Staff Site Universitas Negeri Yogyakarta
STUDI MAKNA TERHADAP
SENI LUKIS HITAM PUTIH KARYA I.G.N. NURATA
TAHUN 1990-2010
TESIS
Untuk memenuhi sebagian persyaratan
guna mencapai derajat S2
Program Studi Penciptaan dan Pengkajian Seni
Minat Studi Pengkajian Seni Rupa
M arajasitompul@uny.ac.id
diajukan oleh :
Maraja Sitompul
NIM. 446/S2/KS/10
Kepada
PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT SENI INDONESIA (ISI)
SURAKARTA
Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer
ii
2013
Disetujui dan disahkan oleh pembimbing
Surakarta, 26 Juli 2013
Pembimbing
Prof. Dr. Dharsono, M.Sn
NIP. 195107141985031002
Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer
iii
Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer
iv
ABSTRACT
The study is titled, "Study of Meaning of Black and White Art Works I.G.N.
Nurata Year 1990-2010 ". Problems in the study were: 1) What is the background
birth black and white painting I.G.N. Nurata. 2) What is the form of painting in
black and white I.G.N. Nurata. 3) What is the response of the observer in black
and white painting I.G.N. Nurata.
To uncover these problems, the study takes a holistic approach to the art of
painting in black and white work of I.G.N. Nurata. Methods of research
conducted through library, participating observation, documentation and
interviews. Data analysis in research emphasis on the interpretation of the
analysis.
Based on the results of the study concluded: 1) Works of art in black and white
I.G.N. Nurata in 1990-2000, in a condensed visualized in the form of imaginary,
through a visual language, traditions and cultural codes, to articulate the
symbolism and metaphor. 2) Works of art in black and white I.G.N. Nurata years
2001-2010, visualized through a visual language, tradition and culture in the
form of an imaginary code and by using elements of modern visual language is
intense, in this case the use of volume and perspective. 3) Overall, the voice
message harmony between macro, micro and meta cosmos, in accordance with the
teachings of "Tri Hita Karana" which teaches that life in harmony with God, with
others, with nature, including the spiritual world.
Keywords: Symbol through imaginative forms, Visual Metaphors, Art Black and
White.
Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer
v
INTISARI
Penelitian ini berjudul, “Studi Makna Terhadap Seni Lukis Hitam Putih
Karya I.G.N. Nurata Tahun 1990-2010”. Masalah dalam penelitian adalah:
1) Bagaimana latar belakang kelahiran seni lukis hitam putih I.G.N.
Nurata. 2) Bagaimana bentuk seni lukis hitam putih I.G.N. Nurata. 3)
Bagaimana tanggapan pengamat terhadap seni lukis hitam putih I.G.N.
Nurata.
Untuk mengungkap permasalahan tersebut, penelitian menggunakan
pendekatan holistik terhadap karya seni lukis hitam putih karya I.G.N.
Nurata. Metode penelitian dilakukan melalui studi pustaka, observasi
berpartisipasi, dokumentasi dan wawancara. Analisis data dalam
penelitian menekankan pada interpretasi analisis.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kesimpulan: 1) Karya seni lukis
hitam putih I.G.N. Nurata pada tahun 1990-2000, secara kental
divisualisasikan dalam bentuk imajiner, melalui bahasa rupa tradisi
maupun kode budaya, untuk mengartikulasikan simbolisme dan metafor.
2) Karya seni lukis hitam putih I.G.N. Nurata tahun 2001-2010,
divisualisasikan melalui bahasa rupa tradisi maupun kode budaya dalam
bentuk imajiner dan dengan menggunakan unsur bahasa rupa modern
secara intens, dalam hal ini menggunakan volume dan perspektif. 3)
Secara keseluruhan, menyuarakan pesan keharmonisan antara makro,
mikro dan meta kosmos, sesuai dengan ajaran “Tri Hita Karana” yang
mengajarkan kehidupan yang harmonis dengan Tuhan, dengan orang
lain, dengan alam termasuk dengan dunia spiritual.
Kata kunci: Simbol melalui bentuk Imajinatif, Metafor Visual,Seni Lukis
Hitam Putih.
Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer
vi
MOTTO
Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai pahlawannya,
bertitik tumpu pada rasa keadilan, kesehatan dan kesejahteraan
(Maraja Sitompul).
Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur peneliti panjatkan kepada Tuhan Yang Maha
Esa, sehingga tesis dapat terselesaikan sesuai perencanaan.
Berkat petunjuk, bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak,
segala kesulitan dan tantangan dalam proses penyelesaian tesis
dapat teratasi. Pada kesempatan ini, peneliti ingin menyampaikan
rasa terima kasih yang tiada terhingga kepada :
1. Prof. Dr. Rochmat Wahab, M.Pd., MA. sebagai Rektor
Universitas
Negeri
Yogyakarta,
yang
telah
memberi
kesempatan kepada peneliti untuk mengikuti pendidikan S2
di ISI Surakarta.
2. Prof. Dr. T. Slamet Suparno, S.Kar., MSi. sebagai Rektor
Institut Seni
Indonesia
Surakarta
dan
sebagai
Dosen
Penasehat Akademik peneliti selama perkuliahan S2 di
Institut Seni Indonesia Surakarta.
3. Prof. Dr. Hj. Sri Rochana W., S.Kar., M.Hum. sebagai
Direktur
Program Pascasarjana
Institut Seni Indonesia
Surakarta, yang telah memberi kesempatan kepada peneliti
untuk mengikuti Program Pascasarjana di Institut Seni
Indonesia Surakarta.
Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer
viii
4. Prof. Dr. Dharsono, M.Sn. sebagai pembimbing dalam tesis,
yang telah memberikan bimbingan dan dorongan, sehingga
peneliti dapat menyelesaikan tesis.
5. Teman-teman angkatan 2010 di Institut Seni Indonesia
Surakarta dan teman-teman sejawat di Jurusan Pendidikan
Seni Rupa dan Kerajinan, Fakultas Bahasa dan Seni,
Universitas Negeri Yogyakarta dan semua pihak yang telah
membantu, yang tidak dapat peneliti sebutkan satu demi
satu.
Akhir kata, semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa
melimpahkan rahmatnya kepada kita semua.
Surakarta, 26 Februari 2013
Maraja Sitompul
Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ……………………………………………………
hal
i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................
ii
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI .....................................
iii
ABSTRACT ............................................................................
iv
INTISARI ...............................................................................
v
MOTTO .................................................................................
vi
KATA PENGANTAR …………………………………………………...
vii
DAFTAR ISI ..........................................................................
ix
DAFTAR GAMBAR …………………………………………………….
xi
BAB I. PENGANTAR
A. Latar Belakang Masalah ………………………………………..
B. Rumusan Masalah ……………………………………………….
C. Tujuan Penelitian ………………………………………………...
D. Manfaat Penelitian ……………………………………………….
E. TinjauanPustaka ………………………………………………….
F. Kerangka Teoritis …………………………………………………
G. MetodePenelitian ………………………………………………….
H. Sistematika Penulisan …………………………………………..
1
3
3
3
4
7
28
32
BAB II. LATAR BELAKANG KELAHIRAN KARYA SENI LUKIS HITAM
PUTIH I.G.N. NURATA
A. Perjalanan Berkesenian I.G.N. Nurata ………………………
B. Proses Penciptaan Karya Seni Lukis Hitam Putih ………..
1. Teknik, Bahan, dan Alat ..............................................
2. Bentuk Dalam Karya Seni Lukis Hitam Putih …………
3. Konsep Penciptaan Karya Seni Lukis Hitam Putih ……
36
48
49
54
56
Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer
x
BAB III. KARYA SENI LUKIS HITAM PUTIH I.G.N. NURATA TAHUN
1990-2010
A. Seni Lukis Hitam Putih Nurata Tahun 1990-2000 ……..
B. Seni Lukis Hitam Putih Nurata Tahun 2000-2010 ……..
61
85
BAB IV. PENUTUP
A. Kesimpulan …………………………………………………………
B. Saran …………………………………………………………………
114
119
GLOSARY ………………………………………………………….......
