PENGERTIAN BUMI PENGERTIAN GLOBAL WARMIN

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara tertinggi ke 4 didunia setelah Amerika
Serikat diperingkat ke 3 yang memiliki jumlah penduduk 253.609.643
jiwa.

Dengan demikian Indonesia ikut menyumbang karbon yang

mengakibatkan terjadinya Global Warming, hal itu disebabkan karena
kebutuhan manusia terus meningkat dan perubahan sikluspun kerap terjadi
belakangan ini.
Jika ditinjau wilayah Indoensia dan beberapa wilayah Asia Selatan, Asia
Tenggara, Asia Timur, Serta Austaralia Utara pergantian musim juga
disebabkan oleh gerakan semu matahari berada di utara khatulistiwa,
sehingga Asia mengalami musim kemarau dan udara di daerah Asia
bertekanan rendah, Sedangkan Austalia mengalami musim hujan dan udara
di Australia bertekanan tinggi. Adanya perbedaan tekanan udara ini
mengakibatkan udara mengalir dari Australia menuju Asia melewati
Indonesia berupa angin tenggara. Karena angin tersebut berasal dari daerah
daratan yang udaranya kering, sehingga Indonesia yang dilalui angin

tersebut mengalami kemarau.
Namun keadaan itu pada saat ini jelas berbeda, waktu dan jaraknya pun
saling berjauhan antara musim kemarau maupun musim hujan. Keadaan ini
merupakan bagian dari akibat Global warming. Adapun dampak perubahan
iklim terhadap manusia sendiri bermacam-macam,antara lain ; terjadinya

badai dan banjir, gelombang panas umumnya terjadi di perkotaan!, biologi
"ector, polusi udara, terbatasnya persediaan pangan, dan kerentanan sosial.
Dampak dari kejadian-kejadian tersebut pada akhirnya semua terhubung
dengan kesehatan manusia. perubahan iklim dapat mempengaruhi
kesehatan manusia, baik secara langsung maupun tidak langsung. secara
langsung, kesehatan manusia dipengaruhi oleh perubahan pola cuaca seperti
temperatur, curah hujan, kenaikan muka air laut, dan peningkatan frrekuensi
cuaca ekstrim. Perubahan pola cuaca mempengaruhi pertumbuhan bakteri
dan virus serta kekebalan manusia, hingga berdampak pada gangguan
kesehatan manusia. disamping itu, perubahan iklim juga mempengaruhi
kesehatan manusia secara tidak langsung. mekanisme yang terjadi adalah
perubahan iklim mempengaruhi faktor lingkungan seperti perubahan
kualitas lingkungan kualitas air, udara dan tanah!, penipisan lapisan ozon,
penurunan kualitas dan kuantitas sumber daya air, kehilangan


fungsi

ekosistem dan degradasi lahan yang pada akhirnya faktor-faktor tersebut
akan mempengaruhi kesehatan manusia. Eratnya hubungan iklim dan
perubahannya terhadap kesehatan, membuat saya membuat judul “Dampak
Perubahan Iklim Akibat Global Warming Terhadap Kesehatan dan
Lingkungan”
B. Rumusan Masalah
Perubahan iklim yang terjadi di indonesia secara tidak langsung
berdampak padakesehatan manusia. berbagai macam penyakit timbul akibat

pergantian iklim yang semakin tidak menentu dikarenakan terjadinya global
warming yang kemungkinan besar disebabkan oleh meningkatnya
konsentrasi gas-gas rumah kaca akibat aktifitas manusia melalui efek rumah
kaca. faktor-faktor yang ikut berubah ketika perubahan iklim terjadi pun
pada akhirnya mengarah pada kesehatan manusia. Terjadinya out break
penyakit atau timbulnya penyakit menular yang sudah lama menghilang,
merupakan kejadian nyata yang tidak bisa dibiarkan begitu saja. dengan
mengetahui penyebab dari timbulnya penyakit-penyakit tersebut maka

paling tidak dapat dilakukan tindakan pencegahan (preventif) agar wabah
penyakit iklim ini dapat diminimalisir.
C. Maksud danTujuan
Maksud dan tujuan pembuatan buku ini agar para pembaca mengetahui
dampak dari Global Warming dan bisa menjaga lingkungann sekitarnya
dengan baik demi kelangsungan hidup anak dan cucu mereka. Sehingga
bumi ini masih bisa kita tempati dengan baik.

BAB II
PEMBAHASAN
a. Bumi
Bumi kita berdiameter 12.756 km di equator dan 12.712 km pada arah
Kutub, oleh sebab itu Bumi tidak bulat melainkan lonjong. Luas permukaan
bumi 510 juta km2 dimana 75% terdiri dari lautan. Beratnya diperkirakan
5,976x 1021 . Lingkaran khatulistiwa 40.000km.
Dengan demikian ketika berotasi kecepatanya 1.673km/jam (464,82
meter/detik) pada khatulistiwa, karena berotasi sekali dalam 24 jam.
Sedangkan ketika berevolusi kecepatannya 30.2567km/detik. Bumi adalah
planet yang menempati urutan ketiga dalam Tata Surya, setelah planet
Mercurius dan Venus, dan planet Bumi merupakan satu-satunya planet pada

Tata Surya ini yang dihuni mahluk hidup terutama manusia, Atmosfer Bumi
terdiri dari beberapa unsur zat, (perhatikan gambar berikut yang secara
tersusu unsur zat yang ada pada lapiasan bumi, sebagai berikut:
-

Zat lemas 78%, Oksigen 21%; Orgon 0,9%, dan unsur lainya seperti

-

karbon dioksida, dan ozon yang jumlahnya sangat sedikit.
Bumi terbungkus oleh lapisan atmosfer,dan permukaan Bumi
tertutup oleh 71% lapisan air dan 29% terdiri dari daratan.

Seperti apakah susunan bagian dalam Bumi
Komposisi bagian dalam bumi adalah sebagai berikut :
a. Barysfeer, pada lapisan ini tebalnya±3.470km dan terdiri dari unsure
nikel dan ferum
b. Lapisan perantara, pada lapisan ini bagian dalam bumi memiliki
ketebalan±1.700km yang terdiri dari batuan meteorit, pada lapisan
initerdiri dari lapisan periodit kedalamanya ±1.540km dmb, lapisan

ferrosporadis

kedalamanya

700km,dan

lapisan

lithosporadis

ketebalanya 700km
c. Lapisan lithosfer, ini merupakan lapisan terluar dari Bumi.
Lapisan lithosfer ketebalannya± 60km, sering juga disebut dengan
lapisan batu-batuan, terbagi lagi lapisan terluar dinamakan lapisan
Sial, karena

teridiridari SiO2 dan Al2O3 dan bagian dalamnya

lapisan Sima terdiri dari SiO2 dan MgO, Al2O3


Bumi adalah bagian dari Tata Surya yang terdiri dari beberapa bagian :

b. Kerak Bumi (Crust)
Kerak Bumi Unsur-unsur kimia utama pembentuk kerak Bumi adalah:
Oksigen (O) (46,6%), Silikon (Si) (27,7%), Aluminium (Al) (8,1%), Besi
(Fe) (5,0%), Kalsium (Ca) (3,6%), Natrium (Na) (2,8%), Kalium (K)
(2,6%), Magnesium (Mg) (2,1%)
Kerak Bumi merupakan bagian terluar dari Bumi yang terdiri dari :
a. Kerak benua yang mempunyai ketebalan sekitar 20-70 km. Tersusun
atas batuan granit yang memiliki kepadatan rendah (Lapisan
Granitis).
b. Kerak samudra yang mempunyai ketebalan sekitar 5-10 km.
Tersusun atas batuan basalt yang memiliki kepadatan tinggi (Lapisan
Basaltis).

c. Selimut (Mantel)

Lapisan mantel merupakan lapisan tebal yang terletak di antara kerak
dan inti bumi. Sebelum mantel bumi, terdapat lapisan yang disebut
diskontinuitas mohorovicic (Lapisan Mohorovisik). 80% dari volume bumi

merupakan mantel. Tersusun atas mineral besi dan magnesium silikat.
Mantel bumi ada yang bersifat cair dan padat.

d. Inti (Core)
Inti Bumi adalah lapisan bumi terdalam dengan batuan yang paling
padat dibandingkan dengan lapisan lainnya.
Terbagi dua :
-

Inti Luar yang bersifat cair dengan ketebalan 2.891-5.150 km
Inti Dalam yang bersifat padat

Berdasarkan sifat fisiknya lapisan bumi dibedakan menjadi:
-

Lapisan Litosfer berasal dari kata lithos = batuan dan sphere =
lapisan.

