Studi Perbandingan Bahan Bakar Minyak Solar HSD Dicampur Dengan Bahan Bakar Minyak Nabati PPO Aplikasi Pada PLTD Titi Kuning
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD)
Pembangkit Listrik Tenaga Diesel ( PLTD ) ialah Pembangkit listrik yang
menggunakan mesin diesel sebagai penggerak mula (Prime mover) yang
mendapat energi dari bahan bakar cair yang dikenal sebagai minyak solar dan
mengubah energi tersebut menjadi energi mekanik dan dikopel dengan sebuah
generator untuk mengubah energi mekanik dari mesin diesel menjadi energi
listrik. Pembangkit Listrik Tenaga Diesel biasanya digunakan untuk memenuhi
kebutuhan listrik dalam jumlah beban kecil, terutama untuk daerah baru yang
terpencil atau untuk listrik pedesaan dan untuk memasok kebutuhan listrik suatu
pabrik.[2]
Prinsip kerja PLTD adalah dengan menggunakan mesin diesel. Mesin diesel
bekerja berdasarka siklus diesel. Mulanya udara dikompresi kedalam piston yang
kemudian di injeksi dengan bahan bakar ke dalam ruang bakar. Kemudian pada
tekanan tertentu, campuran bahan bakar dan udara akan terbakar dengan
sendirinya, kemudian terjadilah ledakan. Ledakan pada ruangan bakar tersebut
menyebabkan piston bergerak naik turun, dan gerakan inilah yang kemudian pada
poros engkol diubah menjadi energi putar. Poros engkol mesin diesel digunakan
untuk menggerakkan poros rotor generator. Oleh generator, energy mekanik
diubah menjadi energi listrik sehingga terjadi Gaya Gerak Listrik (GGL).
[2]
6
Universitas Sumatera Utara
2.1.1 Bagian-bagian Pembangkit Listrik Tenaga Diesel
Gambar 2.1. Pembangkit Listrik Tenaga Diesel
Dari gambar di atas dapat kita lihat bagian-bagian dari Pembangkit Listrik Tenaga
Diesel, yaitu :
1. Tangki penyimpanan bahan bakar.
2. Penyaring bahan bakar.
3. Tangki penyimpanan bahan bakar sementara (bahan bakar yang disaring).
4. Pengabut.
5. Mesin diesel.
6. Turbo charger.
7. Penyaring gas pembuangan.
8. Tempat pembuangan gas (bahan bakar yang disaring).
9. Generator.
10. Trafo.
11. Saluran transmisi.
7
Universitas Sumatera Utara
2.1.2 Prinsip Kerja PLTD
1. Bahan bakar dipompakan ke dalam penyimpanan sementara namun disaring
terlebih dahulu. Kemudian disimpan di dalam tangki penyimpanan sementara
(daily tank).
Jika bahan bakar adalah Bahan Bakar Minyak (BBM) maka bahan bakar dari
daily tank dipompakan ke Pengabut (nozzel), di sini bahan bakar dinaikan
temperaturnya hingga manjadi kabut.
2. Menggunakan kompresor udara bersih dimasukan ke dalam tangki udara start
melalui saluran masuk (intake manifold) kemudian dialirkan ke turbocharger.
Di dalam turbocharger tekanan dan temperatur udara dinaikan terlebih dahulu.
Udara yang dialirkan pada umumnya sebesar 500 psi dengan suhu mencapai
±600°C.
3. Udara yang bertekanan dan bertemperatur tinggi dimasukan ke dalam ruang
bakar (combustion chamber)
4. Bahan bakar dari convertion kit (untuk BBG) atau nozzel (untuk BBM)
kemudian diinjeksikan ke dalam ruang bakar (combustion chamber).
5. Di dalam mesin diesel terjadi penyalaan sendiri, karena proses kerjanya
berdasarkan udara murni yang dimanfaatkan di dalam silinder pada tekanan
yang tinggi (35 - 50 atm), sehingga temperatur di dalam silinder naik. Dan
pada saat itu bahan bakar disemprotkan dalam silinder yang bertemperatur dan
bertekanan tinggi melebihi titik nyala bahan bakar sehingga akan menyala
secara otomatis yang menimbulkan ledakan bahan bakar.Ledakan pada ruang
bakar tersebut menggerak torak/piston yang kemudian pada poros engkol
dirubah menjadi energi mekanis.
8
Universitas Sumatera Utara
6. Tekanan gas hasil pembakaran bahan bakar dan udara akan mendorong torak
yang dihubungkan dengan poros engkol menggunakan batang torak, sehingga
torak dapat bergerak bolak-balik (reciprocating). Gerak bolak-balik torak akan
diubah menjadi gerak rotasi oleh poros engkol (crank shaft). Dan sebaliknya
gerak rotasi poros engkol juga diubah menjadi gerak bolak-balik torak pada
langkah kompresi.
7. Poros engkol mesin diesel digunakan untuk menggerakan poros rotor generator.
Oleh generator energi mekanis ini dirubah menjadi energi listrik sehingga
terjadi gaya geral listrik (ggl).
2.2 Mesin Diesel
Mesin diesel adalah salah satu jenis motor torak yang biasanya disebut motor
bakar. Motor bakar atau lebih dikenal dengan nama mesin pembakaran dalam
(Internal Combustion Engine) adalah suatu jenis pesawat yang prinsip kerjanya
mengubah energi kimia bahan bakar menjadi energi kalor, kemudian diubah lagi
menjadi energi mekanik atau gerak. Proses pembakaran berlangsung di dalam
motor bakar itu sendiri, sehingga gas pembakaran yang terjadi sekaligus berfungsi
sebagai fluida kerja.[3]
Karakteristik utama dari mesin diesel yang membedakannya dari motor
bakar yang lain terletak pada metode penyalaan bahan bakarnya. Mesin diesel
sebagai penggerak mula PLTD yang berfungsi menghasilkan tenaga mekanis
dipergunakan untuk memutar rotor generator.
Dalam mesin diesel bahan bakar diinjeksikan kedalam silinder yang berisi
udara bertekanan tinggi. Selama proses pengkompresian udara dalam silinder
9
Universitas Sumatera Utara
mesin, suhu udara meningkat, sehingga ketika bahan bakar yang berbentuk kabut
halus bersinggungan dengan udara panas ini, maka bahan bakar akan menyala
dengan sendirinya tanpa bantuan alat penyala lain. Karena alasan ini mesin diesel
juga disebut mesin penyalaan kompresi (Compression Ignition Engines). [4]
Langkah kerja mesin diesel PLTD pada umumnya sebagai berikut:
Gambar 2.2 Siklus 4 Langkah Mesin Diesel
1. Langkah Isap
Pada langkah isap, torak bergerak turun, ditarik oleh batang engkol(r) yang
bergerak menjauhi kepala silinder yang menimbulkan vakum dalam silinder,
dan udara luar ditarik atau dihisap kedalam silinder melalui katup pemasukan
yang sampai torak mencapai titik math bawah (TMB)
2. Langkah Kompresi
Pada langkah kompresi pemasukan dan ditutup dan torak yang didorong
ke atas oleh engkol, menekan udara dalam silinder dan menaikkan suhu.
Segera sebelum torak mencapai Titik Mati Atas (TMA), maka bahan bakar cair
10
Universitas Sumatera Utara
dalam bentuk semprotan kabut dimasukkan ke dalam udara panas dalam
silinder.
3. Langkah Daya /Usaha (Power Stroke)
Langkah ini adalah akhir dari langkah kedua, gas panas mendorong torak
turun dan maju. Gas mengembang dari volume silinder yang membesar dan
melalui batang engkol, kemudian engkol meneruskan energi yang ditimbulkan
kepada poros engkol berputar.
4. Langkah Buang (Exchaust Stroke)
Segera sebelum torak mencapai TMA, katup buang (e) membuka dan hasil
pembankaran yang panas dan masih bertekanan tinggi mulai dari lubang buang
keluar. Torak bergerak ke atas didorong oleh engkol membuang hasil
pembakaran yang tersisa. Begitu seterusnya sehingga terjadi siklus pergerakan
piston yang tidak berhenti. Siklus ini tidak akan berhenti selama faktor yang
mendukung siklus tersebut tidak ada yang terputus.
Siklus diesel dapat dilihat pada gambar 2.2 proses yang terjadi pada siklus
diesel adalah :
Proses a-b : Langkah kompresi.
Proses b-c : Proses pemasukan kalor pada tekanan konstan.
Proses c-d : Langkah ekspansi.
Proses d-a : Proses pembuangan kalor pada volume konstan. [5]
Gambar.2.3 Diagram P-V – T-S menggambarkan diagram siklus diesel ideal.
