Pengaruh Faktor Lingkungan Dan Perilaku Terhadap Kejadian Malaria Di Kecamatan Siabu Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2015
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Epidemiologi Malaria
Malaria adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh protozoa obligat intra
selular dari genus plasmodium. Malaria pada manusia dapat disebabkan P.malariae,
P.vivax, P.falciparum dan P. Ovale. Penularan malaria dilakukan oleh nyamuk betina
dari genus Anopheles sp. Sekitar 400 spesies nyamuk Anopheles telah ditemukan 67
spesies yang dapat menularkan malaria dan 30 diantaranya ditemukan di indonesia.
Selain oleh gigitan nyamuk, malaria dapat ditularkan secara langsung melalui
transfusi darah atau jarum suntik yang tercemar darah serta ibu hamil kepada bayinya
(Harijanto, 2000).
2.1.1
Pengertian Malaria
Penyakit malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit
malaria, yang merupakan protozoa darah termasuk:
Filum
: Apicomplexa
Sub Ordo
: Haemosporidiidae
Klas
: Sporozoa
Familia
: Plasmodiidae
Sub klas
: Cocidiidae
Genus
: Plasmodium
Ordo
: Eucoccidiidae
Genus plasmodium secara umum dibagi menjadi 3 (tiga) sub genus yaitu sub
genus plasmodium dengan spesies yang menginfeksi manusia adalah plasmodium
vivax, plasmodium ovale dan plasmodium malariae, sub genus laverania dengan
9
10
spesies yang menginfeksi manusia adalah plasmodium falciparum dan sub genus
vinckeia yang hanya menginfeksi kelelawar dan binatang pengerat lainnya (Depkes
RI, 1999).
Definisi penyakit malaria menurut World Health Organization (WHO) adalah
penyakit yang disebabkan oleh parasit malaria (plasmodium) bentuk aseksual yang
masuk ke dalam tubuh manusia yang ditularkan oleh nyamuk malaria (Anopheles sp.)
betina. Definisi penyakit malaria lainnya adalah suatu jenis penyakit menular yang
disebabkan oleh agent tertentu yang infektif dengan perantara suatu vektor dan dapat
disebarkan dari suatu sumber infeksi kepada host. Penyakit malaria termasuk salah
satu penyakit menular yang dapat menyerang semua orang, bahkan mengakibatkan
kematian terutama yang disebabkan oleh parasit Plasmodium falciparum (Depkes RI,
2003).
2.1.2
Etiologi Malaria
Malaria disebabkan oleh protozoa darah yang termasuk ke dalam genus
plasmodium. Plasmodium ini merupakan protozoa obligat intraseluler. Pada manusia
terdapat 4 spesies yaitu Plasmodium falciparum, Plasmodium vivax, Plasmodium
malariae dan Plasmodium ovale. Penularan pada manusia dilakukan oleh nyamuk
betina Anopheles sp. ataupun ditularkan langsung melalui transfusi darah atau jarum
suntik yang tercemar serta dari ibu hamil kepada janinnya (Widoyono, 2011).
Malaria vivax disebabkan oleh p. vivax yang disebut juga sebagai malaria
tertiana. P. malariae merupakan penyebab malaria malariae atau malaria kuartana. p.
ovale merupakan penyebab malaria ovale, sedangkan p. falciparum menyebabkan
11
malaria falsiparum atau malaria tropika. Spesies terakhir ini paling berbahaya, karena
malaria yang ditimbulkannya dapat menjadi berat sebab dalam waktu singkat dapat
menyerang eritrosit dalam jumlah besar, sehingga menimbulkan berbagai komplikasi
di dalam organ-organ tubuh (Widoyono, 2011).
2.1.3
Siklus Hidup Plasmodium
Dalam siklus hidup nyamuk terdapat tingkatan-tingkatan dimana antara
tingkatan yang satu berbeda dengan tingkatan yang lainnya, yaitu berdasarkan tempat
hidupnya/lingkungannya dikenal dua tingkatan kehidupan nyamuk antara lain:
tingkatan dalam air berupa telur lalu menjadi jentik dan dari jentik menjadi
kepompong, tingkatan di luar tempat berair yaitu di udara sebagai nyamuk dewasa
(jantan dan betina). Daur hidup keempat spesies plasmodium pada manusia sama.
Proses tersebut terdiri atas fase seksual eksogen (sporogoni) dalam badan nyamuk
Anopheles dan fase aseksual (skizogoni) dalam badan hospes vertebrata. Reproduksi
seksual hasilnya disebut sporozoite sedangkan reproduksinya aseksual disebut
merozoite. Pada penyakit malaria manusia sebagai host intermediate sedangkan
nyamuk sebagai host defenitifnya.
1.
Parasit Dalam Hospes Vertebrata
Bila nyamuk Anopheles betina mengandung parasit malaria dalam kelenjar
liurnya menusuk hospes, sporozoit yang berada dalam air liurnya masuk melalui
prosbosis ditusukkan ke dalam kulit. Sporozoit segera masuk ke dalam peredaran
darah dan setelah 1/2-1 jam masuk dalam sel hati. Banyak yang dihancurkan oleh
12
fagosit, tetapi sebagian masuk dalam sel hati (hepatosit) menjadi tropozoit hati dan
berkembangbiak. Proses ini disebut skizogoni praeritrosit/ eksoeritrositer primer.
Pada akhir fase praeritrosit, skizon pecah, merozoit keluar dan masuk
peredaran darah. Sebagian besar menyerang eritrosit yang berada di sinusoid hati
tetapi beberapa difagositosis. Pada P. vivax dan P. ovale sebagian sporozoit yang
menjadi hipnozoit setelah beberapa waku (beberapa bulan sampai lima tahun)
menjadi aktif kembali dan mulai dengan skizogoni eksoeritrosit sekunder.
Merozoit yang dilepaskan oleh skizon jaringan mulai menyerang eritrosit.
Pada saat merozoit masuk, selaput permukaan dijepit sehingga lepas. Seluruh proses
ini berlangsung selama kurang lebih 30 detik. Setelah dua atau tiga generasi (3-15
hari) merozoit dibentuk, sebagian merozoit tumbuh menjadi stadium seksual. Proses
ini disebut gametogoni (gametositogenesis). Stadium tumbuh tetapi inti tidak
membelah. Gametosit mempunyai bentuk yang berbeda pada berbagai spesies. Pada
P. falciparum bentuknya seperti sabit/pisang bila sudah matang, pada spesies lain
bentuknya bulat.
2.
