Kajian Efektifitas Penggunaan Semen dan Bottom Ash Terhadap Stabilitas Tanah Lempung Ditinjau dari Nilai CBR

(1)

DAFTAR PUSTAKA

Das, B. M.,.Mekanika Tanah dalam Prinsip – Prinsip Rekayasa Geoteknik, Jilid 2.Jakarta, Erlangga.1995

Bowles, J.E., 1984. Sifat-sifat Fisik dan Geoteknik Tanah. Ahli Bahasa Haimin, 1991. Edisi Kedua, Erlangga, Jakarta

Lambe, T. W. and Robert V. W., Soil Mechanics. Massachussetts Institute of

Technology.New Jersey : John Wiley & Sons,Inc.1969.

Yulianti, F. 2007. Stabilisasi Tanah Lempung Purwodadi dengan Menggunakan Abu Batubara dan Kapur Ditinjau dari Nilai CBR dan swelling .Skripsi. Jurusan Teknik Sipil. Fakultas Teknik. UNS

Samuel, P. 2013. Kajian Efektifitas penggunaan Semen dan Abu Kayu Bakar Terhadap Stabilitas Tanah Lempung Ditinjau dari Nilai UCT .Skripsi. Jurusan Teknik Sipil . Fakultas Teknik. USU

Arifin, B. 2009.Penggunan Abu Batubara PLTU MPANAU Sebagai Bahan Stabilisasi Tanah Lempung. Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik. Universitas Tadulako, Palu.


(2)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Program Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada sampel tanah yang tidak diberikan bahan stabilisasi (tanah asli) dan pada tanah yang diberikan bahan stabilisasi kimiawi berupa penambahan PortlandCement(PC) dan bottom ash (BA) dengan berbagai variasi campuran.

Penelitian pada sampel tanah asli dan tanah yang diberikan bahan stabilisasi kimiawi berupa penambahan PortlandCement(PC) dan bottom ash (BA) dengan berbagai variasi campuran akan diambil hasil berupa nilai CBR

(California Bearing Ratio).

Program penelitian yang disusun oleh peneliti, dalam penelitian ini meliputi pekerjaan persiapan, pekerjaan uji laboratorium dan analisis hasil uji laboratorium. Skema program penelitian dapat dilihat pada diagram alir penelitian dalam Gambar 3.1.

3.2. Pekerjaan Persiapan

Adapun pekerjaan persiapan yang dilakukan oleh peneliti dalam penelitian ini yakni :

 Mencari bahan literatur yang berkaitan dengan tanah lempung yang distabilisasi dengan semen dan bottom ash, serta literatur mengenai pengujian CBR (California Bearing Ratio).


(3)

(4)

Pengambilan sampel tanah

Sampel tanah yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari Desa Sihaporas, Sibuluan Sumatera Utara. Tanah yang diambil termasuk tanah lempung dengan kadar air rendah – sedang.

 Pengadaan semen

Semen yang dipakai adalah jenis semen Portland type I, dengan merk dagang Semen Padang (PPC / Portland Pozzolan Cement).

Pengadaan bottom ash

Bottom ash yang dipakai adalah abu yang berasal dari sisa pembakaran

batubara sebagai bahan bakar yang berasal dari PT.Asahi Sibolga , Sumatera Utara.

3.3.Proses Pengambilan Tanah

Proses sampling ada proses pengambilan sample tanah tidak terganggu (undisturbed sample) yang diperoleh dengan menggunakan Hand bor. Untuk tanah terganggu diambil dari tanah yang berada± 30cm dari muka tanah ,hal ini dimaksudkan agar humus dan akar-akar tanaman yang ada dapat terangkat dan tidak terikut dalam tanah yang akan dipakai, dan untuk sampel undisturbed digunakan tabung berukuran ±50 cm. Adapun prosedur sampling yang dilakukan adalah:

 Menentukan lokasi tanah yang akan dilakukan sampel, yaitu di Desa Sihaporas, Sibuluan.

 Melakukan pembersihan humus dan akar-akar tanaman yakni ± 30cm dari muka tanah.


(5)

 Melakukan pengambilan sampel tanah yang akan digunakan. Untuk pengujian tanah asli diambil dari contoh tanah tidak terganggu

(undisturbed)menggunakan tabung ukuran ±50 cm dan untuk pengujian

tanah campuran diambil dari tanah disturbed dicampur dengan semen dan

bottom ash.

3.4.Pekerjaan Laboratorium 3.4.1 Uji Sifat Kimia Bottom Ash

Dalam penelitian ini pengujian laboratorium terhadap sifat kimia bahan stabilitas juga diperlukan.Oleh karena itu peneliti melakukan pengujian sifat kimiawi bottom ash di laboratorium FMIPA Universitas Sumatera Utara.Adapun pengujian-pengujian di laboratorium yang dilakukan untuk memperoleh nilai serta sifat kimia tanah diantaranya adalah :

 SiO2

 Fe2O2

 Al2O3

 CaO

3.4.2.Uji Sifat Fisik Tanah

Dalam penelitian inipengujian laboratorium dilakukan untuk mengetahui sifat-sifat fisik dari tanah asli yang digunakan dalam penelitian ini. Hal ini dilakukan untuk dapat mengetahui karakteristik serta sifat-sifat tanah yang akan diuji. Adapun pengujian-pengujian di laboratorium yang dilakukan untuk memperoleh nilai serta sifat fisik tanah diantaranya adalah :

Uji kadar air (water content test)


(6)

Uji berat volume (volume weight test)

Uji batas-batas Atterberg (Atterberg limi )

Uji analisa saringan (sieve analysis) 3.4.3.Uji Sifat Mekanis Tanah

3.4.3.1 Uji proctor standar

Peneliti dalam hal ini turut melakukan pengujian pada sampel tanah asli yang berguna untuk mengetahui sifat mekanis dari tanah tersebut. Adapun sifat mekanis yang dilakukan pada tanah asli adalah :

Uji Proctor Standar ( Standart Compaction test )

Pengujian ini diperlukan agar mengetahui besar kadar air optimum serta mengetahui berat isi kering maksimum. Hal ini sangat diperlukan karena dalam proses pencampuran (mix design) yang akan dilakukan dapat diibaratkan bahwa sampel tanah campuran dianggap memiliki kepadatan lapangan dan kadar air lapangan seperti tanah undisturbed.

Dalam proses sebelum pencampuran tanah asli dengan bahan stabilisator perlu dilakukan pemeraman (curing time). Curing time dimaksudkan agar bahan stabilisator yang telah dicampur dengan tanah dapat memberikan efek dan bereaksi dengan tanah sampel.Pada percobaan ini digunakan pemeraman selama 14 hari.

Pembuatan benda uji dilakukan dengan cara trial error, yang dimaksud dengan membuat disturbed dengan cara mengupayakan kadar air campuran tanah, semen dan bottom ash sama dengan sampel tanah asli. Hal ini dilakukan berulang-ulang sehingga didapat ukuran kadar air keduanya yang relatif sama.


(7)

Jika sampel dengan kadar air yang pas sudah didapat maka dapat dilakukan pengujian selanjutnya.

Namun secara teori jika suatu tanah dicampur dengan semen maka campuran tersebut akan mengalami absorbsi air berlebih sehingga perlunya diperhitungkan berapa penambahan air yang diperlukan pada setiap variasi pencampuran benda uji. Dalam pengujian ini akan digunakan lima kadar air yang berbeda, yaitu 2%,4%,6%,8%, dan 10%.

Sampel tanah yang digunakan untuk variasi semen dan bottom ash terdapat 20 (dua puluh) sampel , dan untuk tiap masing-masing benda uji diberikan 5 (lima) kadar air yang berbeda.Sehingga banyaknya benda uji untuk uji proctor

standar adalah 100 benda uji.

Penambahan zat adiktif semen dan bottom ashakan mengakibatkan kadar air optimum berkurang dari keadaan tanah asli. Oleh karna itu dalam pengerjaan compaction ini akan diperhitungkan hidrasi semen terhadap air yaitu sebesar 20% dari berat sampel.

3.4.3.2. UjiCBR (California Bearing Ratio)

CBR (California Bearing Ratio) adalah percobaan daya dukung tanah yang dikembangkan oleh California State Highway Departement.Prinsip pengujian ini adalah pengujian penetrasi dengan menusukkan benda ke dalam benda uji. Dengan cara ini dapat dinilai kekuatan tanah dasar atau bahan lain yang dipergunakan untuk membuat perkerasan.


(8)

Kekuatan tanah diuji dengan uji CBR sesuai dengan SNI-1744-2012.Nilai kekuatan tanah tersebut digunakan sebagai acuan perlu tidaknya distabilisasi setelah dibandingkan dengan yang disyaratkan dalam spesifikasinya.

Pengujian CBR adalah perbandingan antara beban penetrasi suatu bahan terhadap bahan standar dengan kedalaman dan kecepatan penetrasi yang sama. Nilai CBR dihitung pada penetrasi sebesar 0.1 inci dan penetrasi sebesar 0.2 inci dan selanjutnya hasil kedua perhitungan tersebut dibandingkan sesuai dengan SNI 03-1744-2012 diambil hasil terbesar.

Berdasarkan peraturan SNI 03-1744-2012 setiap sampel akan dibuat menjadi tiga bagian. Yaitu untuk masing-masing mould untuk 10 kali tumbukan, 25 kali tumbukan dan 65 kali tumbukan. Jumlah total pembuatan benda uji untuk CBR adalah 60 sampel.

3.5 Analisis data laboratorium

Setelah seluruh data-data diperoleh baik dari pengujian sifat fisik dan sifat mekanis , kemudian dilakukan pengumpulan data yang diperoleh. Setelah data dikumpulkan, lalu dilakukan analisa data dari hasil pengujian yang diperoleh sehingga diperoleh besar serta perbandingan nilai CBR setelah di stabilisasi..


(9)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pendahuluan

Pada bab iniakan dijelaskan mengenai hasil pengujian dan pembahasan penelitian uji kuat tekan bebas tanah lempung dengan campuran semen 2% dan

bottom ash yang bervariasi antara 2% sampai 14% dan uji CBR pada semen 1%

dan variasi bottom ash dalam range 6% ,8%, 10% dan 12% . Penelitian dilakukan di Laboratorium Mekanika Tanah, Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utaradengan sampel tanah yang diperoleh dari Desa Sihaporas, Sibuluan.

4.2 Pengujian Sifat KimiaBottom Ash

Berdasarkan penelitian laboratorium kimia analitik FMIPA USU yang dilakukan terhadap bottom ash yang diperoleh dari PT. Asahi Sibolga dapat dilihat pada Tabel 4.1. adanya perbedaan data senyawa kimia dikarenakan oleh perbedaan sampel bottom ash yang digunakan.

Tabel 4.1. Komposisi kimia bottom ash

no Parameter Hasil satuan Metode

1 SiO2 28,45 % Gravimetri

2 Fe2O2 0,04 % Spektrofotometri

3 Al2O3 5,31 % Gravimetri

4 CaO 0,34 % Titrimetri


(10)

4.3 Pengujian Sifat Fisik Bottom Ash

Adapun hasil uji sifat fisik tanah asli ditunjukkan pada Tabel 4.2. Hasil-hasil pengujian sifat fisik tanah ini meliputi :

Tabel 4.2Data uji sifat fisik bottom ash

Untuk pengujian batas-batas atterberg di diperoleh hasil bahwa bottom ash termasuk kedalam tanah non plastis.

