Kajian Efektifitas Penggunaan Semen dan Bottom Ash Terhadap Stabilitas Tanah Lempung Ditinjau dari Nilai CBR

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Umum
2.1.1

Pengertian Tanah
Tanah merupakan material berupa gabungan dari partikel-partikel padat,

udara dan air. Menurut Das (1995) menyebutkan dalam pengertian teknik secara
umum, tanah didefinisikan sebagai material yang terdiri dari agregat (butiran)
mineral-mineral padat yang tidak tersementasi (terikat secara kimia) satu sama
lain dan dari bahan-bahan organik yang telah melapuk (yang berpartikel padat)
disertai dengan zat cair dan gas yang mengisi ruang-ruang kosong di antara
partikel-partikel padat tersebut. Secara umum, tanah dapat terdiri dari dua atau
tiga bagian, kemungkinan tersebut adalah:
a) Tanah kering, hanya terdiri dari dua bagian, yaitu butir-butir tanah dan pori-pori
udara.
b) Tanah jenuh juga terdapat dua bagian, yaitu bagian padat atau butiran dan air pori.
c) Tanah tidak jenuh terdiri dari tiga bagian, yaitu bagian padat atau butiran, poripori udara, dan air pori.
Bagian-bagian tanah dapat digambarkan dalam bentuk diagram fase, seperti yang

ditunjukkan pada Gambar 2.1

7
Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.1 Diagram fase tanah (Das 1995)

Gambar 2.1a memperlihatkan elemen tanah yang mempunyai volume V dan berat
total W, sedang Gambar 2.1b memperlihatkan hubungan berat dan volumenya.
Dari gambar tersebut dapat dibentuk persamaan berikut :
W = WS + WW

( 2.1 )

V = Vs + Vw + Va

( 2.2 )

Vv = Vw + Va


( 2.3 )

dengan :
Ws

= berat butiran padat

Vw

= berat air

Vs

= volume butiran padat

Vw

= volume air

Va


= volume udara

Wa (berat udara) dianggap sama dengan nol.

8
Universitas Sumatera Utara

2.1.2. Sifat Fisik Tanah
Dari tiga fase tanah kita mengetahui adanya hubungan dalam parameter
tanah.Untuk mengetahui sifat fisik tanah tersebut, kita dapat menganalisa
parameter yang terdapat dalam tanah.Hubungan-hubungan antar parameter tanah
tersebut di atas adalah sebagai berikut :
2.1.2.1 Kadar Air (w)
Kadar air (w) merupakan perbandingan antara berat air (Ww) dengan berat
butiran (Ws) dalam tanah tersebut, dinyatakan dalam persen.

( 2.4)

2.1.2.2 Porositas (n)

Porositas adalah perbandingan antara volume rongga (Vv) dengan volume
total (V). dapat digunakan dalam bentuk persen maupun desimal.
( 2.5 )

2.1.2.3 Angka Pori (e)
Angka pori( )didefenisikan sebagai perbandingan antara volume pori ( )
dengan volume butiran padat ( ) pada tanah tersebut. Persamaan 2.6 digunakan
untuk menghitung angka pori tanah ( ).
( 2.6 )

9
Universitas Sumatera Utara

2.1.2.4 Berat Volume Basah (

)

Berat volume basah yakni perbandingan antara berat butiran tanah termasuk air
dan udara (W) dengan volume tanah (V).
( 2.7 )

dengan
W = Ww + Ws + Wv (Wv = berat udara = 0). Bila ruang udara terisi oleh air
seluruhnya (Va = 0), maka tanah menjadi jenuh.

2.1.2.5 Berat Volume Kering (

)

Berat volume kering adalah perbandingan antara berat butiran (Ws) dengan
volume total (V) tanah.
( 2.8 )

2.1.2.6Berat Volume Butiran Padat (

)

Berat volume butiran padat adalah perbandingan antara berat butiran padat (Ws)
dengan volume butiran padat (Vs).
( 2.9 )


2.1.2.7 Berat Jenis ( Specific Gravity )
Berat jenis tanah ( )didefenisikan sebagai perbandingan antara berat
volume butiran padat ( ) dengan berat volume air (

) dengan isi yang sama

pada temperatur tertentu. Nilai suatu berat jenis tanah tidak memiliki satuan (tidak
10
Universitas Sumatera Utara

berdimensi).Persamaan 2.10 dapat digunakan untukmenghitung berat jenis tanah
( ) dari suatu tanah.Tabel 2.1 menunjukkan nilai berat jenis dari bermacam jenis
tanah.
(2.10)
Tabel 2.1. Berat jenis tanah
Macam Tanah
Berat Jenis Gs
Kerikil

2,65 - 2,68


Pasir

2,65 - 2,68

Lanau tak organik

2,62 - 2,68

Lempung organik

2,58 - 2,65

Lempung tak organik

2,68 - 2,75

Humus

1,37


Gambut

1,25 - 1,80

Sumber : HaryChristiady, Mekanika Tanah Jilid 1.1992
2.1.2.8 Derajat Kejenuhan (S)
Derajat kejenuhan ( )didefenisikan sebagai perbandingan antara volume
air (

) dengan volume total rongga tanah ( ). Bila suatu tanah dalam keadaan

jenuh, maka nilai

= 1.Persamaan 2.11 dapat digunakan untukmenghitungderajat

kejenuhan suatu tanah ( ).
( 2.11 )

Berbagai macam derajat kejenuhan tanah ditampilkan padaTabel 2.2di bawah ini.


