Musik Sebagai Media Kritik Sosial (Analisis Semiotika Lirik Lagu “Biru” pada Album Sinestesia Karya Efek Rumah Kaca)

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Konteks Masalah
Apakah yang anda pikirkan bila mendengar kata komunikasi? Jawaban atas
pertanyaan ini amat beraneka ragam, mulai dari berdoa (yang merupakan
komunikasi dengan Tuhan), bersenda gurau, berpidato, hingga penggunaan alatalat elektronik yang canggih. Komunikasi adalah topik yang amat sering
diperbincangkan, bukan hanya di kalangan ilmuwan komunikasi, melainkan juga
di kalangan awam, sehingga kata komunikasi itu sendiri memiliki terlalu banyak
arti yang berlainan.
Komunikasi merupakan salah satu aspek terpenting dan kompleks bagi
kehidupan manusia. Manusia sangat dipengaruhi oleh komunikasi yang
dilakukannya dengan manusia lain, baik yang sudah dikenal maupun yang tidak
dikenal sama sekali. Komunikasi memiliki peran yang sangat vital bagi kehidupan
manusia, karena itu kita harus memberikan perhatian yang seksama terhadap
komunikasi.
Definisi komunikasi menurut Bernard Berelson dan Gary A. Steiner
(Mulyana, 2000: 68), komunikasi merupakan transmisi informasi, gagasan, emosi,
keterampilan, dan sebagainya, dengan menggunakan simbol-simbol, kata-kata,
gambar, figur, grafik, dan sebagainya. Tindakan atau proses transmisi itulah yang
biasanya disebut komunikasi.

Harold Lasswell (Mulyana, 2000: 69) juga mendefinisikan (cara yang baik
untuk menggambarkan komunikasi aalah dengan menjawab pertanyaanpertanyaan berikut) Who Says What In Which Channel To Whom With What
Effect? Atau Siapa Mengatakan Apa dengan Saluran Apa Kepada Siapa dengan
Pengaruh Bagaimana?
Dari kedua definisi komunikasi di atas, media atau saluran komunikasi juga
merupakan salah satu unsur penting dalam proses komunikasi. Bentuknya bisa
berupa simbol-simbol seperti kata-kata. Musik juga dapat kita sebut sebgai
saluran atau media komunikasi di mana pesan yang disampaikan berbentuk nada
dan lirik.

1

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

2

Dewasa ini, musik adalah salah satu hal yang tidak dapat kita lepaskan dari
kehidupan sehari-hari. Setiap orang pasti hampir setiap hari mendengarkan musik

dan

memiliki

musik

favoritnya

masing-masing.

Bagi

pemusik

bentuk

penyampaian pesan, salah satu diantaranya adalah mempunyai lagu yang
mempunyai daya tarik dan nilai tersendiri serta tidak membosankan penikmatnya.
Musik merupakan alat komunikasi yang sangat efektif melalui seluruh aspek yang
terdapat di dalam instrumen musik. Musik dapat mempengaruhi orang yang

menikmatinya, musik merupakan ekspresi jiwa manusia tentang keindahan nada
dan irama. Keindahan musik akan lebih terasa jika lirik dan syairnya dapat
menyentuh jiwa penikmatnya.
Dalam kehidupan bermasyarakat tidak selamanya aturan dan realita berjalan
beriringan, terkadang ada yang perlu diperbaiki. Salah satu jalan keluarnya adalah
dengan cara kritikan. Kritik bisa disampaikan lewat berbagai macam cara, seperti
orasi, lewat media, atau dengan spesialisasi masing-masing bidangnya. Contoh:
penyair lewat puisinya, musisi lewat karya musiknya, dan lain sebagainya. Kritik
itu berguna untuk kembali merapikan tatanan yang kurang baik atau hanya
sekedar mengingatkan penikmat akan kondisi yang sedang terjadi. Maka dari itu
sudah bukan hal yang asing lagi bahwa sekarang musik dapat menjadi medium
dalam menyampaikan aspirasi rakyat. Sebagai fungsi komunikasi massa, musik
dapat merekam realitas dalam melancarkan kritik sosial. Media ini dapat menjadi
sarana opini publik tentang kenyataan yang terjadi pada masanya. Hal ini karena
lirik dalam lagu tersebut mengisahkan pengalaman sejarah yang memiliki
kedekatan secara emosional maupun pengalaman dengan para pendengarnya.
Bila diusut lebih besar, sebenarnya banyak sekali musisi di Indonesia yang
melakukan kritik sosial lewat musik. Seperti Iwan Fals, Slank, Navicula, dan
lainnya. Seperti contoh lainnya misal di ranah musik indie, Efek Rumah Kaca
hadir dengan konsep protes sosial.