Parasit Dalam Hospes Invertrebrata
Bila Anopheles sp. mengisap darah hospes manusia yang mengandung parasit
malaria. Parasit aseksual dicernakan bersama eritrosit, tetapi gametosit dapat tumbuh
terus. Inti pada mikrogametosit membelah menjadi 4-8 yang masing-masing menjadi
bentuk panjang seperti benang (flagel) dengan ukuran 20-25 mikron, menonjol keluar
dari sel induk, bergerak-gerak sebentar kemudian melepaskan diri. Flagel atau gamet
jantan disebut mikrogamet dan makrogametosit mengalami proses pematangan
13
(maturasi) dan menjadi gamet betina atau makrogamet. Dalam lambung nyamuk
mikrogamet tertarik oleh makrogamet yang membentuk tonjolan kecil tempat masuk
mikrogamet sehingga pembuahan dapat berlangsung. Hasil pembuahan disebut zigot.
Zigot merupakan bentuk bulat yang tidak bergerak tetapi dalam 18-24 jam
menjadi bentuk panjang dan dapat bergerak, stadium seperti cacing ini berukuran
panjang 8- 24 mikron dan disebut ookinet. Ookinet kemudian menembus dinding
lambung melalui sel epitel ke permukaan luar lambung dan menjadi bentuk bulat,
disebut ookista. Kemudian ookista pecah, ribuan sporozoit dilepaskan dan bergerak
dalam rongga badan nyamuk untuk mencapai kelenjar liur. Nyamuk sekarang
menjadi infektif. Bila nyamuk mengisap darah setelah menusuk kulit manusia,
sporozoit masuk ke dalam luka tusuk dan mencapai aliran darah. Sporogoni yang
dimulai dari pematangan gametosit sampai menjadi sporozoit yang infektif
berlangsung 8-35 hari tergantung suhu lingkungan dan spesies parasit.
2.1.4
Patogenesis Malaria
Patogenesis malaria akibat dari interaksi kompleks antara parasit, inang dan
lingkungan. Patogenesis lebih ditekankan pada terjadinya peningkatan permeabilitas
pembuluh
darah
daripada
koagulasi intravaskuler. Oleh
karena
skizogoni
menyebabkan kerusakan eritrosit maka akan terjadi anemia. Beratnya anemia tidak
sebanding dengan parasitemia menunjukkan adanya kelainan eritrosit selain yang
mengandung parasit. Hal ini diduga akibat adanya toksin malaria yang menyebabkan
gangguan fungsi eritrosit dan sebagian eritrosit pecah melalui limpa sehingga parasit
14
keluar. Faktor lain yang menyebabkan terjadinya anemia mungkin karena
terbentuknya antibodi terhadap eritrosit (Harijanto, 2000).
Limpa mengalami pembesaran dan pembendungan serta pigmentasi sehingga
mudah pecah. Dalam limpa dijumpai banyak parasit dalam makrofag dan sering
terjadi fagositosis dari eritrosit yang terinfeksi maupun yang tidak terinfeksi. Pada
malaria kronis terjadi hyperplasia dari retikulosit disertai peningkatan makrofag
(Harijanto, 2000).
Pada malaria berat mekanisme patogenesisnya berkaitan dengan invasi
merozoit ke dalam eritrosit sehingga menyebabkan eritrosit yang mengandung parasit
mengalami perubahan struktur dan biomolekuler sel untuk mempertahankan
kehidupan parasit. Perubahan tersebut meliputi mekanisme, diantaranya transport
membran sel, Sitoadherensi, Sekuestrasi dan Resetting (Harijanto, 2000).
Resetting adalah suatu fenomena perlekatan antara sebuah eritrosit yang
mengandung merozoit matang yang diselubungi oleh sekitar 10 atau lebih eritrosit
non parasit, sehingga berbentuk seperti bunga. Salah satu faktor yang mempengaruhi
terjadinya Resetting adalah golongan darah dimana terdapatnya antigen golongan
darah A dan B yang bertindak sebagai reseptor pada permukaan eritrosit yang tidak
terinfeksi (Harijanto, 2006).
Menurut pendapat ahli lain, patogenesis malaria adalah multifaktorial dan
berhubungan dengan hal-hal sebagai berikut:
15
1.
Penghancuran eritrosit
Fagotosis tidak hanya pada eritrosit yang mengandung parasit tapi juga
terhadap eritrosit yang tidak mengandung parasit sehingga menimbulkan anemia dan
hypoxemia jaringan. Pada hemolisis intravascular yang berat dapat terjadi
hemoglobinuria (Black White Fever) dan dapat menyebabkan gagal ginjal (Pribadi,
2000).
2.
Mediator endotoksin-makrofag
Pada saat skizogoni, eritrosit yang mengandung parasit memicu makrofag
yang sensitif terhadap endotoksin untuk melepaskan berbagai mediator. Endotoksin
mungkin berasal dari saluran cerna dan parasit malaria sendiri dapat melepaskan
faktor nekrosis tumor (TNF) yang merupakan suatu monokin, ditemukan dalam
peredaran darah manusia dan hewan yang terinfeksi parasit malaria. TNF dansitokin
dapat menimbulkan demam, hipoglikemia, dan sindrom penyakit pernapasan pada
orang dewasa (Pribadi, 2000).
3.
Sekuestrasi eritrosit yang terluka
Eritrosit yang terinfeksi oleh Plasmodium dapat membentuk tonjolan-tonjolan
(knobs) pada permukaannya. Tonjolan tersebut mengandung antigen dan bereaksi
dengan antibodi malaria dan berhubungan dengan afinitas eritrosit yang mengandung
parasit terhadap endothelium kapiler alat dalam, sehingga skizogoni berlangsung di
sirkulasi alat dalam. Eritrosit yang terinfeksi menempel pada endothelium dan
membentuk gumpalan yang mengandung kapiler yang bocor dan menimbulkan
Anoksia dan edema jaringan (Pribadi, 2000).
16
Patogenesis penyakit atau proses terjadinya penyakit yang telah dijelaskan
sebelumnya digambarkan dalam teori simpul. Patogenesis atau proses kejadian
penyakit diuraikan ke dalam 4 simpul, yakni simpul 1 disebut dengan sumber
penyakit, simpul 2 merupakan komponen lingkungan, simpul 3 penduduk dengan
berbagai variabel kependudukan seperti pendidikan, perilaku, kepadatan, dan gender
dan simpul 4 penduduk yang dalam keadaan sehat atau sakit setelah mengalami
interaksi atau exposure dengan komponen lingkungan yang mengandung bibit
penyakit atau agent penyakit.
2.1.5
Patologi Malaria
Terdapat tiga stadium parasit yang berpotensi invasif, sporozoit, merozoit, dan
ookinete. Sporozoit malaria dilepaskan ke dalam darah manusia melalui gigitan
nyamuk terinfeksi, biasanya kurang dari 1.000 sporozoit. Sporozoit beredar dalam
sirkulasi dalam waktu yang sangat singkat, sebagian mencapai hati dan sebagian
lainnya disaring keluar.