Siklus tersebut terdiri dari empat prosesberantai yang reversible secara internal.
11
Universitas Sumatera Utara
Proses 1-2 : Kompresi esentropik
Proses 2-3 : Penambahan kalor
Proses 3-4 : Ekspansi isentropik
Proses 4-1 : Pelepasan kalor pada volume konstan
Gambar 2.3 Diagram Siklus PV-TS
2.3
Bahan Bakar Cair
Bahan bakar cair seperti minyak tungku/ furnace oil dan LSHS (low sulphur
heavy stock) terutama digunakan dalam penggunaan industri. Berbagai sifat bahan
bakar cair diberikan dibawah ini. [6]
2.3.1 Densitas
Densitas didefinisikan sebagai perbandingan massa bahan bakar terhadap
volum bahan bakar pada suhu acuan 15°C. Densitas diukur dengan suatu alat yang
disebut hydrometer. Pengetahuan mengenai densitas ini berguna untuk
penghitungan kuantitatif dan pengkajian kualitas penyalaan. Satuan densitas
adalah kg/m3.
12
Universitas Sumatera Utara
2.3.2 Specific gravity
Didefinisikan sebagai perbandingan berat dari sejumlah volum minyak
bakar terhadap berat air untuk volum yang sama pada suhu tertentu. Densitas
bahan bakar, relatif terhadap air, disebut specific gravity. Specific gravity air
ditentukan sama dengan 1.
Karena specific gravity adalah perbandingan, maka tidak memiliki satuan.
Pengukuran specific gravity biasanya dilakukan dengan hydrometer. Specific
gravity digunakan dalam penghitungan yang melibatkan berat dan volum.
2.3.3 Viskositas
Viskositas suatu fluida merupakan ukuran resistansi bahan terhadap aliran.
Viskositas tergantung pada suhu dan berkurang dengan naiknya suhu. Viskositas
diukur dengan Stokes / Centistokes. Kadang-kadang viskositas juga diukur dalam
Engler, Saybolt atau Redwood. Tiap jenis minyak bakar memiliki hubungan suhu
– viskositas tersendiri. Pengukuran viskositas dilakukan dengan suatu alat yang
disebut Viskometer. Viskositas merupakan sifat yang sangat penting dalam
penyimpanan dan penggunaan bahan bakar minyak. Viskositas mempengaruhi
derajat pemanasan awal yang diperlukan untuk handling, penyimpanan dan
atomisasi yang memuaskan. Jika minyak terlalu kental,maka akan menyulitkan
dalam pemompaan, sulit untuk menyalakan burner, dan sulit dialirkan. Atomisasi
yang jelek akam mengakibatkan terjadinya pembentukan endapan karbon pada
ujung burner atau pada dinding-dinding. Oleh karena itu pemanasan awal penting
untuk atomisasi yang tepat.
13
Universitas Sumatera Utara
2.3.4 Titik Nyala
Titik nyala suatu bahan bakar adalah suhu terendah dimana bahan bakar
dapat dipanaskan sehingga uap mengeluarkan nyala sebentar bila dilewatkan suatu
nyala api. Titik nyala untuk minyak tungku/ furnace oil adalah 66 0C.
2.3.5 Titik Tuang
Titik tuang suatu bahan bakar adalah suhu terendah dimana bahan bakar
akan tertuang atau mengalir bila didinginkan dibawah kondisi yang sudah
ditentukan. Ini merupakan indikasi yang sangat kasar untuk suhu terendah dimana
bahan bakar minyak siap untuk dipompakan.
2.3.6 Panas Jenis
Panas jenis adalah jumlah kKal yang diperlukan untuk menaikan suhu 1 kg
minyak sebesar 10C. Satuan panas jenis adalah kkal/kg0C. Besarnya bervariasi
mulai dari 0,22 hingga 0,28 tergantung pada specific gravity minyak. Panas jenis
menentukan berapa banyak steam atau energi listrik yang digunakan untuk
memanaskan minyak ke suhu yang dikehendaki. Minyak ringan memiliki panas
jenis yang rendah, sedangkan minyak yang lebih berat memiliki panas jenis yang
lebih tinggi.
2.3.7 Nilai Kalor
Nilai kalor merupakan ukuran panas atau energi yang dihasilkan., dan
diukur sebagai nilai kalor kotor/ gross calorific value atau nilai kalor netto/ nett
calorific value. Perbedaannya ditentukan oleh panas laten kondensasi dari uap air
yang dihasilkan selama proses pembakaran. Nilai kalor kotor/. gross calorific
14
Universitas Sumatera Utara
value (GCV) mengasumsikan seluruh uap yang dihasilkan selama proses
pembakaran sepenuhnya terembunkan/terkondensasikan. Nilai kalor netto (NCV)
mengasumsikan air yang keluar dengan produk pengembunan tidak seluruhnya
terembunkan. Bahan bakar harus dibandingkan berdasarkan nilai kalor netto.
Nilai kalor batubara bervariasi tergantung pada kadar abu, kadar air dan
jenis batu baranya sementara nilai kalor bahan bakar minyak lebih konsisten.
GCV untuk beberapa jenis bahan bakar cair yang umum digunakan terlihat
dibawah ini:
Tabel 2.1 Nilai kalor kotor (GCV) untuk beberapa bahan bakar minyak ( Diambil
dari Thermax India Ltd.)
Bahan bakar minyak
Minyak tanah
Minyak diesel
L.D.O
MinyakTungku/furnace
LSHS
Nilai kalor kotor (GCV)
(Kkal/Kg )
11100
10800
10700
10500
10600
2.3.8 Sulfur
Jumlah sulfur dalam bahan bakar minyak sangat tergantung pada sumber
minyak mentah dan pada proses penyulingannya. Kandungan normal sulfur untuk
residu bahan bakar minyak (minyak furnace) berada pada 2 - 4 %. Kandungan
sulfur untuk berbagai bahan bakar minyak. Kerugian utama dari adanya sulfur
adalah resiko korosi oleh asam sulfat yang terbentuk selama dan sesudah
pembakaran, dan pengembunan di cerobong asap, pemanas awal udara dan
economizer.
15
Universitas Sumatera Utara
2.3.9 Kadar Abu
Kadar abu erat kaitannya dengan bahan inorganik atau garam dalam bahan
bakar minyak. Kadar abu pada distilat bahan bakar diabaikan. Residu bahan bakar
memiliki kadar abu yang tinggi. Garam-garam tersebut mungkin dalam bentuk
senyawa sodium, vanadium, kalsium, magnesium, silikon, besi, alumunium, nikel,
dll. Umumnya, kadar abu berada pada kisaran 0,03 – 0,07 %. Abu yang
berlebihan dalam bahan bakar cair dapat menyebabkan pengendapan kotoran pada
peralatan pembakaran. Abu memiliki pengaruh erosi pada ujung burner,
menyebabkan kerusakan pada refraktori pada suhu tinggi dapat meningkatkan
korosi suhu tinggi dan penyumbatan peralatan.
2.3.10 Residu Karbon
Residu karbon memberikan kecenderungan pengendapan residu padat
karbon pada permukaan panas, seperti burner atau injeksi nosel, bila kandungan
yang mudah menguapnya menguap. Residu minyak mengandung residu karbon 1
persen atau lebih. [6]
2.3.11 Kadar Air
Kadar air minyak tungku/furnace pada saat pemasokan umumnya sangat
rendah sebab produk disuling dalam kondisi panas. Batas maksimum 1%
ditentukan sebagai standar. Air dapat berada dalam bentuk bebas atau emulsi dan
dapat menyebabkan kerusakan dibagian dalam permukaan tungku selama
pembakaran terutama jika mengandung garam terlarut. Air juga dapat
menyebabkan percikan nyala api di ujung burner, yang dapat mematikan nyala
api, menurunkan suhu nyala api atau memperlama penyalaan. [6]
16
Universitas Sumatera Utara
2.4 Bahan Bakar Solar
Minyak solar adalah bahan bakar minyak hasil sulingan dari minyak bumi
mentah, bahan bakar ini mempunyai warna kuning cokelat yang jernih.
Minyak solar ini biasa digunakan sebagai bahan bakar pada semua jenis motor
diesel dan juga sebagai bahan bakar untuk pembakaran langsung didalam dapurdapur kecil yang menghendaki hasil pembakaran yang bersih. Minyak ini sering
disebut juga sebagai gas oil, ADO, HSD, atau Dieseline. Temperatur biasa,
artinya pada suhu kamar tidak menguap dan titik nyalanya jauh lebih tinggi dari
pada bahan bakar bensin.
Kualitas solar dinyatakan dengan angka setana atau cetane number (CN).