Efek Rumah Kaca atau sering disebut ERK adalah sebuah band yang
beranggotakan Cholil Mahmud (vokal, gitar), Adrian Yunan Faisal (bass, backing
vokal) dan Akbar Bagus Sudibyo (drum, backng vokal). Perjalanan mereka
dimulai sejak tahun 2001, dulu mereka sempat menggunakan nama “Hush”
(masih 5 personil), “Super Ego”, kemudian akhirnya berubah nama menjadi “Efek

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

3

Rumah Kaca” hingga sekarang. Nama ini diambil berdasarkan salah satu lagu
mereka yang ditulis pada tahun 2003 (www.efekrumahkaca.net).

Sumber: www.google.com

Sejak awal berdirinya hingga sekarang, band ini telah membuat tiga album.
Album yang pertama berjudul “Efek Rumah Kaca” dirilis pada tahun 2007
kemudian disusul album kedua “Kamar Gelap” pada tahun 2008 dan yang terakhir

album “Sinestesia” pada penghujung tahun 2015.
Efek Rumah Kaca merupakan group band yang tidak terlalu dominan
mengangkat lagu tentang cinta. Mereka lebih fokus pada realitas sosial tentang
sebuah pembelajaran yang ada di masyarakat. Pesan yang ingin disampaikan
melalui sebuah lagu dapat tersampaikan secara tepat pada penikmatnya. Ditambah
dengan musik yang dengan mudah dapat diterima oleh semua kalangan.
Menurut peneliti ini menjadi sebuah fenomena yang menarik ketika sebuah
grup band yang gaungnya cukup diperhitungkan di blantika musik Indonesia
namun tidak menjadikan unsur cinta sebagai lagu andalan. Mereka berani tampil
beda dan dan berusaha ingin merubah paradigma yang ada di masyarakat bahwa
telinga orang Indonesia tidak harus selalu dimanjakan dengan lagu sendu, yang
hanya akan membuat efek berlebihan ketika menjalani sebuah perasaan. Efek
Rumah Kaca disebut-sebut sebagai produk indie terbaik saat ini. Media musik
menjulukinya sebagai band yang cerdas, sesuatu yang berkualitas

sekaligus

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara


4

menjual. Ini pulalah alasan peneliti memilih Band Efek Rumah Kaca untuk
diteliti.
Pada kesempatan kali ini, peneliti memilih Efek Rumah Kaca untuk diteliti
juga karena band ini memiliki segmentasi anak muda. Melihat juga kondisi anak
muda Indonesia sekarang yang cenderung apatis terhadap kondisi sosial, serta
hanya berkutat pada lagu percintaan terus menerus, maka Efek Rumah Kaca ini
juga merupakan suatu solusi atas kondisi yang terjadi saat ini. Karena lewat lagulagu nya, mereka bisa menyadarkan dan mempersuasi anak muda yang menjadi
penikmatnya untuk peka terhadap kondisi sosial yang terjadi di masyarakat.
Ditambah dengan nada yang easy listening sehingga, lagu-lagu mereka akan
dengan mudah diterima di masyarakat, terkhususnya di kalangan anak muda.
Trio rock alternatif ini memberi kritik-kritik tentang kehidupan sosial
manusia yang tertulis dalam beberapa lirik lagunya. Seperti dalam album pertama
mereka yang bernama “Efek Rumah Kaca” terdapat lagu Jatuh Cinta Biasa Saja,
Belanja Terus Sampai Mati dan Cinta Melulu merupakan contoh lirik yang berisi
pandangan atau kritik tentang bagaimana kehidupan manusia jaman sekarang.
Lebih detailnya lagi lagu berjudul “Efek Rumah Kaca” bercerita tentang
bagaimana perlakuan manusia terhadap bumi yang menyebabkan kerugian untuk

