Kajian Efektifitas Penggunaan Semen Portland dan Limbah Karbit terhadap Stabilitas Tanah Lempung Ditinjau Dari Nilai CBR

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

TINJAUAN UMUM

2.1.1 Tanah
Tanah didefinisikan sebagai material yang terdiri dari agregrat (butiran)
mineral-mineral padat yang tidak tersementasi (terikat secara kimia) satu sama
lain dan dari bahan-bahan organik yang telah melapuk (yang berpartikel padat)
disertai dengan zat cair dan gas yang mengisi ruang-ruang kosong di antara
partikel-partikel padat tersebut (Braja M. Das, 1998). Dalam pengertian teknik
secara umum, tanah didefinisikan sebagai bahan padat (baik berupa mineral
maupun organik) yang terletak di permukaan bumi, terus mengalami perubahan
yang dipengaruhi oleh faktor-faktor bahan induk, iklim, organisme, topografi, dan
waktu. Tanah umumnya dapat disebut sebagai kerikil (gravel), pasir (sand), lanau
(silt), atau lempung (clay), tergantung pada ukuran partikel yang paling dominan
pada tanah tersebut. Tanah terdiri dari 3 komponen, yaitu udara, air, dan bahan
padat. Udara dianggap tidak mempunyai pengaruh teknis, sedangkan air sangat
mempengaruhi sifat-sifat teknis tanah. Ruang di antara butiran-butiran, sebagian

atau seluruhnya dapat terisi oleh air atau udara. Bila rongga tersebut terisi air
seluruhnya, tanah dikatakan dalam kondisi jenuh sebagian (partially saturated).

2.1.2 Sifat-Sifat Fisik Tanah
Tanah terdiri dari 3 (tiga) fase elemen yaitu: butiran padat (solid), air dan
udara. Ketiga fase elemen tersebut dapat dilihat dalam Gambar 2.1

9
Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.1 Elemen Tanah Dalam Keadaan Asli Dan Tiga Fase Elemen Tanah
Gambar 2.1 memperlihatkan ketiga fase elemen tanah yang mempunyai
volume V dan berat total W. Dari gambar tersebut diperoleh persamaan hubungan
antara volume-berat dari tanah berikut :

Dimana :

� = �� + ��

(2.1)


� = �� + �� + ��

(2.2)

�� : volume butiran padat

�� : volume pori

(cm3)
(cm3)

�� : volume air di dalam pori (cm3)

�� : volume udara di dalam pori(cm3)

10
Universitas Sumatera Utara

Apabila udara dianggap tidak mempunyai berat, maka berat total dari

contoh tanah dapat dinyatakan dengan :

Dimana:

� = �� + ��

(2.3)

�� : berat butiran padat (gr)

�� : berat air

(gr)

2.1.2.1 Kadar Air (Water Content)
Kadar air (W) merupakan perbandingan antara berat air (Ww) dengan berat
butiran padat (Ws) dalam tanah tersebut, dinyatakan dalam persen.
�(%) =

��

��

� 100

(2.4)

Dimana:
W

= Kadar air

(%)

Ww

= Berat air

(gr)

Ws


= Berat butiran

(gr)

2.1.2.2 Angka Pori (Void Ratio)
Angka pori atau void ratio (e) didefinisikan sebagai perbandingan antara
volume rongga (�� ) dengan volume butiran (�� ) dalam tanah, atau :
11
Universitas Sumatera Utara

� =

��

(2.5)

��

Dimana:



: angka pori

��

: volume butiran(cm3)

�� : volume rongga(cm3)

2.1.2.3 Porositas (Porocity)
Porositas atau porosity (n) didefinisikan sebagai persentase perbandingan
antara volume rongga (�� ) dengan volume total (�) dalam tanah, atau :
�=

Dimana:


: porositas




: volume total

��


� 100

(2.6)

�� : volume rongga(cm3)

(cm3)

2.1.2.4 Berat Volume Basah (Unit Weight)
Berat volume lembab atau basah (�� ) merupakan perbandingan antara

berat butiran tanah termasuk air dan udara (W) dengan volume tanah (V).
�� =





(2.7)