Bilangan setana yaitu besar prosentase volume normal cetane dalam campurannya
dengan methylnaphthalene yang menghasikan karakteristik pembakaran yang
sama dengan solar. Secara umum solar dapat di klasifikasikan sebagai berikut: (1)
Light Diesel Fuel (LDF) mempunyai CN=50, (2) Medium Diesel Fuel (MDF)
mempunyai CN=50, dan (3) Heavy Diesel Fuel (HDF) mempunyai CN=35.
LDF dan MDF sering dikatakan sebagai solar no.1 dan 2. Kedua jenis solar ini
sebenarnya letak perbedaanya adalah pada efek pelumasannya saja. LDF dalam
hal ini lebih encer, jernih, dan ringan, sedang MDF lebih gelap, berat dan dalam
pemakaiannya dalam motor bakar diperlukan syarat-syarat khusus.
Bahan bakar diesel biasa juga disebut dengan light oil atau solar, yaitu
suatu campuran dari hidrokarbon yang telah didestilasi setelah bensin dan minyak
tanah dari minyak mentah pada temperatur 200℃ sampai 340℃. Bahan bakar
jenis ini atau biasa disebut sebagai bahan bakar solar sebagian besar digunakan
17
Universitas Sumatera Utara
untuk menggerakan motor diesel. Bahan bakar diesel (solar) mempunyai sifat
utama sebagai berikut:
(1) Tidak berwarna atau sedikit kekuning-kuningan dan berbau
(2) Encer dan tidak menguap dibawah temperatur normal,
(3) Titik nyala tinggi 40℃ sampai 100℃ ,
(4) Terbakar spontan pada 350℃, sedikit di bawah bensin,
(5) Berat jenis 0,82 s/d 0,87
(6) Menimbulkan panas yang besar (10.917 kkal/kg), dan
(7) Mempunyai kandungan sulphur yang lebih besar dibanding dengan bensin.
Syarat-syarat penggunaan solar sebagai bahan bakar harus memperhatikan
kualitas solar, antara lain adalah sebagai berikut:
(1) Mudah terbakar, artinya waktu tertundanya pembakaran harus pendek/singkat,
sehingga mesin mudah dihidupkan. Solar harus memungkinkan kerja mesin
yang lembut dengan sedikit knocking.
(2) Tetap encer pada suhu dingin (tidak mudah membeku), menunjukan solar
harus tetap cair pada suhu rendah sehingga mesin akan mudah dihidupkan
dan berputar lembut.
(3) Daya pelumasan, artinya solar juga berfungsi sebagai pelumas untuk pompa
injeksi dan nossel. Oleh karena itu harus mempunyai sifat dan daya lumas
yang baik.
18
Universitas Sumatera Utara
(4) Kekentalan, berkait dengan syarat melumas dalam arti solar harus memiliki
kekentalan yang baik sehingga mudah untuk dapat di semprotkan oleh
injector.
(5) Kandungan sulphur, karakteristik sulphur yang dapat merusak pemakaian
komponen mesin sehingga mempersyaratkan kandungan sulphur solar harus
sekecil mungkin (< 1 %) dan
(6) Angka setana, yaitu suatu cara untuk mengontrol bahan bakar solar dalam
kemampuan untuk mencegah terjadinya knoking, tingkat yang lebih besar
memiliki kemampuan yang lebih baik.
Menurut peraturan direktorat jendral minyak dan gas (Ditjen Migas)
No.113.K/72/DJM/1999, tanggal 27 oktober 1999 tentang spesifikasi bahan bakar
minyak dan gas menetapkan batasan-batasan untuk minyak solar sebagai berikut:
Tabel 2.2 Batasan sifat bahan bakar solar menurut Ditjen Migas
Sifat
Specific gravity at 60/60°F
Color ASTM
Cetane
number,
or
alternatively
Calculate cetane index
Cinematic viscosity at 100°F
Viscosity SSU at 100°F, sec
Pour point °c
Sulfur content %wt
Conradson carbon residu %
wt
Water content % wt
Sediment % wt
Ash content % wt
Total acid number mg KOH/gr
Batasan
Min
0,820
45
Batasan
Max
0,870
3,0
48
-
1,6
35
-
5,8
45
65
0,5
-
0,1
-
0,05
0,01
0,01
0,6
19
Universitas Sumatera Utara
Flash point PM cc°F
Recovery at 300°c % vol
Nilai kalor (Kcal/Kg)
150
40
10.917
10.917
Sumber: www.pertamina.com
2.5 Bahan Bakar Nabati ( Minyak Kelapa Sawit)
Bahan bakar nabati adalah semua bahan bakar yang berasal dari minyak
nabati. BNN dapat berupa Bio-diesel, Bio-etanol, Bio-oil.
Minyak kelapa sawit merupakan salah satu jenis bahan dasar untuk pembuatan
bahan bakar biodiesel. Proses pembuatan biodiesel dari kelapa sawit adalah
melalui proses transesterifikasi, dilanjutkan dengan pencucian, pengeringan dan
terakhir filtrasi, tetapi jika bahan baku dari CPO maka sebelumnya perlu
dilakukan esterfikasi. Minyak kelapa dapat dimanfaatkan secara langsung menjadi
bahan bakar selayaknya solar. Minyak kelapa memiliki kekentalan 50-60 centi
stokes, sedangkan solar 5 centi stokes. Suhu antara 80℃−90℃, minyak kelapa
memiliki kekentalan yang setara dengan solar. Salah satu inovasi yang
dikembangkan Departemen Teknik Pertanian IPB yaitu dengan memanfaatkan
suhu knalpot untuk mengubah kekentalan minyak kelapa agar sama dengan solar.
Gas buang knalpot memiliki temperatur 350℃−360℃ sehingga diperlukan koil
pendingin untuk menurunkan temperatur knalpot, kemudian minyak kelapa
melalui sebuah selang dialirkan melalui knalpot sebelum menuju ke ruang
pembakaran motor diesel.
Minyak kelapa dapat digunakan sebagai bahan bakar alternatif atau bahan
campuran minyak solar karena terdapat asam-asam yang mengandung unsur
karbon sebagai salah satu komponen pembakaran. Tiga macam asam tersebut
20
Universitas Sumatera Utara
adalah asam oleic, asam linoleic, dan asam lauric. Ada karakteristik penting
campuran minyak kelapa dengan minyak solar:
a). berat jenis dan viskositas sedikit lebih tinggi dari pada minyak solar,
b). memiliki angka setana lebih rendah dari pada minyak solar,
c). nilai panas atau nilai kalor relatif lebih rendah dari pada minyak solar.
Cara seperti ini tentunya lebih murah dibandingkan dengan memanfaatkan
kokodiesel, yaitu minyak kelapa yang telah melalui proses industri untuk diubah
menjadi biodiesel. Selain itu, kelapa merupakan tanaman yang umum tumbuh di
daerah pesisir, menjadikannya sumber bahan bakar yang potensial bagi nelayan
setempat yang cenderung mengalami kesulitan bahan bakar, baik masalah harga
maupun ketersediannya. Minyak kelapa yang dimanfaatkan adalah minyak kelapa
yang telah melalui proses pemanasan guna menghilangkan asam lemak bebasnya.
2.6 Konsumsi Bahan Bakar
Konsumsi bahan bakar spesifik adalah parameter unjuk kerja mesin yang
berhubungan langsung dengan nilai ekonomis sebuah mesin, karena dengan
mengetahui hal ini dapat dihitung jumlah bahan bakar yang dibutuhkan untuk
menghasilkan sejumlah daya dalam selang waktu tertentu. Pengukuran SFC terdiri
dari dua basis pengukuran yaitu: SFC berbasis beban dan SFC berbasis periode.
SFC berbasis beban adalah SFC yang diukur pada beban tetap dengan mengukur
laju (flow/jam) bahan bakar dibagi dengan daya output generator. Dengan
demikian formula SFC dapat ditulis sebagai berikut: [7]
21
Universitas Sumatera Utara
SFC =
Laju (flow )bahan bakar �liter �h �
Output Generator ,(kW )
(Liter/kWh)
Pers (1)
Sedangkan SFC periode adalah SFC yang diukur pada periode tertentu yaitu
dengan mengukur laju (flow) bahan bakar pada periode waktu tertentu dibagi
dengan output (kWh) yang dihasilkan generator selama periode waktu tersebut.
