Analisis Penanganan Kawasan Kumuh Kota Tebing Tinggi Chapter III V

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1.

Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Kota Tebing Tinggi, Sumatera Utara.

Berdasarkan Surat Keputusan Walikota No. 050/2128 Tahun 2014 tentang
penetapan lokasi perumahan kumuh dan permukiman kumuh di Kota Tebing
Tinggi, terdapat 5 (lima) kelurahan kumuh dengan luasan total 10,05 Ha, tersebar
di 3 kecamatan yaitu :
1.

Kecamatan Padang Hulu di Lingkungan VI Kelurahan Tualang dengan luas
1,22 Ha;

2.

Kecamatan Tebing Tinggi Kota di Lingkungan 1 Kelurahan Bandar Utama
dengan luas 1,98 Ha;


3.

Kecamatan Bajenis di Lingkungan II Kelurahan Pinang dengan luas 2,19 Ha;

4.

Kecamatan Bajenis di Lingkungan VI Kelurahan Durian dengan luas 3,16 Ha;
dan

5.

Kecamatan Bajenis di Lingkungan III Kelurahan Bulian dengan luas 1,50 Ha.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 3.1.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 3.1 Peta Adminstrasi Kota Tebing Tinggi

Universitas Sumatera Utara


Tabel. 3.1:
No

Lokasi Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh

Nama
Lokasi/Lingkungan

Kelurahan

Kecamatan

Luas
(ha)

Jumlah
KK

1


Lingkungan VI

Tualang

Padang Hulu

1,22

316

2

Lingkungan I

Bandar
Utama

Tebing Tinggi
Kota


1,98

327

3

Lingkungan II

Pinang
Mancung

Bajenis

2,19

456

4
5


Lingkungan VI
Lingkungan III

Durian
Bulian

Bajenis
Bajenis

3,16
1,50

419
257

Sumber: SK Walikota Tebing Tinggi No. 050/2128 Tahun 2014 tentang
Penetapan Lokasi Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh di Kota
Tebing Tinggi.
3.2.


Populasi dan Sampel

3.2.1.

Populasi
Menurut Sugiarto (2003) populasi merupakan keseluruhan unit atau

individu dalam ruang lingkup yang akan diteliti. Populasi sampel adalah
keseluruhan individu atau unit yang akan menjadi satuan analisis dalam populasi
yang layak dan sesuai untuk dijadikan atau ditarik sebagai sampel penelitian.
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka yang menjadi populasi sampel penelitian
ini adalah semua rumah tangga yang tinggal di lingkungan permukiman kumuh,
yaitu pada 5 (lima) lingkungan pada 5 (lima) kelurahan dan 3 (tiga) kecamatan di
Kota Tebing Tinggi sebanyak 1.775 KK sesuai dengan SK Walikota Tebing
Tinggi Nomor 050/2128 Tahun 2014 tentang Penetapan Lokasi Perumahan
Kumuh dan Permukiman Kumuh di Kota Tebing Tinggi.
3.2.2.

Sampel

Sampel merupakan sebagian anggota dari populasi yang dipilih dengan

menggunakan prosedur tertentu sehingga diharapkan dapat mewakili populasinya
(Sugiarto, 2003). Besarnya ukuran/jumlah sampel penelitian sangat penting agar

Universitas Sumatera Utara

dapat mempresentasikan kondisi populasi. Jumlah sampel ditentukan berdasarkan
rumus Slovin (Husein Umar, 2003) sebagai berikut:
N
n =

1775
=

1+ Nd²

= 1775/18,75 = 94,6
1 + (1775 x 0,01)


Keterangan :
n

=

Sampel

N

=

Populasi

d

=

Presesi (10%) = 0,1

Untuk mengurangi adanya deviasi (penyimpangan) dalam pengambilan

sampel maka jumlah sampel total yang diambil seluruhnya adalah 100 responden
(KK). Kemudian, secara proporsional dibagi masing-masing buah kuesioner untuk
disebarkan di 5 (lima) lingkungan pada kelurahan kumuh dimaksud. Sebaran
responden pada lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 3.2 berikut ini.
Tabel. 3.2: Sebaran Responden pada Lokasi Penelitian
No

Nama Lokasi/
Lingkungan

Kelurahan

Jumlah
Populasi
(KK)

Jumlah
Sampel
(KK)


316

18

327

18

Bajenis

456

26

Kecamatan

1

Lingkungan VI


Tualang

Padang Hulu

2

Lingkungan I

Bandar

Tebing Tinggi

Utama

Kota

3

Lingkungan II

4

Lingkungan VI

Durian

Bajenis

419

24

5

Lingkungan III

Bulian

Bajenis

257

14

1.775

100

Pinang
Mancung

Total

Universitas Sumatera Utara

3.3.

Teknik Pengumpu1an
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan

sekunder. Data primer dikumpulkan dengan teknik survei, yaitu dengan
penyebaran kuesioner dan observasi lapangan. Data tersebut nantinya berguna
untuk melakukan pengujian terhadap hipotesa penelitian. Adapun informasi yang
akan dikumpulkan pada data primer kuesioner (daftar pertanyaan) ini adalah:
1. Karakteristik responden yang meliputi; umur dan jenis kelamin, lama tinggal,
jenis pekerjaan, tingkat pendidikan, dan tingkat pendapatan.
2. Kondisi ketersediaan infrastruktur dasar perkotaan; jalan lingkungan, drainase
lingkungan, air minum, air limbah, dan persampahan.
3. Kondisi bangunan rumah; tata letak bangunan, jarak antar bangunan; kualitas
fisik bangunan; dan kepadatan bangunan.
4. Partisipasi terhadap kegiatan di lingkungan/kelurahan terkait dengan
penanganan kumuh baik mulai perencanaan dan pelaksanaannya; Musrenbang
(Musyawarah Perencanaan Pembangunan) tingkat kelurahan, kecamatan, dan
kota, gotong royong, dan program PNPM-Mandiri Perkotaan.
Sedangkan data sekunder untuk kepentingan hipotesis dan deskripsi
wilayah penelitian dikumpulkan dari instansi terkait seperti Bappeda, Dinas
Pekerjaaan Umum, BPS, dll, yaitu berupa data: 1) Kondisi kesesuaian lokasi
lingkungan permukiman kumuh dengan RTRW Kota Tebing Tinggi Tahun 20132033 sesuai Peraturan Daerah Kota Tebing Tinggi Nomor 04 Tahun 2013 tentang
RTRW Kota Tebing Tinggi Tahun 2013-2033; 2) Kondisi atau tingkat
kekumuhan lingkungan permukiman di Kota Tebing Tinggi Berdasarkan Surat

Universitas Sumatera Utara

Keputusan Walikota No. 050/2128 Tahun 2014 tentang Penetapan Lokasi
Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh di Kota Tebing Tinggi; 3)
Dokumen–dokumen perencanaan pembangunan terkait dengan penanganan
kumuh di Kota Tebing Tinggi seperti SPPIP (Strategi Pembangunan Permukiman
dan Infrastruktur Perkotaan), RPKPP (Rencana Pembangunan Kawasan
Permukiman Prioritas), RPIJM (Rencana Pembangunan Investasi Jangka
Menengah), RPJMD (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah), dan
dokumen sektoral lainnya; dan 4) Tebing Tinggi Dalam Angka 2014.
3.4. Analisis Data
Untuk menjawab perumusan masalah pertama, yaitu kondisi kawasan
kumuh di Kota Tebing Tinggi menggunakan analisis deskriptif dengan
mendeskripsifkan permasalahan permukiman dalam pemanfaatan lahan di Kota
Tebing Tinggi, seperti : air bersih, saluran drainase, sanitasi (saluran pembuangan
limbah), persampahan, dan jalan.
Untuk menjawab perumusan masalah kedua, yaitu sosial ekonomi
masyarakat di Kota Tebing Tinggi menggunakan analisis deskriptif dengan
menndeskripsifkan

sosial ekonomi masyarakat kawasan kumuh Kota Tebing

Tinggi.
Untuk menjawab perumusan masalah ketiga dan hipotesis penelitian
menggunakan analisis regresi berganda, yaitu :
Y = β0 + β1X1 + β2X2 + β3X3 + β4X4 + µ
Dimana :
Y = Keputusan masyarakat tinggal di Kawasan Kumuh
X1 = harga lahan