Dimana:
��

= Berat volume basah (gr/cm3)

12
Universitas Sumatera Utara

W

= berat butiran tanah (gr)

V


= volume total tanah (cm3)

2.1.2.5 Berat Volume Kering (Dry Unit Weight)
Berat volume kering (�� ) merupakan perbandingan antara berat butiran

(Ws) dengan volume total (V) tanah.
�� =

��

(2.8)



Dimana:
��

= berat volume kering (gr/cm3)

V


= volume total tanah (cm3)

��

= berat butiran tanah (gr)

2.1.2.6 Berat Volume Butiran Padat (Soil Volume Weight)
Berat volume butiran padat (�� ) merupakan perbandingan antara berat

butiran tanah (�� ) dengan volume butiran tanah padat (�� ).
�� =

��
��

(2.9)

Dimana:
��


= berat volume padat (gr/cm3)

13
Universitas Sumatera Utara

��

��

= berat butiran tanah (gr)
= volume total padat (cm3)

2.1.2.7 Berat Jenis (Specific Gravity)
Berat jenis tanah (Gs) merupakan perbandingan antara berat volume
butiran padat (�� ) dengan berat volume air (�� ) pada temperature 4º. Nilai suatu

berat jenis tanah tidak bersatuan (tidak berdimensi).
�� =

��

(2.10)

��

Dimana:
Gs

= berat jenis

��

= berat volume padat (gr/cm3)

��

= berat volume air

(gr/cm3)

Nilai-nilai berat jenis dari berbagai jenis tanah dapat dilihat dalam Tabel 2.1

berikut ini.

14
Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.1 Berat Jenis Tanah
Macam Tanah

Berat Jenis

Kerikil

2,65 – 2,68

Pasir

2,65 – 2,68

Lanau tak organic

2,62 – 2,68

Lempung organic

2, 58 – 2,65

Lempung tak organic

2,68 – 2,75

Humus

1,37

Gambut

1,25 – 1,80

(Sumber: Mekanika Tanah Jilid I, Hardiyatmo, 2002)

2.1.2.8 Derajat Kejenuhan (S)
Derajat kejenuhan atau degree of saturation (S) didefinisikan sebagai
perbandingan antara volume air (�� ) dengan volume total rongga pori tanah (�� ).

Bila tanah dalam keadaan jenuh, maka � = 1. Derajat kejenuhan suatu tanah (�)
dapat dinyatakan dalam persamaan:
� (%) =

��
��

� 100

(2.11)

Dimana:


: derajat kejenuhan

�� : berat volume air

(cm3)

�� : volume total rongga pori tanah(cm3)

15
Universitas Sumatera Utara

Batas-batas nilai dari derajat kejenuhan tanah dapat dilihat pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2 Derajat Kejenuhan dan Kondisi Tanah
Keadaan Tanah

Derajat Kejenuhan

Tanah kering

0

Tanah agak lembab

> 0 - 0,25

Tanah lembab

0,26 - 0,50

Tanah sangat lembab

0,51 - 0,75

Tanah basah

0,76 - 0,99

Tanah jenuh

1

(Sumber: Mekanika Tanah Jilid I, Hardiyatmo, 2002)

2.1.3 Batas-batas Atterberg (Atterberg Limit)
Tanah yang berbutir halus biasanya memiliki sifat plastis. Sifat plastis
tersebut merupakan kemampuan tanah menyesuaikan perubahan bentuk tanah
setelah bercampur dengan air pada volume yang tetap. Tanah tersebut akan
berbentuk cair, plastis, semi padat atau padat tergantung jumlah air yang
bercampur pada tanah tersebut. Batas-batas Atterberg terbagi dalam tiga batas
berdasarkan kadar airnya yaitu batas cair (liquid limit), batas plastis (plastic limit)
dan batas susut (shrinkage limit).
Ada dua parameter utama untuk mengetahui plastisitas tanah lempung,
yaitu batas atas dan batas bawah plastisitas. Atterberg memberikan cara untuk
menggambarkan batas-batas konsistensi dari tanah berbutir halus dengan