120
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………......
121
DAFTAR NARA SUMBER ……………………………………………
123
LAMPIRAN PAMERAN DAN PENGHARGAAN ………………….
124
SURAT PERNYATAAN ……………………………………………….
126
Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer
xi
BAB I
PENGANTAR
A. Latar Belakang
I Gusti Nengah Nurata lahir di Tabanan Bali, 1 Juni 1956.
Sebagai pelukis yang berkelahiran Bali, tentunya budaya Bali
masih mempengaruhi lukisan Nurata hingga saat ini. Ibu, bapak
maupun neneknya adalah juga seniman, sehingga darah seni yang
dimiliki Nurata merupakan seniman generasi ketiga; artinya
keluarga seniman.
Empat kali pameran selektif seni lukis
dalam ASIAN Art Show
belasan Negara
yang mampu ia tembus dengan seleksi
yang sangat ketat, pada saat yang sama, kalau seseorang pelukis
mampu menembus pameran tingkat ASEAN satu kali saja sudah
merupakan pengakuan yang sangat lebih dari cukup untuk
mengangkat brand image sebagai pelukis yang handal.
I.G.N. Nurata menjadi salah satu staf pengajar di ISI
Surakarta. Selain itu ia juga masih aktif sebagai anggota Sanggar
Dewata di Yogyakarta. Ia aktif mengadakan
pameran di dalam
maupun di luar negeri. Sebagian dari reputasinya adalah beberapa
kali sebagai duta seni untuk mewakili Indonesia ke luar negeri.
Sebagai seorang pelukis yang menganut seni murni, I.G.N. Nurata
memiliki ciri khas di dalam karyanya.
Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer
xii
Karya seni lukis hitam putih I.G.N. Nurata belum pernah
ditulis dalam bentuk skripsi maupun tesis, yang ada hanyalah
penulisan mengenai tema lukisan cat minyak di atas kanvas dan
penulisan dalam bentuk kata sambutan oleh kritikus ternama
Indonesia dalam bentuk Katalogus Pameran. Tesis ini merupakan
penulisan yang pertama mengenai karya
seni lukis hitam putih
I.G.N. Nurata.
Pameran I.G.N. Nurata berdua dengan Marta Kiss ”Berkelana
di Dunia Maya” tahun 2005, dipamerkan sejumlah dua belas buah
lukisan hitam putih, sedangkan yang warna hanya delapan buah.
Pada katalogus saat pameran tunggalnya ”Reality In Imaginatif
Simbolik And Philosophical Metaphors” dibubuhkan empat belas
buah lukisan berwarna, lukisan hitam putih ada sebanyak empat
belas buah.
putih
Hal ini mengisyaratkan pentingnya lukisan hitam
bagi I.G.N.
Nurata
sebagai salah
satu
media
untuk
berekspresi.
Lukisan
hitam putih
atau
gambar
dalam disain
dapat
diartikan, bahwa dalam proses memahami simbol dalam gambar
atau lukisan, dapat dikembalikan pada bentuk dasarnya yaitu
disain, dalam pengertian disain yang berdasarkan tradisi atau
kode budaya setempat yang dialami seorang pelukis, yang dalam
batas-batas tertentu telah mempengaruhi atau menginspirasi
media maupun tata ungkap gagasan seorang pelukis.
Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer
xiii
Lukisan hitam putih
penting untuk diteliti, mengingat
jarangnya penulisan maupun pameran mengenai lukisan hitam
putih di Indonesia.
B. Rumusan Masalah
1.Bagaimana latar belakang kelahiran seni lukis hitam putih karya
I.G.N. Nurata tahun 1990-2010.
2. Bagaimana bentuk seni lukis hitam putih karya I.G.N. Nurata
tahun 1990-2010.
3. Bagaimana tanggapan/kritik pengamat terhadap karya seni
lukis hitam putih I.G.N. Nurata.
C. Tujuan Penelitian
1. Mendeskripsikan dan menganalisis latar belakang kelahiran
seni lukis ”Hitam Putih” karya I.G.N. Nurata tahun 1990-2010.
2. Untuk mendeskripsikan dan menganalisis bentuk karya seni
lukis hitam putih I.G.N. Nurata 1990-2010.
3. Mendeskripsikan tanggapan pengamat terhadap seni lukis
hitam putih I.G.N. Nurata.
D. Manfaat Penelitian
I.G.N. Nurata adalah seorang pelukis yang cukup dikenal
mempunyai reputasi tingkat Asean dan khusus mengenai seni
lukis hitam putihnya, belum pernah ditulis dalam bentuk tesis.
Penelitian terhadap
akan
latar
karya seni lukis
belakang
kelahiran,
hitam putih I.G.N. Nurata
bentuk
maupun
konsep
Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer
xiv
penciptaannya diharapkan dapat memperkaya pemahaman akan
karya seni lukis hitam putih
pelukis I.G.N. Nurata pada
khususnya dan seni lukis hitam putih pada umumnya.
Tesis dapat menambah kepustakaan dan dapat dipergunakan
untuk dasar acuan bagi peneliti selanjutnya.
E. Tinjauan Pustaka
Penulisan dalam bentuk skripsi mengenai tema seni lukis
pada lukisan cat minyak diatas kanvas karya I.G.N. Nurata ditulis
oleh Imam Sawiji (1997) dengan judul ”Tema Lukisan I Gusti
Nengah Nurata”, Program Studi Seni Seni Rupa Murni, Jurusan
Seni
Murni,
Fakultas
Seni
Rupa,
Institut
Seni
Indonesia
Yogyakarta. Penelitian menggunakan sampel karya lukisan cat
minyak I.G.N.Nurata sebanyak 20 buah, periode tahun 1983-1995.
Hasil penelitiannya menunjukkan klasifikasi analisa tema, tema
dengan bentuk imajiner dan abstraksi, digunakan dalam seluruh
sampel karya cat minyak yang diteliti. Tema mengenai alam dan
permasalahannya, berada pada posisi yang seimbang jumlahnya
bila dibandingkan dengan
tema manusia dan permasalahannya.
Dari penulisan skripsi tersebut
didapatkan pemahaman bahwa
bentuk mahluk imajiner secara dominan dipakai oleh I.G.N.
Nurata dalam mengungkapkan temanya sejak tahun 1983-1995.
Skripsi belum membahas masalah lukisan hitam putih I.G.N.
Nurata.
Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer
xv
Agus Dermawan T (2005) dalam katalog pameran ”Berkelana
Di Dunia Maya” One Gallery, Jakarta, dalam kata sambutannya
pada
pameran
berdua
I.G.N.
Nurata
dengan
Marta
Kiss,
mengomentari lukisan I.G.N. Nurata sabagai kebebasan penuh
untuk berekspresi dan berfantasi, dengan dorongan latar belakang
budayanya sebagai orang Bali yang lama hidup di Solo pusat
negeri
Jawa.
Divisualisasikan
kesungguhannya
dalam
dengan
menghadirkan
kecermatan
spirit
vibrasi
tinggi,
garbo
(menggambarkan segalanya dengan rinci) selalu menghantarkan
pesan-pesan
dari
dan
untuk
jagad
yang
baik.
Sebagian
menyuarakan pesan mengenai lingkungan hidup.
Pernyataan Agus Dermawan T di atas memberikan penekanan
bahwa latar belakang Bali turut mendukung penggambaran secara
rinci dan sebagian menyuarakan pesan mengenai keserasian
lingkungan hidup atau ekology sebagai tema yang disukai oleh
I.G.N. Nurata, dengan kata lain menyuarakan kehidupan yang
serasi dengan makro kosmos, mikro
kosmos maupun meta
kosmos.