manusia sendiri, “Jatuh Cinta Biasa Saja” berisi tentang kritik bagaimana orang
sekarang ketika merasa jatuh cinta harus selalu mengirim kabar tiap jamnya, harus
selalu berpelukan dan mengekspresikannya secara berlebihan, “Cinta Melulu”
yang memberi kritik satir terhadap permusikan Indonesia yang top hits nya selalu
diisi dengan lagu-lagu cinta melayu yang selalu itu-itu saja. Ada juga lagu yang
sedikit menggelitik tetapi memang terjadi di masyarakat, berjudul “Kenakalan
Remaja di Era Informatika”, lagu yang cukup terkenal di tahun 2008 ini bercerita
tentang kenakalan remaja di era tersebut yang bukan hanya tawuran saja tetapi
juga suka memamerkan hubungan dengan lawan jenis yang tidak sesuai umur
mereka.
Ada juga lagu dari Efek Rumah Kaca yang menyinggung masalah politik
seperti “Mosi Tidak Percaya” yang ditujukan kepada pemerintah yang telah diberi
kepercayaan kepada masyarakat. Lagu lainnya yang mengingatkan kita akan

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

5


seorang aktivis bernama Munir lewat lagu “Di Udara”, dan masih banyak lagu
lainnya.
Lagu-lagu yang dibahas di atas adalah beberapa lagu pada album pertama
dan kedua mereka, yaitu: album Efek Rumah Kaca dan album Kamar Gelap.
Sedangkan Sinestesia baru keluar pada penghujung tahun 2015. Rentang waktu
yang cukup jauh dari album sebelumnya, yaitu 7 tahun. Sepintas Sinestesia seperti
mini album, karena hanya berisi enam lagu di dalamnya. Namun, jika dilihat lebih
jauh, ternyata Sinestesia tidak hanya sesederhana album dengan enam lagu, tetapi
lebih dari itu, ada detail tambahan yang bisa kita nikmati.

Sumber: www.google.com

Jika kita mencari arti kata sinestesia dalam KBBI, maka akan ditemukan
penjelasan sebagai berikut: “(sinestesia adalah) metafora berupa ungkapan yang
bersangkutan dengan indra yang dipakai untuk objek atau konsep tertentu,
biasanya disangkutkan dengan indra lain”. Kurang lebih seperti itulah kesan dan
pesan yang ingin diantarkan Efek Rumah Kaca lewat album terbarunya,
Sinestesia. Bahwasanya Efek Rumah Kaca menggambarkan warna-warna yang
notabene merupakan hasil dari indra penglihatan, tetapi warna tersebut dapat
dilihat saat mendengarkan lagu-lagu dalam album sinestesia ini.

Seperti yang dikatakan sebelumnya, dalam album ini, pendengar diajak
untuk “melihat” warna yang disajikan kala mendengar Sinestesia. Orang bisa saja
menyebut warna hanya sebagai perwujuan visual semata, tapi Adrian sang bassist,
yang dalam hal ini memberi judul lagu-lagu Sinestesia melihat merah, jingga,