16
Universitas Sumatera Utara

mempertimbangkan kandungan kadar airnya (Holtz dan Kovacs, 1981).Tanah
yang batas cairnya tinggi biasanya mempunyai sifat teknik yang buruk yaitu
kekuatannya rendah, sedangkan kompresibilitasnya tinggi sehingga sulit dalam
hal pemadatannya. Oleh karena itu, atas dasar kandungan kadar air dalam tanah,
tanah dapat dipisahkan ke dalam empat keadaan dasar, yaitu : padat, semi padat,
plastis dan cair, seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 2.2 di bawah ini.

Basah

Kering

PadatSemi Padat

Plastis

Batas Susut

Cair

Batas Plastis

Batas Cair

(Shrinkage Limit) (Plastic Limit) (Liquid Limit)

Gambar 2.2 Batas-Batas Atterberg

2.1.3.1 Batas Cair (Liquid Limit)
Batas Cair (LL) adalah kadar air tanah yang untuk nilai-nilai diatasnya,
tanah akan berprilaku sebagai cairan kental (batas antara keadaan cair dan
keadaan plastis), yaitu batas atas dari daerah plastis.
Batas cair ditentukan dari pengujian Cassagrande (1948), yakni dengan
menggunakan cawan yang telah dibentuk sedemikian rupa yang telah berisi
sampel tanah yang telah dibelah oleh grooving tool dan dilakukan dengan
pemukulan sampel dengan jumlah dua sampel dengan pukulan diatas 25 pukulan
dan dua sampel dengan pukulan dibawah 25 pukulan sampai tanah yang telah
dibelah tersebut menyatu. Hal ini dimaksudkan agar mendapatkan persamaan

17
Universitas Sumatera Utara

sehingga didapatkan nilai kadar air pada 25 kali pukulan. Batas cair memiliki
batas nilai antara 0 – 100, akan tetapi kebanyakan tanah memiliki nilai batas cair
kurang dari 100 (Holtz dan Kovacs, 1981). Pengujian dilaksanakan dengan
menempatkan segumpal tanah dalam sebuah mangkok dan membuat alur dengan
ukuran standar pada tanah tersebut. Kemudian mangkok dijatuhkan ke atas
permukaan yang keras dengan ketinggian 10 mm. Batas cair ditetapkan sebagai
1

kadar air apabila alur bertaut selebar 12,7 mm (2 ��) pada 25 pukulan. Alat uji
batas cair dapat dilihat pada Gambar 2.3 di bawah ini.

Gambar 2.3 Alat Uji Batas Cair

2.1.3.2 Batas Plastis (Plastic Limit)
Tanah dianggap dalam keadaan plastis apabila dapat dibentuk atau diolah
menjadi bentuk baru tanpa retak-retak. Kadar air terendah dimana tanah dianggap
dalam keadaan plastis disebut batas plastis (PL) dari tanah itu. Batas plastis
ditentukan dengan menggulung segumpal tanah menjadi sebuah batangan.

18
Universitas Sumatera Utara

1

Apabila batangan tersebut mulai retak-retak pada diameter 3,18 mm (8 ��), kadar

airnya adalah batas plastis (ASTM D-424).

Batas plastis (PL) adalah kadar air tanah pada kedudukan antara daerah
plastis dan semi padat. Batas plastis memiliki batas nilai antara 0 – 100, akan
tetapi kebanyakan tanah memiliki nilai batas cair kurang dari 40 (Holtz dan
Kovacs, 1981).