Dengan demikian formula SFC berbasis periode dapat ditulis sebagai berikut:[7]
SFC =
Jumlah bahan bakar pada suatu periode waktu (liter )
Produksi kWh ge nerator pada suatu periode waktu (kWh )
Pers (2)
2.7 Efisiensi Thermal
Kerja yang dihasilkan selalu lebih kecil dari pada energi yang dibangkitkan
piston karena sejumlah energi hilang akibat adanya rugi–rugi mekanis
(mechanical losses). Dengan alasan ekonomis perlu dicari kerja maksimum yang
dapat dihasilkan dari pembakaran sejumlah bahan bakar. Efisiensi ini sering
disebut sebagai efisiensi termal brake (brake thermal efficiency)
η=
Daya Keluaran (P)
Laju Panas yang masuk (Q)
x 100 %
Pers (3)
Laju panas yang masuk Q dapat dihitung dengan :
Q = �� � ���
dimana,
Pers (4)
�� = Laju aliran bahan bakar (Kg/jam)
LHV = nilai kalor bawah bahan bakar (J/kg)
Jika daya P dalam satuan kW, laju aliran bahan bakar dalam satuan kg/jam, maka
22
Universitas Sumatera Utara
η =�
�
� .���
. 3600
Pers (5)
2.8 Heat Rate
Reaksi kimia antara bahan bakar dengan oksigen dari udara menghasilkan
panas. Besarnya panas yang ditimbulkan jika satu satuan bahan bakar dibakar
sempurna disebut nilai kalor bahan bakar (Calorific Value, CV).
Bedasarkan asumsi ikut tidaknya panas laten pengembunan uap air dihitung
sebagai bagian dari nilai kalor suatu bahan bakar, maka nilai kalor bahan bakar
dapat dibedakan menjadi nilai kalor atas dan nilai kalor bawah. Nilai kalor atas
(High Heating Value,HHV), merupakan nilai kalor yang diperoleh secara
eksperimen dengan menggunakan kalorimeter dimana hasil pembakaran bahan
bakar didinginkan sampai suhu kamar sehingga sebagian besar uap air yang
terbentuk dari pembakaran hidrogen mengembun dan melepaskan panas latennya.
Secara teoritis, besarnya nilai kalor atas (HHV) dapat dihitung bila diketahui
komposisi bahan bakarnya dengan menggunakan persamaan
HHV = 34080 C + 141790 (�2 −
�2
8
) + 9200 S
Pers (6)
Dimana ,
HHV = Nilai Kalor atas (J/Kg)
C = Persentase karbon dalam bahan bakar
H2 = Persentase hydrogen dalam bahan bakar
O2 = Persentase Oksigen dalam bahan bakar
S = Persentase sulfur dalam bahan bakar
Nilai kalor bawah (low Heating Value, LHV), merupakan nilai kalor bahan bakar
tanpa panas laten yang berasal dari pengembunan uap air.
23
Universitas Sumatera Utara
Umumnya kandungan hidrogen dalam bahan bakar cair berkisar 15 % yang berarti
setiap satu satuan bahan bakar, 0,15 bagian merupakan hidrogen. Pada proses
pembakaran sempurna, air yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar adalah
setengah dari jumlah mol hidrogennya. Selain berasal dari pembakaran hidrogen,
uap air yang terbentuk pada proses pembakaran dapat pula berasal dari kandungan
air yang memang sudah ada didalam bahan bakar (moisture). Panas laten
pengkondensasian uap air pada tekanan parsial 20 kN/m2 (tekanan yang umum
timbul pada gas buang) adalah sebesar 2400 kJ/kg, sehingga besarnya nilai kalor
bawah (LHV) dapat dihitung berdasarkan persamaan berikut :
LHV = HHV – 2400 (M + 9 H2)
Pers (7)
LHV = Nilai Kalor Bawah (J/kg)
M
= Persentase kandungan air dalam bahan bakar (moisture)
Dalam perhitungan efisiensi panas dari motor bakar, dapat menggunakan nilai
kalor bawah (LHV) dengan asumsi pada suhu tinggi saat gas buang meninggalkan
mesin tidak terjadi pengembunan uap air. Namun dapat juga menggunakan nilai
kalor atas (HHV) karena nilai tersebut umumnya lebih cepat tersedia. Peraturan
pengujian berdasarkan ASME (American of Mechanical Enggineers) menentukan
penggunaan nilai kalor atas (HHV),sedangkan peraturan SAE (Society of Automot
ive Engineers) menentukan penggunaan nilai kalor bawah (LHV).
2.9 Pembakaran
Pembakaran adalah reaksi kimia dari unsur-unsur bahan bakar dengan zat
asam yang kemudian menghasilkan panas yang disebut heat energy. Oleh karena
itu pada setiap pembakaran diperlukan bahan bakar, zat asam dan suhu yang
24
Universitas Sumatera Utara
cukup tinggi untuk awal mulanya pembakaran. Proses pembakaran pada motor
diesel tidak berlangsung dalam beberapa tahapan. Disamping itu penyemprotan
bahan bakar juga tidak dilaksanakan sekaligus, tetapi berlangsung antara 30-40
derajat sudut engkol. Dalam hal ini tekanan udara akan naik selama langkah
kompresi berlangsung.
Apabila suatu reaksi kimia terjadi, molekul-molekul reaktan akan diuraikan
dan kemudia tersusun kembali membentuk produk (gas hasil pembakaran). Suatu
bahan bakar dapat dikatakan telah terbakar sempurna jika kandungan seluruh
karbon yang terdapat didalam bahan bakar yang dibakar berubah menjadi
karbondioksida (CO2) dan seluruh hydrogen yang dibakar menjadi air (H2O).
Sebaliknya apabila kondisi tersebut tidak terpenuhi maka dikatakan proses
pembakaran tidak sempurna.
Reaksi pembakaran tersebut dapat dinyatakan dengan persamaan reaksi kimia
sebagai berikut :
Reaktan-reaktan
Produk-produk
Atau
Bahan bakar + Pengoksidasi
Produk-produk
Reaksi pembakaran sempurna dari hydrogen dengan oksigen sebagai berikut :
2 H2
+
O2
=
2H2O
Pembakaran dapat didefinisikan sebagai reaksi (oksidasi) yang berlangsung
sangat cepat (0,001-0,002 detik) disertai pelepasan energi. Ada tiga klasifikasi
kecepatan pembakaran, yaitu:
1). Explosive adalah proses pembakaran dengan laju pembakaran sangat cepat dan
tidak menampakkan adanya gelombang ledakan,
25
Universitas Sumatera Utara
2). Deflagaration yaitu pembakaran dengan perambatan api subsonic
3). Detonation adalah pembakaran dengan perambatan api supersonic.
Gambar 2.4 Proses Pembakaran Mesin Diesel
Tahapan Pembakaran Pada Motor Diesel :
a. Pembakaran Tertunda (A-B)
Tahap ini merupakan tahap persiapan pembakaran. Bahan bakar
disemprotkan oleh injektor berupa kabut ke udara panas dalam ruang bakar
sehingga menjadi campuran yang mudah terbakar. Tahap ini bahan bakar belum
terbakar atau dengan kata lain pembakaran belum dimulai. Pembakaran dimulai
pada titik B, peningkatan tekanan terjadi secara konstan, karena piston terus
bergerak menuju TMA.
26
Universitas Sumatera Utara
b. Rambatan Api (B-C)
Campuran yang mudah terbakar telah terbentuk dan merata diseluruh
bagian dalam ruang bakar. Awal pembakaran mulai terjadi di beberapa bagian
dalam silinder. Pembakaran ini berlangsung sangat cepat sehingga terjadilah
letupan (explosive).
Letupan ini berakibat tekanan dalam silinder meningkat dengan cepat. Akhir tahap
ini disebut tahap pembakaran letupan dengan tekanan 30 kg/cm².
c. Pembakaran Langsung (C-D)
Injektor terus menyemprotkan bahan bakar dan terakhir pada titik D
karena injeksi bahan bakar terus berlangsung didalam udara yang bertekanan dan
bersuhu tinggi, maka bahan bakar yang di injeksi akan langsung terbakar.
Tahap ini pembakaran dikontrol oleh jumlah bahan bakar yang diinjeksikan,
sehingga tahap ini disebut tahap pengontrolan pembakaran.
d. Pembakaran Lanjutan (D-E)
Dititik D, injeksi bahan bakar berhenti, namun bahan bakar masih ada
yang belum terbakar. Periode ini sisa bahan bakar diharapkan akan terbakar
seluruhnya. Apabila tahap ini terlalu panjang akan menyebabkan suhu gas buang
meningkat dan efisiensi pembakaran berkurang.
Beberapa penyebab terjadinya tertundanya pembakaran disebabkan jenis dan
kualitas bahan bakar, temperatur udara yang dikompresikan, turbulensi udara,
sistem pengabutan yang tidak sempurna, kondisi injektor yang tidak layak pakai,
dan kerja pompa injeksi yang kurang baik.
