Pengaruh Tegangan pada Reaktor Elektrokoagulasi Terhadap Pengolahan Effluent Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1

KARAKTERISTIK DAN BAKU MUTU LIMBAH CAIR PABRIK
KELAPA SAWIT
Limbah yang dihasilkan pada pabrik kelapa sawit (PKS) memiliki

karakteristik tersendiri pada setiap tahapan proses, namun karakteristik yang
ditinjau untuk masuk kedalam unit pengelolaan limbah cair adalah karakteristik
limbah secara keseluruhan. Menurut Husni (2010), limbah cair PKS umumnya
bersuhu tinggi, berwarna kecoklatan, mengandung padatan terlarut, dan tersuspesi
berupa koloid dan residu minyak dengan kandungan Biological Oxygen Demand
(BOD) yang tinggi [3].Karakteristik limbah yang dihasilkan dari PT. PP London
Sumatera PKS Bagerpang dapat dilihat pada Tabel 2.1 :
Tabel 2.1 Karakteristik Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit PKS Bagerpang [6].
No
1.
2.
3.

4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.

Parameter Mutu
Dissolved Oxygen (mg/L)
COD (mg/L)
BOD (mg/L)
TS (mg/L)
TSS (mg/L)
Total Volatile Solid (mg/L)
Volatile Suspended Solid(mg/L)

P Alkalinity (mg/L)
Total Alkalinity (mg/L)
VFA (mg/L)
Oil & Grease(mg/L)
Total N (mg/L)
NH3-N (mg/L)
pH

Raw Effluent
5,0
81.600
44.800
70.530
41.390
11.380
4.890
1.972
5.685
1.188
54

4,77

Outlet Anaerobic Pond
6,3
3.480
1.900
12.810
5.220
7.550
1.970
245
6.564
890
49
342
280
8,29

Dari Tabel 2.1 dapat dilihat limbah cair pabrik kelapa sawit berpotensi
mencemari lingkungan disebabkan belum memenuhi baku mutu limbah cair, oleh

karena itu diperlukan pengelolaan limbah cair tersebut agar lebih ramah
lingkungan dan sesuai dengan baku mutu. Pada Tabel 2.2 dapat dilihat Keputusan
Menteri lingkungan Hidup No.5/KepMenLH/2014 terdapat 6 (enam) tentang

5
Universitas Sumatera Utara

parameter utama yang dijadikan pedoman baku mutu limbah cair pabrik kelapa
sawit.
Tabel 2.2 Baku Mutu Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit [7].
No

Beban Pencemaran
Paling Tinggi (Kg/Ton)
1.
BOD5
0,25
2.
COD
0,88

3.
TSS
0,63
4.
TS *
5.
Minyak dan Lemak
0,063
6.
Nitrogen Total
0,125
7.
pH
6,0-9,0
8.
Debit Limbah Paling Tinggi
2,5 m2 per ton produk minyak sawit (CPO)
* TS diambil dari KepMenLH No.51 tahun 2005.

2.2


Parameter

Kadar Paling
Tinggi (mg/L)
100
350
250
100
25
50

PENGOLAHAN LCPKS DENGAN KOLAM ANAEROBIK
LCPKS adalah air limbah yang dikeluarkan oleh pabrik kelapa sawit

(PKS) yang umumnya terdiri dari kondensat rebusan, buangan hydrocyclonedan
separator sludge. Sekitar 2.9–3.5 m3 LCPKS dihasilkan setiap ton CPO yang
dihasilkan. LCPKS kaya akan senyawa karbon organik dengan kandungan
chemical oxygen demand (COD) lebih dari 40 g/L dan kandungan nitrogen sekitar
0.2 and 0.5 g/L sebagai ammonia nitrogen dan total nitrogen. Selain itu, LCPKS

adalah senyawa koloid dengan kandungan air sebesar 95–96%, minyak sebesar
0.6–0.7% dan total solid 4–5% termasuk 2–4% suspended solids[8].
Ada beberapa cara pengolahan limbah cair pabrik kelapa sawit (LCPKS),
seperti sistem kolam stabilisasi biasa, proses biologis anaerobik aerasi, proses
biologis anaerobik fakultatif,dan lain-lain. Akan tetapi proses yang ada sekarang
ini membutuhkan biaya yang besar dan susah dalam perawatannya, maka dari itu
dicari alternatif lain dalam pengolahan LCPKS salah satunya adalah proses
pengolahan dengan kolam anaerobik.
Kolam anaerobik adalah salah satu sistem dalam pemanfaatan limbah yang
dapat menghasilkan biogas yang dilakukan secara anaerobik dengan kecepatan
tinggi dan sangat efisien [3].
Proses ini diawali dengan proses pemisahan lumpur/padatan tersuspensi
dengan decanter ataupun dissolved air flotation dengan tujuan untuk mengurangi
kadar COD, BOD, Nitrogen dan pasir, juga mengurangi masalah pada proses