Universitas Sumatera Utara

X2 = jarak ke tempat kerja
X3 = tingkat pendapatan
X4 = tingkat pendidikan
β0 = Konstanta
µ = Error term
β1… β4 = Koefisien regresi
Untuk menjawab perumusan masalah keempat, yaitu tingkat partisipasi
masyarakat dalam penanggulangan kawasan kumuh Kota Tebing Tinggi
menggunakan analisis deskriptif dengan mentabulasi jawaban responden
berdasarkan persentase dan pemberian skor terhadap setiap jenis kegiatan yang
diamati yaitu :
a. Partisipasi dalam pengambilan keputusan program penanggulangan kawasan
kumuh
- selalu ikut (61%-100%) diberi skor 3
- kadang-kadang ikut (31%-60%) diberi skor 2
- tidak ikut (1%-30%) diberi skor 1
b. Partisipasi dalam pelaksanaan program penanggulangan kawasan kumuh
- selalu ikut (61%-100%) diberi skor 3
- kadang-kadang ikut (31%-60%) diberi skor 2
- tidak ikut (1%-30%) diberi skor 1
c. Partisipasi dalam menerima hasil program penanggulangan kawasan kumuh
- selalu ikut (61%-100%) diberi skor 3
- kadang-kadang ikut (31%-60%) diberi skor 2
- tidak ikut (1%-30%) diberi skor 1
d. Partisipasi dalam menilai program penanggulangan kawasan kumuh

Universitas Sumatera Utara

- selalu ikut (61%-100%) diberi skor 3
- kadang-kadang ikut (31%-60%) diberi skor 2
- tidak ikut (1%-30%) diberi skor 1
Tabel 3.3. Interpretasi Jenjang Skor Tingkat Partisipasi Masyarakat
No.
Skor Partisipasi Masyarakat
Tafsiran
1.
1-3
Sangat Rendah
2.
4–6
Rendah
3.
7–9
Sedang
4.
10 – 12
Tinggi
5.
13 – 14
Sangat Tinggi

3.5. Definisi Variabel Operasional Penelitian
Agar setiap variabel dapat diaplikasikan secara empirik, maka berikut ini
dijabarkan defenisi masing-masing variabel, yakni sebagai berikut :
1. Kondisi permukiman adalah permasalahan permukiman dalam pemanfaatan
lahan (deskriptif).
2. Sosial ekonomi masyarakat adalah latar belakang pendidikan, pendapatan dan
mata pencaharian masyarakat responden (deskriptif)
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi masyarakat tinggal di kawasan kumuh
adalah penyebab masyarakat tinggal di kawasan kumuh (skala).
Untuk

memudahkan

menganalisa

faktor-faktor

yang

mempengaruhi

masyarakat tinggal di kawasan kumuh, setiap variabel dikelompokkan dan
diinterpretasikan jenjangnya masing-masing sebagai berikut :
Variabel Terikat
Kawasan Kumuh (Y) : Peubah yang diamati adalah kondisi permukiman di
lokasi penelitian : 1) tidak atau hampir tidak memiliki prasarana kota seperti
air, buangan limbah, sanitasi, drainase, kondisi jalan, dan ruangan terbuka; 2)
berkembang tanpa rencana dan kepadatan penduduk tinggi; 3) konsentrasi

Universitas Sumatera Utara

masyarakat yang berpenghasilan rendah; 4) sebagian besar bangunannnya
berbentuk semi permanen serta tidak memenuhi syarat kesehatan dan
keselamatan; dan 5) status tanah dan hak kepemilikan tanah yang tidak jelas.
Jenjang skor dalam kawasan kumuh adalah sebagai berikut :
Skor 1 = jika memiliki salah satu dari lima kriteria yang ada
Skor 2 = jika memiliki dua dari lima kriteria yang ada
Skor 3 = jika memiliki tiga dari lima kriteria yang ada
Skor 4 = jika memiliki empat dari lima kriteria yang ada
Skor 5 = jika memiliki semua dari lima kriteria yang ada
Variabel Bebas
Harga lahan (X1)
Peubah yang diamati adalah harga beli lahan atau harga sewa lahan (Rp) dan
diberi skor :
Skor 1 = Sangat murah (Rp 1 – 100.000)
Skor 2 = Murah (Rp 101.000 – 200.000)
Skor 3 = Sedang (Rp. 201.000 – 300.000)
Skor 4 = Mahal (Rp. 301.000 – 400.000)
Skor 5 = Mahal (Rp > 400.000)
Jarak ke tempat kerja (X2)
Peubah yang diamati adalah jarak rumah responden ke tempat kerja (km) dan
iberi skor :
Skor 1 = Sangat dekat (0 – 0,5 km)
Skor 2 = Dekat (0,51 – 1 km)
Skor = Sedang (1,1 – 1,5 km)

Universitas Sumatera Utara

Skor 4 = Jauh (1,51 – 2 km)
Skor 5 = Sangat Jauh (> 2 km)
Tingkat Pendapatan (X3)
Peubah yang diamati adalah pendapatan responden per bulan (Rp/bulan) dan
diberi skor :
Skor 1 = Sangat rendah (Rp. 1 – 500.000)
Skor 2 = Dekat (Rp. 501.000 – 1.000.000)
Skor 3 = Sedang (1.001.000 – 1.500.000)
Skor 4 = Tinggi (Rp. 1.501.000 – 2.000.000)
Skor 5 = Sangat Tinggi (> Rp. 2.000.000)
Tingkat Pendidikan (X4)
Pengukuran tingkat pendidikan responden adalah sebagai berikut :
Skor 1 = Tamat SD
Skor 2 = Tamat SMP
Skor 3 = Tamat SMA
Skor 4 = Tamat D1/D3
Skor 5 = Tamat S1
4. Tingkat partisipasi masyarakat adalah keterlibatan masyarakat dalam
menangani kawasan kumuh
5. Pengembangan wilayah adalah perubahan nilai manfaat dari penanganan
kawasan kumuh (deskriptif).

Universitas Sumatera Utara

Tabel 3.4. Definisi Variabel Operasional Penelitian
No
1

Variabel
Kondisi
Permukiman

Definisi
Permasalahan permukiman
dalam pemanfaatan lahan

2

Sosial Masyarakat

Latar belakang pendidikan,
pendapatan dan mata
pencaharian masyarakat
responden

3

Faktor-faktor
masyarakat tinggal
di kawasan kumuh

Penyebab masyarakat ingin
tinggal di kawasan kumuh

4

Tingkat partisipasi
masyarakat

keterlibatan masyarakat
dalam menangani kawasan
kumuh

5

Pengembangan
Wilayah

Perubahan nilai manfaat
dari penanganan kawasan
kumuh

Indikator
1. Air bersih
2. Saluran
Drainase
3. Sanitasi
4. Persampahan
5. Jalan
1. Umur
2. Jenis kelamin
3. Lama menetap
4. Jumlah
tanggungan
keluarga
5. Pendidikan
6. Pendapatan
7. Mata pencaharian
1. Harga lahan
2. Jarak ke tempat
kerja
3. Tingkat
pendapatan
4. Tingkat
Pendidikan
1. Selalu Ikut
2. Kadang-kadang
ikut
3. Tidak ikut
1. Ekonomi
2. Sosial
3. Lingkungan