Tabel 2.2 Derajat kejenuhan dan kondisi tanah

11
Universitas Sumatera Utara

Keadaan Tanah

Derajat Kejenuhan S

Tanah kering

0

Tanah agak lembab

> 0 - 0,25

Tanah lembab


0,26 - 0,50

Tanah sangat lembab

0,51 - 0,75

Tanah basah

0,76 - 0,99

Tanah Jenuh

1

Sumber : HaryChristiady, Mekanika Tanah Edisi 4. 2002
Dari persamaan-persamaan di atas dapat disusun hubungan antara masingmasing persamaan, yaitu :
(a) Hubungan antara angka pori dengan porositas.
( 2.12 )

( 2.13 )


(b) Berat volume basah dapat dinyatakan dalam rumus berikut
( 2.14 )

(c)

Untuk tanah jenuh air ( S = 1 )
( 2.15 )

(d)

Untuk tanah kering sempurna
12
Universitas Sumatera Utara

( 2.16 )

(e)

Bila tanah terendam air, berat volume dinyatakan sebagai , dengan

Bila γw = 1, maka

= γsat − 1

( 2.18 )

Nilai-nilai porositas, angka pori dan berat volume pada keadaan asli di alam dari
berbagai jenis tanah diberikan oleh Terzaghi (1947) seperti terlihat pada Tabel
2.3.
Tabel 2.3. Nilai n, e, w,d dan b untuk tanah keadaan asli lapangan.
Macam tanah

n
(%)

E

w

d

b

(%)

(g / cm3)

(g / cm3)

Pasir seragam, tidak padat

46

0,85

32

1,43

1,89

Pasir seragam, padat

34

0,51

19

1,75

2,09

Pasir berbutir campuran, tidak padat

40

0,67

25

1,59

1,99

Pasir berbutir campuran, padat

30

0,43

16

1,86

2,16

Lempung lunak sedikit organis

66

1,90

70



1,58

Lempung lunak sangat organis

75

3,0

110



1,43

Sumber : Braja M. Das 1998
(f).

Kerapatan relatif (relative density)
13
Universitas Sumatera Utara

( 2.19 )

dengan
emak = kemungkinan angka pori maksimum
emin = kemungkinan angka pori minimum
e

= angka pori pada keadaan aslinya
Angka pori terbesar atau kondisi terlonggar dari suatu tanah disebut

dengan angka pori maksimum (emak). Angka pori maksimum ditentukan dengan
cara menuangkan pasir kering dengan hati-hati dengan tanpa getaran ke dalam
cetakan (mould) yang telah diketahui volumenya. Dari berat pasir di dalam
cetakan, emak dapat dihitung.
Angka pori minimum (emin) adalah kondisi terpadat yang dapat dicapai
oleh tanahnya. Nilai emin dapat ditentukan dengan menggetarkan pasir kering yang
diketahui beratnya, ke dalam cetakan yang telah diketahui volumenya, kemudian
dihitung angka pori minimumnya.
Pada tanah pasir dan kerikil, kerapatan relatif (relative density) digunakan
untuk menyatakan hubungan antara angka pori nyata dengan batas-batas
maksimum dan minimum dari angka porinya. Persamaan (2.19) dapat dinyatakan
dalam persamaan berat volume tanah, sebagai berikut :
( 2.20 )
( 2.21 )

14
Universitas Sumatera Utara

Dengan cara yang sama dapat dibentuk persamaan :
( 2.22 )

( 2.23 )

dengan d(mak), d (min), dan d berturut-turut adalah berat volume kering maksimum,
minimum, dan keadaan aslinya. Substitusi persamaan (2.20) sampai (2.23) ke
dalam persamaan (2.19) memberikan,

( 2.24 )
2.1.2.9. Batas-batas Atterberg (Atterberg Limit)
Batas-batas Atterberg ditemukan oleh peneliti tanah berkebangsaan
Swedia, Atterberg pada tahun 1911.Batas-batas Atterberg digunakan untuk
mengklasifikasikan jenis tanah untuk mengetahui engineering properties dan
engineering behavior tanah berbutir halus.
Dua hal yang menjadi parameter utama untuk mengetahui plastisitas tanah
lempung yaitu batas atas dan batas bawah plastisitas.Atterberg memberikan cara
untuk menggambarkan batas-batas konsistensi dari tanah berbutir halus dengan
mempertimbangkan kandungan kadar airnya (Holtz dan Kovacs, 1981). Batasbatas tersebut adalah batas cair, batas plastis dan batas susut. Hal ini dapat dilihat
dalam Gambar 2.2 .

15
Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.2 Batas-batas Atterberg

2.1.2.9.1. Batas Cair (Liquid Limit)
Batas Cair (Liquid Limit) adalah sebagai kadar air pada tanah ketika tanah
berada diantara keadaan plastis dan keadaan cair. Batas cair ditentukan dari
pengujian Cassagrande (1948), yakni dengan menggunakan cawan yang telah
dibentuk sedemikian rupa yang telah berisi sampel tanah yang telah dibelah oleh
grooving tool dan dilakukan dengan pemukulan sampel dengan dua sampel
dengan pukulan diatas 25 pukulan dan dua sampel dengan pukulan dibawah 25
pukulan sampai tanah yang telah dibelah tersebut menyatu.
Hal ini dimaksudkan agar mendapatkan persamaan sehingga didapatkan
nilai kadar air pada 25 kali pukulan. Batas cair memiliki batas nilai antara 0 –
1000, akan tetapi kebanyakan tanah memiliki nilai batas cair kurang dari 100.
(Holtz dan Kovacs, 1981).
Alat uji batas cair berupa cawan Cassagrande dan grooving tool dapat
dilihat pada Gambar 2.3.