Unsur penyusun litosfer adalah oksigen (46,6%), silikon (27,7%),
alumunium (8,1%), besi 5%, kalsium 3,6%, natrium 2,8%, kalium 2,6%,

magnesium 2.1%. Berada di bagian paling atas muka Bumi. Ketebalan
sekitar 100 km.
-

Lapisan Mesosfer, Berada pada kedalaman antara 100-350 km

Pada lapisan ini batuan mendekati titik lelehnya, sehingga lapisan ini
mudah terdeformasi, panas, dan bersifat plastis.
-

Lapisan Astenosfer, Berada pada kedalaman antara 350-2.883 km.

Temperatur sangat tinggi karena dekat dengan inti Bumi. Batuan pada
lapisan ini relatif kuat karena mendapat tekanan yang sangat kuat.

e. Proses Terjadinya Pemanasan Global
Proses ini diawali dari cahaya tapak dari matahari sebahagian
dikembalikan keangkasa dan sebagian lagi diserap oleh bumi (yang mana
pantulan tersebut dikembalikan lagi dalam wujud radiasi inframerah).
Radiasi matahari tadi melalui bumi melalui atmosfer,karena semakin

banyak radiasi matahari

tadi di

lapisan atmosfer bumi,sehingga

menyebabkan lubang ozon. Kebanyakan dari radiasi matahari diserap oleh
permukaan bumi dan memanaskannya.Radiasi inframerah dipancarkan oleh
permukaan bumi, Radiasi inframerah yang dipancarkan kembali oleh bumi
diserap oleh CO2 di atmosfer yang kemudian sebahagian dipancarkan ke
angkasa (a) sebahagian lagi dikembalikan ke atmosfer bumi dan (b) CO2
yang kembali ke atmosfer bumi itulah yang disebut dengan pemanasan
global (global warming).

f. Iklim
Iklim adalah kondisi rata-rata cuaca berdasarkan waktu yang panjang
untuk suatu lokasi di bumi atau planet lain. Studi tentang iklim dipelajari
dalam klimatologi. Iklim di suatu tempat di bumi dipengaruhi oleh letak
geografis dan topografi tempat tersebut. Pengaruh posisi relatif matahari
terhadap suatu tempat di bumi menimbulkan musim, suatu penciri yang

membedakan iklim satu dari yang lain. Perbedaan iklim menghasilkan
beberapa sistem klasifikasi iklim.
Berdasarkan posisi relatif suatu tempat di bumi terhadap garis
khatulistiwa dikenal kawasan-kawasan dengan kemiripan iklim secara
umum akibat perbedaan dan pola perubahan suhu udara, yaitu kawasan
tropika (23,5°LU-23,5°LS), subtropika (23,5°LU-40°LU dan 23°LS40°LS), sedang (40°LU-66,5°LU dan 40°LS-66,5°LS), dan kutub
(66,5°LU-90°LU dan 66,5°LS-90°LS).
Klasifikasi iklim merupakan usaha untuk mengidentifikasi dan
mencirikan perbedaan iklim yang terdapat di bumi. Akibat perbedaan
latitudo (posisi relatif terhadap khatulistiwa, garis lintang), letak geografi,
dan kondisi topografi, suatu tempat memiliki kekhasan iklim. Klasifikasi
iklim biasanya terkait dengan bioma atau provinsi floristik karena iklim
mempengaruhi vegetasi asli yang tumbuh di suatu kawasan.
Klasifikasi iklim yang paling umum dikenal adalah klasifikasi Koeppen
dan Geiger. Klasifikasi ini berlaku untuk seluruh dunia sehingga sering

dirujuk untuk kajian-kajian geologis dan ekologi. Beberapa negara
mengembangkan klasifikasi iklim sendiri untuk mengatasi variasi iklim
tempatan yang beragam. Indonesia, misalnya, lebih sering menggunakan
sistem klasifikasi Schmidt dan Ferguson (SF) yang ternyata disukai untuk

kajian-kajian kehutanan dan pertanian. Sistem SF didasarkan pada
klasifikasi yang terlebih dahulu disusun oleh Mohr, namun diperhalus
kriterianya.
Klasifikasi ini sangat populer di Indonesia dan beberapa negara tetangga
yang memiliki musim kering-musim hujan. Menyadari bahwa variasi iklim
Indonesia sangat beragam, Kementerian Perhubungan meminta kedua
sarjana tersebut untuk membuat suatu sistem klasifikasi yang cocok bagi
keadaan Indonesia.
Terdapat delapan kelompok iklim yang didasarkan pada nisbah bulan
kering (BK) ke bulan basah (BB), yang disimbolkan sebagai Q (dalam
persen). Bulan kering adalah bulan dengan presipitasi total di bawah 60 mm
dan bulan basah adalah bulan dengan presipitasi total di atas 100 mm.
Delapan kelompok iklim menurut Schmidt dan Ferguson adalah :
1. Iklim A, Q < 14,3, daerah sangat basah, hutan hujan tropis
2. Iklim B, 14,3 =< Q < 33,3, daerah basah, hutan hujan tropis
3. Iklim C, 33,3 =< Q < 60,0, daerah agak basah, hutan rimba peluruh
(daun gugur pada musim kemarau)
4. Iklim D, 60,0 =< Q < 100,0, daerah sedang, hutan peluruh
5. Iklim E, 100,0 =< Q < 167,0, daerah agak kering, padang sabana
6. Iklim F, 167,0 =< Q < 300,0, daerah kering, padang sabana

