Makalah Agensi Kuasa dan Politik Indones

Makalah Agensi, Kuasa dan Politik Indonesia
Karakteristik dan Perkembangan Partai Politik di Indonesia

Partai Persatuan Pembangunan,
Partai Amanat Nasional, Partai Keadilan Sejahtera

Disusun Oleh:
Firawati Sholichah

071311233004

Winanda Puthu T

071311233022

Afra Monica

071311233068

Wiwit T


071311233082

Ghea Nawafilla

071311233028

Zegi Dias P

071311233047

Departemen Hubungan Internasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Airlangga

Karakteristik dan Perkembangan Partai Politik di
Indonesia
Karakteristik dan Perkembangan Partai Politik di Indonesia
Partai Persatuan Pembangunan,
Partai Amanat Nasional, Partai Keadilan Sejahtera
I.


Partai Persatuan Pembangunan
I.1. Sejarah dan Dinamika Perkembangan Partai
Partai Persatuan Pembangunan (PPP) merupakan sebuah partai politik di
Indonesia yang lahir pada tanggal 5 Januari 1973. Partai ini merupakan hasil gabungan
dari empat partai keagamaan yaitu Partai Nahdlatul Ulama (NU), Partai Serikat Islam
Indonesia (PSII), Partai Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Perti) dan Partai Muslimin
Indonesia (Parmusi) (Dewan Pimpinan Pusat PPP, 2013). Perlu diketahui bahwa Parmusi
sendiri terdiri dari 16 organisasi Islam, yakni yaitu Muhammadiyah, Jamiatul Washliyah,
Gabungan Serikat Buruh Islam Indonesia (GASBIINDO), Persatuan Islam (Persis),
Nahdlatul Wathan, Mathlaul Anwar, Serikat Nelayan Islam Indonesia (SNII), Kongres
Buruh Islam Merdeka (KBIM), Persatuan Umat Islam (PUI), Al-Ittihadiyah, Persatuan
Organisasi Buruh Islam se Indonesia (PORBISI), Persatuan Guru Agama Islam Republik
Indonesia (PGAIRI), Himpunan Seni Budaya Islam (HSBI), Persatuan Islam Tionghoa
Indonesia (PITI), Al-Irsyad Al-Islamiyah dan Wanita Islam. Penggabungan ini kemudian
praktis melahirkan dua faksi terkuat di PPP, diantaranya adalah faksi NU dan Parmusi
(Inilahcom, 2014). Namun dalam perkembangannya, pada 1984, NU sebagai salah satu
faksi besar, secara resmi menyatakan kembali ke khitah 1926 untuk berdiri netral di atas
semua golongan yang kemudian secara otomatis juga keluar partai. Netralnya NU saat
itu ditengarai dimotori KH Yusuf Hasyim, yang melihat pihaknya terus dirugikan

(Inilahcom, 2014). Kemudian terkait dengan tujuan dari penggabungan keempat partai
keagamaan ini adalah untuk penyederhanaan sistem kepartaian di Indonesia terkait
dengan keperluan untuk menghadapi Pemilihan Umum pertama pada masa Orde Baru
tahun 1973. Kekuatan politik Islam sendiri dalam sejarah kehidupan sosial dan politik di
Indonesia cukup kuat. Oleh karena itu dengan peleburan golongan spiritual ke dalam
PPP, kemudian mampu menjadikannya sebagai partai politik pusat kekuatan politik
Islam pada awal pembentukannya. Bahkan hal tersebut kemudian juga dapat dijadikan
alasan PPP, sebagai partai berbasis Islam yang mampu merepresentasikan berbagai

Makalah Agensi, Kuasa dan Politik di Indonesia

Page 2

Karakteristik dan Perkembangan Partai Politik di
Indonesia
kelompok Islam di Indonesia, kemudian kini mendeklarasikan diri sebagai “Rumah
Besar Umat Islam”.
Di awal berdirinya, jabatan ketua umum sementara diduduki oleh Mohammad
Syafa'at Mintaredja, yang juga merupakan salah satu pendiri PPP. PPP pada dasarnya
didirikan oleh lima deklarator yang merupakan pimpinan dari empat empat Partai Islam

peserta Pemilu 1971 dan seorang ketua kelompok persatuan pembangunan, semacam
fraksi empat partai Islam di DPR (Dewan Pimpinan Pusat PPP, 2013). Para deklarator
tersebut diantaranya adalah KH Idham Chalid yang merupakan Ketua Umum PB
Nadhlatul Ulama; H.Mohammad Syafaat Mintaredja, SH, Ketua Umum Partai Muslimin
Indonesia (Parmusi); Haji Anwar Tjokroaminoto, Ketua Umum PSII; Haji Rusli Halil,
Ketua Umum Partai Islam Perti; serta Haji Mayskur yang merupakan Ketua Kelompok
Persatuan Pembangunan di Fraksi DPR. Masa jabatan H.Mohammad Syafaat
Mintaredja, SH sebagai ketua umum sendiri dimulai sejak tanggal 5 Januari 1973 hingga
tahun 1978. Selain jabatan Ketua Umum, pada awal berdirinya PPP juga mengenal
presidium partai yang terdiri dari KH.Idham Chalid sebagai Presiden Partai,
H.Mohammad Syafaat Mintaredja, SH, Drs.H.Th.M.Gobel, Haji Rusli Halil dan Haji
Masykur, masing-masing sebagai Wakil Presiden.
Sebagai partai politik berasaskan Islam, seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya, partai politik ini dalam perjalanannya pernah menanggalkan asas Islam dan
menggunakan asas Negara Pancasila sesuai dengan sistem politik dan peratururan
perundangan yang berlaku sejak tahun 1984. Hal ini ditengarai karena tekanan dari
politik kekuasaan Orde Baru (Dewan Pimpinan Pusat PPP, 2013). Pada Muktamar I PPP
tahun 1984 PPP secara resmi menggunakan asas Pancasila dan lambang partai berupa
bintang dalam segi lima. Setelah tumbangnya Orde Baru yang ditandai dengan
lengsernya Presiden Soeharto tanggal 21 Mei 1998 dan dia digantikan oleh Wakil

Presiden B.J.Habibie, PPP kembali menggunakan asas Islam dan lambang Ka'bah.
Secara resmi hal itu dilakukan melalui Muktamar IV akhir tahun 1998. Walau PPP
kembali menjadikan Islam sebagai asas, PPP tetap berkomitemen untuk mendukung
keutuhan NKRI berdasarkan Pancasila (Dewan Pimpinan Pusat PPP, 2013). Lebih lanjut
dalam sumber yang sama disebutkan bahwa dalam Pasal 5 AD PPP yang ditetapkan
dalam Muktamar VII Bandung 2011 ditegaskan bahwa: “Tujuan PPP adalah terwujudnya
masyarakat madani yang adil, makmur, sejahtera lahir batin, dan demokratis dalam
wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila di bawah rida
Makalah Agensi, Kuasa dan Politik di Indonesia