2.1.3.3 Batas Susut (Shrinkage Limit)
Batas susut (shrinkage limit) adalah

kadar air tanah pada kedudukan

antara daerah semi padat dan padat, yaitu persentase kadar air di mana
pengurangan kadar air selanjutnya mengakibatkan perubahan volume tanahnya.
Percobaan batas susut dilaksanakan dalam laboratorium dengan cawan porselin
diameter 44,4 mm dengan tinggi 12,7 mm. Bagian dalam cawan dilapisi oleh
pelumas dan diisi dengan tanah jenuh sempurna yang kemudian dikeringkan
dalam oven. Volume ditentukan dengan mencelupkannya dalam air raksa. Batas
susut dapat dinyatakan dalam Persamaan 2.12 seperti yang ditunjukkan pada
rumusan dibawah ini.
�� = �

(� 1 −� 2 )
�2



(�1 −�2 )��
�2

� � 100 %

(2.12)

Dimana:
�1 : berat tanah basah dalam cawan percobaan (gr)
�2 : berat tanah kering oven

�1 : volume tanah basah dalam cawan

(gr)

(cm3)

19
Universitas Sumatera Utara

(cm3)

�2 : volume tanah kering oven

(gr/cm3)

�� : berat jenis air

2.1.3.4 Indeks Plastisitas (Plasticity Index)
Indeks Plastisitas merupakan interval kadar air, yaitu tanah masih bersifat
plastis. Karena itu, indeks plastis menunjukkan sifat keplastisitasan tanah. Jika
tanah mempunyai interval kadar air daerah plastis kecil, maka keadaan ini disebut
dengan tanah kurus. Kebalikannya, jika tanah mempunyai interval kadar air
daerah plastis besar disebut tanah gemuk. Nilai indeks plastisitas dapat dihitung
dengan Persamaan 2.13 berikut :
IP = LL – PL

(2.13)

Dimana:
PI : indeks plastisitas
LL : batas cair
PL : batas plastis
Klasifikasi jenis tanah berdasarkan indeks plastisitasnya dilihat pada Tabel 2.3.
Tabel 2.3 Indeks Plastisitas Tanah
PI

Sifat

Macam tanah

Kohesi

0

Non – Plastis

Pasir

Non – Kohesif

17

Plastisitas Tinggi

Lempung

Kohesif

(Sumber: Mekanika Tanah Jilid I, Hardiyatmo, 2002)

20
Universitas Sumatera Utara

2.1.4 Sistem Klasifikasi Tanah
Sistem klasifikasi tanah digunakan untuk mengelompokkan tanah-tanah
sesuai dengan perilaku umum dari tanah pada kondisi fisis tertentu. Tujuan dari
pengklasifikasian tanah ini adalah untuk memungkinkan memperkirakan sifat fisis
tanah dengan mengelompokkan tanah dengan kelas yang sama yang sifat fisisnya
diketahui dan menyediakan sebuah metode yang akurat mengenai deskripsi tanah
bagi para ahli. Tanah-tanah yang dikelompokkan dalam urutan berdasar satu
kondisi-kondisi fisis tertentu bisa saja mempunyai urutan yang tidak sama jika
didasarkan kondisi-kondisi fisis tertentu lainnya. Untuk memperoleh hasil
klasifikasi yang lebih objektif, biasanya sampel tanah akan diuji di laboratorium
dengan serangkaian uji laboratorium yang dapat menghasilkan klasifikasi tanah.
Sejumlah sistem klasifikasi telah dikembangkan dan pengklasifikasian
tersebut terbagi menjadi tiga sistem klasifikasi yaitu :
1. Klasifikasi tanah berdasar tekstur/ukuran butir
2. Klasifikasi tanah sistem USCS
3. Klasifikasi tanah sistem AASHTO
Sistem-sitem ini menggunakan sifat-sifat indeks tanah yang sederhana
seperti distribusi ukuran butiran, batas cair dan indeks plastisitasnya (Hardiyatmo,
1992).

2.1.4.1 Klasifikasi Tanah Berdasarkan Ukuran Butir
Ukuran butir dapat dijadikan tolok ukur dalam mengklasifikasikan tanah
dan kebanyakan cara-cara dahulu yang lebih mengenal penggunakan ukuran butir
dalam mengklasifikasikan jenis tanah. Sistem yang dikembangkan oleh MIT

21
Universitas Sumatera Utara

merupakan salah satu sistem klasifikasi tanah yang banyak digunakan berdasarkan
ukuran butir tanah. Semakin berkembangnya jaman maka sistem klasifikasi tanah
juga berkembang. Kemudian AASHTO dan Unifed juga mengeluarkan sistem
klasifikasi tanah berdasarkan ukuran butir yang diperlihatkan oleh Gambar 2.4.

