Pembuatan Monooleilgliserol Dan Dioleilgliserol dari Esterifikasi Asam Oleat dengan Gliserol menggunakan katalis 1,1-dimetil- 1,1,2,2- tetrafenilsulfonatodisilana

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Katalis

Katalis merupakan suatu senyawa yang dapat meningkatkan laju reaksi tetapi tidak terkonsumsi oleh reaksi. Katalis meningkatkan laju reaksi dengan energi aktivasi Gibbs yang lebih rendah (Shriver. D, dkk, 1999). Katalis tidak mengubah posisi keseimbangan. Katalis semata – mata menurunkan halangan energy aktivasi diantara pereaksi dengan produk sehingga keseimbangan dapat dicapai lebih cepat dibandingkan dengan tanpa katalis (Leach, 1983).

Katalis yang berada pada fase yang sama dengan reaktan disebut sebagai katalis homogen. Sedangkan katalis yang berada pada fase yang berbeda dengan reaktannya (dapat berupa padatan, cairan yang tidak daapat bercampur) disebut katalis heterogen ( Helwani, 2009 ).

Suatu katalis biasanya bekerja dengan membentuk ikatan kimia ke satu atau lebih pereaksi yang kemudian dapat memfasilitasi konversi dari pereaksi menjadi produk. Katalis tidak mempengaruhi kesetimbangan reaksi. Penjelasan kimia dari proses katalisis secara kualitatif mengambil bentuk berupa mekanisme reaksi (Gates, 1991).


(2)

2.1.1. Katalis Homogen

Katalis homogen terdiri atas dua jenis yaitu katalis asam homogen dan katalis basa homogen. Katalis basa yang umum digunakan adalah KOH dan NaOH. Penggunaan katalis ini menimbulkan masalah yaitu sulit dipisahkan dari hasil reaksi. Katalis asam homogen yang sering digunakan adalah H2SO4, HCl dan H3PO4. Akan tetapi

penggunaan katalis ini memerlukan waktu reaksi yang lama, dapat menyebabkan korosi pada reactor yang digunakan (Helwani, 2009).

Penggunaan katalis asam homogen seperti asam sulfat umumnya memerlukan waktu reaksi yang lebih lama karena dilakukan pada suhu rendah. Katalis ini juga cenderung sangat sulit untik dipisahkan. Dalam pengembangan kearah kimia hijau telah membawa kemajuan terhadap perkembangan katalis asam fase padat, dimana material ini dapat menggantikan cairan asam yang bersifat korosif yang banyak digunakan dalam industri (Guan. G, dkk, 2009).

2.1.2 Katalis Heterogen

Katalis heterogen juga terdiri atas dua jenis yaitu katalis heterogen yang bersifat basa dan katalis heterogen yang bersifat asam. Beberapa katalis heterogen telah disintesis baik yang bersifat asam maupun basa. Katalis heterogen basa yang paling umum digunakan adalah senyawa-senyawa oksida logam seperti oksida logam alkali dan oksidaa logam alkali tanah seperti MgO, CaO, SrO dan BaO (Endalew, 2011). Keuntungan menggunakan katalis heterogen adalah mudah dipisahkan dari produk yang terlarut dalam medium reaksi (Sleight, H. W. 1983)

Selain katalis heterogen basa, katalis heterogen asam juga telah banyak digunakan untuk reaksi katalisis. Katalis senyawa karbon berbasis sulfonat menjadi


(3)

katalis yang paling diminati saat ini karena memiliki gugus –SO3H dengan kerangka

karbon yang stabil sehingga mudah dipisahkan dari sistem reaksi (Kang, 2013). Katalis heterogen asam berbasis sulfonat disintesis melalui reaksi sulfonasi. Reaksi sulfonasi adalah suatu reaksi kimia yang dilakukan untuk memodifikasi senyawa kimia dengan memasukkan gugus sulfonat (-SO3H) pad cincin aromatis

sebagai rantai utamanya. Sulfonasi merupakan salah satu reaksi elektofilik. Reaksi sulfonasi dari senyawa polimer aromatis dapat menjadi reaksi yang sangat kompleks karena sifat reversibilitas dari reaksi tersebut. Senyawa seperti H2SO4 dan SO3 adalah

bahan pensulfonasi yang paling umum digunakan untuk berbagai senyawa polimer yang mengandung cincin aromatis misalnya polistirena (Wang. Z, 2012).

