DAYA DUKUNG ALAM SERTA DAMPAK INDUSTRI D

DAYA DUKUNG ALAM SERTA DAMPAK INDUSTRI DAN
TEKNOLOGI

“KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP”

Oleh :
FADIL
O 121 14 029

PROGRAM STUDI PETERNAKAN
JURUSAN PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS TADULAKO
2015

1

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan
hidayah-Nya yang diberikan kepada penulis berupa kesehatan rohani dan jasmani

sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul “DAYA DUKUNG
ALAM SERTA DAMPAK INDUSTRI DAN TEKNOLOGI“ diselesaikan
dengan baik.
Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih belum sempurna,
oleh karena itu untuk memperbaiki makalah ini, penulis mengharapkan kritik dan
saran yang membangun. Semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis khususnya
dan para pembaca pada umumnya. Atas perhatiannya penulis mengucapkan
terima kasih.

Palu, 30 September 2015

Penulis

ii
2

DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN SAMPUL..................................................................................... i
KATA PENGANTAR......................................................................................ii

DAFTAR ISI………………………………………………………………….iii
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang…………………………………………………………4
1.2. Rumusan Masalah……………………………………………………...5
1.3. Tujuan Pembahasan…………………………………………………….5
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Lingkungan Hidup……………………………………….....6
2.2. Pengertian Polusi…………………………………………………….….6
2.3. Kualitas Lingkungan…………………………………………………....7
2.3.1. Relatif Tetap (Stabil)……………………………………………….....7
2.3.2. Makin Buruk Atau Menurun……………………………………….....7
2.3.3. Makin Baik…………………………………………………………....8
2.4. Daya Dukung Lingkungan Hidup………………………………….......8
2.5. Konsep Umum Untuk Memahami Masalah Lingkungan dan Pencemaran
Oleh Industri…………………………………………………………….....10
III. PEMBAHASAN
3.1. Pengelolaan Dampak Industri dan Teknologi Terhadap Degradasi
Lingkungan Hidup…………………………………………………….......13
3.2. Cara Menyikapi Masalah Degradasi Lingkungan Akibat Dampak Industri
dan Teknologi……………………………………………………………...14

IV. KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA

iii
3

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Seiring dengan tingkat peradaban manusia yang semakin berkembang
membuat kita senantiasa berurusan dengan lingkungan yang semakin sulit
dihindari. Perkembangan lingkungan yang semakin tercemar memungkinkan
terjadinya suatu krisis terhadap lingkungan sosial. Krisis terhadap lingkungan
hidup merupakan suatu tantangan yang sangat besar. Tantangan ini didapati
berlaku terutama di negara-negara yang sedang membangun karena adanya
berbagai aktivitas pembangunan yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan umat
manusia yang sering pula membawa dampak terhadap perubahan lingkungan.
Dalam hal usaha untuk meningkatkan kualitas hidup telah dimulai sejak
peradaban manusia ribuan tahun yang silam, yaitu dalam usaha mendapatkan
kesenangan hidup yang akan dinikmati diri sendiri maupun untuk diwariskan

kepada generasi yang akan datang. Peningkatan kualitas ini tentunya telah terasa
sejak adanya revolusi yang ada di Eropa dengan ditandai dengan adanya revolusi
industri.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta tumbuhnya industri
yang begitu pesat pada saat itu tentunya dirasakan pengaruhnya baik itu yang
menyangkut dampak positif maupun dampak negatifnya. Dampak positifnya
tentunya terjadinya peningkatan mutu dan kualitas hidup yang lebih komplek
dengan ditandai dengan adanya kesenangan dan impian manusia yang menjadi
lebih mudah untuk diwujudkan dalam kehidupan mereka sehari-hari.
Akan tetapi dampak negatif dari adanya revolusi industri ini tentunya harus lebih
diwaspadai untuk tidak terjadi suatu kerusakan dalam tatanan lingkungan yang
ada

baik

itu

lingkungan

hidup


maupun

lingkungan

sosial.