Merwan Yusuf (2005) dalam katalog pameran ”Berkelana Di
Dunia Maya”, One Gallery Jakarta, mengomentari karya hitam
putih I.G.N. Nurata, sebagai kategori pertama yang dihasilkan di
atas kertas dengan menggunakan tinta hitam sebagai garis
pembuat bentuk. Garis sebagai alat utuk menterjemahkan rasa
Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer
xvi
dan pikiran. Biasanya dalam medium yang monochrome dan
sederhana itu I.G.N. Nurata lebih terlihat santai. Pada kesempatan
itu pula I.G.N. Nurata mengoptimalkan dan menghidupkan garis
dengan tidak letih-letih menggambarkan mahluk-mahluk setan
mengerikan yang biasa ditemukan dalam tradisi cerita rakyat dan
kepercayaan. I.G.N. Nurata melanjutkan jejak drawing I Gusti
Nyoman
Lempad
leluhurnya
dan
memperkayanya
sekaligus
dengan elemen bentuk khas milik I.G.N. Nurata, karya di atas
kertas berkonsentrasi pada bentuk utama dan garis. Unsur narasi
dan kearifan Timur menjadi bahasa piktural yang penuh drama
dan fantasi.
Kritik di atas menguatkan pemahaman
akan posisi karya
hitam putih I.G.N. Nurata yang patut dihargakan sebagai seni
lukis,
sebagai
media
ekspressi
yang
justru
lebih
mampu
menuangkan narasi ke-Timuran dan bukan hanya
gambar
maupun
drawing.
Bahwa
dalam
medium
bersifat
yang
monochrome dan sederhana, I.G.N. Nurata lebih terlihat santai
dan dapat mengoptimalkan bentuk utama dan hidupnya garis,
berdasarkan narasi dan kearifan Timur.
Tesis ini membahas masalah seni lukis hitam putih I.G.N.
Nurata, lebih jauh dalam kaitannya dengan latar belakang
kelahiran seni lukis hitam putih, bentuk pengungkapan yang
Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer
xvii
berdasarkan
tradisi/narasi
dan
kearifan
Timur
dan
tanggapan/kritik pengamat akan karyanya.
Bagaimana bentuk simbol imajinatif dan metafor visual, maupun
penggunaan unsur tradisi dalam seni lukis hitam putih I.G.N.
Nurata, meliputi estetika tradisi, bahasa rupa tradisi disamping
estetika modern
yang dimanfaatkan sebagai media ungkap.
Adapun masalah dibatasi pada enam buah karya hitam putih
master
piece
I.G.N.
Nurata
periode
1990-2010,
yang
telah
dipamerkan dalam pameran selektifnya ”Berkelana ke dunia
maya” berdua dengan Marta Kiss dan dari pameran tunggalnya
yang berjudul ”Reality in Imajinatif Symbolik and Philosophikal
Visual Metphor”.
F. Kerangka Teoritis
1. Seni Lukis
Pada dasarnya seni lukis merupakan bahasa ungkap dari
pengalaman artisik maupun ideologis yang menggunakan
garis dan warna, guna mengungkapkan perasaan,
mengekspresikan emosi, gerak, ilusi maupun ilustrasi dari
kondisi subyektif seseorang. ( Mike Susanto, 2011 : 241 ).
Warna hitam dan putih dipersepsikan bukan sebagai warna oleh
Mike Susanto, melainkan warna netral, karena tidak mampu
melahirkan warna baru ketika dicampurkan dengan warna lain.
Warna netral warna yang dipersepsikan bukan sebagai
warna : hitam, putih, dan abu-abu. Warna netral jelas tidak
memberikan konstribusi ketika dicampur dengan warna lain
Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer
xviii
atau tidak mampu mengubah warna lain ketika dicampur. (
Mike Susanto, 2011 : 434 ).
Penggunaan tinta hitam di atas kertas/hitam putih oleh Merwan
Yusuf dikatakan dengan istilah monochrome.
...dengan menggunakan tinta hitam sebagai garis
pembuat
bentuk.
Garis
sebagai
alat
untuk
menterjemahkan rasa dan pikiran. Biasanya dalam
medium yang monochrome dan sederhana itu Nurata
lebih terlihat santai. Pada kesempatan itu pula Nurata
mengoptimalkan dan menghidupkan garis... ( Merwan
Yusuf, 2005 : 12 )
Seni lukis
hitam putih
netral/monochrome,
yaitu
I.G.N.
hitam
Nurata
dan
menggunakan
putih,
dalam
warna
uraian
selanjutnya dalam tesis disebut sebagai seni lukis hitam putih
I.G.N. Nurata.
Perwujudan
seni lukis merupakan penyusunan
elemen
garis; bidang; warna; texture dalam bidang dua dimensional.
Karya seni lukis dapat dilihat atau ditinjau dari dua segi, yaitu
dari segi bentuk dan isi :
1. Dari segi bentuk merupakan wujud rupa atau inderawi
yang dapat diamati melalui unsur-unsur rupanya,
seperti : garis; warna; tekstur; gelap terang dan volume.
2. Dari segi isi merupakan pranata rukhaniah (ide) dari
berbagai gambaran perasaan dan digambarkan dalam
wujud lahiriah (subject matter).
Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer
xix
Dari segi bentuk didapatkan pengaturan atau susunan; dari
segi isi dapat berupa tema, isi maupun visi. Menurut filsuf Curt
Ducasse dikemukakan sebagai berikut :
“In any aestethic object it is possible to distinguish two
fundamental aspect : form, and content (or material). By
form is meant simply arrangement or order ; and by
content or matter what ever it happens to be that is
arranged, ordered” (Ducasse dalam Sahman, 1993:33).
Dalam
suatu
benda
estetis
adalah
mungkin
untuk
membedakan dua segi pokok : bentuk dan isi (material). Dengan
bentuk dimaksudkan semata-mata pengaturan atau susunan dan
dengan isi atau materi, apa saja yang kebetulan diatur atau
disusun. Menurut Edgar de Bruyne:
”Bahwa isi atau ide adalah gambaran perasaan terhadap
suatu nilai yang telah dikembangkan menjadi gambaran
yang memiliki potensial teknis untuk dituangkan ke
dalam bentuk tadi, isi merupakan tema atau makna yang
dikomunikasikan oleh seniman. Dalam memahami makna
pada karya seni rupa, hendaknya kita melihat sebagai
satu kesatuan dan menyeluruh antara bentuk dan isi
serta ekspresi yang disampaikan” (Bruyne dalam Prihadi,
1994:13).
Bentuk dan isi sebagai unsur-unsur dalam seni lukis merupakan
satu kesatuan dan saling berkaitan.
Kesatuan atau totalitas karya seni tidak ditentukan oleh
jumlah unsur-unsurnya. Gaya lahir dari proses dialektis
antara pembaruan, peningkatan… seni mengantisipasi
perubahan sosial, sementara seni itu sendiri juga ikut
berubah sejalan dengan perubahan sosial yang dimaksud.
( Humar Sahman, 1993 : 62 ).
Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer
xx
Bentuk dalam artian fisik atau lahiriah pada karya seni rupa
berarti keadaan dimensi atau ukuran yaitu dua dimensional dan
tiga dimensional.
Bentuk 1.bangun, gambaran; 2. rupa, wujud;3. sistem,
susunan. Dalam karya seni rupa biasanya dikaitkan
dengan matra yang ada seperti dwimatra atau trimatraform. ( Mike Susanto, 2011 : 54).
Di dalam seni lukis, bentuk merupakan gubahan keseluruhan
karya yang ditujukan untuk mendukung isi sebagai hasil karya
seni
murni.
pentingnya
Dari
segi
isi,
karya
seni
murni
kecerdasan emosional, dalam hal ini
memerlukan
Marianto
mengatakan:
”Dari berbagai penelitian, diketahui bahwa keberhasilan
dan sampainya seseorang kepada tujuannya lebih banyak
dipengaruhi oleh besar-kecilnya kecerdasan emosional-nya
(Emotional Quotient) serta motivasinya, ketimbang IQ-nya
(kecerdasan pikir atau Intelligent Quotient)” (Marianto, 1996
: n.p.).
Seni lukis sering sekali berurusan dengan penafsiran kembali
apa-apa yang telah dilakukan, perenungan kembali tentang masa
lampau dan mencoba merefleksikannya untuk masa yang akan
datang- seperti meramalkan dan sebagainya.