7. Iklim G, 300,0 =< Q < 700,0, daerah sangat kering, padang ilalang
8. Iklim H, Q >= 700,0, daerah ekstrim kering, padang ilalang.
g. Pemanasan Global/ Global Warming
Pemanasan

global

atau

global

warming

adalah

suatu

proses

meningkatnya suhu rata-rata atmosfer, laut, dan daratan Bumi. Suhu ratarata global pada permukaan Bumi telah meningkat 0.74 ± 0.18 °C (1.33 ±
0.32 °F) selama seratus tahun terakhir. Intergovernmental Panel on Climate
Change (IPCC) menyimpulkan bahwa, "sebagian besar peningkatan suhu
rata-rata global sejak pertengahan abad ke-20 kemungkinan besar
disebabkan oleh meningkatnya konsentrasi gas-gas rumah kaca akibat
aktivitas manusia. melalui efek rumah kaca. Kesimpulan dasar ini telah
dikemukakan oleh setidaknya 30 badan ilmiah dan akademik, termasuk
semua akademi sains nasional dari negara-negara G8. Akan tetapi, masih
terdapat beberapa ilmuwan yang tidak setuju dengan beberapa kesimpulan
yang dikemukakan IPCC tersebut.
Iklim yang dijadikan acuan oleh projek IPCC menunjukkan suhu
permukaan global akan meningkat 1.1 hingga 6.4 °C (2.0 hingga 11.5 °F)
antara tahun 1990 dan 2100. Perbedaan angka perkiraan itu disebabkan oleh
penggunaan skenario-skenario berbeda mengenai emisi gas-gas rumah kaca
pada masa mendatang, serta model-model sensitivitas iklim yang berbeda.
Walaupun sebagian besar penelitian terfokus pada periode hingga 2100,
pemanasan dan kenaikan muka air laut diperkirakan akan terus berlanjut

selama lebih dari seribu tahun walaupun tingkat emisi gas rumah kaca telah
stabil. Ini mencerminkan besarnya kapasitas kalor lautan.
h. Penyebab Pemanasan Global
Penyebab pemanasan Global/ Global warming dapat kita bagi sebagai
berikut :
1. Efek Rumah Kaca
Segala sumber energi yang terdapat di Bumi berasal dari matahari.
Sebagian besar energi tersebut berbentuk radiasi gelombang pendek,
termasuk cahaya tampak. Ketika energi ini tiba permukaan Bumi, ia
berubah dari cahaya menjadi panas yang menghangatkan Bumi. Permukaan
Bumi, akan menyerap sebagian panas dan memantulkan kembali sisanya.
Sebagian dari panas ini berwujud radiasi infra merah gelombang panjang ke
angkasa luar. Namun sebagian panas tetap terperangkap di atmosfer Bumi
akibat menumpuknya jumlah gas rumah kaca antara lain uap air, karbon
dioksida, sulfur dioksida dan metana yang menjadi perangkap gelombang
radiasi ini. Gas-gas ini menyerap dan memantulkan kembali radiasi
gelombang yang dipancarkan Bumi dan akibatnya panas tersebut akan
tersimpan di permukaan Bumi. Keadaan ini terjadi terus menerus sehingga
mengakibatkan suhu rata-rata tahunan bumi terus meningkat. Gas-gas
tersebut berfungsi sebagaimana gas dalam rumah kaca. Dengan semakin

meningkatnya konsentrasi gas-gas ini di atmosfer, semakin banyak panas
yang terperangkap di bawahnya.
Efek rumah kaca ini sangat dibutuhkan oleh segala makhluk hidup yang
ada di bumi, karena tanpanya, planet ini akan menjadi sangat dingin.
Dengan suhu rata-rata sebesar 15 °C (59 °F), bumi sebenarnya telah lebih
panas 33 °C (59 °F) dari suhunya semula, jika tidak ada efek rumah kaca
suhu bumi hanya -18 °C sehingga es akan menutupi seluruh permukaan
Bumi. Akan tetapi sebaliknya, apabila gas-gas tersebut telah berlebihan di
atmosfer, akan mengakibatkan pemanasan global.
2. Efek Umpan Balik
Anasir penyebab pemanasan global juga dipengaruhi oleh berbagai
proses umpan balik yang dihasilkannya. Sebagai contoh adalah pada
penguapan air. Pada kasus pemanasan akibat bertambahnya gas-gas rumah
kaca seperti CO2, pemanasan pada awalnya akan menyebabkan lebih
banyaknya air yang menguap ke atmosfer. Karena uap air sendiri
merupakan gas rumah kaca, pemanasan akan terus berlanjut dan menambah
jumlah uap air di udara sampai tercapainya suatu kesetimbangan
konsentrasi uap air. Efek rumah kaca yang dihasilkannya lebih besar bila
dibandingkan oleh akibat gas CO2 sendiri. (Walaupun umpan balik ini
meningkatkan kandungan air absolut di udara, kelembapan relatif udara
hampir konstan atau bahkan agak menurun karena udara menjadi

menghangat). Umpan balik ini hanya berdampak secara perlahan-lahan
karena CO2 memiliki usia yang panjang di atmosfer.
Efek umpan balik karena pengaruh awan sedang menjadi objek
penelitian saat ini. Bila dilihat dari bawah, awan akan memantulkan
kembali radiasi infra merah ke permukaan, sehingga akan meningkatkan
efek pemanasan. Sebaliknya bila dilihat dari atas, awan tersebut akan
memantulkan sinar matahari dan radiasi infra merah ke angkasa, sehingga
meningkatkan efek pendinginan. Apakah efek netto-nya menghasilkan
pemanasan atau pendinginan tergantung pada beberapa detail-detail tertentu
seperti tipe dan ketinggian awan tersebut. Detail-detail ini sulit
direpresentasikan dalam model iklim, antara lain karena awan sangat kecil
bila dibandingkan dengan jarak antara batas-batas komputasional dalam
model iklim (sekitar 125 hingga 500 km untuk model yang digunakan
dalam Laporan Pandangan IPCC ke Empat). Walaupun demikian, umpan
balik awan berada pada peringkat dua bila dibandingkan dengan umpan
balik uap air dan dianggap positif (menambah pemanasan) dalam semua
model yang digunakan dalam Laporan Pandangan IPCC ke empat.
Umpan

balik

penting

lainnya

adalah

hilangnya

kemampuan

memantulkan cahaya (albedo) oleh es. Ketika suhu global meningkat, es
yang berada di dekat kutub mencair dengan kecepatan yang terus
meningkat. Bersamaan dengan melelehnya es tersebut, daratan atau air di
bawahnya akan terbuka. Baik daratan maupun air memiliki kemampuan

memantulkan cahaya lebih sedikit bila dibandingkan dengan es, dan
akibatnya akan menyerap lebih banyak radiasi matahari. Hal ini akan
menambah pemanasan dan menimbulkan lebih banyak lagi es yang
mencair, menjadi suatu siklus yang berkelanjutan.
Umpan balik positif akibat terlepasnya CO2 dan CH4 dari melunaknya
tanah beku (permafrost) adalah mekanisme lainnya yang berkontribusi
terhadap pemanasan. Selain itu, es yang meleleh juga akan melepas CH4
yang juga menimbulkan umpan balik positif.
Kemampuan lautan untuk menyerap karbon juga akan berkurang bila ia
menghangat, hal ini diakibatkan oleh menurunya tingkat nutrien pada zona
mesopelagic

sehingga

membatasi

pertumbuhan

diatom

daripada

fitoplankton yang merupakan penyerap karbon yang rendah.

3. Variasi Matahari
Terdapat hipotesa yang menyatakan bahwa variasi dari matahari, dengan
kemungkinan diperkuat oleh umpan balik dari awan, dapat memberi
kontribusi dalam pemanasan saat ini. Perbedaan antara mekanisme ini
dengan pemanasan akibat efek rumah kaca adalah meningkatnya aktivitas
matahari akan memanaskan stratosfer sebaliknya efek rumah kaca akan

mendinginkan stratosfer. Pendinginan stratosfer bagian bawah paling tidak
telah diamati sejak tahun 1960,yang tidak akan terjadi bila aktivitas
matahari menjadi kontributor utama pemanasan saat ini. Penipisan lapisan
ozon juga dapat memberikan efek pendinginan tersebut tetapi penipisan
tersebut terjadi mulai akhir tahun 1970-an. Fenomena variasi Matahari
dikombinasikan dengan aktivitas gunung berapi mungkin telah memberikan
efek pemanasan dari masa pra-industri hingga tahun 1950, serta efek
pendinginan sejak tahun 1950.
Ada beberapa hasil penelitian yang menyatakan bahwa kontribusi
matahari mungkin telah diabaikan dalam pemanasan global. Dua ilmuwan
dari Duke University memperkirakan bahwa matahari mungkin telah
berkontribusi terhadap 45-50% peningkatan suhu rata-rata global selama
periode 1900-2000, dan sekitar 25-35% antara tahun 1980 dan 2000.[10]
Stott dan rekannya mengemukakan bahwa model iklim yang dijadikan
pedoman saat ini membuat perkiraan berlebihan terhadap efek gas-gas
rumah kaca dibandingkan dengan pengaruh matahari, mereka juga
mengemukakan bahwa efek pendinginan dari debu vulkanik dan aerosol
sulfat

juga

telah

dipandang

remeh.Walaupun

demikian,

mereka

menyimpulkan bahwa bahkan dengan meningkatkan sensitivitas iklim
terhadap pengaruh matahari sekalipun, sebagian besar pemanasan yang
terjadi pada dekade-dekade terakhir ini disebabkan oleh gas-gas rumah
kaca.