Dalam

perkembangannya, tatanan lingkungan hidup maupun lingkungan sosial
hendaknya senantiasa diperhatikan agar tidak mendatangkan berbagai jenis
bencana.
Hal ini lebih dikenal dengan daya dukung lingkungan. Daya dukung
lingkungan merupakan suatu kemampuan alam untuk mendukung kehidupan

4

manusia harus dijaga agar senantiasa dapat memberikan dukungan yang
maksimum kepada kehidupan manusia.
Daya dukung alam dapat berkurang sejalan dengan perkembangan waktu.

Daya dukung alam dapat berupa kekayaan alam yang terdapat didalam bumi
(permukaan bumi dan perut bumi). Daya dukung alam ini tentunya sangat
berdampak terhadap kelangsungan hidup manusia. Oleh karena itu, keberadaan
lingkungan alam harus perlu dijaga dalam suatu eksistensinya terhadap daya
dukung alam agar tidak rusak. Secara garis besar, ada beberapa faktor yang
menyebabkan kerusakan daya dukung alam, diantaranya adalah kerusakan dalam
(internal) dan kerusakan luar (eksternal). Kerusakan dalam adalah kerusakan yang
disebabkan oleh alam itu sendiri.
1.2. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah berdasarkan latar belakang di atas, yaitu:
1. Bagaimana cara pengelolaan dampak industri dan teknologi terhadap
degradasi lingkungan hidup?
2. Bagaimana cara menyikapi masalah degradasi lingkungan akibat dampak
industri dan teknologi?
1.3. Tujuan Pembahasan
Tujuan dari valuasi dampak lingkungan oleh kemajuan industri dan teknologi
ini, yaitu:
1. Memberikan solusi tentang cara pengelolaan yang tepat dari dampak
industri dan teknologi terhadap degradasi lingkungan hidup.
2. Memahami apa saja cara yang bisa ditempuh guna menyikapi masalah

degradasi lingkungan akibat dampak industri dan teknologi.

5

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Lingkungan Hidup
Lingkungan hidup adalah sistem yang merupakan kesatuan ruang dengan
semua benda, daya, keadaan dan mahluk hidup, termasuk di dalamnya manusia
dengan prilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perilaku kehidupannya dan
kesejahteraan manusia serta mahluk hidup lainnya (Soerjani, dalam Sudjana dan
Burhan, 1996). Elemen-elemen yang membentuk lingkungan hidup meliputi
makluk hidup (manusia, tumbuhan, binatang dan mikroorganisme), batuan, air,
atmosfer, daratan dan fenomena alam yang terjadi di wilayah tersebut.
Masalah lingkungan hidup yang terjadi sebagai dampak dari aktivitas
manusia yang meliputi masalah perusakan lingkungan hidup akibat pembangunan
gedung, penebangan hutan, kepunahan spesies flora dan fauna karena kerusakan
habitat dan perburuan, polusi air dan udara akibat limbah industri, penghancuran
terumbu karang, pembuangan sampah tanpa pengelolaan, penipisan lapisan ozon,
polusi udara di kota, dan pemanasan global.

2.2. Pengertian Polusi
Polusi

menurut

SK

Menteri

Kependudukan

Lingkungan

Hidup

No.02/MENKLH/1988 adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat,
energi atau komponen lain ke dalam air/udara dan/atau berubahnya tatanan
(komposisi) air/udara oleh kegiatan manusia dan proses alam, sehingga kualitas
air/udara menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan
peruntukkannya. Dalam perjalanannya istilah polusi meluas menjadi kontaminasi

yang menyebabkan gangguan atau kerusakan pada manusia dan makhluk hidup
atau pada suatu lingkungan hidup.
Polutan atau benda/zat yang mengakibatkan polusi bisa berupa zat kimiawi
atau energi (suara, cahaya atau panas). Polusi udara adalah kehadiran satu atau
lebih subtansi fisik, kimia atau biologi di dalam atmosfer dalam jumlah yang
dapat membahayakan kesehatan manusia, hewan, dan tumbuhan. Sumber utama
polusi udara adalah pembakaran bahan bakar dan emisi.