“Merupakan sebuah ajakan terbuka dan longgar untuk
sejenak merefleksikan ‘ruang’ dan ‘waktu’ melalui karyakarya terpilih. Meski longgar tetapi saya anggap penting,
terkait dengan ‘makna’, terkait dengan upaya ‘merefleksikan’
(memantulkan, membayangkan, -jangan jarang kita lakukan)”
( Wisetrotomo, 2009 : 9 ).
Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer
xxi
Unsur momentum sangat penting dalam proses penciptaan
seni
murni.
Dalam
menemukan
bahasa
artistik
pribadi,
diperlukan proses pencarian yang panjang, sampai menemukan
suatu moment estetis.
”Kita perlu menyadari bahwa sangat penting pengertian
dan penyadaran bahwa wahyu-wahyu kecil (insight) sering
muncul ketika kita mengalami sepenuhnya suatu moment
pada satu titik alam peziarahan kita memperoleh suatu
makna” (Marianto, 1996 : n.p.).
Sebagai akibat dari kecerdasan emosional, seorang seniman
sangat mengandalkan imajinasinya di dalam proses berkarya.
Semakin kuat daya imajinatif seseorang, semakin cepat
pula suatu teks/ karya seni/ tulisan/ pengetahuan dapat
dipahami atau implikasinya yang lebih jauh, semakin
cepat pula proses pengetahuan itu terjadi. (Murdowo,
2007:211).
Proses
berkarya
dalam seni lukis
lebih
mengandalkan
imajinasi dalam menemukan bahasa arstistik/bentuk dan isi,
yang dalam penelitian ini seni lukis hitam putih.
2. Seni Lukis Hitam Putih
Seni lukis hitam putih dilihat sebagai seni perenungan dan
mampu bertahan menjadi idiom dalam seni lukis.
Lukisan monochrome merupakan lukisan/gambar dengan
nuansa warna tunggal, biasanya terdiri dari warna hitam
dan
putih,
kadang-kadang
dilihat
sebagai
seni
perenungan. Selama abad ke-20 dan 21, pelukis sudah
menciptakan
lukisan
monochromatik,
mulai
dari
ketepatan geometris hingga ekspressionisme, seni lukis
monochrome telah terbukti mampu bertahan menjadi
idiom dalam seni kontemporer.( Susanto, 2011: 264 ).
Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer
xxii
Pernyataan di atas merujuk kepada suatu pemahaman bahwa
seni lukis monochrome merupakan bagian integral dari seni lukis
dan menjadi salah satu alat ungkap ekspressi yang cukup
diminati oleh seniman.
Agung Swasono melihat pentingnya gambar, dalam hal ini
tentunya termasuk lukisan hitam putih, sebagai media ungkap
yang mempunyai kedalaman ekspressi, gagasan maupun ide.
Pemahaman sebuah gambar masih dikontekskan dengan
wujudnya sendiri, sehingga realitas obyek atau ikon. Yang
jarang dimengerti adalah bahwa gambar mempunyai
kedalaman ekspressi, gagasan atau ide. Gambar masih
cenderung dilihat sebagai suatu bentuk ikon, yang
mempresentasikan materi gambar lahir dari sebuah
proses berfikir sebagai sebuah representasi pengalaman
biasanya dekat dengan pengetahuan-pengetahuan lain di
luar bidang seni dan desain. (Agung Swasono, 2007 : 58).
Dapat dipahami bahwa dalam lukisan hitam putih, kekuatannya
terutama tidak selalu pada watak ikon nya, tetapi bisa juga
terdapat pada penafsiran tanda-tanda sebagai simbol, sebagai
media ekspresi sebagaimana mana halnya dalam seni lukis pada
umumnya.
Namun demikian, gambar dalam desain tidak selalu
menunjukkan kekuatan pada watak ikoniknya. Gambar
dalam desain juga terlibat secara mendalam didalam
penciptaan dan penafsiran tanda-tanda sebagai simbol.
(Agung Swasono, 2007 : 62).
Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer
xxiii
Penafsiran tanda-tanda sebagai simbol dan metafor visual sebagai
bagian dari seni lukis dalam rangka untuk menyampaikan isi atau
ide seniman sebagai pencipta karya.
3. Simbol Imajinatif dan Metafor dalam Seni Lukis
Simbol menurut Langer mempunyai hubungan denotative dan
konotatif dengan obyeknya dan ada dua macam simbol.
Hubungan antara simbol dan obyeknya besifat denotatif
dan konotatif. Jadi hubungan simbol dan obyeknya jauh
lebih dalam ( subtil ). Dua macam smbol. Simbol diskursif
adalah simbol yang rasional atau yang dapat dmengerti
secara nalar. Hal ini terungkap jelas dalam bahasa, juga
dalam analisis pernyataan-pernyataan dalam logika.
Simbol ini pengungkapannya secara bertahap dan dapat
diungkap oleh akal budi. Simbol representasional adalah
simbol yang pengungkapannya tidak lewat intelek, tetapi
spontan dan intuitif langsung.Contoh dalam karya-karya
seni. Sebuah lukisan hanya dapat kita tangkap melalui
arti keseluruhan, yaitu melalui hubungan anara elemenelemen simbol dalam struktur keseluruhan. ( Langer
dalam Matius Ali, 2009, 222 ).
Zoest menempatkan
simbol
atau
tanda
imajinatif atau
instingtif menempati urutan teratas dalam sistim tanda, jika
dibandingkan dengan sistim tanda yang konvensional.
Dengan demikian ada urutan eksistensial dalam sistim
tanda, dimana yang tak masuk akal, yang instingtif,
justru jelas menang dari pada yang dapat dipikirkan atau
yang rasional. ( Zoest, Semiotika, 1993 : 45 ).
Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer
xxiv
Simbol, ikon maupun indeks imajinatif berada pada tahap
ambang sadar, oleh karenanya secara pragmatis sering berurusan
terutama dengan simtom, kemudian diikuti oleh sinyal.
Perbedaan paling penting pada taraf pragmatis adalah
peredaan antara simtom dan sinyal. Perbedaan tersebut
dapat dkenali berdasarkan pertanyaan : “Apakah suatu
tanda oleh pengirimnya dimaksudkan sebagai tanda tau
tidak”. Apabila jawabannya “ ya “, maka kita berurusan
dengan sinyal. Kalau jawabannya “ tidak” , maka tanda
itu simtom belaka. Jadi dibalik sinyal tedapat ” kesadaran
tanda “ sedangkan dibalik simtom tidak. (
Zoest,
Semiotika, terjemahan Ani Soekowati, 1993 : 39 )
Oleh
karena
dibalik
simtom
tidak
ada
kesadaran
dari
sipengirim tanda, maka dalam tingkat hierarki kebenarannya lebih
akurat dan menarik, bila dibandingkan dengan sinyal.
Ini terjadi karena kekuatan ungkapan atau lebih tepat,
kekuatan kebenaran dari simtom-simtom beberapa kali
lebih besar dibandingkan sinyal-sinyal. Dapatlah lita
katakanan bahwa sinyal mungkin berbohong, tetapi
simtom tidak dapat bohong…Justru karena keduanya
tidak diproduksi oleh suatu kesadaran yang memberikan
tanda, maka kesan kita ialah bahwa daya kebenaran
sebagai tanda lebih besar…Karena tanda-tanda yang tidak
diinginkan, tidak dimaksudkan, tanpa sadar diberikan,
lebih banyak memberi keterangan kepada kita. Bukankah
kebenaran yang terungkap jauh lebih menark ketimbang
kebenaran yang menawarkan diri ? Kebenaran yang
secara eksplisit disajikan sebagai kebenaran, sering kali
agak netral atau sedikit mencurigakan. (Zoest, 1993 : 40).
Puncak kekuatan tanda dalam suatu hierarki,
eksistensial
dan
berpengaruh
paling
kuat,
yang paling
terdapat
pada
perpaduan simtom sekaligus indeks dalam suatu karya.
Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer
xxv
Sebuah sinyal disamar sebagai simtom. Tanda seperti itu
paling merasuk karena ia merupakan simtom sekaligus
indeks. Indeks merupakan tanda yang paling
“
eksistensial
“,
sedangkan
simtom
paling
dapat
menggambarkan kebenaran diantara semua tanda lain.