Pada tahun 2006, sebuah tim ilmuwan dari Amerika Serikat, Jerman dan
Swiss menyatakan bahwa mereka tidak menemukan adanya peningkatan
tingkat "keterangan" dari matahari pada seribu tahun terakhir ini. Siklus
Matahari hanya memberi peningkatan kecil sekitar 0,07% dalam tingkat
"keterangannya" selama 30 tahun terakhir. Efek ini terlalu kecil untuk
berkontribusi terhadap pemansan global. Sebuah penelitian oleh Lockwood
dan Fröhlich menemukan bahwa tidak ada hubungan antara pemanasan
global dengan variasi matahari sejak tahun 1985, baik melalui variasi dari
output matahari maupun variasi dalam sinar kosmis.
-

Data variasi Matahari selama 30 tahun terakhir

BAB III
MENGUKUR PEMANASAN GLOBAL
DAN MODEL IKLIM

A. Mengukur Pemanasan Global

Pada awal 1896, para ilmuwan beranggapan bahwa membakar bahan
bakar fosil akan mengubah komposisi atmosfer dan dapat meningkatkan
suhu rata-rata global. Hipotesis ini dikonfirmasi tahun 1957 ketika para
peneliti yang bekerja pada program penelitian global yaitu International
Geophysical Year, mengambil sampel atmosfer dari puncak gunung Mauna
Loa di Hawai.
Hasil pengukurannya menunjukkan terjadi peningkatan konsentrasi
karbon dioksida di atmosfer. Setelah itu, komposisi dari atmosfer terus
diukur dengan cermat. Data-data yang dikumpulkan menunjukkan bahwa
memang terjadi peningkatan konsentrasi dari gas-gas rumah kaca di
atmosfer.
Para ilmuwan juga telah lama menduga bahwa iklim global semakin
menghangat, tetapi mereka tidak mampu memberikan bukti-bukti yang
tepat. Suhu terus bervariasi dari waktu ke waktu dan dari lokasi yang satu
ke lokasi lainnya. Perlu bertahun-tahun pengamatan iklim untuk
memperoleh data-data yang menunjukkan suatu kecenderungan (trend)
yang

jelas.

Catatan

pada

akhir

1980-an

agak

memperlihatkan

kecenderungan penghangatan ini, akan tetapi data statistik ini hanya sedikit
dan tidak dapat dipercaya.
Stasiun cuaca pada awalnya, terletak dekat dengan daerah perkotaan
sehingga pengukuran suhu akan dipengaruhi oleh panas yang dipancarkan
oleh bangunan dan kendaraan dan juga panas yang disimpan oleh material

bangunan dan jalan. Sejak 1957, data-data diperoleh dari stasiun cuaca yang
terpercaya (terletak jauh dari perkotaan), serta dari satelit. Data-data ini
memberikan pengukuran yang lebih akurat, terutama pada 70 persen
permukaan planet yang tertutup lautan. Data-data yang lebih akurat ini
menunjukkan bahwa kecenderungan menghangatnya permukaan Bumi
benar-benar terjadi. Jika dilihat pada akhir abad ke-20, tercatat bahwa
sepuluh tahun terhangat selama seratus tahun terakhir terjadi setelah tahun
1980, dan tiga tahun terpanas terjadi setelah tahun 1990, dengan 1998
menjadi yang paling panas.
Dalam laporan yang dikeluarkannya tahun 2001, Intergovernmental
Panel on Climate Change (IPCC) menyimpulkan bahwa suhu udara global
telah meningkat 0,6 derajat Celsius (1 derajat Fahrenheit) sejak 1861. Panel
setuju bahwa pemanasan tersebut terutama disebabkan oleh aktivitas
manusia yang menambah gas-gas rumah kaca ke atmosfer. IPCC
memprediksi peningkatan suhu rata-rata global akan meningkat hingga 6.4
°C (2.0 hingga 11.5 °F) antara tahun 1990 dan 2100.
IPCC panel juga memperingatkan, bahwa meskipun konsentrasi gas di
atmosfer tidak bertambah lagi sejak tahun 2100, iklim tetap terus
menghangat selama periode tertentu akibat emisi yang telah dilepaskan
sebelumnya. Karbon dioksida akan tetap berada di atmosfer selama seratus
tahun atau lebih sebelum alam mampu menyerapnya kembali.

Jika emisi gas rumah kaca terus meningkat, para ahli memprediksi,
konsentrasi karbon dioksida di atmosfer dapat meningkat hingga tiga kali
lipat pada awal abad ke-22 bila dibandingkan masa sebelum era industri.
Akibatnya, akan terjadi perubahan iklim secara dramatis. Walaupun
sebenarnya peristiwa perubahan iklim ini telah terjadi beberapa kali
sepanjang sejarah Bumi, manusia akan menghadapi masalah ini dengan
risiko populasi yang sangat besar.

B. Model Iklim
Para ilmuwan telah mempelajari pemanasan global berdasarkan modelmodel computer berdasarkan prinsip-prinsip dasar dinamika fluida, transfer
radiasi, dan proses-proses lainya, dengan beberapa penyederhanaan
disebabkan

keterbatasan

kemampuan

komputer.

Model-model

ini

memprediksikan bahwa penambahan gas-gs rumah kaca berefek pada iklim
yang lebih hangat. Walaupun digunakan asumsi-asumsi yang sama terhadap
konsentrasi gas rumah kaca pada masa depan, sensitivitas iklimnya masih
akan berada pada suatu rentang tertentu.
Dengan memasukkan unsur-unsur ketidakpastian terhadap konsentrasi
gas rumah kaca dan pemodelan iklim, IPCC memperkirakan pemanasan
sekitar 1.1 °C hingga 6.4 °C (2.0 °F hingga 11.5 °F) antara tahun 1990 dan
2100. Model-model iklim juga digunakan untuk menyelidiki penyebabpenyebab perubahan iklim yang terjadi saat ini dengan membandingkan
perubahan yang teramati dengan hasil prediksi model terhadap berbagai
penyebab, baik alami maupun aktivitas manusia.
Model iklim saat ini menghasilkan kemiripan yang cukup baik dengan
perubahan suhu global hasil pengamatan selama seratus tahun terakhir,
tetapi tidak mensimulasi semua aspek dari iklim. Model-model ini tidak
secara pasti menyatakan bahwa pemanasan yang terjadi antara tahun 1910
hingga 1945 disebabkan oleh proses alami atau aktivitas manusia; akan
tetapi mereka menunjukkan bahwa pemanasan sejak tahun 1975 didominasi
oleh emisi gas-gas yang dihasilkan manusia.
Sebagian besar model-model iklim, ketika menghitung iklim pada masa
depan, dilakukan berdasarkan skenario-skenario gas rumah kaca, biasanya
dari laporan Khusus terhadap skenario emisi (Special Report on Emissions
Scenarios/SRES) IPCC. Yang jarang dilakukan, model menghitung dengan