2.2 Minyak dan Lemak

Minyak dan lemak merupakan senyawa yang sangat melimpah dialam dalam bentuk lipida. Minyak dan lemak berbentuk triester dari reaksi kondensasi antara tiga molekul asam lemak dengan sebuah molekul gliserol. Triester tersebut umumnya dikenal dengan trigliserida.

Lemak dan minyak yang dijumpai dialam terdiri dari trigliserida campuran yang merupakan ester dari asam lemak rantai panjang. Trigeliserida dapat berwujud cair atau padat. Pada umumnya minyak berwujud cair pada suhu kamar karena mengandung sejumlah besar asam lemak tak jenuh seperti oleat, linoleat, dan linolenat. Sedangkan lemak umumnya berwujud padat pada suhu kamar karena mengandung sejumlah besar asam lemak jenuh seperti stearat, palmitat, dan laurat. Minyak dapat diperoleh dari tumbuh-tumbuhan dan lemak dapat diperoleh dari hewan (Ketaren, 1986).


(4)

Minyak dan lemak yang diperdagangkan merupakan campuran-campuran dari lipid, mayoritas tersusun atas triasilglisrerol bersama dengan diasilgliserol, monoasilgliserol dan asam lemak bebas. Kebanyakn minyak dan lemak biasanya dinamai berdasarkan sumber biologisnya (seperti minyak kedelai) tetapi masing-masing minyak dan lemak memiliki rentang parameter fisika, kimia, dan komposisinya sehingga dapat dikenali (Gunstone, 2004).

2.3. Asam Lemak

Asam lemak terbagi dua yaitu asam lemak jenuh dan tak jenuh. Dalam bahan pangan, asam lemak jenuh yang paling banyak ditemukan adalah asam palmitat, yaitu 15% - 50% dari seluruh asam lemak yang ada, sedangkan asam stearat paling banyak pada lemak atau minyak dari biji-bijian. Asam lemak tak jenuh (unsaturated fatty acid), di datangkan dari luar tubuh, umumnya tidak dapat disintesa sendiri oleh tubuh. Asam jenis ini biasa dikenal dengan asam lemak esensial, misalnya asam oleat, linoleat, dan linolenat, yang banyak terdapat pada minyak sayur, minyak jagung, minyak kacang, kedelai, dan alpukat. Asam lemak esensial ini berfungsi untuk membantu proses pertumbuhan, selain itu dapat mempertahankan kesehatan kulit terutama mencegah terjadinya peradangan kulit (Marsetyo, 1991).

2.4 Asam Oleat

Asam lemak ini memiliki struktur sebagai berikut :


(5)

Asam Oleat pada suhu ruang berupa cairan kental dengan warna kuning pucat atau kuning kecokelatan. Asam ini memiliki aroma yang khas. Beberapa sifat asam oleat dapat dilihat sebagai berikut :

1. Massa molar : 282,4614 gr/mol 2. Densitas : 0,895 gr/ml

3. titik leburnya 15.3 °C 4. Titik Didih : 3600C (633 K) 5. Tidak larut dalam air

6. Larut dalam methanol (CH3OH)

Asam oleat merupakan asam lemak tak jenuh yang banyak terkandung dalam minyak nabati. Kandungan terbesar asam oleat adalah pada minyak zaitun (55-80%), pada kelapa sawit mencapai 30-45% . Dalam bidang kesehatan, asam oleat bermanfaat untuk menjaga kesehatan kulit. Selain itu juga asam oleat, dengan satu ikatan rangkap, bersifat netral terhadap LDL (tidak menurunkan atau menaikkan), tetapi dapat meningkatkan lipoprotein HDL (Suhardjo , dkk, 1992).