Pengukuran
Deskriptif

Deskriptif

Interval
Interval
Interval
Interval
Interval

Deskriptif

Universitas Sumatera Utara

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian
4.1.1. Gambaran Umum Kota Tebing Tinggi
Kota Tebing Tinggi adalah adalah satu dari tujuh kota yang ada di Provinsi
Sumatera Utara, yang berjarak sekitar 78 kilometer dari Kota Medan. Kota Tebing
Tinggi terletak pada 30 19’00” - 30 21’00” Lintang Utara dan 980 11’ - 980 21’
Bujur Timur. Kota Tebing Tinggi berada dibagian tengah Kecamatan Tebing
Tinggi Kota Serdang Bedagai yang berbasatan :
Sebelah Utara dengan

: PTPN III Rambutan

Sebelah Selatan dengan

: PTPN III Kebun Pabatu

Sebelah Timur dengan

: PT. Socfindo Kebun Tanah Besih

Sebelah Barat dengan

: PTPN III Kebun Gunung Pamela Bandar Bejambu

Hingga Desember 2013, Kota Tebing Tinggi terdiri dari 5 kecamatan dan
35 kelurahan dengan luas wilayah 38,438 km2. Kecamatan Padang Hilir
merupakan kecamatan yang terluas dengan luas 11,441 km2 atau 29,76 persen dari
luas Kota Tebing Tinggi. Sebagian besar (50,86 persen) lahan di Kota Tebing
Tinggi digunakan sebagai lahan pertanian.
Kota Tebing Tinggi merupakan satu diantara 7 (tujuh) kota yang dimiliki
oleh Provinsi Sumatera Utara. Jarak kota yang memiliki luas 38,438 km2 dari
Kota Medan yang merupakan ibukota Provinsi Sumatera Utara adalah sekitar 80
km ke arah tenggara. Kota ini terletak di jalur utama jalan Lintas Sumatera dan
menjadi titik pertemuan antara Lintas Timur dan Lintas Tengah Sumatera (melalui

Universitas Sumatera Utara

lintas Lintas Diagonal pada ruas jalan Tebing Tinggi - Pematang Siantar – Parapat
– Balige – Siborongborong).

Gambar 4.1. Peta Administrasi Kota Tebing Tinggi
Kota Tebing Tinggi bisa disebut menjadi pintu gerbang untuk menuju
ibukota Provinsi Sumatera Utara karena pergerakan darat dari wilayah yang

Universitas Sumatera Utara

berada di Lintas Timur (seperti Kisaran, Rantau Prapat, Tanjung Balai, dan lainlain) maupun Lintas Tengah (Pematang Siantar, Parapat, Balige, Tarutung,
Sibolga, dan lain-lain) akan melalui kota ini. Oleh karena itu, pembangunan perlu
dipacu untuk menunjang peran dan fungsi kota tersebut. Hal-hal yang dapat
dilakukan antara lain menumbuh-kembangkan pusat pelayanan jasa, perdagangan,
sosial

budaya,

pendidikan

maupun

kegiatan

lainnya

yang

didukung

pengaturan/perencanaan tata ruang kota secara konsisten dan bertanggung-jawab.
Konsep pengembangan Kota Tebing Tinggi dalam rencana tata ruang
periode 2011-2031 didasari pada kecenderungan perkembangan, rencana serta
arahan di dalam periode tersebut. Dalam rencana tersebut dijelaskan bahwa
kawasan pusat kota terletak di bagian sentris dilingkupi oleh kawasan bangunan
umum. Kawasan tersebut dilingkupi lebih luar oleh permukiman. Industri
diarahkan ke bagian timur, sedangkan bagian utara secara konseptual
diperuntukkan bagi perkantoran pemerintahan daerah dan perumahan pegawai,
serta terminal penumpang, terminal barang, terminal peti kemas, dan kawasan
pergudangan. Wilayah pinggiran kota lainnya, yaitu di bagian timur, selatan dan
barat ditetapkan sebagai kawasan cadangan kota dengan pemanfaatan sementara
untuk kegiatan pertanian dan perkebunan. Selain kawasan cadangan juga wilayah
selatan dan barat diarahkan sebagai wilayah resapan air melalui kebijaksanaan
pengaturan kepadatan bangunan.
Pengembangan kota secara konsep diarahkan ke utara, timur dan barat
dengan intensitas yang berbeda. Pengembangan paling intensitas adalah ke arah
timur, diikuti ke utara dan barat. Pengembangan kota ke arah selatan sangat

Universitas Sumatera Utara

dibatasi, demikian juga barat daya karena kedua kawasan ini diperuntukkan
sebagai fungsi resapan air.
Konsep sistem lingkungan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Tebing
Tinggi periode 2011-2031 menjadi 3 (tiga) tingkatan atau hirarki, yaitu: kota,
BWK, dan Unit BWK.
Pusat Kota, merupakan satu kesatuan wilayah perencanaan dalam hal ini
wilayah pelayanannya meliputi batasan administrasi Kota Tebing Tinggi seluas
3.843,8 Ha. Pusat kota merupakan titik pengikat pelayanan wilayah yang
dilengkapi berbagai fasilitas seperti rumah sakit umum, mesjid kota, pusat
perdagangan atau pusat perbelanjaan, perkantoran pemerintah, kantor pos, taman
kota, kantor polisi, dan sebagainya, dengan skala dan jangkauan pelayanan kota.
Skala pelayanan Kota Tebing Tinggi tidak hanya terbatas pada pelayanan kota
melainkan juga regional (kecamatan di Kota Deli Serdang yang melingkupinya),
maka jenis fasilitas yang ada tidak perlu ditambah namun kapasitas setiap fasilitas
ditingkatkan.
Bagian Wilayah Kota (BWK), daerahnya disetarakan dengan Kecamatan.
Dari hasil analisis ditentukan bahwa Kota Tebing Tinggi direncanakan terbagi
menjadi 5 BWK yaitu dengan mengambil batas administrasi terkecil yaitu
kelurahan untuk memudahkan di dalam pengelolaan pembangunan. Adapun BWK
tersebut yaitu : BWK Pusat Kota, BWK Utara, BWK Timur, BWK Barat, dan
BWK Selatan. Fasilitas pelayanan pada pusat BWK sebagai faktor pengikat
lingkungan terdiri dari fasilitas skala kecamatan, seperti pasar dan pertokoan,
puskesmas, kantor pos pembantu, kantor polisi, akan tetapi tidak semua fasilitas
skala kecamatan dialokasikan pada pusat BWK.

Universitas Sumatera Utara

Satu unit BWK dibagi menjadi beberapa unit lingkungan yang
merupakan suatu wilayah pelayanan permukiman setara dengan kelurahan. Unit
lingkungan diikat oleh pusat unit lingkungan yang berlokasi di sentra wilayahnya.
Oleh karena itu fasilitas yang disediakan adalah fasilitas dengan skala
kelurahan/desa.
Rencana pengaturan penduduk Kota Tebing Tinggi periode 2011-2031
ditetapkan atas dasar beberapa faktor, yaitu:
a. Penyebaran penduduk sangat dipengaruhi oleh jarak fisik dari pusat-pusat
kegiatan kota;
b. Kepadatan penduduk ditetapkan sesuai dengan intensitas kegiatan kota dan
daya tampung ruang;
c. Penetapan distribusi dan kepadatan penduduk mempertimbangkan keadaan
kepadatan penduduk eksisting, fenomena perkembangan penduduk tentang
migrasi lokal, dan rencana pemerataan pada setiap BWK dan unit lingkungan
sesuai luasannya.
Penyebaran penduduk diarahkan sampai unit BWK dimana BWK Timur
direncanakan memiliki sebaran penduduk yang paling tinggi dan paling rendah
yaitu di BWK Barat. Jika ditinjau dari segi kelurahan, maka kelurahan Tebing
Tinggi direncanakan menampung jumlah penduduk terbanyak dan kelurahan
Mandailing menampung jumlah penduduk paling sedikit. Peran kelurahan
Mandailing sebagai pusat kota menyebabkannya tidak direncanakan sebagai
daerah hunian. Dari segi kepadatan penduduk, BWK Utara direncanakan sebagai
BWK terpadat penduduknya yaitu 82 jiwa per Ha, dan BWK Barat sebagai BWK
paling rendah penduduknya yaitu 33 jiwa per Ha.