6

2.3. Kualitas Lingkungan
Soerjani (1996) mengemukakan bahwa kualitas lingkungan yaitu derajat
kemampuan lingkungan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia di tempat dan
waktu tertentu. Melihat definisi di atas kita tidak bisa beranggapan bahwa apa
yang asli dan alamiah selalu mempunyai kualitas lingkungan yang tinggi.
Tindakan yang bijaksana dalam waktu, tempat, dan skala bahkan sering
diperlukan untuk menaikkan kualitas lingkungan daerah yang asli dan alamiah.
Perkembangan kualitas lingkungan hidup dapat terjadi tanpa campur tangan
manusia, artinya secara alamiah atau tanpa intervensi manusia, kualitas
lingkungan juga dapat berubah. Terjadinya peristiwa alam, seperti longsor dan

banjir akan menyebabkan perubahan kualitas lingkungan. Apakah perubahan ini
dapat pulih atau tidak tergantung pada daya lenting lingkungan. Daya lenting
lingkungan adalah kemampuan lingkungan itu untuk memulihkan diri secara
alamiah. Misalnya, pencemaran ringan suatu perairan oleh bahan organik dengan
jumlah terbatas. Pencemaran ini tidak akan menimbulkan masalah karena perairan
itu mampu memulihkan kualitasnya secara alamiah. Sebagai akibat peristiwa
alam, ada tiga kemungkinan perkembangan kondisi kualitas lingkungan hidup,
yaitu:
2.3.1. Relatif Tetap (Stabil)
Kualitas lingkungan relatif tetap, jika daya lenting lingkungan relatif sama
dengan tingkat kerusakan. Hal ini menunjukkan bahwa lingkungan hanya mampu
memulihkan kerusakan yang diakibatkan gangguan alam, sehingga kondisi
lingkungan kembali seperti semula. Contoh kebakaran hutan yang luasnya
terbatas atau gempa bumi berskala kurang dari 4.0 skala richter.
2.3.2. Makin Buruk Atau Menurun
Kualitas lingkungan makin buruk apabila daya lenting lingkungan lebih kecil
dari tingkat kerusakan. Dalam hal ini lingkungan tidak lagi mampu memulihkan
kerusakan yang terjadi sehingga kualitas lingkungan menurun dibandingkan dengan
sebelum terjadi peristiwa alam. Contoh terjadinya gempa bumi berskala lebih dari
6.0 skala richter dan letusan gunung berapi.


7

2.3.3. Makin Baik
Kualitas lingkungan makin baik jika daya lenting lingkungan lebih besar
dari tingkat kerusakan. Di sini lingkungan tidak hanya mampu memulihkan, tapi
lebih dari itu mampu menjadikan kondisi lingkungan lebih baik. Contoh banjir di
daerah rendahan sepanjang sungai yang tidak ada penduduknya.
Dengan adanya kegiatan pembangunan tingkat kerusakan lingkungan
hidup bergantung pada upaya pengendalian yang dilakukan oleh pelaku
pembangunan, yaitu:
1. Kualitas lingkungan buruk atau menurun
Hal ini terjadi karena sejak awal pembangunan sampai kegiatan berjalan, upaya
pengendalian dampak lingkungan tidak direncanakan/dilakukan oleh pemrakarsa.
Jadi selama kegiatan berjalan kualitas lingkungan akan menurun.
2. Kualitas lingkungan mula-mula buruk kemudian menjadi baik
Kondisi ini terjadi karena sejak awal sampai tahap operasional, pengendalian
dampak lingkungan tidak dilakukan oleh pemrakarsa, namun seiring dengan
meningkatnya kepedulian masyarakat dan diterapkannya peraturan/undangundang lingkungan hidup, pemrakarsa terpaksa mencegah perusakan lingkungan.
3. Kualias lingkungan baik
Hal ini terjadi karena dalam perencanaan kegiatan (proyek), biaya lingkungan sudah
dimasukkan dalam anggaran pembangunan. Jadi sejak awal pembangunan sampai
selama proyek beroperasi, dampak lingkungan ditangani dengan serius dan
dilakukan secara terus-menerus.
2.4. Daya Dukung Lingkungan Hidup
Pada mulanya konsep Daya Dukung dipergunakan dalam sistem ternak satwa
liar. Pada suatu lingkungan alamiah tanpa subsidi dari luar, seperti pemupukan
atau penggunaan teknologi lainnya. Sehingga daya dukung itu menurut
Soemarwoto (1985) dalam makalah Dahlan (2011) diartikan untuk menunjukkan