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

6

putih, biru, hijau dan kuning kala mendengarkan lagu yang dia ciptakan bersama
personel lainnya, Cholil dan Akbar.
Sinestesia merupakan format baru, yaitu dari setiap track dalam album ini
terdapat gabungan beberapa lagu yang dipadukan dan akhirnya menjadikan setiap
track di dalam sinestesia berdurasi lebih panjang daripada lagu kebanyakan. Tiap
nomor lagu dalam album ini memiliki panjang antara delapan hingga tiga belas
menit. Berikut adalah lagu-lagu yang terdapat dalam album Sinestesia:
1. Merah (Ilmu Politik, Lara di Mana-mana, Ada-ada Saja)
2. Biru (Pasar Bisa Diciptakan, Cipta Bisa Dipasarkan)

3. Jingga (Hilang, Nyala Tak Terperi, Cahaya Ayo Berdansa)
4. Hijau ( Keracunan Omong Kosong, Cara Pengolahan Sampah)
5. Putih (Tiada, Ada)
6. Kuning (Keberagamaan, Keberagaman)
Seperti yang telah kita bahas sebelumnya bahwa Efek Rumah Kaca
memiliki tiga buah album. Namun peneliti tertarik membahas album mereka yang
terbaru, yaitu Sinestesia. Sinestesia merupakan album terbaru yang belum pernah
diteliti sebelumnya, serta merupakan album paling unik karena judul-judul yang
terdapat dalam album ini berupa warna-warna dan merupakan gabungan dari
beberapa lagu. Hal ini pula yang membuat peneliti tertarik untuk meneliti kritik
sosial yang terdapat dalam lirik lagu pada album Sinestesia ini.
Hampir dari keseluruhan lagu dalam Album Sinestesia ini bertemakan kritik
sosial, kecuali pada lagu Putih yang menggambarkan tentang kematian dan
kelahiran. Kritik sosial yang disajikan pada album Sinestesia kali ini mengambil
kritik sosial dari berbagai sisi kehidupan. Namun pada kesempatan kali ini,
peneliti hanya akan meneliti lagu Biru pada album Sinestesia. Lagu ini merupakan
single yang pertama rilis dalam album Sinestesia dan juga menjadi penanda
karakter musik Efek Rumah Kaca untuk album ketiganya ini. (www.provokeonline.com, diakses pada 5 Desember 2016)
Lagu “Biru” ini juga merupakan bentuk keresahan yang secara nyata telah
dialami oleh band Efek Rumah Kaca ini sendiri. Sehingga kritik sosial yang

disampaikan oleh Efek Rumah Kaca pada lagu ini tidak menjadi suatu yang

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

7

abstrak, tetapi sesuatu yang konkret dan harapannya dapat menunjukkan
bahwasanya musik benar-benar dapat dijadikan media kritik sosial.
Setiap lirik dalam lagu “Biru” yang diciptakan oleh Efek Rumah Kaca
harapannya dapat diinterpretasikan lebih mendalam agar, semua pesan yang ingin
disampaikan oleh Efek Rumah Kaca dapat dimaknai dengan baik dan lebih
spesifik. Hal ini pulalah yang menjadi alasan peneliti menggunakan analisis
semiotika pada penelitian kali ini.

1.1. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari dilaksanakannya penelitian ini adalah untuk:
a. Mengetahui makna lirik lagu “Biru” pada album Sinestesia karya Efek
Rumah Kaca secara semiotika
b. Mengetahui bagaimana bentuk kritik sosial yang terdapat dalam lagu
“Biru” album Sinestesia karya Efek Rumah Kaca
c. Mengetahui bagaimana musik bisa dijadikan media kritik sosial

1.2. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:
a. Manfaat Akademis
Penilitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat dan dapat dijadikan
sebagai acuan untuk peneliti selanjutnya. Selain itu juga diharapkan dapat
memberikan kontribusi untuk memperkaya pengetahuan maupun sebagai
referensi dalam bidang ilmu komunikasi.
b. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan contoh dan menambah
wawasan berkaitan dengan bentuk kritik sosial yang terkandung dalam
lirik lagu.
c. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan menjadi masukan bagi
beberapa pihak khususnya kepada masyarakat yang berkarir di bidang
industri musik, terkait bagaimana kritik sosial bisa disampaikan lewat
media musik, dalam hal ini lewat lirik lagu.

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara