Pengaruh Jarak Antara Elektroda Pada Reaktor Elektrokoagulasi Terhadap Pengolahan Effluent Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit

(1)

LAMPIRAN 1

DATA PENELITIAN

L1.1 DATA BAKU MUTU LIMBAH

Tabel L1.1 menyajikan data baku mutu limbah sesuai dengan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 5 Tahun 2014.

Tabel L1.1 Baku Mutu Limbah SNI

No Parameter Kadar Paling

Tinggi (mg/L)

Beban Pencemaran Paling Tinggi (Kg/Ton)

1. BOD5 100 0,25

2. COD 350 0,88

3. TSS 250 0,63

4. TS 100 -

5. Minyak dan Lemak 25 0,063

6. Nitrogen Total 50 0,125

7. pH 6,0-9,0

8. Debit Limbah Paling Tinggi 2,5 m2 per ton produk minyak sawit crude palm oil (CPO)

L1.2 DATA HASIL PENELITIAN SAMPEL EFFLUENT DARI PABRIK KELAPA SAWIT PT. PP LONDON SUMATRA DI BAGERPANG, TANJUNG MORAWA

L1.2.1 Data Penurunan COD

Data penurunan COD pada reaktor elektrokoagulasi yang menggunakan jarak antara elektroda 0,5; 1,0 ; 1,5 dan 2,0 cm dengan voltase 10 volt serta waktu tinggal 3 jam disajikan pada tabel L1.2 berikut ini.


(2)

Tabel L1.2 Data Penurunan COD Jarak Antara Elektroda Sampel (Menit) Analisa Jarak Antara Elektroda Sampel (Menit) Analisa

COD COD

COD

(mg/L) % COD

COD

(mg/L) % COD

0,5 cm

0 4147,52 0

1,5 cm

0 2632,08 0

30 2911,24 29,808 30 2273,16 13,636

60 2671,96 35,577 60 2073,76 21,212

90 2392,80 42,308 90 1994,00 24,242

120 2313,04 44,231 120 1714,84 34,848

150 2073,76 50,000 150 1635,08 37,879

180 1395,80 66,346 180 1475,56 43,939

1,0 cm

0 4267,16 0

2,0 cm

0 2153,52 0

30 3748,72 12,150 30 2033,88 5,556

60 3310,04 22,430 60 1754,72 18,519

90 2711,84 36,449 90 1395,80 35,185

120 2472,56 42,056 120 1316,04 38,889

150 2432,68 42,991 150 997,00 53,704

180 1156,52 72,897 180 877,36 59,259

L1.2.2 Data Penurunan TS

Data penurunan TS pada reaktor elektrokoagulasi yang menggunakan jarak antara elektroda 0,5; 1,0 ; 1,5 dan 2,0 cm dengan voltase 10 volt serta waktu tinggal 3 jam ditunjukkan pada tabel L1.3 berikut ini.


(3)

Tabel L1.3 Data Penurunan TS Jarak Antara Elektroda Sampel (Menit) Analisa Jarak Antara Elektroda Sampel (Menit) Analisa

TS TS

TS

(mg/L) % TS

TS

(mg/L) % TS

0,5 cm

0 2455 0

1,5 cm

0 2400 0

30 2305 6,110 30 2040 15,000

60 2285 6,925 60 1860 22,500

90 2260 7,943 90 1805 24,792

120 2180 11,202 120 1695 29,375

150 1965 19,959 150 1300 45,833

180 1665 32,179 180 785 67,292

1,0 cm

0 2275 0

2,0 cm

0 2150 0

30 2200 3,297 30 2090 2,791

60 2185 3,956 60 1935 10,000

90 2170 4,615 90 1245 42,093

120 2120 6,813 120 1225 43,023

150 2015 11,429 150 1035 51,860

180 1805 20,659 180 820 61,860

L1.2.3 Data Penurunan TSS

Data penurunan TSS pada reaktor elektrokoagulasi yang menggunakan jarak antara elektroda 0,5; 1,0 ; 1,5 dan 2,0 cm dengan voltase 10 volt serta waktu tinggal 3 jam dapat dilihat pada tabel L.1.4 berikut ini.


(4)

Tabel L1.4 Data Penurunan TSS. Jarak

Antara Elektroda

Sampel (Menit)

Analisa

Jarak Antara Elektroda

Sampel (Menit)

Analisa

TSS TSS

TSS

(mg/L) % TSS

TSS

(mg/L) % TSS

0,5 cm

0 5200 0

1,5 cm

0 5600 0

30 3000 42,308 30 4400 21,429

60 2000 61,538 60 3200 42,857

90 1600 69,231 90 2000 64,286

120 1400 73,077 120 1000 82,143

150 800 84,615 150 400 92,857

180 400 92,308 180 200 96,429

1,0 cm

0 5200 0

2,0 cm

0 5600 0

30 3400 34,615 30 4400 21,429

60 3000 42,308 60 3800 32,143

90 1600 69,231 90 2400 57,143

120 1000 80,769 120 1200 78,571

150 600 88,462 150 800 85,714


(5)

LAMPIRAN 2

CONTOH PERHITUNGAN

L2.1 PERHITUNGAN COD L2.1.1 Perhitungan Nilai COD

Perhitungan nilai COD awal pada jarak antara elektroda 1,5 cm Diketahui :

Titrasi blanko = 7,14 ml Titrasi pada menit 0 = 6,48 ml

Volume sampel = 2 ml

Normalitas larutan buffer = 0.0997 N Pengenceran = 10 kali

Nilai COD = ( ) x N x 8000

Nilai COD = ( )x Normalitas x 8000 x Pengenceran

= ( , , )x 0,0997 x 8000 x 10 = 2632,08 g/ml

L2.1.2 Perhitungan Persentase Penurunan COD

Perhitungan persentase penurunan COD pada pada jarak antara elektroda 1,0 cm

Diketahui :

Titrasi blanko = 4,71 ml Titrasi pada menit 0 = 3,64 ml Titrasi pada menit 180 = 4,42 ml Volume sampel = 2 ml Normalitas larutan buffer = 0.0997 N Pengenceran = 10 kali


(6)

Nilai COD = ( )x Nx 8000 Nilai COD(0) =

( )

x Normalitas x 8000 x Pengenceran

= ( -, )x 0,0997 x 8000 x 10 = 4267,16 g/ml

Nilai COD(180) =

( )

x Normalitas x 8000 x Pengenceran

= ( , , )x 0,0997 x 8000 x 10 = 1156,52 g/ml

% COD(180) =

( )

./0123/ 456/0 x 100 % = ( , 7 ,7 )

, x 100 % = 72,897 %

L2.2 PERHITUNGAN TS L2.2.1 Perhitungan Nilai TS

Perhitungan nilai TS awal pada pada pada jarak antara elektroda 1,5 cm

Diketahui :

Berat cawan kosong pada menit 0 = 37,2768 gr Berat cawan berisi padatan pada menit 0 = 37,3248 gr

Volume sampel (v) = 20 ml

Nilai TS = (2 9)x1000

Nilai TS = ( : ; : ; <)x1000 = (- ,- - , )x1000


(7)

L2.2.2 Perhitungan Persentase Penurunan TS

Perhitungan persentase penurunan TS pada jarak antara elektroda 1,5 cm

Diketahui :

Nilai TS pada menit 0 = 2,4 g/ml Nilai TS pada menit 180 = 0,785 g/ml

% TS = (2 9)

2 x100%

% TS = ( = = )

.> 456/0 x100% = ( , , 7 )

, x100% = 67,29 %

L2.3 PERHITUNGAN TSS L2.3.1 Perhitungan Nilai TSS

Perhitungan nilai TSS awal pada pada jarak antara elektroda 1,5 cm

Diketahui :

Berat kertas saring kosong pada menit 0 = 0,0894 gr Berat kertas saring berisi padatan pada menit 0 = 0,0922 gr

Volume sampel (v) = 25 ml

Pengenceran = 50 kali

Nilai TSS = ( )x1000

Nilai TSS = ( <)x1000 x pengenceran

= ( , D , D )

7 x1000 x 50 = 5200 g/ml


(8)

L2.3.2 Perhitungan Persentase Penurunan TSS

Perhitungan persentase penurunan TSS pada pada jarak antara elektroda 1,5 cm

Diketahui :

Nilai TSS pada menit 0 = 5600 g/ml Nilai TSS pada menit 180 = 200 g/ml. % TSS = ( )

2 x100%

% TSS = ( == == )

.>> 456/0 x100%

= (7 )

7 x100% = 96,43 %


(9)

LAMPIRAN 3

DOKUMENTASI PENELITIAN

L3.1 GAMBAR RANGKAIAN PERAKITAN PERALATAN

(a) (b)

(c) (d)

Gambar L3.1 (a) Bak Kaca, (b) Plat Aluminium, (c) Supply DC dan (d) Perakitan Alat Yang Sudah Selesai

.


(10)

L3.2 GAMBAR PROSES PENGETESAN ALAT

(a) (b)

Gambar L3.2 (a) Pengetesan Alat Sebelum Dijalankan dan (b) Pengetesan Alat Sesudah Dijalankan.

L3.3 TEMPAT PENGAMBILAN LIMBAH

Gambar L3.3 Tempat Limbah Pabrik Kelapa Sawit PT. PP London Sumatra di Bagerpang, Tanjung Morawa


(11)

L3.4 SAMPEL OLAHAN


(12)

DAFTAR PUSTAKA

[1] Arina P. Schrier-Uijil, M. Silvius, F. Parish, K.H. Lim, S. Rosediana and G. Anshari, “Environmental and Social Impacts of Oil Palm Cultivation On Tropical Peat”, Scientific Review, 2013. http://www.rspo.org, Diakses pada 17 Desember 2015.

[2] Hermawan Febriansyah, Ahmad Agus Setiawan, Kutut Suryopratomo and Agus Setiawan, “Gama Stove : Biomass Stove for Palm Kernel Shells in Indonesia”. Energy Procedia, 47, 2014 : 123-132.

[3] Nila Rifai, Yusman Syaukat, Hermanto Siregar and E. Gumbira Sa’id, “ The Development and Prospect of Indonesian Palm Oil Industry and Its Derivative Products”, Journal of Economics and Finance, 4, 2014 : 27-39. [4] Nazatul Shima Azmi and Khairul Faezah Md. Yunos, “Wastewater

Treatment of Palm Oil Mill Effluent (POME) by Ultrafiltration Membrane Separation Technique Coupled with Adsorption Treatment as Pre-treatment”, Agriculture and Agricultural Science Procedia, 2, 2014 : 257-264.

[5] Budi Yanto, “Sistem Pendukung Keputusan dalam Pemilihan Alternatif Pengelolaan Limbah Kelapa Sawit dengan Metode Analityc Network

Process (ANP)”, Riau Journal of Computer Science, 2 (1), 2016 : 89-96.

[6] Noor Mohammad, Md. Zahangir Alam, Nassereldeen A. Kabbashi and Amimul Ahsan, “Effective Composting of Oil Palm Industrial Waste by Filamentous Fungi”, Resources, Conservation and Recycling, 58, 2012 : 69-78.

[7] Petrus Nugro Rahardjo, “Studi Banding Teknologi Pengolahan Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit”, Jurnal Teknologi Lingkungan, 10 (1), 2009 : 09-18.


(13)

[8] Mohammad Y.A. Mollah, Paul Morkovsky, Jewel A.G. Gomes, Mehmet Kesmez, Jose Parga and David L. Cocke, “Fundametals, Present and Future Perspectives of Electrocoagulation”, Journal of Hazardous Materials B114, 2004 : 199-210.

[9] Fauzil Husni, “Pengolahan Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit Effluent RANUT (Reaktor Anaerobik Unggun Tetap) Menggunakan Teknik Elektrokoagulasi”, Tesis, Program Studi Magister Teknik Universitas Sumatera Utara, Medan, 2010.

[10] Ansori Nasution, Bee Lan Ng, Ehssan Ali, Zahira Yaakob and Siti Kartom Kamarudin, “Electrocoagulation of Palm Oil Mill Effluent for Treatment and Hydrogen Production Using Respose Surface Methodology”, Pol. J.