8

besarnya kemampuan lingkungan untuk mendukung kehidupan hewan yang
dinyatakan dalam jumlah ekor persatuan luas lahan.
Pada perkembangan selanjutnya daya dukung telah diterapkan juga pada
populasi manusia sehingga Mustadji dan Silalahi (1983) dalam makalah Dahlan
(2011) mendefinisikan Daya Dukung sebagai kemampuan lingkungan untuk
mendukung kehidupan manusia dan makluk hidup lainnya. Hal ini diperkuat oleh
Soemarwoto (1985) dalam makalah Dahlan (2011) yang mengartikan Daya
Dukung sebagai kemampuan sebidang lahan untuk mendukung kehidupan.
Dari dua konsep tadi dapat ditarik persamaan bahwa daya dukung itu
berkenaan dengan kemampuan suatu lingkungan atau sebidang lahan untuk
mendukung kehidupan sesuatu jenis makhluk hidup secara umum dan lebih
terukur. Daya dukung lingkungan itu tidak lain adalah ukuran kemampuan suatu
lingkungan mendukung sejumlah populasi jenis tertentu untuk dapat hidup dengan
wajar dalam lingkungan tersebut. Dalam hal ini lingkungan dapat berupa sebidang
lahan, suatu wilayah geografi tertentu atau suatu ekosistim tertentu. Kelompok
atau sejumlah individu tertentu dalam hal ini bisa berupa tumbuh- tumbuhan,
binatang

atau

manusia.

Secara

khusus

hubungannya

dengan

manusia

Sumaatmadja (1989) mengemukakan daya dukung yaitu ukuran kemampuan
suatu lingkungan mendukung sejumlah populasi manusia untuk dapat hidup
dengan wajar dalam lingkungan tersebut.
Daya dukung lingkungan tersebut tidak mutlak, melainkan berkembang
sesuai dengan beberapa faktor yang mempengaruhinya. Dengan demikian,
lingkungan yang berbeda memiliki daya dukung yang berbeda pula. Sedangkan
suatu lingkungan daya dukungnya dapat berkembang sesuai dengan kondisi faktor
sumber daya yang mempengaruhinya. Faktor-faktor tersebut antara lain faktor
almiah yaitu iklim, cuaca, kesuburan tanah, dan lain- lain, serta faktor sosial
budaya seperti prilaku manusia, serta ilmu pengetahuan, dan teknologi yang
dimilikinya.
Penggunaan teknologi dalam proses industrialisasi baik industri primer
(pertambangan dan pertanian), industri sekunder (manufaktur dan konstruksi)
serta industri tersier (jasa dan telekomunikasi), dapat menaikkan daya dukung

9

ataupun menurunkan, tetapi secanggih apapun daya dukung itu pada suatu tingkat
akan mencapai suatu batas maksimum. Daya dukung suatu daerah telah mendekati
tingkat daya dukung maksimum ditandai dengan timbulnya gejala-gejala atau
fenomena yang terdapat di daerah tersebut, baik secara fisik maupun sosial.
Gejala-gejala tersebut biasanya berupa kondisi lahan yang sudah tidak
memberikan hasil yang maksimal bagi sektor pertanian, terjadinya bencana alam,
dan lain-lain.
Berbagai kasus menunjukkan bahwa kualitas lingkungan masih akan
terpelihara baik apabila manusia mengelola lingkungan pada batas diantara daya
dukung minimum dan daya dukung optimum, di bawah daya dukung minimum
berarti bahwa sumber daya itu tidak berfungsi dengan baik, sementara keadaan
yang mendekati daya dukung maksimum akan mengundang resiko (pencemaran
dan sebagainya, disamping diperlukan biaya yang tinggi). Bahkan ada bahaya
kalau batas itu sampai dilampaui maka akan timbul krisis lingkungan berupa
ketidak seimbangan yang makin berat.
2.5.