Page 3

Karakteristik dan Perkembangan Partai Politik di
Indonesia
Allah Subhanahu Wata’ala.” Sedangkan untuk tujuan di atas, PPP merumuskan prinsip
perjuangan partai yang membingkai seluruh aktivitas partai, kader, dan simpatisannya.
Prinsip perjuangan tersebut diantaranya adalah prinsip ibadah, prinsip itiqomah, prinsip
kebenaran, kejujuran, dan keadilan, prinsip musyawarah, prinsip persamaan,
kebersamaan, dan persatuan, prinsip amar ma’ruf nahi munkar.
Dalam perkembangannya sendiri, dalam internal PPP ini sering terjadi konflik,

salah satunya disebabkan oleh adanya krisis identitas. Seperti yang telah diketahui
bahwa awal pembentukan partai ini sendiri bukan dibentuk murni ide dari para
pendirinya, namun karena tekanan perpolitikan orde baru terkait dengan peraturan
penyederhanaan partai, sehingga tidak heran apabila dalam perkembangannya sering
terjadi konflik didalam tubuh PPP yang kemudian juga memicu menurunnya perolehan
suara pada PPP. Di awal orde baru konflik ini diwarnai dengan adanya pengaruh
penguasa dalam penentuan struktur PPP. Sedangkan ketika orde baru telah runtuh pun
konflik terus terjadi dan justru semakin diperparah dengan pemisahan kelompok dan
partai islam di dalam PPP membentuk partai-partai baru seperti PKB dan PAN. Sehingga
membuat basis pendukung yang semula mayoritas adalah NU dan muhammadiyah
menjadi berkurang dan hanya mengandalkan para kyai dan pengikutnya sebagai massa
pendukungnya.
1.2 Struktur Partai
Lebih dari itu, terkait dengan struktur partai dalam perkembangannya terjadi
perubahan dalam hal kepemimpinan dan struktur Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Jika pada sebelumnya, masa bakti kepengurusan PPP selama 5 tahun maka kini
dipercepat menjadi 4 tahun saja. Hal ini sesuai ketentuan pasal 50 Anggaran dasar Partai
hasil Muktamar VII dan berlaku mulai periode 2011-2015. Mukatamar akan
diselenggarakan selambat-lambatnya satu tahun setelah pemilu legislatif dan merupakan
bentuk keseriusan PPP untuk melakukan konsolidasi nasional yang menyesuaikan

dengan kalender politik nasional. Kini susunan pengurus terdiri dari Pengurus Harian
sebanyak 55 orang, Pimpinan Majelis syariah sebanyak 1 orang, Pimpinan Majelis
Pertimbangan sebanyak 18 orang, Pimpinan Majelis Pakar sebanyak 18 orang dan
Mahkamah Partai sebanyak 9 orang.
Berikut nama-nama pemimpin Partai Persatuan Pembangunan (PPP) sejak
awal berdirinya yaitu Mohammad Syafa'at Mintaredja (5 Januari 1973 - 1978), Djaelani
Makalah Agensi, Kuasa dan Politik di Indonesia

Page 4

Karakteristik dan Perkembangan Partai Politik di
Indonesia
Naro (1978 - 1989) menjabat selama dua periode namun tahun 1978 mengundurkan diri
hingga dilakukan Muktamar I PPP tahun 1984 dan Naro dipilih kembali, Ismail Hassan
Metareum (1989 - 1998) juga menjabat selama dua periode dalam Muktamar II PPP
tahun 1989 dan Muktamar III tahun 1994, Hamzah Haz (1998-2007) juga menjabat dua
periode melalui Muktamar IV tahun 1998 dan Mukatamar V tahun 2003, Suryadharma
Ali (2007 - 2014) dalam Muktamar VI tahun 2007 dan Muhammad Romahurmuziy
(2014 - 2019). Dalam periode 2007-2011 PPP memiliki struktur organisasi sebagai
berikut (1) Ketua Umum DPP PPP : Suryadharma Ali, (2)Sekretaris Jenderal : H. Irgan

Chairul, (3) Wakil Ketua Umum : Drs. HA Chozin Chumaidy.
1.3 Perolehan Suara di Pemilu
Sementara pencapaian hasil suara yang didapat Partai Persatuan Pembangunan
(PPP) cenderung mengalami penurunan pada tiap periodenya. Adanya penurunan jumlah
suara ini juga berdampak pada jumlah kursi yang diterima dalam DPR. Pada tahun 1977,
menerima 18.743.491 (29,29%) dan mendapat 99 kursi DPR, tahun 1982 menerima
20.871.880 (27,78%) dan mendapat 94 kursi DPR, tahun 1987 menerima 13.701.428
(15,96%) dan mendapat 61 kursi DPR, tahun 1992 mendapat 16.624.647 (17%) dan
mendapat 62 kursi DPR, tahun 1997 menerima 25.340.028 (22,43%) dan mendapat 89
kursi DPR, tahun 1999 mendapat 11.329.905 (10,71%) dan mendapat 58 kursi DPR,
tahun 2004 menerima 9.248.764 suara (8,15%) dan mendapat 58 kursi DPR, tahun 2009
menerima 5.533.214 (5,32%) dan mendapat 38 kursi DPR, dan tahun 2014 menerima
8.157.488 (6,53%) dan mendapat 8 kursi DPR.
Apabila dianalisis maka diketahui pada pemilu 1977 - 1997, keadaan pemilu
dinilai penuh kecurangan dan tekanan yang ketika itu berada pada masa orde baru. Sejak
tahun 1977 hingga 1992, jumlah suara yang diterima Partai Persatuan Pembangunan
(PPP) semakin menurun. Hal ini disebabkan pendidikan politik yang dijalankan pada
masa orde baru menjadi penyebab utamanya. Partai politik mendapat citra negatif
termasuk para partai politik umat Islam seperti Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ini.
Ketika itu terdapat slogan Islam Yes, Partai Islam No. Terdapat kecurigaan politik uang,

politik pembangunan dan politik karis yang menyebabkan partai Islam dijauhi dan
menurunnya kader dan loyalis PPP (Dewan Pimpinan Pusat PPP, 2013).
Pada tahun 1997, terjadi konflik intern yang berakibat perpecahan dalam
tubuh PDI yang akhirnya dimanfaatkan oleh kader PPP yang dipimpim Politikus PPP
Makalah Agensi, Kuasa dan Politik di Indonesia

Page 5

Karakteristik dan Perkembangan Partai Politik di
Indonesia
Solo bernama Mudrick Sangidoe dengan kampanye penitipan suara kader PDI ke PPP.
Hal ini menyebabkan perolehan suara PPP meningkat. Pada pemilu tahun 1999, PPP
sebagai partai pemerintahan BJ Habibie bersama PDI dan Golkar mendapat sentimen
negatif sebagai representasi orde baru. Sementara itu, muncul partai Islam lain seperti
PKS dan PBB yang semakin menurunkan perolehan suara PPP.
Selain itu, Hamzah Haz yang menjabat sebagai wakil presiden kabinet
Megawati meggoncagkan kader PPP dengan mendapat fatwa haram presiden
perempuan. Kepercayaan PPP sebaai partai umat pun semakin meluntur sedangkan
partai islam baru seperti PKS semakin melejit. Alhasil pada pemilu 2004, PPP mendapat
penurunan perolehan suara. PPP semakin mengalami penurunan dengan munculnya isu

korupsi dan pragmatis dikarenakan PPP memberi dukungan kepada pemerintah berama
PAN dan PKB. Sementara PPP semakin menurun, demokrat dan PKS mengalami era
keemasan karena dianggap bersih dan profesional. PPP pun kembali mengalami
penurunan suara dalam pemilu 2009. Namun pada pemilu tahun 2014, PPP mengalami
kenaikan tipis perolehan suara namun tetap memiliki penurunan drastis peringkat partai
politik.
Daerah yang memberikan konstribusi perolehan kursi atau sebaliknya tidak
memberikan konstribusi kursi bagi PPP adalah (1) Pada Pemilu 1977, PPP meraih kursi
pada 22 provinsi atau 84,62 persen dari 26 provinsi. Provinsi yang tidak menghasilkan
kursi bagi PPP adalah Sulawesi Tenggara, Bali, Nusa Tenggara Timur, dan Irian Jaya. (2)
Pada Pemilu 1982, PPP meraih kursi pada 22 provinsi atau 81,84 persen dari 27 provinsi.
Provinsi yang tidak menghasilkan kursi bagi PPP adalah Sulawesi Utara, Sulawesi
Tenggara, Bali, Nusa Tenggara Timur, Irian Jaya, dan Timur Timur. (3) Pada Pemilu
1987, PPP meraih kursi pada 22 provinsi atau 81,84 persen dari 27 provinsi. Provinsi
yang tidak menghasilkan kursi bagi PPP adalah Sulawesi Utara, Sulawesi Tenggara,
Bali, Nusa Tenggara Timur, Irian Jaya, dan Timur Timur. (4)Pada Pemilu 1992, PPP
meraih kursi pada 18 provinsi atau 66,66 persen dari 27 provinsi. Provinsi yang tidak
menghasilkan kursi adalah Jambi, Bengkulu, Lampung, Sulawesi Utara, Bali, Nusa
Tenggara Timur, Irian Jaya, dan Timor Timur. (5) Pada Pemilu 1997, PPP meraih kursi
pada 18 provinsi atau 66,66 persen dari 27 provinsi. Provinsi yang tidak menghasilkan