Universitas Sumatera Utara

Rencana Pemanfaatan Ruang Kota Tebing Tinggi 2011-2031 didasari
dengan pertimbangan sebagai berikut :
1. Rencana pemanfaatan ruang ini merupakan penjabaran dari RTRW Provinsi
Sumatera Utara.
2. Fungsi dan peranan Kota Tebing Tinggi, baik dalam skala regional maupun
skala internal kota yang menginsyaratkan perlunya penataan kawasan
permukiman, perdagangan, perkantoran, industri, pengembangan pusat-pusat
pelayanan, serta sistem transportasi yang dapat menjamin kelancaran sirkulasi
di antara bagian wilayah atau antar kawasan tersebut.
3. Penduduk yang direncanakan sejumlah 187.976 jiwa, menuntut penyediaan
areal permukiman yang memadai ditambah dengan berbagai prasarana dan
sarana penunjang.
4. Pola penggunaan lahan eksisting yang membentuk pola campuran antara
bentuk grid awal dan menjari di sekitar jaringan jalan primer mengakibatkan
pola penggunaan ruang yang kurang efisien.
5. Keterkaitan

fungsional

antar

komponen-komponen

pembentuk

ruang

merupakan faktor utama yang menentukan pertumbuhan dan perkembangan
kota. Oleh karena itu, bentuk aglomerasi kegiatan cocok untuk diterapkan
pada kawasan dengan intensitas tinggi, karena merupakan konsep efisiensi
ruang yang memperhatikan efektivitas.
6. Disamping bentuk aglomerasi, mengingat topografi relatif datar dan tidak
terdapat Tebing Tinggia fisik yang berarti dalam pengembangannya, maka
konsep grid akan tetap dipertahankan tetapi untuk meningkatkan optimalisasi
ruang akan dieliminir dengan pola radial (memutar).

Universitas Sumatera Utara

Rencana

pemanfaatan

ruang

Kota

Tebing

Tinggi

didasarkan

pengelompokkan intesitas kegiatan dan untuk itu diatur dan ditetapkan
pengelompokkannya, yakni :
1. Intensitas kegiatan yang mempunyai nilai tinggi, seperti perdagangan,
jasa/campuran, industri dan perkantoran.
2. Intensitas yang memiliki nilai sedang seperti kawasan perumahan.
3. Intensitas yang memiliki nilai rendah, seperti rekreasi, olah raga, taman, dan
ruang terbuka lainnya.
Berdasarkan strategi dan konsep dasar dari perencanaan tata ruang, maka
rencana pemanfaatan ruang Kota Tebing Tinggi dibedakan menjadi dua kelompok
besar yaitu kawasan lindung dan kawasan budidaya.
Rencana struktur pelayanan kegiatan di Kota Tebing Tinggi dititikberatkan
pada rencana pusat kota dan pusat bagian wilayah kota. Pembagian struktur
pelayanan adalah untuk menyeimbangkan kegiatan perkotaan di seluruh wilayah
sehingga dapat meningkatkan pembangunan dan pengembangan fungsi kota.
Rencana pusat kota merupakan rencana tata ruang kota yang memuat
ketentuan-ketentuan

mengenai

penetapan

fungsi

yang

pada

hakekatnya

merupakan pengarahan lokasi dari berbagai kegiatan yang mempunyai kesamaan
fungsi dengan karateristik tertentu. Selanjutnya juga menetapkan intensitas
penggunaan ruang sesuai dengan fungsinya dalam struktur pelayanan kegiatan
kota secara keseluruhan.
a. Pusat Kota
Pola konsentris Kota Tebing Tinggi diperkirakan akan terus berkembang
sesuai dengan sektor-sektor strategis yang ada dan seiring dengan pola

Universitas Sumatera Utara

jaringan jalan yang direncanakan. Oleh sebab itu pusat kota yang ada saat ini
perlu dibantu oleh sejumlah pusat BWK. Pusat-pusat tersebut selain berfungsi
untuk mengefektifkan sistem pelayanan fasilitas kota, juga dimaksudkan
untuk mengurangi beban dari pusat kota yang melayani berbagai kebutuhan
penduduk kota. Sesuai dengan pembagian BWK, maka pusat utama terletak
di BWK Pusat Kota, dengan kegiatan-kegiatan yaitu : kegiatan dengan
intensitas tinggi (pusat pertokoan, perdagangan skala kota, pasar utama,
perkantoran swasta/jasa ekonomi), kegiatan dengan intensitas rendah
(perkantoran pemerintah, pelayanan kesehatan, dan pendidikan).
b. Pusat Bagian Wilayah Kota
Empat BWK Kota Tebing Tinggi yang sudah direncanakan berperan untuk
membantu dan mendukung peranan pusat kota tersebut. Oleh karena itu
diperlukan sarana dan prasarana yang memadai serta disesuaikan dengan arah
kebijaksanaan pemanfaatan ruang serta daya dukung penduduk. Pelayanan
yang dialokasikan pada pusat BWK adalah :


Akses jaringan jalan arteri sekunder;



Perdagangan dan jasa tingkat kecamatan;



Sarana pendidikan menengah seperti SMP dan SMU;



Sarana peribadatan, perkantoran, rekreasi dan olahraga, serta ruang
terbuka hijau.
Adanya satu pusat kota dan empat pusat BWK diharapkan sistem

pelayanan kota akan lebih efektif dan menyebar secara merata. Hal ini
dikarenakan dekonsentrasi fasilitas perkotaan yang tercipta memperpendek

Universitas Sumatera Utara

jangkauan pelayanan fasilitas tersebut, sekaligus meningkatkan kemudahan bagi
pemenuhan kebutuhan penduduk akan prasarana dan sarana perkotaan.
Rencana sistem pelayanan diperlukan untuk memberikan kemudahan bagi
penduduk untuk memperoleh fasilitas pelayanan yang lengkap bagi penduduk
kota maupun penduduk wilayah sekitarnya (hinterland).
a. Pendidikan
Kegiatan pendidikan di Kota Tebing Tinggi pada umumnya tersebar ke
seluruh kawasan kota terutama untuk pendidikan dasar dan menengah. Adapun
penempatannya disesuaikan dengan perencanaan lingkungan dan permukiman dan
didasarkan pada pertimbangan intensitas tertinggi dalam penggunaan lahan untuk
fasilitas pendidikan dan ketersediaan tanah relatif luas serta keadaan lingkungan
sekitar yang masih dapat dipertahankan untuk mendukung kegiatan pendidikan.
b. Peribadatan
Rencana kebutuhan fasilitas peribadatan tergantung kebutuhan masingmasing lingkungan. Pemeluk agama Kota Tebing Tinggi terdiri dari agama Islam,
Kristen, Budha dan Hindu serta fasilitas peribadatannya tersebar di hampir seluruh
kota.
c. Kesehatan
Pusat kesehatan dipusatkan di pusat kota yang mempunyai skala
pelayanan tingkat regional dan kota. Sedangkan fasilitas pelayanan untuk skala
pelayanan lebih kecil ditempatkan pada pusat-pusat BWK yang telah
direncanakan.
d. Perdagangan

Universitas Sumatera Utara

Kawasan pertokoan telah berkembang di pusat kota dan sampai akhir
tahun perencanaan kondisi ini masih tetap dipertahankan, selain mengembangkan
pusat perbelanjaan yang memiliki skala pelayanan yang lebih kecil, seperti
kecamatan atau BWK. Pasar induk yang saat ini berada di pusat kota (Kelurahan
Pasar Baru), direncanakan untuk dipindah ke BWK Utara. Perpindahan ini
disebabkan karena kemungkinan padatnya kawasan ini sehingga beban arus lalu
lintas. Pasar Induk yang dipindahkan ke BWK Utara juga akan didukung dengan
adanya sistem jaringan jalan lingkar luar (arteri primer).
e. Pemerintahan dan Bangunan-bangunan Umum
Rencana pengembangan fasilitas perkantoran dan bangunan umum
ditentukan sebagai berikut:


Kawasan pemerintahan ditentukan pada lokasi yang mempunyai intensitas
relatif tinggi di BWK Utara yaitu di kelurahan Tg. Merulak



Bangunan fisik yang dimaksud disini adalah kantor polisi, kantor pos, kantor
camat dan kelurahan, pos pemadam kebakaran, dan gedung pertemuan. Oleh
karenanya di dalam pengembangan fasilitas perkantoran dan bangunan umum
ini selain di pusat kota juga di pusat BWK.