Konsep

Umum

Untuk

Memahami

Masalah

Lingkungan

dan

Pencemaran Oleh Industri
Seringkali ditemukan pernyataan yang menyamakan istilah ekologi dan
lingkungan hidup,

karena

permasalahannya

yang bersamaan.

Inti

dari

permasalahan lingkungan hidup adalah hubungan mahluk hidup, khususnya
manusia dengan lingkungan hidupnya. IImu tentang hubungan timbal balik
mahluk hidup dengan lingkungan hidupnya di sebut ekologi (Soemarwoto, 1991).
Dalam pengertian yang telah dikemukakan diatas, bahwa lingkungan hidup adalah
sistem yang merupakan kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan
mahluk hidup, termasuk di dalamnya manusia dengan prilakunya yang
mempengaruhi kelangsungan perilaku kehidupannya dan kesejahteraan manusia
serta mahluk hidup lainnya (Soerjani, dalam Sudjana dan Burhan, 1996). Dari
definisi diatas tersirat bahwa mahluk hidup khususnya merupakan pihak yang
selalu memanfaatkan lingkungan hidupnya, baik dalam hal respirasi, pemenuhan
kebutuhan pangan, papan dan lain-lain.

10

Manusia sebagai mahluk yang paling unggul di dalam ekosistemnya,
memiliki daya dalam mengkreasi dan mengkonsumsi berbagai sumber-sumber
daya alam bagi kebutuhan hidupnya.
Di alam terdapat berbagai sumber daya alam yang merupakan komponen
lingkungan dengan sifatnya berbeda-beda, dimana dapat digolongkan atas:
1. Sumberdaya alam yang dapat diperbaharui (renewable natural resources)
2. Sumberdaya alam yang tidak dapat diperbaharui (non-renewable natural
resources).
Berbagai sumber daya alam yang mempunyai sifat dan perilaku yang
beragam tersebut saling berinteraksi dalam bentuk yang berbeda-beda pula
(Suratmo, dalam Sudjanan dan Burhan, 1996). Sesuai dengan kepentingannya
maka sumber daya alam dapat dibagi atas: (1) fisiokimia seperti air, udara, tanah,
dan sebagainya, (2) biologi, seperti fauna, flora, habitat, dan sebagainya, dan (3)
sosial ekonomi seperti pendapatan, kesehatan, adat-istiadat, agama, dan lain-lain.
Interaksi dari elemen lingkungan yaitu antara yang tergolong hayati dan
non-hayati akan menentukan kelangsungan siklus ekosistem, yang didalamnya
didapati proses pergerakan energi dan hara (material) dalam suatu sistem yang
menandai adanya habitat, proses adaptasi dan evolusi.
Dalam memanipulasi lingkungan hidupnya, maka manusia harus mampu
mengenali sifat lingkungan hidup yang ditentukan oleh macam-macam faktor.
Berkaitan dengan pernyataan ini, Soemarwoto (1991) mengkategorikan sifat
lingkungan hidup atas dasar: (1) Jenis dan jumlah masing-masing jenis unsur
lingkungan hidup tersebut, (2) hubungan atau interaksi antara unsur dalam
lingkungan hidup tersebut, (3) kelakuan atau kondisi unsur lingkungan hidup, dan
(4) faktor-faktor non-materil, seperti cahaya dan kebisingan.
Manusia

berinteraksi

dengan

lingkungan

hidupnya,

yang

dapat

mempengaruhi dan mempengaruhi oleh lingkungan hidupnya, membentuk dan
dibentuk oleh lingkungan hidupnya. Hubungan manusia dengan lingkungan
hidupnya adalah sirkuler, berarti jika terjadi perubahan pada lingkungan hidupnya
maka manusia akan terpengaruh.