4.4 Pengujian Sifat Fisik Tanah

4.3.1. Pengujian Sifat Fisik Tanah Asli

Adapun hasil uji sifat fisik tanah asli ditunjukkan pada Tabel 4.3. Hasil-hasil pengujian sifat fisik tanah ini meliputi :

 Kadar Air

 Berat Jenis

 Batas-batas Atterberg

 Uji Analisa Butiran

Tabel 4.3Data uji sifat fisik tanah

No Pengujian Hasil

1 Berat Jenis ( Specific Gravity ) 2,66 2 Persen lolos saringan no 200 15,83 %

No Pengujian Hasil

1 Kadar Air ( Water Content ) 14,68 % 2 Berat Jenis ( Specific Gravity ) 2,66 3 Batas Cair ( Liquid Limit ), LL 48,15 % 4 Batas Plastis ( Plastic Limit ), PL 13,54 % 5 Indeks Plastisitas ( Plasticity Index ),

PI 34,61 %


(11)

Menurut sistem klasifikasi AASHTO, dimana diperoleh data berupa persentase tanah lolos ayakan no. 200 sebesar 58,90% dan nilai batas cair (liquid

limit) sebesar 48,15% maka sampel tanah memenuhi persyaratan > 35% lolos

ayakan no. 200 dengan minimal lolos ayakan no. 200 sebesar 36%, memiliki batas cair (liquid limit) ≥ 41 dan indeks plastisitas (plasticity index) > 11, sehingga

tanah sampel dapat diklasifikasikan dalam jenis tanah A-7-6.

Menurut sistem klasifikasi USCS, dimana diperoleh data berupa persentase tanah lolos ayakan no. 200 sebesar 58,90% dan nilai batas cair (liquid

limit) sebesar 48,15% sehingga dilakukan plot pada grafik penentuan klasifikasi

tanah yaitu yang ditunjukkan pada Gambar 4.2.Dari hasil plot diperoleh tanah termasuk dalam kelompok CL yaitu lempung anorganik dengan plastisitas rendah sampai sedang.


(12)

Gambar 4.3Grafik analisa saringan

Gambar 4.4Grafik batas cair (Liquid Limit), Atterberg Limit

4.3.2 Pengujian Sifat Fisik Tanah dengan Bahan Stabilisator

Adapun hasil pengujian sifat fisik tanah yang telah dicampur dengan bahan stabilisator berupa 2% semen dan bottom ashdengan variasi penambahan kadar campuran yang berbeda ditunjukkan pada Tabel 4.3. Grafik hubungan antara nilai batas cair (LL) dengan variasi campuran ditunjukkan pada Gambar

20 25 30 35 40 45 50 55 60 65

10 100

K

a

d

a

r

Ai

r

(%

)


(13)

4.5, hubungan antara nilai batas plastis (PL) dengan variasi campuran ditunjukkan pada Gambar 4.6, dan hubungan antara nilai indeks plastisitas (IP) dengan variasi campuran ditunjukkan pada Gambar 4.7.

Tabel 4.4Data hasil uji Atterberg Limit

Sampel Batas - Batas Atterberg

LL PL IP

Tanah Asli 48,15 13,54 34,61

2% Semen, 14 hari 46,09 15,04 31,05 2% Cement + 2% BA , 14 hari 45,47 15,76 29,71 2% Cement + 3% BA , 14 hari 45,22 15,97 29,25 2% Cement+ 4% BA , 14 hari 44,44 16,50 27,94 2% Cement+ 5% BA , 14 hari 43,77 17,30 26,47 2% Cement+ 6% BA , 14 hari 43,12 17,51 25,61 2% Cement+ 7% BA , 14 hari 42,01 18,52 23,39 2% Cement+ 8% BA , 14 hari 41,98 18,86 23,12 2% Cement+ 9% BA , 14 hari 41,26 19,36 21,90 2% Cement+ 10% BA , 14 hari 40,80 19,85 20,95 2% Cement+ 11% BA , 14 hari 40,24 20,35 19,89 2% Cement+ 12% BA , 14 hari 39,85 21,59 18,26 2% Cement + 13% BA , 14 hari 39,35 22,26 17,09 2% Cement+ 14% BA , 14 hari 39,14 22,65 16,49


(14)

4.3.2.1Batas cair (LL)

Gambar 4.5Grafik hubungan antara nilai batas cair (LL) dengan variasi campuran 2% Semen dan % Bottom Ash.

Dalam Gambar 4.5 menunjukkan hasil pengujian terhadap batas cair (liquid limit) dari tanah yang telah diberi bahan pencampur bottom

Ash(stabilisator). Dari hasil pengujian yang telah dilakukan diperoleh bahwa hasil

pengujian untuk tanah lempung terganggu (disturbed) dengan campuran Semen 2% tanpa penambahan bottom ash menghasilkan penurunan terhadap batas cair yaitu sebesar 46,09% terhadap hasil pengujian batas cair sampel tanah tidak terganggu (undisturbed).

Untuk sampel tanah terganggu (disturbed) dengan campuran semen 2% dan dilakukan penambahan variasi kadar campuran bottom Ash diperoleh hasil bahwa nilai batas cair pada penambahan bottom ash mengalami penurunan secara bertahap.

Hal ini dapat dimungkinkan karena adanya proses reaksi pengikatan antara Semen dan bottomashsehingga tanah menjadi butiran yang lebih besar yang menjadikan gaya tarik menarik antar partikel dalam tanah menurun.

38 40 42 44 46 48 50

0 2 4 6 8 10 12 14

B a ta s C a ir

2% PC + % Bottom Ash Batas Cair Campuran


(15)

4.3.2.1Batas plastis (PL)

Gambar 4.6Grafik hubungan antara nilai batas plastis (PL) dengan variasi campuran 2% Semen dan % Bottom Ash

Dalam Gambar 4.6 menunjukkan hasil pengujian terhadap batas plastis (plastic limit) dari tanah yang telah diberi bahan pencampur bottom

ash(stabilisator). Dari hasil pengujian yang telah dilakukan diperoleh bahwa hasil

pengujian untuk tanah lempung terganggu (disturbed) dengan campuran semen 2 % tanpa penambahan bottom ash mengalami peningkatan terhadap batas plastis yaitu sebesar 15,04% terhadap hasil pengujian batas cair sampel tanah tidak terganggu (undisturbed).

Untuk sampel tanah terganggu (disturbed) dengan campuran semen 2% dan dilakukan penambahan variasi kadar campuran Bottom ash (2%, 3%, 4%, 5%, 6%, 7%, 8%, 9%, 10%, 11%, 12%, 13%, 14% ) diperoleh hasil bahwa nilai batas plastis juga mengalami peningkatan secara signifikan.

12 14 16 18 20 22 24

0 2 4 6 8 10 12 14

B a ta s P la st is

2%PC + % Bottom Ash


(16)

4.3.2.3. Indeks plastisitas (IP)

Gambar 4.7Grafik hubungan antara nilai IP dengan variasi campuran 2% semen dan % bottom ash.

Dalam Gambar 4.7 menunjukkan hasil pengujian terhadap nilai indeks plastisitas dari tanah yang telah diberi bahan pencampurbottom ash (stabilisator). Dari hasil pengujian yang telah dilakukan diperoleh bahwa hasil pengujian untuk tanah lempung terganggu (disturbed) dengan campuran semen 2% tanpa penambahan bottom ash menghasilkan penurunan terhadap nilai indeks plastisitas pada sampel tanah tidak terganggu (undisturbed).

Untuk sampel tanah terganggu (disturbed) dengan campuran semen 2% dan dilakukan penambahan variasi kadar campuran bottom ash diperoleh hasil bahwa nilai indeks plastisitas pada penambahan bottom ash 2%

15 18 21 24 27 30 33 36

0 2 4 6 8 10 12 14

In d e ks P la st is it a s

2 % PC + % Bottom Ash


(17)

penurunan dengan nilai mencapai 31,05 %. Begitu juga dengan nilai Indeks plastisitas campuran variasi % bottom ash juga mengalami penurunan .

4.5 Pengujian Sifat Mekanis Tanah

4.4.1 Pengujian Pemadatan Tanah Asli (Compaction)

Dalam pengujian ini akan diperoleh hubungan antara kadar air optimum dan berat isi kering maksimum. Dalam hal ini peneliti menggunakan metode pengujian dengan uji pemadatan (compaction) standart. Dimana alat yang digunakan diantaranya :

Mould cetakan Ø 10,2 cm, diameter dalam Ø 10,16 cm.  Berat penumbuk 3,5 kg dengan tinggi jatuh 30 cm.

 Sampel tanah lolos saringan no 4.

Berdasarkan hasil uji sifat mekanis tanah yang dilakukan pada sampel tanah maka diperolehlah hasil uji pemadatan tanah sesuai dengan yang tertera dalam Tabel 4.3.

Tabel 4.5Data uji pemadatan tanah asli

No Hasil Pengujian Nilai

1 Kadar Air Optimum 21,41 %


(18)

Gambar 4.8Kurva kepadatan tanah asli

4.4.2 Pengujian Pemadatan Tanah (Compaction) dengan Bahan Stabilisator

Adapun hasil pengujian sifat mekanis tanah yang telah dicampur dengan bahan stabilisator berupa Semendan bottom ash ditunjukkan pada Tabel 4.5. dan hubungan antara nilai berat isi kering dengan variasi campuran ditunjukkan pada Gambar 4.8 dan hubungan kadar air optimum dengan variasi campuran ditunjukkan pada Gambar 4.9.

4.4.2.1 Berat isi kering maksimum ( γd maks )

Dari hasil uji pemadatan tanah pada tanah asli diperoleh nilai berat isi kering tanah sebesar 1,29 gr/cm³. Pada Gambar 4.9 menunjukkan nilai berat isi kering maksimum pada tanah yang diberi campuran 2% semen tanpa campuran bottom

ash mengalami peningkatam menjadi sebesar 1,32 gr/cm³. Dan untuk sampel

1 1,2 1,4 1,6 1,8 2

15 17 19 21 23 25 27 29

γd

(g

r/c

m

3)

w (%)


(19)

campuran 2% persen semen dan variasi 2% bottom ash mengalami peningkatan berat isi kering hingga mencapai maksimum di campuran 9% bottom ash lalu mengalami penurunan berat isi kering dimulai dari campuran 10% BA-14% BA. Hal ini dapat disebabkan oleh karena lama pemeraman yang mempengaruhi proses reaksi posolanik dan reaksi pertukaran ion antar campuran.

Gambar 4.9 Grafik hubungan antara berat isi kering maksimum ( γd maks) tanah asli dan variasi campuran % Bottom Ash

1,25 1,30 1,35 1,40 1,45 1,50 1,55

0 5 10 15

γd

m

ak

s

(g

r/c

m

³)


(20)

Tabel 4.6Data hasil uji compaction Sampel

γ

d maks

Wopt (%) (gr/cm³)

Tanah Asli 1,29 21,41

2% Semen 1,32 21,26

2% Semen + 2% BA 1,33 20,38

2% Semen + 3% BA 1,34 20,01

2% Semen + 4% BA 1,35 19,45

2% Semen + 5% BA 1,37 18,98

2% Semen+ 6% BA 1,40 18,65

2% Semen + 7% BA 1,43 18,46

2% Semen + 8% BA 1,44 18,26

2% Semen + 9% BA 1,50 17,96

2% Semen + 10% BA 1,48 18,00

2% Semen + 11% B, 1,45 19,08

2% Semen + 12% BA 1,39 20,31

2% Semen + 13% BA 1,37 21,38

2% Semen + 14% BA 1,36 21,86

Dari hasil uji pemadatan tanah pada tanah asli diperoleh nilai kadar air optimum tanah sebesar 20,00 %. Pada Gambar 4.9 menunjukkan nilai kadar air optimum pada tanah yang diberi campuran 2% semen dan variasi % bottom ash mengalami penurunan hingga mencapai kadar air minimum di campuran 9%

bottom ash, namun setelah itu mengalami peningkatan kembali dimulai dari 10%


(21)

4.4.3 Pengujian CBR( California Bearing Capacity) Laboratorium

Dalam pengujian ini akan diperoleh hubungan antara nilai CBR tanah pada tanah aslidan nilai CBR pada tiap variasi tanah yang telah dicampur dengan 2% semen dan 2% sampai 14% bottom ash , dan perbandingan antara nilai CBR campuran 1% semen dengan 2% semen untuk variasi jumlah bottom ash yang berbeda. Hasil uji CBR yang dilakukan pada setiap variasi campuran ditunjukkan pada Tabel 4.6. Pada Gambar 4.11 ditunjukkan CBRantara tanah asli dengan nilai CBR dari setiap variasi campuran. Pada Gambar 4.12 ditunjukkan perbandingan nilai CBR 1% PC dengan 2% PC.