Itulah yang menjadi ideal para pembuat iklan, sinyal yang
dapat menyamar sebagai indeks. ( Zoest, 1993 : 42 )
Simbol, sinyal, Ikon, simtom, maupun indeks dimanfaatkan
oleh pelukis I.G.N. Nurata dalam menterjemahkan metafor visual
dalam lukisan hitam putihnya.
Pengertian metafor dapat diartikan sebagai suatu cara pandang
memahami
harafiah,
simbol maupun ikon maupun indeks, secara tidak
tetapi
transmutatif.
secara
Metafor
mengartikulasikan
pesan
imajinatif
efektif
khusus
dalam
bila
atau
pengertian
secara
digunakan
untuk
khas,
sukar
yang
diungkapkan dengan ungkapan lama, yang sudah terasosiasikan
dengan situasi atau hal yang sudah diketahui secara umum.
Tekait dengan pengertia metafor
Marianto mengatakan :
Metafor ( metaphor ) berasal dari kata Latin dan Junani
kuna, metaphora. Meta artinya “ dengan “ atau “ setelah “;
“ for “/phor/phero/phore artiny memindahan atau
membawa sesuatu dari satu tempat ke tempat lain.
Sebagai kata benda, metaphore dapat diartikan sebagai
pemakaian nama, istilah atau frase (kumpulan kata) yang
dikenakan pada suatu obyek atau tindakan, namun tidak
diartikan secara harafiah, melainkan secara imajinatif.
(Marianto, 2011 :133).
Pengenalan
melalui
pengamatan
yang
seksama
dan
dilanjutkan dengan penghayatan akan dinamika tertentu tentang
Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer
xxvi
peristiwa
kultural
yang
begitu
menyentuh,
menimbulkan potensi virtual dalam
pada
giliranya
empiris, yang kemudian
dirangkai menjadi gerak yang metaforik dalam suatu karya seni.
Langkah operasional yang penting dalam beraktifitas seni
adalah memetik salah satu dari momen-momen estetik
yang mengalir itu – misal sepenggal ide cemelang/ “ gila ”/
imajinatif/ unik/partikular- untuk kemudian dipresentasi
secara metaforik melalui karya nyata. ( Marianto, 2011 :
137 ).
Metafor adalah suatu keharusan dalam suatu karya seni dan
merupakan
inti
dari
kreatifitas,
dalam
hal
ini
Marianto
mengatakan :
Metafor adalah inti dari bahasa, bahkan dikatakan bahwa
metafor itu adalah inti dari kreatifitas; padahal kreatifitas
adalah hakekat dari seni itu sendiri, dan kini metafor jadi
pokok bahasan penting dalam filsafat. ( Maryanto, 2011 :
134 ).
Dalam pemakaian yang paling asasi dan paling simbolikmetafor dalam karya seni, Mudji Sutrisno mengatakan :
Paparan diatas ingin menyajikan perenungan yang
menunjukkan bahwa wacana seni- dalam pemakaiannya
yang paling asasi dan paling simbolik metaforik, yaitu
bahasa- mengandung nuansa roh mencinta kehidupan,
getar
menghormati
kesucian
serta
usaha-usaha
menghindari pengerdilan arti. (Mudji Sutrisno, 2010 : 44).
Metafor yang digunakan Nurata
putihnya
adalah
metafor
dalam seni lukis hitam
individual,
sifatnya
berpeluang
memperkaya bahasa, dalam hal ini Zoest mengatakan
Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer
xxvii
Sumbangan dari tanda-tanda
yang “ Lebih rendah “
misalnya metapore individual; akan jadi lebih besar
apabila tanda-tanda
“ lebi rendah “ itu kemudian
meningkat
pada tangga hierarki yang lebih tinggi,
misalnya karena
sinsign menjadi legisign; metapore
individual sudah menjadi dipahami oleh banyak orang,
maka telah terjadi pemerkaya bahasa. (Zoest, 1993 : 33).
Simbol imajinatif dan metafor yang ada dalam lukisan hitam
putih I.G.N. Nurata berdasarkan narasi atau estetika Timur. Oleh
karena itu perlu penelusuran akan kemugkinan pemanfaatan
kode budaya Timur, yang dalam hal ini budaya Jawa (Hindu Jawa)
dan Hindu Bali, oleh karena I.G.N. Nurata lahir di Bali dan
sebahagian besar hidupnya tinggal di Jawa.
4. Simbol dan Kode Budaya dalam Dinamika Kebudayaan
Dinamika kebudayaan yang aktual sangat terkait dengan
sistem kebudayaan. Sistem kebudayaan mempunyai pengertian
yang turut mendasari aktualisasi budaya, yang dalam hai ini
termasuk dalam kesenian, yaitu seni lukis. Dalam hal ini Nooryan
Bahari menyebutkan pengetian kebudayaan :
Pengertian kebudayaan disini, seperti Yang telah
diterangkan
dimuka,
adalah
sebagai keseluruhan
pengetahuan, kepercayaan dan nilai yang dimiliki oleh
manusia sebagai mahluk sosial. Kebudayaan berisi,
antara lain perangkat model pengetahuan atau sistem
makna yang terjalin secara menyeluruh dalam simbolsimbol yang ditransmisikan secara historis. (Nooryan
Bahari , 2008 : 30).
Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer
xxviii
Alat antar generasi budaya dilakukan melalui komuniksi yang
berbentuk simbol. Simuh mengatakan bahwa simbol demikian
menonjol digunakan dalam budaya Jawa, dengan tujuan agar
komunikasi lebih dapat ditafsirkan secara ganda.
Ciri-ciri yang menonjol dalam kebudayaan Jawa adalah
penuh dengan simbol-simbol atau lambang –lambang.
Hal ini dimungkinkan
karena manusia Jawa pada saai
itu belum terbiasa berfikir abstrak. Segala ide
diungkapkan dalam bentuk simbol yang lebih konkrit ,
dengan demikian segalanya menjadi teka-teki , karena
simbol dapat ditafsirkan secara ganda. (Simuh dalam
Dharsono, 2007 : 113).
Simbol yang sifatnya lebih konkrit memberi energi terhadap
dunia ide yang sifatnya lebih abstrak dan selanjutnya ide mengacu
pada konsep budaya induk. Geertz mengatakan bahwa:
Proses budaya Jawa selaras dengan dinamika masyarakat
yang mengacu pada koncep budaya induk, yaitu “
sangkan paraning dumadi “. Koncep tersebut dalam
budaya Jawa dikenal dengan istilah nunggak semi. (
Geertz dalam Dharsono, 2007 : 115).
Pernyataan di atas memberikan pemahaman yang kuat bahwa
karya seni yang sarat dengan landasan tradisi dapat dilacak
keberadaannya dalam unsur-unsur karya seni yang bersangkutan,
yang dalam penelitian ini
penulis sebut
dengan istilah “Kode
Budaya“. Kode budaya adalah unsur-unsur seni rupa yang
merupakan visualisasi dari sistim makna, seperti makna dari arah
obyek yang dilukis, makna posisi obyek, makna dari warna hitam
Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer
xxix
maupun putih dalam konteks kaidah estetik yang berasal dari
budaya induk.
Simbol yang ada dalam lukisan hitam putih adalah simbol
imajinatif dan setiap karyanya mempunyai makna. Oleh karena
karyanya dalam hal ini seni lukis hitam putih berdasarkan tradisi
atau
estetika
Timur,
maka
simbol
imajinatif
disini
dapat
ditafsirkan sebagai simbol pribadi/imajinatif, yang diartikulasikan
melalui kode budaya ke-Timuran maupun bahasa rupa tradisi.
Dalam batas-batas tertentu, kode budaya
Timur dimanfaatkan
oleh I.G.N. Nurata dalam mendukung narasi atau menterjemahkan
idenya dalam berkarya.
5. Orientasi Kode Budaya Jawa (Hindu) dan Hindu Bali
Budaya Hindu Bali merupakan perkembangan dari budaya
Jawa (Hindu). Dalam hai ini Dharsono mengatakan bahwa:
Ajaran budaya Jawa (Hindu) adalah “ Astagina “.