27
Universitas Sumatera Utara
LANDASAN TEORI
2.1 Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD)
Pembangkit Listrik Tenaga Diesel ( PLTD ) ialah Pembangkit listrik yang
menggunakan mesin diesel sebagai penggerak mula (Prime mover) yang
mendapat energi dari bahan bakar cair yang dikenal sebagai minyak solar dan
mengubah energi tersebut menjadi energi mekanik dan dikopel dengan sebuah
generator untuk mengubah energi mekanik dari mesin diesel menjadi energi
listrik. Pembangkit Listrik Tenaga Diesel biasanya digunakan untuk memenuhi
kebutuhan listrik dalam jumlah beban kecil, terutama untuk daerah baru yang
terpencil atau untuk listrik pedesaan dan untuk memasok kebutuhan listrik suatu
pabrik.[2]
Prinsip kerja PLTD adalah dengan menggunakan mesin diesel. Mesin diesel
bekerja berdasarka siklus diesel. Mulanya udara dikompresi kedalam piston yang
kemudian di injeksi dengan bahan bakar ke dalam ruang bakar. Kemudian pada
tekanan tertentu, campuran bahan bakar dan udara akan terbakar dengan
sendirinya, kemudian terjadilah ledakan. Ledakan pada ruangan bakar tersebut
menyebabkan piston bergerak naik turun, dan gerakan inilah yang kemudian pada
poros engkol diubah menjadi energi putar. Poros engkol mesin diesel digunakan
untuk menggerakkan poros rotor generator. Oleh generator, energy mekanik
diubah menjadi energi listrik sehingga terjadi Gaya Gerak Listrik (GGL).
[2]
6
Universitas Sumatera Utara
2.1.1 Bagian-bagian Pembangkit Listrik Tenaga Diesel
Gambar 2.1. Pembangkit Listrik Tenaga Diesel
Dari gambar di atas dapat kita lihat bagian-bagian dari Pembangkit Listrik Tenaga
Diesel, yaitu :
1. Tangki penyimpanan bahan bakar.
2. Penyaring bahan bakar.
3. Tangki penyimpanan bahan bakar sementara (bahan bakar yang disaring).
4. Pengabut.
5. Mesin diesel.
6. Turbo charger.
7. Penyaring gas pembuangan.
8. Tempat pembuangan gas (bahan bakar yang disaring).
9. Generator.
10. Trafo.
11. Saluran transmisi.
7
Universitas Sumatera Utara
2.1.2 Prinsip Kerja PLTD
1. Bahan bakar dipompakan ke dalam penyimpanan sementara namun disaring
terlebih dahulu. Kemudian disimpan di dalam tangki penyimpanan sementara
(daily tank).
Jika bahan bakar adalah Bahan Bakar Minyak (BBM) maka bahan bakar dari
daily tank dipompakan ke Pengabut (nozzel), di sini bahan bakar dinaikan
temperaturnya hingga manjadi kabut.
2. Menggunakan kompresor udara bersih dimasukan ke dalam tangki udara start
melalui saluran masuk (intake manifold) kemudian dialirkan ke turbocharger.
Di dalam turbocharger tekanan dan temperatur udara dinaikan terlebih dahulu.
Udara yang dialirkan pada umumnya sebesar 500 psi dengan suhu mencapai
±600°C.
3. Udara yang bertekanan dan bertemperatur tinggi dimasukan ke dalam ruang
bakar (combustion chamber)
4. Bahan bakar dari convertion kit (untuk BBG) atau nozzel (untuk BBM)
kemudian diinjeksikan ke dalam ruang bakar (combustion chamber).
5. Di dalam mesin diesel terjadi penyalaan sendiri, karena proses kerjanya
berdasarkan udara murni yang dimanfaatkan di dalam silinder pada tekanan
yang tinggi (35 - 50 atm), sehingga temperatur di dalam silinder naik. Dan
pada saat itu bahan bakar disemprotkan dalam silinder yang bertemperatur dan
bertekanan tinggi melebihi titik nyala bahan bakar sehingga akan menyala
secara otomatis yang menimbulkan ledakan bahan bakar.Ledakan pada ruang
bakar tersebut menggerak torak/piston yang kemudian pada poros engkol
dirubah menjadi energi mekanis.
8
Universitas Sumatera Utara
6. Tekanan gas hasil pembakaran bahan bakar dan udara akan mendorong torak
yang dihubungkan dengan poros engkol menggunakan batang torak, sehingga
torak dapat bergerak bolak-balik (reciprocating). Gerak bolak-balik torak akan
diubah menjadi gerak rotasi oleh poros engkol (crank shaft). Dan sebaliknya
gerak rotasi poros engkol juga diubah menjadi gerak bolak-balik torak pada
langkah kompresi.
7. Poros engkol mesin diesel digunakan untuk menggerakan poros rotor generator.
Oleh generator energi mekanis ini dirubah menjadi energi listrik sehingga
terjadi gaya geral listrik (ggl).
2.2 Mesin Diesel
Mesin diesel adalah salah satu jenis motor torak yang biasanya disebut motor
bakar. Motor bakar atau lebih dikenal dengan nama mesin pembakaran dalam
(Internal Combustion Engine) adalah suatu jenis pesawat yang prinsip kerjanya
mengubah energi kimia bahan bakar menjadi energi kalor, kemudian diubah lagi
menjadi energi mekanik atau gerak. Proses pembakaran berlangsung di dalam
motor bakar itu sendiri, sehingga gas pembakaran yang terjadi sekaligus berfungsi
sebagai fluida kerja.[3]
Karakteristik utama dari mesin diesel yang membedakannya dari motor
bakar yang lain terletak pada metode penyalaan bahan bakarnya. Mesin diesel
sebagai penggerak mula PLTD yang berfungsi menghasilkan tenaga mekanis
dipergunakan untuk memutar rotor generator.
Dalam mesin diesel bahan bakar diinjeksikan kedalam silinder yang berisi
udara bertekanan tinggi. Selama proses pengkompresian udara dalam silinder
9
Universitas Sumatera Utara
mesin, suhu udara meningkat, sehingga ketika bahan bakar yang berbentuk kabut
halus bersinggungan dengan udara panas ini, maka bahan bakar akan menyala
dengan sendirinya tanpa bantuan alat penyala lain. Karena alasan ini mesin diesel
juga disebut mesin penyalaan kompresi (Compression Ignition Engines). [4]
Langkah kerja mesin diesel PLTD pada umumnya sebagai berikut:
Gambar 2.2 Siklus 4 Langkah Mesin Diesel
1. Langkah Isap
Pada langkah isap, torak bergerak turun, ditarik oleh batang engkol(r) yang
bergerak menjauhi kepala silinder yang menimbulkan vakum dalam silinder,
dan udara luar ditarik atau dihisap kedalam silinder melalui katup pemasukan
yang sampai torak mencapai titik math bawah (TMB)
2. Langkah Kompresi
Pada langkah kompresi pemasukan dan ditutup dan torak yang didorong
ke atas oleh engkol, menekan udara dalam silinder dan menaikkan suhu.
Segera sebelum torak mencapai Titik Mati Atas (TMA), maka bahan bakar cair
10
Universitas Sumatera Utara
dalam bentuk semprotan kabut dimasukkan ke dalam udara panas dalam
silinder.
3. Langkah Daya /Usaha (Power Stroke)
Langkah ini adalah akhir dari langkah kedua, gas panas mendorong torak
turun dan maju. Gas mengembang dari volume silinder yang membesar dan
melalui batang engkol, kemudian engkol meneruskan energi yang ditimbulkan
kepada poros engkol berputar.
4. Langkah Buang (Exchaust Stroke)
Segera sebelum torak mencapai TMA, katup buang (e) membuka dan hasil
pembankaran yang panas dan masih bertekanan tinggi mulai dari lubang buang
keluar. Torak bergerak ke atas didorong oleh engkol membuang hasil
pembakaran yang tersisa. Begitu seterusnya sehingga terjadi siklus pergerakan
piston yang tidak berhenti. Siklus ini tidak akan berhenti selama faktor yang
mendukung siklus tersebut tidak ada yang terputus.
Siklus diesel dapat dilihat pada gambar 2.2 proses yang terjadi pada siklus
diesel adalah :
Proses a-b : Langkah kompresi.
Proses b-c : Proses pemasukan kalor pada tekanan konstan.
Proses c-d : Langkah ekspansi.
Proses d-a : Proses pembuangan kalor pada volume konstan. [5]
Gambar.2.3 Diagram P-V – T-S menggambarkan diagram siklus diesel ideal.
Siklus tersebut terdiri dari empat prosesberantai yang reversible secara internal.