Gambar 4.11. Grafik nilai CBR 2% PC dengan variasi campuran bottom ash

0 2 4 6 8 10 12

0 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

%

C

B

R


(22)

Tabel 4.7Data hasil uji CBR 2% dan 1% PC semendengan variasi campuran

bottom ash

Sampel

γ

d maks (gr/cm³)

CBR

(%) Sampel

γ

d maks (gr/cm³)

CBR (%)

Tanah Asli 1,29 5,84

2% Semen 1,32 7,29 1% Semen 1,32 7,08

2% semen + 2% BA 1,33 7,92

2% semen + 3% BA 1,34 8,26

2% semen +4 % BA 1,35 8,55

2% semen + 5% BA 1,37 8,83

2% semen + 6% BA 1,40 9,07 1% Semen + 6% BA

1,38 8,90

2% semen + 7% BA 1,43 9,36

2% semen + 8% BA 1,44 9,66 1% Semen + 8% BA

1,43 9,54

2% semen +9 % BA 1,50 9,93

2% semen +10 % BA 1,48 9,77 1% Semen + 10% BA

1,43 9,62

2% semen + 11% BA 1,45 9,46

2% semen + 12% BA 1,39 9,18 1% Semen + 12% BA

1,30 9,03

2% semen + 13% BA 1,37 8,87


(23)

Gambar 4.12. Grafik nilai CBR 1% PC dengan variasi campuran bottom ash

Gambar 4.13. Grafik perbandingan nilai CBR 2% PC, 1% PC dan tanah asli dengan variasi campuran bottom ash

0 2 4 6 8 10 12

1 3 5 7 9 11 13

Tanah Asli

TANAH ASLI+1% PC TANAH+2%P C

0,00 2,00 4,00 6,00 8,00 10,00 12,00

0 6 8 10 12

%

C

B

R


(24)

Pada gambar 4.13 dapat kita lihat bahwa nilai CBR untuk 2% PC dan 1% PC tidak terpaut jauh. Pada tabel 4.8 akan memperlihatkan selisih nilai CBR antara keduanya.

Tabel 4.8Data selisih hasil uji antara CBR 2% dan 1% PC semendengan variasi campuran bottom ash

sampel CBR

(%) Sampel

CBR (%)

selisih

2% semen + 6% BA 9,07 1% Semen + 6% BA

8,90 0,17

2% semen + 8% BA 9,66 1% Semen + 8% BA

9,54

0,12

2% semen +10 % BA 9,77 1% Semen + 10% BA

9,62 0,15

2% semen + 12% BA 9,18 1% Semen + 12% BA

9,03

0,15

Nilai CBR tanah pada tanah asli adalah sebesar 5,84%. Dari Gambar 4.11 memperlihatkan dengan naiknya nilai CBR terlihat bahwa nilai CBR selalu naik sampai dengan kadar bottom ash 9% dengan nilai CBR sebesar 9,93% kemudian menurun pada kadar bottom ash yang lebih tinggi ketika mencapai kadar bottom

ashsebesar 10%-14%. Hal tersebut dapat diakibatkan dengan adanya reaksi

pozolanyang mengakibatkan konsistensi tanah menjadi lebih baik.Reaksi antara silika (SiO2) dan alumina (AL2O3) yang membentukkalsium silikat hidrat seperti: tobermorit, kalsium aluminat hidrat 4CaO.Al2O3.12H2O dan gehlenit hidrat 2CaO.Al2O3.SiO2.6H2O yang tidak larut dalam air. Pembentukan senyawa-senyawa ini berlangsung lambat dan menyebabkan tanah menjadi lebih keras, lebih padat dan lebih stabil. Dimanabottom ash yang mengandung unsur kimia seperti Al2O3, Fe2O3, CaO dan MgO akan diserap oleh permukaan butiran lempung yang memiliki kandungan yang berbentuk halus dan bermuatan negatif. Ion


(25)

positif seperti ion hydrogen (H+), ion sodium (Na+), dan ion kalium (K+), serta air yang berpolarisasi, semuanya melekat pada permukaan butiran lempung yang dapat mengakibatkan kenaikan kekuatan konsistensi tanah tersebut.


(26)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa :

1. Berdasarkan klasifikasi USCS, sampel tanah tersebut termasuk dalam jenis CL (

Clay – Low Plasticity ).

2. Berdasarkan klasifikasi AASHTO, sampel tanah tersebut termasuk dalam jenis A-7-6 .

3. Dari hasil uji Water Content didapat bahwa nilai kadar air tanah asli sebesar 14,68%.

4. Dari hasil uji Specific Gravity didapat bahwa nilai berat spesifik tanah yaitu sebesar 2,66

5. Dari uji Atterberg pada tanah asli diperoleh nilai Liquid Limit sebesar 48,15%dan indeks plastisitas (IP) sebesar 34,61 %. Berdasarkan hasil percobaan yang dilakukan diketahui dari variasi 2% PC + % BA nilai indeks plastisitas dan nilai

Liquid Limit semakin meningkat. Dan dari percobaan diperoleh dengan

penambahan 2% PC + 14% BA, memiliki indeks plastisitas (IP) yang paling rendah yakni 16,49%. Dengan nilai Liquid Limit sebesar 39,14%.

6. Hasil uji Proctor Standart menghasilkan nilai kadar air optimum tanah sebesar 12,41% dan berat isi kering maksimum sebesar 1,29 gr/cm³, sedangkan dari hasil percobaan menggunakan stabilitator didapat nilai berat isi maksimum yaitu sebesar 1,50gr/cm³ dengan variasi 2% PC + 9% BA dengan waktu pemeraman selama 14 hari.


(27)

7. Dari uji California Bearing Capacity (CBR) yang dilakukan pada tanah asli diperoleh nilai kuat CBR sebesar 5,84%. Dari hasil penelitian yang dilakukan penambahan 2% PC + 9% BA memiliki nilai CBR yang paling besar yakni 9,93%.

8. Dari hasil percobaan diketahui bahwa tanah dengan 2% PC memiliki nilai CBR sebesar 7,29% lebih besar dibanding tanah dengan 1% PC yaitu 7,08%. Besar nilai CBR 1% PC dengan 2% PC tidak jauh berbeda sehingga lebih baik menggunakan variasi 1% PC agar lebih ekonomis.

9. Dari hasil penelitianSihotang (2015) dengan variasi campuran dan sampel tanah yang sama diperoleh nilai UCT (Unconfined Compression Test) terbesar yaitu 2,69 pada variasi campuran 2% PC + 9% BA.Hasil nilai Unconfined Compression

Test tersebut sesuai dengan penelitian ini dimana nilai CBR terbesar diperoleh

pada stabilisasi tanah lempung dengan variasi 2% PC + 9% BA. 5.2 Saran

1. Melihat hasil penelitian ini, mungkin perlu dilakukan percobaan lanjutan dengan penambahan variasi dari bottom ash dan semen.


(28)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Umum 2.1.1 Pengertian Tanah

Tanah merupakan material berupa gabungan dari partikel-partikel padat, udara dan air. Menurut Das (1995) menyebutkan dalam pengertian teknik secara umum, tanah didefinisikan sebagai material yang terdiri dari agregat (butiran) mineral-mineral padat yang tidak tersementasi (terikat secara kimia) satu sama lain dan dari bahan-bahan organik yang telah melapuk (yang berpartikel padat) disertai dengan zat cair dan gas yang mengisi ruang-ruang kosong di antara partikel-partikel padat tersebut. Secara umum, tanah dapat terdiri dari dua atau tiga bagian, kemungkinan tersebut adalah:

a) Tanah kering, hanya terdiri dari dua bagian, yaitu butir-butir tanah dan pori-pori udara.

b) Tanah jenuh juga terdapat dua bagian, yaitu bagian padat atau butiran dan air pori. c) Tanah tidak jenuh terdiri dari tiga bagian, yaitu bagian padat atau butiran,

pori-pori udara, dan air pori-pori.

Bagian-bagian tanah dapat digambarkan dalam bentuk diagram fase, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.1


(29)

Gambar 2.1 Diagram fase tanah (Das 1995)

Gambar 2.1a memperlihatkan elemen tanah yang mempunyai volume V dan berat total W, sedang Gambar 2.1b memperlihatkan hubungan berat dan volumenya.

Dari gambar tersebut dapat dibentuk persamaan berikut :

W = WS + WW ( 2.1 )

V = Vs + Vw + Va ( 2.2 )

Vv = Vw + Va ( 2.3 )

dengan :

Ws = berat butiran padat

Vw = berat air

Vs = volume butiran padat

Vw = volume air

Va = volume udara


(30)

2.1.2. Sifat Fisik Tanah

Dari tiga fase tanah kita mengetahui adanya hubungan dalam parameter tanah.Untuk mengetahui sifat fisik tanah tersebut, kita dapat menganalisa parameter yang terdapat dalam tanah.Hubungan-hubungan antar parameter tanah tersebut di atas adalah sebagai berikut :

2.1.2.1 Kadar Air (w)

Kadar air (w) merupakan perbandingan antara berat air (Ww) dengan berat butiran (Ws) dalam tanah tersebut, dinyatakan dalam persen.

( 2.4)

2.1.2.2 Porositas (n)

Porositas adalah perbandingan antara volume rongga (Vv) dengan volume total (V). dapat digunakan dalam bentuk persen maupun desimal.

( 2.5 )

2.1.2.3 Angka Pori (e)

Angka pori( )didefenisikan sebagai perbandingan antara volume pori ( ) dengan volume butiran padat ( ) pada tanah tersebut. Persamaan 2.6 digunakan untuk menghitung angka pori tanah ( ).


(31)

2.1.2.4 Berat Volume Basah ( )

Berat volume basah yakni perbandingan antara berat butiran tanah termasuk air dan udara (W) dengan volume tanah (V).

( 2.7 ) dengan

W = Ww + Ws + Wv (Wv = berat udara = 0). Bila ruang udara terisi oleh air

seluruhnya (Va = 0), maka tanah menjadi jenuh. 2.1.2.5 Berat Volume Kering ( )

Berat volume kering adalah perbandingan antara berat butiran (Ws) dengan volume total (V) tanah.

( 2.8 )

2.1.2.6Berat Volume Butiran Padat ( )

Berat volume butiran padat adalah perbandingan antara berat butiran padat (Ws) dengan volume butiran padat (Vs).

( 2.9 )

2.1.2.7 Berat Jenis ( Specific Gravity )

Berat jenis tanah ( )didefenisikan sebagai perbandingan antara berat volume butiran padat ( ) dengan berat volume air ( ) dengan isi yang sama pada temperatur tertentu. Nilai suatu berat jenis tanah tidak memiliki satuan (tidak


(32)

berdimensi).Persamaan 2.10 dapat digunakan untukmenghitung berat jenis tanah ( ) dari suatu tanah.Tabel 2.1 menunjukkan nilai berat jenis dari bermacam jenis tanah.