kursi bagi PPP adalah Jambi, Bengkulu, Lampung, Sulawesi Utara, Bali, Nusa Tenggara
Timur, Irian Jaya, dan Timor Timur. (6) Pada Pemilu dipercepat tahun 1999, PPP meraih
kursi pada 24 provinsi atau 88,88 persen dari 27 provinsi. Provinsi yang tidak
Makalah Agensi, Kuasa dan Politik di Indonesia

Page 6

Karakteristik dan Perkembangan Partai Politik di
Indonesia
menghasilkan kursi bagi PPP adalah Bali, Irian Jaya, dan Timur Timur. (7) Pada Pemilu
2004, PPP meraih kursi pada 23 provinsi atau 69.69 persen dari 33 provinsi. Provinsi
yang tidak menghasilkan kursi bagi PPP adalah Babel, Kepri, DIY, Bali, NTT, Sulawesi
Barat, Maluku, Maluku Utara, Irian Jaya Barat, dan Papua (Dewan Pimpinan Pusat PPP,
2013).
Dari penjelasan diatas dapat terlihat apabila semakin banyak provinsi yang
tidak dikuasai oleh PPP. Kekuatan yang dimiliki PPP semakin melemah pada tiap
periodenya. Selain itu ketika era orde baru, PPP mengalami diskriminasi dari pemerintah
Indoensia yang ketika itu dipimpin oleh Soeharto. PPP selalu berada dalam keadaan
tertindas. Kader-kader PPP dengan segala alat kekuasaan Orde Baru dipaksa
meninggalkan partai, kalau tidak akan dianiaya. Kalau seniman, tokoh PPP itu tidak akan
bisa “manggung” di TVRI, satu-satu stasiun televisi yang dikontrol Pemerintah. Hal ini
dialami oleh H. Rhoma Irama, Bajuri yang kini dikenal Mat Solar Sopir Bajaj, dan lainlain. Selama masa Orde Baru banyak kader-kader PPP terutama di daerah yang
ditembak, dipukul, dan malah ada yang dibunuh. Saksi-saksi PPP diancam, suara yang
diberikan rakyat ke PPP dimanipulasi untuk kemenangan Golkar, mesin politik Orde
Baru. Jadi kalau ada yang menyatakan PPP adalah bagian dari Orde Baru sangat tidak
beralasan.
Kini PPP sedang berupaya untuk memperbaiki citranya dan berupaya bangkit
kembali melalui memproklamirkan diri sebagai “Rumah Besar Umat Islam (Dewan
Pimpinan Pusat PPP, 2013). Pertama, PPP merupakan tempat kembalinya orang Islam,
terutama untuk menyalurkan aspirasi dan menindaklanjutinya. Kedua, PPP merupakan
tempat bernaung atau berlindung dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. PPP
merupakan partai yang paling gigih memperjuangkan aspirasi umat Islam dari berbagai
macam langkah-langkah berbagai kalangan yang merugikan umat Islam di Indonesia.
Hal ini dilakukan sejak PPP berdiri sampai kini. Sebagai kompensasi atas berdirinya PPP
sebagai partai Islam, maka PPP meredam keinginan sebagian umat Islam itu sendiri
untuk mendirikan negara Islam atau mengganti Pancasila dengan asas Islam, karena
ternyata dalam negara Pancasila masih dimungkinkan berdirinya partai Islam yang
mempunyai kebebasan memperjuangkan aspirasi umat Islam dalam bingkai Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Karena itu, keberadaan PPP dalam konteks NKRI sangat
penting. Ketiga, PPP merupakan tempat untuk menyatukan aspirasi umat Islam dan

Makalah Agensi, Kuasa dan Politik di Indonesia

Page 7

Karakteristik dan Perkembangan Partai Politik di
Indonesia
menindaklanjutinya, sehingga aspirasi umat Islam dapat terwujud dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara.

II.

Partai Amanat Nasional
II.1.Sejarah dan Dinamika Perkembangan Partai
PAN yang merupakan singkatan dari Partai Amanat Nasional merupakan salah
satu dari sekian banyak partai yang pernah mendominasi perpolitikan Indonesia.
Kelahiran partai ini dibidani oleh Majelis Amanat Rakyat (MARA), salah satu gerakan
reformasi pada masa Soeharto. Secara kronologis, gagasan pembentukan PAN dimulai
pada tanggal 5 Juli 1998 ketika seluruh jajaran Pimpinan Pusat dan Provinsi
Muhammadiyah mengadakan Tanwir Muhammadiyah. Dalam acara tersebut, mayoritas
peserta mengungkapkan aspirasinya agar warga Muhammadiyah membangun partai
baru. Namun dalam keputusan resmi dinyatakan, bahwa Muhammadiyah tidak akan
pernah berubah menjadi parpol, juga tidak akan membidani lahirnya sebuah parpol.
Tetapi warga Muhammadiyah diberi keleluasaan untuk terlibat dalam parpol sesuai
dengan minat dan potensinya.
Kelahiran PAN sendiri tidak lepas dari campur tangan Amien Rais yang
seringkali disebut sebagai lokomotif reformasi tahun 1998. Tanggal 22 Juli pada tahun
yang sama, Amien Rais menghadiri pertemuan MARA di hotel Borobudur untuk
membahas situasi politik pada masa itu bersama rekan- rekannya, antara lain Goenawan
Mohammad, Fikri Jufri, Dawan Raharjo, Ratna Sarumpaet, Zumrotin dan Ismet Hadad.
Dari sini, terdapat urgensi lain pembentukan partai politik yang semula hanya berupa
keinginan masyarakat untuk membentuk parpol menjadi kesadaran dari tiap- tiap tokoh
politik MARA tersebut untuk segera mempersiapkan pembentukan partai, disamping
fungsinya semula seagai gerakan moral.
Selanjutnya, pada 5-8 Agustus 1998, terbentuklah sebuah partai dengan nama
Partai Amanat Bangsa (PAB)yang kemudian berubah nama menjadi Partai Amanat
Nasional (PAN). PAN dideklarasasikan di Jakarta pada 23 Agustus 1998 oleh 50 tokoh
nasional, di antaranya Prof. Dr. Ir. HM. Amien Rais MA (mantan Ketua umum
Muhammadiyah), Goenawan Mohammad, Abdillah Toha, Dr. Rizal Ramli, Dr. Albert
Hasibuan, Toety Heraty, Prof. Dr. Emil Salim, Drs. Faisal Basri MA, A.M. Fatwa,