Gambar 2.4Klasifikasi berdasar tekstur tanah oleh Departemen Pertanian
Amerika Serikat (USDA)
Meskipun klasifikasi tanah menggunakan ukuran butir memberikan hasil
yang sangat baik, tetapi pengklasifikasian dengan sistem ini memiliki kekurangan
yaitu hanya sedikit sekali hubungan antara ukuran butir dan sifat-sifat fisis bagi
tanah butir halus (Dunn et al., 1980). Namun seiring dengan berkembangnya
teknologi, maka adanya pengembangan sistem klasifikasi tanah yang mengikut
sertakan karakteristik konsistensi dan plastisitas dari fraksi halus.

22
Universitas Sumatera Utara

2.1.4.2 Sistem Klasifikasi AASHTO
Sistem klasifikasi AASHTO (American Association Of State Highway and
Transportation Official Classification) membagi tanah kedalam tujuh kelompok,
A-1 sampai A-7. Tanah-tanah dalam tiap kelompoknya dievaluasi terhadap indeks
kelompoknya yang dihitung dengan rumus-rumus empiris. Pengujian yang
digunakan hanya analisa saringan dan batas-batas atau atterberg. Indeks kelompok
digunakan untuk mengevaluasi lebih lanjut tanah-tanah dalam kelompoknya.
Sistem klasifikasi tanah ASSHTO dikembangkan pertama kali pada tahun
1920 oleh U.S. Bureau of Public Roads guna untuk menentukan kualitas tanah
dalam perencanaan timbunan jalan, subbase dan subgrade.

Gambar 2.5 Klasifikasi Tanah Sistem AASHTO

23
Universitas Sumatera Utara

2.1.4.3 Sistem Klasifikasi Unified
Sistem klasifikasi tanah yang sangat terkenal di kalangan ahli tanah dan
pondasi adalah sistem klasifikasi tanah menurut unified. Sistem ini dikembangkan
oleh Casagrande (1948)dan juga dikenal sebagai sistem klasifikasi Airfield.
Sistem ini telah dipakai dengan sedikit modifikasi oleh U.S Bureau
OfReclamation dan U.S. Corp Of Engineers dalam tahun 1952. Dalam tahun 1969
American Society for Testing and Materials (ASTM) telah memakai sistem
Unified sebagai metode standar guna mengklasifikasikan tanah untuk maksud
rekayasa (ASTM D-2487).
Sistem klasifikasi berdasarkan hasil-hasil percobaan laboratorium yang
paling banyak dipakai secara meluas adalah sitem Unified Soil Classification. Ada
dua golongan besar, tanah-tanah yang berbutir kasar < 50% melalui saringan No.
200 dan tanah-tanah berbutir halus > 50% melalui saringan No. 200.

24
Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.6 Klasifikasi Tanah Sistem Unified

25
Universitas Sumatera Utara

2.1.5 Sifat-Sifat Mekanis Tanah
2.1.5.1 Pemadatan Tanah (Compaction)
Pemadatan adalah usaha untuk mempertinggi kerapatan tanah. Pemadatan
berfungsi untuk meningkatkan kekuatan tanah dan memperbaiki daya dukungnya,
serta mengurangi sifat mudah mampat (compressibilitas) dan permeabilitas tanah.
Derajat kepadatan yang dapat dicapai tergantung tiga faktor yang saling
berhubungan, yaitu kadar air selama pemadatan, volume dan jenis tanah dan jenis
beban pemadat yang digunakan (Krebs dan Walker, dalam Budi Satrio 1998).
Beberapa keuntungan yang didapatkan dengan adanya pemadatan adalah
berkurangnya penurunan permukaan tanah (subsidence), yaitu gerakan vertikal di
dalam massa tanah itu sendiri) akibat berkurangnya angka pori, bertambahnya
kekuatan tanah, dan berkurangnya penyusutan-berkurangnya volume akibat
berkurangnya kadar air dari nilai patokan pada saat pengeringan (Bowles, 1993).
Pada tanah yang mengalami pengujian pemadatan akan terbentuk grafik
hubungan berat volume kering dengan kadar air. Kemudian dari grafik hubungan
antara kadar air dan berat volume kering ditentukan kepadatan maksimum dan
kadar air optimum yang dapat dilihat pada Gambar 2.7.