16
Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.3 Cawan Casagrande dan grooving tool (Das,1998)

2.1.2.9.2. Batas Plastis (Plastic Limit)
Batas Plastis (Plastic Limit) dapat diartikan sebagai kadar air pada tanah
ketika tanah berada diantara keadaan semi padatdan keadaan plastis. Untuk
mengetahui batas plastis suatu tanah dilakukan dengan pecobaan menggulung
tanah berbentuk silinder dengan diameter sekitar 3,2 mm dan mulai mengalami
retak-retak ketika digulung. Kadar air dari sampel tersebut adalah batas plastisitas.
2.1.2.9.3. Batas Susut (Shrinkage Limit)
Batas Susut (Shrinkage Limit) adalah kadar air tanah pada kedudukan
antara daerah semi padat dan padat, yaitu persentase kadar air di mana
pengurangan kadar air selanjutnya mengakibatkan perubahan volume tanahnya.

17
Universitas Sumatera Utara

Percobaan batas susut dilaksanakan dalam laboratorium dengan cawan porselin
diameter 44,4 mm dengan tinggi 12,7 mm. Bagian dalam cawan dilapisi oleh
pelumas dan diisi dengan tanah jenuh sempurna yang kemudian dikeringkan
dalam oven. Volume ditentukan dengan mencelupkannya dalam air raksa. Batas
susut dapat dinyatakan dalam persamaan
{

}

(2.25)

dengan :
= berat tanah basah dalam cawan percobaan (gr)
= berat tanah kering oven (gr)
= volume tanah basah dalam cawan (
= volume tanah kering oven (

)

)

= berat jenis air

2.1.2.9.4. Indeks Plastisitas (Plasticity Index)
Indeks plastisitas merupakan interval kadar air dimana tanah masih
bersifat plastis. Indeks plastisitas dapat menunjukkan sifat keplastisitasan tanah
tersebut.Apabila tanah memiliki interval kadar air daerah plastis yang kecil, maka
tanah tersebut disebut tanah kurus, sedangkan apabila suatu tanah memiliki
interval kadar air daerah plastis yang besar disebut tanah gemuk.Indeks Plastisitas
(PI) dapat diketahui dengan menghitung selisih antara batas cair dengan batas
plastis dari tanah tersebut.Persamaan 2.26 dapat digunakan untukmenghitung
besarnya nilai indeks plastisitas dari suatu tanah.Tabel 2.4 menunjukkan batasan
nilai indeks plastisitas dari jenis-jenis tanah.

18
Universitas Sumatera Utara

(2.26)
Dimana :
LL = batas cair
PL = batas plastis

PI

Tabel 2.4 Indeks plastisitas tanah
Jenis tanah
Plastisitas

Kohesi

0

Pasir

Non – Plastis

Non - Kohesif

17

Lempung

Plastisitas Tinggi

Kohesif

Sumber : Mekanika Tanah II, Ir. Indrastono DA, M.ing
2.1.2.9.5 Indeks Kecairan ( Liquidity Index/LI)
Merupakan kadar air tanah dalam keadaan aslinya biasanya terletak antara
batas plastis dan batas cair.

LI =

(2.27)

Nilai LI berkisar antara 1-0. Semakin besar nilai LI tanah akan semakin lunak dan
semakin kecil nilai LI tanah akan semakin kaku/kenyal.
2.1.2.9.6 Indeks Konsistensi (IC)
Nilai indeks konsistensi berkisar antara 1 sampai dengan .nilai indeks ini didapat
dari persamaan 2.28.

IC =

(2.28)

19
Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.5 Nilai konsistensi dalam range plastis (Skempton, 1953)

Sumber : Megopurnomo,korelasi antara CBR,PI,dan kuat geser tanah lempung
2011

2.1.3. Klasifikasi Tanah
Untuk memberi gambaran dari sifat-sifat tanah, pengklasifikasian tanah
diperlukan dalam pekerjaan yang berhubungan dengan tanah.Dalam menentukan
karakteristik tanahnya, bisa saja dilakukan dengan pengamatan di lapangan dan
dengan suatu percobaan lapangan yang sederhana.Tetapi jika hanya sekedar
mengandalkan pengamatan di lapangan, maka kesalahan-kesalahan bisa saja
terjadi disebabkan oleh perbedaan pengamatan setiap orang, atau kurangnya
pengalaman dalam pengamatan jenis tanah.
Untuk memperoleh hasil klasifikasi yang lebih objektif, biasanya sampel
tanah akan diuji di laboratorium dengan serangkaian uji laboratorium yang dapat
menghasilkan klasifikasi tanah. Metode percobaan tanah untuk klasifikasi dalam
perspektif yang wajar antara lain; Batas Atterberg, Analisis Saringan dan Analisis
Hidrometer.
Saat ini terdapat beberapa Sistem Klasifikasi yang telah dibuat dan
dikembangkan yang dapat kita gunakan antara lain sistem klasifikasi AASHTO
dan sistem klasifikasi tanah USCS.

20
Universitas Sumatera Utara

2.1.3.1. Sistem Klasifikasi AASHTO
Sistem klasifikasi tanah ASSHTO dikembangkan pertama kali pada tahun
1920 oleh U.S. Bureau of Public Roads guna mengklasifikasikan tanah dalam
perencanaan lapisan dasar jalan raya.Pada mulanya sistem ini mengklasifikasikan
tanah kedalam delapan kelompok, yaitu A-1 sampai A-8 seperti pada Gambar 2.4
berikut.
Tabel 2.6 Klasifikasi tanah berbutir menurut AASHTO

21
Universitas Sumatera Utara

Klasifikasi tanahmenurut AASHTO( lanjutan)