Perkantoran yang telah disebutkan di atas adalah termasuk perkantoran
swasta, sedangkan bangunan umum adalah balai pertemuan untuk tingkat kota
dan juga setiap pusat bagian wilayah kotanya.

f. Rekreasi dan Olah Raga
Fasilitas rekreasi dapat berupa taman dan ruang terbuka atau berupa
kegiatan rekreasi pada ruang tertutup. Ruang terbuka yang dimaksud adalah suatu

Universitas Sumatera Utara

areal tidak terbangun, dapat berupa suatu areal atau suatu lapangan untuk kegiatan
olah raga, taman, alun-alun, jalur hijau, kuburan.
Untuk lapangan olah raga pengembangannnya disebar merata ke seluruh
lokasi-lokasi rencana permukiman, biasanya bersatu dengan pengembangan pusatpusat

pendidikan.

Sedangkan

untuk

stadion/kompleks

olah

raga

pengembangannya ditetapkan di BWK Utara yang bersebelahan dengan rencana
kawasan perkantoran.
Tanah konservasi (jalur hijau) direncanakan sebagai daerah penyangga
untuk kawasan DAS (daerah aliran sungai) dan daerah penyangga antara kegiatan
pengembangan kawasan industri dan kegiatan-kegiatan lainnya. Sedangkan untuk
taman lingkungan, rencana pengembangannya disesuaikan dengan kebutuhan
lingkungan perumahan. Pola penyebaran fasilitas-fasilitas tersebut di atas perlu
diselaraskan dengan pengembangan sistem pembentukan unit-unit lingkungan,
sehingga dengan demikian penetapan setiap jenis fasilitas ini dapat melayani
lingkungannya.
Kondisi kesejahteraan masyarakat di Kota Tebing Tinggi pada tahun 2011
terdapat 36.171 keluarga yang terdiri dari 313 Keluarga Pra Sejahtera dan 35.858
Keluarga Sejahtera. Keluarga Sejahtera terdiri dari 7.301 Keluarga Sejahtera I,
11.993 Keluarga Sejatera II, dan 14.192 Keluarga Sejahtera III, dan 2.372
Keluarga Sejahtera III+. Hal ini mengindikasikan bahwa ada 0,86% keluarga di
Kota Tebing Tinggi yang belum dapat memenuhi kebutuhan dasar secara minimal
seperti sandang, pangan, papan, kesehatan, pengajaran dan agama sedangkan
untuk kelurga yang sudah dapat memenuhi kebutuhan dasar minimal ada 99,13%.
Tabel 4.1. Banyaknya Keluarga Menurut Kecamatan dan Klasifikasi
Keluarga di Kota Tebing Tinggi Tahun 2011

Universitas Sumatera Utara

Kecamatan

Prasejahtera

Keluarga
Sejahtera I

Keluarga
Sejahtera II

Keluarga
Sejahtera
III+
275
732

Jumlah

1725
1830

Keluarga
Sejahtera
III
3621
2833

Padang Hulu
Tebing Tinggi
Kota
Rambutan
Bajenis
Padang Hilir
Kota Tebing
Tinggi

42
-

1507
597

219
52
313

1850
2236
1111
7301

3073
2404
2961
11993

2542
2545
2611
14192

362
391
612
2372

8046
7628
7345
36171

7170
5982

Sumber : BPS Kota Tebing Tinggi, 2012
Garis kemiskinan Kota Tebing Tinggi terus mengalami peningkatan dari
tahun ke tahun. Tahun 2008 Rp 237.294,00, tahun 2009 Rp 254.387,00, dan tahun
2010 Rp 282.366,00. Sementara itu, jumlah penduduk miskin di Kota Tebing
Tinggi dari tahun ke tahun mengalami penurunan. Di tahun 2008 terdapat 23.070
penduduk miskin, di tahun 2009 terdapat 25.030 penduduk miskin, dan tahun
2010 18.900 jiwa.
Tabel 4.2. Garis Kemiskinan dan Penduduk Miskin di Kota Tebing Tinggi
Tahun
Garis Kemiskinan
Jumlah Penduduk Miskin
2005
162.969
14.900
2006
177.933
14.370
2007
189.744
13.400
2008
237.294
23.070
2009
254.387
20.530
2010
282.366
18.900
Sumber : BPS Kota Tebing Tinggi, 2012

4.1.2. Kondisi Perumahan di Kota Tebing Tinggi menurut Inkesra Kota
Tebing Tinggi tahun 2012
4.1.2.1. Luas lantai
Sebagian besar rumah tangga menempati rumah dengan luas lantai antara
50-99 m2 pada tahun 2007 yaitu sebesar 54,44 %, sementara pada tahun 2009
sedikit menurun menjadi 53,46 %. Sedangkan tahun 2011 naik tajam menjadi
59,67 %. Kemudian rumah tangga yangmenghuni rumah yang luas lantainya 20-

Universitas Sumatera Utara

49 m2 pada tahun 2007 sebesar 26,15 % sedangkan tahun 2009 turun menjadi
23,20 % dan pada tahun 2011 menaik kembali menjadi 23,93%.

Tabel 4.3. Persentase Rumah Tangga di Kota Tebing Tinggi Menurut Luas
Lantai Tahun 2007, 2009 dan 2011
Luas Lantai (m2)
2007
2009
2011
< 20
1,48
1,15
0,94
20-49
26,15
23,20
23,93
50-99
54,44
53,46
59,67
100-149
12,66
15,94
10,66
150+
5,26
6,25
4,79
Sumber : Inkesra Kota Tebing Tinggi, 2012
Jika dilihat dari jenis lantai, bisa dikatakan rumah dengan lantai tanah
lebih tidak sehat karena ditanah terdapat banyak kuman penyakit, lain dengan
rumah dengan lantai bukan tanah tentunya akan lebih sehat selain itu juga cara
membersihkannya dari kotoran lebih mudah.
Tabel 4.4. Persentase Rumah Tangga di Kota Tebing Tinggi Menurut Jenis
Lantai Tahun 2007, 2009 dan 2011
Jenis Lantai
2007
2009
2011
Bukan tanah
97,04
98,52
99,54
Tanah
2,96
1,48
0,46
Sumber : Inkesra Kota Tebing Tinggi, 2012

Menurut data Susenas 2011 bahwa di Kota Tebing Tinggi rumah dengan
lantai bukan terbuat dari tanah sebesar 99,54%, kemudian lantai rumah yang
terbuat dari tanah 0,46%. Lantai bukan tanah tersebut adalah jenis keramik,
ubin/tegel, semen, kayu dan lainnya. Sedangkan lantai tanah adalah lantai rumah
yang terbuat di luar dari yang disebutkan di atas.

4.1.2.2. Jenis Dinding dan Atap Rumah
Dilihat dari jenis dindingnya, rumah tangga yang menempati rumah
dengan dinding tembok di kota ini mengalami peningkatan, dimana pada tahun

Universitas Sumatera Utara

2006 ada sebanyak 60,36 % rumah tangga sudah mendiami rumah dengan dinding
tembok, pada tahun 2008 menjadi 70,21 % dan tahun 2010 menjadi 73,94 %.

Tabel 4.5. Persentase Rumah Tangga di Kota Tebing Tinggi Menurut
Dinding Rumah Tahun 2007, 2009 dan 2011
Jenis Dinding
2007
2009
2011
Tembok
63,16
68,74
75,84
Bukan Tembok
36,84
31,26
24,16
Sumber : Inkesra Kota Tebing Tinggi, 2012
Untuk penggunaan atap rumah tentunya menyesuaikan dengan jenis
dindingnya, apabila dinding rumah sudah tergolong baik sudah barang tentu
penggunaan jenis atapnya yang baik juga.