6
Universitas Sumatera Utara

pengolahan berikutnya seperti foaming, sedimentasi dan penyumbatan pipa
outletkolam karena adanya lumpur, lalu setelah terpisah, LCPKS dialirkan

kedalam kolam, dimana akan terbentuknya biogas yang bisa disimpan dalam
tangki. LPCKS yang telah terdegradasi, dapat digunakan sebagai air irigasi untuk
nutrisi bagi tanah, akan tetapi harus diolah lebih lanjut secara aerobik jika ingin
dibuang ke sungai sesuai dengan baku mutu yang telah ditentukan [9].
Menurut Rahardjo (2009), Sistem pengolahan ini dibuat dengan skala
besar. Kolam dengan panjang 50 m, lebar 100 m dan tinggi 7 m, yang berjumlah
dua buah. Didalamnya terdapat unggun tetap yang menggunakan media
pendukung berupa potongan-potongan pipa Poly Vinyl Chloride(PVC) dengan
dinding bergelombang. Dalam proses pengolahannya, limbah cair dalam kolam
Fatpit mengalir ke dalam kolam anaerobik pertama dari bawah ke atas [10].
Untuk mengencerkan limbah cair yang baru masuk dan meningkatkan
pHnya, sebagian effluent diresirkulasi, sedangkan sebagian besar effluent lagi
dialirkan ke dalam kolam anaerobik kedua yang mempunyai arah aliran dari atas
ke bawah. Effluent dari kolam anaerobik kedua yang sudah memenuhi ketentuan
Baku Mutu Lingkungan (BML) dapat dibuang ke sungai. Gas yang dihasilkan dari
proses anaerobik ini ditampung dengan menggunakan Gas Meter [10].
Keunggulan utama dari penggunaan kolam anaerobik untuk pengolahan
LCPKS adalah :





Kebutuhan energi yang rendah



Mudah dalam start up



Mudah dalam pengoperasian

Kinerja yang tinggi [9]

Kelemahan dari sistem kolam anaerobik adalah dapat terjadinya
penyumbatan dalam pipa, karena terbentuknya biofilm yang berlebihan dan
timbulnya endapan disekitarnya. Jika limbah cair mengandung terlalu banyak
padatan tersuspensi (lebih dari range 1000 – 5000 mg/l), maka pertumbuhan
bakteri menjadi lebih cepat dan hal tersebut dapat menyebabkan terjadinya
penyumbatan pipa. Resiko terjadi penyumbatan di kolam kedua (aliran dari atas

ke bawah)

menjadi lebih besar , dengan demikian keterbatasan penggunaan

7
Universitas Sumatera Utara

sistem kolam anaerobik ini adalah COD terlarut berkisar antara 6 dan 8 kg/m3/hari
dengan jumlah padatan tersuspensi tidak lebih dari 5000 mg/l[10].

2.3

ELEKTROKOAGULASI DAN ELEKTROLISIS

2.3.1

Definisi Elektrolisis
Elektrolisis adalah suatu proses penguraian molekul air (H2O) menjadi

hidrogen (H2) dan oksigen (O2) dengan energi pemicu yaitu energi listrik. Proses

ini dapat berlangsung ketika dua buah elektroda ditempatkan didalam air dan arus
searah dialirkan melewati kedua elektroda tersebut. Hidrogen yang terbentuk akan
melekat pada katoda dan oksigen akan melekat pada anoda. Selama ini,
elektrolisis dikenal sebagai proses produksi hidrogen dari air yang paling efektif
dengan tingkat kemurnian tinggi, yang hanya digunakan dalam skala kecil [11].
Pada proses elektrolisis, terjadi perpindahan ion ke elektroda, dimana jika
dialiri arus listrik, reaksi yang terjadi pada elektroda dapat dilihat sebagai berikut :
o Reaksi oksidasi di anoda




o

E0=1,66 V

2 H2O → 4H+ + O2 + 4e

E0= - 1,23 V

Reaksi reduksi di katoda




2.3.2

Al → Al 3+ + 3e

2 H2O + 2e → 2 OH- + H2
Al 3+ + 3e

→ Al

E0= - 0,83 V
E0= - 1,66 V [12]

