34

Hubungan Status Imunisasi dan Status Gizi dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada Balita

0 0 19

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) 1. Defenisi - Hubungan Status Imunisasi dengan Infeksi Saluran Pernapasan Akut Pada Balita Sakit (1-5 tahun) di Puskesmas Teladan Medan Tahun 2014

0 1 13