2.5 Gliserol

Gliserol memiliki rumus kimia C3H5(OH)3. Gliserol merupakan trihidrat alkohol,

dimana mempunyai dua gugus hidroksil primer dan satu gugus hidroksil sekunder.

2HC

HC

H

2

C

OH OH

OH


(6)

H

2

C

HC

H

2

C

O

O

O

C

C

C

O

O

O

R

R

R

3H

2

O

2HC

HC

H

2

C

OH

OH

OH

3R - COOH

Trigliserida

Air

Gliserol

Asam Lemak

[H

+

]

Gliserol mimiliki titik lebur 18,2oC dan titik didihnya 290 oC yang diikuti dengan adanya dekomposisi (Bonnardeaux, J., 2006). Gliserol alami merupakan hasil samping proses konversi lemak dan minyak. Dari proses splitting lemak dapat diperoleh 15– 20 % larutan gliserol dalam air. Proses transesterifikasi menghasilkan 75 – 90 % gliserol dalam alkohol. Proses ini tergantung pada perbandingan jumlah alkohol dan lemak ataupun minyak dan konsentrasi katalis. (Noureddini, H., 1997)

Fungsi utama dari gliserol adalah sebagai humectant (suatu zat yang berfungsi untuk menjaga kelembutan dan kelambaban). Gliserol juga dapat digunakan sebagai pelarut, pemanis, pangawet dalam makanan serta sebagai zat emollient dalam kosmetik. Berdasarkan sifatnya, gliserol banyak digunakan sebagai zat pemplastis (plasticizer) dan minyak pelumas dalam mesin pengolahan makanan dan minuman. Hal ini disebabkan karena gliserol tidak beracun. Gliserol juga digunakan dalam industri resin alkil untuk menjaga sifat kelarutan. Resin alkil merupakan suatu bahan pengikat dalam cat dan tinta. Dalam penggunaannya secara keseluruhan, baik sebagai zat aditif, sifat gliserol yang tidak beracun dan aman selalu menjadi suatu hal yang menguntungkan (Bonnardeaux, J., 2006).


(7)

2.6. Gliserida

Gliserida disebut juga asilgliserol merupakan senyawa ester antara gliserol dan asam lemak. Gliserida yang bersifat padat pada suhu kamar disebut lemak sedangkan yang bersifat cair disebut minyak. Gliserida dengan 1,2, dan 3 rantai asam lemak, maka masing-masing disebut mono, di dan triasilgliserol (trigliserida). (Wirahadikusumah, 1985).

2.6.1. Monogliserida

Monogliserida pertama sekali disintesis pada tahun 1853, dan baru pada tahun 1960 dibuat dalam skala industri melalui reaksi gliserolisis trigliserida.

H

2

C

HC

H

2

C

O

OH

OH

C

R

O

Gambar 2.4. Struktur Monogliserida (Awang, R. 2004)

Monogliserida dapat dihasilkan melalui reaksi antara berbagai substrat dengan gliserol. Berdasarkan jenis substratnya, monogliserida dapat dibuat melalui reaksi esterifikasi langsung antara asam lemak dengan gliserol, reaksi transesterifikasi trigliserida dengan gliserol, reaksi transesterifikasi metil ester asam lemak dengan gliserol, reaksi hidrolisis trigliserida atau lemak dan reaksi kondensasi asam lemak dengan gliserol atau dengan senyawa-senyawa turunannya (Awang,R. ,2004).