Makalah Agensi, Kuasa dan Politik di Indonesia

Page 8

Karakteristik dan Perkembangan Partai Politik di
Indonesia
Zoemrotin, Alvin Lie Ling Piao dan lainnya dengan pengesahan Depkeh HAM No. M20.UM.06.08 tgl. 27 Agustus 2003.
PAN adalah sebuah partai yang memiliki lambang partai bergambar matahari
dengan warna latar belakang berwarna biru. PAN berazas Pancasila. Sebagaimana azas
yang dianutnya, PAN menjungjung tinggi dan menegakkan kedaulatan rakyat, keadilan,
kemakian material, dan spiritual. Cita- cita partai kemudian didasarkan pada
kemajemukan, moral agama, dan kemanusiaan.
2.2 Struktur Partai
Partai Amanat Nasional atau yang disingkat dengan PAN memiliki total
jumlah pengurus harian DPP PAN yang berjumlah 77 orang, Majelis Penasihat Partai
yang berjumlah 9 orang dan Mahkamah Partai yang berjumlah 5 orang (Detiknews,
2015). PAN merupakan salah satu partai di Indonesia yang dipandang sebagai partai
berhaluan agama berbasis Islam. Sebenarnya, persoalan relasi antara PAN dan
Muhammadiyah muncul sejak partai tersebut dilahirkan pada 1998. Namun, karena saat
itu Amien Rais sebagai pendiri PAN juga dikenal sebagai ketua umum Muhammadiyah,
persoalan tersebut tidak menjadi isu penting. Bahkan, dalam perkembangannya, di
banyak tempat, kader dan infrastruktur Muhammadiyah ikut memfasilitasi berdirinya
PAN. Namun korelasi erat antara PAN dan Muhammadiyah ini kemudian ditampik oleh
Ketua Umum PAN yakni Hatta Rajasa yang mengatakan bahwa PAN sejatinya bukan
merupakan partai agama melainkan partai nasionalis terbuka (Wardhy, 2014). Memang
PAN menjadi salah satu partai politik di Indonesia yang menampung aspirasi politik dan
memberikan posisi kepada tokoh- tokoh yang dikenal sebagai aktivis Muhammadiyah.
Akan tetapi Hatta Rajasa

dalam Wardhy (2014) menegaskan bahwa pemahaman

masyarakat pada PAN sebagai partai agama berbasis Islam merupakan hal yang keliru,
memang PAN memberikan tempat bagi warga persyarikatan untuk mengembangkan
karir politik mereka akan tetapi bukan berarti PAN mengotak-ngotakkan masyarakat
karena sejak awal, PAN memang adalah partai terbuka yang memberikan kesempatan
bagi setiap masyarakat Indonesia untuk bergabung, sehingga tidak hanya untuk warga
muhammadiyah saja namun juga terbuka bagi kalangan non-muslim. Hal ini terbukti
dengan daftar pada jajaran DPP PAN yang mencantumkan nama Albert Hasibuan dan
Alvien Lie atau di Jawa Timur terdapat Mikel Liem yang notabene merupakan warga
non-muslim. Menurut Arifin (2008), jika dilihat dari sudut pandang mana pun, Amien
Makalah Agensi, Kuasa dan Politik di Indonesia

Page 9

Karakteristik dan Perkembangan Partai Politik di
Indonesia
Rais adalah ikon Muhammadiyah maka ketika Amien Rais menduduki posisi penting di
PAN, orang-orang Muhammadiyah dengan begitu mudah mengidentifikasikan dirinya
dengan Amien plus PAN.
Dalam sejarahnya Partai Amanat Nasional atau PAN ini pernah dipimpin oleh
empat ketua umum, yakni Hatta Rajasa yang menjabat sebagai ketua umum PAN pada
2010-2015, Soetrisno Bachir yang menjabat sebagai ketua umum PAN pada 2005-2010,
Zulkifli Hasan yang menjabat sebagai ketua umum PAN pada 2015-2020 dan Amien
Rais yang menjabat sebagai ketua umum PAN pada 1998-2005. Amien Rais yang
merupakan ketua umum pertama PAN sekaligus ketua umum pimpinan pusat
muhammadiyah ke-12, berperan juga sebagai tokoh pembentuk PAN. Partai Amanat
Nasional yang kemudian dinakhodainya sendiri berhasil cukup gemilang dalam
mengikuti pemilu pertama kali tahun 1999, dimana partai berlambang matahari itu
mampu meraup perolehan suara 7% dan menempatkan posisinya di peringkat ke-5
dalam perolehan suara nasional seluruh partai kontestan (Muhammadiyah, n.d).
Kemudian Amien Rais maju pertama kali sebagai calon wakil presiden pada tahun 2004
namun kalah karena hanya meraih kurang dari 15% suara nasional. Setelah berhenti
menjabat pada tahun 2005 karena tidak bersedia dicalonkan sebagai ketua umum, Amien
Rais digantikan oleh Soetrisno Bachir. Soetrisno Bachir merupakan ketua umum PAN
ke-2 yang terpilih melalui kongres PAN ke-2 yang berasal dari keluarga Muhammadiyah
dan sempat menjabat sebagai anggota Majelis Ekonomi PP Muhammadiyah dengan 745
suara mengalahkan politikus kawakan Fuad Bawazier yang hanya mendapatkan 551
suara. Soetrisno dikenal sebagai sosok penyumbang yang dermawan

dilingkungan

organisasi keagamaan seperti HMI, Muhammadiyah, serta PII. Kedermawanan itulah
yang kemudian memperkenalkan Soetrisno Bachir dengan sosok Amien Rais dan
membawanya pada kedudukan sebagai ketua umum PAN. Soetrisno Bachir menjabat
sebagai ketua umum PAN pada tahun 2005 dengan mengantongi dukungan 745 suara,
mengalahkan Fuad Bawazier (551 suara), Didik J Rachbini (59 suara), Moeslim
Abdurrahman (17 suara), Afni Ahmad (8 suara) dan Samuel Kotto (5 suara) dalam
Kongres PAN ke-2 (Hariyanto, 2005). Dukungan suara yang di dapatkan oleh Soetrisno
Bachir ini tidak lepas dari mundurnya Hatta Radjasa sebagai kandidat ketua umum PAN.
Selain itu Soetrisno Bachir juga mendapatkan dukungan penuh dari Amien Rais yang
kemudian memunculkan anggapan bahwa tanpa adanya dukungan dari Amin Rais,
diperkirakan sulit untuk mendongkrak popularitas politik Soetrisno bila dibadingkan
Makalah Agensi, Kuasa dan Politik di Indonesia

Page 10

Karakteristik dan Perkembangan Partai Politik di
Indonesia
dengan lawan-lawannya, terutama Hatta Radjasa dan Fuad Bawazier (Hariyanto, 2005).
Dibawah kepemimpinannya kepengurusan DPP PAN yang baru telah dibentuk dengan
Ketua Majelis Pertimbangan Partai (MPP) dijabat oleh Amien Rais, Wakil Ketua MPP
dijabat oleh Hatta Radjasa dan AM Fatwa, Ketua Umum dijabat oleh Soetrisno Bachir,
Ketua dijabat oleh Didik J Rachbini, Ibrahim Sakti, Patrialis Akbar sedangkan Sekjen
dijabat oleh Zulkifli Hasan, Wakil Sekjen dijabat oleh Joko Edhi S. Abdurrahman,
Bendahara dijabat oleh Asman Abnur serta Ketua Arbitrase dijabat oleh M Askin (Politik
Indonesia, 2005).
Keputusan Soetrisno untuk terjun di kancah politik tidak lepas dari nalurinya
sebagai pengusaha yang tak ingin hanya bergerak pada tataran wacana semata maupun
popularitas pemimpinnya melainkan perlu adanya kerja nyata yang sistematis, yang
mampu memahami secara detail kebutuhan masyarakat. Soetrisno lalu menerjemahkan
keinginannya membesarkan dan memodernkan PAN pada empat pokok garis perjuangan,
yakni, partai dan pemenangan pemilu, pengaderan yang andal, partai yang dicintai
rakyat, serta membangun organisasi PAN yang modern yangmana penyampaian sasaran
partai yang modern hanya akan bisa dicapai dengan kerja nyata yang sistematis
(Ramelan, 2009). Kerja nyata sistematis ini dimaksudkan untuk mengajak pemimpin
terjun ke lapangan secara berkelanjutan, tidak hanya musiman dengan menyelami
relung-relung kehidupan umat dan menyambung rasa dan pikiran dengan umat di lapisan
terbawah. Namun sayangnya masa kepemimpinan Soetrisno Bachir ini harus berakhir
dengan keputusannya untuk