11
Universitas Sumatera Utara
Proses 1-2 : Kompresi esentropik
Proses 2-3 : Penambahan kalor
Proses 3-4 : Ekspansi isentropik
Proses 4-1 : Pelepasan kalor pada volume konstan
Gambar 2.3 Diagram Siklus PV-TS
2.3
Bahan Bakar Cair
Bahan bakar cair seperti minyak tungku/ furnace oil dan LSHS (low sulphur
heavy stock) terutama digunakan dalam penggunaan industri. Berbagai sifat bahan
bakar cair diberikan dibawah ini. [6]
2.3.1 Densitas
Densitas didefinisikan sebagai perbandingan massa bahan bakar terhadap
volum bahan bakar pada suhu acuan 15°C. Densitas diukur dengan suatu alat yang
disebut hydrometer. Pengetahuan mengenai densitas ini berguna untuk
penghitungan kuantitatif dan pengkajian kualitas penyalaan. Satuan densitas
adalah kg/m3.
12
Universitas Sumatera Utara
2.3.2 Specific gravity
Didefinisikan sebagai perbandingan berat dari sejumlah volum minyak
bakar terhadap berat air untuk volum yang sama pada suhu tertentu. Densitas
bahan bakar, relatif terhadap air, disebut specific gravity. Specific gravity air
ditentukan sama dengan 1.
Karena specific gravity adalah perbandingan, maka tidak memiliki satuan.
Pengukuran specific gravity biasanya dilakukan dengan hydrometer. Specific
gravity digunakan dalam penghitungan yang melibatkan berat dan volum.
2.3.3 Viskositas
Viskositas suatu fluida merupakan ukuran resistansi bahan terhadap aliran.
Viskositas tergantung pada suhu dan berkurang dengan naiknya suhu. Viskositas
diukur dengan Stokes / Centistokes. Kadang-kadang viskositas juga diukur dalam
Engler, Saybolt atau Redwood. Tiap jenis minyak bakar memiliki hubungan suhu
– viskositas tersendiri. Pengukuran viskositas dilakukan dengan suatu alat yang
disebut Viskometer. Viskositas merupakan sifat yang sangat penting dalam
penyimpanan dan penggunaan bahan bakar minyak. Viskositas mempengaruhi
derajat pemanasan awal yang diperlukan untuk handling, penyimpanan dan
atomisasi yang memuaskan. Jika minyak terlalu kental,maka akan menyulitkan
dalam pemompaan, sulit untuk menyalakan burner, dan sulit dialirkan. Atomisasi
yang jelek akam mengakibatkan terjadinya pembentukan endapan karbon pada
ujung burner atau pada dinding-dinding. Oleh karena itu pemanasan awal penting
untuk atomisasi yang tepat.
13
Universitas Sumatera Utara
2.3.4 Titik Nyala
Titik nyala suatu bahan bakar adalah suhu terendah dimana bahan bakar
dapat dipanaskan sehingga uap mengeluarkan nyala sebentar bila dilewatkan suatu
nyala api. Titik nyala untuk minyak tungku/ furnace oil adalah 66 0C.
2.3.5 Titik Tuang
Titik tuang suatu bahan bakar adalah suhu terendah dimana bahan bakar
akan tertuang atau mengalir bila didinginkan dibawah kondisi yang sudah
ditentukan. Ini merupakan indikasi yang sangat kasar untuk suhu terendah dimana
bahan bakar minyak siap untuk dipompakan.
2.3.6 Panas Jenis
Panas jenis adalah jumlah kKal yang diperlukan untuk menaikan suhu 1 kg
minyak sebesar 10C. Satuan panas jenis adalah kkal/kg0C. Besarnya bervariasi
mulai dari 0,22 hingga 0,28 tergantung pada specific gravity minyak. Panas jenis
menentukan berapa banyak steam atau energi listrik yang digunakan untuk
memanaskan minyak ke suhu yang dikehendaki. Minyak ringan memiliki panas
jenis yang rendah, sedangkan minyak yang lebih berat memiliki panas jenis yang
lebih tinggi.
2.3.7 Nilai Kalor
Nilai kalor merupakan ukuran panas atau energi yang dihasilkan., dan
diukur sebagai nilai kalor kotor/ gross calorific value atau nilai kalor netto/ nett
calorific value. Perbedaannya ditentukan oleh panas laten kondensasi dari uap air
yang dihasilkan selama proses pembakaran. Nilai kalor kotor/. gross calorific
14
Universitas Sumatera Utara
value (GCV) mengasumsikan seluruh uap yang dihasilkan selama proses
pembakaran sepenuhnya terembunkan/terkondensasikan. Nilai kalor netto (NCV)
mengasumsikan air yang keluar dengan produk pengembunan tidak seluruhnya
terembunkan. Bahan bakar harus dibandingkan berdasarkan nilai kalor netto.
Nilai kalor batubara bervariasi tergantung pada kadar abu, kadar air dan
jenis batu baranya sementara nilai kalor bahan bakar minyak lebih konsisten.
GCV untuk beberapa jenis bahan bakar cair yang umum digunakan terlihat
dibawah ini:
Tabel 2.1 Nilai kalor kotor (GCV) untuk beberapa bahan bakar minyak ( Diambil
dari Thermax India Ltd.)
Bahan bakar minyak
Minyak tanah
Minyak diesel
L.D.O
MinyakTungku/furnace
LSHS
Nilai kalor kotor (GCV)
(Kkal/Kg )
11100
10800
10700
10500
10600
2.3.8 Sulfur
Jumlah sulfur dalam bahan bakar minyak sangat tergantung pada sumber
minyak mentah dan pada proses penyulingannya. Kandungan normal sulfur untuk
residu bahan bakar minyak (minyak furnace) berada pada 2 - 4 %. Kandungan
sulfur untuk berbagai bahan bakar minyak. Kerugian utama dari adanya sulfur
adalah resiko korosi oleh asam sulfat yang terbentuk selama dan sesudah
pembakaran, dan pengembunan di cerobong asap, pemanas awal udara dan
economizer.
15
Universitas Sumatera Utara
2.3.9 Kadar Abu
Kadar abu erat kaitannya dengan bahan inorganik atau garam dalam bahan
bakar minyak. Kadar abu pada distilat bahan bakar diabaikan. Residu bahan bakar
memiliki kadar abu yang tinggi. Garam-garam tersebut mungkin dalam bentuk
senyawa sodium, vanadium, kalsium, magnesium, silikon, besi, alumunium, nikel,
dll. Umumnya, kadar abu berada pada kisaran 0,03 – 0,07 %. Abu yang
berlebihan dalam bahan bakar cair dapat menyebabkan pengendapan kotoran pada
peralatan pembakaran. Abu memiliki pengaruh erosi pada ujung burner,
menyebabkan kerusakan pada refraktori pada suhu tinggi dapat meningkatkan
korosi suhu tinggi dan penyumbatan peralatan.
2.3.10 Residu Karbon
Residu karbon memberikan kecenderungan pengendapan residu padat
karbon pada permukaan panas, seperti burner atau injeksi nosel, bila kandungan
yang mudah menguapnya menguap. Residu minyak mengandung residu karbon 1
persen atau lebih. [6]
2.3.11 Kadar Air
Kadar air minyak tungku/furnace pada saat pemasokan umumnya sangat
rendah sebab produk disuling dalam kondisi panas. Batas maksimum 1%
ditentukan sebagai standar. Air dapat berada dalam bentuk bebas atau emulsi dan
dapat menyebabkan kerusakan dibagian dalam permukaan tungku selama
pembakaran terutama jika mengandung garam terlarut. Air juga dapat
menyebabkan percikan nyala api di ujung burner, yang dapat mematikan nyala
api, menurunkan suhu nyala api atau memperlama penyalaan. [6]
16
Universitas Sumatera Utara
2.4 Bahan Bakar Solar
Minyak solar adalah bahan bakar minyak hasil sulingan dari minyak bumi
mentah, bahan bakar ini mempunyai warna kuning cokelat yang jernih.
Minyak solar ini biasa digunakan sebagai bahan bakar pada semua jenis motor
diesel dan juga sebagai bahan bakar untuk pembakaran langsung didalam dapurdapur kecil yang menghendaki hasil pembakaran yang bersih. Minyak ini sering
disebut juga sebagai gas oil, ADO, HSD, atau Dieseline. Temperatur biasa,
artinya pada suhu kamar tidak menguap dan titik nyalanya jauh lebih tinggi dari
pada bahan bakar bensin.
Kualitas solar dinyatakan dengan angka setana atau cetane number (CN).