Tabel 4.6. Persentase Rumah Tangga di Kota Tebing Tinggi Menurut Jenis
Atap Tahun 2007, 2009 dan 2011
Jenis Atap
2007
2009
2011
Beton
3,13
3,79
5,51
Genteng
2,63
0,33
4,04
Sirap
0,66
0,16
0,46
Seng
87,34
92,10
88,42
Asbes
1,64
1,32
0,00
Ijuk/Daun
4,61
2,30
1,57
Sumber : Inkesra Kota Tebing Tinggi, 2012
Data Susenas menunjukkan bahwa jenis atap sebagian besar rumah di
Kota Tebing Tinggi adalah seng yaitu sekitar 87,34% rumah tangga pada tahun
2007, naik menjadi 92,10% pada tahun 2009 serta pada tahun 2011 menjadi
88,42%.

4.1.3. Kondisi Permukiman Kawasan Kumuh
Kondisi perumahan dan permukiman kawasan kumuh Kota Tebing Tinggi
sebagian besar merupakan bangunan permanen dengan tingkat kepadatan cukup
tinggi. Selain itu terdapat pula permukiman non permanen atau rumah kurang

Universitas Sumatera Utara

layak huni dimana kualitas struktur bangunan tersebut belum memenuhi
persyaratan, baik dari segi kebutuhan keamanan maupun keselamatan bagi
penghuninya, antara lain dilihat dari pondasi, dinding, atap, maupun lantai dari
suatu rumah tinggal yang sehat. Semakin banyak rumah dalam suatu lingkungan
permukiman yang tidak memenuhi kebutuhan minimal keselamatan, kesehatan,
dan keamanan mengindikasikan kondisi lingkungan permukiman menuju kepada
perumahan/ permukiman yang kurang layak huni.
Dari kondisi di atas dapat disimpulkan bahwa permasalahan perumahan di
Kawasan Kumuh Kota Tebing Tinggi meliputi :
1) Banyaknya masyarakat yang belum memiliki rumah sendiri (menyewa pada
orang lain atau tinggal bersama orang tua/saudara)
2) Banyak masyarakat yang menghuni rumah kurang layak huni, rusak maupun
struktur bangunan kurang layak
3) Kepadatan rumah tinggi dan konstruksi bangunan dari kayu sehingga rawan
terhadap bahaya kebakaran
4) Banyak masyarakat yang tinggal di rumah yang berada di bantaran sungai.
4.1.3.1. Air Bersih
Masyarakat dalam memenuhi kebutuhan akan air bersih dari bermacam
sumber antara lain melalui pelayanan PDAM, sumber air bawah tanah yaitu
sumur gali dan sumur bor/air dalam, maupun air hujan. Pelayanan air bersih oleh
PDAM dengan sistem pengaliran secara pemompaan mulai dari sumber air baku
hingga jaringan distribusi yang beroperasi kurang dari 24 jam, dan sebagian besar
masyarakat belum terlayani air bersih yang berasal dari PDAM. Dalam memenuhi
kebutuhan mereka sehari-hari untuk mandi, mencuci maupun untuk keperluan

Universitas Sumatera Utara

lainnya, masyarakat menggunakan air PDAM dan air sumur. Kondisi air yang
kurang memenuhi persyaratan untuk kebutuhan mandi ataupun mencuci pakaian
maupun mencuci peralatan dapur mereka gunakan karena sudah menjadi
kebiasaan mereka.
Dari kondisi di atas dapat disimpulkan bahwa permasalahan air bersih di
Kawasan Kumuh Kota Tebing Tinggi meliputi :

Gambar 4.2. Kondisi Air Bersih Kawasan Kumuh
1) Kurangnya pelayanan air bersih
2) Banyak rumah yang belum memilki sambungan langsung untuk mendapatkan
air bersih.

Universitas Sumatera Utara

4.1.3.2. Saluran Drainase
Derajat kelancaran air pada saluran drainase dikategorikan ke dalam
kondisi lancar, tidak lancar, tergenang, dan tidak ada saluran. Semakin banyak
saluran yang tidak lancar, tergenang, maupun tidak ada saluran drainase
mencerminkan suatu lingkungan fisik permukiman yang buruk. Secara umum
sistem aliran drainase kawasan kumuh Kota Tebing Tinggi mengalir secara
gravitasi dan bermuara di saluran primer yaitu Sungai yang merupakan
pembuangan akhir dari sistem drainase kota.
Pada umumnya saluran drainase tersier yang melayani lingkungan
permukiman yang ada di wilayah Kawasan Kumuh Kota Tebing Tinggi terbangun
sejajar dengan pola jalan. Sebagian sistem jaringan drainase tersebut sudah
terdapat jaringan yang diperkeras, dengan lebar antara 20 – 30 cm, dengan
kedalaman yang bervariasi dan tidak lebih dari 50 cm. Sebagian besar saluran
drainase merupakan saluran dengan konstruksi terbuka. Kondisi saluran drainase
di sebagian besar wilayah kawasan Kumuh Kota Tebing Tinggi dalam kondisi
rusak, tersumbat oleh sampah, serta mengalami penyempitan akibat sedimentasi
lumpur, tanah, dan sampah yang mengakibatkan saluran tidak dapat berfungsi
secara maksimal. Kemudian di beberapa lingkungan lainnya ada yang belum
memiliki saluran drainase sehingga jalan lingkungan dan daerah di sekitarnya
tergenang air apabila terjadi hujan serta hanya mengandalkan peresapan, selain itu
tingkat kesadaran sebagian besar masyarakat masih kurang dalam mengelola
saluran yaitu tindakan untuk membersihkan saluran masih sangat minim,
membiarkan saluran mengalami sedimentasi, dan membuang sampah di saluran

Universitas Sumatera Utara

drainase. Kerusakan saluran drainase terdapat di kawasan kumuh Kota Tebing
Tinggi.
Dari kondisi di atas dapat disimpulkan bahwa permasalahan drainase di
kawasan kumuh Kota Tebing Tinggi meliputi :
a. Kurangnya prasarana dan sarana drainase
b. Sering terjadi banjir
c. Kurangnya kesadaran masyarakat dalam memelihara saluran drainase
(mengakibatkan saluran kurang berfungsi).

Gambar 4.3. Kondisi Drainase Kawasan Kumuh
4.1.3.3. Sanitasi (Saluran Pembuangan Limbah)
Kondisi sanitasi lingkungan dilihat dari persentase jumlah KK yang tidak
menggunakan fasilitas jamban keluarga atau jamban umum yang memenuhi syarat
teknis on site sanitation/septic tank dalam suatu wilayah. Rendahnya tingkat