Gambar 2.7 Grafik Hubungan Antara Kadar Air Dan Berat Volume Kering

26
Universitas Sumatera Utara

2.1.5.2 Pengujian California Bearing Ratio (CBR)
Daya dukung tanah dasar (subgrade) pada perencanaan perkerasan lentur
dinyatakan dengan nilai CBR (California Bearing Ratio). CBR untuk pertama
kalinya diperkenalkan oleh California Division of Highways pada tahun 1928.
Sedangkan metode CBR ini dipopulerkan oleh O. J. Porter. CBR adalah
perbandingan antara beban yang dibutuhkan untuk penetrasi contoh tanah sebesar
0,1”/0,2”

denganbeban

yang

ditahan

batu

pecah

standar

padapenetrasi0,1”/0,2”(Sukirman,1995)
Jadi nilai CBR didefinisikan sebagai suatu perbandingan antara beban
percobaan (test load) dengan beban standar (standard load) dan dinyatakan dalam
prosentase. Tujuan dari percobaan CBR adalah untuk dukung tanah dalam
kepadatan maksimum. Harga CBR adalah nilai yang menyatakan kualitas tanah
dasar dibandingkan dengan bahan standar berupa batu pecah yang mempunyai
nilai CBR sebesar 100% dalam memikul beban lalu lintas.
CBR lapangan (CBR inplace) digunakan untuk mendapatkan nilai CBR asli
di lapangan, sesuai dengan tanah dasar saat itu. Umumnya digunakan untuk
perencanaan tebal lapisan perkerasan yang lapisan tanah dasarnya tidak akan
dipadatkan lagi, selain itu jenis CBR ini digunakan untuk mengontrol kepadatan
yang diperoleh apakah sudah sesuai dengan yang diinginkan. CBR lapangan
direndam (undisturbed soaked CBR).digunakan untuk mendapatkan besarnya nilai
CBR asli di lapangan pada keadaan jenuh air dan tanah mengalami
pengembangan (swelling) yang maksimum.

27
Universitas Sumatera Utara

Ada dua macam pengukuran CBR yaitu :
1.

Nilai CBR untuk tekanan penetrasi pada 0.254 cm (0,1”) terhadap
penetrasistandard besarnya 70,37 kg/cm2 (1000 psi).
Harga CBR % = (Beban 0.1”/ (3 x 1000)) x 100

2. Nilai CBR untuk tekanan penetrasi pada penetrasi 0,508 cm (0,2”)terhadap
penetrasi standard yang besarnya 105,56 kg/cm2 (1500 psi)
Harga CBR % = (Beban 0.2”/ (3 x 1500)) x 100
CBR laboratorium dapat dibedakan atas 2 macam yaitu :
a.

CBR laboratorium rendaman (soaked design CBR)
Pada pengujian CBR laboratorium rendaman pelaksanaannya lebih sulit

karena membutuhkan waktu dan biaya relatif lebih besar dibandingkan CBR
laboratorium tanpa rendaman.
b. CBR laboratorium tanpa rendaman (Unsoaked Design CBR)
Sedang dari hasil pengujian CBR laboratorium tanpa rendaman sejauh ini
selalu menghasilkan daya dukung tanah lebih besar dibandingkan dengan CBR
laboratorium rendaman.Disini penulis akan menggunakan pengujian CBR tanpa
rendaman.