Dalam beberapa menit kemudian sporozoit yang mencapai hati akan melekat
dan menyerang sel hati melalui pengikatan reseptor hepatosit untuk protein
trombospodin dan serum properdin. Sebagian sporozoit dihancurkan oleh fagosit,
tetapi sebagian besar masuk sel parenkrim hati dan memperbanyak diri secara
aseksual (proses skizogoni eksoeritrositer), dapat menjadi sebanyak 30.000 merozoit.
Dalam
40-48
jam
merozoit
dapat
ditemukan
dalam
sel
hati
(fase
praeritrositik/eksoeritrositer). Tiga hari kemudian bentuk intrahepatik ini dapat atau
17
tidak berdiferensiasi ke dalam bentuk skizon atau hipnozoit tergantung pada spesies
plasmodium, hal ini akan menyebabkan relaps atau tidaknya infeksi malaria.
Setelah 6-16 hari terinfeksi, sel hati yang mengandung skizon jaringan pecah
dan merozoit yang masuk sirkulasi darah mengalami proses skizogoni eritrositer (fase
intraeritrositer). Pada infeksi P.falciparum dan P.malariae, skizon jaringan pecah
semua dalam waktu hampir bersamaan dan tidak menetap dalam hati. Sedangkan
P.vivax dan P.ovale mempunyai 2 bentuk eksoeritrositer. Tipe primer berkembang
dan pecah dalam 6-9 hari, dan tipe sekunder, hipnozoit akan dorman dalam hati
selama berminggu-minggu, berbulan-bulan, atau mencapai 5 tahun sebelum
mengembangkan diri dan menghasilkan relaps infeksi eritrositik/parasetemia rekuren.
Di dalam sel darah merah (fase eritrositik/intraeritrositer) parasit akan
berkembang biak sehingga menimbulkan kerusakan sel darah merah dan mengalami
lisis sehingga dapat menyebabkan anemia. Anemia yang terjadi menimbulkan
anoksia (tidak terdapat oksigen) pada jaringan dan menimbulkan berbagai kelainan
organ. Selain itu, demam yang tinggi juga akan semakin mengganggu sirkulasi darah
yang menyebabkan statis pada otak serta penurunan sirkulasi pada ginjal, kongesti
sentrilobular dan degenerasi hati. Gambaran patologis yang terpenting pada malaria
falciparum berat adalah eritrosit yang mengandung parasit tua di pembuluh darah
jaringan terutama di otak.
2.1.6
Penularan Malaria
Penyakit malaria disebabkan oleh parasit yang disebut plasmodium sp. yang
hidup dalam tubuh manusia dan dalam tubuh nyamuk. Parasit/plasmodium hidup
18
dalam tubuh manusia.
Menurut epidemiologi penularan malaria secara alamiah terjadi akibat adanya
interaksi antara tiga faktor yaitu host, agent, dan environment. Manusia adalah host
vertebrata dari Human plasmodium, nyamuk sebagai Host invertebrate, sementara
Plasmodium sebagai parasit malaria sebagai agent penyebab penyakit yang
sesungguhnya, sedangkan faktor lingkungan dapat dikaitkan dalam beberapa aspek,
seperti aspek fisik, biologi dan sosial ekonomi (Harijanto, 2006).
2.1.7
Jenis Vektor Malaria
Malaria pada manusia hanya dapat ditularkan oleh nyamuk betina. Menurut
Najera dan Zaim (2003), ada lebih kurang 60 spesies vektor malaria, dan 30
diantaranya sangat penting dalam penularan malaria. Di Indonesia terdapat lebih dari
90 jenis Anopheles, namun hanya beberapa jenis yang memiliki potensi untuk
menularkan malaria. Meskipun di dunia ditemukan 400 spesies Anopheles dan hanya
67 yang terbukti mengandung sporozoit (Gunawan, 2000). Sampai saat ini jenis yang
diketahui merupakan vektor utama di Indonesia adalah: An. aconitus, An.
punctulatus, An. farauti, An. balabacencis, An. barbirostris, An. sundaicus, An.
maculatus dan An. nigerrimus (Susana, 2011)
a. Anopheles aconitus
Anopheles aconitus merupakan vektor utama malaria di daerah persawahan
berteras. Nyamuk ini biasa ditemukan tertangkap menggigit orang dan istirahat di
luar rumah di Kabupaten Jepara, Provinsi Jawa Tengah (Baroji dkk dalam
Susana, 2011).
19
Baroji dalam Susana (2010) melaporkan bahwa An. aconitus menggigit
orang di dalam rumah yang ada ternaknya (kerbau/ sapi), lebih tinggi daripada
rumah yang tidak ada ternaknya. Puncak kepadatan tertinggi menggigit orang
terjadi sebelum tengah malam yaitu antara pukul 18.00-22.00. Aktifitas dan
kebiasaan nyamuk An. aconitus untuk istirahat yaitu 72% ditemukan hinggap 40%. An.letifer dapat hidup di tempat
dengan pH air yang rendah (Depkes RI, 1999).
Penelitian yang dilakukan oleh Syarif (2003) menjelaskan bahwa larva
Anopheles memiliki toleransi terhadap pH antara 7,91 sampai dengan 8,09, hal ini
juga didukung oleh penelitian Raharjo dkk (2003) dimana pH tempat perindukan
40
nyamuk Anopheles
pada musim kemarau berkisar antara 6,8 – 8,6. Effendi
(2003) juga menjelaskan bahwa sebagian besar biota akuatik menyukai pH antara
7-8,5. Berdasarkan karakteristik lingkungan bahwa pH air mempengaruhi tingkat
kesuburan perairan karena mempengaruhi jasad renik. Perairan asam kurang baik
untuk perkembangbiakan bahkan cenderung mematikan organisme. Pada pH
rendah (keasaman yang tinggi) kandungan oksigen terlarut akan berkurang
sebagai akibat konsumsi oksigen menurun dan menjadi penyebab matinya
organisme air.
3. Lingkungan Biologi
Lingkungan biologi adalah segala sesuatu yang bersifat hidup seperti tumbuhtumbuhan, hewan, termasuk mikroorganisme. Lingkungan biologi sebagai tempat
perindukan vektor adalah lingkungan flora (tumbuhan bakau, lumut, ganggang
dan tumbuhan lainnya yang dapat menghalangi sinar matahari atau melindungi
dari serangan makhluk lainnya, dan lingkungan fauna (ikan pemakan larva, ternak
besar) berkaitan dengan jumlah gigitan nyamuk.