mengundurkan diri dari PAN pada tahun 2010 untuk

menghilangkan kesan atau menepis kecurigaan bahwa ia akan mengambil alih partai.
Kemunduran Soetrisno Bachir dari PAN pada 2010 ini kemudian digantikan
oleh Hatta Radjasa hingga digelarnya Kongres Nasional Partai PAN ke-IV pada 28
Februari 2015. Majunya Hatta Radjasa sebagai pengganti Soetrisno Bachir membuat
hasil perolehan suara PAN pada pemilihannya sebagai kandidat cawapres naik drastis ke
angka 9,5 juta pada Pemilu 2014 (Hertanto, 2015). Tetapi kongres PAN ke-VI yang
diadakan ternyata tidak berbuah manis baginya, Hatta Radjasa harus menanggung
kekalahan melawan Zulkifli Hasan dengan hanya selisih enam suara dimana Zulkifli
mendapatkan 292 suara sementara Hatta Rajasa hanya mendapatkan 286 suara.
Berakfirnya kongres PAN ke-IV, membuat Zulkifli Hasan menduduki kursi
kekuasaan sebagai ketua umum PAN periode 2015-2020. Zulkifli Hasan merupakan
politikus yang menjabat Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia
Makalah Agensi, Kuasa dan Politik di Indonesia

Page 11

Karakteristik dan Perkembangan Partai Politik di
Indonesia
(MPR RI) menggantikan Sidarto Danusubroto sejak 8 Oktober 2014 untuk periode 20142019. Selama masa kandidatnya sebagai calon ketua umum PAN, setidaknya terdapat 4
gagasan yang diusungnya, yakni ingin lebih fokus pada kerja politik untuk membela
kepentingan masyarakat yang diwakilinya; pengkaderan partai yang tidak lagi
diselenggarakan untuk kepentingan nyaleg karena Zulkifli Hasan berharap harus ada
kesinambungan pencalegan bagi semua kader PAN; perubahan sistem dalam penentuan
pimpinan pengurus daerah dan calon kepala daerah, dimana jika sebelumnya Dewan
Pimpinan Pusat PAN berperan penuh dalam menentukan pimpinan dewan daerah dan
calon kepala daerah maka ia Zulkifli berniat untuk memberikan wewenang penuh
kepada pengurus daerah untuk memutuskan sehingga berjalan bersamaan untuk
mengurus partai PAN; serta mengenai peningkatan kinerja pelayanan kepala daerah yang
ia harapkan dapat menjadi lebih mudah ditemui dan diajak berkomunikasi, baik langsung
ataupun tidak langsung, oleh kader-kader dari daerah (Andwika, 2015).
Selain itu, PAN di bawah Zulkifli juga menetapkan kepengurusan partai baru
yang diisi oleh sebanyak 77 orang. Berikut susunan kepengurusan PAN :
Majelis Penasihat Partai
Ketua

:

Soetrisno Bachir

Wakil Ketua :

Zulkifli Halim

Sekertaris

:

Nurhadi Musawir

Bendahara

:

Sunartoyo

Anggota

:

Soewarno Adjiwijoyo, Miranti Abidin, Nurdianti Akma,

Ibrahim Sakti, Alvien Lie.

Pengurus Harian
Ketum

:

Zulkifli Hasan

Waketum

:

Asman Abnur, Mulfachri, Harahap, Suyoto, Ahmad

Hanafi,
Bima Arya, Bara Hasibuan.
Ketua-Ketua
Yandri Susanto
Viva Yoga
Makalah Agensi, Kuasa dan Politik di Indonesia

Page 12

Karakteristik dan Perkembangan Partai Politik di
Indonesia
Teguh Juwarno
Ahmad Hafizs
Didik Rachbini
Totok Daryanto
M Ali Taher Parasong
Azis Subekti
Riski Sadig
Yahdil Abdi Harahap
Noviantika Nasution
Intan Fitriana Fauzi
Jon Erizal
Andi Anzar Cakrawijaya
M Najib
Muhammad Reza Rajasa
Eko Hendro Purnomo
Raja Sapta Oktohari
Ambia B Boestam
Ashabul Kahfi
Euis Fety Fatayaty
Barnabas Yusuf Hura
Dessy Ratnasari
Sekjen: Eddy Suparno
Wasekjen
Ahmad Yohan
Ahmad Mumtaz Rais
Andi Taufan Tiro
Anton Syafriuni
Dedi Setiawan Dolot
Wahyuni Refi
Amran Arfan
TB Luay Sofhani
Iswari Mukhtar
Makalah Agensi, Kuasa dan Politik di Indonesia

Page 13

Karakteristik dan Perkembangan Partai Politik di
Indonesia
Saleh P Daulay
Rusli Halim
Ibnu M Bilaludin
Taufik Amrullah
Surya Imam Wahyudi
Rodi Khaelani
Sitti Hikmawatty
Yayuk Basuki
Windiarto Kardono
Inge Ingkiriwang
Togi Pangaribuan
Soni Sumarsono
Tutur Sutikno
Arif Mustafa Al-Buny
Alex Mahili
Yasmin Muntaz
Tanty Pupti
Fitriana Novita
Bendahara Umum: Nasrullah
Bendahara-bendahara
Chandra Tirta Wijaya
Indra Gobel
Laila Istiyana
Lexy Budiman
Nur Indah Fitriani
Wa Ode Nur Zainab
M Syafrudin
Jaorana Amiruddin
Wulandari Ramadani
Atina Riawati
Damayanti HakimTohir
Indira Chunda Thita Syahrul
Makalah Agensi, Kuasa dan Politik di Indonesia

Page 14

Karakteristik dan Perkembangan Partai Politik di
Indonesia
Rosmaili Idris
Mariana Deden
Farah Valencia
Jamilah
Tutik Masria Widya
Dyah Hestu Lestari
Mahkamah Partai
Ketua: Yasin Kara
Anggota: Irham Jafar Ian Putra, Abdul Hakam Naja, Mashuri, Ali Taher
Parasong
2.3 Perolehan Suara di Pemilu
Dalam Pemilu 1999, PAN

masuk 15 besar dengan meraup 7% suara atau

sekitar 7528956 perolehan suara dengan jumlah kursi 34 (Kepustakaan Presiden, 2006).
Meskipun demikian, peringkat tersebut dianggap sebuah kemajuan besar mengingat PAN
adalah partai baru. Kemajuan ini dipengaruhi oleh dua hal. Pertama, PAN adalah partai
yang mendukung reformasi dan dinilai mampu membawa kepentingan kelompok
masyarakat kelas menengah dan mahasiswa. Kedua, tokoh partai, yang salah satunya
adalah Amien Rais dianggap sebagai perwakilan Muhammadiyah yang saat itu tidak
mempunyai kendaraan politik. Kemudian, persentase ini dalam Pemilu 2004 menurun
menjadi 6,44% dengan jumlah perolehan suara 7.303.324 dan menduduki peringkat ke
tujuh meski perolehan kursi DPR meningkat. PAN juga gagal mengantarkan Amien Rais
menjadi presiden pada pilpres 2004. Prosentasi ini makin menurun pada pemilu tahun
2009 menjadi 6, 01% dengan jumlah perolehan suara 6.254.580 (Partai.info, 2009).
Terakhir, hasil pemilu legislatif yang dikeluarkan oleh KPU mengungkapkan kenaikan
prosentase PAN pada pemilu yang diselenggarakan pada 9 April 2014. Partai ini
menduduki peringkat ke delapan dengan prosentase sebesar 7,59%.
Jika ditinjau kekuatan politik partai dari segi wilayah, PAN merupakan partai
yang berafiliasi dengan daerah- daerah dimana kultur islam Muhammadiyah melekat. Ini
dipengaruhi oleh awal pembentukan PAN yang dulunya adalah organisasi cabang dari
Muhammadiyah. Latar belakang tokoh dan keanggotaan juga didominasi oleh islam

Makalah Agensi, Kuasa dan Politik di Indonesia

Page 15

Karakteristik dan Perkembangan Partai Politik di
Indonesia
Mubammadiyah. Selain di pulau Jawa, kekuatan politik PAN juga tersebar di beberapa
daerah di pulau Sumatra seperti Bengkulu.