menambahkan

simulasi

terhadap

siklus

karbon;

yang

biasanya

menghasilkan umpan balik yang positif, walaupun responnya masih belum
pasti (untuk skenario A2 SRES, respon bervariasi antara penambahan 20
dan 200 ppm CO2). Beberapa studi-studi juga menunjukkan beberapa
umpan balik positif.
Pengaruh awan juga merupakan salah satu sumber yang menimbulkan
ketidakpastian terhadap model-model yang dihasilkan saat ini, walaupun
sekarang telah ada kemajuan dalam menyelesaikan masalah ini. Saat ini
juga terjadi diskusi-diskusi yang masih berlanjut mengenai apakah modelmodel iklim mengesampingkan efek-efek umpan balik dan tak langsung
dari variasi Matahari.
Berikut Perhitungan pemanasan global pada tahun 2001 dari beberapa
model iklim berdasarkan scenario SRES A2, yang mengasumsikan tidak
ada tindakan yang dilakukan untuk mengurangi emisi.

BAB IV
DAMPAK DARI PEMANASAN GLOBAL
ATAU GLOBAL WARMING

A. Dampak Pemanasan Global Bagi Manusia

Dampak pemanasan Global bagi manusia berimbas pada semakin
ekstrimnya perubahan cuaca dan iklim bumi. Pola curah hujan berubahubah tanpa dapat diprediksi sehingga menyebabkan banjir di satu tempat,
tetapi kekeringan di tempat yang lain. Topan dan badai tropis baru akan
bermunculan dengan kecenderungan semakin lama semakin kuat. Tanpa
diperkuat oleh pernyataan NASA di atas pun Anda sudah dapat melihat
efeknya pada lingkungan di sekitar kita. Anda tentu menyadari betapa
panasnya suhu di sekitar Anda belakangan ini. Anda juga dapat melihat
betapa tidak dapat diprediksinya kedatangan musim hujan ataupun kemarau
yang mengakibatkan kerugian bagi petani karena musim tanam yang
seharusnya dilakukan pada musim kemarau ternyata malah hujan. Anda
juga dapat mencermati kasus-kasus badai ekstrim yang belum pernah
melanda wilayah-wilayah terntentu di Indonesia. Tahun-tahun belakangan
ini kita makin sering dilanda badai-badai yang mengganggu jalannya
pelayaran dan pengangkutan baik via laut maupun udara.Bila fenomena
dalam negeri masih belum cukup bagi kita, Anda kita juga mencermati
berita-berita internasional mengenai bencana alam. Badai topan di Jepang
dan Amerika Serikat terus memecahkan rekor kecepatan angin, skala, dan
kekuatan badai dari tahun ke tahun, curah hujan dan badai salju di China
juga terus memecahkan rekor baru dari tahun ke tahun. Begitupun dengan
bencana-bencana yang ada di Indonesia belakangan ini, para pengamat
meyakini pesawat terbang Adam Air jatuh karena cuaca ekstrim yang

sedang melanda Indonesia. Dan berikut dampak-dampak terjadinya Global
Warming :
1. Iklim Mulai Tidak Stabil
Para ilmuan memperkirakan bahwa selama pemanasan global, daerah
bagian Utara dari belahan Bumi Utara (Northern Hemisphere) akan
memanas lebih dari daerah-daerah lain di Bumi. Akibatnya, gunung-gunung
es akan mencair dan daratan akan mengecil. Akan lebih sedikit es yang
terapung di perairan Utara tersebut. Daerah-daerah yang sebelumnya
mengalami salju ringan, mungkin tidak akan mengalaminya lagi. Pada
pegunungan di daerah subtropis, bagian yang ditutupi salju akan semakin
sedikit serta akan lebih cepat mencair. Musim tanam akan lebih panjang di
beberapa area. Temperatur pada musim dingin dan malam hari akan
cenderung untuk meningkat.Daerah hangat akan menjadi lebih lembab
karena lebih banyak air yang menguap dari lautan. Para ilmuan belum
begitu yakin apakah kelembaban tersebut malah akan meningkatkan atau
menurunkan pemanasan yang lebih jauh lagi. Hal ini disebabkan karena uap
air

merupakan

gas

rumah

kaca,

sehingga

keberadaannya

akan

meningkatkan efek insulasi pada atmosfer. Akan tetapi, uap air yang lebih
banyak juga akan membentuk awan yang lebih banyak, sehingga akan
memantulkan cahaya matahari kembali ke angkasa luar, dimana hal ini akan
menurunkan

proses

pemanasan.

Kelembaban

yang

tinggi

akan

meningkatkan curah hujan, secara rata-rata, sekitar 1 persen untuk setiap

derajat Fahrenheit pemanasan. (Curah hujan di seluruh dunia telah
meningkat sebesar 1 persen dalam seratus tahun terakhir ini). Badai akan
menjadi lebih sering. Selain itu, air akan lebih cepat menguap dari tanah.
Akibatnya beberapa daerah akan menjadi lebih kering dari sebelumnya.
Angin akan bertiup lebih kencang dan mungkin dengan pola yang berbeda.
Topan badai (hurricane) yang memperoleh kekuatannya dari penguapan air,
akan menjadi lebih besar. Berlawanan dengan pemanasan yang terjadi,
beberapa periode yang sangat dingin mungkin akan terjadi. Pola cuaca
menjadi tidak terprediksi dan lebih ekstrim.
Tidak ada satu benua pun di dunia ini yang luput dari perubahan iklim
yang ekstrim ini.Pemanasan Global mengakibatkan gelombang panas
menjadi semakin sering terjadi dan semakin kuat. Tahun 2007 adalah tahun
pemecahan rekor baru untuk suhu yang dicapai oleh gelombang panas yang
biasa melanda Amerika Serikat. Daerah St. George, Utah memegang rekor
tertinggi dengan suhu tertinggi mencapai 48o Celcius! (Sebagai
perbandingan, Anda dapat membayangkan suhu kota Surabaya yang
terkenal panas ‘hanya’ berkisar di antara 30o-37o Celcius). Suhu di St.
George disusul oleh Las Vegas dan Nevada yang mencapai 47 0 Celcius,
serta beberapa kota lain di Amerika Serikat yang rata-rata suhunya di atas
400 Celcius. Daerah Death Valley di California malah sempat mencatat suhu
530 Celcius! Serangan gelombang panas kali ini bahkan memaksa
pemerintah di beberapa negara bagian untuk mendeklarasikan status darurat

siaga I. Serangan tahun itu memakan beberapa korban meninggal (karena
kepanasan), mematikan ratusan ikan air tawar, merusak hasil pertanian,
memicu kebakaran hutan yang hebat, serta membunuh hewan-hewan
ternak.Pada tahun 2003, daerah Eropa Selatan juga pernah mendapat
serangan gelombang panas hebat yang mengakibatkan tidak kurang dari
35.000 orang meninggal dunia dengan korban terbanyak dari Perancis
(14.802 jiwa). Perancis merupakan negara dengan korban jiwa terbanyak
karena tidak siapnya penduduk dan pemerintah setempat atas fenomena
gelombang panas sebesar itu. Korban jiwa lainnya tersebar mulai dari
Inggris, Italia, Portugal, Spanyol, dan negara- negara Eropa lainnya.
Gelombang panas ini juga menyebabkan kekeringan parah dan kegagalan
panen merata di daerah Eropa.Mungkin kita tidak mengalami gelombanggelombang panas maha dahsyat seperti yang dialami oleh Eropa dan
Amerika Serikat, tetapi melalui pengamatan dan dari apa yang Anda
rasakan sehari-harinya. Anda dapat juga merasakan betapa panasnya suhu
di sekitar Anda. Cobalah perhatikan seberapa sering Anda mendengar
ataupun mungkin mengucapkan sendiri kata-kata seperti: “Panas banget ya
hari ini!” Apabila Anda kebetulan bekerja di dalam ruangan ber-AC dari
pagi hingga siang hari sehingga Anda tidak sempat merasakan panasnya
suhu belakangan ini, Anda dapat menanyakannya kepada teman-teman
ataupun orang disekitar Anda yang kebetulan bekerja di luar ruang. Orangorang yang sehari-harinya bekerja dengan menggunakan kendaraan terbuka