(8)

Monogliserida sangat penting sebagai bahan pencampuran dalam pembuatan kue dan juga penting sebagai shortening (termasuk cairan dalam susu dan telur). Monogliserida yang ditambahkan sebagai shortening sangat penting untuk memberikan sifat emulsifikasi dalam pembuatan kue yang berkualitas tinggi, juga dalam pembuatan es dan ragi. Emulsifier ini juga bertindak sebagai pelembut dalam roti (Lawson,H., 1985).

2.6.2 Digliserida

Digliserida adalah senyawa kimia yang merupakan hasil ikatan kimia antara gliserol dengan 2 buah asam lemak bebas.

H

2

C

HC

H

2

C

O

OH

O

C

C

O

R

R

O

Gambar 2.5. Struktur Molekul 1,3-digliserida (Watanabe,dkk, 2003)

Digliserida dapat dihasilkan dari asam lemak melalui proses esterifikasi dengan gliserol. Selain itu, dapat juga dihasilkan dari berbagai macam minyak nabati melalui pengolahan trigliserida yang terkandung dalam minyak nabati dalam jumlah yang besar. Digliserida dapat disintesis dari trigliserida melalui berbagai proses, antara lain melalui reaksi gliserolisis, hidrolisis dan dengan menggunakan reagen Grignard melalui proses deasilasi kimia (Fennema, 1996). Selain itu, digliserida juga dapat disintesis dengan menggunakan bantuan enzim lipase seperti 1,3-regioselektif lipase terkekang yang mampu mensintesis 1,3-digliserida dari gliserol dan asam lemak bebas dengan perolehan yang besar (Watanabe.,dkk , 2003).


(9)

2.7 Esterifikasi

Esterifikasi adalah salah satu jenis reaksi dimana reaksi tersebut untuk menghasilkan ester. Ester merupakan sebuah hidrokarbon yang diturunkan dari asam karboksilat. Sebuah asam karboksilat mengandung gugus -COOH, dan pada sebuah ester jenis. Esterifikasi juga dapat diartikan sebagai transformasi asam karboksilat atau turunannya menjadi ester. Reaksi langsung antara alkohol dan asam karboksilat secara umum dibantu dengan katalis asam. Reaksi ini dapat berlangsung baik jika dilakukan pada suhu tinggi (Otera, J. 2003).

Reaksi esterifikasi gliserol dengan asam oleat diperkirakan berlangsung secara bolak-balik (reversible) yang menghasilkan produk samping adalah air. Air akan menyebabkan reaksi berbalik kearah kiri (reaksi hidrolisa) akan menjadi besar, dengan demikian pengendalian terhadap jalannya reaksi adalah sangat penting. Produk gliserol monooleat akan maksimum diperoleh bila kesetimbangan reaksi dipertahankan bergeser ke kanan. Hal ini dapat dilakukan dengan cara pengambilan produk gliserol monooleat atau air, dan menggunakan salah satu reaktan berlebih. Salah satu cara yang paling mudah adalah mengambil produk sampingnya yaitu air, yakni dengan mengkondensasikannya atau menggunakan vakum. Pengurangan produk air sekaligus dapat mengurangi resiko terjadinya reaksi hidrolisa (reaksi balik). Reaksi esterifikasi akan berjalan lambat jika dilakukan tanpa menggunakan katalis. Untuk mendapatkan konversi yang tinggi dengan waktu yang relatif singkat perlu adanya bantuan katalis. Reaksi dapat dijalankan dengan adanya katalis asam, katalis basa maupun enzimatik (Kimmel, 2004). Reaksi umum esterifikasi asam oleat dengan gliserol dapat dilihat pada gambar berikut.