III. Partai Keadilan Sejahtera
III.1.

Sejarah dan Dinamika Perkembangan Partai
Partai Keadilan Sejahtera atau biasa disingkat dengan sebutan PKS merupakan

salah satu partai besar berbasis Islam yang turut mewarnai perpolitikan Indonesia.
PKS secara resmi didirikan pada tanggal 20 Juli 1998 dengan nama awal Partai
Keadilan (PK) dalam sebuah konferensi pers di Aula Masjid Al-Azhar, Kebayoran
Baru, Jakarta (pks.or.id, 2011). Jika kembali menilik pada sejarah, dapat diketahui
bahwa terbentuknya PKS berawal dari gerakan dakwah di beberapa kampus Indonesia
mulai tahun 1960an yang dipelopori oleh Muhammad Natsir melalui organisasi
Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII). Pada akhir tahun 1960an hingga awal
1980an kegiatan dakwah tersebut semakin gencar dilakukan oleh para aktivis Islam di
berbagai universitas ternama, seperti Institut Teknologi Bandung dan Universitas
Indonesia dan aktivitas dakwah tersebut terus menyebar ke universitas-universitas
lainnya.
Kegiatan dakwah DDII mulai terancam ketika pada tahun 1985 pemerintah
memutuskan bahwa seluruh organisasi massa harus berlandaskan pada asas Pancasila
sehingga tidak diperkenankan penggunaan asas selain Pancasila, termasuk agama.
Namun para tokoh Islamis yang menamakan dirinya sebagai Jamaah Tarbiyah tetap
bersikukuh menyebarkan pandangan Islam dengan cara berperan aktif dalam kegiatan
kemahasiswaan. Bahkan kader-kader Jamaah Tarbiyah berhasil menduduki bagianbagian penting dalam organisasi mahasiswa di tingkat universitas dan mendirikan
Lembaga Dakwah Kampus (LDK) sebagai unit kegiatan mahasiswa. Para petinggi
LDK yang tersebar di berbagai universitas tersebut sepakat membentuk Forum
Silaturahmi Lembaga Dakwah Kampus (FSLDK) pada 1986 yang ditujukan sebagai
forum diskusi, memecahkan masalah bersama, menyamakan tujuan, menghindari
munculnya faksi dan kubu, dan membahas munculnya kelompok Islam radikal. Pada
pertemuan FSLDK yang ke-10 di Malang tahun 1998 terbentuk deklarasi Kesatuan
Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) sebagai organisasi pemuda Islam yang
menuntut reformasi terhadap rezim Soeharto. Setelah berakhirnya kepemimpinan
Soeharto pada 21 Mei 1998, para tokoh KAMMI mulai merumuskan pembetukan
Makalah Agensi, Kuasa dan Politik di Indonesia

Page 16

Karakteristik dan Perkembangan Partai Politik di
Indonesia
partai Islam yang kemudian diberi nama Partai Keadilan (PK) dan disahkan pada 20
Juli 1998 dengan menempatkan Nurmahmudi Isma'il sebagai Presiden (Ketua) Partai
pertama (pks.or.id, 2011).
Pada pemilihan umum legislatif tahun 1999, PK tercatat sebagai salah satu
partai politik yang bersaing dan hal tersebut merupakan keikutsertaan PK pertama kali
dalam pemilu. Namun PK hanya memperoleh suara sebesar 1,36% dari total
perolehan suara yang berarti gagal memenuhi ambang batas parlemen sebesar 2%.
Berdasarkan UU Pemilu Nomor 3 Tahun 1999 tentang syarat berlakunya ambang
batas minimum, PK harus mengganti namanya agar dapat ikut serta dalam pemilu
selanjutnya (pks.or.id, 2011). Oleh sebab itu, pada tanggal 3 Juli 2003 Partai Keadilan
(PK) secara resmi berubah nama menjadi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) setelah
sehari sebelumnya menyelesaikan seluruh proses verifikasi Departemen Hukum dan
HAM di tingkat Dewan Pimpinan Wilayah (setingkat provinsi) dan Dewan Pimpinan
Daerah (setingkat kabupaten dan kota). Setelah berganti nama, PKS kembali bersaing
dengan partai-partai lainnya dalam pemilihan umum tahun 2004 dan berhasil
memperoleh suara sebesar 7,34% dari total perolehan suara.
3.2 Struktur Partai
Sebagai partai politik yang berbasis agama Islam, jelas terlihat bahwa
komposisi keanggotaan PKS mayoritas terdiri dari kelompok muslim. Namun dalam
AD-ART PKS Bab 3 Tentang Keanggotaan Pasal 7 disebutkan bahwa “Setiap warga
negara Indonesia dapat menjadi anggota partai.” (pkspiyungan.org, 2011).
Berdasarkan pasal tersebut maka PKS tidak membatasi bahwa hanya kaum muslim
yang dapat menjadi anggotanya, melainkan juga non-muslim sekalipun. Namun jika
mengamati keanggotaan PKS saat ini, maka dapat terlihat bahwa secara umum
komposisinya terdiri dari golongan-golongan yang memiliki karakter Islam modern.
PKS juga menggunakan Jama’ah Tarbiyah untuk mencari kader baru yang
potensial, yaitu jaringan organisasi masyarakat yang dibentuk untuk mendukung PKS.
Secara garis besar PKS memiliki dua cara untuk merekrut kadernya yang nantinya
akan diusung untuk menjadi anggota partai, yaitu rekrutmen individual dan rekrutmen
institusional. Rekrutmen individual dilakukan melalui komunikasi antar personal
secara langsung. Model komunikasi ini dibentuk dalam forum-forum pembinaan
seperti halaqah atau diskusi kelompok, liqa, rihlah, mukhayyam, dan juga daurah
atau diskusi intelektual. Cara kedua dilakukan dengan afiliasi dengan berbagai
Makalah Agensi, Kuasa dan Politik di Indonesia

Page 17

Karakteristik dan Perkembangan Partai Politik di
Indonesia
organisasi sayap formal ataupun informal. Afiliasi dengan organisasi dilakukan untuk
mendapatkan kader yang lebih luas lagi. Setiap kader dari PKS kemudian akan
diwajibkan

