Ham perspektif islam dan kristen

HAM PERSPEKTIF ISLAM DAN KRISTEN
Disusun untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah Agama dan Isu-isu
Kontemporer
Oleh
Mustika Diani Dewi 11140321000046
Siti Melli Marliana

11140321000049

Khilda Fauziah

111403210000

Misbahul Huda

111403210000

PROGRAM STUDI AGAMA-AGAMA 6-B FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1


DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN............................................................................. 3
1.1

Latar belakang...............................................................................3

BAB II PEMBAHASAN.............................................................................. 3
2.1

Hak-hak Asasi Manusia....................................................................3

2.2

Ham Perspektif Islam.......................................................................3

2.3

Ham Perspektif Kristen.....................................................................6

BAB III PENUTUP..................................................................................... 9

DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 9

2

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Hak-hak Asasi Manusia
Hak asasi manusia ada awalnya merupakan terjemahan dari kata Droits De
I’homme (Prancis), secara harfiahnya ialah hak-hak manusia. Yaitu suatau hakhak manusia dan warga negara yang dikeluarkan di Prancis pada tahun 1789.
Sewaktu berlangsung revolusi negri itu. Pernyataan ini lalu digunakan pula
oleh persyerikatan bangsa-bangsa yang di dalam bahasa Inggrisnya pada
mulanya dengan istilah “Fundamental Human Rights”, kemudian disigkat
dengan Human Rights. Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia hak asasi
diartikan sebagai hak dasar atau hak pokok seperti hak hidup dan hak mendapat
perlindungan. Hak-hak tersebut menurut Al-Maududi bukanlah pemberian

siapa-siapa tapi adalah pemberian Tuhan kepada seseorang sejak lahir kea lam
dunia. Karena Hak-hak asasi itu datangnya dari Tuhan, maka tak satupun
lembaga atau perorangan di dunia ini berhak mencabut atau membatalkannya. 1

2.2 Ham Perspektif Islam

Hak-hak asasi manusia dalam pandangan islam yaitu sebagai tuntutan
fitrah manusia. Manusia adalah jagad kecil, suatu mikrokosmos yang meliputi
1 Ahmad Kosasih MA, HAM Dalam prespektif Islam menyingkap
persamaan dan perbedaan antara Islam dan Barat,( Jakarta: Salemba Diniyah,
2003), h.18.

3

seluruh alam semesta. Manusia adalah puncak ciptaan Tuhan, ia dikirim
kebumi untuk dijadikan sebagai khalifah dan wakilnya oleh karena itu setiap
perbuatan yang membawa kebaikan manusia oleh sesame manusia sendiri
mempunyai nilai kebaikan, berdasarkan pandangan ini maka manusia
memiliki beban serta tanggung jawab sebagai individu dihadapan Tuhannya
kelak, tanpa kemungkinan untuk mendelegasikannya kepada pribadi lain.

Pertanggung jawaban yang dituntut dari seseorang haruslah didahului oleh
kebebasan memilih.
Sejalan dengan pemikiran ini maka Islam memandang bahwa membunuh
seseorang tanpa dosa pembunuhan atau tindakan perusakan di bumi bagaikan
ia membunuh seluruh umat manusia, dan barang siapa menolong hidupnya
bagaikan ia menolong hidup seluruh umat manusia. Hal ini dapat dikatakan
bahwa menghormati dan memelihara eksistensi hak-hak individu atau hak-hak
asasi seseorang, sampai-sampai orang mati dalam mempertahankan harta dan
nyawanya dipandang sebegai sahid. Didalam sebuah hadist yang diriwayatkan
oleh

Tirmidzi yang berarti : “siapa yang mati karena mempertahankan

agamanya maka ia mati syahid, siapa yang mati karena mempertahankan
darahnya maka ia mati syahid, siapa yang mati karena mempertahankan
keluarganya maka ia mati syahid” (H.R Tirmidzi) .2
ini adalah bukti yang diberikan Tuhan sebagai sebuah penghargaan untuk
umatnya. Hal ini berkaitan dengan pentingnya mempertahankan hak milik
pribadi, islam juga sangat peduli kepada hak-hak masyarakat.
Menurut Islam Allah SWT menganugrahi 3 jenis hak dasar:

1. Hak

Dharuriyat,

hak

ini

hak

dasar

yang

dimiliki

untuk

mempertahankan kemuliaanya dalam hidup, hak ini adalah pondasi
tercapainya


system

social

masyarakat

yang

stabil

dan

menghindarkannya dari kekecauan. Berikut contoh-contohnya,

2 Ahmad Kosasih MA, HAM Dalam prespektif Islam menyingkap
persamaan dan perbedaan antara Islam dan Barat, h.31.

4


a. Hak dipelihara agamanya, tidak memaksa seseorang non-muslim
untuk masuk Islam sebagaimana jelas yang terdapat dalam Q.S. AlBaqaroh Ayat 256.
b. Hak untuk memelihara jiwa, yang dijelaskan dalam Q.S Isra Ayat
70 “dan sesungguhnya kami telah memuliakan anak-anak adam
(manusia). Allah SWt mengharamkan segala bentuk perkara yang
mengakibatkan rusaknya nyawa manusia jadi jelaslah, setiap
manusia berhak melindungi nyawanya dari pembunuhan ataupun
pembantaian.”
c. Hak untuk dipelihara akalnya, dalam Islam posisi akal sangatlah di
utamakan dalam menjalankan fungsi dan peran manusia sebagai
khalifah di muka bumi. Akal menjadi alat utama manusia dalam
menentukan suatu hokum atau menafsirkan hokum dalam AlQur’an dan Sunnah, tidak ada sebaagi golongan saja seperti ulama,
tetapi setiap individu umat Islam.
d. Hak untuk menjaga nasab keturunannya, maka dalam hal ini
larangan berzina karena perbuatan zina dapat mengakibatkan nasab
seseorang.
e. Hak untuk dipelihara hartanya, dalam Islam secara mendetail juga
dilindungi setiap orang dari ketidakbaikan, ketidakhalalan, dan
ketidakberkahan. Maka Islam mengatur masalah kepemilikan
individu, kelompok, bahkan Negara.

f. Hak menjaga kehormatan, hak ini untuk mendapatkan keamanan
baik kemanan diri, keluarga maupun golongan berdasarkan agama
atau ras.
2. Hak Hajiyat, merupakan hak yang dikaruniakan Allah SWT sebagai
bentuk keringanan dalam melaksanakan beberapa perkara kehidupan,
misalnya dalam ibadah sholat yang bisa disingkat jumlah rakaatnya
atau dipindhkan waktu pelaksanaannya jika memang penyebabnya
memenuhi syarat hokum ibadah sholat. Hal ini menunjukan bahwa
Islam memperhatikan batas kemampuan manusia, sehingga keringanan
dalam beberapa perkara kehidupan adalah dibenarkan sebagai hak
dasar manusia.

5

3. Hak Tahsinat, yaitu hak dasar manusia untuk meningkatkan kualitas
hidup mereka. Misalnya hak untuk berkumpul, berpendapat, hak
mendapat pekerjaan dan hak yang berkaitan dengan hubungan social
lainnya.3

2.3 Ham Perspektif Kristen

HAM adalah hal yang sangat melekat secara kodrati dalam diri manusia
sebagai karunia Allah. Sebagaimana dalam Alkitab:
”Baiklah kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa kita, supaya
mereka berkuasa atas ikan-ikan di laud an burung-burung di udara dan atas
ternak dan atas seluruh bumi dan atas segala binatang melata yang merayap di
bumi”
“Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, menurut
gambar Allah diciptakan-Nya dia, laki-laki dan perempuan diciptakannya”
”Allah memberkati mereka, lalu Allah berfiran kepada mereka:
beranakcuculah dan bertambah banyak, penuhilah bumi dan taklukkanlah itu
berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala
binatang yang merayap di bumi.”
“Berfirmanlah Allah: Lihatlah, Aku memberikan kepadamu segala
tumbuh-tumbuhan yang brbiji di seluruh bumi dan segala pohon-pohonnya yang
buahnya berbiji, itulah akan menjadi maananmu.” Kejadian Pasal 1 Ayat 26-294
Dalam Iman Kristen HAM mempunya 2 konsep, yakni :
1. Kedaulatan Allah yang Universal
Allah berdaulat atas manusia, Ham bersumber dari Allah,
melanggar HAM bearti melanggar ketentuan Allah. Tidak ada
satu lembagapun atau satu orang pun termasuk Negara