11

Uraian ini dapat menjelaskan akibat yang ditimbulkan oleh adanya
pencemaran lingkungan, terutama terhadap kesehatan dan mutu hidup manusia.
Misalnya, akibat polusi asap kenderaan atau cerobong industri, udara yang
dipergunakan untuk bernafas oleh manusia yang tinggal di lingkungan itu akan
tercemar oleh gas CO (karbon monoksida). Berkaitan dengan paparan ini,
perlakuan manusia terhadap lingkungan akan mempengaruhi mutu lingkungan
hidupnya.
Konsep mutu lingkungan berbeda bagi tiap orang yang mengartikan dan
mempersepsikannya. Soemarwoto (1991) secara sederhana menerjemahkan
bahwa mutu lingkungan hidup diukur dari kerasannya manusia yang tinggal di
lingkungan tersebut, yang diakibatkan oleh terjaminnya perolehan rejeki, iklim
dan faktor alamiah lainnya.

12

III. PEMBAHASAN

3.1. Pengelolaan Dampak Industri dan Teknologi Terhadap Degradasi
Lingkungan Hidup
Hampir setiap rencana usaha yang berpotensi dan menggunakan industri dan
teknologi menimbulkan dampak terhadap lingkungan, oleh karena itu diperlukan
upaya pengelolaan sehingga dampak yang timbul dapat ditoleransi lingkungan.
Untuk itu, pihak yang terkait wajib melakukan pengelolaan lingkungan pada
setiap tahap kegiatannya, sesuai dengan jenis dampak yang terjadi.
Dampak industri dan teknologi terhadap pencemaran dapat diklasifikasikan
dalam bermacam-macam bentuk menurut pola pengelompokannya :
1.

Pengelompokan menurut bahan pencemar yang menghasilkan bentuk

pencemaran biologis, kimiawi, fisik, dan budaya
2.

Pengelompokan menurut medium lingkungan menghasilkan bentuk

pencemaran udara, air, tanah, makanan, dan sosial
3.

Pengelompokan menurut sifat sumber menghasilkan pencemaran dalam

bentuk primer dan sekunder
Namun apapun klasifikasi dari pencemaran lingkungan, pada dasarnya
terletak pada esensi kegiatan manusia yang mengakibatkan terjadinya kerusakan
yang merugikan masyarakat banyak dan lingkungan hidupnya.
Manusia

memiliki

kemampuan

adaptasi

yang

tinggi

terhadap

lingkungannya, secara hayati ataupun kultural, misalnya manusia dapat
menggunakan air yang tercemar dengan rekayasa teknologi (daur ulang) berupa
salinisasi, bahkan produknya dapat menjadi komoditas ekonomi. Tetapi untuk
mendapatkan mutu lingkungan hidup yang baik, agar dapat dimanfaatkan secara
optimal maka manusia diharuskan untuk mampu memperkecil resiko kerusakan
lingkungan.
Dalam memperkecil resiko kerusakan lingkungan, pengelolaan dilakukan
dengan pendekatan aspek sosial ekonomi, kelembagaan dan teknologi.
Pendekatan sosial ekonomi menjelaskan aspek sosial ekonomi. Pendekatan
kelembagaan

menentukan

lembaga

yang

terkait.

Pendekatan

teknologi

13

menguraikan pilihan teknologi yang digunakan dalam upaya pengendalian
dampak lingkungan. Dari ketiga aspek tersebut dikombinasikan dalam satu
perencanaan pembangunan, biaya lingkungan sudah dimasukkan dalam anggaran
pembangunan. Jadi sejak awal pembangunan sampai selama proyek beroperasi,
dampak lingkungan ditangani dengan serius dan dilakukan secara terus-menerus,
supaya kualitas lingkungan yang baik dapat terwujud.
Dalam UU RI No 23 tahun 1997 dijelaskan bahwa sasaran pengelolaan
lingkungan hidup, yaitu:
1.

Tercapainya keselarasan, keserasian, dan keseimbangan antara

manausia dan lingkungan hidup.
2.

Terwujudnya manusia Indonesia sebagai insan lingkungan hidup yang

memiliki sikap dan tindak melindungi dan membina lingkungan hidup
3.

Terjaminnya kepentingan generasi masa kini dan generasi masa depan.

4.

Terjaminnya kelestarian fungsi lingkungan hidup.