Sumber : Mekanika Tanah Jilid 1, Braja M. Das
Sistem klasifikasi tanah ASSHTO sangat cocok digunakan dalam
perencanaan jalan raya.Semakin besar nilai kelompok tanah dalam sistem
ASSHTO

maka

semakin

besar

tingkat

ketidaksesuaian.Suatu

tanah

diklasifikasikan dengan membaca tabel dari kiri ke kanan sampai ditemukan
kelompok pertama yang sesuai dengan data pengujian yang diperoleh.
2.1.3.2. Sistem Klasifikasi Unified Soil Classification System (USCS)
Pengklasifikasian

menurut

sistem

UnifiedSoil

Classification

System(USCS) didasari atas hasil analisa saringan. Jika suatu tanah tertahan pada
saringan nomor 200 lebih dari 50% dari berat total tanah diklasifikasikan sebagai
tanah berbutir kasar, namun apabila tanah yang tertahan pada saringan nomor 200
lebih kecil dari pada 50% dari berat total tanah diklasifikasikan sebagai tanah
berbutir halus.Pengklasifikasian tanah berdasarkan system USCS dapat dilihat

22
Universitas Sumatera Utara

pada Gambar 2.5.Simbol-simbol yang digunakan dalam sistem klasifikasi ini
diantaranya :
G

= kerikil (gravel)

W

= bergradasi baik (well-graded)

S

= pasir (sand)

P

= bergradasi buruk (poor-graded)

C

= lempung (clay)

H

= plastisitas tinggi(high-plasticity)

M

= lanau (silt)

L

= plastisitas rendah (low-plasticity)

O

= lanau/empung organik (organic silt or clay)

Pt

= gambut (peat)

2.2. Bahan-bahan Penelitian
2.2.1. Tanah Lempung
Tanah lempung adalah tanah berukuran mikrokronis hingga submikrokonis yang berasal dari pelapukan unsur-unsur kimiawi penyusun batuan.
Tanah lempung sangat keras dalam keadaan kering dan bersifat plastis pada
kadarair sedang. Pada keadaan air lebih tinggi air bersifat lengket ( kohesif ) dan
sangat lunak.
2.2.1.1

Susunan Tanah Lempung
Pelapukan akibat reaksi kimia menghasilkan susunan kelompok partikel

berukuran koloid dengan diameter butiran lebih kecil darl 0,002 mm, yang disebut

23
Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.7. Klasifikasi tanah sistem Unified Soil Classification System (USCS)

Sumber :Mekanika Tanah Jilid 1, Braja M. Das

24
Universitas Sumatera Utara

mineral lempung. Partikel lempung dapat berbentuk seperti lembaran yang
mempunyai permukaan khusus.Karena itu, tanah lempung mempunyai sifat sangat
dipengaruhi oleh gaya-gaya permukaan. Umumnya, terdapat kira-kira 15 macam
mineral yang diklasifikasikan sebagai mineral lempung (Kerr, 1959). Di
antaranya terdiri dari kelompok-kelompok : montmorillonite, illite, kaolinite, dan
polygorskite. Kelompok yang lain, yang perlu diketahui adalah: chlorite,
vermiculite, dan halloysite.
Susunan kebanyakan tanah lempung terdiri dari silika tetrahedra dan
aluminium oktahedra (Gambar 2.4a). Silika dan aluminium secara parsial dapat
digantikan oleh elemen yang lain dalam kesatuannya, keadaan ini dikenal sebagal
substitusi isomorf. Kombinasi dari susunan kesatuan dalam bentuk susunan
lempeng disajikan dalam simbol, dapat dilihat pada Gambar 2.4b.
Bermacam-macam lempung terbentuk oleh kombinasi tumpukan dari
susunan lempeng dasarnya dengan bentuk yang berbeda-beda.
Kaolinite merupakan mineral dari kelompok kaolin, terdiri dari susunan
satu lembaran silika tetrahedra dengan satu lembaran aluminium oktahedra,
(Gambar 2.5a).Kedua lembaran terikat bersama-sama, sedemikian rupa sehingga
ujung dari lembaran silika dan satu dari lapisan lembaran oktahedra membentuk
sebuah lapisan tunggal.

25
Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.4.Mineral-mineral lempung
Dalam kombinasi lembaran silika dan aluminium, keduanya terikat oleh
ikatan hidrogen (Gambar 2.5b). Pada keadaan-tertentu, partikel kaolinite mungkin
lebih dari seratus tumpukan yang sukar dipisahkan. Karena itu, mineral ini stabil
dan air tidak dapat masuk di antara lempengannya untuk menghasilkan
pengembangan atau penyusutan pada sel satuannya.
Halloysite hampir sama dengan kaolinite, tetapi kesatuan yang berturutan
lebih acak ikatannya dan dapat dipisahkan oleh lapisan tunggal molekul air. jika
lapisan tunggal air menghilang oleh karena proses penguapan, mineral ini akan
berkelakuan lain. Sifat khusus lainnya adalah bahwa bentuk partikelnya
menyerupai silinder-silinder memanjang, tidak seperti kaolinite yang berbentuk
pelat-pelat.

26
Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.5(a) Diagram skematik struktur kaolinite (Lambe, 1953)
(b) Struktur atom kaolinite (Grim, 1959)

27
Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.6(a) Diagram skematik struktur montmorillonite (Lambe, 1953)
(b) Struktur atom montmorillonite (Grim, 1959)

Montrnorillonite, disebut juga dengan smectite, adalah mineral yang
dibentuk oleh dua lembaran silika dan satu lembaran aluminium (gibbsite)