untuk

mengikuti

pelatihan

mulai

dari

pembelajaran,

pelatihan

keorganisasian, pembinaan karakter, dan evaluasi. PKS juga mulai membedakan
antara kader dan anggota. Kader adalah setiap orang yang terikat dengan kaderisasi
yang dibuat oleh PKS, sedangkan anggota adalah siapa saja yang terikat pada
organisasi PKS.
Sejak awal didirikan hingga saat ini, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) telah
mengalami pergantian kepemimpinan dan kepengurusan sebanyak enam kali.
Pertama, pada awal didirikannya tahun 1998, PKS (pada saat itu masih bernama PK)
dipimpin oleh Nurmahmudi Isma’il. Namun, Nurmahmudi Isma’il hanya menjabat
dalam waktu singkat, yaitu hingga tahun 2000 karena dirinya menerima tawaran kursi
kementerian Kehutanan dan Perkebunan (Hutbun) dalam kabinet pemerintahan KH
Abdurrahman Wahid (pks.or.id, 2011). Nurmahmudi secara resmi mengundurkan diri
sebagai Presiden Partai pada 16 April 2000 dan digantikan oleh Hidayat Nur Wahid
yang terpilih pada 21 Mei 2000. Presiden PKS kedua tersebut menjabat selama empat
tahun, yakni hingga 11 Oktober 2004. Hidayat Nur Wahid mengundurkan diri dari
jabatannya sebagai Presiden Partai karena paska Pemilu 2004 dirinya terpilih sebagai
Ketua MPR periode 2004-2009 (pks.or.id, 2011). Selanjutnya, jabatan Presiden PKS
dipegang oleh Tifatul Sembiring berdasarkan hasil Sidang Majelis Syuro I PKS. Pada
dasarnya, Tifatul terpilih sebagai Presiden PKS periode 2005-2010, namun pada tahun
2009 Tifatul dipilih oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menjadi Menteri
Komunikasi dan Informatika sehingga dirinya harus mengundurkan diri dari jabatan
Presiden Partai (pks.or.id, 2011).
Setelah Tifatul Sembiring mengundurkan diri sebagai Presiden PKS, Luthfi
Hasan Ishaq diangkat sebagai pejabat sementara (Pjs) yang mana menjabat mulai 23
Oktober 2009 hingga 20 Juni 2010. Selanjutnya, berdasarkan hasil Sidang Majelis
Syuro PKS II pada 16 - 20 Juni 2010 di Jakarta, Luthfi Hasan Ishaq terpilih menjadi
Presiden PKS periode 2010-2015 (pks.or.id, 2011). Namun pada 31 Desember 2013,
Luthfi mengundurkan diri dari Jabatan Presiden Partai setelah KPK menetapkan
Luthfi sebagai tersangka dalam kasus penerimaan hadiah atau janji terkait dengan
pengurusan kuota impor daging pada Kementerian Pertanian. Setelah itu, Anis Matta
diangkat sebagai Presiden PKS periode 2013-2015 untuk menggantikan posisi Luthfi
Makalah Agensi, Kuasa dan Politik di Indonesia

Page 18

Karakteristik dan Perkembangan Partai Politik di
Indonesia
Hasan Ishaq. Untuk menjadi Presiden PKS, Anis Matta terlebih dahulu mengundurkan
diri dari jabatan sebagai Wakil Ketua DPR-RI sekaligus dari anggota Dewan
Perwakilan Rakyat RI. Jabatan Anis Matta sebagai Presiden PKS secara resmi
berakhir pada 10 Agustus 2015 dan digantikan oleh Presiden PKS yang keenam, yaitu
Sohibul Iman.
Struktur kepengurusan inti tingkat pusat Partai Keadilan Sejahtera periode
2015-2020:


Ketua Majelis Syuro : Dr Salim Segaf Al Jufri



Wakil Ketua Majelis Syuro : Dr Hidayat Nur Wahid



Sekretaris Majelis Syuro : Ir. H. Untung Wahono, M.Si



Ketua Majelis Pertimbangan Pusat : Suharna Surapranata, MT



Ketua Dewan Syariah : Dr KH Surahman Hidayat



Presiden : M Sohibul Iman, PhD



Sekretaris Jenderal : Dipl.Ing. Taufik Ridlo, Lc



Wakil Sekretaris Jenderal : Dr Mardani Ali Sera



Bendahara Umum : Mahfudz Abdurrahman, S.Sos



Wakil Bendahara Umum : Dr Abdul Kharis Al Masyhari

3.3 Perolehan Suara di Pemilu
Kekuatan dalam Partai PKS secara tidak langsung dapat diperoleh dari
organisasi-organisasi bentukannya seperti Jami’ah Tarbiyah Islamiyah dan juga
Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia. (KAMMI). Selain itu, PKS juga
mendapat dukungan dari masyarakat-masyarakat islam modern yang biasanya tinggal
di daerah perkotaan. Namun demikian, PKS kemudian seolah menjadi partai yang
berebut kader dengan PPP, PKB, dan juga PAN karena sama-sama memiliki basis
islam meskipun ideologi yang dibawa berbeda. PKS juga sering dikaitkan dengan
organisasi Ikhwanul Muslimin yang berada di Timur Tengah, sehingga dukungan juga
diperoleh dari masyarakat yang memiliki basis ideologi islam yang sama. Kekuatan
dukungan terhadap PKS dapat dikatakan cukup kuat, hal ini dapat dilihat dari
perolehan suara pada saat pemilihan. Meskipun peringkatnya menurun, namun jumlah
suara terhadap partai ini cukup stagnan. Penurunan peringkat ini disebabkan oleh
banyaknya suara yang diperoleh oleh partai lain, namun secara garis besar suara untuk

Makalah Agensi, Kuasa dan Politik di Indonesia

Page 19

Karakteristik dan Perkembangan Partai Politik di
Indonesia
PKS tetap stabil sejak tahun 2004, yaitu di atas 8 juta pemilih. Bahkan pada tahun
2014 pemilih untuk PKS meningkat jika dibandingkan tahun 2009.
Jika ditinjau dari segi penyebaran wilayah pemenangan, PKS cenderung akan
menang di wilayah yang banyak dihuni oleh masyarakat islam modern. Partai ini akan
kalah di daerah-daerah yang masih menganut islam-islam tradisional seperti di daerah
pedesaan ataupun daerah-daerah dengan basis islam tradisional yang kuat. Hal ini
disebabkan karena daerah dengan basis islam tradisional akan cenderung menjadi
pemilih partai islam lainnya seperti PKB ataupun PPP, dan juga PAN yang didominasi
oleh pemilih dengan ideologi islam Muhammadiyah. Namun secara garis besar, PKS
yang termasuk dalam partai islam yang memperoleh suara terbanyak di antara partai
yang lainnya. Kekuatan ini dapat dikatakan diperoleh dari sistem pengkaderan yang
kuat dan juga ideologi modern yang dibawa. Wilayah pemenangan PKS antara lain
adalah Jawa Barat dan Lampung.

Tahun Suara

%

Kursi

%

+/−

1999

1,436,56
5

1.36

7

1.51

n/a

2004

8,325,02
0

7.34

45

8.18

+38

2009

8,204,94
6

7.88

57

10.18

+12

2014

8,480,20
4

6.79

40

7.14

-17

3.4 Bentuk Pemerintahan
Dalam visinya, dijelaskan bahwa PKS ingin mewujudkan Indonesia dengan
masyarakat madani yang adil, sejahtera, dan bermartabat. Masyarakat madani menurut
PKS sendiri harus dipadukan dengan adanya Ukhuwwah Islamiyah (ikatan
keislaman),