(10)

2HC HC H2C

OH OH OH

2R - COOH

2HC HC H2C

O OH OH C O R

2H2O

2HC HC H2C

O OH OH C O R

2R - COOH

2HC HC H2C

O O OH C O R C O

R 2H2O

2HC HC H2C

O O OH C O R C O

R 2R - COOH

2HC HC H2C

O O O C O R C O R C O R

2H2O

Gliserol Asam Lemak Monogliserida Air

Monogliserida Asam Lemak Digliserida Air

Digliserida Asam Lemak Trigliserida Air

Gambar 2.6. Reaksi Umum Esterifikasi antara Gliserol dan Asam Lemak

2.8. Reaksi Gliserolisis

Gliserolisis adalah reaksi penting antara gliserol dengan minyak atau lemak unruk memproduksi mono dan Di-Asil Gliserol. Reaksi gliserolisis akan berjalan lambat jika dilakukan tanpa menggunakan katalis. Untuk mendapatkan konversi yang tinggi dengan waktu yang relative singkat perlu adanya bantuan katalis. Reaksi dapat dijalankan dengan adanya katalis asam maupun katalis basa (Kimmel, 2004). Katalis


(11)

yang biasa digunakan dalam gliserolisis ini adalah NaOH. Persamaan reaksinya sebagai berikut:

H2C-OH H2C-OH

| |

H C-OH + NaOH HC-OH + H2O

| |

H2C-OH H2C-ONa

Natrium Gliserolat

H2C-O-CO-R1 H2C-OH H2C-O-CO-R1 H2C-OH

| | | |

H C-O-CO-R2 + HC-OH HC-O-CO-R2 + HC-OH

| | | |

H2C-O-CO-R3 H2C-ONa H2C-O-Na H2C-OCO-R3

Natrium Diasil Gliserida Monogliserida Kelemahan reaksi gliserolisis dengan menggunakan katalis logam alkali adalah suhu reaksi cukup tinggi yaitu 220-250 0C. Temperatur yang tinggi ini menyebabkan produk yang dihasilkan berwarna gelap dan terbentuk bau yang tidak diinginkan (Noureddini, H, 1997). Selain menggunakan katalis sodium gliserolat, reaksi gliserolisis bisa juga dilakukan dengan menggunakan katalis enzim. Enzim yang sering dipakai adalah enzim lipase. Temperatur yang digunakan reaksi gliserolisis dengan katalis enzim sekitar 300C. Hal ini disebabkan katalis enzim tidak bias bekerja atau akan mati pada suhu yang tinggi. Oleh karena temperature yang digunakan rendah, reaksi gliserolisis dengan katalis enzim membutuhkan energy yang rendah. Kelemahan dari penggunaan enzim sebagai katalis adalah mahalnya harga enzim (Kaewthong, W. 2005).

Gliserolisis dilakukan di industri untuk menghasilkan monogliserida dari gliserol dan trigliserida. Reaksi antara trigliserida dengan gliserol untuk menghasilkan gliserida parsial umumnya dilakukan pada temperatur yang tinggi


(12)

sehingga dapat meningkatkan kelarutan gliserol pada fasa minyak dimana kelarutan gliserol dalam minyak hanya sekitar 4 % pada temperatur kamar. Katalis basa seperti NaOH, KOH dan Ca(OH)2 digunakan untuk mempercepat proses tersebut. Pada akhir

reaksi, katalis dinetralisasi dan campuran reaksi didinginkan dengan cepat. Langkah ini sangat penting untuk meminimalkan kesetimbangan reaksi. Produk yang dihasilkan dari proses tersebut adalah campuran monogliserida, digliserida, trigliserida juga asam lemak bebas.

Dalam gliserolisis untuk mengurangi terbentuknya kembali trigliserida maka dapat ditambahkan gliserol berlebih ke dalam campuran reaksi. Dengan penambahan gliserol ini maka trigliserida akan mengalami gliserolisis untuk membentuk monogliserida. Hanya saja terbentuknya digliserida dari campuran monogliserida tidak dapat dihindarkan karena adanya reaksi interesterifikasi antara trigliserida dan monogliserida. (Noureddini,H.,1997).