28
Universitas Sumatera Utara

(Gambar 2.6a). Lembaran oktahedra terletak di antara dua lembaran silika dengan
ujung tetrahedra tercampur dengan hidroksil dari lembaran oktahedra untuk
membentuk satu lapisan tunggal (Gambar 2.6b). Dalam lembaran oktahedra
terdapat subtitusi parsial aluminium oleh magnesium. Karena adanya gaya ikatan
van der Waals yang lemah di antara ujung lembaran silika dan terdapat
kekurangan muatan negatif dalam lembaran oktahedra, air dan ion-ion yang
berpindah-pindah dapat masuk dan memisahkan lapisannya. jadi, kristal
montmorillonitesangat kecil, tapi pada waktu tertentu mempunyai gaya tarik yang
kuat terhadap air. Tanah-tanah yang mengandung montmorillonitesangat mudah
mengembang oleh tambahan kadar air, yang tekanan pengembangannya dapat
merusak struktur ringan dan perkerasan jalan raya.
Illite adalah bentuk mineral lempung yang terdiri dari mineral-mineral
kelompok illite. Bentuk susunan dasarnya terdiri dari sebuah lembaran aluminium
oktahedra yang terikat di antara dua lembaran silika tetrahedra. Dalam lembaran
oktahedra, terdapat subtitusi parsial aluminium oleh magnesium dan besi, dan
dalam lembaran tetrahedra terdapat pula subtitusi silikon oleh aluminium
(Gambar 2.7). Lembaran-lembaran terikat bersama-sama oleh ikatan lemah ionion kalium yang terdapat di antara lembaran-lembarannya. Ikatan-ikatan dengan
ion kalium (K+) lebih lemah daripada ikatan hidrogen yang mengikat satuan
kristal kaolinite, tapi sangat lebih kuat daripada ikatan ionik yang membentuk
kristal montmorillonite. Susunan illite tidak mengembang oleh gerakan air di
antara lembaran-lembarannya.

29
Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.7. Diagram skematik struktur illite (Lambe, 1953)
2.2.1.2 Sifat UmumTanahLempung
Bowles(1984) mengatakan sifat-sifat tanah lempung adalah:
1. Hidrasi.
Partikelmineralselalu mengalami hidrasi, hal ini dikarenakan lempung
biasanyabermuatannegatif, yaitu partikel dikelilingi oleh lapisan- lapisan
molekul

airyangdisebut

sebagai

iniumumnyamemilikitebalduamolekul.

airteradsorbsi.
Oleh

Lapisan
karenaitu

disebutsebagailapisan difusigandaataulapisanganda.
2. Aktivitas.
Aktivitastanah
Plastisitas(IP)denganprosentase

lempungadalahperbandinganantaraIndeks
butiranlempung,dan

dapat

30
Universitas Sumatera Utara

disederhanakandalampersamaan:

Dimana untuknilaiA>1,25 tanah digolongkanaktifdan bersifatekspansif.
Pada

nilai1,25 Mg2+ > NH 4+ > K+ > H+ > Na+ > Li+
Urutan tersebut memberikan arti bahwa ion Al3+ dapat mengganti ion Ca2+, ion
Ca2+dapat mengganti Na+, dan seterusnya. Proses ini disebut dengan pertukaran
kation. Sebagai contoh : Na ( lempung ) + CaCl 2  Ca ( lempung ) + NaCl
Kapasitas pertukaran kation tanah lempung didefinisikan sebagai jumlah
pertukaran ion-ion yang dinyatakan dalam miliekivalen per 100 gram lempung
kering. Beberapa garam juga terdapat pada permukaan partikel lempung kering.

32
Universitas Sumatera Utara

Pada waktu air ditambahkan pada lempung, kation-kation dan anion-anion
mengapung di sekitar partikelnya (Gambar 2.8).

Gambar 2.8. Kation dan anion pada partikel

Molekul air merupakan molekul yang dipolar, yaitu atom hidrogen tidak
tersusun simetri di sekitar atom-atom oksigen (Gambar 2.9a). Hal ini berarti
bahwa satu .molekul air merupakan batang yang mempunyai muatan positif dan
negatif pada ujung yang berlawanan atau dipolar (dobel kutub) (Gambar 2.9b).

Gambar 2.9. Sifat dipolar air
33
Universitas Sumatera Utara

Terdapat 3 mekanisme yang menyebabkan molekul air dipolar dapat
tertarik oleh permukaan partikel lempung secara elektrik (Gambar 2.10) :
(1)

Tarikan antara permukaan bermuatan negatif dari partikel lempung dengan ujung
positif darl dipolar.

Gambar 2.10. Molekul air dipolar dalam lapisan ganda

(2)

Tarikan antara kation-kation dalam lapisan ganda dengan muatan negatif dari
ujung dipolar. Kation-kation ini tertarik oleh permukaan partikel lempung yang
bermuatan negatif.

(3)

Andil atom-atom hidrogen dalam molekul air, yaitu dengan ikatan hidrogen
antara atom oksigen dalam partikel lempung dan atom oksigen dalam
molekulmolekul air.
Air yang tertarik secara elektrik, yang berada di sekitar partikel lempung,
disebut air lapisan ganda (double-layer water). Sifat plastis tanah lempung adalah

34
Universitas Sumatera Utara

akibat eksistensi dari air lapisan ganda. Ketebalan air lapisan ganda untuk kristal
kaolinite dan montmorillonitediperlihatkan dalam Gambar 2.11.