Universitas Sumatera Utara

penggunaan septic tank pada suatu lingkungan permukiman mengindikasikan
buruknya kondisi sanitasi pada lingkungan tersebut.
Limbah pada lingkungan kawasan kumuh Kota Tebing Tinggi berupa
limbah rumah tangga atau limbah domestik yang meliputi limbah padat atau
sampah dan limbah cair (grey water). Limbah rumah tangga khususnya limbah
cair sebagian dikelola dengan sistem pembuangan setempat berupa jamban
dengan septic tank dan sebagian lainnya dibuang di sungai.
Penanganan limbah di lingkungan permukiman kawasan kumuh Kota
Tebing menggunakan sistem pembuangan setempat (on site system) dan dikelola
oleh masyarakat atau rumah tangga itu sendiri. Masyarakat juga membangun
sarana sanitasi berupa jamban keluarga dengan kondisi yang kurang memadai,
sedangkan MCK di lingkungan kawasan kumuh Kota Tebing Tinggi yang terletak
di tepi sungai dengan kondisi yang memadai. Sistem ini terbatas pada pelayanan
pembuangan kotoran yang berasal dari jamban rumah tangga yang disalurkan ke
saluran drainase jalan dan sungai. Selain itu pembuangan limbah juga melalui
drainase lingkungan.
Permasalahan limbah khususnya limbah rumah tangga antara lain masih
banyak

masyarakat

yang

belum

menggunakan

jamban

keluarga

dan

memanfaatkan sungai sebagai tempat pembuangan limbah keluarga. Jamban yang
ada belum menggunakan peresapan dan berpotensi mencemari lingkungan
setempat.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 4.4. Kondisi Sanitasi Kawasan Kumuh
Dari

kondisi

di

atas

dapat

disimpulkan

bahwa

permasalahan

sanitasi/limbah di kawasan kumuh Kota Tebing Tinggi meliputi :
a. Kurangnya prasarana dan sarana pembuangan limbah rumah tangga
b. Kurangnya lahan untuk pengembangan limbah rumah tangga (padatnya
bangunan)
c. Kurangnya kesadaran masyarakat dalam membuang limbah rumah tangga.
4.1.3.4. Persampahan
Sistem pengelolaan persampahan di kawasan kumuh Kota Tebing Tinggi
menggunakan sistem pembuangan setempat (on site system) yaitu sampah dikelola
dengan cara ditimbun, dibakar, ditumpuk di lahan terbuka sekitar permukiman,
maupun dibuang di sungai. Kesadaran sebagian masyarakat di kawasan kumuh
Kota Tebing Tinggi mengenai kebersihan terutama dalam hal mengelola sampah
masih kurang. Hal tersebut dapat dilihat dari timbulan sampah yang dihasilkan
oleh rumah tangga yang menumpuk di berbagai tempat di sekitar lingkungan

Universitas Sumatera Utara

permukiman dan lahan terbuka banyak yang dimanfaatkan sebagai tempat
penumpukan sampah. Sistem pengelolaan persampahan oleh masyarakat di
kawasan kumuh Kota Tebing Tinggi antara lain dapat dilihat pada Gambar 4.5.
Kondisi pada Gambar 4.5 dapat disimpulkan bahwa permasalahan
persampahan di kawasan kumuh Kota Tebing Tinggi meliputi :
a. Kurangnya prasarana dan sarana persampahan
b. Kurangnya kesadaran masyarakat dalam membuang sampah.

Gambar 4.5: Pengelolaan Persampahan oleh Masyarakat

4.1.3.5. Jalan
Jalan berfungsi sebagai prasarana penghubung antara suatu wilayah dengan
wilayah lainnya, baik di dalam maupun di luar kawasan tersebut, selain itu jalan juga
berfungsi untuk memperlancar arus perekonomian antar wilayah sehingga dapat
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan suatu wilayah. Kondisi jalan di suatu

Universitas Sumatera Utara

wilayah tercermin dari segi kualitas permukaannya yang dikategorikan ke dalam
kondisi baik, sedang, rusak ringan, dan rusak berat.
Jaringan jalan yang terdapat di kawasan kumuh Kota Tebing Tinggi yaitu
jalan utama

yang melintas di kawasan tersebut dan mengintegrasikan kawasan

dengan sistem kota. Konstruksi jalan berupa aspal (hotmix) dengan lebar 5 hingga 6
m yang menghubungkan dengan wilayah sekitarnya. Kondisi ruas jalan tersebut
dalam kondisi baik. Kawasan kumuh Kota Tebing Tinggi merupakan lingkungan
padat dimana jalan yang terdapat di lingkungan permukiman adalah jalan dengan
konstruksi rabat beton dan masih terdapat jalan lingkungan dengan konstruksi berupa
tanah dengan kondisi rusak dan sering tergenang air. Akses di kawasan kumuh Kota
Tebing Tinggi tergolong lancar terhadap sistem kota dan sistem kawasan. Untuk jalan
lingkungan yang ada di kawasan kumuh secara umum dalam kondisi rusak.

Gambar 4.6. Kondisi Jalan di Kawasan Kumuh
Dari kondisi di atas dapat disimpulkan bahwa permasalahan jalan akses di
kawasan kumuh Kota Tebing Tinggi meliputi :

Universitas Sumatera Utara

a. Kurangnya kualitas jalan lingkungan (banyak jalan dalam kondisi tidak ada
perkerasan permukaan jalan/jalan tanah)
b. Jalan inspeksi di sungai belum dimanfaatkan
c. Kesadaran masyarakat dalam memelihara jalan kurang (jalan rusak karena
saluran drainase kanan kiri jalan rusak sehingga tidak berfungsi).

4.1.4. Sosial Ekonomi Masyarakat
Sosial ekonomi masyarakat responden yang dideskripsikan dalam
penelitian ini adalah umur, jenis kelamin, lama menetap, jumlah tanggungan
keluarga, pendidikan, pendapatan, mata pencaharian masyarakat responden
kawasan kumuh Kota Tebing Tinggi.
4.1.4.1. Umur
Responden penelitian umurnya sekitar 25 tahun sampai dengan lebih dari
50 tahun seperti tertera pada Tabel 4.7.
Tabel 4.7. Distribusi Umur Responden
No Umur (Tahun)
Jumlah (Orang)
1.
25-35
8
2.
36-45
31
3.
46-55
38
4.
> 55
23
Jumlah
100
Sumber : Data Primer diolah, 2015

Persentase (%)
8,00
31,00
38,00
23,00
100,00

Distribusi umur responden masyarakat yang paling besar diperoleh pada
umur antara 46-55 tahun sebanyak 38 responden (38,00%), diikuti dengan umur
antara 36-45 tahun sebanyak 31 responden (31,99%), umur lebih besar dari 55
tahun sebanyak 23 responden (23,00%) dan umur antara 25-35 tahun sebanyak 8
responden (8,00 %). Beragamnya umur responden menunjukkan bahwa yang
menjadi responden penelitian ini telah melibatkan masyarakat dari berbagai

Universitas Sumatera Utara

tingkatan umur, dan dapat disimpulkan bahwa golongan umur responden di
daerah

penelitian

masih

termasuk

usia

produktif

dan

berkemampuan

mengembangkan usaha dan penerimaan pendapatan keluarga.

4.1.4.2.Pendidikan
Pendidikan

merupakan

program

pemerintah

untuk

mencerdaskan

kehidupan masyarakat dan pemerintah telah mencanangkan wajib belajar selama 9
tahun. Namun tingkat pendidikan responden masyarakat kawasan kumuh Kota
Tebing Tinggi masih ada yang belum memenuhi wajib belajar yaitu 4 orang
responden, seperti tertera pada Tabel 4.8.
Tabel 4.8. Jumlah Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir
Pendidikan Terakhir
Jumlah Responden
Persentase
(Orang)
(%)
Tamat SD
4
4,00
SMP
36
36,00
SMA
48
48,00
D1/D3
12
12,00
S1
0
0,00
Jumlah
100
100,00
Sumber : Data Primer diolah, 2015

Tabel 4.8. menunjukkan bahwa mayoritas responden masyarakat kaawasan
kumuh Kota Tebing Tinggi berpendidikan tamatan SMA yaitu sebanyak 48
responden (48,00%), Tamatan SMP sebanyak 36 responden (36,00%), tamatan
D1/D3 sebanyak 12 responden (12,00%), dan tamatan SD sebanyak 4 responden
(4,00%).

Universitas Sumatera Utara

4.1.4.3. Jenis Kelamin
Jenis kelamin responden penelitian umunya adalah laki-laki dan ada juga
perempuan seperti tertera pada Tabel 4.9.
Tabel 4.9. Distribusi Jenis Kelamin Responden
No Jenis Kelamin
Jumlah (orang)
Persentase (%)
1.
Laki-laki
79
79,00
2.
Perempuan
21
21,00
Jumlah
100
100,00
Sumber : Data Primer diolah, 2015
Distribusi responden masyarakat berdasarkan kategori jenis kelamin yang
paling dominan adalah laki-laki sebanyak 79 responden (79,00%) sedangkan
perempuan sebanyak 21 responden (21,00%). Adanya responden perempuan
menunjukkan bahwa yang menjadi responden penelitian ini telah melibatkan
masyarakat dari gender laki-laki dan perempuan.
4.1.4.4. Jumlah Tanggungan Keluarga
Jumlah tanggungan keluarga responden penelitian umunya adalah 2
sampai dengan 5 orang seperti tertera pada Tabel 4.10.