Pengaruh Tegangan Listrik Terhadap Elektrokoagulasi
Tegangan listrik yang dialirkan melalui sumber listrik dapat melakukan

proses elektrokoagulasi, akan tetapi hasil yang didapat dapat berbeda dikarenakan
adanya variasi pada sumber tegangan yang dialirkan . Menurut Siringo-Ringo
(2012), besarnya tegangan listrik yang diterima oleh elektroda dapat
mempengaruhi kemampuan elektroda dalam membentuk koagulan, karena
semakin besar tegangan listrik yang diterima, maka jumlah ion yang dilepaskan
akan besar juga. [13] Sedangkan menurut Susetyaningsih, dkk (2008), semakin
besar kuat arus atau tegangan yang diberikan, maka semakin singkat pula waktu
yang diperlukan untuk terjadinya proses elektrokoagulasi dan semakin besar pula

8
Universitas Sumatera Utara

penurunan kadar dalam limbah, ini dikarenakan adanya perubahan arus listrik dan
terbentuknya magnet listrik disekitar elektroda [14].

2.3.3

Definisi Elektrokoagulasi

Elektrokoagulasi merupakan suatu proses koagulasi dengan menggunakan arus
listrik searah melalui peristiwa elektrokimia ,yaitu gejala dekomposisi elektrolit
yang digunakan untuk mengolah air limbah [15].
Menurut Siringo-ringo, dkk (2013), elektrokoagulasi merupakan proses
pengolahan limbah yang sederhana dan mudah diterapkan dengan kemampuan
yang baik dalam menggumpalkan berbagai pengotor dan polutan, baik bahan
organik maupun anorganik. Mollah dan Schennach (2001) menyatakan bahwa
elektrokoagulasi adalah teknologi yang saat ini berkembang secara efektif yang
diaplikasikan untuk mengolah air limbah. Secara umum, keuntungan dari
penggunaan metode ini adalah efisiensi pemisahan yang tinggi, sederhana dan
ramah lingkungan [13].
Menurut Butler, dkk (2011), elektrokoagulasi terdiri dari lempengan metal yang
disebut elektroda, yang disusun secara berpasangan dengan anoda dan katoda.
Dengan menggunakan prinsip elektrokimia, katoda dioksidasi, sedangkan larutan
elektrolit direduksi. Dengan ini, limbah cair dapat diolah dengan baik [16].

2.3.4

Proses Elektrokoagulasi
Proses elektrokoagulasi umumnya menggunakan elektroda aluminium

ataupun besi yang dapat berperan sebagai sacrificial electrode (elektroda yang
berperan sebagai anoda dan katoda). Proses elektrokoagulasi sistem batch
dilakukan pada bejana elektrolisis yang didalamnya terdapat dua penghantar arus
listrik yang disebut elektroda yang tercelup didalam elektrolit. Apabila dalam
suatu larutan elektrolit ditempatkan dua buah elektroda dan dialiri arus listrik,
maka akan terjadi peristiwa elektrokimia, dimana ion positif akan bergerak ke
anoda dan menyerahkan elektron yang dioksidasi sehingga membentuk flok yang
mampu mengikat kontaminan dan partikel-partikel dalam limbah [16].

9
Universitas Sumatera Utara

2.3.5

Jenis Plat Elektroda
Ada beberapa jenis plat elektroda yang biasa digunakan dalam proses

elektrokoagualasi, yaitu: aluminium (Al), platina (Pt), tembaga (Cu), karbon (C)
dan lain-lain. Namun dari hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, plat
aluminium merupakan elektroda yang baik dalam proses elektrokoagulasi.
Adapun keunggulan dan kelemahan dari beberapa jenis plat tersebut
adalah sebagai berikut :
A. Plat aluminium (Al) :
Keunggulan plat aluminium :

• Berperan sebagai koagulan.
• Tahan karat.

• Konduktor listrik dan panas yang baik, bahkan 2 kali lebih baik
dari tembaga.

• Mudah di dapat

• Digunakan sebagai bahan pelapis untuk bahan mudah berkarat.