Gambar 2.11. Air partikel lempung (a) kaolinite (b) montmorillonite (Lambe,
1960).
Air lapisan ganda pada bagian paling dalam, yang sangat kuat melekat
pada partikel disebut air serapan (adsorbed water). Pertalian hubungan mineralmineral dengan air serapannya, memberikan bentuk dasar dari susunan tanahnya.
Tiap-tiap partikel saling terikat satu sama lain, lewat lapisan air serapannya.
Maka, adanya ion-ion yang berbeda, material organik, beda konsentrasi, dan lainlainnya akan berpengaruh besar pada sifat tanahnya. Partikel lempung dapat tolakmenolak antara satu dengan yang lain secara elektrik, tapi prosesnya bergantung
pada konsentrasi ion, jarak antara partikel, dan faktor-faktor lainnya. Secara sama,
dapat juga terjadi hubungan tarik-menarik antara partikelnya akibat pengaruh
ikatan hidrogen, gaya van der Waals, macam ikatan kimia dan organiknya. Gaya
antara partikel berkurang dengan bertambahnya jarak dari permukaan mineral
seperti terlihat pada Gambar 2.14. Bentuk kurva potensial sebenarnya akan

35
Universitas Sumatera Utara

tergantung pada valensi dan konsentrasi ion, larutan ion dan pada sifat dari gayagaya ikatannya.
Jadi, jelaslah bahwa ikatan antara partikel tanah yang disusun oleh mineral
lempung akan sangat besar dipengaruhi oleh besarnya jaringan muatan negatif
pada mineral, tipe, konsentrasi, dan distribusi kation-kation yang berfungsi untuk
mengimbangkan muatannya. Schofield dan Samson (1954) dalam penyelidikan
pada kaolinite, Olphen (1951) dalam penyelidikan pada montmorillonite,
menemukan bahwa jumlah dan distribusi muatan residu jaringan mineral,
bergantung pada pH airnya. Dalam lingkungan dengan pH yang rendah, ujung
partikel kaolinite dapat menjadi bermuatan positif dan selanjutnya dapat
menghasilkan gaya tarik ujung ke permukaan antara partikel yang berdekatan.
Gaya tarik ini menimbulkan sifat kohesifnya.
2.2.2.

2.2.2.1

Semen

Umum

Semen berasal dari kata Caementum yang berarti bahan perekat yang
mampu mempesatukan atau mengikat bahan-bahan padat menjadi satu kesatuan
yang kokoh atau suatu produk yang mempunyai fungsi sebagai bahan perekat
antara dua atau lebih bahan sehingga menjadi suatu bagian yang kompak atau
dalam pengertian yang luas adalah material plastis yang memberikan sifat rekat
antara batuan-batuan konstruksi bangunan.

Usaha untuk membuat semen pertama kali dilakukan dengan cara
membakar batu kapur dan tanah liat. Joseph Aspadain yang merupakan orang

36
Universitas Sumatera Utara

inggris, pada tahun 1824 mencoba membuat semen dari kalsinasi campuran batu
kapur dengan tanah liat yang telah dihaluskan, digiling, dan dibakar menjadi
lelehan dalam tungku, sehingga terjadi penguraian batu kapur (CaCO3) menjadi
batu tohor (CaO) dan karbon dioksida(CO2). Batu kapur tohor (CaO) bereaksi
dengan senyawa-senyawa lain membemtuk klinker kemudian digiling sampai
menjadi tepung yang kemudian dikenal dengan Portland

2.2.2.2. Jenis-Jenis Semen Portland
Jenis-jenis semen portland berkembang sesuai kebutuhan konstruksi yang
disesuaikan dengan kondisi lokasi maupum kondisi lain.Sesuai dengan
pemakaiannya semen portland dibedakan menjadi lima type (jenis),yaitu :
1. Jenis I
Semen portland jenenis umum (normal portland cement), yaitu jenis
semen portland untuk penggunaan dalam kontruksi beton secara umum
tidak memerlukan sifat-sifat khusus. Misalnya untuk pembuatan trotoar,
urung-urung, pasangan bata, dan sebagainya.
2. Jenis II
Semen jenis umum dengan perubahan-perubahan (modified portland
cement). Semen ini memiliki panas hidrasi lebih rendah dan keluarnya
panas lebih lambat daripada semen jenis I. Jenis ini digunakan untuk
bangunan tebal tebal seperti pilar dengan ukuran besar, tumpuan dan
dinding tanah tanah tebal, dan sebagainya retak-retak pengerasan. Jenis ini

37
Universitas Sumatera Utara

juga dapat digunakan untuk bangunan-bangunan drainase di tempat yang
memiliki sulfat agak tinggi.
3. Jenis III
Semen portland dengan kekuatan awal tinggi (high-early-strengthportland-cement). Jenis ini memperoleh kekuatan besar delam waktu
singkat, sehingga dapat digunakan untuk perbaikan bangunan-bangunan
beton yang perlu segara digunakan atau yang acuannya perlu segera
dilepas.
4. Jenis IV
Semen portland dengan panas hidrasi yang rendah (low-heat portlandcement). Jenis ini merupakan jenis khusus untuk penggunaan yag
memerlukan panas hidrasi serendah-rendahnya. Kekuatannya tumbuh
lambat. Jenis ini digunakan untuk bangunan beton massa seperti
bendungan-bendungan garavitasi besar.
5. Jenis V
Semen portland tahan sulfat (sulfate-resisting portland cement). Jenis ini
merupakan jenis khusus yag maksudnya hanya untuk penggunaan pada
bangunan-bangunan yang kena sulfat, seperti di tanah atau air tang tinggi
kadar alkalinya. Pengerasan berjalan lebih lambat daripada semen portlan
biasa.

38
Universitas Sumatera Utara

2.2.2.3.Hidrasi Dan Mekanisme Pengerasan Semen

Air merupakan reaktan kunci dalam hidrasi semen.Penggabungan air
menjadi zat yang dikenal sebagai hidrasi.Air dan semen awalnya membentuk
pasta semen yang mulai bereaksi dan mengeras (ditetapkan). Pasta ini mengikat
partikel agregat melalui proses kimia hidrasi.

Dalam hidrasi semen, perubahan kimia terjadi perlahan-lahan, pada
akhirnya menciptakan produk kristal baru, evolusi panas, dan tanda-tanda terukur
lainnya.