(1)

2.6. Gliserida

Gliserida disebut juga asilgliserol merupakan senyawa ester antara gliserol dan asam lemak. Gliserida yang bersifat padat pada suhu kamar disebut lemak sedangkan yang bersifat cair disebut minyak. Gliserida dengan 1,2, dan 3 rantai asam lemak, maka masing-masing disebut mono, di dan triasilgliserol (trigliserida). (Wirahadikusumah, 1985).

2.6.1. Monogliserida

Monogliserida pertama sekali disintesis pada tahun 1853, dan baru pada tahun 1960 dibuat dalam skala industri melalui reaksi gliserolisis trigliserida.

H

2

C

HC

H

2

C

O

OH

OH

C

R

O

Gambar 2.4. Struktur Monogliserida (Awang, R. 2004)

Monogliserida dapat dihasilkan melalui reaksi antara berbagai substrat dengan gliserol. Berdasarkan jenis substratnya, monogliserida dapat dibuat melalui reaksi esterifikasi langsung antara asam lemak dengan gliserol, reaksi transesterifikasi trigliserida dengan gliserol, reaksi transesterifikasi metil ester asam lemak dengan gliserol, reaksi hidrolisis trigliserida atau lemak dan reaksi kondensasi asam lemak dengan gliserol atau dengan senyawa-senyawa turunannya (Awang,R. ,2004).


(2)

Monogliserida sangat penting sebagai bahan pencampuran dalam pembuatan kue dan juga penting sebagai shortening (termasuk cairan dalam susu dan telur). Monogliserida yang ditambahkan sebagai shortening sangat penting untuk memberikan sifat emulsifikasi dalam pembuatan kue yang berkualitas tinggi, juga dalam pembuatan es dan ragi. Emulsifier ini juga bertindak sebagai pelembut dalam roti (Lawson,H., 1985).

2.6.2 Digliserida

Digliserida adalah senyawa kimia yang merupakan hasil ikatan kimia antara gliserol dengan 2 buah asam lemak bebas.

H

2

C

HC

H

2

C

O

OH

O

C

C

O

R

R

O

Gambar 2.5. Struktur Molekul 1,3-digliserida (Watanabe,dkk, 2003)

Digliserida dapat dihasilkan dari asam lemak melalui proses esterifikasi dengan gliserol. Selain itu, dapat juga dihasilkan dari berbagai macam minyak nabati melalui pengolahan trigliserida yang terkandung dalam minyak nabati dalam jumlah yang besar. Digliserida dapat disintesis dari trigliserida melalui berbagai proses, antara lain melalui reaksi gliserolisis, hidrolisis dan dengan menggunakan reagen Grignard melalui proses deasilasi kimia (Fennema, 1996). Selain itu, digliserida juga dapat disintesis dengan menggunakan bantuan enzim lipase seperti 1,3-regioselektif lipase terkekang yang mampu mensintesis 1,3-digliserida dari gliserol dan asam lemak bebas dengan perolehan yang besar (Watanabe.,dkk , 2003).


(3)

2.7 Esterifikasi

Esterifikasi adalah salah satu jenis reaksi dimana reaksi tersebut untuk menghasilkan ester. Ester merupakan sebuah hidrokarbon yang diturunkan dari asam karboksilat. Sebuah asam karboksilat mengandung gugus -COOH, dan pada sebuah ester jenis. Esterifikasi juga dapat diartikan sebagai transformasi asam karboksilat atau turunannya menjadi ester. Reaksi langsung antara alkohol dan asam karboksilat secara umum dibantu dengan katalis asam. Reaksi ini dapat berlangsung baik jika dilakukan pada suhu tinggi (Otera, J. 2003).