Ukhuwwah

Wathoniyyah

(ikatan

Makalah Agensi, Kuasa dan Politik di Indonesia

kebangsaan),

dan

Ukhuwwah
Page 20

Karakteristik dan Perkembangan Partai Politik di
Indonesia
Basyariyyah (ikatan kemanusiaan). PKS juga menyatakan bahwa keadaan tersebut
dapat dicapai dengan menggunakan Syariah Islamiyah. Sedangkan adil, menurut PKS
adalah keadaan dimana politik, ekonomi, sosial budaya, dan bidang lainnya berada
pada posisi yang seimbang. Hal ini didasarkan pada hadis yang menyatakan bahwa
orang yang berbuat adil kelak akan berada di sisi Allah SWT dengan mimbar yag
bercahaya. Sejahtera didefinisikan oleh PKS sebagai keadaan manusia yang terbebas
dari rasa takut serta adanya pemenuhan kebutuhan lahir dan batin. Kesejahteraan
adalah keseimbangan antara pemenuhan dan kebutuhan. Definisi dan poin mengenai
kesejahteraan ini didasarkan pada Surat An-Nahl ayat 112. Sedangkan bermartabat
adalah keadaan dimana masyarakat Indonesia memiliki kesetaraan yang sama dengan
masyarakat internasional lainnya, baik dalam hal ekonomi ataupun sosial dan
sebagainya. PKS ingin menunjukkan bahwa Islam sebagai agama mayoritas di
Indonesia mampu memberikan model masyarakat yang mempertemukan islam dengan
pluralitas budaya lokal dan juga modernitas yang ada (http://pks.or.id/content/visidan-misi).
Dari penjelasan visi tersbut, dapat dilihat bahwa PKS mengambil sumbersumber untuk partainya dari hadis ataupun ayat yang terkandung dalam Al-Qur’an.
Setiap visi yang dipaparkan tidak terlepas dengan hadis ataupun ayat Al-Qur’an
sebagai sumber yang melatarbelakangi. Dari sini dapat dianalisis bahwa kemungkinan
yang ada jika PKS berhasil menang dalam pemilu adalah adanya negara Indonesia
yang demokratis dan menerapkan sistem dengan basis hukum syariah dalam
pencapaian visi dan misi. Demokratis masih berlaku karena PKS mencantumkan
adanya negara yang demokratis dalam misinya. Namun demikian, visi yang selalu
mengacu pada hadis ataupun Al-Qur’an tidak menutup kemungkinan akan adanya
negara demokratis dengan basis hukum syariah. Berikut adalah bagan sistem yang
diinginkan oleh PKS.

Makalah Agensi, Kuasa dan Politik di Indonesia

Page 21

Karakteristik dan Perkembangan Partai Politik di
Indonesia

IV.

Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa sistem multipartai di Indonesia
telah mendukung tumbuh suburnya beragam partai di Indonesia. Baik partai yang
berasaskan demokrasi, sosial, maupun agama. Misalnya adalah tumbuh suburnya
partai berbasis Islam di Indonesia. Jika menilik kembali ke sejarah perjuangan Umat
Islam di bidang politik pada masa penjajahan hanya terbatas untuk menegakkan
akidah dan melawan ketidakadilan oleh para penjajah. Namun dengan merdekanya
Indonesia, perjuangan umat Islam inipun berkembang. Apalagi sebagai kelompok
mayoritas di Indonesia , tentu perjuangan untuk dipenuhinya hak-hak umat Islam dan
tersalurkannya suara umat Islam serta menjamin bebasnya keikutsertaan umat Islam
dalam pemerintahan, harus dilaksanakan, salah satunya adalah melalui partai politik
yang berasaskan Islam. Perkembangannya dimulai ketika didirikannya organisasi
pergerakan seperti Muhammadiyah dan NU. Dari sini organisasi Islam terlihat
berkembang dengan semakin banyaknya organisasi Islam lain yang kemudian di masa
Orde Baru bergabung menjadi satu partai yaitu PPP. PPP sendiri merupakan gabungan
dari 4 partai besar saat itu yang didalamnya juga terdapat organisasi-organisasi Islam
tersebut. Seiring dengan pergantian rezim pemerintahan partai keagamaan di dalam
PPP tersebut saling memisahkan diri dan mendirikan partai politik lain. Suara
masyarakat kemudian terpecah dan partai berbasis Islam semakin banyak. Pada

Makalah Agensi, Kuasa dan Politik di Indonesia

Page 22

Karakteristik dan Perkembangan Partai Politik di
Indonesia
dasarnya dengan hadirnya partai politik berasaskan agama yang notabene
dikembangkan oleh para ulama dan melahirkan keaktifan ulama dalam perpolitikan
suatu ngera, justru harusnya membawa pengaruh baik, dengan sumbangan bagi
terciptanya pembangunan yang bermoral dan sesuai dengan nilai-nilai yang berlaku
sehingga mampu mewujudkan keadilan dan kesejahteraan bagi masyarakat. Namun
dengan melihat banyaknya partai politik berasas Islam di Indonesia saat ini yang
mana mereka saling bersaing dalam memperoleh suara dan dukungan dari masyarakat
maka tentu hal ini akan memungkinkan adanya perpecahan. Apalagi dengan kondisi
internal yang tidak stabil yang tentu membuat masyarakat Islam semakin
terpecahbelah dan akhirnya melemahkan partai politik Islam di Indonesia.

Daftar Pustaka
Andwika, Rizky. (2015). “Ini gagasan Zulkifli Hasan jika terpilih jadi ketum PAN [online]”.
Tersedia

dalam

http://www.merdeka.com/politik/ini-gagasan-zulkifli-hasan-jika-

terpilih-jadi-ketum-pan.html. [Diakses pada 22 November 2015].
Arifin, Syamsul. (2008). “PAN v PMB : Ujian Independensi Muhammadiyah“ [online].
Tersedia dalam https://sharemeaning.wordpress.com/2008/07/28/pan-v-pmb-ujianindependensi-muhammadiyah/. [Diakses pada 22 November 2015].
Dewan Pimpinan Pusat PPP, (2013), PPP dalam Lintasan Sejarah [online], tersedia dalam
www.ppp.or.id/page/ppp-dalam-lintasan-sejarah/index/

[diakses

tanggal

24

November 2015].
Hariyanto, Slamet. (2005). “PAN Setelah Kepemimpinan Amien Rais“[online]. Tersedia dalam
https://slamethariyanto.wordpress.com/2005/04/14/pan-setelah-kepemimpinan-amienrais/. [Diakses pada 24 November 2015].
Hertanto, Luhur. (2015). “Incar Masuk 3 Besar di Pemilu 2019, Ketum PAN Harus Fokus ke
Partai”. Tersedia dalam http://news.metrotvnews.com/read/2015/02/08/355473/incarmasuk-3-besar-di-pemilu-2019-ketum-pan-harus-fokus-ke-partai. [Diakses pada 22
November 2015].
Hermawan, Bayu. (2015). “Ini Susunan Pengurus PAN yang Baru“. Tersedia dalam
http://www.republika.co.id/berita/nasional/politik/15/03/27/nlvjzr-ini-susunanpengurus-pan-yang-baru. [Diakses pada 22 November 2015].

Makalah Agensi, Kuasa dan Politik di Indonesia

Page 23

Karakteristik dan Perkembangan Partai Politik di
Indonesia
Inilahcom, (2014). Perpecahan PPP : Sejarah Panjang Pertikaian [online]. Tersedia dalam
http://nasional.inilah.com/read/detail/2093977/perpecahan-ppp-sejarah-panjangpertikaian#sthash.Bwdz2Qmg.dpuf [diakses tanggal 24 November 2015].
Kepustakaan Presiden RI. 2006. Pemilihan Umum Tahun 1999 [online] http://kepustakaanpresiden.perpusnas.go.id/election/directory/election/?
box=detail&id=27&from_box=list&hlm=1&search_ruas=&search_keyword=&activa
tion_status= [diakses pada 23 November 2015].
Partai.

Info.

(2009).

Hasil

Pemilu

Legislatif

2009

[online]

http://www.partai.info/pemilu2009/index.php [diakses pada 23 November 2015].
Partai Keadilan Sejahtera. (2013). Visi dan Misi PKS [online]. Tersedia dalam
http://pks.or.id/content/visi-dan-misi. [Diakses pada 22 November 2015].
Politik Indonesia. (2005). “Soetrisno Bachir Ketua Umum PAN 2005-2010“[online]. Tersedia
dalam

http://politikindonesia.com/index.php?k=politik&i=1676-Soetrisno-Bachir-

Ketua-Umum-PAN-2005-2010-. [Diakses pada 22 November 2015].
Ramelan, Prayitno. (2009). “PAN, Soetrisno Bachir Dan Konflik“[online]. Tersedia dalam
http://www.kompasiana.com/prayitnoramelan/pan-soetrisno-bachir-dankonflik_54fed686a333113b6a50f868. [Diakses pada 22 November 2015].

Makalah Agensi, Kuasa dan Politik di Indonesia

Page 24