Hiderasi semen adalah reaksi antara komponen-komponen semen dengan
air. Untuk mengetahui hiderasi semen, maka harus mengenal hiderasi dari
senyawa-senyawa yang terkandung dalam semen ( C2S, C3S, C3A, C4AF).

2.2.2.4. Pengaruh Air Terhadap PC


Jika air ditambahkan pada semen Portland, maka akan terbentuk
jaringanserabut (gel) yang menyelubungi butir-butir semen yang lain. Di
dalam gel ini terdapat : air pembentuk gel yang jumlahnya tertentu dan air
bebas yang jumlahnya tergantung jumlah air pencampur pada PC.



Senyawa C3s dan C2S pada semen bila bertemu dengan air akan
membentuk gel sebagai senyawa kalsium silikat hidrat yang menghasilkan
kristal-kristal kapur dan senyawa hasil hidrasi C3A dan C4AF.



Bila air pencampur PC terlalu banyak, akibat adanya pengeringan maka
air bebas yang terdapat di dalam gel akan cepat menguap sehingga gel
menjadi porous

39
Universitas Sumatera Utara

2.2.3. Bottom Ash (BA)
Abu batubara merupakan suatu pozolan buatan yang akan bereaksi secara
kimiawi dengan kalsium silikat dan kalsium aluminat hidrat yang bersifat hidrolis.
(Mutohar, 2002).
Abu batubara adalah bagian dari sisa pembakaran batubara pada boiler
pembangkit listrik tenaga uap yang berbentuk partikel halus amorf dan bersifat
pozzolan, berarti abu tersebut dapat breaksi dengan semen dan air dengan sifat
mengikat.
Secara kimia abu batubara merupakan mineral alumino silikat yang
banyak mengandung unsur-unsur Ca, K, dan Na. Disamping itu juga mengandung
sejumlah kecil unsur C dan N.

Gambar 2.12. Komposisi senyawa kimia abu batubara bottom ash (Arifin, 2009)

40
Universitas Sumatera Utara

Pada gambar 2.12 dapat terlihat senyawa kimia bottom ash yang di peroleh
dari PLTU Mpanau Kecamatan Tawaeli Kota Palu (Arifin, 2009) terdapat
senyawa silika yang cukup besar.Dimana silika bersifat sebagai pengikat hidrolis.
Pada penelitian ini penulis memperoleh sampel bottom ash dari PT. Asahi
Sibolga, Sumatera Utara.
2.3.

Stabilitas Tanah
Menurut Sudjianto (2006), lempung yang memiliki fluktuasi kembang

susut tinggi disebut dengan lempung ekspansif. Bila suatu konstruksi dibangun
diatas tanah ekspansif maka akan terjadi kerusakan-kerusakan antara lain retakan
pada perkerasan jalan dan jembatan, terangkatnya struktur plat, kerusakan
jaringan pipa, longsoran, dan sebagainya.
Tujuan dilakukan stabilisasi tanah yaitu untuk meningkatkan kapasitas
dukung tanah. Keberhasilan usaha ini tergantung dari metode, bahan dan alat yang
digunakan (Dunn, 1992).
Salah satu cara yang digunakan untuk mengatasi permasalahan tersebut
adalah menstabilkan tanah dengan meningkatkan daya dukung tanah asli. Menurut
Ingles dan Metcalf, salah satu cara stabilisasi tanah ekspansif yang efektif adalah
dengan menambahkan bahan kimia tertentu. Penambahan bahan kimia dapat
mengikat mineral lempung menjadi padat, sehingga mengurangi kembang susut
lempung ekspansif. (Sudjianto, 2006)
2.3.1. Stabilitas Tanah dengan Semen
Semen merupakan salah satu bahan stabilisasi yang mudah diperoleh dan
efektif.Semen memiliki kemampuan mengeras dan mengikat partikel yang sangat

41
Universitas Sumatera Utara

bermanfaat untuk mendapatkan suatu masa tanah yang kokoh dan tahan terhadap
deformasi.
Semen merupakan bahan stabilisasi yang baik karena kemampuan
mengeras dan mengikat partikel sangat bermanfaat bagi usaha mendapatkan suatu
masa tanah yang kokoh dan tahan terhadap deformasi.
Campuran tanah-semen akan meng-akibatkan kenaikan kekuatan dengan periode
waktu kekuatan perawatan yang relatif singkat sehingga untuk melanjutkan
konstruksi tidak harus menunggu lama.
Tipe semen yang digunakan dalam penelitian ini adalah Tipe I dengan unsur
pembentuknya : C3S=50%, C2S=25 %, C3A=12 %, C4AF=8%, CSH2= 5%.
(Takaendengan,2013).
2.3.2.

Stabilitas Tanah dengan Bottom Ash
PLTU berbahan bakar batubara biasanya menghasilkan limbah dari proses

pembangkit tenaga listrik dapat berupa abu terbang, bau dassar dan lumpur flue
gas desulfurizatio. Abu tersebut selanjutnya dipindahkan ke lokasi penimbunan
abu dan terakumulasi di lokasi tersebut dalam jumlah yang sangat banyak.Dengan
bertambahnya jumlah abu batubara maka ada usaha-usaha untuk memanfaatkan
limbah padat tersebut.Salah satunya dengan stabilisasi untuk tanah. Bahan nutrisi
lain dalam abu batubara yang diperlukan dalam tanah diantaranya ialah B,P, dan
unsur-unsur kelumit seperti Cu, Zn, Mn, Mo,dan Se. Abu batubara sendiri dapat
bersifat sangat asam (pH 3-4) tetapi pada umumnya bersifat basa (pH 10-12),
selain itu abu batubara tersusun dari partikel berukuran silt yang mempunyai
karakteristik kapasitas pengikat air dari sedang sampai tinggi (Arifin,2009).