Tanaman air bukan saja menggambarkan sifat fisik, tetapi juga
menggambarkan susunan kimia dan suhu air misalnya pada lagun banyak ditemui
lumut
perut
ayam
(Heteromorpha)
dan
lumut
sutera
(Enteromorpha)
kemungkinan di lagun tersebut ada larva An. Sundaicus.
Adanya berbagai jenis ikan pemakan larva seperti ikan kepala timah
(Plocheilus panchax Panchax sp), Gambusi sp, Oreochromis niloticus (nila
merah), Oreochromis mossambica (mujair), akan mempengaruhi populasi
41
nyamuk di suatu daerah. Selain itu adanya ternak besar seperti sapi dan kerbau
dapat mengurangi jumlah gigitan nyamuk pada manusia, apabila kandang hewan
tersebut diletakkan di luar rumah, tetapi tidak jauh dari rumah atau cattle barrier.
4. Lingkungan sosial ekonomi-budaya
Lingkungan sosial
ekonomi-budaya merupakan
salah satu
faktor
lingkungan yang besar pengaruhnya terhadap penularan penyakit malaria. Yang
termasuk dalam lingkungan sosial ekonomi adalah status kepemilikan rumah,
status pendidikan, penghasilan, gizi dan tempat perindukan buatan manusia
(pembangunan bendungan, penambangan, pemukiman baru). Sedangkan yang
termasuk ke dalam faktor lingkungan sosial-budaya adalah yang berkaitan dengan
perilaku atau gaya hidup yaitu kebiasaan berada di luar rumah pada malam hari,
dimana vektornya lebih bersifat eksofili dan eksofagi, penggunaan kelambu dan
pemasangan kawat kasa pada ventilasi, persepsi masyarakat serta penggunaan
repellent. Pengaruh faktor ini seringkali lebih besar dibandingkan dengan faktor
lainnya dalam penularan penyakit malaria.
Upaya pencegahan penyakit malaria salah satunya adalah melalui
pendidikan kesehatan masyarakat, dan tujuan akhir dari pendidikan kesehatan
masyarakat adalah perubahan perilaku yang belum sehat menjadi perilaku sehat,
artinya perilaku yang mendasarkan pada prinsip-prinsip sehat atau kesehatan.
Pendidikan yang diberikan kepada masyarakat harus direncanakan dengan
menggunakan strategi yang tepat disesuaikan dengan kelompok sasaran dan
permasalahan kesehatan masyarakat yang ada. Strategi tersebut mencakup
42
metode/cara, pendekatan dan tekhnik yang mungkin digunakan untuk
mempengaruhi faktor predisposisi, pemungkin dan penguat yang secara langsung
atau tidak langsung mempengaruhi perilaku.
Strategi yang tepat agar masyarakat mudah dan cepat menerima pesan
diperlukan alat bantu yang disebut peraga. Semakin banyak indera yang
digunakan untuk menerima pesan semakin banyak dan jelas pula pengetahuan
yang diperoleh (Depkes RI, 1999).
Praktik atau perilaku keluarga terhadap upaya mengurangi gigitan nyamuk
malaria adalah:
a. Kebiasaan menggunakan kelambu
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa menggunakan kelambu secara
teratur pada waktu malam hari dapat mengurangi kejadian malaria.
Penduduk yang tidak menggunakan kelambu mempunyai resiko 6,44 kali
terkena malaria.
b. Kebiasaan menghindari gigitan nyamuk
Untuk menghindari gigitan nyamuk digunakan obat semprot, obat poles
atau obat nyamuk bakar sehingga memperkecil kontak dengan nyamuk
(Depkes RI, 1992)
c. Kebiasaan berada di luar rumah pada malam hari
Nyamuk penular malaria mempunyai keaktifan menggigit pada malam
hari. Menurut Lestari (2007) nyamuk Anopheles paling aktif mencari
darah pukul 21.00-03.00. Menurut Darmadi (2002) kebiasaan penduduk
43
berada di luar rumah pada malam hari antara pukul 21.00 s/d 22.00
berhubungan erat dengan kejadian malaria, karena frekuensi menghisap
darah jam tersebut tinggi.
2.3
Manifestasi Klinis
Malaria sebagai penyebab infeksi yang disebabkan oleh Plasmodium sp.
mempunyai gejala utama yaitu demam. Demam yang terjadi diduga berhubungan
dengan proses skizogoni (pecahnya merozoit atau skizon), pengaruh GPI (Glycosyl
Phosphatidylinositol) atau terbentuknya sitokin atau toksin lainnya. Pada beberapa
penderita, demam tidak terjadi (misalnya pada daerah hiperendemik) banyak orang
dengan parasitemia tanpa gejala. Gambaran karakteristik dari malaria ialah demam
periodic, anemia dan splenomegali (Mansyor, 2001). Manifestasi umum malaria
adalah sebagai berikut:
1.
Masa Inkubasi
Masa inkubasi biasanya berlangsung 8-37 hari tergantung dari spesies parasit
(terpendek untuk P. falciparum dan terpanjang untuk P. malariae), beratnya infeksi
dan pada pengobatan sebelumnya atau pada derajat resistensi hospes. Selain itu juga
cara infeksi yang mungkin disebabkan gigitan nyamuk atau secara induksi (misalnya
transfusi darah yang mengandung stadium aseksual) (Harijanto, 2000).
2.
Keluhan-keluhan prodromal
Keluhan-keluhan prodromal dapat terjadi sebelum terjadinya demam, berupa:
malaise, lesu, sakit kepala, sakit tulang belakang, nyeri pada tulang dan otot,
44
anoreksia, perut tidak enak, diare ringan dan kadang-kadang merasa dingin di
punggung. Keluhan prodromal sering terjadi pada P. vivax dan P. ovale, sedangkan P.
falciparum dan P. malariae keluhan prodromal tidak jelas (Harijanto, 2000).
3.
Gejala-gejala umum
Gejala-gejala klasik umum yaitu terjadinya trias malaria (Malaria proxym)
secara berurutan
a. Periode Dingin
Dimulai dengan menggigil, kulit dingin, dan kering, penderita sering
membungkus dirinya dengan selimut atau sarung pada saat menggigil, sering
seluruh badan gemetar, pucat sampai sianosis seperti orang kedinginan.
Periode ini berlangsung antara 15 menit sampai 1 jam diikuti dengan
meningkatnya temperature (Mansyor, 2001).
b. Periode Panas
Wajah penderita terlihat merah, kulit panas dan kering, nadi cepat dan panas
tubuh tetap tinggi, dapat sampai 40o C atau lebih, penderita membuka
selimutnya, respirasi meningkat, nyeri kepala, nyeri retro orbital, muntahmuntah dan dapat terjadi syok. Periode ini berlangsung lebih lama dari fase
dingin dapat sampai 2 jam atau lebih, diikuti dengan keadaan berkeringat
(Harijanto, 2006).
c. Periode Berkeringat
Penderita
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Epidemiologi Malaria
Malaria adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh protozoa obligat intra
selular dari genus plasmodium. Malaria pada manusia dapat disebabkan P.malariae,
P.vivax, P.falciparum dan P. Ovale. Penularan malaria dilakukan oleh nyamuk betina
dari genus Anopheles sp. Sekitar 400 spesies nyamuk Anopheles telah ditemukan 67
spesies yang dapat menularkan malaria dan 30 diantaranya ditemukan di indonesia.