28
Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.8 Alat Pemeriksa Nilai CBR di Laboratorium
(Sumber : Soedarmo, Edy Purnomo, Mekanika Tanah I, 1997)

2.2

BAHAN-BAHAN PENELITIAN

2.2.1 Tanah Lempung
Tanah lempung merupakan partikel mineral berkerangka dasar silikat yang
berdiameter kurang dari 4 mikrometer. Partikel-partikel ini merupakan sumber
utama dari kohesi di dalam tanah yang cohesive (Bowles, 1991).
Lempung (clay) sebagian besar terdiri dari partikel mikroskopis dan
submikroskopis yang berbentuk lempengan-lempengan pipih dan merupakan
partikel-partikel dari mika, mineral-mineral lempung (clay minerals), dan
mineral-mineral yang sangat halus lain. Lempung didefenisikan sebagai golongan
partikel yang mempunyai ukuran dari 0,002 mm (= 2 mikron) (Das, 1998) dan
sangat tergantung pada komposisi mineral dan unsur-unsur kimianya. Tanah
lempung menghasilkan partikel-partikel tertentu yang menghasilkan sifat-sifat
plastis pada tanah bila dicampur dengan air (Grim, 1953 dalam Das, 1998).

29
Universitas Sumatera Utara

Umumnya, terdapat kira-kira 15 macam mineral yang diklasifikasikan sebagai
mineral lempung (Kerr, 1959 dalam Hardiyatmo, 2002). Di antaranya terdiri
darikelompok-kelompok:kaolinite, illite,montmorillonitedan polygorskite.
a.

Kaolinite
Istilah “kaolinite” dikembangkan dari kata “ Kauling” yang berasal dari

nama sebuah bukit yang tinggi di Jauchau Fu, China, dimana lempung kaolinite
putih mula-mula diperoleh beberapa abad yang lalu (Bowles, 1984).
Kaolinitemerupakan hasil pelapukan sulfat atau air yang mengandung karbonat
pada temperatur sedang dan umumnya berwarna putih, putih kelabu, kekuningkuningan atau kecoklat-coklatan.
Struktur unit kaolinite terdiri dari lembaran-lembaran silika tetrahedral
yang digabung dengan lembaran alumina oktahedran (gibbsite). Lembaran silika
dan gibbsite ini sering disebut sebagai mineral lempung 1 : 1 dengan tebal kirakira 7,2 Å (1 Å=10-10 m). Mineral kaolinite berwujud seperti lempenganlempengan tipisdengan diameter 1000 Å sampai 20000 Å dan ketebalan dari
100Å sampai 1000 Å dengan luasan spesifik per unit massa ± 15 m2/gr yang
memiliki rumus kimia:
(OH)8Al4Si4O10
Keluarga mineral kaolinite 1 : 1 yang lainnya adalah halloysite. Halloysite
memiliki tumpukan yang lebih acak dibandingkan dengan kaolinite sehingga
molekul tunggal dari air dapat masuk. Halloysite memiliki rumus kimia sebagai
berikut:

30
Universitas Sumatera Utara

(OH)8Al4Si4O10 . 4H2O
Gambar dari struktur kaolinite dapat dilihat dalam Gambar 2.9.

Gambar 2.9 Struktur Kaolinite (Das, 2008)
b.

Illite
Illite adalah mineral lempung yang pertama kali diidentifikasi di Illinois.

Mineral illite bisa disebut pula dengan hidrat-mika karena illitemempunyai
hubungan dengan mika biasa (Bowles, 1984). Mineral illite memiliki rumus kimia
sebagai berikut:
(OH)4Ky(Si8-y . Aly)(Al4. Mg6 . Fe4 . Fe6)O20
Dimana y adalah antara 1 dan 1,5. Illite memiliki formasi struktur satuan kristal,
tebal dan komposisi yang hampir sama dengan montmorillonite. Perbedaannya
ada pada :


Kalium(K) berfungsi sebagai pengikat antar unit kristal sekaligus sebagai

penyeimbang muatan.


Terdapat ± 20% pergantian silikon (Si) oleh aluminium(Al) pada lempeng

tetrahedral.