Bilangan setana yaitu besar prosentase volume normal cetane dalam campurannya
dengan methylnaphthalene yang menghasikan karakteristik pembakaran yang
sama dengan solar. Secara umum solar dapat di klasifikasikan sebagai berikut: (1)
Light Diesel Fuel (LDF) mempunyai CN=50, (2) Medium Diesel Fuel (MDF)
mempunyai CN=50, dan (3) Heavy Diesel Fuel (HDF) mempunyai CN=35.
LDF dan MDF sering dikatakan sebagai solar no.1 dan 2. Kedua jenis solar ini
sebenarnya letak perbedaanya adalah pada efek pelumasannya saja. LDF dalam
hal ini lebih encer, jernih, dan ringan, sedang MDF lebih gelap, berat dan dalam
pemakaiannya dalam motor bakar diperlukan syarat-syarat khusus.
Bahan bakar diesel biasa juga disebut dengan light oil atau solar, yaitu
suatu campuran dari hidrokarbon yang telah didestilasi setelah bensin dan minyak
tanah dari minyak mentah pada temperatur 200℃ sampai 340℃. Bahan bakar
jenis ini atau biasa disebut sebagai bahan bakar solar sebagian besar digunakan
17
Universitas Sumatera Utara
untuk menggerakan motor diesel. Bahan bakar diesel (solar) mempunyai sifat
utama sebagai berikut:
(1) Tidak berwarna atau sedikit kekuning-kuningan dan berbau
(2) Encer dan tidak menguap dibawah temperatur normal,
(3) Titik nyala tinggi 40℃ sampai 100℃ ,
(4) Terbakar spontan pada 350℃, sedikit di bawah bensin,
(5) Berat jenis 0,82 s/d 0,87
(6) Menimbulkan panas yang besar (10.917 kkal/kg), dan
(7) Mempunyai kandungan sulphur yang lebih besar dibanding dengan bensin.
Syarat-syarat penggunaan solar sebagai bahan bakar harus memperhatikan
kualitas solar, antara lain adalah sebagai berikut:
(1) Mudah terbakar, artinya waktu tertundanya pembakaran harus pendek/singkat,
sehingga mesin mudah dihidupkan. Solar harus memungkinkan kerja mesin
yang lembut dengan sedikit knocking.
(2) Tetap encer pada suhu dingin (tidak mudah membeku), menunjukan solar
harus tetap cair pada suhu rendah sehingga mesin akan mudah dihidupkan
dan berputar lembut.
(3) Daya pelumasan, artinya solar juga berfungsi sebagai pelumas untuk pompa
injeksi dan nossel. Oleh karena itu harus mempunyai sifat dan daya lumas
yang baik.
18
Universitas Sumatera Utara
(4) Kekentalan, berkait dengan syarat melumas dalam arti solar harus memiliki
kekentalan yang baik sehingga mudah untuk dapat di semprotkan oleh
injector.
(5) Kandungan sulphur, karakteristik sulphur yang dapat merusak pemakaian
komponen mesin sehingga mempersyaratkan kandungan sulphur solar harus
sekecil mungkin (< 1 %) dan
(6) Angka setana, yaitu suatu cara untuk mengontrol bahan bakar solar dalam
kemampuan untuk mencegah terjadinya knoking, tingkat yang lebih besar
memiliki kemampuan yang lebih baik.
Menurut peraturan direktorat jendral minyak dan gas (Ditjen Migas)
No.113.K/72/DJM/1999, tanggal 27 oktober 1999 tentang spesifikasi bahan bakar
minyak dan gas menetapkan batasan-batasan untuk minyak solar sebagai berikut:
Tabel 2.2 Batasan sifat bahan bakar solar menurut Ditjen Migas
Sifat
Specific gravity at 60/60°F
Color ASTM
Cetane
number,
or
alternatively
Calculate cetane index
Cinematic viscosity at 100°F
Viscosity SSU at 100°F, sec
Pour point °c
Sulfur content %wt
Conradson carbon residu %
wt
Water content % wt
Sediment % wt
Ash content % wt
Total acid number mg KOH/gr
Batasan
Min
0,820
45
Batasan
Max
0,870
3,0
48
-
1,6
35
-
5,8
45
65
0,5
-
0,1
-
0,05
0,01
0,01
0,6
19
Universitas Sumatera Utara
Flash point PM cc°F
Recovery at 300°c % vol
Nilai kalor (Kcal/Kg)
150
40
10.917
10.917
Sumber: www.pertamina.com
2.5 Bahan Bakar Nabati ( Minyak Kelapa Sawit)
Bahan bakar nabati adalah semua bahan bakar yang berasal dari minyak
nabati. BNN dapat berupa Bio-diesel, Bio-etanol, Bio-oil.
Minyak kelapa sawit merupakan salah satu jenis bahan dasar untuk pembuatan
bahan bakar biodiesel. Proses pembuatan biodiesel dari kelapa sawit adalah
melalui proses transesterifikasi, dilanjutkan dengan pencucian, pengeringan dan
terakhir filtrasi, tetapi jika bahan baku dari CPO maka sebelumnya perlu
dilakukan esterfikasi. Minyak kelapa dapat dimanfaatkan secara langsung menjadi
bahan bakar selayaknya solar. Minyak kelapa memiliki kekentalan 50-60 centi
stokes, sedangkan solar 5 centi stokes. Suhu antara 80℃−90℃, minyak kelapa
memiliki kekentalan yang setara dengan solar. Salah satu inovasi yang
dikembangkan Departemen Teknik Pertanian IPB yaitu dengan memanfaatkan
suhu knalpot untuk mengubah kekentalan minyak kelapa agar sama dengan solar.
Gas buang knalpot memiliki temperatur 350℃−360℃ sehingga diperlukan koil
pendingin untuk menurunkan temperatur knalpot, kemudian minyak kelapa
melalui sebuah selang dialirkan melalui knalpot sebelum menuju ke ruang
pembakaran motor diesel.
Minyak kelapa dapat digunakan sebagai bahan bakar alternatif atau bahan
campuran minyak solar karena terdapat asam-asam yang mengandung unsur
karbon sebagai salah satu komponen pembakaran. Tiga macam asam tersebut
20
Universitas Sumatera Utara
adalah asam oleic, asam linoleic, dan asam lauric. Ada karakteristik penting
campuran minyak kelapa dengan minyak solar:
a). berat jenis dan viskositas sedikit lebih tinggi dari pada minyak solar,
b). memiliki angka setana lebih rendah dari pada minyak solar,
c). nilai panas atau nilai kalor relatif lebih rendah dari pada minyak solar.
Cara seperti ini tentunya lebih murah dibandingkan dengan memanfaatkan
kokodiesel, yaitu minyak kelapa yang telah melalui proses industri untuk diubah
menjadi biodiesel. Selain itu, kelapa merupakan tanaman yang umum tumbuh di
daerah pesisir, menjadikannya sumber bahan bakar yang potensial bagi nelayan
setempat yang cenderung mengalami kesulitan bahan bakar, baik masalah harga
maupun ketersediannya. Minyak kelapa yang dimanfaatkan adalah minyak kelapa
yang telah melalui proses pemanasan guna menghilangkan asam lemak bebasnya.
2.6 Konsumsi Bahan Bakar
Konsumsi bahan bakar spesifik adalah parameter unjuk kerja mesin yang
berhubungan langsung dengan nilai ekonomis sebuah mesin, karena dengan
mengetahui hal ini dapat dihitung jumlah bahan bakar yang dibutuhkan untuk
menghasilkan sejumlah daya dalam selang waktu tertentu. Pengukuran SFC terdiri
dari dua basis pengukuran yaitu: SFC berbasis beban dan SFC berbasis periode.
SFC berbasis beban adalah SFC yang diukur pada beban tetap dengan mengukur
laju (flow/jam) bahan bakar dibagi dengan daya output generator. Dengan
demikian formula SFC dapat ditulis sebagai berikut: [7]
21
Universitas Sumatera Utara
SFC =
Laju (flow )bahan bakar �liter �h �
Output Generator ,(kW )
(Liter/kWh)
Pers (1)
Sedangkan SFC periode adalah SFC yang diukur pada periode tertentu yaitu
dengan mengukur laju (flow) bahan bakar pada periode waktu tertentu dibagi
dengan output (kWh) yang dihasilkan generator selama periode waktu tersebut.