Environ. Stud, 25 (5), 2014 : 1669-1677.

[11] Ahmed Samir Naje, Shreeshivadasan Chelliapan, Zuriati Zakaria and Saad A. Abbas, “Enchancement of an Electrocoagulation Process for the Treatment of Textile Wastewater under Combined Electrical Connections Using Titanium Plates”, Int. J. Electrochem. Sci, 10, 2015 : 4495 – 4512. [12] Gary D. Paoli, Piers Gillespie, Philip L. Wells, Lex Hovani, Aisyah Sileuw,

Neil Franklin and James Schweithelm, “Oil Palm in Indonesia: Governance, Decision Making and Implications for Sustainable Development”, 2013, The Nature Conservancy : Jakarta.

[13] Parveen Fatemeh Rupani, Rajeev Pratap Singh, M. Hakimi Ibrahim and Norizan Esa, “Review of Current Palm Oil Mill Effluent (POME) Treatment Methods: Vermicomposting as a Sustainable Practice”, World Applied


(14)

[14] Abdul LatifAhmad, Suzylawati Ismail and Subhash Bhatia, “Water Recycling From Palm Oil Mill Effluent (POME) Using Membrane Technology”, Desalination, 157, 2003 : 87-95.

[15] Edwi Mahajoeno, Bibiana Widiyati Lay, Surjono Hadi Sutjahjo and Siswanto, “Potensi Limbah Cair Pabrik Minyak Kelapa Sawit untuk Produksi Biogas”, Biodiversitas, 9 (1), 2008 : 48-52.

[16] Balthasar Kambuaya, “KEMEN LH. Baku Mutu Air Limbah”, Lampiran III

Peraturan Menteri Lingungan Hidup Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Baku Mutu Air Limbah, (1815), 2014 : 22.

[17] Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : Kep- 51/Menlh/10/1995 Tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Industri, 1995, Jakarta.

[18] Yahaya S. Madaki and Lau Seng, “Palm Oil Mill Effluent (Pome) From Malaysia Palm Oil Mills: Waste Or Resource”, International Journal of

Science, Environment and Technology, 2 (6), 2013 : 1138-1155.

[19] PT. PP London Sumatra Indonesia, “Effluent Analysis Result”, Bagerpang, Medan, Februari 2016.

[20] Zhang Yejian, Yan Li, Chi Lina, Long Xiuhua, Mei Zhijian and Zhang Zhenjia, “Startup and Operation of Anaerobic EGSB Reactor Treating Palm Oil Mill Effluent”, Journal of Environmental Sciences, 20, 2008 : 658-663. [21] Ehsan Ali and Zahira Yaakob, “Electrocoagulation for Treatment of

Industrial Effluents and Hydrogen Production”, Intech, Chapter 11, 2012 : 227-242.


(15)

[22] Frano Barbir, “PEM Electrolysis For Production Of Hydrogen From Renewable Energy Sources”, Solar Energy, 78, 2005 : 661-669.

[23] G. Ghen, “Electrochemical Technologies In Wastewater Treatment”, Sep.

Purif. Technol., 38, 2004 : 11-41.

[24] Muhammad Ansori Nasution, Zahira Yaakob, Ehsan Ali, Ng Bee Lan1 and Siti Rozaimah Sheikh Abdullah, “A Comparative Study Using Aluminum and Iron Electrodes for the Electrocoagulation of Palm Oil Mill Effluent to Reduce its Polluting Nature and Hydrogen Production Simultaneously”,

Pakistan J. Zool., 45 (2), 2013 : 331-337.

[25] Chantaraporn Phalakornkulea, Juntipa Mangmeemakb, Kanita Intrachodb and Boonyarit Nuntakumjorn, “Pretreatment Of Palm Oil Mill Effluent By Electrocoagulation And Coagulation”, Science Asia, 36, 2010 : 142–149. [26] Ville Kuokkanen, Toivo Kuokkanen, Jaakko Ramo and Ulla Lassi, “Recent

Applications of Electrocoagulation in Treatment of Water and Wastewater : A Review”, Green and Sustainable Chemistry, 3, 2013 : 89-121.

[27] Peter K. Holt, Geoffrey W. Barton and Cynthia A. Mitchell, “The Future For Electrocoagulation As A Localized Water Treatment Technology”, Chemosphere, 59, 2005 : 355–367.

[28] Mohammad M. Emamjomeh and Muttucumaru Sivakumar, “Review Of Pollutants Removed By Electrocoagulation And Electrocoagulation / Flotation Processes”, Journal of Environmental Management, 90, 2009 : 1663–1679.

[29] Jinming Duana and John Gregory, “Coagulation by hydrolysing metal salts”, Advances in Colloid and Interface Science, 100-102, 2003 : 475-502.


(16)

[30] Yushi Tian, Weihua He, Xiuping Zhu, Wulin Yang, Nanqi Ren and Bruce E. Logan, “Energy Efficient Electrocoagulation Using an Air-Breathing Cathode to Remove Nutrients From Wastewater”, Chemical Engineering

Journal, 292, 2016 : 308-314.

[31] Erick Butler, Yung-Tse Hung, Ruth Yu-Li Yeh and Mohammed Suleiman Al Ahmad, “Electrocoagulation in Waste Water Treatment”, Water, 3, 2011 : 495-525

[32] Yavuz Demirci, Lutfiye C. Pekel and Mustafa Alpbaz, “Investigation of Different Electrode Connections in Electrocoagulation of Textile Wastewater Treatment”, Int. J. Electrochem. Sci., 10, 2015 : 2685-2693. [33] Mikko Vepsäläinen, “Electrocoagulation in The Treatment of Industrial

Waters and Wastewaters”, Thesis, Degree of Doctor of Science (Technology), VTT Science 19, Finland, 2012.

[34] Andik Yulianto, Lukman Hakim, Indah Purwaningsih dan Vidya Ayu Pravitasari, “Pengolahan Limbah Cair Industri Batik Pada Skala Laboratorium dengan Menggunakan Metode Elektrokoagulasi”, Jurnal

Teknologi Lingkungan, 5 (1), 2009 : 6-11.

[35] Mohd Nasrullah, Lakhveer Singh and Zularisam A. Wahid, “Treatment of Sewage by Electrocoagulation and the Effect of High Current Density”,

Energy and Environmental Engineering Journal, 1 (1) 2012 : 27-31.

[36] Gerber Pumps, “Electrocoagulation : Water & Wastewater Treatment”, 2015, www.gerberpumps.com, Diakses pada 25 Januari 2016.

[37] Ukiwe L.N., Ibeneme S. I., Alisa C.O., and Chijioke-Okere M., “Evaluation of Inorganic Coagulants in Removal of Turbidity, Electrical Conductivity


(17)

and Chemical Oxygen Demand in Wastewater”, American Jaournal of

Science and Technology, 3 (1), 2016 : 12-16.

[38] CP Ukpaka, “The Concept of Examination of Biochemical and Chemical Oxygen Demand in Stagnant Water System”, Chemistry Research Journal, 1 (1), 2016 : 35-43.

[39] Yoon-Chang Kim, Kyong-Hoon Lee, Satoshi Sasaki, Kazuhito Hashimoto, Kazunori Ikebukuro and Isao Karube, “Photocatalytic Sensor for Chemical Oxygen Demand Determination Based on Oxygen Electrode”, Analytical

Chemistry, 72 (14), 2000 : 3379-3382.

[40] Douglas Roby, “New Mexico Wastewater Laboratory Certification Study Guide”, 2007, New Mexico : Utility Operators Certification Program, Chapter 14-2.

[41] Tian Zhang, John Stansbury and Jessica Branigan, “Development of a Field Test Method for Total Suspended Solids Analysis”, Final Reports &

Technical Briefs fro MID-America Transportation Center, 52, 2013 : 223.

[42] Rosie Jotin, Shaharin Ibrahim and Normala Halimoon, “Electro coagulation for Removal of Chemical Oxygen Demand in Sanitary Landfill Leachate”,


(18)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Limbah, Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) / Indonesian Oil Palm Research Institute (IOPRI), Jl. Brigjend. Katamso No.51, Kampung Baru, Medan – Sumatera Utara. Penelitian ini dilakukan selama 6 (enam) bulan, sedangkan perakitan alat akan dilaksanakan di Laboratorium Penelitian, Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara, Medan.

3.2 ALAT DAN BAHAN PERCOBAAN 3.2.1 Bahan

Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah limbah cair pabrik kelapa sawit (LCPKS) hasil pengolahan kolam anaerobik yang berada di Pabrik Kelapa Sawit PT. PP London Sumatra di Bagerpang, Tanjung Morawa. Untuk analisa parameter respon dibutuhkan COD Reagent Vial, aquadest, dan kertas saring berpori 1,6 µm, serta H2SO4 p.a. untuk pengawetan sampel analisa

COD.

3.2.2 Peralatan

Peralatan utama yang diperlukan meliputi :

1. Bak kaca ukuran (12 x 12 x 36) cm sebagai bak elektrokoagulasi (batch) 2. Pengatur sumber arus listrik searah (DC power supply)

3. Plat Aluminium digunakan sebagai elektroda. Ketebalan plat yang digunakan adalah 0,8 mm, dengan luas efektif 828,472 cm2

4. Stopwatch

5. Gelas ukur 1000 mL 6. Ember penyimpan limbah

Sketsa reaktor elektrokoagulasi yang digunakan dapat dilihat pada gambar 3.1.


(19)

Adapun peralatan tambahan untuk analisis parameter respon adalah: 1. Botol gelas dan gelap 100 mL untuk penyimpanan sampel COD

2. Peralatan analisa COD (Hach method 8000) 3. Peralatan analisa TS (Nephelometric) 4. Peralatan analisa TSS (SNI 06-2413-1991)

5. Peralatan gelas lainnya, seperti gelas kimia, labu erlenmeyer, pipet volumetri, labu takar, pipet corong kaca dan lain-lain

3.2.3 Perancangan Reaktor 3.2.3.1 Dimensi Reaktor

Reaktor yang digunakan adalah bak terbuat dari kaca (3 mm) dengan dimensi sebagai berikut :

Panjang reaktor : 12 cm Lebar reaktor : 12 cm Tinggi reaktor : 36 cm

Volume total reaktor : 12 cm x 12 cm x 36 cm = 5.184 cm3 = 5.184 mL

Volume efektif reaktor : 4.500 mL = 4.500 cm3

Tinggi larutan : 4.500 cm 12 12 cm2 = 31,25 cm

Berikut gambar dan spesifikasi dari reaktor yang akan dibuat :

Gambar 3.1 Rancangan dan Spesifikasi Reaktor Elektrokoagulasi


(20)

Elektroda yang digunakan adalah plat dengan ketebalan 0,8 mm, dengan dimensi sebagai berikut:

Panjang elektroda (p) : 12 cm Panjang efektif (p’) : 11,5 cm Lebar elektroda (l) : 36 cm

Tebal elektroda : 0,8 mm = 0,008 cm

Luas efektif : (p’ x l x 2) + (p’ x t x 2) + (l x t)

: (11,5 x 36 x 2) cm2 + (11,5 x 0,008 x 2) cm2 + (36 x 0,008) cm2

: 828,472 cm2

Berikut gambar dan spesifikasi dari elektroda aluminium yang akan digunakan :

Gambar 3.2 Bentuk dan Ukuran Plat Elektroda Aluminium

3.3 RANCANGAN PENELITIAN

Penelitian ini dirancang dengan menggunakan 3 (tiga) faktor sebagai variabel bebas. Adapun faktor atau variabel bebas dan level tiap faktor yang digunakan dalam percobaan yaitu:

1. Tegangan (V) : 10 V

2. Jarak antar Elektroda : 0,5 ; 1,0 ; 1,5 dan 2,0 cm 3. Waktu pengontakan : 3 jam


(21)

Jumlah satuan percobaan sebanyak 4 x 6 = 24 satuan percobaan. Kombinasi level pada setiap satuan percobaan tanpa perulangan masing-masing disajikan pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1. Kombinasi Pada Setiap Satuan Percobaan No. Jarak Antara Elektroda (cm) Tegangan Listrik (V) Lama Pengontakan (Jam) Waktu Retensi (Menit) 1. 0,5

10 3

30

2. 60

3. 90

4. 120

5. 150

6. 180

7.