• Tidak bersifat racun.

• Jika dipadukan dengan logam lain, dapat menghasilkan logam kuat
seperti duralium (campuran Al, Cu, Mg) yang dijadikan sebagai
bahan pesawat.

• Mudah dibentuk kembali.
Kelemahan dari plat aluminium :
• Tidak tahan terhadap asam.
• Harganya mahal [17].

B. Plat platina (Pt)
Keunggulan plat platina :

• Dapat berkinerja baik dalam larutan air garam pada tekanan dan
suhu tinggi (~ 250ºC).

• Tidak seperti elektroda konvensional (bahkan ketika dimodifikasi
untuk suhu tinggi), elektroda platina dapat digunakan sebagai alat
pengukur di air asin tercemar.

10
Universitas Sumatera Utara

• Dalam elektrolit tertentu, modifikasi permukaan platina penting
bagi stabilitas.

• Tidak mudah keropos.

• Histeresis rendah dan respon cepat.

• Platina dapat dimodifikasi dengan polimer berbasis nitrogen atau
dimasukkan sebagai bagian dari perakitan biosensor.

Kelemahan dari plat platina :





Harga sangat mahal, bahkan lebih mahal dari emas murni.
Susah untuk teroksidasi [18].

C. Plat tembaga (Cu)
Keunggulan plat tembaga :

• Mudah direcovery kembali

• Konduktor listrik dan panas yang baik

Kelemahan plat tembaga :

• Bersifat racun

• Dapat menyebabkan alergi dan iritasi [19].

Dari semua jenis plat elektroda yang ada, jenis plat yang paling baik
adalah plat aluminium (Al).Pada proses elektrokoagulasi, digunakan elektroda
yang terbuat dari aluminium (Al), karena logam ini mempunyai sifat sebagai
koagulan yang baik. Aluminium berasal dari bahasa latin alumen, yang ditemukan
oleh Hans Christian. Aluminium adalah logam bewarna keperakan, mempunyai
berat atom = 26,98154, titik leleh = 660,37oC, titik didih = 2467 oC, densitas =
2,702 g/cm3 dan konduktivitas listrik = 0,377 x 106 /cm.Ω [20].
2.3.6

Keunggulan Teknik Elektrokoagulasi
Metode elektrokoagulasi memiliki beberapa keunggulan, yaitu metode

yang sederhana dan efisien, baik digunakan untuk menghilangkan senyawa
organik tanpa penggunaan bahan kimia sehingga mengurangi pembentukan residu
(sludge) dan efektif untuk menghilangkan padatan tersuspensi [16].
Adapun beberapa keunggulan lain, antara lain :
1. Peralatan yang digunakan dirakit secara sederhana.

11
Universitas Sumatera Utara

2. Tidak menggunakan zat kimia tambahan.
3. Waktu retensi relatif lebih singkat jika dibandingkan dengan yang
menggunakan kolam sedimentasi.
4. Lebih cepat dalam mereduksi partikel-partikel kecil.
5. Adanya gelembung-gelembung gas yang berupa gas hidrogen (H2) ,yang
dihasilkan dari proses ini, yang bisa disimpan dan digunakan sebagai
bahan bakar, dan juga dapat membantu proses pembentukan flotasi.
6. Efisiensi proses yang cukup tinggi [16].

2.3.7

Kelemahan Teknik Elektrokoagulasi
Metode elektrokoagulasi memiliki beberapa kelemahan, antara lain :

1. Tidak dapat digunakan untuk mengolah limbah yang mempunyai sifat
elektrolit yang cukup tinggi karena akan terjadi hubungan singkat antar
elektroda.
2. Besarnya reduksi dari plat elektroda yang digunakan dipengaruhi oleh arus
listrik yang mengalir melewatinya.
3. Penggunaan listrik yang cukup besar dan lama akan mengakibatkan beban
biaya yang besar [16].