(2.10)

Tabel 2.1. Berat jenis tanah

Macam Tanah Berat Jenis Gs

Kerikil Pasir

Lanau tak organik Lempung organik Lempung tak organik Humus

Gambut

2,65 - 2,68 2,65 - 2,68 2,62 - 2,68 2,58 - 2,65 2,68 - 2,75

1,37 1,25 - 1,80 Sumber : HaryChristiady, Mekanika Tanah Jilid 1.1992 2.1.2.8 Derajat Kejenuhan (S)

Derajat kejenuhan ( )didefenisikan sebagai perbandingan antara volume air ( ) dengan volume total rongga tanah ( ). Bila suatu tanah dalam keadaan jenuh, maka nilai = 1.Persamaan 2.11 dapat digunakan untukmenghitungderajat kejenuhan suatu tanah ( ).

( 2.11 )

Berbagai macam derajat kejenuhan tanah ditampilkan padaTabel 2.2di bawah ini.


(33)

Keadaan Tanah Derajat Kejenuhan S Tanah kering

Tanah agak lembab Tanah lembab

Tanah sangat lembab Tanah basah

Tanah Jenuh

0 > 0 - 0,25 0,26 - 0,50 0,51 - 0,75 0,76 - 0,99

1 Sumber : HaryChristiady, Mekanika Tanah Edisi 4. 2002

Dari persamaan-persamaan di atas dapat disusun hubungan antara masing-masing persamaan, yaitu :

(a) Hubungan antara angka pori dengan porositas.

( 2.12 )

( 2.13 )

(b) Berat volume basah dapat dinyatakan dalam rumus berikut

( 2.14 )

(c) Untuk tanah jenuh air ( S = 1 )

( 2.15 )


(34)

( 2.16 )

(e) Bila tanah terendam air, berat volume dinyatakan sebagai , dengan

Bila γw = 1, maka = γsat − 1 ( 2.18 ) Nilai-nilai porositas, angka pori dan berat volume pada keadaan asli di alam dari berbagai jenis tanah diberikan oleh Terzaghi (1947) seperti terlihat pada Tabel 2.3.

Tabel 2.3. Nilai n, e, w,d dan b untuk tanah keadaan asli lapangan.

Macam tanah n

( % ) E

w ( % )

d

(g / cm3)

b

(g / cm3)

Pasir seragam, tidak padat Pasir seragam, padat

Pasir berbutir campuran, tidak padat Pasir berbutir campuran, padat Lempung lunak sedikit organis Lempung lunak sangat organis

46 34 40 30 66 75 0,85 0,51 0,67 0,43 1,90 3,0 32 19 25 16 70 110 1,43 1,75 1,59 1,86 − − 1,89 2,09 1,99 2,16 1,58 1,43 Sumber : Braja M. Das 1998


(35)

( 2.19 )

dengan

emak = kemungkinan angka pori maksimum

emin = kemungkinan angka pori minimum

e = angka pori pada keadaan aslinya

Angka pori terbesar atau kondisi terlonggar dari suatu tanah disebut dengan angka pori maksimum (emak). Angka pori maksimum ditentukan dengan cara menuangkan pasir kering dengan hati-hati dengan tanpa getaran ke dalam cetakan (mould) yang telah diketahui volumenya. Dari berat pasir di dalam cetakan, emak dapat dihitung.

Angka pori minimum (emin) adalah kondisi terpadat yang dapat dicapai oleh tanahnya. Nilai emin dapat ditentukan dengan menggetarkan pasir kering yang diketahui beratnya, ke dalam cetakan yang telah diketahui volumenya, kemudian dihitung angka pori minimumnya.

Pada tanah pasir dan kerikil, kerapatan relatif (relative density) digunakan untuk menyatakan hubungan antara angka pori nyata dengan batas-batas maksimum dan minimum dari angka porinya. Persamaan (2.19) dapat dinyatakan dalam persamaan berat volume tanah, sebagai berikut :

( 2.20 )


(36)

Dengan cara yang sama dapat dibentuk persamaan :

( 2.22 )

( 2.23 )

dengan d(mak), d (min), dan d berturut-turut adalah berat volume kering maksimum, minimum, dan keadaan aslinya. Substitusi persamaan (2.20) sampai (2.23) ke dalam persamaan (2.19) memberikan,

( 2.24 ) 2.1.2.9. Batas-batas Atterberg (Atterberg Limit)

Batas-batas Atterberg ditemukan oleh peneliti tanah berkebangsaan Swedia, Atterberg pada tahun 1911.Batas-batas Atterberg digunakan untuk mengklasifikasikan jenis tanah untuk mengetahui engineering properties dan

engineering behavior tanah berbutir halus.

Dua hal yang menjadi parameter utama untuk mengetahui plastisitas tanah lempung yaitu batas atas dan batas bawah plastisitas.Atterberg memberikan cara untuk menggambarkan batas-batas konsistensi dari tanah berbutir halus dengan mempertimbangkan kandungan kadar airnya (Holtz dan Kovacs, 1981). Batas-batas tersebut adalah Batas-batas cair, Batas-batas plastis dan Batas-batas susut. Hal ini dapat dilihat dalam Gambar 2.2 .


(37)

Gambar 2.2 Batas-batas Atterberg 2.1.2.9.1. Batas Cair (Liquid Limit)

Batas Cair (Liquid Limit) adalah sebagai kadar air pada tanah ketika tanah berada diantara keadaan plastis dan keadaan cair. Batas cair ditentukan dari pengujian Cassagrande (1948), yakni dengan menggunakan cawan yang telah dibentuk sedemikian rupa yang telah berisi sampel tanah yang telah dibelah oleh

grooving tool dan dilakukan dengan pemukulan sampel dengan dua sampel

dengan pukulan diatas 25 pukulan dan dua sampel dengan pukulan dibawah 25 pukulan sampai tanah yang telah dibelah tersebut menyatu.

Hal ini dimaksudkan agar mendapatkan persamaan sehingga didapatkan nilai kadar air pada 25 kali pukulan. Batas cair memiliki batas nilai antara 0 – 1000, akan tetapi kebanyakan tanah memiliki nilai batas cair kurang dari 100. (Holtz dan Kovacs, 1981).

Alat uji batas cair berupa cawan Cassagrande dan grooving tool dapat dilihat pada Gambar 2.3.


(38)

Gambar 2.3 Cawan Casagrande dan grooving tool (Das,1998)

2.1.2.9.2. Batas Plastis (Plastic Limit)

Batas Plastis (Plastic Limit) dapat diartikan sebagai kadar air pada tanah ketika tanah berada diantara keadaan semi padatdan keadaan plastis. Untuk mengetahui batas plastis suatu tanah dilakukan dengan pecobaan menggulung tanah berbentuk silinder dengan diameter sekitar 3,2 mm dan mulai mengalami retak-retak ketika digulung. Kadar air dari sampel tersebut adalah batas plastisitas. 2.1.2.9.3. Batas Susut (Shrinkage Limit)

Batas Susut (Shrinkage Limit) adalah kadar air tanah pada kedudukan antara daerah semi padat dan padat, yaitu persentase kadar air di mana pengurangan kadar air selanjutnya mengakibatkan perubahan volume tanahnya.


(39)

Percobaan batas susut dilaksanakan dalam laboratorium dengan cawan porselin diameter 44,4 mm dengan tinggi 12,7 mm. Bagian dalam cawan dilapisi oleh pelumas dan diisi dengan tanah jenuh sempurna yang kemudian dikeringkan dalam oven. Volume ditentukan dengan mencelupkannya dalam air raksa. Batas susut dapat dinyatakan dalam persamaan

{ } (2.25)

dengan :

= berat tanah basah dalam cawan percobaan (gr) = berat tanah kering oven (gr)

= volume tanah basah dalam cawan ( ) = volume tanah kering oven ( )

= berat jenis air

2.1.2.9.4. Indeks Plastisitas (Plasticity Index)

Indeks plastisitas merupakan interval kadar air dimana tanah masih bersifat plastis. Indeks plastisitas dapat menunjukkan sifat keplastisitasan tanah tersebut.Apabila tanah memiliki interval kadar air daerah plastis yang kecil, maka tanah tersebut disebut tanah kurus, sedangkan apabila suatu tanah memiliki interval kadar air daerah plastis yang besar disebut tanah gemuk.Indeks Plastisitas (PI) dapat diketahui dengan menghitung selisih antara batas cair dengan batas plastis dari tanah tersebut.Persamaan 2.26 dapat digunakan untukmenghitung besarnya nilai indeks plastisitas dari suatu tanah.Tabel 2.4 menunjukkan batasan nilai indeks plastisitas dari jenis-jenis tanah.


(40)

(2.26) Dimana :

LL = batas cair PL = batas plastis

Tabel 2.4 Indeks plastisitas tanah

PI Jenis tanah Plastisitas Kohesi

0 Pasir Non – Plastis Non - Kohesif

< 7 Lanau Plastisitas Rendah Kohesif Sebagian 7 – 17 Lempung berlanau Plastisitas Sedang Kohesif

> 17 Lempung Plastisitas Tinggi Kohesif Sumber : Mekanika Tanah II, Ir. Indrastono DA, M.ing

2.1.2.9.5 Indeks Kecairan ( Liquidity Index/LI)

Merupakan kadar air tanah dalam keadaan aslinya biasanya terletak antara batas plastis dan batas cair.

LI =

(2.27)

Nilai LI berkisar antara 1-0. Semakin besar nilai LI tanah akan semakin lunak dan semakin kecil nilai LI tanah akan semakin kaku/kenyal.

2.1.2.9.6 Indeks Konsistensi (IC)

Nilai indeks konsistensi berkisar antara 1 sampai dengan .nilai indeks ini didapat dari persamaan 2.28.

IC =


(41)

Tabel 2.5 Nilai konsistensi dalam range plastis (Skempton, 1953)

Sumber : Megopurnomo,korelasi antara CBR,PI,dan kuat geser tanah lempung 2011

2.1.3. Klasifikasi Tanah

Untuk memberi gambaran dari sifat-sifat tanah, pengklasifikasian tanah diperlukan dalam pekerjaan yang berhubungan dengan tanah.Dalam menentukan karakteristik tanahnya, bisa saja dilakukan dengan pengamatan di lapangan dan dengan suatu percobaan lapangan yang sederhana.Tetapi jika hanya sekedar mengandalkan pengamatan di lapangan, maka kesalahan-kesalahan bisa saja terjadi disebabkan oleh perbedaan pengamatan setiap orang, atau kurangnya pengalaman dalam pengamatan jenis tanah.

Untuk memperoleh hasil klasifikasi yang lebih objektif, biasanya sampel tanah akan diuji di laboratorium dengan serangkaian uji laboratorium yang dapat menghasilkan klasifikasi tanah. Metode percobaan tanah untuk klasifikasi dalam perspektif yang wajar antara lain; Batas Atterberg, Analisis Saringan dan Analisis Hidrometer.

Saat ini terdapat beberapa Sistem Klasifikasi yang telah dibuat dan dikembangkan yang dapat kita gunakan antara lain sistem klasifikasi AASHTO dan sistem klasifikasi tanah USCS.


(42)

2.1.3.1. Sistem Klasifikasi AASHTO

Sistem klasifikasi tanah ASSHTO dikembangkan pertama kali pada tahun 1920 oleh U.S. Bureau of Public Roads guna mengklasifikasikan tanah dalam perencanaan lapisan dasar jalan raya.Pada mulanya sistem ini mengklasifikasikan tanah kedalam delapan kelompok, yaitu A-1 sampai A-8 seperti pada Gambar 2.4 berikut.