1,0

30

8. 60

9. 90

10. 120

11. 150

12. 180

13.

1,5

30

14. 60

15. 90

16. 120

17. 150

18. 180

19.

2,0

30

20. 60

21. 90

22. 120

23. 150

24. 180

Setiap variasi waktu retensi, akan diambil sampling dari hasil proses elektrolisisdan akan dianalisa lebih lanjut.

3.4 TATA CARA PENGAMBILAN SAMPEL 3.4.1 Sampling Effluent

Sampel effluent sebaiknya diambil pada daerah khusus yang telah ditetapkan. Jika tidak terdapat tempat tersebut, maka daerah yang mewakili yaitu hilir dari saluran limbah sebelum masuk kedalam penampungan [29]. Saat pengambilan sampel, jatuhkan penampung tepat berada ditengah dan isi botol


(22)

sampel sampai penuh. Perlu diketahui bahwa agar tidak mengaduk effluent supaya sedimen yang terdapat didalam limbah tidak terikut. Untuk tempat-tempat tertentu seperti di saluran dangkal, manhole inverts, dan lain-lain tidak bisa menggunakan teknik ini [30].

3.4.2 Sampling Hasil Elektrokoagulasi

Pada tahap setelah proses elektrokoagulasi selesai, akan diambil sampel sebagai perwakilan dari hasil keseluruhan, dimana sampel ini bisa diambil dengan menggunakan botol sampel, dimana sebelum diambil, limbah yang telah diproses, dihomogenisasikan terlebih dahulu dengan cara mengaduknya. Untuk lebih effisien, diambil dibeberapa titik pada bak elektrokoagulasi [31].

3.5 PROSEDUR PENELITIAN

3.5.1 Perangkaian Reaktor Elektrokoagulasi

Reaktor elektrokoagulasi yang digunakan adalah reaktor tipe batch. Reaktor berupa bak persegi empat terbuat dari kaca dengan dimensi: panjang 12 cm, lebar 12 cm dan tinggi 36 cm. Setiap plat elektroda dipotong dengan ukuran yang seragam. Selanjutnya elektroda dihubungkan dengan sumber tegangan (DC

power supply) dengan jarak elektroda sesuai dengan yang telah ditetapkan.

3.5.2 Preparasi Limbah Kolam Anaerobik

Limbah cair yang berasal dari kolam anaerobik adalah bahan utama yang akan diolah dalam penelitian ini. Limbah effluent kolam anaerobik diambil dan dimasukkan kedalam ember ataupun jerigen, untuk selanjutnya dianalisa sesuai dengan parameter yang dibutuhkan (COD, TS dan TSS). Untuk analisa COD, dilakukan pengawetan sampel dengan cara menyimpannya kedalam botol kaca gelap 100 mL. Prosedur analisa parameter respon serta efisiensi terdapat pada lampiran 1.

3.5.3 Pelaksanaan Penelitian


(23)

1. Perangkaian reaktor elektrokoagulasi sesuai perlakuan yang diberikan pada masing-masing percobaan.

2. Sampel limbah kolam anaerobik yang telah dianalisa, diambil sebanyak 4.500 mL, lalu dimasukkan kedalam reaktor elektrokoagulasi, selanjutnya power dan stopwatch dihidupkan.

3. Pengambilan sampel hasil pengolahan elektrokoagulasi sesuai dengan waktu retensi yang telah ditetapkan, yaitu 30, 60, 90, 120, 150 dan 180 menit dilanjutkan dengan pengawetan sampel untuk uji analisa COD.

4. Melakukan analisa sampel yang meliputi : penurunan COD, TS dan TSS. 5. Pembahasan hasil analisa dan penarikan kesimpulan.

3.6 ANALISA DATA

Hasil analisa parameter respon yang diamati dituliskan dalam bentuk efisiensi persentase penurunan respon sebelum pengolahan dengan sesudah pengolahan. Pada analisa data akan dilihat keseluruhan utama dari tiap faktor maupun pengaruh interaksi antar faktor. Data hasil analisa juga akan dipresentasikan dalam bentuk grafik untuk melihat level optimum dari setiap perlakuan yang diberikan.


(24)

3.7 FLOWCHART

3.7.1 Flowchart Prosedur Penelitian


(25)

3.7.2 Flowchart Prosedur Analisa COD


(26)

3.7.3 Flowchart Prosedur Analisa TS

Gambar 3.5 Flowchart Prosedur Analisa TS

3.7.4 Flowchart Prosedur Analisa TSS

Mulai

25 ml sampel limbah cair disaring dengan kertas saring

Kertas saring yang berisi padatan dimasukkan kedalam oven

selama 2 jam dengan suhu 105oC

Didinginkan kurang lebih 30 menit dan ditimbang massanya

Selesai

Ditimbang berat keras saring kosong


(27)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 KARAKTERISTIK AWAL LIMBAH CAIR EFFLUENT KOLAM ANAEROBIK

Limbah cair yang menjadi sampel pada penelitian ini diperoleh dari pabrik kelapa sawit PT. PP London Sumatra di Bagerpang, Tanjung Morawa. Tujuan utama dilakukannya penelitian ini adalah untuk melihat hubungan kadar parameter COD, TS dan TSS terhadap variabel jarak antara elektroda pada reaktor elektrokoagulasi, oleh karena hal tersebut perlu dilakukan analisa COD, TS dan TSS awal sampel limbah sebagai acuan awal sebelum diolah menggunakan reaktor elektrokoagulasi untuk dibandingkan hasilnya.

Data karakteristik awal limbah dari pabrik kelapa sawit PT. PP London Sumatra di Bagerpang, disajikan pada tabel 4.1 berikut ini.

Tabel 4.1 Karakteristik Limbah Awal PKS PT. PP London Sumatra di Bagerpang No Jarak Antara Elektroda

(cm)

COD Awal mg/L

TS Awal mg/L

TSS Awal mg/L

1. 0,5 4147,52 2455 5200

2. 1,0 4267,16 2275 5200

3. 1,5 2632,08 2400 5600

4. 2,0 2153,52 2150 5600

Dari hasil analisa yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa parameter COD, TS dan TSS dari sampel limbah awal masih jauh dari standar baku mutu limbah yang telah ditetapkan oleh pemerintah.

4.2 PERANCANGAN REAKTOR ELEKTROKOAGULASI

Dalam peracangan reaktor elektrokoagulasi, dibutuhkan beberapa peralatan yaitu : sebuah bak kaca berdimensi: panjang 12 cm, lebar 12 cm dan tinggi 36 cm; supply DC; 4 (empat) lembar plat aluminium dengan ketebalan 0,8 mm dengan dimensi : panjang 12cm dan lebar 36 cm serta kabel pendukung yang dirangkai sedemikian rupa sehingga tersusun menjadi reaktor elektrokoagulasi. Gambar


(28)

visual reaktor elektrokoagulasi dan plat yang digunakan didokumentasikan seperti yang disajikan pada gambar 4.1 berikut ini :

Gambar 4.1 Visual Reaktor Elektrokoagulasi dan 4 (empat) Lembar Plat yang Digunakan

4.3 PENGARUH VARIABEL TERHADAP PERUBAHAN COD, TS DAN TSS

4.3.1 Pengaruh Jarak Antara Elektroda Terhadap Perubahan COD

Chemical oxygen demand (COD) diukur untuk menentukan tingginya

tingkat polusi yang ditimbulkan dari limbah cair domestik dan industri. Kebutuhan oksigen merupakan parameter penting untuk menilai konsentrasi kontaminan organik di sumber daya air [38, 39]. Pengaruh variabel jarak antara elektroda yang digunakan dalam percobaan dengan voltase 10 volt terhadap perubahan COD yang diperoleh dari hasil analisa sampel dalam rentang waktu retensi, hubungan tersebut dapat dilihat melalui grafik pada gambar 4.2 berikut ini:


(29)

Gambar 4.2 Grafik Selisih Penurunan Kadar COD Terhadap Waktu Retensi. Dari gambar 4.2 dapat dilihat terjadinya peningkatan selisih kadar COD untuk masing-masing jarak antara elektroda dalam rentang waktu retensi yang dipakai. Dimana diperoleh selisih penurunan kadar COD minimum pada jarak antara 1,5 cm sebesar 1475,56 mg/L dan penurunan kadar COD maksimum yaitu pada jarak antara 1,0 cm sebesar 1156,52 mg/L.

Secara teori, pada proses elektrolisis, efisiensi pengurangan COD bergantung pada konsentrasi produksi ion, material elektroda dan waktu reaksi. Jarak antara elektroda berdampak pada kecepatan transfer elektron antara anoda yang menerima elektron dengan katoda sebagai tempat terjadinya proses reduksi. Terjadinya penurunan efisiensi pengolahan terjadi saat jarak antara elektroda semakin diperbesar yang menyebabkan adanya hambatan arus yang besar sehingga konduktivitas menurun. Interaksi antara molekul - molekul menjadi lemah ketika jarak antara elektroda lebih dari 1 cm. Namun, jika jarak antara elektroda terlalu dekat akan menyebabkan jumlah koagulan meningkat sehingga sistem terganggu akibat hubungan singkat antar elektroda [11]

Dari grafik dan penurunan kadar COD yang diperoleh, jarak antara elektroda sebesar 1,0 cm mampu menurunkan kadar COD hingga 72,897 %. Hasil yang sama juga diperoleh oleh peneliti terdahulu Ahmed (2015) [11] dimana jarak antara elektroda yang terbaik adalah 1,0 cm.

0 800 1600 2400 3200

0 30 60 90 120 150 180

S el is ih K ad ar C O D ( m g/ L ) Menit 0,5 cm 1,0 cm 1,5 cm 2,0 cm


(30)

4.3.2 Pengaruh Jarak Antara Elektroda Terhadap Perubahan TS

Total solid didefinisikan sebagai material yang tertinggal pada wadah saat seluruh air telah menguap biasanya pada 103–105 oC. Total padatan dapat direklasifikasi dengan cara mengubah prosedur pengujian. Total padatan dapat dibagi menjadi total padatan tersuspensi atau TSS dan total padatan terlarut atau

total dissolved solids (TDS) [40]. Pada proses penelitian ini juga dilakukan uji

pengaruh variabel terhadap perubahan TS, hubungan tersebut dipaparkan dalam grafik pada gambar 4.3 berikut ini :

Gambar 4.3 Grafik Selisih Penurunan Kadar TS Terhadap Waktu Retensi. Dari gambar 4.3 dilihat terjadinya peningkatan selisih kadar TS untuk masing-masing jarak antara elektroda dalam rentang waktu retensi yang digunakan.

Diperoleh selisih penurunan kadar TS minimum pada jarak antara elektroda 1,0 cm sebesar 470 mg/L dan selisih penurunan kadar TS maksimum pada jarak antara 1,5 cm sebesar 1615 mg/L.

Secara teori, reaksi elektrokoagulasi menghasilkan Al(OH)3 yang berfungsi

sebagai koagulan yang mengadsorpsi zat-zat organik dan ion-ion logam, berkumpul kemudian terjadi pengendapan dan flotasi oleh gas H2 menyebabkan

koloid yang terperangkap terpisah dari larutan sehingga kadar TS menurun. Jarak antara elektroda berdampak pada kecepatan transfer elektron antara anoda yang

0 400 800 1200 1600

0 30 60 90 120 150 180

S el is ih K ad ar T S ( m g/ L ) Menit 0,5 cm 1,0 cm 1,5 cm 2,0 cm


(31)

menerima elektron dengan katoda sebagai tempat terjadinya proses reduksi. Jika jarak antara elektroda terlalu dekat akan menyebabkan jumlah koagulan meningkat namun sistem akan mengalami gangguan akibat hubungan singkat antar elektroda. Tetapi penurunan efisiensi pengolahan terjadi saat jarak antara elektroda semakin diperbesar karena adanya hambatan arus yang besar sehingga konduktivitas menurun [11, 42].