Selain oleh gigitan nyamuk, malaria dapat ditularkan secara langsung melalui
transfusi darah atau jarum suntik yang tercemar darah serta ibu hamil kepada bayinya
(Harijanto, 2000).
2.1.1
Pengertian Malaria
Penyakit malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit
malaria, yang merupakan protozoa darah termasuk:
Filum
: Apicomplexa
Sub Ordo
: Haemosporidiidae
Klas
: Sporozoa
Familia
: Plasmodiidae
Sub klas
: Cocidiidae
Genus
: Plasmodium
Ordo
: Eucoccidiidae
Genus plasmodium secara umum dibagi menjadi 3 (tiga) sub genus yaitu sub
genus plasmodium dengan spesies yang menginfeksi manusia adalah plasmodium
vivax, plasmodium ovale dan plasmodium malariae, sub genus laverania dengan
9
10
spesies yang menginfeksi manusia adalah plasmodium falciparum dan sub genus
vinckeia yang hanya menginfeksi kelelawar dan binatang pengerat lainnya (Depkes
RI, 1999).
Definisi penyakit malaria menurut World Health Organization (WHO) adalah
penyakit yang disebabkan oleh parasit malaria (plasmodium) bentuk aseksual yang
masuk ke dalam tubuh manusia yang ditularkan oleh nyamuk malaria (Anopheles sp.)
betina. Definisi penyakit malaria lainnya adalah suatu jenis penyakit menular yang
disebabkan oleh agent tertentu yang infektif dengan perantara suatu vektor dan dapat
disebarkan dari suatu sumber infeksi kepada host. Penyakit malaria termasuk salah
satu penyakit menular yang dapat menyerang semua orang, bahkan mengakibatkan
kematian terutama yang disebabkan oleh parasit Plasmodium falciparum (Depkes RI,
2003).
2.1.2
Etiologi Malaria
Malaria disebabkan oleh protozoa darah yang termasuk ke dalam genus
plasmodium. Plasmodium ini merupakan protozoa obligat intraseluler. Pada manusia
terdapat 4 spesies yaitu Plasmodium falciparum, Plasmodium vivax, Plasmodium
malariae dan Plasmodium ovale. Penularan pada manusia dilakukan oleh nyamuk
betina Anopheles sp. ataupun ditularkan langsung melalui transfusi darah atau jarum
suntik yang tercemar serta dari ibu hamil kepada janinnya (Widoyono, 2011).
Malaria vivax disebabkan oleh p. vivax yang disebut juga sebagai malaria
tertiana. P. malariae merupakan penyebab malaria malariae atau malaria kuartana. p.
ovale merupakan penyebab malaria ovale, sedangkan p. falciparum menyebabkan
11
malaria falsiparum atau malaria tropika. Spesies terakhir ini paling berbahaya, karena
malaria yang ditimbulkannya dapat menjadi berat sebab dalam waktu singkat dapat
menyerang eritrosit dalam jumlah besar, sehingga menimbulkan berbagai komplikasi
di dalam organ-organ tubuh (Widoyono, 2011).
2.1.3
Siklus Hidup Plasmodium
Dalam siklus hidup nyamuk terdapat tingkatan-tingkatan dimana antara
tingkatan yang satu berbeda dengan tingkatan yang lainnya, yaitu berdasarkan tempat
hidupnya/lingkungannya dikenal dua tingkatan kehidupan nyamuk antara lain:
tingkatan dalam air berupa telur lalu menjadi jentik dan dari jentik menjadi
kepompong, tingkatan di luar tempat berair yaitu di udara sebagai nyamuk dewasa
(jantan dan betina). Daur hidup keempat spesies plasmodium pada manusia sama.
Proses tersebut terdiri atas fase seksual eksogen (sporogoni) dalam badan nyamuk
Anopheles dan fase aseksual (skizogoni) dalam badan hospes vertebrata. Reproduksi
seksual hasilnya disebut sporozoite sedangkan reproduksinya aseksual disebut
merozoite. Pada penyakit malaria manusia sebagai host intermediate sedangkan
nyamuk sebagai host defenitifnya.
1.
Parasit Dalam Hospes Vertebrata
Bila nyamuk Anopheles betina mengandung parasit malaria dalam kelenjar
liurnya menusuk hospes, sporozoit yang berada dalam air liurnya masuk melalui
prosbosis ditusukkan ke dalam kulit. Sporozoit segera masuk ke dalam peredaran
darah dan setelah 1/2-1 jam masuk dalam sel hati. Banyak yang dihancurkan oleh
12
fagosit, tetapi sebagian masuk dalam sel hati (hepatosit) menjadi tropozoit hati dan
berkembangbiak. Proses ini disebut skizogoni praeritrosit/ eksoeritrositer primer.
Pada akhir fase praeritrosit, skizon pecah, merozoit keluar dan masuk
peredaran darah. Sebagian besar menyerang eritrosit yang berada di sinusoid hati
tetapi beberapa difagositosis. Pada P. vivax dan P. ovale sebagian sporozoit yang
menjadi hipnozoit setelah beberapa waku (beberapa bulan sampai lima tahun)
menjadi aktif kembali dan mulai dengan skizogoni eksoeritrosit sekunder.
Merozoit yang dilepaskan oleh skizon jaringan mulai menyerang eritrosit.
Pada saat merozoit masuk, selaput permukaan dijepit sehingga lepas. Seluruh proses
ini berlangsung selama kurang lebih 30 detik. Setelah dua atau tiga generasi (3-15
hari) merozoit dibentuk, sebagian merozoit tumbuh menjadi stadium seksual. Proses
ini disebut gametogoni (gametositogenesis). Stadium tumbuh tetapi inti tidak
membelah. Gametosit mempunyai bentuk yang berbeda pada berbagai spesies. Pada
P. falciparum bentuknya seperti sabit/pisang bila sudah matang, pada spesies lain
bentuknya bulat.
2.