42
Universitas Sumatera Utara

2.4.

CBR (California Bearing Ratio)

CBR (California Bearing Ratio) adalah percobaan daya dukung tanah
yang

dikembangkan

oleh California

State

Highway

Departement.Prinsip

pengujian ini adalah pengujian penetrasi dengan menusukkan benda ke dalam
benda uji. Dengan cara ini dapat dinilai kekuatan tanah dasar atau bahan lain yang
dipergunakan untuk membuat perkerasan.

Kekuatan tanah diuji dengan uji CBR sesuai dengan SNI-1744-2012.Nilai
kekuatan tanah tersebut digunakan sebagai acuan perlu tidaknya distabilisasi
setelah dibandingkan dengan yang disyaratkan dalam spesifikasinya.

Pengujian CBR adalah perbandingan antara beban penetrasi suatu bahan
terhadap bahan standar dengan kedalaman dan kecepatan penetrasi yang sama.
Nilai CBR dihitung pada penetrasi sebesar 0.1 inci dan penetrasi sebesar 0.2 inci
dan selanjutnya hasil kedua perhitungan tersebut dibandingkan sesuai dengan SNI
03-1744-2012 diambil hasil terbesar.

Nilai CBR adalah perbandingan (dalam persen) antara tekanan yang
diperlukan untuk menembus tanah dengan piston berpenampang bulat seluas 3
inch2dengan kecepatan 0,05 inch/menit terhadap tekanan yang diperlukan untuk
menembus bahan standard tertentu. Tujuan dilakukan pengujian CBR ini adalah
untuk mengetahui nilai CBR

pada variasi kadar air pemadatan. Untuk

menentukan kekuatan lapisan tanah dasar dengan cara percobaan CBR diperoleh
nilai yang kemudian dipakai untuk menentukan tebal perkerasan yang diperlukan
di atas lapisan yang nilai CBRnya tertentu (Wesley,1977) Dalam menguji nilai

43
Universitas Sumatera Utara

CBR tanah dapat dilakukan di laboratorium. Tanah dasar (Subgrade) pada
kontruksi jalan baru merupakan tanah asli, tanah timbunan, atau tanah galian yang
sudah

dipadatkan

sampai

mencapai

kepadatan

95%

dari

kepadatan

maksimum.Dengan demikian daya dukung tanah dasar tersebut merupakan nilai
kemampuan lapisan tanah memikul beban setelah tersebut tanah dipadatkan.CBR
ini disebut CBR rencana titik dan karena disiapkan di laboratorium, disebut CBR
laborataorium. Makin tinggi nilai CBR tanah (subgrade) maka lapisan perkerasan
diatasnya akan semakin tipis dan semakin kecil nilai CBR (daya dukung tanah
rendah), maka akan semakin tebal lapisan perkerasan di atasnya sesuai beban
yang akan dipikulnya.

Ada dua macam pengukuran CBR yaitu :
1. Nilai CBR untuk tekanan penetrasi pada 0.254 cm (0,1”) terhadap penetrasi
standard besarnya 70,37 kg/cm2 (1000 psi).
Nilai CBR = (PI/70,37) x 100 % ( PI dalam kg / cm2 )
2. Nilai CBR untuk tekanan penetrasi pada penetrasi 0,508 cm (0,2”)
terhadap penetrasi standard yang besarnya 105,56 kg/cm2 (1500 psi)
Nilai CBR =PI/105,56) x 100 % ( PI dalam kg / cm2 )
Dari kedua hitungan tersebut digunakan nilai terbesar.

CBR laboratorium dapat dibedakan atas 2 macam yaitu :

a. CBR laboratorium rendaman (soaked design CBR)

44
Universitas Sumatera Utara

Pada pengujian CBR laboratorium rendaman pelaksanaannya lebih sulit
karena membutuhkan waktu dan biaya relatif lebih besar dibandingkan CBR
laboratorium tanpa rendaman.

b. CBR laboratorium tanpa rendaman (Unsoaked Design CBR)

Sedang dari hasil pengujian CBR laboratorium tanpa rendaman sejauh ini
selalu menghasilkan daya dukung tanah lebih besar dibandingkan dengan CBR
laboratorium rendaman.Disini penulis akan menggunakan pengujian CBR tanpa
rendaman.

Uji pemadatan Proctor adalah metode laboratorium untuk menentukan
eksperimental kadar air yang optimal di mana suatu jenis tanah tertentu akan
menjadi paling padat dan mencapai kepadatan kering maksimum. Istilah Proctor
adalah untuk menghormati RR Proctor, yang pada tahun 1933 menunjukkan
bahwa kepadatan kering tanah untuk usaha pemadatan yang diberikan tergantung
pada jumlah air tanah mengandung selama pemadatan tanah tes aslinya yang
paling sering disebut sebagai uji pemadatan Proctor standar. Tes laboratorium
umumnya terdiri dari pemadatan tanah pada kadar air yang dikenal ke dalam
cetakan silinder dimensi standar menggunakan usaha pemadatan besarnya
dikendalikan. Tanah biasanya dipadatkan ke dalam cetakan dengan jumlah
tertentu dari lapisan yang sama, masing-masing menerima sejumlah pukulan dari
palu tertimbang standar pada ketinggian tertentu. Proses ini kemudian diulang
untuk berbagai kadar air dan kepadatan kering ditentukan untuk masing-masing.
Hubungan grafis dari kepadatan kering untuk kadar air kemudian diplot untuk
membentuk kurva pemadatan. Kepadatan kering maksimum akhirnya diperoleh

45
Universitas Sumatera Utara

dari titik puncak kurva pemadatan dan kadar air yang sesuai, juga dikenal sebagai
kadar air yang optimal.

46
Universitas Sumatera Utara