Hermeneutika Politik Bahasa dan Kekuasaa

Essay
Hermeneutika Politik: Bahasa dan Kekuasaan
Permasalahan sosial, politik, sastra, dan sebagainya tidak pernah lepas dari unsur
bahasa sebagai medianya, sebab bahasa merupakan sarana seseorang mengungkapkan ide,
berpikir, menulis, berbicara, mengapresiasi karya. Hermeneutika hadir kembali untuk
merespon pengaruh strukturalisme dan positivisme yang mengkaji bahasa hanya dari struktur
empiriknya belaka sehingga kajian bahasa dari segi hakikatnya dalam mengungkapkan dunia
manusiawi kurang memperoleh perhatian.
Sebelum membahas lebih jauh tentang tema pada essay kali ini, baiknya terlebih
dahulu kita pahami kata-kata pada tema essay ini. Hermeneutika berasal dari bahasa Yunani
yang diambil dari kata Hermes. Dewa Hermes di dalam mitologi Yunani adalah dewa yang
bertugas mewartakan berita dari para dewa kepada manusia. Pembagian penafsiran ini
dikelompokkan dalam dia bagian sesuai dengan pembagian naskah Alkitab dalam perjanjian
lama dan perjanjian baru. Hermeneutika dapat dikatakan sebagai sebagai ilmu pengetahuan,
tetapi juga seni. Sifat dalam Hermeneutika yang pertama; ilmiah, masuk akal, dapat diuji dan
dipertahankan. Selain itu dari sudut seni juga indah, harmonis, bahkan sulit didekati dari sisi
ilmiah. Secara harifiah, hermeneutika berarti “membawa keluar”, yaitu menarik sebuah
pelajaran atau makna dari naskah tertentu.1 sedangkan politik adalah usaha menggapai
kehidupan yang baik. Di Indonesia kita teringat pepatah gemah ripah loh jinawi. Plato dan
Aristoteles menamakan sebagai en dam onia atau the good life. Maksudnya adalah dalam hal
tersebut manusia akan hidup bahagia karena memiliki peluang untuk mengembangkan bakat,

bergaul dengan rasa kemasyarakatan yang akrab, dan hidup dalam suasana moralitas yang
tinggi.2 Namun, dalam arti lain, politik juga dapat dikatakan sebagai sebuah perebutan
kekuasaan, kedudukan, dan kekayaan untuk diri sendiri. Singkatnya, politik adalah perebutan
kuasa, harta, dan tahta.3 Bahasa bisa diartikan sebagai lambang bunyi yang arbitrer, yang
digunakan oleh anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan
mengidentifikasikan diri.4 Bahasa juga dikatakan sebagai sebuah alat berkomunikasi, dalam
arti alat untuk menyampaikan pikiran, gagasan, konsep atau perasaan. Dalam studi
1 Sutanto, Hasan. “Hermeneutik – Prinsip dan Metode Penafsiran Alkitab”. Malang:
Seminari Alkitab Asia Tenggara, 2001
2 Budiardjo, Miriam. “Dasar-Dasar Ilmu Politik”, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008.
Hal. 13-14
3 Merkl, Continuity and Change, Hal. 13
4 Kamus Besar Bahasa Indonesia

1

sosiolinguistik, bahasa diartikan sebagai sebuah sistem lambang, berupa bunyi, bersifat
arbitrer, produktif, dinamis, beragam dan manusiawi.5 Sedangkan kata terakhir, yaitu
kekuasaan, bisa diartikan sebagai suatu hubungan dimana seseorang atau sekelompok orang
dapat menentukan tindakan seseorang atau sekelompok lain ke arah tujuan dari pihak

pertama.6
Pada paragraf diatas telah dijelaskan secara singkat tentang pengertian dari masingmasing kata pada essay ini. Menurut saya, tema ini memiliki tujuan untuk menafsirkan setiap
bahasa baik verbal maupun non verbal tentang konstelasi politik yang dilakukan oleh para
aktor yang melakukan sebuah pertarungan untuk mendapatkan kekuasaan politik. Dimana
diharapkan kita mampu untuk menafsirkan (memahami maksud dan tujuan) setiap kegiatan
para aktor politik baik yang dilakukan lewat opini dan propaganda di media maupun hal lain
yang bertujuan untuk mempengaruhi orang banyak lewat sebuah data yang ilmiah.
Salah satu contoh dari sebuah tafsiran akan kondisi perpolitikan di Indonesia adalah
ketika saat ini yang bisa dikatakan tahun pemilu, pemerintah Indonesia menaikkan anggaran
bantuan sosial. Anggaran bantuan sosial yang dimana memiliki tujuan utama untuk
melindungi masyarakat dari kemungkinan terjadinya risiko sosial maupun meningkatkan
kemampuan ekonomi dan/atau kesejahteraan masyarakat. Namun, pernyataan ini
bertentangan dengan apa yang ada dilapangan. Dimana banyak yang menafisirkan
bahwasannya kenaikan anggaran dana bantuan sosial ini adalah bentuk usaha penyelewengan
anggaran negara oleh para menteri terkait untuk digunakan sebagai dana kampanye partainya.
Apabila memang benar demikian, maka rakyat telah dibodohi oleh aturan dan para aktor
politik tersebut. Yang dimana suatu tujuan tidak sesuai dengan pengaplikasiannya di
lapangan. Contoh kasus lain dari tema essay ini adalah ketika pada jelang pemilu 2009 lalu
ada salah satu partai politik yang memiliki jargon “Katakan Tidak Pada Korupsi”. Disana
terdapat beberapa calon anggota legislatif (aktor politik) yang ikut mengatakan jargon

tersebut. Namun kenyataannya, saat terpilih sebagai anggota legislatif aktor tersebut
dinyatakan terlibat kasus korupsi dan saat ini berada dalam sel tahanan.
Dari dua contoh diatas, yang saya maksudkan adalah setiap perkataan maupun
pernyataan yang tersirat maupun tersurat dari para aktor politik, harus lebih dikaji agar
mendapatkan tafsiran lain dari maksud dan tujuan yang sebenarnya bisa saja jauh
menyimpang dari apa yang dikatakan.
5 Abdul Chaer dan Leonie Agustina, “Sosiolinguistik Perkenalan Awal”, Jakarta: Rineka
Cipta, 2010. Hal. 10
6 Harold D. Laswell dan Abraham Kaplan, Power and Society (New Haven: Yale University
Press, 1950), Hal. 74

2

Hermeneutika politik telah mengajarkan bagaimana segala sesuatunya tidak boleh
atau tidak dapat ditangkap mentah-mentah. Segalanya sesuatunya harus dikaji dan dianalisa
lebih tajam dan dalam agar kita dapat memahami maksud dan tujuan yang sebenarnya.
Apalagi dalam dunia sosial segala sesuatunya masih relatif dan sulit untuk mendapatkan
kebenaran apalagi dari manusia yang memiliki tujuan untuk meraih kekuasaan dan kepuasan
dengan berbagai cara termasuk menipu orang lain.


3