Tabel 4.10. Distribusi Jumlah Tanggungan Keluarga Responden
No
Jumlah Tanggungan (orang)
Jumlah (orang)
Persentase (%)
1.
2
13
17.39
2.
3
44
41.30
3.
4
28
26.09
4.
5
15
15.22
Jumlah
100
100,00
Sumber : Data Primer diolah, 2015
Distribusi responden masyarakat berdasarkan kategori jumlah tanggungan
keluarga yang paling dominan adalah 3 orang sebanyak 44 responden (44,00%),
diikuti dengan jumlah tanggungan 4 orang sebanyak 28 responden (28,00%).
Jumlah tanggungan 2 orang dan 5 orang masing-masing sebanyak 13 responden
(13,00%) dan 15 responden (15,00%). Beragamnya jumlah tanggungan keluarga

Universitas Sumatera Utara

masyarakat yang berada di kawasan kumuh menunjukkan bahwa yang menjadi
responden penelitian ini telah melibatkan masyarakat dengan jumlah tanggungan
keluarga yang beragam yaitu memiliki jumlah tanggungan keluarga 2 sampai
dengan 5 orang.

4.1.4.5. Lama Menetap di Daerah Penelitian
Sebagian kecil masyarakat di daerah penelitian adalah masyarakat
pendatang yang berdekatan dengan lokasi penelitian. Lamanya responden
menetap di daerah penelitian dapat dilihat pada Tabel 4.11.

Tabel 4.11. Distribusi Responden Berdasarkan Lama Menetap
No
Lama Menetap (Tahun)
Jumlah (Orang)
1.
≤ 10
5
2.
11 – 20
26
3.
21 - 30
37
4.
> 30
32
Jumlah
100
Sumber : Data Primer diolah, 2015

Persentase (%)
5,00
26,00
37,00
32,00
100,00

Distribusi responden masyarakat berdasarkan lama menetap yang paling
dominan adalah antara 21-30 tahun sebanyak 37 responden (37,00%), diikuti
dengan telah menetap lebih dari 30 tahun sebanyak 32 responden (32,00%), lama
menetap selama 11 – 20 tahun sebanyak 26 responden (26,00%)

dan lama

menetap di bawah 10 tahun sebanyak 5 responden (5,00%). Bila dibandingkan
dengan umur responden, maka mayoritas responden adalah penduduk asli daerah
tersebut, hanya sebagian kecil responden yang merupakan masyarakat pendatang.

Universitas Sumatera Utara

4.1.4.6.Pendapatan
Tingkat pendapatan masyarakat responden kawasan kumuh Kota Tebing
Tinggi umumnya sekitar Rp. 500.000 sampai dengan di atas Rp. 2.000.000,
namun ada juga yang memiliki pendapatan di bawah Rp. 500.000. Pendapatan
sebagian masyarakat responden ini masih menunjukkan di bawah pendapatan ratarata perkapita Rp. 1.674.1888 per bulan seperti tertera pada Tabel 4.12.
Tabel 4.12. Jumlah Responden Berdasarkan Pendapatan
Pendapatan
Jumlah Responden
(Rp)
(Orang)
0 – 500.000
7
501 – 1.000.000
54
1.001.000 – 1.500.000
32
1501.000 – 2.000.000
7
> 2.000.000
0
Jumlah
100
Sumber : Data Primer diolah, 2015

Persentase
(%)
7
54
32
7
0
100,00

Tabel 4.12. terlihat bahwa mayoritas masyarakat responden kawasan
kumuh Kota Tebing Tinggi memiliki pendapatan Rp. 501.000 – 1.000.000 yaitu
sebanyak 54 responden (54%), disusul kemudian memiliki pendapatan Rp.
1.001.000 – Rp. 1.500.000 sebanyak 32 responden (32,00%), memiliki
pendapatan Rp. 1.501.000 – 2.000.000 dan memiliki pendapatan di bawah Rp.
500.000 masing-masing sebanyak 7 responden (7,00%).

4.1.4.7 Mata Pencaharian
Mata pencaharian kepala keluarga responden masyarakat kawasan kumuh
umumnya pedagang, wiraswasta, tukang becak, penjahit, dan tukang parkir seperti
tertera pada Tabel 4.13.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 4.13. Jumlah Responden Berdasarkan Mata Pencaharian
Pendapatan
Jumlah Responden
Persentase
(Rp)
(Orang)
(%)
Wiraswasta
25
25,00
Pedagang
43
43,00
Tukang Becak
12
12,00
Penjahit
8
8,00
Tukang Parkir
5
5,00
Pensiunan
7
7,77
Jumlah
100
100,00
Sumber : Data Primer diolah, 2015

Tabel 4.13. terlihat bahwa mayoritas masyarakat responden kawasan
kumuh Kota Tebing Tinggi memiliki mata pencaharian sebagai pedagang yaitu
sebanyak 43 responden (43%), disusul kemudian wiraswasta sebanyak 25
responden (25,00%), mata pencaharian tukang becak sebanyak 12 responden
(12%), mata pencaharian penjahit sebanyak 8 responden (8%), mata pencahrian
tukang parkir sebanyak 5 responden (5%) dan mata pencaharian pensiunan
sebanyak 7 responden (7%). Hasil ini menunjukkan bahwa masyarakat responden
memiliki mata pencaharian pedagang yang mumpuni untuk dapat mencukupi
keluarganya.

4.1.5. Faktor-faktor Tinggal di Kawasan Kumuh
4.1.5.1. Uji Asumsi Klasik
4.1.5.1.1. Normalitas
Normalitas data dalam penelitian dilihat dengan cara memperhatikan
penyebaran data (titik) pada Normal PPlot of Regression Standardized Residual
dari variabel terikat. Persyaratan dari uji normalitas data adalah jika data
menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal, maka model
regresi memenuhi asumsi normalitas. Jika data menyebar jauh dari garis diagonal

Universitas Sumatera Utara

atau tidak mengikuti garis diagonal, maka model regresi tidak memenuhi asumsi
normalitas.
Observed
0.0

0.2

Cum

0.4

Prob

0.6

0.8

1.0

0.0

borP muC detcepxE

0.2

0.4

0.6

0.8

1.0

Normal

Dependent

Variable:

P-P

Regression

Plot

of

Kawasan

Kumuh

Standardized

Residual

Gambar 4.7. Hasil Uji Normalitas Faktor-faktor Tinggal di Kawasan Kumuh
Pada Gambar 4.7. dapat dilihat hasil bahwa semua data berdistribusi
secara normal dan tidak terjadi penyimpangan, sehingga data yang dikumpulkan
dapat diproses dengan metode-metode selanjutnya. Hal ini dapat dibuktikan
dengan memperhatikan sebaran data yang menyebar disekitar garis diagonal pada
“Normal P-Plot of Regresion Standardized Residual” sesuai gambar di atas,
sehingga dapat dikatakan bahwa model regresi dalam penelitian ini berdistribusi
normal.
4.1.5.1.2. Multikolinieritas
Pengujian ada tidaknya gejala multikolinearitas dilakukan dengan
memperhatikan nilai matriks korelasi yang dihasilkan pada saat pengolahan data
serta nilai VIF (Variance Inflation Factor) dan Tolerance-nya. Nilai dari VIF
yang kurang dari 10 dan tolerance yang lebih dari 0,10 maka menandakan bahwa
tidak terjadi adanya gejala multikolinearitas. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
model regresi tersebut tidak terdapat problem multikolinieritas.

Universitas Sumatera Utara

Tabe