2.4

KOAGULASI DAN FLOKULASI
Koagulasi dan flokulasi merupakan dua proses yang umumnya terdapat

dalam pengolahan limbah cair dan air bersih. Kedua proses ini merupakan satu
paket yang terjadi berurutan pada satu tahap, yang dimulai dari koagulasi lalu
flokulasi [20]. Kadang-kadang prosesnya terjadi secara bersamaan, yaitu flotasi.
Jadi, ada 3 tahap yang terjadi, yaitu: proses koagulasi, flokulasi dan flotasi.
Koagulasi adalah proses penambahan koagulan pada air baku yang
menyebabkan terjadinya destabilisasi dari partikel koloid agar terjadi agregasi dari
partikel yang telah terdestabilisasi tersebut. Dengan penambahan koagulan,
kestabilan koloid dapat dihancurkan sehingga partikel koloid dapat menggumpal
dan membentuk partikel dengan ukuran yang lebih besar sehingga dapat
dihilangkan pada unit sedimentasi [21]. Koagulasi dapat terbentuk setelah flokflok terbentuk dalam proses flokulasi.

12
Universitas Sumatera Utara

Flotasi adalah proses dimana terjadi interaksi antara gelembung udara
dengan sebuah fasa terdispersi dimana kecepatan gaya dorong keatas sangat
bergantung pada gaya gravitasi dan dispersi. Flotasi juga dipengaruhi oleh
kosentrasi permukaan dari fasa terdispersi dan pemakaian bahan kimia sebagai
penurunan tegangan antara solid [22].
Menurut Holt, dkk (2002), Flotasi merupakan aspek yang melekat pada
reaktor batch elektrokoagulasi melalui produksi gas elektrolit. Dalam reaktor,
pemisahan polutan terjadi secara in situ, baik secara pengapungan atau settling.
Dari profil kosentrasi diekstrak, ekspresi kinetik asli dirumuskan untuk mengukur
proses penghapusan. Semakin meningkatnya arus, settling dan laju tingkat flotasi
semakin meningkat karena adanya regenerasi koagulan tambahan. Penghilangan
cepat ini diimbangi dengan penurunan efisiensi koagulan. Akibatnya ada
perbedaan di antara waktu penghapusan dan efisiensi koagulan yang dapat
dievaluasi secara ekonomi [23].

2.5

PARAMETER UTAMA YANG DIAMATI
Limbah pada setiap pabrik berbeda-beda sehingga parameter yang akan

diamati dalam penentuan kualitas suatu limbah berbeda pula, sesuai dengan
kriteria limbah yang ingin diolah. Terdapat beberapa parameter yang selalu
terdapat dalam baku mutu yaitu : Chemical Oxygen Demand (COD), turbiditas,
Total Suspended Solid (TSS), dan warna.

2.5.1. Chemical Oxygen Demand (COD)
COD atau kebutuhan oksigen kimia adalah jumlah oksigen yang
diperlukan agar limbah organik yang ada di dalam air dapat teroksidasi melalui
reaksi kimia. Salah satu kandungan bahan organik yang terdapat dalam limbah
cair adalah sulfat (SO42-), dimana sulfat akan bereaksi dengan Al pada proses
elektrokoagulasi dan menghasilkan senyawa tawas (Al2[SO4]3) dengan persamaan
reaksi sebagai berikut:
Al 3+ + SO4 2-Al2[SO4]3[24]

13
Universitas Sumatera Utara

Setelah terbentuknya Al2[SO4]3, tawas bereaksi kembali dengan air yang
terkandung didalam limbah cair dan menghasilkan Al(OH)3 (endapan putih)
dengan persamaan reaksi sebagai berikut :
Al2[SO4]3+ H2O

Al(OH)3 (s) + H+ + SO42- [24]

Endapan Al(OH)3 yang terbentuk akan terkoagulasi dengan zat organik
pada limbah sehingga kandungan zat organik yang terkandung akan turun,
akibatnya kandungan COD juga mengalami penurunan [24].

2.5.2. Total Solid (TS)
TS adalah keseluruhan bahan yang tersuspensi, koloid, dan padatan yang
terlarut didalam air. Dimana termasuk garam yang terlarut seperti sodium
chloride, NaCL dan partikel solid seperti endapan lumpur dan plankton. Banyak
faktor yang dapat termasuk ke dalam total soliddi dalam air, seperti erosi tanah,
dimana peningkatan aliran air atau penurunan vegetasi sungai yang dapat
mempercepat proses erosi tanah dan memberikan kontribusi pada naiknya partikel
tersuspensi seperti tanah liat dan lumpur. Secara alami batu atau mineral dalam
tanah seperti karang, NaCl, atau batu kapur, CaCO3 dapat terlarut kedalam air. TS
juga bisa berasal dari berbagai jenis buangan. Buangan limbah pertanian sering
mengandung pupuk dan partikel tanah yang tersuspensi dan juga sumber-sumber
lain termasuk limbah industri dan limbah dari pabrik pengolahan air [25].