Dari grafik dan penurunan kadar TS yang diperoleh, jarak antara elektroda sebesar 1,5 cm mampu menurunkan kadar TS hingga 67,292 %. Hasil yang sama juga diperoleh oleh peneliti terdahulu Fauzil (2010) [9] dimana jarak antara elektroda yang terbaik adalah 1,5 cm.

4.3.3 Pengaruh Jarak Antara Elektroda Terhadap Perubahan TSS

Total padatan tersuspensi (TSS) didefinisikan sebagai bagian dari padatan yang tertahan pada glass fiber filter dengan ukuran 2 µm (atau lebih kecil) termasuk zat organik dan nonorganik seperti alga, nutrien dan logam. Kadar padatan tersuspensi yang terlalu tinggi akan menurunkan kejernihan air sehingga menyebabkan sinar matahari terhalang masuk ke badan air. Dua jenis nutrien yang mempengaruhi kualitas air adalah nitrogen dan fosfor. Dimana fosfor berhubungan dengan TSS karena molekul fosfor cenderung terikat pada partikel tanah tergerus dan terangkut ke badan air, sedangkan nitrogen lebih mudah larut daripada fosfor sehingga biasanya dalam bentuk larutan [40, 41]. Pada uji pengaruh variabel terhadap perubahan TSS, diperoleh hubungan yang dapat diamati melalui grafik pada gambar 4.4 berikut ini :


(32)

Gambar 4.4 Grafik Selisih Penurunan Kadar TSS Terhadap Waktu Retensi. Dari gambar 4.4 dapat dilihat terjadinya peningkatan selisih kadar TSS untuk masing-masing jarak antara elektroda dalam rentang waktu retensi yang digunakan.

Diperoleh selisih penurunan kadar TSS minimum pada jarak antara elektroda 0,5 cm sebesar 4800 mg/L dan selisih penurunan kadar TSS maksimum pada jarak antara 1,5 cm sebesar 5400 mg/L.

Secara teori, reaksi elektrokoagulasi menghasilkan Al(OH)3 yang berfungsi

sebagai koagulan yang mengadsorpsi zat-zat organik dan ion-ion logam, berkumpul kemudian terjadi pengendapan dan flotasi oleh gas H2 menyebabkan

koloid yang terperangkap terpisah dari larutan sehingga kadar TSS menurun. Jarak antara elektroda berdampak pada kecepatan transfer elektron antara anoda yang menerima elektron dengan katoda sebagai tempat terjadinya proses reduksi. Jika jarak antara elektroda terlalu dekat akan menyebabkan jumlah koagulan meningkat namun sistem akan mengalami gangguan akibat hubungan singkat antar elektroda. Tetapi penurunan efisiensi pengolahan terjadi saat jarak antara elektroda semakin diperbesar karena adanya hambatan arus yang besar sehingga konduktivitas menurun [11, 42].

Dari grafik dan penurunan kadar TSS yang diperoleh, jarak antara elektroda sebesar 1,5 cm mampu menurunkan kadar TSS hingga 96,429 %. Hasil yang sama

0 1000 2000 3000 4000 5000 6000

0 30 60 90 120 150 180

S el is ih K ad ar T S S ( m g/ L ) Menit 0,5 cm 1,0 cm 1,5 cm 2,0 cm


(33)

juga diperoleh oleh peneliti terdahulu Fauzil (2010) [9] dimana jarak antara elektroda yang terbaik adalah 1,5 cm.

4.4 PERBANDINGAN HASIL DENGAN BAKU MUTU LIMBAH CAIR PABRIK KELAPA SAWIT

4.4.1 Perbandingan Hasil COD Dengan Baku Mutu

Dari hasil penelitian pengaruh jarak antara elektroda pada reaktor elektokoagulasi diperoleh data penurunan nilai COD dalam rentang waktu retensi setelah dilakukan analisa sampel hasil penelitian. Data nilai COD akhir setiap jarak antara elektroda yaitu pada waktu retensi 180 menit semua data tidak memenuhi baku mutu yang telah ditetapkan oleh pemerintah pada Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 5 Tahun 2014 tentang baku mutu air limbah cair pabrik kelapa sawit. Tabel 4.2 berikut ini menunjukkan perbandingan data hasil analisa COD akhir dengan baku mutu.

Tabel 4.2 Hasil Perbandingan COD dengan Baku Mutu. Jarak Antara Elektoda

(cm)

COD

(mg/L) Baku Mutu Sesuai / Tidak Sesuai

0,5 1395,8

350

Tidak Sesuai

1,0 1156,5 Tidak Sesuai

1,5 1475,6 Tidak Sesuai

2,0 877,4 Tidak Sesuai

4.4.2 Perbandingan Hasil TS Dengan Baku Mutu

Setelah dilakukan percobaan pengaruh jarak antara elektroda pada reaktor elektokoagulasi diperoleh data penurunan nilai TS dalam rentang waktu retensi setelah dilakukan analisa sampel hasil penelitian. Data yang diperoleh menunjukkan bahwa nilai TS akhir pada waktu retensi 180 menit, semuanya tidak memenuhi baku mutu yang telah ditetapkan oleh pemerintah pada Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 5 Tahun 2014 tentang baku mutu air limbah cair pabrik kelapa sawit. Hasil analisa TS akhir jika dibandingkan dengan baku mutu dapat dilihat pada tabel 4.3 berikut ini.


(34)

Tabel 4.3 Hasil Perbandingan TS dengan Baku Mutu. Jarak Antara Elektoda

(cm) TS (mg/L) Baku Mutu Sesuai / Tidak Sesuai

0,5 1665

100

Tidak Sesuai

1,0 1805 Tidak Sesuai

1,5 785 Tidak Sesuai

2,0 820 Tidak Sesuai

4.4.3 Perbandingan Hasil TSS Dengan Baku Mutu

Data pengaruh jarak antara elektroda pada reaktor elektrokoagulasi terhadap penurunan TSS dalam rentang waktu retensi dapat diperoleh setelah dilakukan analisa sampel hasil penelitian. Dari data yang diperoleh ditunjukkan bahwa nilai TSS akhir pada waktu retensi 180 menit, sebagian sudah memenuhi baku mutu yang telah ditetapkan oleh pemerintah pada Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 5 Tahun 2014 tentang baku mutu air limbah cair pabrik kelapa sawit. Perbandingan TSS akhir dengan baku mutu disajikan pada tabel 4.4 berikut ini.

Tabel 4.4 Hasil Perbandingan TSS dengan Baku Mutu. Jarak Antara Elektoda

(cm)

TSS

(mg/L) Baku Mutu Sesuai / Tidak Sesuai

0,5 400

250

Tidak Sesuai

1,0 200 Sesuai

1,5 200 Sesuai


(35)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KESIMPULAN

Dari hasil penelitian yang diperoleh dari analisis hasil pengolahan limbah cair pabrik kelapa sawit dari PKS PT. PP London Sumatra di Bagerpang, Tanjung Morawa dengan menggunakan teknik elektrokoagulasi terhadap penurunan COD, TS dan TSS, dapat diperoleh kesimpulan anatara lain :

1. Nilai COD awal berkisar antara 2153-4147 mg/L, TS 2150-2455 mg/L dan TSS 5200-5600 mg/L

2. Nilai COD setelah proses elektrokoagulasi berkisar antara 877,4-1395 mg/L, TS 785-1805 mg/L dan TSS 200-400 mg/L

3. Persentase penurunan kadar COD tertinggi adalah 72,897 % pada jarak antara elektroda 1,0 cm dengan waktu retensi 180 menit.

4. Persentase penurunan kadar TS tertinggi adalah 67,292 % pada jarak antara elektroda 1,5 cm pada waktu retensi 180 menit.

5. Persentase penurunan kadar TSS tertinggi adalah 96,429 % pada jarak antara elektroda 1,5 cm pada waktu retensi 180 menit.

6. Jarak antara elektroda terbaik adalah 1,5 cm.

5.2 SARAN

Saran yang dapat diberikan agar diperoleh hasil yang lebih baik untuk penelitian selanjutnya adalah :

1. Diperlukan reaktor yang dilengkapi sekat atau penyangga agar mampu mempertahankan jarak antara elektroda dan dibutuhkan alat supply DC yang dapat menjaga agar arus yang disuplai lebih stabil.

2. Untuk penelitian selanjutnya waktu reaksi dan retensi perlu ditambahkan sampai diperoleh waktu efektif penggunaan anoda akibat peluruhan sehingga anoda dapat diganti serta diperoleh informasi kapan parameter konstan hingga memenuhi baku mutu yang ditetapkan pemerintah, teknik sampling perlu diperhatikan kembali dan busa yang dihasilkan perlu dikaji.


(36)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 LIMBAH CAIR PABRIK KELAPA SAWIT DI INDONESIA

Indonesia merupakan produsen dan pengekspor minyak kelapa sawit mentah terbesar di dunia. Hal tersebut didukung besarnya area penanaman kelapa sawit di Indonesia yang meningkat dua kali lipat dalam sepuluh tahun terakhir, dimana luas tersebut memenuhi sekitar 5% dari total area penanaman di Indonesia. Produksi minyak kelapa sawit mentah pada industri kelapa sawit juga meningkat, dari perolehan yield yang stagnan sejak tahun 1970-an yaitu 3,8 ton per ha meningkat menjadi 5 ton per ha [12]. Industri kelapa sawit ini cukup memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi nasional, namun dari proses produksi dalam skala besar oleh industri tersebut juga menghasilkan limbah dalam jumlah yang besar [13].

Dari proses pengolahan kelapa sawit di pabrik kelapa sawit (PKS) dihasilkan berupa limbah cair, yang disebut palm oil mill effluent (POME). Limbah cair tersebut bersumber dari adanya sejumlah besar air dibutuhkan pada proses ekstraksi minyak dari kelapa sawit, yaitu pada proses perebusan buah dan proses pemurnian minyak [14]. Limbah cair tersebut sangat berpotensi mencemari lingkungan, sehingga pabrik diharapkan mampu menangani dan memproses limbah tersebut dengan peningkatan teknologi pengolahan [15].

2.2 BAKU MUTU DAN KARAKTERISTIK LIMBAH CAIR PABRIK KELAPA SAWIT

Limbah cair pabrik kelapa sawit (LCPKS) memiliki parameter kandungan dalam limbah seperti : biological oxygen demand (BOD5), chemical oxygen

demand (COD), total solid (TS), total suspended solid (TSS), minyak dan lemak

yang harus diperhatikan sebelum dibuang karena kandungan yang terlalu tinggi berpotensi mencemari lingkungan. Parameter tersebut diwajibkan memenuhi standar baku mutu yang ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 5 Tahun 2014 tentang baku mutu air limbah cair untuk industri minyak sawit disajikan pada Tabel 2.1 berikut ini.


(37)

Tabel 2.1 Baku Mutu Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit [16, 17]

No Parameter Kadar Paling

Tinggi (mg/L)

Beban Pencemaran Paling Tinggi (Kg/Ton)

1. BOD5 100 0,25

2. COD 350 0,88

3. TSS 250 0,63

4. TS 100 -

5. Minyak dan Lemak 25 0,063

6. Nitrogen Total 50 0,125

7. pH 6,0-9,0

8. Debit Limbah Paling Tinggi 2,5 m2 per ton produk minyak sawit crude palm oil (CPO)

Karakteristik dari limbah cair pabrik kelapa sawit tergantung pada kualitas bahan baku maupun proses produksi pada pabrik kelapa sawit [2]. Limbah cair pabrik kelapa sawit merupakan campuran yang berasal dari buangan kondensat

sterilizer, sludge dari separator dan air buangan dari hydrocyclone, dengan

komposisinya terdiri dari air, minyak dan padatan yang tersuspensi membentuk campuran koloid berwarna coklat. Temperaturnya cukup tinggi yaitu 80oC – 90oC, dengan kandungan biochemical oxygen demand (BOD) yang tinggi [18]. Karakteristik limbah cair pabrik kelapa sawit yang berasal dari PT. PP London Sumatra di Bagerpang disajikan pada tabel 2.2 berikut ini.