Parasit Dalam Hospes Invertrebrata
Bila Anopheles sp. mengisap darah hospes manusia yang mengandung parasit
malaria. Parasit aseksual dicernakan bersama eritrosit, tetapi gametosit dapat tumbuh
terus. Inti pada mikrogametosit membelah menjadi 4-8 yang masing-masing menjadi
bentuk panjang seperti benang (flagel) dengan ukuran 20-25 mikron, menonjol keluar
dari sel induk, bergerak-gerak sebentar kemudian melepaskan diri. Flagel atau gamet
jantan disebut mikrogamet dan makrogametosit mengalami proses pematangan
13
(maturasi) dan menjadi gamet betina atau makrogamet. Dalam lambung nyamuk
mikrogamet tertarik oleh makrogamet yang membentuk tonjolan kecil tempat masuk
mikrogamet sehingga pembuahan dapat berlangsung. Hasil pembuahan disebut zigot.
Zigot merupakan bentuk bulat yang tidak bergerak tetapi dalam 18-24 jam
menjadi bentuk panjang dan dapat bergerak, stadium seperti cacing ini berukuran
panjang 8- 24 mikron dan disebut ookinet. Ookinet kemudian menembus dinding
lambung melalui sel epitel ke permukaan luar lambung dan menjadi bentuk bulat,
disebut ookista. Kemudian ookista pecah, ribuan sporozoit dilepaskan dan bergerak
dalam rongga badan nyamuk untuk mencapai kelenjar liur. Nyamuk sekarang
menjadi infektif. Bila nyamuk mengisap darah setelah menusuk kulit manusia,
sporozoit masuk ke dalam luka tusuk dan mencapai aliran darah. Sporogoni yang
dimulai dari pematangan gametosit sampai menjadi sporozoit yang infektif
berlangsung 8-35 hari tergantung suhu lingkungan dan spesies parasit.
2.1.4
Patogenesis Malaria
Patogenesis malaria akibat dari interaksi kompleks antara parasit, inang dan
lingkungan. Patogenesis lebih ditekankan pada terjadinya peningkatan permeabilitas
pembuluh
darah
daripada
koagulasi intravaskuler. Oleh
karena
skizogoni
menyebabkan kerusakan eritrosit maka akan terjadi anemia. Beratnya anemia tidak
sebanding dengan parasitemia menunjukkan adanya kelainan eritrosit selain yang
mengandung parasit. Hal ini diduga akibat adanya toksin malaria yang menyebabkan
gangguan fungsi eritrosit dan sebagian eritrosit pecah melalui limpa sehingga parasit
14
keluar. Faktor lain yang menyebabkan terjadinya anemia mungkin karena
terbentuknya antibodi terhadap eritrosit (Harijanto, 2000).
Limpa mengalami pembesaran dan pembendungan serta pigmentasi sehingga
mudah pecah. Dalam limpa dijumpai banyak parasit dalam makrofag dan sering
terjadi fagositosis dari eritrosit yang terinfeksi maupun yang tidak terinfeksi. Pada
malaria kronis terjadi hyperplasia dari retikulosit disertai peningkatan makrofag
(Harijanto, 2000).
Pada malaria berat mekanisme patogenesisnya berkaitan dengan invasi
merozoit ke dalam eritrosit sehingga menyebabkan eritrosit yang mengandung parasit
mengalami perubahan struktur dan biomolekuler sel untuk mempertahankan
kehidupan parasit. Perubahan tersebut meliputi mekanisme, diantaranya transport
membran sel, Sitoadherensi, Sekuestrasi dan Resetting (Harijanto, 2000).
Resetting adalah suatu fenomena perlekatan antara sebuah eritrosit yang
mengandung merozoit matang yang diselubungi oleh sekitar 10 atau lebih eritrosit
non parasit, sehingga berbentuk seperti bunga. Salah satu faktor yang mempengaruhi
terjadinya Resetting adalah golongan darah dimana terdapatnya antigen golongan
darah A dan B yang bertindak sebagai reseptor pada permukaan eritrosit yang tidak
terinfeksi (Harijanto, 2006).
Menurut pendapat ahli lain, patogenesis malaria adalah multifaktorial dan
berhubungan dengan hal-hal sebagai berikut:
15
1.
Penghancuran eritrosit
Fagotosis tidak hanya pada eritrosit yang mengandung parasit tapi juga
terhadap eritrosit yang tidak mengandung parasit sehingga menimbulkan anemia dan
hypoxemia jaringan. Pada hemolisis intravascular yang berat dapat terjadi
hemoglobinuria (Black White Fever) dan dapat menyebabkan gagal ginjal (Pribadi,
2000).
2.
Mediator endotoksin-makrofag
Pada saat skizogoni, eritrosit yang mengandung parasit memicu makrofag
yang sensitif terhadap endotoksin untuk melepaskan berbagai mediator. Endotoksin
mungkin berasal dari saluran cerna dan parasit malaria sendiri dapat melepaskan
faktor nekrosis tumor (TNF) yang merupakan suatu monokin, ditemukan dalam
peredaran darah manusia dan hewan yang terinfeksi parasit malaria. TNF dansitokin
dapat menimbulkan demam, hipoglikemia, dan sindrom penyakit pernapasan pada
orang dewasa (Pribadi, 2000).
3.
Sekuestrasi eritrosit yang terluka
Eritrosit yang terinfeksi oleh Plasmodium dapat membentuk tonjolan-tonjolan
(knobs) pada permukaannya. Tonjolan tersebut mengandung antigen dan bereaksi
dengan antibodi malaria dan berhubungan dengan afinitas eritrosit yang mengandung
parasit terhadap endothelium kapiler alat dalam, sehingga skizogoni berlangsung di
sirkulasi alat dalam. Eritrosit yang terinfeksi menempel pada endothelium dan
membentuk gumpalan yang mengandung kapiler yang bocor dan menimbulkan
Anoksia dan edema jaringan (Pribadi, 2000).
16
Patogenesis penyakit atau proses terjadinya penyakit yang telah dijelaskan
sebelumnya digambarkan dalam teori simpul. Patogenesis atau proses kejadian
penyakit diuraikan ke dalam 4 simpul, yakni simpul 1 disebut dengan sumber
penyakit, simpul 2 merupakan komponen lingkungan, simpul 3 penduduk dengan
berbagai variabel kependudukan seperti pendidikan, perilaku, kepadatan, dan gender
dan simpul 4 penduduk yang dalam keadaan sehat atau sakit setelah mengalami
interaksi atau exposure dengan komponen lingkungan yang mengandung bibit
penyakit atau agent penyakit.
2.1.5
Patologi Malaria
Terdapat tiga stadium parasit yang berpotensi invasif, sporozoit, merozoit, dan
ookinete. Sporozoit malaria dilepaskan ke dalam darah manusia melalui gigitan
nyamuk terinfeksi, biasanya kurang dari 1.000 sporozoit. Sporozoit beredar dalam
sirkulasi dalam waktu yang sangat singkat, sebagian mencapai hati dan sebagian
lainnya disaring keluar.