2.5.3. Total Suspended Solid (TSS)
TSS adalah bahan-bahan tersuspensi (diameter >1 μm) yang tertahan pada
saringan miliopore dengan diameter pori 0,45 μm. TSS terdiri dari lumpur dan
pasir halus serta jasad-jasad renik. Konsentrasi TSS yang terlalu tinggi akan
menghambat penetrasi cahaya ke dalam air dan mengakibatan terganggunya
proses fotosintesis [26].

2.6

TEKNIK SAMPLING

2.6.1 Tujuan Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel bertujuan untuk dijadikan sebagai acuan atau sebagai
perwakilan dari aliran yang diambil dalam suatu waktu, dimana yang didalamnya

14
Universitas Sumatera Utara

mewakili semua yang terdapat didalam aliran tersebut selama lebih dari 24 jam
lamanya [27].

2.6.2 Tempat Pengambilan Sampel Bahan Baku
Pada pengambilan sampel bahan baku, ada banyak tempat yang bisa
dijadikan sebagai acuan dan sebagai perwakilan, diantaranya :
1. Proses limbah, pengolahan sekunder ,dan pengolahan primer.
2. Tempat pengolahan lanjut.
3. Bypass effluent[27].
4. Outlet tangki.
5. Manhole.
6. Aliran pembuangan.
7. Tangki overflow.
8. Pencucian limbah [28].

2.6.3 Perlengkapan Pengambilan Sampel
Dalam pengambilan sampel, selalu disertakan kertas effluent laboratoriun
yang berisikan data tempat pengambilan pada masing-masing tempat effluent.
Dimana setiap pengambilan sampel juga disertakan perlengkapan keamanan, yaitu
:

2.7

1.

Botol sampling.

2.

Tali, tiang ,dan ember.

3.

Sarung tangan.

4.

Termometer.

5.

Bak es.

6.

P3K.

7.

Kamera [28].

ANALISIS EKONOMI
Pada umumnya, pengolahan limbah cair pabrik kelapa sawit diolah dengan

berbagai cara, salah satunya dengan kolam anaerobik. Pengolahan dengan kolam

15
Universitas Sumatera Utara

anaerobik membutuhkan lahan yang luas dan juga dalam. Akan tetapi,
penggunaan kolam anaerobik tidak efisien dari segi waktu dan biaya, hal ini
dikarenakan untuk mengolah limbah agar dapat mencapai baku mutu yang
ditetapkan oleh pemerintah sebelum dibuang ke sungai diperlukan beberapa
kolam yang memerlukan biaya investasi awal yang besar dan memakan waktu
untuk menguraikan maupun menurunkan sampai sesuai standar, dimana waktu
retensi per kolam mencapai 30 hari. Hal ini juga dipertimbangkan karena dapat
menimbulkan efek rumah kaca akibat timbulnya gas karbon dioksida (CO2) dan
gas metan (CH4) yang dapat disimpan dan dijadikan sebagai biogas.
Reaktor

elektrokoagulasi

merupakan

salah

satu

alternatif

dalam

pengolahan limbah cair pabrik kelapa sawit, dimana penggunaan reaktor ini lebih
efisien dari segi waktu dan biaya investasi awal yang hampir sama bahkan lebih
murah dari pada menggunakan kolam anaerobik. Untuk waktu retensi pada
reaktor elektrokoagulasi jika dibandingkan dengan kolam anaerobik dipastikan
lebih cepat dalam mengolah limbah. Hal ini dikarenakan reaktor elektrokoagulasi
menggunakan daya supplai listrik dan menggunakan plat elektroda aluminium,
dimana jika plat aluminium ketika berada didalam limbah dialiri oleh listrik dapat
membentuk tawas dan membentuk flok yang dapat mengendapkan sedimen pada
limbah. Penggunaan reaktor elektrokoagulasi ini dapat digunakan secara tertutup,
jadi gas hidrogen yang terbentuk pada saat reaksi berlangsung dapat disimpan dan
dapat digunakan sebagai biogas dan tidak menimbulkan efek rumah kaca.
Apabila ditinjau dari segi biaya, luas lahan yang digunakan dan juga waktu
yang diperlukan untuk memproses limbah lebih efisien menggunakan metode
elektrokoagulasi.

16
Universitas Sumatera Utara