Tabel 2.2 Karakteristik Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit PT. PP London Sumatra di Bagerpang [19]

No Parameter Mutu Raw Effluent Outlet Anaerobic Pond

1. Dissolved Oxygen (mg/L) 5.0 6.3

2. COD (mg/L) 81600 3480

3. BOD (mg/L) 44800 1900

4. TS (mg/L) 70530 12810

5. TSS (mg/L) 41390 5220

6. Total Volatile Solid (mg/L) 11380 7550

7. Volatile Suspended Solid (mg/L) 4890 1970

8. 9. 10. 11. 12. 13. 14.

P Alkalinity (mg/L)

Total Alakalinity (mg/L)

VFA (mg/L)

Oil & Grease (mg/L) Total N (mg/L)

NH3-N (mg/L)

pH - - 1972 5685 1188 54 4.77 245 6564 890 49 342 280 8.29


(38)

Limbah cair dengan komposisi seperti yang disajikan pada Tabel 2.2 tersebut tidak dapat langsung dibuang ke aliran sungai atau tanah karena dapat menurunkani kualitas air. Maka perlu dilakukannya pengendalian dengan cara mengolah terlebih dahulu limbah cair tersebut sebelum dibuang ke lingkungan.

2.3 PENGOLAHAN LIMBAH CAIR PABRIK KELAPA SAWIT

Dengan adanya kandungan COD dan BOD yang sangat tinggi, limbah cair pabrik kelapa sawit menimbulkan ancaman besar terhadap kualitas lingkungan air di sekitarnya. Dalam beberapa tahun terkahir ini, banyak metode yang telah dikembangkan untuk mengontrol pencemaran oleh limbah cair pabrik kelapa sawit, diantaranya digunakan sebagai irigasi tanaman, sebagai pakan ternak, dilakukan dengan pengendapan dan pengeringan, penguapan, skimming sederhana, koagulasi, flotasi, adsorpsi, ultrafiltrasi, dan berbagai teknologi biodegradasi [20].

Teknik-teknik konvensional yang banyak dipakai seperti pengolahan secara biologis memiliki beberapa kekurangan yaitu biaya operasional yang tinggi, waktu tinggal yang lama serta penggunaan kolam dengan luas yang cukup besar. Salah satu alternatif pengolahan limbah cair pabrik kelapa sawit lainnya adalah dengan proses elektrolisis dan elektrokoagulasi [10].

Elektrokoagulasi adalah sistem pengolahan air limbah yang sangat efektif menghilangkan polutan dan menghasilkan gas hidrogen secara bersamaan sebagai pendapatan untuk mengimbangi biaya operasional. Elektrokoagulasi telah diuji positif untuk mengolah air limbah dari pembersih uap, mesin cuci, manufaktur tekstil, plat logam, laundry komersial, operasi pertambangan, sistem pembersih limbah kota dan limbah industri kelapa sawit [21].

2.4 ELEKTROLISIS DAN ELEKTROKOAGULASI 2.4.1 Elektrolisis

Elektrolisis merupakan metode yang digunakan untuk menghasilkan hidrogen sebagai energi alternatif yang bersih dan bebas polutan dari sumber yang dapat diperbaharui, yaitu air. Elektrolisis air merupakan teknologi yang matang dengan tingkat efisiensi >70%. Hidrogen dihasilkan dengan memisahkan air


(39)

menjadi komponen-komponen penyusunnya, yaitu hidrogen dan oksigen, dengan mengalirkan arus listrik di antara dua elektroda di dalam air [22].

Elektrolisis juga dapat digunakan sebagai metode pengolahan pengolahan limbah cair pabrik tekstil, makanan, petroleum, serat kimia dan lain-lain [23]. Penggunaan elektrosis dalam pretreatment limbah cair pabrik kelapa sawit yang sekaligus menghasilkan gas hidrogen dapat meminimalisir biaya pemeliharaan, sekaligus memberikan kontribusi dalam menejemen bahan bakar dan masalah polusi [24].

Pada proses elektrolisis digunakan aluminium (Al) atau besi (Fe) sebagai elektroda, dimana penggunaan elektroda aluminium lebih efisien daripada elektroda besi. Reaksi dengan logam (M) pada anoda seperti berikut :

M(s) → M(aq)n+ + ne

-2H2O(l) → 4H+(aq)+ O2(g) + 4e

-Maka reaksi pada katoda :

M(aq)n+ + ne-→ M(s)

2H2O(l) + 2e-→ H2(g) + 2OH

-Dari hasil elektrolisis tersebut dihasilkan ion hidroksil yang dikenal sebagai salah satu cairan radikal paling reaktif, yang akan mengoksidasi komponen-komponen organik dalam limbah cair karena memiliki afinitas yang tinggi. Dihasilkannya hidroksida akan menarik partikel-partikel yang tersuspensi sehingga menyebabkan koagulasi. Gas yang dihasilkan juga membantu pemindahan padatan yang tersuspensi [8, 10].

2.4.2 Elektrokoagulasi

Elektrokoagulasi adalah teknik yang digunakan untuk mengolah air limbah untuk memulihkan zat-zat kimia yang masih bernilai. Keuntungan utama dari elektrokoagulasi dibandingkan dengan teknik konvensional lainnya, seperti koagulasi kimia atau adsorpsi, adalah adanya penghantaran agen reaktif tanpa menghasilkan polusi sekunder, dan menggunakan peralatan yang ringkas [25].


(40)

2.4.3 Prinsip Kerja Elektrokoagulasi

Elektrokoagulasi merupakan teknologi yang mengkombinasikan fungsi dan keuntungan dari teknik konvensional seperti koagulasi, flotasi dan elektrokimia dalam air pada pengolahan limbah cair [26]. Prinsip kerja elektrokoagulasi adalah dengan menggunakan proses elektrolisis, yaitu proses yang melibatkan reaksi oksidasi dan reduksi yang terjadi ketika aliran listrik diberikan dalam cairan elektrolit [27]. Proses ini melibatkan penggunaan arus listrik yang dialirkan ke elektroda di dalam tangki reaktor dimana akan dihasilkan agen koagulasi dan gas gelembung. Selain itu, elektrokoagulasi adalah teknik yang melibatkan penambahan elektrolit dari koagulan ion logam secara langsung dari elektroda. Ion-ion ini akan berkoagulasi dengan polutan dalam cairan, mirip dengan penambahan bahan kimia koagulan seperti tawas dan besi klorida, yang dilanjutkan dengan sedimentasi dan flotasi [28].

Penggumpalan dan pemisahan polutan terjadi karena ketidakstabilan partikel yang ditimbulkan selama proses elektrolisis dan elektrokoagulasi. Destabilisasi partikel ini dicapai melalui dua mekanisme, yaitu yang pertama adanya kation yang dihasilkan dari proses hidrolisis air yang akan menetralkan partikel-partikel anion, dan yang kedua adalah penyapuan flokulasi dimana partikel-partikel pengotor terjebak dan dipindahkan ke dalam endapan hidroksida yang terbentuk. Selanjutnya gelembung-gelembung mikro (H2 dan O2) yang

dihasilkan di permukaan elektroda akan membawa gumpalan-gumpalan polutan yang terbentuk menuju permukaan air [29].

2.4.4 Jenis Plat Elektrokoagulasi

Pada proses elektrokoagulasi dalam penanggulangan air limbah, menggunakan elektroda yang dikorbankan (sacrificial elektrode) [30]. Beberapa jenis material umum yang digunakan adalah aluminium (Al) dan besi (Fe). Dari hasil yang diperoleh peneliti sebelumnya diperoleh informasi alumininium merupakan material terbaik [31, 32].

Keunggulan dan kelemahan dari masing-masing material yang digunakan sebagai plat pada proses elektrokoagulasi sebagai berikut :


(41)

1. Aluminium

Keunggulannya adalah:

• Stabil

• Tidak mudah mengalami korosi

• Persentase penghilangan COD lebih besar dari besi

• Baik dalam penurunan turbiditas dan menghilangkan warna Kelemahannya adalah:

• Sensistif terhadap perubahan temperatur

• Harganya mahal 2. Besi (Fe)

Keunggulannya adalah:

• Dapat menghilangkan sulfida

• Tidak sensitif dalam perubahan temperatur

• Harganya murah Kelemahannya adalah:

• Mudah mengalami korosi [32, 33]

2.4.5 Pengaruh Jarak Antara Elektroda Pada Reaktor Elektrokoagulasi

Jarak antara elektroda berpengaruh pada penurunan konsentrasi TSS, COD dan BOD. Semakin dekat jarak antara elektroda maka penurunan konsentrasi TSS semakin besar disebabkan oleh jarak yang jauh maka lintasan perputaran arus listrik semakin sedikit menyebabkan kurangnya efisiensi penurunan konsentrasi TSS, efisiensi dari COD dan BOD juga berkurang karena transfer elektron yang semakin lambat [34, 35].

2.4.6 Kelebihan Teknik Elektrokoagulasi

Berikut ini merupakan beberapa keunggulan dari teknik elektrokoagulasi yaitu :

1. Menanggulangi berbagai kontaminan secara bersamaan hanya dengan menggunakan satu teknologi saja.

2. Biaya modal dan biaya operasi secara signifikan lebih rendah dari pada teknologi alternatif lainnya.


(42)

3. Membutuhkan daya yang rendah.

4. Tidak membutuhkan tambahan zat kimia.

5. Mudah dalam perawatan (maintenance) serta tidak membutuhkan perhatian lebih.

6. Menghilangkan padatan tersuspensi dan padatan koloid.

7. Merusak emulsi minyak dalam air, menghancurkan serta menghilangkan bakteri dan virus.

8. Hasilnya konsisten dan terpercaya. 9. Meminimisasi lumpur (sludge) [36].

2.4.7 Kelemahan Teknik Elektrokoagulasi

Dari keunggulan yang dipaparkan sebelumnya, terdapat juga kelemahan teknik elektrokoagulasi antara lain :

1. Jika menggunakan daya listrik yang besar dalam waktu lama akan mengakibatkan beban biaya yang besar.

2. Besarnya reduksi dari plat elektroda yang digunakan dipengaruhi arus listrik yang mengalir melewatinya.

3. Tidak dapat digunakan untuk mengolah limbah yang mempunyai sifat elektrolit yang tinggi karena menyebabkan hubungan singkat antar elektroda [31].

2.5 KOAGULASI DAN FLOKULASI

Koagulasi dan flokulasi merupakan proses yang digunakan untuk menghilangkan partikel-partikel yang terlarut dan tersuspensi. Kebanyakan partikel dalam air dan air limbah memiliki muatan negatif sehingga terjadi tolak menolak satu sama lain jika saling kontak. Koagulasi dan flokulasi terjadi secara berurutan dan menggunakan koagulan yang berfungsi untuk merusak kestabilan partikel sehingga memungkinkan partiel untuk saling bertemu dan membentuk gumpalan (flok). Tujuan utama dari proses koagulasi dan flokulasi untuk menghilangkan turbiditas yang disebabkan oleh partikel-partikel yang terlarut dan tersuspensi, menghilangkan bakteri dan COD serta merubah konduktifitas listrik dari air limbah [37].


(43)

2.6 PARAMETER UTAMA YANG DIAMATI

Dalam penelitian ini parameter utama yang diamati adalah chemical oxygen

demand (COD), total solid (TS) dan total suspended solid (TSS). Dimana

parameter tersebut diharapkan mampu memenuhi baku mutu yang ditetapkan pemerintah.