Simbolisme warna pada ajaran “ Astagina “ mirip dengan
simbolisme kosmologi Jawa “keblat papat kelimo pancer “,
yaitu termasuk diantaranya warna-warna primer. Warna
disesuaikan dengan arah diantara mata angin, yaitu
diantara arah utama : timur, selatan, barat dan utara.
Menghasilkan arah tenggara, barat daya, barat laut dan
timur laut. Diantara warna pokok menghasikan delapan
warna campuran mendapatkan karakter atau sifat baru
sebagai paduan dua sifat pokok dalam simbolisme warna.
Pada bagian tengah ( pancer ) dilambangkan tanpa warna
( kosong ), dalam ajaran Jawa “kosong” sebagai symbol
dari Sahyang Tunggal, yang dalam teologi Hindu disebut
sebagai penguasa Sahyang Agung. Dewa-dewa yang
menjadi symbol dari setiap kiblat/ arah, adalah dewa
Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer
xxx
ciptaan Sahyang Agung/ Tunggal yang diberi kuasa
sebagai hukum tertinggi dari setiap arah/bagian
tugasnya, adalah symbol dari pancaran cahaya Tuhan (
Nurrasa ) seperti Dewa Agnimenguasai api, Dewa Bayu
menguasai angin dan sebagainya.Sehingga titik centrum
mengapa kosong ( dilambangkan tidak ada warna ),
karena kosong ( nol = O ) melambangkan kemutlakan
Tuhan.
Pemujaan-Nya
selalu
didahului
dengan
menempuh tiap-tiap arah dimulai dari arah timur ke
Selatan baru menuju pusat ( tengah ). Tradisi Jawa
dikaitkan dengan hari pasaran, dimulai dari Legi ( Timur
),
Paing ( Selatan ), Pon ( Barat ), Wage ( Utara ) dan
Kliwon ( Tengah ). (Daharsono, 2007 : 113).
Pernyataan tersebut memberikan interpretasi bahwa, tidak
ada warna/putih dapat diartikan dengan tanpa membubuhkan
warna,
yang
jika
bahannya
terdiri
dari
kertas,
berarti
menggunakan warna putih kertas itu sendiri sebagai perlambang
kemutlakan Tuhan, dapat digunakan bila karya yang diciptakan
dibutuhkan berlandaskan tradisi Jawa ataupun Hindu.
Tradisi yang tidak membubuhkan warna pada karya seni,
terdapat dalam seni tradidional di Jawa dan Bali. Relief candi di
Jawa dan Bali tidak diwarna, warna batu hitam dibiarkan bicara.
Dalam prasi lontar, yang diberi warna hanya bagian depan dan
belakang, bahagian isi seluruhnya hitam putih. Dalam hal ini
Primadi Tabrani mengatakan :
Relief candi tak berwarna, dalam arti warnanya
monohrom ; warna batu candi itu sendiri…sedang prasi
lontar umumnya hitam putih, tapi sebagian berwarna ;
antara lain gambar pertama dan terakhir. ( Primadi
Tabrani, 2005 : 72 ).
Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer
xxxi
Gambar yang ditengah atau pada bagian isi lontar tetap hitam
putih, memberikan asumsi bahwa tengah atau pancer masih
diterjemahkan
dengan
putih,
yang
dalam
artian
lain
penggambaran kemutlakan Tuhan. Hanya dengan kemutlakan
Tuhan-lah atau jika Tuhan berkenan, rerajahan yang ada pada
lontar yang digarap dengan warna hitam diatas latar putih dapat
berlaku termasuk daya magisnya.
Relief candi tidak diberi warna, mempunyai pengertian bahwa
koncep pembuatan candi mengijinkan dan setuju bahwa warna
hitam batu itu sendiri yang berbicara sebagai warna, sebuah
warna yang dipilih sesuai dengan alam kebatinan Jawa. Dalam
dunia supranatural, batu yang dipilih dalam lakon semedi adalah
batu yang berwarna hitam. Pengertian kedalaman makna
dari
batu yang bewarna hitam dikakatan oleh Suwardi Endraswara :
Kebatinan identik dengan diam. Diam agaknya mirip
dengan batu…Diam, tetapi batin sedang gemuruh, riuh
dan ramai. Kebatinan memang dekat dengan batu. Orang
bertapa lebih damai diatas batu. Batu sungguh
membangkitkan obsesi batin…Ada batu sebagai arena
atau mandala bagi pelaku kebatinan… Semedi adalah
ritual kebatinan yang memerlukan diam. Diam memberi
aroma kosentrasi total…Yang sering dipakai wahana
kebatinan
Jawa,
biasanya
batu
yang
berwarna
hitam…Batu tampaknya hanya benda, namun memiliki
kedalaman makna. Batin kita kalau sudah konsentrasi,
mampu menembus batu. Tangan kita tiba-tiba juga
mampu memecah batu itu. Jadi kosentrasi batin amat
penting untuk menjadi sebuah batu. ( Suwardi
Endraswara, Kebatinan Jawa : 2011 : 5-6 ).
Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer
xxxii
Pernyataan
Endraswara
diatas
memberikan
pemahaman
bahwa, kemampuan batu yang berwarna hitam adalah sungguh
mampu
membangkitkan
obsesi
batin,
kemudian
secara
transformatif dipakai untuk memahami hasil karya seni lukis
hitam putih, yang oleh seni rupawan dipakai untuk membantu
menterjemahkan obsesi batin pada karyanya.
Jika ditransformasikan dalam seni lukis di atas kertas yang
berdasarkan tradisi, maka peluangnya adalah penggambaran
dengan menggunakan warna hitam/seperti batu yang bewarna
hitam, yang sungguh mampu membangkinkan obsesi batin dan
membiarkan putih kertas atau kanvas yang berbicara tanpa diberi
warna,
alias putih asli kertas dapat dikonotasikan sebagai
komunikasi yang berasal dari pusat batin manusia. Dalam hal ini
Mudji Sutrisno mengatakan :
… pusat kebatinan yang menjadi pusat pengolahan hidup
ini sungguh-sungguh «tak mampu dibahasakan lewat
warna maupun sapuan kuas« maka «dibiarkan suwung»
(kosong)…Ungkapan suasana pusat batin manusia yang
begitu khusus, yang kerap dibugkus oleh kulit-kulit
topeng manusia yang «fana« , yang menua dan tidak
kekal. (Mudji Sutrisno, 2010 : 49).
Pernyataan diatas memberikan pemahaman bahwa warna kertas
dibiarkan berbicara tanpa dibubuhi goresan, dapat diartikan juga
sebagai ungkapan pusat batin yang tak mampu dibahasakan lagi.
Dari
segi
komposisi ,
titik
centrum
dipergunakan sebagai sinyal untuk
atau
tengah
dapat
menyatakan pancer atau
Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer
xxxiii
kemutlakan Tuhan atau «manunggaling kawulo gusti »
yang
merupakan budaya induk.
Adanya gerak atau matra waktu didalam bahasa rupa tradisi,
dalam hal ini seni lukis, maka bergerak kearah tengah atau
centrum dapat diartikan kembali ke-pancer atau ke-kemutlakan
Tuhan. Koncep ruang dalam kosmologi Hindu dibagi menjad tiga,
yaitu ruang utama atau hulu, ruang tengah dan jaba atau
halaman
depan.
menggambarkan
Bila
cerita
dikaitkan
yang
ada
dengan
matra
karya
gerak
seni
dan
yang
waktu
didalamnya, maka ikon atau simbol tertentu yang digambarkan
bergerak kearah timur merupakan gerakan yang bermakna positif.
Bergerak kearah Timur terkait dengan kosmologi Hindu, berarti
sebuah gerakan kesucian, oleh karena Timur merupakan arah
ruang suci. Dalam hal ini I.Wayan Seriyoga Parta mengatakan.