(43)

Klasifikasi tanahmenurut AASHTO( lanjutan)

Sumber : Mekanika Tanah Jilid 1, Braja M. Das

Sistem klasifikasi tanah ASSHTO sangat cocok digunakan dalam perencanaan jalan raya.Semakin besar nilai kelompok tanah dalam sistem ASSHTO maka semakin besar tingkat ketidaksesuaian.Suatu tanah diklasifikasikan dengan membaca tabel dari kiri ke kanan sampai ditemukan kelompok pertama yang sesuai dengan data pengujian yang diperoleh.

2.1.3.2. Sistem Klasifikasi Unified Soil Classification System (USCS)

Pengklasifikasian menurut sistem UnifiedSoil Classification System(USCS) didasari atas hasil analisa saringan. Jika suatu tanah tertahan pada

saringan nomor 200 lebih dari 50% dari berat total tanah diklasifikasikan sebagai tanah berbutir kasar, namun apabila tanah yang tertahan pada saringan nomor 200 lebih kecil dari pada 50% dari berat total tanah diklasifikasikan sebagai tanah berbutir halus.Pengklasifikasian tanah berdasarkan system USCS dapat dilihat


(44)

pada Gambar 2.5.Simbol-simbol yang digunakan dalam sistem klasifikasi ini diantaranya :

G = kerikil (gravel)

W = bergradasi baik (well-graded) S = pasir (sand)

P = bergradasi buruk (poor-graded) C = lempung (clay)

H = plastisitas tinggi(high-plasticity) M = lanau (silt)

L = plastisitas rendah (low-plasticity)

O = lanau/empung organik (organic silt or clay) Pt = gambut (peat)

2.2. Bahan-bahan Penelitian 2.2.1. Tanah Lempung

Tanah lempung adalah tanah berukuran mikrokronis hingga sub-mikrokonis yang berasal dari pelapukan unsur-unsur kimiawi penyusun batuan. Tanah lempung sangat keras dalam keadaan kering dan bersifat plastis pada kadarair sedang. Pada keadaan air lebih tinggi air bersifat lengket ( kohesif ) dan sangat lunak.

2.2.1.1 Susunan Tanah Lempung

Pelapukan akibat reaksi kimia menghasilkan susunan kelompok partikel berukuran koloid dengan diameter butiran lebih kecil darl 0,002 mm, yang disebut


(45)

Tabel 2.7. Klasifikasi tanah sistem Unified Soil Classification System (USCS)


(46)

mineral lempung. Partikel lempung dapat berbentuk seperti lembaran yang mempunyai permukaan khusus.Karena itu, tanah lempung mempunyai sifat sangat dipengaruhi oleh gaya-gaya permukaan. Umumnya, terdapat kira-kira 15 macam mineral yang diklasifikasikan sebagai mineral lempung (Kerr, 1959). Di antaranya terdiri dari kelompok-kelompok : montmorillonite, illite, kaolinite, dan

polygorskite. Kelompok yang lain, yang perlu diketahui adalah: chlorite, vermiculite, dan halloysite.

Susunan kebanyakan tanah lempung terdiri dari silika tetrahedra dan aluminium oktahedra (Gambar 2.4a). Silika dan aluminium secara parsial dapat digantikan oleh elemen yang lain dalam kesatuannya, keadaan ini dikenal sebagal substitusi isomorf. Kombinasi dari susunan kesatuan dalam bentuk susunan lempeng disajikan dalam simbol, dapat dilihat pada Gambar 2.4b.

Bermacam-macam lempung terbentuk oleh kombinasi tumpukan dari susunan lempeng dasarnya dengan bentuk yang berbeda-beda.

Kaolinite merupakan mineral dari kelompok kaolin, terdiri dari susunan

satu lembaran silika tetrahedra dengan satu lembaran aluminium oktahedra, (Gambar 2.5a).Kedua lembaran terikat bersama-sama, sedemikian rupa sehingga ujung dari lembaran silika dan satu dari lapisan lembaran oktahedra membentuk sebuah lapisan tunggal.


(47)

Gambar 2.4.Mineral-mineral lempung

Dalam kombinasi lembaran silika dan aluminium, keduanya terikat oleh ikatan hidrogen (Gambar 2.5b). Pada keadaan-tertentu, partikel kaolinite mungkin lebih dari seratus tumpukan yang sukar dipisahkan. Karena itu, mineral ini stabil dan air tidak dapat masuk di antara lempengannya untuk menghasilkan pengembangan atau penyusutan pada sel satuannya.

Halloysite hampir sama dengan kaolinite, tetapi kesatuan yang berturutan

lebih acak ikatannya dan dapat dipisahkan oleh lapisan tunggal molekul air. jika lapisan tunggal air menghilang oleh karena proses penguapan, mineral ini akan berkelakuan lain. Sifat khusus lainnya adalah bahwa bentuk partikelnya menyerupai silinder-silinder memanjang, tidak seperti kaolinite yang berbentuk pelat-pelat.


(48)

Gambar 2.5(a) Diagram skematik struktur kaolinite (Lambe, 1953) (b) Struktur atom kaolinite (Grim, 1959)


(49)

Gambar 2.6(a) Diagram skematik struktur montmorillonite (Lambe, 1953) (b) Struktur atom montmorillonite (Grim, 1959)

Montrnorillonite, disebut juga dengan smectite, adalah mineral yang


(50)

(Gambar 2.6a). Lembaran oktahedra terletak di antara dua lembaran silika dengan ujung tetrahedra tercampur dengan hidroksil dari lembaran oktahedra untuk membentuk satu lapisan tunggal (Gambar 2.6b). Dalam lembaran oktahedra terdapat subtitusi parsial aluminium oleh magnesium. Karena adanya gaya ikatan van der Waals yang lemah di antara ujung lembaran silika dan terdapat kekurangan muatan negatif dalam lembaran oktahedra, air dan ion-ion yang berpindah-pindah dapat masuk dan memisahkan lapisannya. jadi, kristal

montmorillonitesangat kecil, tapi pada waktu tertentu mempunyai gaya tarik yang

kuat terhadap air. Tanah-tanah yang mengandung montmorillonitesangat mudah mengembang oleh tambahan kadar air, yang tekanan pengembangannya dapat merusak struktur ringan dan perkerasan jalan raya.

Illite adalah bentuk mineral lempung yang terdiri dari mineral-mineral

kelompok illite. Bentuk susunan dasarnya terdiri dari sebuah lembaran aluminium oktahedra yang terikat di antara dua lembaran silika tetrahedra. Dalam lembaran oktahedra, terdapat subtitusi parsial aluminium oleh magnesium dan besi, dan dalam lembaran tetrahedra terdapat pula subtitusi silikon oleh aluminium (Gambar 2.7). Lembaran-lembaran terikat bersama-sama oleh ikatan lemah ion-ion kalium yang terdapat di antara lembaran-lembarannya. Ikatan-ikatan dengan ion kalium (K+) lebih lemah daripada ikatan hidrogen yang mengikat satuan kristal kaolinite, tapi sangat lebih kuat daripada ikatan ionik yang membentuk kristal montmorillonite. Susunan illite tidak mengembang oleh gerakan air di antara lembaran-lembarannya.


(51)

Gambar 2.7. Diagram skematik struktur illite (Lambe, 1953) 2.2.1.2 Sifat UmumTanahLempung

Bowles(1984) mengatakan sifat-sifat tanah lempung adalah: 1. Hidrasi.

Partikelmineralselalu mengalami hidrasi, hal ini dikarenakan lempung biasanyabermuatannegatif, yaitu partikel dikelilingi oleh lapisan- lapisan molekul airyangdisebut sebagai airteradsorbsi. Lapisan iniumumnyamemilikitebalduamolekul. Oleh karenaitu disebutsebagailapisan difusigandaataulapisanganda.

2. Aktivitas.

Aktivitastanah lempungadalahperbandinganantaraIndeks Plastisitas(IP)denganprosentase butiranlempung,dan dapat


(52)

disederhanakandalampersamaan:

Dimana untuknilaiA>1,25 tanah digolongkanaktifdan bersifatekspansif. Pada nilai1,25<A<0,75 tanah digolongkannormalsedangkan tanah dengan nilaiA<0,75digolongkantidakaktif.Nilai- nilaikhasdariaktivitasdapatdilihatpadaTabel2.5.

Tabel2.5Aktivitastanahlempung(Bowles,1984) MinerologiTanahLempung NilaiAktivitas

Kaolinite 0,4–0,5

Illite 0,5–1,0

Montmorillonite 1,0–7,

3 . Flokulasi dan disperse

Flokulasi adalah peristiwa penggumpalan partikel lempung di dalam larutan air akibat mineral lempung umumnya mempunyai pH>7. Flokulasi larutan dapat dinetralisir dengan menambahkan bahan-bahan yang mengandung asam (ion H+), sedangkan penambahan bahan-bahan alkali akan mempercepat flokulasi. Untuk menghindari flokulasi larutan air dapat ditambahkan zat asam.

2.2.1.3 Pengaruh Air Pada Tanah Lempung

Air biasanya tidak banyak mempengaruhi kelakuan tanah nonkohesif. Sebagai contoh, kuat geser tanah pasir mendekati sama pada kondisi kering maupun jenuh air. Tetapi, jika air berada pada lapisan pasir yang tidak padat,


(53)

beban dinamis seperti gempa bumi dan getaran lainnya sangat mempengaruhl kuat gesernya. Sebaliknya, tanah butiran halus khususnya tanah lempung akan banyak dipengaruhi oleh air. Karena pada tanah berbutir halus, luas permukaan spesifik menjadi lebih besar, variasi kadar air akan mempengaruhi plastisitas tanahnya.

Distribusi ukuran butiran jarang-jarang sebagai faktor yang mempengaruhi kelakuan tanah butiran halus. Batas-batas Atterberg digunakan untuk keperluan identifikasi tanah ini.

Partikel-partikel lempung, mempunyai muatan listrik negatif. Dalam suatu kristal yang ideal, muatan-muatan negatif dan positif seimbang. Akan tetapi, akibat substitusi isomorf dan kontinuitas perpecahan susunannya, terjadi muatan negatif pada permukaan partikel lempungnya.

Untuk mengimbangi muatan negatif tersebut, partikel lempung menarik ion muatan positif (kation) dari garam yang ada di dalam air porinya. Hal ini disebut dengan pertukaran ion-ion. Selanjutnya, kation-kation dapat disusun dalam urutan menurut kekuatan daya tarik menariknya, sebagai berikut:

Al3+ > Ca2+ > Mg2+ > NH 4+ > K+ > H+ > Na+ > Li+

Urutan tersebut memberikan arti bahwa ion Al3+ dapat mengganti ion Ca2+, ion Ca2+dapat mengganti Na+, dan seterusnya. Proses ini disebut dengan pertukaran kation. Sebagai contoh : Na ( lempung ) + CaCl 2  Ca ( lempung ) + NaCl

Kapasitas pertukaran kation tanah lempung didefinisikan sebagai jumlah pertukaran ion-ion yang dinyatakan dalam miliekivalen per 100 gram lempung kering. Beberapa garam juga terdapat pada permukaan partikel lempung kering.


(54)

Pada waktu air ditambahkan pada lempung, kation-kation dan anion-anion mengapung di sekitar partikelnya (Gambar 2.8).

Gambar 2.8. Kation dan anion pada partikel

Molekul air merupakan molekul yang dipolar, yaitu atom hidrogen tidak tersusun simetri di sekitar atom-atom oksigen (Gambar 2.9a). Hal ini berarti bahwa satu .molekul air merupakan batang yang mempunyai muatan positif dan negatif pada ujung yang berlawanan atau dipolar (dobel kutub) (Gambar 2.9b).