Dengan demikian formula SFC berbasis periode dapat ditulis sebagai berikut:[7]
SFC =
Jumlah bahan bakar pada suatu periode waktu (liter )
Produksi kWh ge nerator pada suatu periode waktu (kWh )
Pers (2)
2.7 Efisiensi Thermal
Kerja yang dihasilkan selalu lebih kecil dari pada energi yang dibangkitkan
piston karena sejumlah energi hilang akibat adanya rugi–rugi mekanis
(mechanical losses). Dengan alasan ekonomis perlu dicari kerja maksimum yang
dapat dihasilkan dari pembakaran sejumlah bahan bakar. Efisiensi ini sering
disebut sebagai efisiensi termal brake (brake thermal efficiency)
η=
Daya Keluaran (P)
Laju Panas yang masuk (Q)
x 100 %
Pers (3)
Laju panas yang masuk Q dapat dihitung dengan :
Q = �� � ���
dimana,
Pers (4)
�� = Laju aliran bahan bakar (Kg/jam)
LHV = nilai kalor bawah bahan bakar (J/kg)
Jika daya P dalam satuan kW, laju aliran bahan bakar dalam satuan kg/jam, maka
22
Universitas Sumatera Utara
η =�
�
� .���
. 3600
Pers (5)
2.8 Heat Rate
Reaksi kimia antara bahan bakar dengan oksigen dari udara menghasilkan
panas. Besarnya panas yang ditimbulkan jika satu satuan bahan bakar dibakar
sempurna disebut nilai kalor bahan bakar (Calorific Value, CV).
Bedasarkan asumsi ikut tidaknya panas laten pengembunan uap air dihitung
sebagai bagian dari nilai kalor suatu bahan bakar, maka nilai kalor bahan bakar
dapat dibedakan menjadi nilai kalor atas dan nilai kalor bawah. Nilai kalor atas
(High Heating Value,HHV), merupakan nilai kalor yang diperoleh secara
eksperimen dengan menggunakan kalorimeter dimana hasil pembakaran bahan
bakar didinginkan sampai suhu kamar sehingga sebagian besar uap air yang
terbentuk dari pembakaran hidrogen mengembun dan melepaskan panas latennya.
Secara teoritis, besarnya nilai kalor atas (HHV) dapat dihitung bila diketahui
komposisi bahan bakarnya dengan menggunakan persamaan
HHV = 34080 C + 141790 (�2 −
�2
8
) + 9200 S
Pers (6)
Dimana ,
HHV = Nilai Kalor atas (J/Kg)
C = Persentase karbon dalam bahan bakar
H2 = Persentase hydrogen dalam bahan bakar
O2 = Persentase Oksigen dalam bahan bakar
S = Persentase sulfur dalam bahan bakar
Nilai kalor bawah (low Heating Value, LHV), merupakan nilai kalor bahan bakar
tanpa panas laten yang berasal dari pengembunan uap air.
23
Universitas Sumatera Utara
Umumnya kandungan hidrogen dalam bahan bakar cair berkisar 15 % yang berarti
setiap satu satuan bahan bakar, 0,15 bagian merupakan hidrogen. Pada proses
pembakaran sempurna, air yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar adalah
setengah dari jumlah mol hidrogennya. Selain berasal dari pembakaran hidrogen,
uap air yang terbentuk pada proses pembakaran dapat pula berasal dari kandungan
air yang memang sudah ada didalam bahan bakar (moisture). Panas laten
pengkondensasian uap air pada tekanan parsial 20 kN/m2 (tekanan yang umum
timbul pada gas buang) adalah sebesar 2400 kJ/kg, sehingga besarnya nilai kalor
bawah (LHV) dapat dihitung berdasarkan persamaan berikut :
LHV = HHV – 2400 (M + 9 H2)
Pers (7)
LHV = Nilai Kalor Bawah (J/kg)
M
= Persentase kandungan air dalam bahan bakar (moisture)
Dalam perhitungan efisiensi panas dari motor bakar, dapat menggunakan nilai
kalor bawah (LHV) dengan asumsi pada suhu tinggi saat gas buang meninggalkan
mesin tidak terjadi pengembunan uap air. Namun dapat juga menggunakan nilai
kalor atas (HHV) karena nilai tersebut umumnya lebih cepat tersedia. Peraturan
pengujian berdasarkan ASME (American of Mechanical Enggineers) menentukan
penggunaan nilai kalor atas (HHV),sedangkan peraturan SAE (Society of Automot
ive Engineers) menentukan penggunaan nilai kalor bawah (LHV).
2.9 Pembakaran
Pembakaran adalah reaksi kimia dari unsur-unsur bahan bakar dengan zat
asam yang kemudian menghasilkan panas yang disebut heat energy. Oleh karena
itu pada setiap pembakaran diperlukan bahan bakar, zat asam dan suhu yang
24
Universitas Sumatera Utara
cukup tinggi untuk awal mulanya pembakaran. Proses pembakaran pada motor
diesel tidak berlangsung dalam beberapa tahapan. Disamping itu penyemprotan
bahan bakar juga tidak dilaksanakan sekaligus, tetapi berlangsung antara 30-40
derajat sudut engkol. Dalam hal ini tekanan udara akan naik selama langkah
kompresi berlangsung.
Apabila suatu reaksi kimia terjadi, molekul-molekul reaktan akan diuraikan
dan kemudia tersusun kembali membentuk produk (gas hasil pembakaran). Suatu
bahan bakar dapat dikatakan telah terbakar sempurna jika kandungan seluruh
karbon yang terdapat didalam bahan bakar yang dibakar berubah menjadi
karbondioksida (CO2) dan seluruh hydrogen yang dibakar menjadi air (H2O).
Sebaliknya apabila kondisi tersebut tidak terpenuhi maka dikatakan proses
pembakaran tidak sempurna.
Reaksi pembakaran tersebut dapat dinyatakan dengan persamaan reaksi kimia
sebagai berikut :
Reaktan-reaktan
Produk-produk
Atau
Bahan bakar + Pengoksidasi
Produk-produk
Reaksi pembakaran sempurna dari hydrogen dengan oksigen sebagai berikut :
2 H2
+
O2
=
2H2O
Pembakaran dapat didefinisikan sebagai reaksi (oksidasi) yang berlangsung
sangat cepat (0,001-0,002 detik) disertai pelepasan energi. Ada tiga klasifikasi
kecepatan pembakaran, yaitu:
1). Explosive adalah proses pembakaran dengan laju pembakaran sangat cepat dan
tidak menampakkan adanya gelombang ledakan,
25
Universitas Sumatera Utara
2). Deflagaration yaitu pembakaran dengan perambatan api subsonic
3). Detonation adalah pembakaran dengan perambatan api supersonic.
Gambar 2.4 Proses Pembakaran Mesin Diesel
Tahapan Pembakaran Pada Motor Diesel :
a. Pembakaran Tertunda (A-B)
Tahap ini merupakan tahap persiapan pembakaran. Bahan bakar
disemprotkan oleh injektor berupa kabut ke udara panas dalam ruang bakar
sehingga menjadi campuran yang mudah terbakar. Tahap ini bahan bakar belum
terbakar atau dengan kata lain pembakaran belum dimulai. Pembakaran dimulai
pada titik B, peningkatan tekanan terjadi secara konstan, karena piston terus
bergerak menuju TMA.
26
Universitas Sumatera Utara
b. Rambatan Api (B-C)
Campuran yang mudah terbakar telah terbentuk dan merata diseluruh
bagian dalam ruang bakar. Awal pembakaran mulai terjadi di beberapa bagian
dalam silinder. Pembakaran ini berlangsung sangat cepat sehingga terjadilah
letupan (explosive).
Letupan ini berakibat tekanan dalam silinder meningkat dengan cepat. Akhir tahap
ini disebut tahap pembakaran letupan dengan tekanan 30 kg/cm².
c. Pembakaran Langsung (C-D)
Injektor terus menyemprotkan bahan bakar dan terakhir pada titik D
karena injeksi bahan bakar terus berlangsung didalam udara yang bertekanan dan
bersuhu tinggi, maka bahan bakar yang di injeksi akan langsung terbakar.
Tahap ini pembakaran dikontrol oleh jumlah bahan bakar yang diinjeksikan,
sehingga tahap ini disebut tahap pengontrolan pembakaran.
d. Pembakaran Lanjutan (D-E)
Dititik D, injeksi bahan bakar berhenti, namun bahan bakar masih ada
yang belum terbakar. Periode ini sisa bahan bakar diharapkan akan terbakar
seluruhnya. Apabila tahap ini terlalu panjang akan menyebabkan suhu gas buang
meningkat dan efisiensi pembakaran berkurang.
Beberapa penyebab terjadinya tertundanya pembakaran disebabkan jenis dan
kualitas bahan bakar, temperatur udara yang dikompresikan, turbulensi udara,
sistem pengabutan yang tidak sempurna, kondisi injektor yang tidak layak pakai,
dan kerja pompa injeksi yang kurang baik.
27
Universitas Sumatera Utara