di siang hari bolong (misalnya sales dengan sepeda motor) mungkin dapat
menceritakan dengan lebih jelas betapa panasnya sinar matahari yang
menyengat punggung mereka.
2. Peningkatan Permukaan Laut
Perubahan tinggi rata-rata muka laut diukur dari daerah dengan
lingkungan yang stabil secara geologi. Ketika atmosfer menghangat, lapisan
permukaan lautan juga akan menghangat, sehingga volumenya akan
membesar dan menaikkan tinggi permukaan laut. Pemanasan juga akan
mencairkan banyak es di kutub, terutama sekitar Greenland, yang lebih
memperbanyak volume air di laut. Tinggi muka laut di seluruh dunia telah
meningkat 10 – 25 cm (4 – 10 inchi) selama abad ke-20, dan para ilmuan
IPCC memprediksi peningkatan lebih lanjut 9 – 88 cm (4 – 35 inchi) pada
abad ke-21.
Perubahan tinggi muka laut akan sangat mempengaruhi kehidupan di
daerah pantai. Kenaikan 100 cm (40 inchi) akan menenggelamkan 6 persen
daerah Belanda, 17,5 persen daerah Bangladesh, dan banyak pulau-pulau.
Erosi dari tebing, pantai, dan bukit pasir akan meningkat. Ketika tinggi
lautan mencapai muara sungai, banjir akibat air pasang akan meningkat di
daratan. Negara-negara kaya akan menghabiskan dana yang sangat besar
untuk melindungi daerah pantainya, sedangkan negara-negara miskin
mungkin hanya dapat melakukan evakuasi dari daerah pantai.Bahkan
sedikit kenaikan tinggi muka laut akan sangat mempengaruhi ekosistem

pantai. Kenaikan 50 cm (20 inchi) akan menenggelamkan separuh dari
rawa-rawa pantai di Amerika Serikat. Rawa-rawa baru juga akan terbentuk,
tetapi tidak di area perkotaan dan daerah yang sudah dibangun. Kenaikan
muka laut ini akan menutupi sebagian besar dari Florida Everglades.
Barikut gambar perubahan tinggi rata-rata muka laut diukur dari daerah
dengan lingkungan yang stabil secara geologi.

3. Suhu Global Cenderung Meningkat
Hewan dan tumbuhan menjadi makhluk hidup yang sulit menghindar
dari efek pemanasan ini karena sebagian besar lahan telah dikuasai
manusia. Dalam pemanasan global, hewan cenderung untuk bermigrasi ke
arah kutub atau ke atas pegunungan. Tumbuhan akan mengubah arah
pertumbuhannya, mencari daerah baru karena habitat lamanya menjadi
terlalu hangat. Akan tetapi, pembangunan manusia akan menghalangi
perpindahan ini. Spesies-spesies yang bermigrasi ke utara atau selatan yang
terhalangi oleh kota-kota atau lahan-lahan pertanian mungkin akan mati.
Beberapa tipe spesies yang tidak mampu secara cepat berpindah menuju
kutub mungkin juga akan musnah.

4. Dampak Sosial dan Politik
Perubahan cuaca dan lautan dapat mengakibatkan munculnya penyakitpenyakit yang berhubungan dengan panas (heat stroke) dan kematian.
Temperatur yang panas juga dapat menyebabkan gagal panen sehingga akan
muncul kelaparan dan malnutrisi. Perubahan cuaca yang ekstrem dan
peningkatan permukaan air laut akibat mencairnya es di kutub utara dapat
menyebabkan penyakit-penyakit yang berhubungan dengan bencana alam
(banjir, badai dan kebakaran) dan kematian akibat trauma. Timbulnya
bencana alam biasanya disertai dengan perpindahan penduduk ke tempattempat pengungsian dimana sering muncul penyakit, seperti: diare,
malnutrisi, defisiensi mikronutrien, trauma psikologis, penyakit kulit, dan
lain-lain.
Pergeseran ekosistem dapat memberi dampak pada penyebaran penyakit
melalui air (waterborne diseases) maupun penyebaran penyakit melalui
vektor (vector-borne diseases). Seperti meningkatnya kejadian demam
berdarah karena munculnya ruang (ekosistem) baru untuk nyamuk ini
berkembang biak. Dengan adanya perubahan iklim ini maka ada beberapa
spesies vektor penyakit (eq aedes aegypti), virus, bakteri, plasmodium
menjadi lebih resisten terhadap obat tertentu yang target nya adalah
organisme tersebut. Selain itu bisa diprediksi kan bahwa ada beberapa
spesies yang secara alamiah akan terseleksi ataupun punah dikarenakan
perbuhan ekosistem yang ekstreem ini. hal ini juga akan berdampak

perubahan iklim (climate change) yang bisa berdampak kepada peningkatan
kasus penyakit tertentu seperti ISPA (kemarau panjang/kebakaran hutan,
DBD Kaitan dengan musim hujan tidak menentu)
Gradasi Lingkungan yang disebabkan oleh pencemaran limbah pada
sungai juga berkontribusi pada waterborne diseases dan vector-borne
disease. Ditambah pula dengan polusi udara hasil emisi gas-gas pabrik yang
tidak terkontrol selanjutnya akan berkontribusi terhadap penyakit-penyakit
saluran pernapasan seperti asma, alergi, coccidioidomycosis, penyakit
jantung dan paru kronis, dan lain-lain.
5. Menurunnya Produksi Pertanian Akibat Gagal Panen
Diyakini bahwa, milyaran penduduk di seluruh dunia akan mengalami
bencana kelaparan karena faktor menurunnya produksi pangan pertanian
akibat kegagalan panen. Ini disebabkan oleh pemanasan global yang
memicu terjadinya perubahan iklim yang kurang kondusif bagi tanaman
pangan.

6. Makhluk Hidup Terancam Kepunahan
Berdasarkan penelitian yang dipublikasin di Nature, pada tahun 2050
mendatang, peningkatan suhu dapat menyebakan terjadinya kepunahan
jutaan spesies. Artinya, di tahun-tahun mendatang keragaman spesies bumi

akan jauh berkurang. Namun, semoga saja tidak termasuk di dalamnya
spesies manusia.
7. Gangguan Ekologis
Hewan dan tumbuhan menjadi makhluk hidup yang sulit menghindar
dari efek pemanasan ini karena sebagian besar lahan telah dikuasai
manusia. Dalam pemanasan global, hewan cenderung untuk bermigrasi ke
arah kutub atau ke atas pegunungan. Tumbuhan akan mengubah arah
pertumbuhannya, mencari daerah baru karena habitat lamanya menjadi
terlalu hangat. Akan tetapi, pembangunan manusia akan menghalangi
perpindahan ini. Spesies-spesies yang bermigrasi ke utara atau selatan yang
terhalangi oleh kota-kota atau lahan-lahan pertanian mungkin akan mati.
Beberapa tipe spesies yang tidak mampu secara cepat berpindah menuju
kutub mungkin juga akan musnah.5. Mencairnya Es di Kutub Utara dan
Selatan. Para ilmuwan mengakui bahwa ada faktor-faktor kunci yang tidak
mereka ikutkan dalam model prediksi yang ada. Dengan menggunakan data
es terbaru, serta model prediksi yang lebih akurat, Dr. H. J. Zwally, seorang
ahli iklim NASA membuat prediksi baru yang sangat mencengangkan
hampir semua es di kutub utara akan lenyap antara tahun 2008 – 2012
Pemanasan Global berdampak langsung pada terus mencairnya es di
daerah kutub utara dan kutub selatan. Es di Greenland yang telah mencair
hampir mencapai 19 juta ton! Dan volume es di Artik pada musim panas
2007 hanya tinggal setengah dari yang ada 4 tahun sebelumnya!