Koncep dewa-raja sendiri berkaitan dengan kosmologi
Hindu, tentang koncep tiga (tri ), Tri Mandala ( tiga alam)
yaitu : alam atas ( alam para dewa ), alam tengah ( alam
manusia ), dan alam bawah ( alam para roh ) yang
merupakan rangkaian dari keseluruhan kosmos. Dapat
dilihat dalam pembagian ruang pada
bangunan
peribadatan ( pura ) koncep ruang dibagi menjaqdi tiga ;
jeroan ( bagian utama, hulu ), jaba tegah ( bagia tengah ),
jaba ( halaman depan ). Begitu juga struktur rumah
hunian orang Bali dibagi menjadi tiga ; bagian utama (
suci ) terdapat pura keluarga ( sanggah ), bagian umah
tempat tinggal, tebe tempat memelihara peliharaan dan
membuang sampah. Tercermin juga dalam koncep Tri
Hita Karana yaitu ; parahyangan ( ruang suci ) umumnya
dihulu, mengarah ke gunung atau arah matahari terbit,
pawongan ( ruang sosial, tengah ), palemahan ( ruang
Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer
xxxiv
belakang, lingkungan alam juga tebe. (I.Wayan Seriyoga
Parta, 2011 : 163).
Adanya pemahaman akan ruang, waktu dan gerak dalam
suatu budaya, maka lahirlah karya dua dimensi yang bermatra
ruang, waktu dan gerak didalamnya, yang dikenal dengan istilah
bahasa rupa tradisi, yang mampu berceritra dalam satu karya.
6. Bahasa Rupa Tradisi
Dalam
bahasa
rupa
tradisi,
tidak
ada
close
up,
penggambarannya dengan gesture, dalam hal ini Primadi Tabrani
mengatakan :
Pada relief candi ( wayang batu ), wayang beber, wayang
kulit dsb, tak ada tokoh yang close up, semua dari kepala
sampai kaki. Keakhlian perupa tradisi kita adalah dalam
mengekspressikan « gsture « ( sikap tubuh ). Jadi kisah «
dibaca « berdasar gesturenya dan bukan berdasarkan
mimik yang di close up seperti di Barat… (Tabrani, 2005 :
56).
Ditinjau dari sisi back ground dan cara pembacaan dalam
bahasa rupa tradisi, Primadi Tabrani mengatakan :
Begitu pula pada wayang beber...lakon Jaka Kembang
Kuning …penulis sebut koncep Ruang Waktu Datar (
RWD )…Relief cerita Borobudur, kelir wayang kulit serta
panggung wayang golek tak memiliki back ground yang
menggambarkan lokasi kejadian. (Tabrani, 2005 : 56).
Pemahaman akan adanya matra waktu mengimplikasikan suatu
pemahaman bahwa karya seni mengandung narasi didalamnya
Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer
xxxv
atau ruang waktu datar, sehingga dapat berceritra dapat dipakai
untuk membahas karya seni yang berlandaskan tradisi dan salah
satu cirinya tidak memiliki back ground. Ciri lainnya dalam bahasa
rupa tradisi Tabrani mengemukakan adanya unsur gerak melalui
penggambaran bentuk secara blabar/dinamis.
Cirinya terutama bahasa rupa tradisi adalah pada
bagaimana atau dengan cara apa gambar itu digambar /
imaji dalam tata ungkapan. Semua tokoh digambarkan
utuh dari kepala sampai kaki, bila digambar dengan cara
blabar yang dinamis, artinya binatang itu sedang
bergerak, bila digambarkan dengan goresan yang statis,
artinya binatangnya sedang diam. Bila organ tertentu
seperti buntut digambar banyak, artinya buntut sedang
begerak. (Tabrani, 2005, 7-9).
Topik yang penting sering dicapai dengan cara membesarkan
obyeknya dari proporsi yang umum dan tanpa perspektif.
Yang dianggap penting akan sedikit diperbesar atau
dengan cara nar-x. Bila sesuatu harus dikenali, maka
digambarkan dari sisi yang paling karakteristik hingga
mudah dikenali. Tidak memakai perspektif sehigga
kesannya datar, arah melihatnya tidak selalu dari kiri ke
kanan, tetapi dari kakan ke kiri ( pradaksina ), tokoh yang
di kanan diceitakan lebih dulu. (Tabrani, 2005 : 72-73).
Media bahasa rupa tradisi merupakan bahasa dingin, hanya
sebahagian
yang
diberikan,
sehingga
pemirsalah
yang
melengkapinya
… gambar tradisi ( Cina, Persia, Bali, Kaca, dsb )
merupakan media dingin. Hanya sebagian yang disajikan.
Untuk melengkapinya penonton/ murid berpartisipasi
aktif dalam proses befikir/ berimajinasi/ belajar.
Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer
xxxvi
Berkembanglah imajinasi dan kreatifitas. (Tabrani, 2005 :
44).
Jika dalam bahasa rupa tradisi sang penikmat masih harus
berpartisipasi aktif dalam proses befikir dalam konteks masih
diperlukan daya kreatif dalam memahami atau menanggapi suatu
karya, maka dalam hal ini telihat adanya persinggungan dengan
bahasa rupa dalam seni modern.
7. Pemahaman karya seni lukis hitam putih I.G.N. Nurata
Urutan penggalian informasi yang pertama pada senimannya;
kedua pada tahap-tahap proses kreatif dan yang terakhir melalui
warga budaya.
Penggalian pertama pada senimannya, penggalian kedua
mengenai dorongan awal berupa tahap-tahap proses
kreatif dan penggalian ketiga pada pakar seni lukis
maupun warga budaya, yang dapat menghubungkan teori
umum dengan kedalaman berfikir seniman ( Agus Sahari
dalam Dharsono, 2007 : 60-61).
Pada langkah yang ke-dua, karya seni lukis hitam putih I.G.N.
Nurata dianalisis dengan menggunakan teori kreatifitas Monroe
Beadrsley, yang dimulai dari pengertian proses kreatif, yaitu
luasnya kegiatan mental dan fisik mulai dari dorongan awal
hingga sentuhan terakhir ; antara kita bermaksud mencapai
sesuatu hingga karya seni itu selesai.
Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer
xxxvii
Visualisasi karya
seni lukis
hitam putih
I.G.N. Nurata
dianalisis dengan menggunakan teori Monroe Beadrsley, tentang
tiga ciri yang membuat baik (indah) dari benda esetis pada
umumnya yaitu :
1. Kesatuan ( unity ) ini berarti bahwa benda estetis ini
tersusun secara baik atau sempurna bentuknya.
2. Kerumitan ( komplexity ). Benda estetis atau karya seni
yang bersangkutan tidak sederhana sekali, melainkan
kaya aka isi maupun unsur-unsur yang saling
berlawanan ataupun mengandung pebedaan-perbedaan
yang halus.
3. Kesungguhan ( intensity ). Suatu benda estetis yang
baik harus mempnyai suatu kualitas tertentu yang
menonjol dan bukan sekedar sesuatu yang kosong. Tak
menjadi soal kwalitas apa yang dikandungnya ( misalnya
suasana suram atau gembira, sifat lembut atau kasar )
asalkan merupakan sesuatu yang intensif atau sungguhsungguh.(Dharsono, 2007 : 63)
Sebagai langkah yang ketiga untuk melengkapi data yang
diperoleh, maka dalam penelitian ditambah dengan data dari hasil
wawancara dengan warga budaya.
Untuk mendapatkan kesimpulan, hasil dari ketiga langkah
dalam penggalian informasi, dianalisis dengan menggunakan
intepretasi analisis dengan pendekatan holistik.
Interpretasi dalam hal ini dimaksudkan sebagai suatu
proses dimana seorang kritikus mengexpresikan arti suatu
karya .melibatkan penemuan arti dan juga relevansinya
terhadap kehidupan kita serta keadaan manusia pada
umumnya. (Dharsono , 2007, 65).