2.6.1 Chemical Oxygen Demand (COD)

Chemical oxygen demand (COD) diukur untuk menentukan kekuatan polusi

yang ditimbulkan dari limbah cair domestik dan industri. Kebutuhan oksigen merupakan parameter penting untuk menilai konsentrasi kontaminan organik di sumber daya air. Karena degradasi senyawa organik membutuhkan oksigen, konsentrasi mereka dapat diperkirakan dengan jumlah oksigen yang dibutuhkan. Ketika oksidasi ini dilakukan secara kimiawi, maka nilai yang diperoleh disebut

chemical oxygen demand (COD) [38, 39].

2.6.2 Total Solid (TS)

Dalam analisis air limbah, jika dilakukan evaporasi air maka akan terdapat padatan-padatan yang tertinggal. Padatan-padatan tersebut dapat didefinisikan dalam beberapa arti seperti total solid (TS), total suspended solid (TSS), dissolved

solids, settleable solids, volatile solids, dan fixed solids. Dimana total padatan atau

total solid didefinisikan sebagai material yang tertinggal pada wadah saat seluruh air telah menguap atau mengalami evaporasi, biasanya pada 103 oC – 105 oC. Total padatan dapat direklasifikasi dengan cara mengubah prosedur pengujian. Total padatan dapat dibagi menjadi total padatan tersuspensi atau TSS dan total padatan terlarut atau total dissolved solids (TDS) [40].

2.6.3 Total Suspended Solid (TSS)

Total padatan tersuspensi atau TSS didefinisikan sebagai bagian dari padatan yang tertahan pada glass fiber filter dengan ukuran 2 µm (atau lebih kecil) termasuk zat organik dan nonorganik seperti alga, nutrien dan logam. Kadar padatan tersuspensi yang terlalu tinggi akan menurunkan kejernihan air sehingga menyebabkan sinar matahari terhalang masuk ke badan air dimana sinar matahari


(44)

dibutuhkan oleh spesies dalam air. Hal ini menyebabkan menurunnya laju fotosintesis dan laju pertumbuhan sehingga oksigen terlarut atau dissolved oxygen (DO) berkurang. Dua jenis nutrien yang mempengaruhi kualitas air adalah nitrogen dan fosfor. Dimana fosfor berhubungan dengan TSS karena molekul fosfor cenderung terikat pada partikel tanah tergerus dan terangkut ke badan air, sedangkan nitrogen lebih mudah larut dari fosfor dan biasanya dalam bentuk larutan. Saat pengujian, padatan yang tertahan pada filter, dibilas kemudian dikeringkan setelah kering dilakukan proses penimbangan. Pertambahan berat yang diperoleh merupakan padatan tersuspensi [40, 41].

2.7 ANALISIS EKONOMI

Limbah cair pabrik kelapa sawit perlu diolah kembali agar memenuhi baku mutu yang ditetapkan oleh pemerintah sebelum dibuang kebadan air. Salah satu pengolahan limbah cair pada pabrik kelapa sawit adalah kolam anaerobik. Pengolahan dengan metode tersebut kurang efisien dalam segi biaya dan waktu karena memembutuhkan lahan yang luas dimana untuk sebuah bak memiliki dimensi luas (20 x 40) m2 dan kedalaman 3 - 4 meter serta waktu tinggal selama 40 hari [7]. Pada pengolahan dengan metode kolam anaerobik dihasilkan gas metan (CH4) yang dapat dimanfaatkan sebagai biogas namun terdapat juga gas

karbon dioksida (CO2) yang dapat menimbulkan efek rumah kaca oleh karena itu

perlu diperlukan alternatif lain.

Salah satu alternatif untuk mengolah limbah cair pabrik kelapa sawit yaitu menggunakan reaktor elektrokoagulasi. Untuk skala laboratorium digunakan reaktor berdimensi : panjang x lebar x tinggi sebesar 12 cm x 12cm x 36 cm dan plat elektroda aluminium berdimensi : panjang x lebar x tebal sebesar 12 cm x 36 cm x 0,008 cm serta besar aliran listrik 10 volt dalam waktu reaksi selama 3 jam, metode ini mampu menurunkan kadar COD, TS dan TSS lebih dari 50 %. Jika reaktor elektrokoagulasi dilakukan secara tertutup, gas hidrogen yang terbentuk dapat dimanfaatkan untuk pembuatan biogas. Metode ini juga tidak menimbulkan efek rumah kaca.

Dari perbandingan tersebut jika ditinjau dari segi biaya dan waktu, metode elektrokoagulasi lebih efisien dari pada kolam anaerobik.


(45)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Dua negara produsen minyak sawit adalah Indonesia dan Malaysia, dimana Indonesia berperan sebesar 49 % sedangkan Malaysia sebesar 38 % produksi minyak kelapa sawit dunia [1]. Saat ini area perkebunan kelapa sawit di Indonesia rata-rata 8 juta hektar [2]. Pada tahun 2012, Indonesia memproduksi 23,5 juta ton minyak kelapa sawit sedangkan pada tahun 2013 produksi minyak kelapa sawit meningkat menjadi 26,70 juta ton [3].

Seiiring dengan meningkatnya produksi minyak kelapa sawit, secara bersamaan produksi limbah juga bertambah. Umumnya limbah yang terbentuk berupa limbah padat dan limbah cair. Dalam proses yang menghasilkan satu ton minyak kelapa sawit, dihasilkan dua setengah ton limbah cair kelapa sawit yang berasal dari proses perebusan, klarifikasi dan hidroksiklon. Limbah cair pabrik kelapa sawit (LCPKS) berupa palm oil mill effluent (POME) dianggap sebagai produk limbah utama yang dapat menyebabkan bahaya bagi lingkungan dan membutuhkan biaya pembuangan (disposal cost) yang tinggi [4, 5, 6].

Saat ini pengolahan limbah cair pabrik kelapa sawit dilakukan dengan menggunakan kolam anerobik dan aerobik namun cara ini memerlukan waktu tinggal yang cukup lama, membutuhkan lahan yang luas dan kurang baik dalam pemeliharaannya. Oleh karena itu diperlukan teknologi lain yang lebih efisien dalam waktu dan biaya murah salah satunya adalah elektrokoagulasi. Elektrokoagulasi mampu mengurangi kandungan logam, partikel tersuspensi dan minyak dari berbagai jenis limbah industri [7, 8].

Kandungan pada limbah cair pabrik kelapa sawit diwajibkan memenuhi baku mutu yang ditetapkan oleh pemerintah sebelum dibuang. Diharapkan proses elektrokoagulasi ini mampu menurunkan kadar chemical oxygen demand (COD),

total solid (TS) dan total suspended solid (TSS) karena termasuk beberapa

komponen yang mampu merusak lingkungan. Oleh karena hal tersebut diperlukan data penelitian terdahulu untuk membuktikan jika proses elektrokoagulasi efektif.


(46)

Tabel 1.1 menyajikan beberapa penelitian terdahulu tentang teknik eletrokoagulasi.

Tabel 1.1 Daftar Penelitian Terdahulu

No. Penulis Judul Metodologi Hasil

1. Fauzil (2010) [9]

Pengolahan Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit Effluent Ranut

(Reaktor Anaerobik Unggun Tetap) Menggunakan Teknik Elektrokoagulasi Jarak antara elektroda : (1,0; 1,5 dan 2,0) cm Voltase : (11,

12, 13) Volt Elektroda : Aluminium (Al),

Seng (Zn) dan Besi (Fe) Waktu retensi :

3 jam

Penurunan COD : 93,46%

menggunakan elektroda Al

Penurunan TSS : 95,30% menggunakan elektroda Al

2. Ansori (2014) [10]

Electrocoagulation of Palm Oil Mill

Effluent for Treatment and Hydrogen Production Using Respose Surface Methodology Jarak antara elektroda : 3 cm Voltase : 4 Volt Elektroda : Al Waktu retensi :

6 jam

Penurunan COD : 42.94%

dalam kondisi optimun

3. Ahmed (2015) [11]

Enchancement of an Electrocoagulation

Process for the Treatment of Textile

Wastewater under Combined Electrical

Connections Using Titanium Plates

Jarak Antara Elektroda : 1 cm

Voltase : 30 Volt Elektroda : kombinasi Al, Fe dan Titanium

(Ti) Waktu reaksi :

90 menit

Penurunan COD : 93,5%

Penurunan TSS : 97,5%

Pada penelitian ini, perbedaan terhadap penelitian yang telah dilakukan sebelumnya terutama pada penelitian Fauzil (2010) yang dijadikan acuan perbandngan adalah variasi jarak antara elektroda 0,5; 1,0; 1,5 dan 2,0 cm dengan voltase 10 Volt serta waktu retensi 30, 60, 90, 120, 150 dan 180 menit. Sedangkan pada penelitian yang dilakukan oleh Fauzil (2010) jarak antara elektroda 1,0; 1,5 dan 2,0 cm dengan voltase 11 V, 12 V dan 13 V serta waktu retensi tetap selama 3 jam dimana persentase penurunan COD meningkat seiring dengan bertambahnya waktu retensi [10]. Jenis dan bentuk material yang


(47)

digunakan sebagai elektroda juga memiliki perbedaan, pada penelitian Fauzil (2010) menggunakan tiga jenis material yaitu: Al, Zn dan Fe dengan panjang elektroda 15 cm dan lebar 9 cm. Pada penelitian ini digunakan material Al sebagai elektroda karena berdasarkan peneltian sebelumnya material ini memberikan hasil terbaik dalam persentase penurunan COD maupun TSS [9].

1.2 PERUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian diatas, maka permasalahan dapat dirumuskan sebagai berikut :

a. Limbah cair pabrik kelapa sawit berbahaya bagi lingkungan disebabkan oleh kandungan bahan organik dan anorganik yang dapat meningkatkan kadar COD, TS dan TSS jika dibuang langsung ke lingkungan.

b. Teknologi yang digunakan dalam proses penanggulangan limbah cair pabrik kelapa sawit kurang efektif dan efisien dalam hal biaya maupun waktu untuk menurunkan kadar COD, TS dan TSS sampai memenuhi standar baku mutu yang ditetapkan oleh pemerintah.

1.3 TUJUAN PENELITIAN

Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas dari penggunaan metode elektrokoagulasi dalam mengolah effluent limbah cair pabrik kelapa sawit. Adapun tujuan yang lain adalah sebagai berikut :

a. Untuk mengetahui cara meragkai peralatan reaktor elektrokoagulasi skala laboratorium.

b. Untuk mengetahui jarak antara elektroda dan waktu retensi yang terbaik dalam proses elektrokoagulasi.

c. Untuk menurunkan dan mengetahui persentase penurunan kadar COD, TS dan TSS limbah cair pabrik kelapa sawit dari effluent kolam anaerobik dengan menggunakan metode elektrokoagulasi agar dapat memenuhi baku mutu yang ditetapkan pemerintah sehingga dapat dibuang ke badan air.


(48)

1.4 MANFAAT PENELITIAN

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap ilmu pengetahuan, dan juga diharapkan dapat menambah informasi tentang teknik alternatif dalam pengolahan limbah cair pabrik kelapa sawit effluent kolam anaerobik yang lebih ekonomis, efisien dan ramah lingkungan.

1.5 RUANG LINGKUP PENELITIAN

Limbah cair yang diolah dalam penelitian ini adalah limbah cair pabrik kelapa sawit effluent kolam anaerobik. Pengolahan dilakukan dengan menggunakan teknik elektrokoagulasi. Percobaan ini dilakukan dengan berbagai variasi variabel sebagai berikut :

Tegangan : 10 V

Jarak antara elektroda : 0,5; 1,0 ; 1,5 dan 2,0 cm

Waktu retensi : 30, 60, 90, 120, 150 dan 180 menit

Sedangkan waktu pengontakan selama 3 jam. Percobaan dilakukan dalam reaktor batch dengan volume aktif reaktor 4.500 mL. Parameter yang diamati dari penelitian ini adalah penurunan kadar COD, TS dan TSS. Standar mutu limbah cair yang digunakan sebagai acuan dan uji kualitas proses adalah Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 5 Tahun 2014 tentang baku mutu limbah cair untuk industri minyak sawit.