Mencairnya es saat ini berjalan jauh lebih cepat dari model-model prediksi
yang pernah diciptakan oleh para ilmuwan. Beberapa prediksi awal yang
pernah dibuat sebelumnya memperkirakan bahwa seluruh es di kutub akan
lenyap pada tahun 2040 sampai 2100. Tetapi data es tahunan yang tercatat
hingga tahun 2007 membuat mereka berpikir ulang mengenai model
prediksi yang telah dibuat sebelumnya.
Pada tanggal 6 Maret 2008, sebuah bongkahan es seluas 414
kilometer persegi (hampir 1,5 kali luas kota Surabaya) di Antartika runtuh.
Menurut peneliti, bongkahan es berbentuk lempengan yang sangat besar itu
mengambang permanen di sekitar 1.609 kilometer selatan Amerika Selatan,
barat daya Semenanjung Antartika. Padahal, diyakini bongkahan es itu
berada di sana sejak 1.500 tahun lalu. “Ini akibat pemanasan global,” ujar
ketua peneliti NSIDC Ted Scambos. Menurutnya, lempengan es yang
disebut Wilkins Ice Shelf itu sangat jarang runtuh. Sekarang, setelah adanya
perpecahan itu, bongkahan es yang tersisa tinggal 12.950 kilometer persegi,
ditambah 5,6 kilometer potongan es yang berdekatan dan menghubungkan
dua pulau. “Sedikit lagi, bongkahan es terakhir ini bisa turut amblas. Dan,
separo total area es bakal hilang dalam beberapa tahun mendatang,” ujar
Scambos.
“Beberapa kejadian akhir-akhir ini merupakan titik yang memicu dalam
perubahan sistem,” ujar Sarah Das, peneliti dari Institut Kelautan Wood
Hole. Perubahan di Antartika sangat kompleks dan lebih terisolasi dari

seluruh bagian dunia. Antartika di Kutub Selatan adalah daratan benua
dengan wilayah pegunungan dan danau berselimut es yang dikelilingi
lautan. Benua ini jauh lebih dingin daripada Artik, sehingga lapisan es di
sana sangat jarang meleleh, bahkan ada lapisan yang tidak pernah mencair
dalam sejarah. Temperatur rata-ratanya minus 49 derajat Celsius, tapi
pernah mencapai hampir minus 90 derajat celsius pada Juli 1983. Tak heran
jika fenomena mencairnya es di benua yang mengandung hampir 90 persen
es di seluruh dunia itu mendapat perhatian serius peneliti.
8. Mencairnya Gketser Dunia
Mencairnya gletser-gletser dunia mengancam ketersediaan air bersih,
dan pada jangka panjang akan turut menyumbang peningkatan level air laut
dunia. Dan sayangnya itulah yang terjadi saat ini. Gletser-gletser dunia saat
ini mencair hingga titik yang mengkhawatirkan!
NASA mencatat bahwa sejak tahun 1960 hingga 2005 saja, jumlah
gletser-gletser di berbagai belahan dunia yang hilang tidak kurang dari
8.000 meter kubik! Para ilmuwan NASA kini telah menyadari bahwa
cairnya gletser, cairnya es di kedua kutub bumi, meningkatnya temperatur
bumi secara global, hingga meningkatnya level air laut merupakan buktibukti bahwa planet bumi sedang terus memanas. Dan dipastikan bahwa
umat manusialah yang bertanggung jawab untuk hal ini.
9. Dampak Kesehatan

Perubahan cuaca dan lautan dapat mengakibatkan munculnya penyakitpenyakit yang berhubungan dengan panas (heat stroke) dan kematian.
Temperatur yang panas juga dapat menyebabkan gagal panen sehingga akan
muncul kelaparan dan malnutrisi. Perubahan cuaca yang ekstrem dan
peningkatan permukaan air laut akibat mencairnya es di kutub utara dapat
menyebabkan penyakit-penyakit yang berhubungan dengan bencana alam
(banjir, badai dan kebakaran) dan kematian akibat trauma. Timbulnya
bencana alam biasanya disertai dengan perpindahan penduduk ke tempattempat pengungsian dimana sering muncul penyakit, seperti: diare,
malnutrisi, defisiensi mikronutrien, trauma psikologis, penyakit kulit, dan
lain-lain.
Sering mengalami serangan bersin-bersin dan gatal di matasaat musim
semi, maka salahkanlah pemanasan global. Beberapa dekade terakhir kasus
alergi dan asma di kalangan orang Amerika alami peningkatan. Pola
hidupdan polusi dianggap pemicunya. Studi para ilmuwan memperlihatkan
bahwa tingginya level karbondioksida dan temperatur belakangan inilah
pemicunya. Kondisi tersebut juga membuat tanaman mekar lebih awal dan
memproduksi lebih banyak serbuk sari.
Pergeseran ekosistem dapat memberi dampak pada penyebaran penyakit
melalui air (Waterborne diseases) maupun penyebaran penyakit melalui
vektor (vector-borne diseases). Seperti meningkatnya kejadian Demam
Berdarah karena munculnya ruang (ekosistem) baru untuk nyamuk ini

berkembang biak. Dengan adamya perubahan iklim ini maka ada beberapa
spesies vektor penyakit (eq Aedes Agipty), Virus, bakteri, plasmodium
menjadi lebih resisten terhadap obat tertentu yang target nya adala
organisme tersebut. Selain itu bisa diprediksi kan bahwa ada beberapa
spesies yang secara alamiah akan terseleksi ataupun punah dikarenakan
perbuhan ekosistem yang ekstreem ini. hal ini juga akan berdampak
perubahan iklim (Climate change)yang bisa berdampak kepada peningkatan
kasus penyakit tertentu seperti ISPA (kemarau panjang / kebakaran hutan,
DBD Kaitan dengan musim hujan tidak menentu)
Gradasi Lingkungan yang disebabkan oleh pencemaran limbah pada
sungai juga berkontribusi pada waterborne diseases dan vector-borne
disease. Ditambah pula dengan polusi udara hasil emisi gas-gas pabrik yang
tidak terkontrol selanjutnya akan berkontribusi terhadap penyakit-penyakit
saluran pernafasan seperti asma, alergi, coccidiodomycosis, penyakit
jantung dan paru kronis, dan lain-lain.
10. Kebakaran Hutan Besar-Besaran
Bukan hanya di Indonesia, sejumlah hutan di Amerika Serikat juga ikut
terbakar

ludes.