Dalam beberapa menit kemudian sporozoit yang mencapai hati akan melekat
dan menyerang sel hati melalui pengikatan reseptor hepatosit untuk protein
trombospodin dan serum properdin. Sebagian sporozoit dihancurkan oleh fagosit,
tetapi sebagian besar masuk sel parenkrim hati dan memperbanyak diri secara
aseksual (proses skizogoni eksoeritrositer), dapat menjadi sebanyak 30.000 merozoit.
Dalam
40-48
jam
merozoit
dapat
ditemukan
dalam
sel
hati
(fase
praeritrositik/eksoeritrositer). Tiga hari kemudian bentuk intrahepatik ini dapat atau
17
tidak berdiferensiasi ke dalam bentuk skizon atau hipnozoit tergantung pada spesies
plasmodium, hal ini akan menyebabkan relaps atau tidaknya infeksi malaria.
Setelah 6-16 hari terinfeksi, sel hati yang mengandung skizon jaringan pecah
dan merozoit yang masuk sirkulasi darah mengalami proses skizogoni eritrositer (fase
intraeritrositer). Pada infeksi P.falciparum dan P.malariae, skizon jaringan pecah
semua dalam waktu hampir bersamaan dan tidak menetap dalam hati. Sedangkan
P.vivax dan P.ovale mempunyai 2 bentuk eksoeritrositer. Tipe primer berkembang
dan pecah dalam 6-9 hari, dan tipe sekunder, hipnozoit akan dorman dalam hati
selama berminggu-minggu, berbulan-bulan, atau mencapai 5 tahun sebelum
mengembangkan diri dan menghasilkan relaps infeksi eritrositik/parasetemia rekuren.
Di dalam sel darah merah (fase eritrositik/intraeritrositer) parasit akan
berkembang biak sehingga menimbulkan kerusakan sel darah merah dan mengalami
lisis sehingga dapat menyebabkan anemia. Anemia yang terjadi menimbulkan
anoksia (tidak terdapat oksigen) pada jaringan dan menimbulkan berbagai kelainan
organ. Selain itu, demam yang tinggi juga akan semakin mengganggu sirkulasi darah
yang menyebabkan statis pada otak serta penurunan sirkulasi pada ginjal, kongesti
sentrilobular dan degenerasi hati. Gambaran patologis yang terpenting pada malaria
falciparum berat adalah eritrosit yang mengandung parasit tua di pembuluh darah
jaringan terutama di otak.
2.1.6
Penularan Malaria
Penyakit malaria disebabkan oleh parasit yang disebut plasmodium sp. yang
hidup dalam tubuh manusia dan dalam tubuh nyamuk. Parasit/plasmodium hidup
18
dalam tubuh manusia.
Menurut epidemiologi penularan malaria secara alamiah terjadi akibat adanya
interaksi antara tiga faktor yaitu host, agent, dan environment. Manusia adalah host
vertebrata dari Human plasmodium, nyamuk sebagai Host invertebrate, sementara
Plasmodium sebagai parasit malaria sebagai agent penyebab penyakit yang
sesungguhnya, sedangkan faktor lingkungan dapat dikaitkan dalam beberapa aspek,
seperti aspek fisik, biologi dan sosial ekonomi (Harijanto, 2006).
2.1.7
Jenis Vektor Malaria
Malaria pada manusia hanya dapat ditularkan oleh nyamuk betina. Menurut
Najera dan Zaim (2003), ada lebih kurang 60 spesies vektor malaria, dan 30
diantaranya sangat penting dalam penularan malaria. Di Indonesia terdapat lebih dari
90 jenis Anopheles, namun hanya beberapa jenis yang memiliki potensi untuk
menularkan malaria. Meskipun di dunia ditemukan 400 spesies Anopheles dan hanya
67 yang terbukti mengandung sporozoit (Gunawan, 2000). Sampai saat ini jenis yang
diketahui merupakan vektor utama di Indonesia adalah: An. aconitus, An.
punctulatus, An. farauti, An. balabacencis, An. barbirostris, An. sundaicus, An.
maculatus dan An. nigerrimus (Susana, 2011)
a. Anopheles aconitus
Anopheles aconitus merupakan vektor utama malaria di daerah persawahan
berteras. Nyamuk ini biasa ditemukan tertangkap menggigit orang dan istirahat di
luar rumah di Kabupaten Jepara, Provinsi Jawa Tengah (Baroji dkk dalam
Susana, 2011).
19
Baroji dalam Susana (2010) melaporkan bahwa An. aconitus menggigit
orang di dalam rumah yang ada ternaknya (kerbau/ sapi), lebih tinggi daripada
rumah yang tidak ada ternaknya. Puncak kepadatan tertinggi menggigit orang
terjadi sebelum tengah malam yaitu antara pukul 18.00-22.00. Aktifitas dan
kebiasaan nyamuk An. aconitus untuk istirahat yaitu 72% ditemukan hinggap 40%. An.letifer dapat hidup di tempat
dengan pH air yang rendah (Depkes RI, 1999).
Penelitian yang dilakukan oleh Syarif (2003) menjelaskan bahwa larva
Anopheles memiliki toleransi terhadap pH antara 7,91 sampai dengan 8,09, hal ini
juga didukung oleh penelitian Raharjo dkk (2003) dimana pH tempat perindukan
40
nyamuk Anopheles
pada musim kemarau berkisar antara 6,8 – 8,6. Effendi
(2003) juga menjelaskan bahwa sebagian besar biota akuatik menyukai pH antara
7-8,5. Berdasarkan karakteristik lingkungan bahwa pH air mempengaruhi tingkat
kesuburan perairan karena mempengaruhi jasad renik. Perairan asam kurang baik
untuk perkembangbiakan bahkan cenderung mematikan organisme. Pada pH
rendah (keasaman yang tinggi) kandungan oksigen terlarut akan berkurang
sebagai akibat konsumsi oksigen menurun dan menjadi penyebab matinya
organisme air.
3. Lingkungan Biologi
Lingkungan biologi adalah segala sesuatu yang bersifat hidup seperti tumbuhtumbuhan, hewan, termasuk mikroorganisme. Lingkungan biologi sebagai tempat
perindukan vektor adalah lingkungan flora (tumbuhan bakau, lumut, ganggang
dan tumbuhan lainnya yang dapat menghalangi sinar matahari atau melindungi
dari serangan makhluk lainnya, dan lingkungan fauna (ikan pemakan larva, ternak
besar) berkaitan dengan jumlah gigitan nyamuk.
Tanaman air bukan saja menggambarkan sifat fisik, tetapi juga
menggambarkan susunan kimia dan suhu air misalnya pada lagun banyak ditemui
lumut
perut
ayam
(Heteromorpha)
dan
lumut
sutera
(Enteromorpha)
kemungkinan di lagun tersebut ada larva An. Sundaicus.