berwenang membatalkan atau mengurangi hak-hak tersebut,
kecuali Allah itu sendiri. Teolog sekaligus filsuf, Jurgen
3 Ahmad GAus Af, dkk, Relasi Islam dan Hak Asasi Manusia (Jakarta:
CSRC, 2014), h. 6-8.
4 Himawan Djaja Endra, Dewasa dalam Kristus 3, (Bandung: Bina
Media Informasi, 2006), h. 34.

6

Moltman mengatakan, kedaulatan Allah didalam diri manusia
mencakup;
 Dimensi individual : martabatnya sebagai manusia;
 Dimensi sosial: hidup kebersamaan dengan manusia
lain;dan
 Dimensi futurologisnya: kesempatan untuk memiliki
masa depan.
Pelanggaran terhadap Hak Asasi Manusia adalah pelanggaran
terhadap hak-hak asasi Allah Sendiri. “Jangan ada padamu
Allah lain di hadapanKu” (Keluaran 20:3). Tidak boleh ada
yang bersikap seperti “Allah” terhadap sesamanya, dalam arti

mempunyai kekuasaan yang tak terbatas dan berhak menuntut
ketaatan mutlak dari sesamanya, dan tidak boleh pula ada yang
diperlakukan sebagai “allah-allah kecil” di samping Allah.
2. Citra Allah Pada Setiap Manusia
Setiap orang mempunyai hak asasi untuk hidup bermartabat, hak
untuk hidup berkomunitas, hak untuk mengelola alam ciptaan
dan hak untuk membangun masa depan yang lebih baik (dengan
segala kewajiban asasi yang terkait). Ini berlaku pada setiap
orang dan semua orang, oleh karena setiap orang dan semua
orang adalah penyandang citra Allah.
Sebagai “citra Allah”, manusia tidak cuma “makhluk ciptaan”
seperti makhluk-makhluk ciptaan yang lain, melainkan setiap
orang adalah suatu pribadi yang utuh, pribadi di hadapan Allah
dan bertanggung jawab kepada Allah. Oleh karena setiap orang
adalah citra Allah, maka setiap orang mempunyai hak-hak dan
kewajiban-kewajiban asasi yang sama, tidak ada yang lebih dan
tidak ada yang kurang. Perbedaan-perbedaan antar manusia
yang bersifat kondisional dan eksternal tidak sedikit pun
mengurangi atau menambah kesamaannya. Setiap orang dan
semua orang diciptakan sama berharganya di hadapan Allah apa
pun latar belakang rasial, warna kulit, tingkat budaya dan status
sosial-ekonominya.
7

Salah satu hak yang paling asasi yang dikaruniakan oleh Tuhan
kepada manusia, sesuai dengan hakikatnya sebagai Citra Allah,
adalah KEBEBASAN. Tanpa kebebasan, manusia menjadi tidak
lebih dari batu, hewan atau tanaman. Bukan manusia lagi.
Kita mengetahui, bahwa kita menghadapi persoalan besar di
sini. Sebab itu berarti, bahwa di dalam kebebasannya manusia
juga bebas untuk menyalahgunakan kebebasan-nya itu. Sebab
itu

telah

menjadi

konsensus

umum,

bahwa

untuk

menghindarkan kemung-kinan yang destruktif ini, maka
kebebasan itu harus dibatasi, atau paling sedikit di atur. Secara
teologis, bahwa kebebasan memang harus dibarengi dan
diimbangi oleh ketaatan untuk membentuk tanggung jawab.
Kebebasan di dalam ketaatan, dan ketaatan dalam kebebasan.

8

BAB III
PENUTUP

DAFTAR PUSTAKA

9