5.

Terkendalinya kelestarian fungsi lingkungan hidup.

6.

Terlindunginya Negara Kesatuan Republik Indonesia terhadap dampak

usaha atau kegiatan di luar wilayah Negara yang menyebabkan pencemaran dan
perusakan lingkungan hidup.
Dengan demikian, pengelolaan lingkungan dilakukan bertujuan agar
manusia tetap bertahan hidup (suvival). Hakekatnya manusia telah bertahan sejak
awal peradaban hingga kini, tetapi peralihan dan revolusi besar yang melanda
umat manusia akibat kemajuan pembangunan, teknologi, iptek, dan industri, serta
revolusi sibernitika, menghantarkan manusia untuk tetap mampu menggoreskan
sejarah kehidupan, akibat relasi kemajuan yang bersinggungan dengan lingkungan
hidupnya. Karena jika tidak mampu menghadapi berbagai tantangan yang muncul
dari permasalahan lingkungan, maka kemajuan yang telah dicapai terutama berkat
daya tarik teknologi akan mengancam kelangsungan hidup manusia.
3.2. Cara Menyikapi Masalah Degradasi Lingkungan Akibat Dampak
Industri dan Teknologi
Dalam menyikapi terjadinya pencemaran atau degradasi lingkungan akibat
industri dan teknologi, perlu adanya itikad yang kuat dan kesamaan persepsi

14

dalam

lingkungan

hidup

sebagai

upaya-upaya

yang

dilakukan

dalam

pembangunan ekonomi (Hastuti, 2011). Pengelolaan lingkungan hidup dapatlah
diartikan sebagai usaha secara sadar untuk memelihara atau memperbaiki mutu
lingkungan agar kebutuhan dasar kita dapat terpenuhi dengan sebaik-baiknya.
Menurut Eka Puji Hastuti (2011), pada umumnya permasalahan kerusakan
lingkungan hidup yang terjadi dapat diatasi dengan cara sebagai berikut:
1.

Menerapkan penggunaan teknologi yang ramah lingkungan pada

pengelolaan sumber daya alam
2.

Memberikan kewenangan dan tanggung jawab secara bertahap

terhadap pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup.
3.

Pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup secara bertahap

dapat dilakukan dengan cara membudayakan masyarakat dan kekuatan ekonomi.
4.

Ikut serta dalam rangka menanggulangi permasalahan lingkungan

global.
5.

Untuk mengurangi aliran permukaan serta untuk meningkatkan

resapan air sebagia air tanah, maka diperlukan pembuatan lahan dan sumur
resapan.
6.

Reboisasi di daerah pegunungan, dimana daerah tersebut berfungsi

sebagai reservoir air, tata air, peresapan air, dan keseimbangan lingkungan.
7.

Mengelolaan limbah dengan menggunakan konsep daur ulang dengan

cara sebagai berikut:
a.
b.

Melakukan pengelompokan dan pemisahan limbah terlebih dahulu.
Pengelolaan limbah menjadi barang yang bermanfaat serta memilki

nilai ekonomis.
c.

Dalam pengolahan limbah juga harus mengembangkan penggunaan

teknologi.

15

IV. KESIMPULAN

Adapun yang menjadi kesimpulan dari pemaparan di atas, sebagai berikut:
1.

Pencemaran dapat diklasifikasikan dalam bermacam-macam

bentuk menurut pola pengelompokannya :
a. Pengelompokan menurut bahan pencemar
b. Pengelompokan menurut medium lingkungan
c. Pengelompokan menurut sifat sumber menghasilkan pencemaran
2.

Dalam memperkecil resiko kerusakan lingkungan, pengelolaan

dilakukan dengan pendekatan aspek sosial ekonomi, kelembagaan dan teknologi,
supaya kualitas lingkungan yang baik dapat terwujud.
3.

Jika kita ingin menyelamatkan lingkungan hidup akibat industri

dan teknologi, maka perlu adanya itikad yang kuat dan kesamaan persepsi pada
pengelolaan lingkungan hidup sebagai upaya-upaya yang dilakukan dalam
pembangunan ekonomi.