(55)

Terdapat 3 mekanisme yang menyebabkan molekul air dipolar dapat tertarik oleh permukaan partikel lempung secara elektrik (Gambar 2.10) :

(1) Tarikan antara permukaan bermuatan negatif dari partikel lempung dengan ujung positif darl dipolar.

Gambar 2.10. Molekul air dipolar dalam lapisan ganda

(2) Tarikan antara kation-kation dalam lapisan ganda dengan muatan negatif dari ujung dipolar. Kation-kation ini tertarik oleh permukaan partikel lempung yang bermuatan negatif.

(3) Andil atom-atom hidrogen dalam molekul air, yaitu dengan ikatan hidrogen antara atom oksigen dalam partikel lempung dan atom oksigen dalam molekulmolekul air.

Air yang tertarik secara elektrik, yang berada di sekitar partikel lempung, disebut air lapisan ganda (double-layer water). Sifat plastis tanah lempung adalah


(56)

akibat eksistensi dari air lapisan ganda. Ketebalan air lapisan ganda untuk kristal

kaolinite dan montmorillonitediperlihatkan dalam Gambar 2.11.

Gambar 2.11. Air partikel lempung (a) kaolinite (b) montmorillonite (Lambe, 1960).

Air lapisan ganda pada bagian paling dalam, yang sangat kuat melekat pada partikel disebut air serapan (adsorbed water). Pertalian hubungan mineral-mineral dengan air serapannya, memberikan bentuk dasar dari susunan tanahnya. Tiap-tiap partikel saling terikat satu sama lain, lewat lapisan air serapannya. Maka, adanya ion-ion yang berbeda, material organik, beda konsentrasi, dan lain-lainnya akan berpengaruh besar pada sifat tanahnya. Partikel lempung dapat tolak-menolak antara satu dengan yang lain secara elektrik, tapi prosesnya bergantung pada konsentrasi ion, jarak antara partikel, dan faktor-faktor lainnya. Secara sama, dapat juga terjadi hubungan tarik-menarik antara partikelnya akibat pengaruh ikatan hidrogen, gaya van der Waals, macam ikatan kimia dan organiknya. Gaya antara partikel berkurang dengan bertambahnya jarak dari permukaan mineral seperti terlihat pada Gambar 2.14. Bentuk kurva potensial sebenarnya akan


(57)

tergantung pada valensi dan konsentrasi ion, larutan ion dan pada sifat dari gaya-gaya ikatannya.

Jadi, jelaslah bahwa ikatan antara partikel tanah yang disusun oleh mineral lempung akan sangat besar dipengaruhi oleh besarnya jaringan muatan negatif pada mineral, tipe, konsentrasi, dan distribusi kation-kation yang berfungsi untuk mengimbangkan muatannya. Schofield dan Samson (1954) dalam penyelidikan pada kaolinite, Olphen (1951) dalam penyelidikan pada montmorillonite, menemukan bahwa jumlah dan distribusi muatan residu jaringan mineral, bergantung pada pH airnya. Dalam lingkungan dengan pH yang rendah, ujung partikel kaolinite dapat menjadi bermuatan positif dan selanjutnya dapat menghasilkan gaya tarik ujung ke permukaan antara partikel yang berdekatan. Gaya tarik ini menimbulkan sifat kohesifnya.

2.2.2. Semen

2.2.2.1 Umum

Semen berasal dari kata Caementum yang berarti bahan perekat yang mampu mempesatukan atau mengikat bahan-bahan padat menjadi satu kesatuan yang kokoh atau suatu produk yang mempunyai fungsi sebagai bahan perekat antara dua atau lebih bahan sehingga menjadi suatu bagian yang kompak atau dalam pengertian yang luas adalah material plastis yang memberikan sifat rekat antara batuan-batuan konstruksi bangunan.

Usaha untuk membuat semen pertama kali dilakukan dengan cara membakar batu kapur dan tanah liat. Joseph Aspadain yang merupakan orang


(58)

inggris, pada tahun 1824 mencoba membuat semen dari kalsinasi campuran batu kapur dengan tanah liat yang telah dihaluskan, digiling, dan dibakar menjadi lelehan dalam tungku, sehingga terjadi penguraian batu kapur (CaCO3) menjadi batu tohor (CaO) dan karbon dioksida(CO2). Batu kapur tohor (CaO) bereaksi dengan senyawa-senyawa lain membemtuk klinker kemudian digiling sampai menjadi tepung yang kemudian dikenal dengan Portland

2.2.2.2. Jenis-Jenis Semen Portland

Jenis-jenis semen portland berkembang sesuai kebutuhan konstruksi yang disesuaikan dengan kondisi lokasi maupum kondisi lain.Sesuai dengan pemakaiannya semen portland dibedakan menjadi lima type (jenis),yaitu :

1. Jenis I

Semen portland jenenis umum (normal portland cement), yaitu jenis semen portland untuk penggunaan dalam kontruksi beton secara umum tidak memerlukan sifat-sifat khusus. Misalnya untuk pembuatan trotoar, urung-urung, pasangan bata, dan sebagainya.

2. Jenis II

Semen jenis umum dengan perubahan-perubahan (modified portland

cement). Semen ini memiliki panas hidrasi lebih rendah dan keluarnya

panas lebih lambat daripada semen jenis I. Jenis ini digunakan untuk bangunan tebal tebal seperti pilar dengan ukuran besar, tumpuan dan dinding tanah tanah tebal, dan sebagainya retak-retak pengerasan. Jenis ini


(59)

juga dapat digunakan untuk bangunan-bangunan drainase di tempat yang memiliki sulfat agak tinggi.

3. Jenis III

Semen portland dengan kekuatan awal tinggi

(high-early-strength-portland-cement). Jenis ini memperoleh kekuatan besar delam waktu

singkat, sehingga dapat digunakan untuk perbaikan bangunan-bangunan beton yang perlu segara digunakan atau yang acuannya perlu segera dilepas.

4. Jenis IV

Semen portland dengan panas hidrasi yang rendah (low-heat portland-

cement). Jenis ini merupakan jenis khusus untuk penggunaan yag

memerlukan panas hidrasi serendah-rendahnya. Kekuatannya tumbuh lambat. Jenis ini digunakan untuk bangunan beton massa seperti bendungan-bendungan garavitasi besar.

5. Jenis V

Semen portland tahan sulfat (sulfate-resisting portland cement). Jenis ini merupakan jenis khusus yag maksudnya hanya untuk penggunaan pada bangunan-bangunan yang kena sulfat, seperti di tanah atau air tang tinggi kadar alkalinya. Pengerasan berjalan lebih lambat daripada semen portlan biasa.


(60)

2.2.2.3.Hidrasi Dan Mekanisme Pengerasan Semen

Air merupakan reaktan kunci dalam hidrasi semen.Penggabungan air menjadi zat yang dikenal sebagai hidrasi.Air dan semen awalnya membentuk pasta semen yang mulai bereaksi dan mengeras (ditetapkan). Pasta ini mengikat partikel agregat melalui proses kimia hidrasi.

Dalam hidrasi semen, perubahan kimia terjadi perlahan-lahan, pada akhirnya menciptakan produk kristal baru, evolusi panas, dan tanda-tanda terukur lainnya.

Hiderasi semen adalah reaksi antara komponen-komponen semen dengan air. Untuk mengetahui hiderasi semen, maka harus mengenal hiderasi dari senyawa-senyawa yang terkandung dalam semen ( C2S, C3S, C3A, C4AF). 2.2.2.4. Pengaruh Air Terhadap PC

 Jika air ditambahkan pada semen Portland, maka akan terbentuk jaringanserabut (gel) yang menyelubungi butir-butir semen yang lain. Di dalam gel ini terdapat : air pembentuk gel yang jumlahnya tertentu dan air bebas yang jumlahnya tergantung jumlah air pencampur pada PC.

 Senyawa C3s dan C2S pada semen bila bertemu dengan air akan membentuk gel sebagai senyawa kalsium silikat hidrat yang menghasilkan kristal-kristal kapur dan senyawa hasil hidrasi C3A dan C4AF.

 Bila air pencampur PC terlalu banyak, akibat adanya pengeringan maka air bebas yang terdapat di dalam gel akan cepat menguap sehingga gel menjadi porous


(61)

2.2.3. Bottom Ash (BA)

Abu batubara merupakan suatu pozolan buatan yang akan bereaksi secara kimiawi dengan kalsium silikat dan kalsium aluminat hidrat yang bersifat hidrolis. (Mutohar, 2002).

Abu batubara adalah bagian dari sisa pembakaran batubara pada boiler pembangkit listrik tenaga uap yang berbentuk partikel halus amorf dan bersifat pozzolan, berarti abu tersebut dapat breaksi dengan semen dan air dengan sifat mengikat.

Secara kimia abu batubara merupakan mineral alumino silikat yang banyak mengandung unsur-unsur Ca, K, dan Na. Disamping itu juga mengandung sejumlah kecil unsur C dan N.


(62)

Pada gambar 2.12 dapat terlihat senyawa kimia bottom ash yang di peroleh dari PLTU Mpanau Kecamatan Tawaeli Kota Palu (Arifin, 2009) terdapat senyawa silika yang cukup besar.Dimana silika bersifat sebagai pengikat hidrolis.

Pada penelitian ini penulis memperoleh sampel bottom ash dari PT. Asahi Sibolga, Sumatera Utara.

2.3. Stabilitas Tanah

Menurut Sudjianto (2006), lempung yang memiliki fluktuasi kembang susut tinggi disebut dengan lempung ekspansif. Bila suatu konstruksi dibangun diatas tanah ekspansif maka akan terjadi kerusakan-kerusakan antara lain retakan pada perkerasan jalan dan jembatan, terangkatnya struktur plat, kerusakan jaringan pipa, longsoran, dan sebagainya.

Tujuan dilakukan stabilisasi tanah yaitu untuk meningkatkan kapasitas dukung tanah. Keberhasilan usaha ini tergantung dari metode, bahan dan alat yang digunakan (Dunn, 1992).

Salah satu cara yang digunakan untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah menstabilkan tanah dengan meningkatkan daya dukung tanah asli. Menurut Ingles dan Metcalf, salah satu cara stabilisasi tanah ekspansif yang efektif adalah dengan menambahkan bahan kimia tertentu. Penambahan bahan kimia dapat mengikat mineral lempung menjadi padat, sehingga mengurangi kembang susut lempung ekspansif. (Sudjianto, 2006)

2.3.1. Stabilitas Tanah dengan Semen

Semen merupakan salah satu bahan stabilisasi yang mudah diperoleh dan efektif.Semen memiliki kemampuan mengeras dan mengikat partikel yang sangat


(63)

bermanfaat untuk mendapatkan suatu masa tanah yang kokoh dan tahan terhadap deformasi.

Semen merupakan bahan stabilisasi yang baik karena kemampuan mengeras dan mengikat partikel sangat bermanfaat bagi usaha mendapatkan suatu masa tanah yang kokoh dan tahan terhadap deformasi.

Campuran tanah-semen akan meng-akibatkan kenaikan kekuatan dengan periode waktu kekuatan perawatan yang relatif singkat sehingga untuk melanjutkan konstruksi tidak harus menunggu lama.

Tipe semen yang digunakan dalam penelitian ini adalah Tipe I dengan unsur pembentuknya : C3S=50%, C2S=25 %, C3A=12 %, C4AF=8%, CSH2= 5%. (Takaendengan,2013).