Struktur mineral illitetidak mengembang sebagaimana montmorillonite.

31
Universitas Sumatera Utara

Pembentukan mineral lempung yang berbeda disebabkan oleh subtitusi
kation-kation yang berbeda pada lembaran oktahedral. Bila sebuah anion dari
lembaran oktahedral adalah hydroxil dan dua per tiga posisi kation diisi oleh
aluminium maka mineral tersebut disebut gibbsite dan bila magnesium
disubstitusikan kedalam lembaran aluminium dan mengisi seluruh posisi kation,
maka mineral tersebut disebut brucite. Struktur mineral illite dapat dilihat dalam
Gambar 2.9

Gambar 2.10 Struktur Illite (Das, 2008)

c.

Montmorillonite
Montmorillonite adalah nama yang diberikan pada mineral lempung yang

ditemukan di Montmorillon, Perancis pada tahun 1847 yang memiliki rumus
kimia
(OH)4Si8Al4O20 . nH2O
Dimana: nH2O adalah banyaknya lembaran yang terabsorbsi air. Mineral
montmorillonite juga disebut mineral dua banding satu (2:1) karena satuan
susunan kristalnya terbentuk dari susunan dua lempeng silika tetrahedral mengapit
satu lempeng alumina oktahedral ditengahnya.

32
Universitas Sumatera Utara

Struktur kisinya tersusun atas satu lempeng Al2O3 diantara dua lempeng
SiO2. Inilah yang menyebabkan montmorillonite dapat mengembang dan
mengkerut menurut sumbu C dan mempunyai daya adsorbsi air dan kation lebih
tinggi. Tebal satuan unit adalah 9,6 Å (0,96 μm), seperti yang ditunjukkan pada
Gambar 2.11. Gaya Van Der Walls mengikat satuan unit sangat lemah diantara
ujung-ujung atas dari lembaran silika, oleh karena itu lapisan air (n.H2O) dengan
kation dapat dengan mudah menyusup dan memperlemah ikatan antar satuan
susunan kristal. Sehingga menyebabkan antar lapisan terpisah. Ukuran unit massa
montmorillonite sangat besar dan dapat menyerap air dengan sangat kuat sehingga
mudah

mengalami

proses

pengembangan.Gambar

dari

struktur

Montmorillonitedapat dilihat di dalam Gambar 2.11.

Gambar 2.11 Struktur Montmorillonite (Das, 2008)

2.2.1.1 Sifat-Sifat Tanah Lempung
Sifat-sifat yang dimiliki tanah lempung (clay) adalah sebagai berikut
(Hardiyatmo, 1992) :

33
Universitas Sumatera Utara

a.

Ukuran butir halus, kurang dari 0,002

b.

Permeabilitas rendah

c.

Kenaikan air kapiler tinggi

d.

Bersifat sangat kohesif

e.

Kadar kembang susut yang tinggi

f.

Proses konsolidasi lambat
Mineral lempung memiliki karakteristik yang sama. Bowles (1984)

menyatakan beberapa sifat umum mineral lempung antara lain :
1. Hidrasi
Partikelmineralselalu mengalami hidrasi, hal ini dikarenakan lempung
biasanyabermuatannegatif, yaitu partikel dikelilingi oleh

lapisan-lapisan

molekul airyangdisebut sebagai airterabsorbsi. Lapisan iniumumnyamemiliki
tebalduamolekul.

Oleh

karenaitu

disebutsebagailapisan

difusigandaataulapisanganda.
2. Aktivitas
Aktivitastanah

lempung

Plastisitas(IP)denganpersentase

adalah

perbandinganantaraIndeks

butiranlempung,dan

dapat

disederhanakandalampersamaan:

Dimana :

�=

��
% ����� ������ ����ℎ �������

persentase lempung diambil sebagai fraksi tanah yang < 2 µm untuknilaiA
(Aktivitas),
A >1,25

: Tanah digolongkanaktifdan bersifatekspansif

34
Universitas Sumatera Utara

1,25