(49)

ABSTRAK

Limbah cair dari pabrik kelapa sawit (LCPKS) terus bertambah seiiring dengan meningkatnya produksi minyak kelapa sawit di Indonesia. Teknik pengolahan limbah cair pabrik kelapa sawit dengan menggunakan kolam anaerobik kurang efisien, membutuhkan lahan yang luas selain itu limbah cair pabrik kelapa sawit belum memenuhi baku mutu yang ditetapkan oleh pemerintah. Oleh karena itu diperlukan teknologi alternatif lain seperti teknik elektrokoagulasi sebagai teknologi lanjutan dalam mengolah limbah cair effluent kolam anaerob pabrik kelapa sawit. Elektrokoagulasi merupakan sistem pengolahan air limbah yang mampu menghilangkan polutan dan menghasilkan gas hidrogen secara bersamaan sebgai pendapatan untuk mengimbangi biaya operasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dan jarak antara elektroda terbaik terhadap parameter polutan seperti chemical oxygen demand (COD), total solid (TS) dan total

suspended solid (TSS). Jenis material elektroda yang digunakan adalah

aluminium, dimensi reaktor 12 x 12 x 36 cm dengan waktu operasi 3 jam, voltase 10 volt, variasi jarak antara elektroda sebesar 0,5; 1,0; 1,5 dan 2,0 cm. Sampel yang digunakan berasal dari pabrik kelapa sawit PT. PP London Sumatra di Bagerpang, Tanjung Morawa. Hasil penelitian diperoleh persentase penurunan COD, TS dan TSS tertinggi adalah 72,897 % pada 1,0 cm; 67,292 % pada 1,5 cm dan 96,429 % pada 1,5 cm. Jarak antara elektroda terbaik adalah 1,5 cm.


(50)

ABSTRACT

Liquid waste from palm oil mill (LCPKS) continues to grow concurrently with the increased production of palm oil in Indonesia. Technical processing of palm oil mill effluent using anaerobic ponds less efficient, require large areas besides palm oil mill effluent not meet quality standards set by the government. Therefore we need another alternative technologies such as electrocoagulation as advanced technology in processing wastewater effluent from an anaerobic column. Electrocoagulation is a wastewater treatment system that is capable of eliminating pollutants and produce hydrogen gas simultaneously as revenue to offset operating costs. This study aims to determine the effect and the best inter electrode distance to reduce pollutant parameters such as chemical oxygen demand (COD), total solids (TS) and total suspended solids (TSS). The type of electrode material used is aluminum, the reactor dimensions 12 x 12 x 36 cm with 3 hours of operating time, voltage 10 volts, variations of inter electrode distance 0.5; 1.0; 1.5 and 2.0 cm. Samples were taken from palm oil mill PT. PP London Sumatra in Bagerpang, Tanjung Morawa. The results obtained by the percentage reduction in COD, TSS TS and the highest was 72.897% at 1.0 cm; 67.292% at 1.5 cm and 96.429% at 1.5 cm. Best distance between the electrodes was 1.5 cm.


(51)

PENGARUH JARAK ANTARA ELEKTRODA PADA

REAKTOR ELEKTROKOAGULASI TERHADAP

PENGOLAHAN EFFLUENT LIMBAH CAIR

PABRIK KELAPA SAWIT

SKRIPSI

Oleh

EDY SAPUTRA

110405100

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(52)

PENGARUH JARAK ANTARA ELEKTRODA PADA

REAKTOR ELEKTROKOAGULASI TERHADAP

PENGOLAHAN EFFLUENT LIMBAH CAIR

PABRIK KELAPA SAWIT

SKRIPSI

Oleh

EDY SAPUTRA

110405100

SKRIPSI INI DIAJUKAN UNTUK MELENGKAPI SEBAGIAN

PERSYARATAN MENJADI SARJANA TEKNIK

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(53)

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi dengan judul:

PENGARUH JARAK ANTARA ELEKTRODA PADA REAKTOR ELEKTROKOAGULASI TERHADAP

PENGOLAHAN EFFLUENT LIMBAH CAIR PABRIK KELAPA SAWIT

Dibuat untuk melengkapi sebagian persyaratan menjadi Sarjana Teknik pada Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini adalah hasil karya saya kecuali kutipan-kutipan yang telah saya sebutkan sumbernya.

Demikian pernyataan ini diperbuat, apabila dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya saya atau merupakan hasil jiplakan maka saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan aturan yang berlaku.

Medan, Juli 2016

Edy Saputra NIM 110405100


(54)

PENGESAHAN

Skripsi dengan judul:

PENGARUH JARAK ANTARA ELEKTRODA PADA REAKTOR ELEKTROKOAGULASI TERHADAP

PENGOLAHAN EFFLUENT LIMBAH CAIR PABRIK KELAPA SAWIT

dibuat untuk melengkapi persyaratan menjadi Sarjana Teknik pada Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini telah diujikan pada sidang ujian skripsi pada 22 Juli 2016 dan dinyatakan memenuhi syarat/sah sebagai skripsi pada Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

Mengetahui, Medan, Juli 2016

Koordinator Skripsi Dosen Pembimbing

Ir. Renita Manurung, M.T Farida Hanum, S.T, M.T NIP.19681214 199702 2 002 NIP. 19780610 200212 2 003

Dosen Penguji I Dosen Penguji II

Dr. Ir. Iriany, M.Si Dr. Maulida, S.T, M.Sc


(55)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Tulisan ini merupakan skripsi dengan judul “Pengaruh Jarak Antara Elektroda Pada Reaktor Elektrokoagulasi Terhadap Pengolahan Effluent Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit”, berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan di Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana teknik.

Hasil penelitian ini memberikan informasi mengenai cara merangkai peralatan reaktor elektrokoagulasi skala laboratorium dan memberikan informasi mengenai jarak antara elektroda dan waktu retensi terbaik terhadap penurunan kadar COD, TS dan TSS serta memberikan sumbangan ilmu pengetahuan mengenai teknik elektrokoagulasi dalam mengolah limbah cair pabrik kelapa sawit effluent kolam anaerobik yang lebih ekonomis, efesien dan ramah lingkungan agar dapat memenuhi baku mutu yang ditetapkan oleh pemerintah sehingga dapat dibuang ke badan air.

Selama melakukan penelitian sampai penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada:

1. Farida Hanum, S.T, M.T selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak memberikan ilmu dan arahan dalam pelaksanaan penelitian.

2. Ir. Renita Manurung, M.T selaku Koordinator Skripsi Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

3. Dr. Ir. Iriany, M.Si dan Dr. Maulida, S.T, M.Sc selaku Dosen Penguji

yang telah memberikan saran dan masukan untuk kesempurnaan skripsi ini.

4. Dr. Eng. Ir. Irvan, M.Si selaku Ketua Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.


(56)

5. Dr. Halimatuddahliana, S.T, M.Sc selaku Dosen Pembimbing Akademik yang senantiasa memberikan arahan dan motivasi selama menyelesaikan perkuliahan.

6. Ir. M. Ansori Nasution, M.Sc dan Pak Nasri selaku Pembimbing Penelitian di Pusat Penelitian Kelapa Sawit yang telah memberikan ilmu dan arahan dalam pelaksanaan penelitian.

7. Seluruh Dosen/Staf Pengajar dan Pegawai Administrasi Departemen Teknik Kimia yang telah memberikan banyak sekali ilmu yang berharga dan bantuan kepada penulis selama menjalankan perkuliahan.

8. Rekan penelitian William dan sahabat-sahabat saya yaitu Yunella Amelia Siagian, Palimeita, Maria Kristiani Pasaribu, Annisa Maharani Singgih dan Margaretha Siagian.

9. Teman sejawat, adik dan abang/kakak senior serta teman-teman stambuk 2011 terkhusus Happy Liani Kaban, Klaudia Kathryn Youzer Marbun, Nora Panjaitan, Henny Dian Diana Tampubolon, Dessy Mieko Purnamasari Turnip, Fitri Siregar, Ekuino Simanungkalit, Tri Putra Pasaribu, Windi Monica Surbakti, Golda Claudia Simanjuntak, Pri Hartini, Khairul Fahmi, Dasa Haryuwibawa, Endah Hutabarat dan Rizka Rinda Pramasti yang telah banyak memberikan banyak dukungan, semangat, doa, pembelajaran hidup dan kenangan tak terlupakan kepada penulis.

10. Semua orang yang telah membantu penulis hingga penyusunan skripsi ini, yang tidak dapat ditulis namanya satu per satu.

Penulis menyadari bahwa laporan hasil penelitian ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan masukan demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan.

Medan, Juli 2016

Penulis Edy Saputra


(57)

DEDIKASI

Skripsi ini saya persembahkan untuk :

Ibu & Ayah Tercinta Amy & Alm. Rustam Keluarga Angkat Penulis

Mawo Zaiyar & Alm. Pakwo Harun Saudara Penulis

Rudy Hartono, Suwandy & Fendy

Mereka adalah motivasi terbesar dan sumber energi bagiku. Kekuatan cinta dan kasih sayang tak terhingga yang diberikan kepadaku tiada mungkin dapat kubalas melainkan

hanya diwakili oleh kata terima kasih melalui selembar kertas yang memberikan penghormatan terbesar bagi

mereka.

Sekiranya Tuhan selalu memberikan nikmat kesehatan dan kebahagiaan yang melimpah bagi mereka.


(58)

RIWAYAT HIDUP PENULIS

Nama : Edy Saputra

NIM : 110405100

Tempat, Tanggal lahir : Takengon, 28 Agustus 1993 Nama Orang Tua : Rustam dan Amy

Alamat Orang Tua:

Jalan Pasar Inpres No. 423, Kecamatan Bebesen, Aceh Tengah

Asal Sekolah:

• TK Budi Dharma Takengon 1998 - 1999

• SD Budi Dharma Takengon 1999 - 2005

• SMP Negeri 1 Takengon 2005 - 2008

• SMA Sutomo 1 Medan 2008 - 2011 Pengalaman Organisasi/Kerja:

1. Panitia Natal Teknik Kimia 2012 sebagai anggota Seksi Acara. 2. Panitia Natal Teknik Kimia 2013 sebagai anggota Seksi Dana.

3. Himpunan Mahasiswa Teknik Kimia (HIMATEK) Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara periode 2014/2015 sebagai anggota Bidang Sosial dan Rohani.

4. Panitia Penerimaan Mahasiswa Baru Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara Tahun 2014 sebagai anggota Bidang Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan serta Kebersihan.

5. Panitia Malam Keakraban Mahasiswa Jurusan Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara Tahun 2014 sebagai koordinator Bidang Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan.

6. Panitia Natal Teknik Kimia 2014 sebagai anggota Seksi Acara.

7. Kerja praktek di Perseroan Terbatas Perkebunan Nusantara IV (PERSERO) Unit Usaha Sawit Langkat tahun 2015.


(59)

ABSTRAK

Limbah cair dari pabrik kelapa sawit (LCPKS) terus bertambah seiiring dengan meningkatnya produksi minyak kelapa sawit di Indonesia. Teknik pengolahan limbah cair pabrik kelapa sawit dengan menggunakan kolam anaerobik kurang efisien, membutuhkan lahan yang luas selain itu limbah cair pabrik kelapa sawit belum memenuhi baku mutu yang ditetapkan oleh pemerintah. Oleh karena itu diperlukan teknologi alternatif lain seperti teknik elektrokoagulasi sebagai teknologi lanjutan dalam mengolah limbah cair effluent kolam anaerob pabrik kelapa sawit. Elektrokoagulasi merupakan sistem pengolahan air limbah yang mampu menghilangkan polutan dan menghasilkan gas hidrogen secara bersamaan sebgai pendapatan untuk mengimbangi biaya operasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dan jarak antara elektroda terbaik terhadap parameter polutan seperti chemical oxygen demand (COD), total solid (TS) dan total

suspended solid (TSS). Jenis material elektroda yang digunakan adalah

aluminium, dimensi reaktor 12 x 12 x 36 cm dengan waktu operasi 3 jam, voltase 10 volt, variasi jarak antara elektroda sebesar 0,5; 1,0; 1,5 dan 2,0 cm. Sampel yang digunakan berasal dari pabrik kelapa sawit PT. PP London Sumatra di Bagerpang, Tanjung Morawa. Hasil penelitian diperoleh persentase penurunan COD, TS dan TSS tertinggi adalah 72,897 % pada 1,0 cm; 67,292 % pada 1,5 cm dan 96,429 % pada 1,5 cm. Jarak antara elektroda terbaik adalah 1,5 cm.