2.3.2. Stabilitas Tanah dengan Bottom Ash

PLTU berbahan bakar batubara biasanya menghasilkan limbah dari proses pembangkit tenaga listrik dapat berupa abu terbang, bau dassar dan lumpur flue gas desulfurizatio. Abu tersebut selanjutnya dipindahkan ke lokasi penimbunan abu dan terakumulasi di lokasi tersebut dalam jumlah yang sangat banyak.Dengan bertambahnya jumlah abu batubara maka ada usaha-usaha untuk memanfaatkan limbah padat tersebut.Salah satunya dengan stabilisasi untuk tanah. Bahan nutrisi lain dalam abu batubara yang diperlukan dalam tanah diantaranya ialah B,P, dan unsur-unsur kelumit seperti Cu, Zn, Mn, Mo,dan Se. Abu batubara sendiri dapat bersifat sangat asam (pH 3-4) tetapi pada umumnya bersifat basa (pH 10-12), selain itu abu batubara tersusun dari partikel berukuran silt yang mempunyai karakteristik kapasitas pengikat air dari sedang sampai tinggi (Arifin,2009).


(64)

2.4. CBR (California Bearing Ratio)

CBR (California Bearing Ratio) adalah percobaan daya dukung tanah yang dikembangkan oleh California State Highway Departement.Prinsip pengujian ini adalah pengujian penetrasi dengan menusukkan benda ke dalam benda uji. Dengan cara ini dapat dinilai kekuatan tanah dasar atau bahan lain yang dipergunakan untuk membuat perkerasan.

Kekuatan tanah diuji dengan uji CBR sesuai dengan SNI-1744-2012.Nilai kekuatan tanah tersebut digunakan sebagai acuan perlu tidaknya distabilisasi setelah dibandingkan dengan yang disyaratkan dalam spesifikasinya.

Pengujian CBR adalah perbandingan antara beban penetrasi suatu bahan terhadap bahan standar dengan kedalaman dan kecepatan penetrasi yang sama. Nilai CBR dihitung pada penetrasi sebesar 0.1 inci dan penetrasi sebesar 0.2 inci dan selanjutnya hasil kedua perhitungan tersebut dibandingkan sesuai dengan SNI 03-1744-2012 diambil hasil terbesar.

Nilai CBR adalah perbandingan (dalam persen) antara tekanan yang diperlukan untuk menembus tanah dengan piston berpenampang bulat seluas 3 inch2dengan kecepatan 0,05 inch/menit terhadap tekanan yang diperlukan untuk menembus bahan standard tertentu. Tujuan dilakukan pengujian CBR ini adalah untuk mengetahui nilai CBR pada variasi kadar air pemadatan. Untuk menentukan kekuatan lapisan tanah dasar dengan cara percobaan CBR diperoleh nilai yang kemudian dipakai untuk menentukan tebal perkerasan yang diperlukan di atas lapisan yang nilai CBRnya tertentu (Wesley,1977) Dalam menguji nilai


(65)

CBR tanah dapat dilakukan di laboratorium. Tanah dasar (Subgrade) pada kontruksi jalan baru merupakan tanah asli, tanah timbunan, atau tanah galian yang sudah dipadatkan sampai mencapai kepadatan 95% dari kepadatan maksimum.Dengan demikian daya dukung tanah dasar tersebut merupakan nilai kemampuan lapisan tanah memikul beban setelah tersebut tanah dipadatkan.CBR ini disebut CBR rencana titik dan karena disiapkan di laboratorium, disebut CBR laborataorium. Makin tinggi nilai CBR tanah (subgrade) maka lapisan perkerasan diatasnya akan semakin tipis dan semakin kecil nilai CBR (daya dukung tanah rendah), maka akan semakin tebal lapisan perkerasan di atasnya sesuai beban yang akan dipikulnya.

Ada dua macam pengukuran CBR yaitu :

1. Nilai CBR untuk tekanan penetrasi pada 0.254 cm (0,1”) terhadap penetrasi

standard besarnya 70,37 kg/cm2 (1000 psi).

Nilai CBR = (PI/70,37) x 100 % ( PI dalam kg / cm2 )

2. Nilai CBR untuk tekanan penetrasi pada penetrasi 0,508 cm (0,2”)

terhadap penetrasi standard yang besarnya 105,56 kg/cm2 (1500 psi) Nilai CBR =PI/105,56) x 100 % ( PI dalam kg / cm2 )

Dari kedua hitungan tersebut digunakan nilai terbesar. CBR laboratorium dapat dibedakan atas 2 macam yaitu : a. CBR laboratorium rendaman (soaked design CBR)


(66)

Pada pengujian CBR laboratorium rendaman pelaksanaannya lebih sulit karena membutuhkan waktu dan biaya relatif lebih besar dibandingkan CBR laboratorium tanpa rendaman.

b. CBR laboratorium tanpa rendaman (Unsoaked Design CBR)

Sedang dari hasil pengujian CBR laboratorium tanpa rendaman sejauh ini selalu menghasilkan daya dukung tanah lebih besar dibandingkan dengan CBR laboratorium rendaman.Disini penulis akan menggunakan pengujian CBR tanpa rendaman.

Uji pemadatan Proctor adalah metode laboratorium untuk menentukan eksperimental kadar air yang optimal di mana suatu jenis tanah tertentu akan menjadi paling padat dan mencapai kepadatan kering maksimum. Istilah Proctor adalah untuk menghormati RR Proctor, yang pada tahun 1933 menunjukkan bahwa kepadatan kering tanah untuk usaha pemadatan yang diberikan tergantung pada jumlah air tanah mengandung selama pemadatan tanah tes aslinya yang paling sering disebut sebagai uji pemadatan Proctor standar. Tes laboratorium umumnya terdiri dari pemadatan tanah pada kadar air yang dikenal ke dalam cetakan silinder dimensi standar menggunakan usaha pemadatan besarnya dikendalikan. Tanah biasanya dipadatkan ke dalam cetakan dengan jumlah tertentu dari lapisan yang sama, masing-masing menerima sejumlah pukulan dari palu tertimbang standar pada ketinggian tertentu. Proses ini kemudian diulang untuk berbagai kadar air dan kepadatan kering ditentukan untuk masing-masing. Hubungan grafis dari kepadatan kering untuk kadar air kemudian diplot untuk membentuk kurva pemadatan. Kepadatan kering maksimum akhirnya diperoleh


(67)

dari titik puncak kurva pemadatan dan kadar air yang sesuai, juga dikenal sebagai kadar air yang optimal.


(68)

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Uraian Umum

Setiap bangunan konstruksi sipil seperti gedung, jembatan, jalan raya, terowongan , dinding penahan tanah dan sebagainya dapat berdiri tegak diatas pondasi yang bebannya akan diteruskan ke lapisan tanah yang cukup kuat daya dukungnya.

Tanah sendiri memiliki berbagai macam jenis lapisan tanah dan berbeda pula sifat fisis sehingga berpengaruh pada perkuatan tanah itu sendiri.Dari berbagai macam lapisan tanah, sering kali yang menjadi permasalahan adalah jenis tanah lempung karena tanah lempung memiliki sifat kembang susut yang sangat tinggi.

Tanah lempung diidentifikasikan dengan indeks plastisitas (PI) yang tinggi dan ukuran partikel yang halus apabila tanah mempunyai sifat-sifat seperti ini dan juga mempunyai struktur kristalisasi yang bersifat mengembang merupakan masalah yang nyata. Pengembangan pada tanah lempung dapat dikendalikan sebagian dengan cara stabilisasi dengan campuran seperti kapur dan abu batubara (Dunn, 1992).

Tujuan dilakukan stabilisasi tanah yaitu untuk meningkatkan kapasitas dukung tanah. Keberhasilan usaha ini tergantung dari metode, bahan dan alat yang digunakan (Dunn, 1992).


(69)

Pada umumnya untuk pembangunan konstruksi jalan permasalahan pada tanah lempung adalah masalah yang nyata. Seperti yang diuraikan diatas bahwa lempung memiliki sifat kembang susut yang tinggi dan kuat geser yang rendah sehingga sering kali menghadapi masalah-masalah seperti:

 daya dukung tanah yang rendah,

 penurunan akibat konsolidasi yang besar

 waktu konsolidasi cukup lama

Sehingga untuk mengevaluasi kondisi-kondisi seperti tersebut diatas dalam pembangunan proyek konstruksi jalan raya maka diperlukan usaha untuk meningkatkan kapasitas daya dukung ditinjau dari nilai CBR dengan cara melakukan analisa stabilitas terhadap tanah lempung. Disini penulis akan melakukan analisa eksperimen stabilitas terhadap tanah lempung dengan mencampurkan semen dan bottom ash(BA).

Pemakaian semen sebagai bahan stabilisasi dimaksudkan untuk menghasilkan pemadatan maksimum dan terlebih semen menghasilkan penurunan indeks plastisitas. Pada stabilisasi tanah dengan semen, semen tidak hanya mengisi pori-pori tanah, tetapi semen juga menempel pada bidang-bidang kontak antara butir-butir tanah dan berfungsi sebagai bahan pengikat yang kuat.Proses interaksi antara tanah dengan semen adalah sebagai berikut:

- Absorpsi air dan reaksi pertukaran ion

Menurut Herzog dan Mitchell (1963),bahwa partikel semen yang kering tersusun secara heterogen dan berisi kristal-kristal 3CaO.SiO2, 4CaO.SiO 4, 3CaO.Al 2O3


(70)

dan bahan-bahan yang padat berupa 4CaO.Al 2O3Fe2O3. Bila semen ditambahkan pada tanah, ion kalsium Ca +++ dilepaskan melalui hidrolisa dan pertukaran ion berlanjut pada permukaan partikel-partikel lempung.Dengan reaksi ini partikel-partikel lempung menggumpal sehingga mengakibatkan konsistensinya tanah menjadi lebih baik.

- Reaksi pembentukan kalsium silikat

Dari reaksi-reaksi kimia yang berlangsung diatas, maka reaksi utama yang berkaitan dengan kekuatan adalah hidrasi dari A-lite (3CaO.SiO2) dan B-lite (2CaO.SiO2) terdiri dari kalsium silikat dan melalui hidrasi tadi hidrat-hidrat seperti kalsium silikat dan aluminat terbentuk.Senyawa-senyawa ini berperan dalam pembentukan atau pengerasan.

- Reaksi pozzolan

Kalsium hidroksida yang dihasilkan pada waktu hidrasi akan membentuk reaksi dengan tanah (reaksi pozzolan) yang bersifat memperkuat ikatan antara partikel, karena ia berfungsi sebagai binder (pengikat). Maka air sebagai pengikat akan ditambahkan sebesar 2%, 4%, 6%, 8%, dan 10%.

Sedangkan abu batubara merupakan suatu pozolan buatan yang akan bereaksi secara kimiawi dengan kalsium silikat dan kalsium aluminat hidrat yang bersifat hidrolis. (Mutohar, 2002).Secara kimia abu batubara merupakan mineral alumino silikat yang banyak mengandung unsur-unsur Ca, K, dan Na disamping juga mengandung sejumlah kecil unsur C dan N. Bahan nutrisi lain dalam abu batubara yang diperlukan dalam tanah diantaranya ialah B, P dan unsur-unsur kelumit seperti Cu, Zn, Mn, Mo dan Se. Abu batubara sendiri dapat bersifat


(71)

sangat asam (pH 3-4) tetapi pada umumnya bersifat basa (pH 10-12), selain itu abu batubara tersusun dari partikel berukuran silt yang mempunyai karakteristik kapasitas pengikat air dari sedang sampai tinggi.

Penulis menggunakan abu batubara yang merupakan bottom

ash.Bottom ash (BA) merupakan limbah dari hasil pembakaran batubara yang

tertinggal didasar.Limbah bottom ash ini sering kali menjadi limbah buangan yang tidak terpakai dan menjadi limbah pada lingkungan.Maka dari itu diharapkan dari penelitian ini dapat mengurangi limbah bottom ash sebagai pengalihan fungsi yang bermanfaat. Dilatar belakangi oleh masalah tersebut diatas, penulis akan menganalisa stabilitas tanah lempung dengan menggunakan semen dan bottom ash.