Dalam

beberapa

dekade

ini,

kebakaran

hutan

meluluhlantakan lebih banyak area dalam tempo yang lebih lama juga.
Ilmuwan mengaitkan kebakaran yang merajalela ini dengan temperatur
yang kian panas dan salju yang meleleh lebih cepat. Musim semi datang

lebih awal sehingga salju meleleh lebih awal juga. Area hutan lebih kering
dari biasanya dan lebih mudah terbakar.
11. Situs Purbakala Cepat Rusak
Akibat alam yang tak bersahabat, sejumlah kuil, situs bersejarah, candi dan
artefak lain lebih cepat rusak dibandingkan beberapa waktu silam. banjir,
suhu yang ekstrim dan pasang laut menyebabkan itu semua. Situs
bersejarah berusia 600 tahun di Thailand, Sukhotai, sudah rusak akibat
banjir besar belum lama ini.
12. Ketinggian Gunung Berkurang
Tanpa disadari banyak orang, pegunungan Alpen mengalami penyusutan
ketinggian. Ini diakibatkan melelehnya es di puncaknya. Selama ratusan
tahun, bobot lapisan es telah mendorong permukaan bumi akibat
tekanannya. Saat lapisan es meleleh, bobot ini terangkat dan permukaan
perlahan terangkat kembali.
13. Satelit Bergerak Lebih Cepat
Emisi karbon dioksida membuat planet lebih cepat panas, bahkan berimbas
ke ruang angkasa. Udara di bagian terluat atmosfer sangat tipis, tapi dengan
jumah karbondioksida yang bertambah, maka molekul di atmosfer bagian
atas menyatu lebih lambat dan cenderung memancarkan energi, dan
mendinginkan udara sekitarnya. Makin banyak karbondioksida di atas sana,
maka atmosfer menciptakan lebih banyak dorongan, dan satelit bergerak
lebih cepat.

14. Hanya yang Terkuat yang Bertahan
Akibat musim yang kian tak menentu, maka hanya mahluk hidup yang
kuatlah yang bisa bertahan hidup. Misalnya, tanaman berbunga lebih cepat
tahun ini, maka migrasi sejumlah hewan lebih cepat terjadi. Mereka yang
bergerak lambat akan kehilangan makanan, sementar mereka yang lebih
tangkas, bisa bertahan hidup. Hal serupa berlaku bagi semua mahluk hidup
termasuk manusia.
15. Pelelehan Besar-besaran
Bukan hanya temperatur planet yang memicu pelelehan gununges, tapi juga
semua lapisan tanah yang selama ini membeku. Pelelehan ini memicu dasar
tanah mengkerut tak menentu sehingga menimbulkan lubang-lubang dan
merusak struktur seperti jalur kereta api, jalan raya, dan rumah-rumah.
Imbas dari ketidakstabilan ini pada dataran tinggi seperti pegunungan
bahkan bisa menyebabkan keruntuhan batuan.
16. Keganjilan di Daerah Kutub
Hilangnya 125 danau di Kutub Utara beberapa dekade silam
memunculkan ide bahwa pemanasan global terjadi lebih “heboh” di daerah
kutub.Riset di sekitar sumber airyang hilang tersebut memperlihatkan
kemungkinan mencairnya bagian beku dasar bumi.
17. Mekarnya Tumbuhan di Kutub Utara
Saat pelelehan Kutub Utara memicu problem pada tanaman danhewan
di dataran yang lebih rendah, tercipta pula situasi yang sama dengan

saatmatahari terbenam pada biota Kutub Utara. Tanaman di situ yang dulu
terperangkap dalam es kini tidak lagi dan mulai tumbuh. Ilmuwan
menemukan terjadinya peningkatan pembentukan fotosintesis di sejumlah
tanah sekitar dibanding dengan tanah di era purba.
18. Habitat Makhluk Hidup Pindah ke Dataran Lebih Tinggi
Sejak awal dekade 1900-an, manusia harus mendaki lebihtinggi demi
menemukan tupai, berang-berang atau tikus hutan. Ilmuwan menemukan
bahwa hewan-hewan ini telah pindah ke dataran lebih tinggi akibat
pemanasan global. Perpindahan habitat ini mengancam habitat beruang
kutub juga, sebab es tempat dimana mereka tinggal juga mencair.
Baru-baru ini para ilmuwan meneliti tentag Planet Mars, p

1. Batasi Penggunanaan kertas
Tanamkan di pikiran anda kuat-kuat, bahwa setiap anda menggunakan
selembar kertas maka anda telah menebang sebatang pohon. Oleh karena itu
gunakan kertas se-efektif mungkin misalnya dengan mencetak print out
bolak-balik pada setiap kertas. Bila anda nge-print sesuatu yang tidak
terlalu penting, gunakanlah kertas bekas yang dibaliknya masih kosong.

2. Ganti bola lampu.
Segera ganti bola lampu pijar anda dengan lampu neon. Lampu neon ini
membutuhkan energi yang lebih sedikit dibanding lampu pijar. Ingat setiap

daya daya listrik yang anda pakai maka anda turut serta menghabiskan
sumber daya energi listrik yang kebanyakan berbahan bakarfosil. Bahan
bakar fosil adalah bahan bakar tak terbarukan, dan dalam jangka sepuluh
tahun ke depan mungkin bahan bakar jenis ini akan habis.

3. Hindari Screen Saver
Shut down Komputer anda jika tidak akan digunakan dalam jangka lama,
atau jika anda terpaksa meninggalkan komputer dalam keadaan menyala,
matikan screen saver. Mengaktifkan screen saver akan memakan energi dan
mengeluarkan emisi Co2. Jadi matikan screen saver anda sekarang!

4. Periksa tekanan ban
Setiap anda ingin bepergian jangan lupa memeriksa tekanan ban kendaraan
anda. Ban yang kurang angin akan memperlambat laju kendaraan dan
akhirnya akan membutuhkan bahan bakar yang lebih banyak.

5. Buka jendela lebar-lebar
Di Amerika , sebagian besar dari 22,7 ton emisi CO2 berasal dari rumah.
Kebanyakan emisi atau gas buang tersebut berasal dari AC,

kulkas,

kompor gas atau refrigerator. Untuk meminimalkannya ketika dapat
mengatur termostat AC dengan suhu udara di luar ruangan. Kemudian

bukalah jendela lebar-lebar karena sirkulasi udara yang terjebak dapat
mengkonsumsi energi.

6. Gunakan pupuk organik.
Pupuk yang digunakan kebanyakan petani mengandung unsur nitrogen,
yang kemudian berubah menjadi N2O yang menimbulkan efek GRK (Gas
Rumah Kaca) 320 kali lebih besar dari pada CO2. Jika anda hobi berkebun
gunakanlah pupuk organik. Disamping aman, murah pula.

7. Tanamlah rumpun bambu
Pepohonan memang terbukti mampu menyerap CO2, tetapi ternyata pohon
atau rumpun bambu mampu menyerap CO2 empat kali lebih banyak dari
pohon-pohon lain.

8. Naik kendaraan umum
Saat ini jumlah kendaraan pribadi sudah teramat banyak dan bikin sumpek.
Sector transportasi menyumbang sampai 14 % emisi gas rumah kaca ke
atmosfer, jika kita menggunakan kendaran umum maka kita mengurangi
emisi gas rumah kaca, karena dalam satu kendaraan umum bisa
mengangkut puluhan orang, dan itu sangat hemat energi. Dibandingkan
dengan kendaraan pribadi sperti sedan yang hanya mengangkut maksimal
empat orang.

9. Kurangi makan daging sapi
Betul, kurangi dari sekarang memakan daging sapi. Selain megandung
kalori yang tinggi. Daging sapi juga menyumbang emisi gas rumah kaca
yang cukup signifikan. Setiap kilogaram daging sapi yang kita makan,
setara dengan menyalakan bola lampu 20 watt selama