16

DAFTAR PUSTAKA
Adiningsih, Sri. 2009. “Pembangunan Berkelanjutan Ditinjau dari Aspek
Ekonomi”, Artikel Kepala Pusat Studi Asia Pasifik UGM. Yogyakarta.
Al-Rasyd H., dan T. Samingan. 1980. Pendekatan Pemecahan Masalah
Kerusakan Sumberdaya Tanah dan Air Daerah Aliran Sungai Dipandang dari
Segi Ekologi. Laporan No. 300. Lembaga Penelitian Hutan. Bogor

Anonim. 2011. Undang Undang No. 23 Tahun 1997 Tentang : Pengelolaan
Lingkungan Hidup. Kementrian Lingkungan Hidup Republik Indonesia.

http://landspatial.bappenas.go.id/peraturan/the_file/UU-2397.pdf. Diakses tanggal
23 september pukul 16.06 WIB
Boediono. 2011. Pertubuhan Ekonomi.
http://www.pdfwindows.com/goto?=http://repository.usu.ac.id/bitstream/12
3456789/16387/4/Chapter%20II.pdf. Diakses tanggal 23 september pukul 15.33
WIB.
Dahlan. 2011. Lingkungan Hidup.
http://www.scribd.com/doc/35708892/LINGKUNGAN-HIDUP.

Diakses

tanggal 23 september pukul 15.22 WIB.
Hastuti, Eka Puji. 2011. Peran Masyarakat Dalam Menyikapi Kerusakan
Lingkungan Akibat Limbah Industri.

http://www.atbbatam.com/site/download/juara_1_MHS.pdf.

Diakses

tanggal 23 september pukul 14.23 WIB.
Kuncoro, Mudrajad. 2006. Ekonomi Pembangunan :Teori, Masalah dan
Kebijakan. UPP STIM YKPN. Yogyakarta.

Mankiw, N.Gregory. 2007. Makroekonomi. Edisi 6. PT Erlangga. Jakarta
Notohadiprawiro, Tejoyuwono. 2006. Pengelolaan Sumber Daya Tanah
Untuk Pengembangan Sektor Industri. Prasaran dalam Seminar Sumber Daya

Alam. PAU Studi Ekonomi UGM. Yogyakarta.
Purwaningsih, Yunastiti. 2009. “Metodologi Penelitian”. Modul Kuliah
Staff Pengajar Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

17

Raharjo, Mugi. 2008. Valuasi Ekonomi Sumber Daya Alam dan
Lingkungan. CakraBooks. Solo

Sitorus, Henry. 2004. Analisis Resiko Lingkungan Dari Pengelolaan
Limbah Pabrik Tahu Dengan Kayu Apu.

http://www.its.ac.id/personal/files/pub/2090-ali-masduqiarl_limbah_tahu.pdf. Diakses tanggal 23 september pukul 15.18 WIB.
Sitorus, Henry. 2004. Kerusakan Lingkungan Oleh Limbah Industri Adalah
Masalah Itikad. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3836/1/ssiologi-

henry.pdf. Diakses tanggal 23 september pukul 14.11 WIB.
Soemarwoto, Otto. 1991. Ekologi Lingkungan Hidup dan Pembangunan.
Penerbit Djambatan. Jakarta.
Soemarwoto, Otto. 1992.

Analisis

Dampak Lingkungan.

Penerbit

Djambatan. Jakarta.
Soerjani, Mohammad. 1996. Permasalahan lingkungan hidup dalam tinjauan
Filosofis ekologis dalam Sudjana, Eggi dan Burhan, Latif (ed.). Upaya
Penyamaan Persepsi, Kesadaran dan Penataan terhadap pemecahan Masalah
Lingkungan Hidup. CIDES. Jakarta.
Soeryono, R. 1979. Kegiatan dan Masalah Kehutanan Dalam DAS. Dalam
Proceedings Pertemuan Diskusi Pengelolaan DAS DITSI. Jakarta.
Sukanto. 1996. Lingkungan Sistem Alami dan Pembangunan, Pedoman
Penilaian Ekonomi. BPFE. Yogyakarta.

18