I.2. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : Adapun tujuan penulisan Tugas Akhir ini adalah:

1. Mengetahui sifat fisik (index properties) dari tanah asli.

2. Untuk mengetahui pengaruh penambahan campuran semen dan bottom

ashpada tanah lempung (clay) terhadap nilai CBRdengan lamanya waktu

pemeraman, yaitu pada umur 14 hari.

3. Mengetahuikadarbottom ash optimum untuk mendapakan nilai CBR maksimum.

4. Mengetahui berapa besar pengaruh penambahan semen dan bottom ash terhadap nilai CBR.


(72)

5. Membandingkan hasil nilai CBR pada penggunaan kadar semen 1% PC dan 2% PC dengan beberapa variasi kadar bottom ash.

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebai berikut :

1. Penulis dan pembaca dapat mengetahui pengaruh penambahan semen dan

bottom ash terhadap nilai CBR pada tanah lempung.

2. Diharapkan dengan adanya penelitian ini limbah abu batu bara berupa

bottom ash dapat dimanfaatkan sebagai bahan stabilisasi tanah.

3. Diharapkan penelitian ini dapat menjadi masukan untuk pembaca tentang stabilitas pada lapisan tanah lempung dengan menggunakan semen dan

bottom ash.

4. Sebagai referensi jika dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai timbunan dengan tanah yang sama

I.3. Batasan Masalah

a. Tanah yang diteliti dalah jenis tanah lempung yang diambil di Desa Sihaporas, Sibuluan Sumatera Utara.

b. Sampel bottom ash yang diambil di PT. Asahi Sibolga.

c. Diambil sebanyak 20 (dua puluh) sampel tanah, dimana 1 (satu) digunakan untuk sampel tanpa campuran atau tanah asli, 19 (sembilan belas) digunakan untuk sampel dengan campuran semen – bottom ash.


(73)

d. Bahan pencampur yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahan kimiawi yaitu semen Portland tipe I dan bottom ash dengan 19 (sembilan belas) variasi kadar yang berbeda, yaitu :

1%PC , 1% (PC) + 6% (BA), 1% (PC) + 8% (BA),1%(PC) + 10% (BA), 1% (PC) + 12% (BA)

2% (PC), 2% (PC) + 2% (BA), 2% (PC) + 3% (BA), 2% (PC) + 4% (BA), 2%(PC) + 5%(BA), 2% (PC) + 6% (BA), 2% (PC) + 7% (BA),2%(PC) + 8%(BA), 2% (PC) + 9% (BA), 2% (PC) + 10% (BA),2%(PC) + 11%(BA) 2% (PC) + 12% (BA), 2% (PC) + 13% (BA), 2%(PC) + 14%(BA)

e. Waktu pemeraman (curing time) yang diperlukan agar campuran merata dilakukan 14 hari agar lebih memenuhi standard kekuatan semen yaitu berkisar antara 7 sampai 28 hari.

f. Penelitian sebatas pengaruh tanah lempung yang di stabilisasi dengan semen dan bottom ash terhadap nilai CBR


(74)

ABSTRAK

Tanah lempung diidentifikasikan dengan indeks plastisitas (PI) yang tinggi dan ukuran partikel yang halus apabila tanah mempunyai sifat-sifat seperti ini dan juga mempunyai struktur kristalisasi yang bersifat mengembang merupakan masalah yang nyata. Pengembangan pada tanah lempung dapat dikendalikan sebagian dengan cara stabilisasi dengan campuran seperti kapur,semen dan abu batubara

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbaikan nilai index properties akibat penambahan 1% dan 2% PC dan Bottom ash terhadap tanah lempung, serta untuk mengetahui nilai CBR ( California Bearing Ratio ) akibat penambahan bahan stabilisasi, serta kadar optimum penambahan Bottom

ash.Metode yang dilakukan pada penelitian ini adalah metode eksperimen dengan

pengolahan data yang akan diperoleh dari uji laboratorium.

Dari hasil penelitian diperoleh bahwa sampel tanah asli memiliki kadar air 14,68% ; berat jenis 2,66 ; batas cair 48,15% dan indeks plastisitas34,61%. Kemudian nilai kuat tekan 1,40 kg/cm2.Berdasarkan klasifikasi USCS, sampel tanah tersebut termasuk dalam jenis (CL) sedangkan berdasarkan klasifikasi AASHTO, sampel tanah tersebut termasuk dalam jenis A-7-6.

Setelah tanah distabilisasi dengan berbagai variasi bottom ash dan semen diperoleh kesimpulan bahwa material bottom ashpaling maksimumterjadi pada variasi campuran 2% PC + 9% BAyaitu dengan nilai CBR sebesar 9,93%.

Kata Kunci : lempung, semen,bottom ash, stabilisasi tanah, cbr (california


(75)

TUGAS AKHIR

KAJIAN EFEKTIFITAS PENGGUNAAN SEMEN DAN

BOTTOM ASH TERHADAP STABILITAS TANAH LEMPUNG

DITINJAU DARI NILAI CBR

Diajukan untuk melengkapi tugas tugas dan memenuhi syarat untuk menjadi Sarjana

Disusun Oleh :

ANGGI RAHMAYANI 11 0404 026

BIDANG STUDI GEOTEKNIK DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(76)

ABSTRAK

Tanah lempung diidentifikasikan dengan indeks plastisitas (PI) yang tinggi dan ukuran partikel yang halus apabila tanah mempunyai sifat-sifat seperti ini dan juga mempunyai struktur kristalisasi yang bersifat mengembang merupakan masalah yang nyata. Pengembangan pada tanah lempung dapat dikendalikan sebagian dengan cara stabilisasi dengan campuran seperti kapur,semen dan abu batubara

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbaikan nilai index properties akibat penambahan 1% dan 2% PC dan Bottom ash terhadap tanah lempung, serta untuk mengetahui nilai CBR ( California Bearing Ratio ) akibat penambahan bahan stabilisasi, serta kadar optimum penambahan Bottom

ash.Metode yang dilakukan pada penelitian ini adalah metode eksperimen dengan

pengolahan data yang akan diperoleh dari uji laboratorium.

Dari hasil penelitian diperoleh bahwa sampel tanah asli memiliki kadar air 14,68% ; berat jenis 2,66 ; batas cair 48,15% dan indeks plastisitas34,61%. Kemudian nilai kuat tekan 1,40 kg/cm2.Berdasarkan klasifikasi USCS, sampel tanah tersebut termasuk dalam jenis (CL) sedangkan berdasarkan klasifikasi AASHTO, sampel tanah tersebut termasuk dalam jenis A-7-6.

Setelah tanah distabilisasi dengan berbagai variasi bottom ash dan semen diperoleh kesimpulan bahwa material bottom ashpaling maksimumterjadi pada variasi campuran 2% PC + 9% BAyaitu dengan nilai CBR sebesar 9,93%.

Kata Kunci : lempung, semen,bottom ash, stabilisasi tanah, cbr (california


(1)

4.5 Pengujian Sifat Mekanis Tanah ... 62

4.4.1 Pengujian Pemadatan Tanah Asli... 62

4.4.2 Pengujian Pemadatan Tanah (Compaction) dengan Bahan Stabilisator ... 63

4.4.2.1 Berat Isi Kering Maksimum (γd maks) ... 64

4.4.2.2 Kadar Air Optimum Campuran ... 65

4.4.3 Pengujian CBR (California Bearing Ratio) ... 65

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 69

5.1 Kesimpulan ... 69

5.2 Saran ... 70

Daftar Pustaka ... xvi


(2)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1Diagram Fase Tanah 8

Gambar 2.2 Batas-batas Atterberg 16

Gambar 2.3Cawan Cassagrande 17

Gambar 2.4Mineral-mineral Lempung 26

Gambar 2.5Diagram skematik struktur kaolinite Struktur atom kaolinite 26

Gambar 2.6Diagram Skematik Struktur Monotrollite 28

Gambar 2.7Diagram Skematik Struktur Illite 30

Gambar 2.8Kation dan Anion Pada Partikel 33

Gambar 2.9Sifat Dipolar Air 33

Gambar 2.10Molekul Air Dipolar Dalam Lapisan Ganda 34

Gambar 2.11 Air Partikel Lempung 35

Gambar 2.12 GrafikHubungan Potensial Elektrostatis 36

Gambar 3.1Diagram Alir Penelitian 48

Gambar4.1 Komposisi Senyawa Kimia Abu Batubara Bottom Ash 54

Gambar 4.2Plot Grafik Klasifikasi USCS 56


(3)

Gambar 4.4Grafik Batas Cair (liquid limit), Atterberg Limit 58

Gambar 4.5Grafik hubungan antara nilai batas cair (LL) dengan variasi

campuran PC dan BA 59

Gambar 4.6Grafik hubungan antara nilai batas plastis (PL) dengan variasi

campuran PC dan BA 60

Gambar 4.7Grafik hubungan antara nilai indeks plastisitas (IP) dengan

variasi campuran PC dan BA 61

Gambar 4.8Kurva Kepadatan Tanah Asli 62

Gambar 4.9Grafik hubungan antara berat isi kering maksimum (γd maks)

tanah denganvariasi campuran 63

Gambar 4.10Grafik hubungan antara kadar air optimum tanah (wopt )

denganvariasi campuran 64

Gambar 4.11Grafik nilai CBR 2% PC dengan variasi campuran

bottom ash 65

Gambar 4.12Grafik nilai CBR 1% PC dengan variasi campuran

bottom ash 67

Gambar 4.13Grafik hubungan nilai CBR tanah asli1% PC,2%


(4)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1Berat Jenis Tanah 11

Tabel 2.2 Derajat Kejenuhan Dan Kondisi Tanah 12

Tabel 2.3 Nilai-Nilai Porositas, Angka Pori Dan Berat Volume 13

Table 2.4 Indeks Plastisitas Tanah 19

Tabel 2.5 Nilai Konsistensi Dalam Range Plastis 20 Tabel2.6 Klasifikasi Tanah Berpasir Sistem AASHTO 21

Tabel 2.7Klasifikasi Tanah Sistem USCS 24

Tabel 2.8AktivitasTanahLempung 31

Tabel 4.1 Komposisi Senyawa Kimia Abu Batubara Bottom Ash 54

Tabel 4.2 Data Uji Sifat Fisik Bottom Ash 55

Tabel 4.2Data Uji Sifat Fisik Tanah 55

Tabel 4.3Data Hasil Uji Atterberg Limit 58

Tabel 4.4 Data Uji Pemadatan Tanah Asli 62

Tabel 4.5Data Hasil Uji Compaction 64

Tabel 4.6 Data Hasil Uji CBR 2%PC dan 1%PC dengan Berbagai

Variasi Penambahan BA 66

Tabel 4.8 Data Selisih Hasil UjiAntara CBR 2% Dan 1% PC SemenDengan


(5)

DAFTAR NOTASI

V Volume tanah

Vs Volume butiran padat

Vv Volume pori

Vw Volume air di dalam pori

Va Volume udara di dalam pori

W Berat tanah

Berat butiran padat Berat air

Kadar air Porositas Angka pori

γb Berat volume basah

Berat volume kering

Berat volume butiran padat Berat jenis tanah

S Derajat kejenuhan

SL Batas susut

Berat tanah basah dalam cawan percobaan Berat tanah kering oven

Volume tanah basah dalam cawan Volume tanah kering oven


(6)

IP Indeks plastisitas

LL Batas cair

PL Batas plastis

P Beban

k Faktor kalibrasi proving ring N Pembacaan proving ring (div)