(60)

ABSTRACT

Liquid waste from palm oil mill (LCPKS) continues to grow concurrently with the increased production of palm oil in Indonesia. Technical processing of palm oil mill effluent using anaerobic ponds less efficient, require large areas besides palm oil mill effluent not meet quality standards set by the government. Therefore we need another alternative technologies such as electrocoagulation as advanced technology in processing wastewater effluent from an anaerobic column. Electrocoagulation is a wastewater treatment system that is capable of eliminating pollutants and produce hydrogen gas simultaneously as revenue to offset operating costs. This study aims to determine the effect and the best inter electrode distance to reduce pollutant parameters such as chemical oxygen demand (COD), total solids (TS) and total suspended solids (TSS). The type of electrode material used is aluminum, the reactor dimensions 12 x 12 x 36 cm with 3 hours of operating time, voltage 10 volts, variations of inter electrode distance 0.5; 1.0; 1.5 and 2.0 cm. Samples were taken from palm oil mill PT. PP London Sumatra in Bagerpang, Tanjung Morawa. The results obtained by the percentage reduction in COD, TSS TS and the highest was 72.897% at 1.0 cm; 67.292% at 1.5 cm and 96.429% at 1.5 cm. Best distance between the electrodes was 1.5 cm.


(61)

DAFTAR ISI

Halaman

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI i

PENGESAHAN ii

PRAKATA iii

DEDIKASI v

RIWAYAT HIDUP PENULIS vi

ABSTRAK vii

ABSTRACT viii

DAFTAR ISI ix

DAFTAR GAMBAR xii

DAFTAR TABEL xiii

DAFTAR LAMPIRAN xiv

DAFTAR SINGKATAN xv

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1 LATAR BELAKANG 1

1.2 PERUMUSAN MASALAH 3

1.3 TUJUAN PENELITIAN 3

1.4 MANFAAT PENELITIAN 4

1.5 RUANG LINGKUP PENELITIAN 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5

2.1 LIMBAH CAIR PABRIK KELAPA SAWIT DI INDONESIA 5 2.2 BAKU MUTU DAN KARAKTERISTIK LIMBAH CAIR

PABRIK KELAPA SAWIT 5

2.3 PENGOLAHAN LIMBAH CAIR PABRIK KELAPA SAWIT 7

2.4 ELEKTROLISIS DAN ELEKTROKOAGULASI 7

2.4.1 Elektrolisis 7

2.4.2 Elektrokoagulasi 8

2.4.3 Prinsip Kerja Elektrokoagulasi 9

2.4.4 Jenis Plat Elektrokoagulasi 9

2.4.5 Pengaruh Jarak Antara Elektroda Pada Reaktor


(62)

2.4.6 Kelebihan Teknik Elektrokoagulasi 10

2.4.7 Kelemahan Teknik Elektrokoagulasi 11

2.5 KOAGULASI DAN FLOKULASI 11

2.6 PARAMETER UTAMA YANG DIAMATI 12

2.6.1 Chemical Oxygen Demand (COD 12

2.6.2 Total Solid (TS) 12

2.6.3 Total Suspended Solid (TSS) 12

2.7 ANALISIS EKONOMI 13

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 14

3.1 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN 14

3.2 ALAT DAN BAHAN PERCOBAAN 14

3.2.1 Bahan 14

3.2.2 Peralatan 14

3.2.3 Perancangan Reaktor 15

3.2.3.1 Dimensi Reaktor 15

3.2.3.2 Elektroda 16

3.3 RANCANGAN PENELITIAN 16

3.4 TATA CARA PENGAMBILAN SAMPEL 17

3.4.1 Sampling Effluent 17

3.4.2 Sampling Hasil Elektrokoagulasi 18

3.5 PROSEDUR PENELITIAN 18

3.5.1 Perangkaian Reaktor Elektrokoagulasi 18

3.5.2 Preparasi Limbah Kolam Anaerobik 18

3.5.3 Pelaksanaan Penelitian 18

3.6 ANALISA DATA 19

3.7 FLOWCHART 20

3.7.1 Flowchart Prosedur Penelitian 20

3.7.2 Flowchart Prosedur Analisa COD 21

3.7.3 Flowchart Prosedur Analisa TS 22

3.7.4 Flowchart Prosedur Analisa TSS 22

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 23

4.1 KARAKTERISTIK AWAL LIMBAH CAIR EFFLUENT


(63)

4.2 PERANCANGAN REAKTOR ELEKTROKOAGULASI 23

4.3 PERANCANGAN REAKTOR ELEKTROKOAGULASI 24

4.3.1 Pengaruh Jarak Antara Elektroda Terhadap Perubahan

COD 24

4.3.2 Pengaruh Jarak Antara Elektroda Terhadap Perubahan TS 26 4.3.3 Pengaruh Jarak Antara Elektroda Terhadap Perubahan TSS 27 4.4 PERBANDINGAN HASIL DENGAN BAKU MUTU

LIMBAH CAIR PABRIK KELAPA SAWIT 29

4.4.1 Perbandingan Hasil COD Dengan Baku Mutu 29 4.4.2 Perbandingan Hasil TS Dengan Baku Mutu 29 4.4.3 Perbandingan Hasil TSS Dengan Baku Mutu 30

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 31

5.1 KESIMPULAN 31

5.2 SARAN 31


(1)

2.4.6 Kelebihan Teknik Elektrokoagulasi 10

2.4.7 Kelemahan Teknik Elektrokoagulasi 11

2.5 KOAGULASI DAN FLOKULASI 11

2.6 PARAMETER UTAMA YANG DIAMATI 12

2.6.1 Chemical Oxygen Demand (COD 12

2.6.2 Total Solid (TS) 12

2.6.3 Total Suspended Solid (TSS) 12

2.7 ANALISIS EKONOMI 13

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 14

3.1 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN 14

3.2 ALAT DAN BAHAN PERCOBAAN 14

3.2.1 Bahan 14

3.2.2 Peralatan 14

3.2.3 Perancangan Reaktor 15

3.2.3.1 Dimensi Reaktor 15

3.2.3.2 Elektroda 16

3.3 RANCANGAN PENELITIAN 16

3.4 TATA CARA PENGAMBILAN SAMPEL 17

3.4.1 Sampling Effluent 17

3.4.2 Sampling Hasil Elektrokoagulasi 18

3.5 PROSEDUR PENELITIAN 18

3.5.1 Perangkaian Reaktor Elektrokoagulasi 18

3.5.2 Preparasi Limbah Kolam Anaerobik 18

3.5.3 Pelaksanaan Penelitian 18

3.6 ANALISA DATA 19


(2)

4.2 PERANCANGAN REAKTOR ELEKTROKOAGULASI 23

4.3 PERANCANGAN REAKTOR ELEKTROKOAGULASI 24

4.3.1 Pengaruh Jarak Antara Elektroda Terhadap Perubahan

COD 24

4.3.2 Pengaruh Jarak Antara Elektroda Terhadap Perubahan TS 26 4.3.3 Pengaruh Jarak Antara Elektroda Terhadap Perubahan TSS 27 4.4 PERBANDINGAN HASIL DENGAN BAKU MUTU

LIMBAH CAIR PABRIK KELAPA SAWIT 29

4.4.1 Perbandingan Hasil COD Dengan Baku Mutu 29 4.4.2 Perbandingan Hasil TS Dengan Baku Mutu 29 4.4.3 Perbandingan Hasil TSS Dengan Baku Mutu 30

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 31

5.1 KESIMPULAN 31

5.2 SARAN 31


(3)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 3.1 Rancangan dan Spesifikasi Reaktor Elektrokoagulasi 15 Gambar 3.2 Bentuk dan Ukuran Plat Elektroda Aluminium 16

Gambar 3.3 Flowchart Prosedur Penelitian 20

Gambar 3.4 Flowchart Prosedur Analisa COD 21

Gambar 3.5 Flowchart Prosedur Analisa TS 22

Gambar 3.6 Flowchart Prosedur Analisa TSS 22

Gambar 4.1 Visual Reaktor Elektrokoagulasi dan 4 (empat) Lembar Plat

yang Digunakan 24

Gambar 4.2 Grafik Selisih Penurunan COD Terhadap Waktu Retensi 25 Gambar 4.3 Grafik Selisih Penurunan TS Terhadap Waktu Retensi 26 Gambar 4.4 Grafik Selisih Penurunan TSS Terhadap Waktu Retensi 28 Gambar L3.1 (a) Bak Kaca, (b) Plat Aluminium, (c) Supply DC dan

(d) Perakitan Alat Yang Sudah Selesai 46 Gambar L3.2 (a) Pengetesan Alat Sebelum Dijalankan dan (b) Pengetesan

Alat Sesudah Dijalankan 47 Gambar L3.3 Tempat Limbah Tempat Limbah Pabrik Kelapa Sawit PT. PP

London Sumatra di Bagerpang, Tanjung Morawa 47


(4)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1.1 Daftar Penelitan Terdahulu 2

Tabel 2.1 Baku Mutu Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit 6 Tabel 2.2 Karakteristik Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit Pabrik Kelapa

Sawit PT. PP London Sumatra di Bagerpang 6 Tabel 3.1 Kombinasi Pada Setiap Satuan Percobaan 17 Tabel 4.1 Karakteristik Limbah Awal PT. PP London Sumatra di

Bagerpang 23

Tabel 4.2 Hasil Perbandingan COD dengan Baku Mutu 29 Tabel 4.3 Hasil Perbandingan TS dengan Baku Mutu 30 Tabel 4.4 Hasil Perbandingan TSS dengan Baku Mutu 30

Tabel L1.1 Baku Mutu Limbah SNI 38

Tabel L1.2 Data Penurunan COD 39

Tabel L1.3 Data Penurunan TS 40


(5)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

LAMPIRAN 1 DATA PENELITIAN 38

L1.1 DATA BAKU MUTU LIMBAH 38

L1.2 DATA HASIL PENELITIAN SAMPEL EFFLUENT DARI PABRIK KELAPA SAWIT PT. PP LONDON SUMATRA

DI BAGERPANG, TANJUNG MORAWA 38

L1.2.1 Data Penurunan COD 38

L1.2.2 Data Penurunan TS 39

L1.2.3 Data Penurunan TSS 40

LAMPIRAN 2 CONTOH PERHITUNGAN 42

L2.1 PERHITUNGAN COD 42

L2.1.1 Perhitungan Nilai COD 42

L2.1.2 Perhitungan Persentase Penurunan COD 42

L2.2 PERHITUNGAN TS 43

L2.2.1 Perhitungan Nilai TS 43

L2.2.2 Perhitungan Persentase Penurunan TS 44

L2.3 PERHITUNGAN TSS 44

L2.3.1 Perhitungan Nilai TSS 44

L2.3.2 Perhitungan Persentase Penurunan TSS 45

LAMPIRAN 3 DOKUMENTASI PENELITIAN 46

L3.1 GAMBAR RANGKAIAN PERAKITAN PERALATAN 46

L3.2 GAMBAR PROSES PENGETESAN ALAT 47

L3.3 TEMPAT PENGAMBILAN LIMBAH 47


(6)

DAFTAR SINGAKATAN

BOD Biological Oxygen Demand

COD Chemical Oxygen Demand

CPO Crude Palm Oil

DO Dissolved Oxygen

IOPRI Indonesian Oil Palm Research Institute LCPKS Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit

PKS Pabrik Kelapa Sawit

POME Palm Oil Mill Effluent

PPKS Pusat Penelitian Kelapa Sawit

TDS Total Dissolved Solids

TS Total Solid

TSS Total Suspended Solid