Reaksi esterifikasi gliserol dengan asam oleat diperkirakan berlangsung secara bolak-balik (reversible) yang menghasilkan produk samping adalah air. Air akan menyebabkan reaksi berbalik kearah kiri (reaksi hidrolisa) akan menjadi besar, dengan demikian pengendalian terhadap jalannya reaksi adalah sangat penting. Produk gliserol monooleat akan maksimum diperoleh bila kesetimbangan reaksi dipertahankan bergeser ke kanan. Hal ini dapat dilakukan dengan cara pengambilan produk gliserol monooleat atau air, dan menggunakan salah satu reaktan berlebih. Salah satu cara yang paling mudah adalah mengambil produk sampingnya yaitu air, yakni dengan mengkondensasikannya atau menggunakan vakum. Pengurangan produk air sekaligus dapat mengurangi resiko terjadinya reaksi hidrolisa (reaksi balik). Reaksi esterifikasi akan berjalan lambat jika dilakukan tanpa menggunakan katalis. Untuk mendapatkan konversi yang tinggi dengan waktu yang relatif singkat perlu adanya bantuan katalis. Reaksi dapat dijalankan dengan adanya katalis asam, katalis basa maupun enzimatik (Kimmel, 2004). Reaksi umum esterifikasi asam oleat dengan gliserol dapat dilihat pada gambar berikut.


(4)

2HC HC H2C

OH OH OH

2R - COOH

2HC HC H2C

O OH OH C O R

2H2O

2HC HC H2C

O OH OH C O R

2R - COOH

2HC HC H2C

O O OH C O R C O

R 2H2O

2HC HC H2C

O O OH C O R C O

R 2R - COOH

2HC HC H2C

O O O C O R C O R C O R

2H2O Gliserol Asam Lemak Monogliserida Air

Monogliserida Asam Lemak Digliserida Air

Digliserida Asam Lemak Trigliserida Air

Gambar 2.6. Reaksi Umum Esterifikasi antara Gliserol dan Asam Lemak

2.8. Reaksi Gliserolisis

Gliserolisis adalah reaksi penting antara gliserol dengan minyak atau lemak unruk memproduksi mono dan Di-Asil Gliserol. Reaksi gliserolisis akan berjalan lambat jika dilakukan tanpa menggunakan katalis. Untuk mendapatkan konversi yang tinggi dengan waktu yang relative singkat perlu adanya bantuan katalis. Reaksi dapat dijalankan dengan adanya katalis asam maupun katalis basa (Kimmel, 2004). Katalis


(5)

yang biasa digunakan dalam gliserolisis ini adalah NaOH. Persamaan reaksinya sebagai berikut:

H2C-OH H2C-OH

| |

H C-OH + NaOH HC-OH + H2O

| |

H2C-OH H2C-ONa

Natrium Gliserolat

H2C-O-CO-R1 H2C-OH H2C-O-CO-R1 H2C-OH

| | | |

H C-O-CO-R2 + HC-OH HC-O-CO-R2 + HC-OH

| | | |

H2C-O-CO-R3 H2C-ONa H2C-O-Na H2C-OCO-R3 Natrium Diasil Gliserida Monogliserida Kelemahan reaksi gliserolisis dengan menggunakan katalis logam alkali adalah suhu reaksi cukup tinggi yaitu 220-250 0C. Temperatur yang tinggi ini menyebabkan produk yang dihasilkan berwarna gelap dan terbentuk bau yang tidak diinginkan (Noureddini, H, 1997). Selain menggunakan katalis sodium gliserolat, reaksi gliserolisis bisa juga dilakukan dengan menggunakan katalis enzim. Enzim yang sering dipakai adalah enzim lipase. Temperatur yang digunakan reaksi gliserolisis dengan katalis enzim sekitar 300C. Hal ini disebabkan katalis enzim tidak bias bekerja atau akan mati pada suhu yang tinggi. Oleh karena temperature yang digunakan rendah, reaksi gliserolisis dengan katalis enzim membutuhkan energy yang rendah. Kelemahan dari penggunaan enzim sebagai katalis adalah mahalnya harga enzim (Kaewthong, W. 2005).