Adanya berbagai jenis ikan pemakan larva seperti ikan kepala timah
(Plocheilus panchax Panchax sp), Gambusi sp, Oreochromis niloticus (nila
merah), Oreochromis mossambica (mujair), akan mempengaruhi populasi
41
nyamuk di suatu daerah. Selain itu adanya ternak besar seperti sapi dan kerbau
dapat mengurangi jumlah gigitan nyamuk pada manusia, apabila kandang hewan
tersebut diletakkan di luar rumah, tetapi tidak jauh dari rumah atau cattle barrier.
4. Lingkungan sosial ekonomi-budaya
Lingkungan sosial
ekonomi-budaya merupakan
salah satu
faktor
lingkungan yang besar pengaruhnya terhadap penularan penyakit malaria. Yang
termasuk dalam lingkungan sosial ekonomi adalah status kepemilikan rumah,
status pendidikan, penghasilan, gizi dan tempat perindukan buatan manusia
(pembangunan bendungan, penambangan, pemukiman baru). Sedangkan yang
termasuk ke dalam faktor lingkungan sosial-budaya adalah yang berkaitan dengan
perilaku atau gaya hidup yaitu kebiasaan berada di luar rumah pada malam hari,
dimana vektornya lebih bersifat eksofili dan eksofagi, penggunaan kelambu dan
pemasangan kawat kasa pada ventilasi, persepsi masyarakat serta penggunaan
repellent. Pengaruh faktor ini seringkali lebih besar dibandingkan dengan faktor
lainnya dalam penularan penyakit malaria.
Upaya pencegahan penyakit malaria salah satunya adalah melalui
pendidikan kesehatan masyarakat, dan tujuan akhir dari pendidikan kesehatan
masyarakat adalah perubahan perilaku yang belum sehat menjadi perilaku sehat,
artinya perilaku yang mendasarkan pada prinsip-prinsip sehat atau kesehatan.
Pendidikan yang diberikan kepada masyarakat harus direncanakan dengan
menggunakan strategi yang tepat disesuaikan dengan kelompok sasaran dan
permasalahan kesehatan masyarakat yang ada. Strategi tersebut mencakup
42
metode/cara, pendekatan dan tekhnik yang mungkin digunakan untuk
mempengaruhi faktor predisposisi, pemungkin dan penguat yang secara langsung
atau tidak langsung mempengaruhi perilaku.
Strategi yang tepat agar masyarakat mudah dan cepat menerima pesan
diperlukan alat bantu yang disebut peraga. Semakin banyak indera yang
digunakan untuk menerima pesan semakin banyak dan jelas pula pengetahuan
yang diperoleh (Depkes RI, 1999).
Praktik atau perilaku keluarga terhadap upaya mengurangi gigitan nyamuk
malaria adalah:
a. Kebiasaan menggunakan kelambu
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa menggunakan kelambu secara
teratur pada waktu malam hari dapat mengurangi kejadian malaria.
Penduduk yang tidak menggunakan kelambu mempunyai resiko 6,44 kali
terkena malaria.
b. Kebiasaan menghindari gigitan nyamuk
Untuk menghindari gigitan nyamuk digunakan obat semprot, obat poles
atau obat nyamuk bakar sehingga memperkecil kontak dengan nyamuk
(Depkes RI, 1992)
c. Kebiasaan berada di luar rumah pada malam hari
Nyamuk penular malaria mempunyai keaktifan menggigit pada malam
hari. Menurut Lestari (2007) nyamuk Anopheles paling aktif mencari
darah pukul 21.00-03.00. Menurut Darmadi (2002) kebiasaan penduduk
43
berada di luar rumah pada malam hari antara pukul 21.00 s/d 22.00
berhubungan erat dengan kejadian malaria, karena frekuensi menghisap
darah jam tersebut tinggi.
2.3
Manifestasi Klinis
Malaria sebagai penyebab infeksi yang disebabkan oleh Plasmodium sp.
mempunyai gejala utama yaitu demam. Demam yang terjadi diduga berhubungan
dengan proses skizogoni (pecahnya merozoit atau skizon), pengaruh GPI (Glycosyl
Phosphatidylinositol) atau terbentuknya sitokin atau toksin lainnya. Pada beberapa
penderita, demam tidak terjadi (misalnya pada daerah hiperendemik) banyak orang
dengan parasitemia tanpa gejala. Gambaran karakteristik dari malaria ialah demam
periodic, anemia dan splenomegali (Mansyor, 2001). Manifestasi umum malaria
adalah sebagai berikut:
1.
Masa Inkubasi
Masa inkubasi biasanya berlangsung 8-37 hari tergantung dari spesies parasit
(terpendek untuk P. falciparum dan terpanjang untuk P. malariae), beratnya infeksi
dan pada pengobatan sebelumnya atau pada derajat resistensi hospes. Selain itu juga
cara infeksi yang mungkin disebabkan gigitan nyamuk atau secara induksi (misalnya
transfusi darah yang mengandung stadium aseksual) (Harijanto, 2000).
2.
Keluhan-keluhan prodromal
Keluhan-keluhan prodromal dapat terjadi sebelum terjadinya demam, berupa:
malaise, lesu, sakit kepala, sakit tulang belakang, nyeri pada tulang dan otot,
44
anoreksia, perut tidak enak, diare ringan dan kadang-kadang merasa dingin di
punggung. Keluhan prodromal sering terjadi pada P. vivax dan P. ovale, sedangkan P.
falciparum dan P. malariae keluhan prodromal tidak jelas (Harijanto, 2000).
3.
Gejala-gejala umum
Gejala-gejala klasik umum yaitu terjadinya trias malaria (Malaria proxym)
secara berurutan
a. Periode Dingin
Dimulai dengan menggigil, kulit dingin, dan kering, penderita sering
membungkus dirinya dengan selimut atau sarung pada saat menggigil, sering
seluruh badan gemetar, pucat sampai sianosis seperti orang kedinginan.
Periode ini berlangsung antara 15 menit sampai 1 jam diikuti dengan
meningkatnya temperature (Mansyor, 2001).
b. Periode Panas
Wajah penderita terlihat merah, kulit panas dan kering, nadi cepat dan panas
tubuh tetap tinggi, dapat sampai 40o C atau lebih, penderita membuka
selimutnya, respirasi meningkat, nyeri kepala, nyeri retro orbital, muntahmuntah dan dapat terjadi syok. Periode ini berlangsung lebih lama dari fase
dingin dapat sampai 2 jam atau lebih, diikuti dengan keadaan berkeringat
(Harijanto, 2006).
c. Periode Berkeringat
Penderita