Gliserolisis dilakukan di industri untuk menghasilkan monogliserida dari gliserol dan trigliserida. Reaksi antara trigliserida dengan gliserol untuk menghasilkan gliserida parsial umumnya dilakukan pada temperatur yang tinggi


(6)

sehingga dapat meningkatkan kelarutan gliserol pada fasa minyak dimana kelarutan gliserol dalam minyak hanya sekitar 4 % pada temperatur kamar. Katalis basa seperti NaOH, KOH dan Ca(OH)2 digunakan untuk mempercepat proses tersebut. Pada akhir reaksi, katalis dinetralisasi dan campuran reaksi didinginkan dengan cepat. Langkah ini sangat penting untuk meminimalkan kesetimbangan reaksi. Produk yang dihasilkan dari proses tersebut adalah campuran monogliserida, digliserida, trigliserida juga asam lemak bebas.

Dalam gliserolisis untuk mengurangi terbentuknya kembali trigliserida maka dapat ditambahkan gliserol berlebih ke dalam campuran reaksi. Dengan penambahan gliserol ini maka trigliserida akan mengalami gliserolisis untuk membentuk monogliserida. Hanya saja terbentuknya digliserida dari campuran monogliserida tidak dapat dihindarkan karena adanya reaksi interesterifikasi antara trigliserida dan monogliserida. (Noureddini,H.,1997).


Dokumen yang terkait

Pembuatan 1,2,3-trioleilgliserol dari Esterifikasi Asam Oleat dengan Gliserol Menggunakan Katalis 1,1-dimetil- 1,1,2,2- tetrafenilsulfonatodisilana

3 82 63

Pembuatan Monooleilgliserol Dan Dioleilgliserol dari Esterifikasi Asam Oleat dengan Gliserol menggunakan katalis 1,1-dimetil- 1,1,2,2- tetrafenilsulfonatodisilana

3 61 49

Pembuatan Monooleilgliserol Dan Dioleilgliserol dari Esterifikasi Asam Oleat dengan Gliserol menggunakan katalis 1,1-dimetil- 1,1,2,2- tetrafenilsulfonatodisilana

0 4 49

Pembuatan 1,2,3-trioleilgliserol dari Esterifikasi Asam Oleat dengan Gliserol Menggunakan Katalis 1,1-dimetil- 1,1,2,2- tetrafenilsulfonatodisilana

0 8 63

Pembuatan 1,2,3-trioleilgliserol dari Esterifikasi Asam Oleat dengan Gliserol Menggunakan Katalis 1,1-dimetil- 1,1,2,2- tetrafenilsulfonatodisilana

0 0 13

Pembuatan Monooleilgliserol Dan Dioleilgliserol dari Esterifikasi Asam Oleat dengan Gliserol menggunakan katalis 1,1-dimetil- 1,1,2,2- tetrafenilsulfonatodisilana

0 0 12

Pembuatan Monooleilgliserol Dan Dioleilgliserol dari Esterifikasi Asam Oleat dengan Gliserol menggunakan katalis 1,1-dimetil- 1,1,2,2- tetrafenilsulfonatodisilana

0 0 2

Pembuatan Monooleilgliserol Dan Dioleilgliserol dari Esterifikasi Asam Oleat dengan Gliserol menggunakan katalis 1,1-dimetil- 1,1,2,2- tetrafenilsulfonatodisilana

0 0 5

Pembuatan Monooleilgliserol Dan Dioleilgliserol dari Esterifikasi Asam Oleat dengan Gliserol menggunakan katalis 1,1-dimetil- 1,1,2,2- tetrafenilsulfonatodisilana

0 0 3

Pembuatan Monooleilgliserol Dan Dioleilgliserol dari Esterifikasi Asam Oleat dengan Gliserol menggunakan katalis 1,1-dimetil- 1,1,2,2- tetrafenilsulfonatodisilana

0 0 1