Sudut padang holistik yang dimasudkan dalam peneltian
adalah
SENI LUKIS HITAM PUTIH KARYA I.G.N. NURATA
TAHUN 1990-2010
TESIS
Untuk memenuhi sebagian persyaratan
guna mencapai derajat S2
Program Studi Penciptaan dan Pengkajian Seni
Minat Studi Pengkajian Seni Rupa
M arajasitompul@uny.ac.id
diajukan oleh :
Maraja Sitompul
NIM. 446/S2/KS/10
Kepada
PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT SENI INDONESIA (ISI)
SURAKARTA
Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer
ii
2013
Disetujui dan disahkan oleh pembimbing
Surakarta, 26 Juli 2013
Pembimbing
Prof. Dr. Dharsono, M.Sn
NIP. 195107141985031002
Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer
iii
Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer
iv
ABSTRACT
The study is titled, "Study of Meaning of Black and White Art Works I.G.N.
Nurata Year 1990-2010 ". Problems in the study were: 1) What is the background
birth black and white painting I.G.N. Nurata. 2) What is the form of painting in
black and white I.G.N. Nurata. 3) What is the response of the observer in black
and white painting I.G.N. Nurata.
To uncover these problems, the study takes a holistic approach to the art of
painting in black and white work of I.G.N. Nurata. Methods of research
conducted through library, participating observation, documentation and
interviews. Data analysis in research emphasis on the interpretation of the
analysis.
Based on the results of the study concluded: 1) Works of art in black and white
I.G.N. Nurata in 1990-2000, in a condensed visualized in the form of imaginary,
through a visual language, traditions and cultural codes, to articulate the
symbolism and metaphor. 2) Works of art in black and white I.G.N. Nurata years
2001-2010, visualized through a visual language, tradition and culture in the
form of an imaginary code and by using elements of modern visual language is
intense, in this case the use of volume and perspective. 3) Overall, the voice
message harmony between macro, micro and meta cosmos, in accordance with the
teachings of "Tri Hita Karana" which teaches that life in harmony with God, with
others, with nature, including the spiritual world.
Keywords: Symbol through imaginative forms, Visual Metaphors, Art Black and
White.
Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer
v
INTISARI
Penelitian ini berjudul, “Studi Makna Terhadap Seni Lukis Hitam Putih
Karya I.G.N. Nurata Tahun 1990-2010”. Masalah dalam penelitian adalah:
1) Bagaimana latar belakang kelahiran seni lukis hitam putih I.G.N.
Nurata. 2) Bagaimana bentuk seni lukis hitam putih I.G.N. Nurata. 3)
Bagaimana tanggapan pengamat terhadap seni lukis hitam putih I.G.N.
Nurata.
Untuk mengungkap permasalahan tersebut, penelitian menggunakan
pendekatan holistik terhadap karya seni lukis hitam putih karya I.G.N.
Nurata. Metode penelitian dilakukan melalui studi pustaka, observasi
berpartisipasi, dokumentasi dan wawancara. Analisis data dalam
penelitian menekankan pada interpretasi analisis.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kesimpulan: 1) Karya seni lukis
hitam putih I.G.N. Nurata pada tahun 1990-2000, secara kental
divisualisasikan dalam bentuk imajiner, melalui bahasa rupa tradisi
maupun kode budaya, untuk mengartikulasikan simbolisme dan metafor.
2) Karya seni lukis hitam putih I.G.N. Nurata tahun 2001-2010,
divisualisasikan melalui bahasa rupa tradisi maupun kode budaya dalam
bentuk imajiner dan dengan menggunakan unsur bahasa rupa modern
secara intens, dalam hal ini menggunakan volume dan perspektif. 3)
Secara keseluruhan, menyuarakan pesan keharmonisan antara makro,
mikro dan meta kosmos, sesuai dengan ajaran “Tri Hita Karana” yang
mengajarkan kehidupan yang harmonis dengan Tuhan, dengan orang
lain, dengan alam termasuk dengan dunia spiritual.
Kata kunci: Simbol melalui bentuk Imajinatif, Metafor Visual,Seni Lukis
Hitam Putih.
Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer
vi
MOTTO
Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai pahlawannya,
bertitik tumpu pada rasa keadilan, kesehatan dan kesejahteraan
(Maraja Sitompul).
Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur peneliti panjatkan kepada Tuhan Yang Maha
Esa, sehingga tesis dapat terselesaikan sesuai perencanaan.
Berkat petunjuk, bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak,
segala kesulitan dan tantangan dalam proses penyelesaian tesis
dapat teratasi. Pada kesempatan ini, peneliti ingin menyampaikan
rasa terima kasih yang tiada terhingga kepada :
1. Prof. Dr. Rochmat Wahab, M.Pd., MA. sebagai Rektor
Universitas
Negeri
Yogyakarta,
yang
telah
memberi
kesempatan kepada peneliti untuk mengikuti pendidikan S2
di ISI Surakarta.
2. Prof. Dr. T. Slamet Suparno, S.Kar., MSi. sebagai Rektor
Institut Seni
Indonesia
Surakarta
dan
sebagai
Dosen
Penasehat Akademik peneliti selama perkuliahan S2 di
Institut Seni Indonesia Surakarta.
3. Prof. Dr. Hj. Sri Rochana W., S.Kar., M.Hum. sebagai
Direktur
Program Pascasarjana
Institut Seni Indonesia
Surakarta, yang telah memberi kesempatan kepada peneliti
untuk mengikuti Program Pascasarjana di Institut Seni
Indonesia Surakarta.
Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer
viii
4. Prof. Dr. Dharsono, M.Sn. sebagai pembimbing dalam tesis,
yang telah memberikan bimbingan dan dorongan, sehingga
peneliti dapat menyelesaikan tesis.
5. Teman-teman angkatan 2010 di Institut Seni Indonesia
Surakarta dan teman-teman sejawat di Jurusan Pendidikan
Seni Rupa dan Kerajinan, Fakultas Bahasa dan Seni,
Universitas Negeri Yogyakarta dan semua pihak yang telah
membantu, yang tidak dapat peneliti sebutkan satu demi
satu.
Akhir kata, semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa
melimpahkan rahmatnya kepada kita semua.
Surakarta, 26 Februari 2013
Maraja Sitompul
Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ……………………………………………………
hal
i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................
ii
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI .....................................
iii
ABSTRACT ............................................................................
iv
INTISARI ...............................................................................
v
MOTTO .................................................................................
vi
KATA PENGANTAR …………………………………………………...
vii
DAFTAR ISI ..........................................................................
ix
DAFTAR GAMBAR …………………………………………………….
xi
BAB I. PENGANTAR
A. Latar Belakang Masalah ………………………………………..
B. Rumusan Masalah ……………………………………………….
C. Tujuan Penelitian ………………………………………………...
D. Manfaat Penelitian ……………………………………………….
E. TinjauanPustaka ………………………………………………….
F. Kerangka Teoritis …………………………………………………
G. MetodePenelitian ………………………………………………….
H. Sistematika Penulisan …………………………………………..
1
3
3
3
4
7
28
32
BAB II. LATAR BELAKANG KELAHIRAN KARYA SENI LUKIS HITAM
PUTIH I.G.N. NURATA
A. Perjalanan Berkesenian I.G.N. Nurata ………………………
B. Proses Penciptaan Karya Seni Lukis Hitam Putih ………..
1. Teknik, Bahan, dan Alat ..............................................
2. Bentuk Dalam Karya Seni Lukis Hitam Putih …………
3. Konsep Penciptaan Karya Seni Lukis Hitam Putih ……
36
48
49
54
56
Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer
x
BAB III. KARYA SENI LUKIS HITAM PUTIH I.G.N. NURATA TAHUN
1990-2010
A. Seni Lukis Hitam Putih Nurata Tahun 1990-2000 ……..
B. Seni Lukis Hitam Putih Nurata Tahun 2000-2010 ……..
61
85
BAB IV. PENUTUP
A. Kesimpulan …………………………………………………………
B. Saran …………………………………………………………………
114
119
GLOSARY ………………………………………………………….......
120
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………......
121
DAFTAR NARA SUMBER ……………………………………………
123
LAMPIRAN PAMERAN DAN PENGHARGAAN ………………….
124
SURAT PERNYATAAN ……………………………………………….
126
Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer
xi
BAB I
PENGANTAR
A. Latar Belakang
I Gusti Nengah Nurata lahir di Tabanan Bali, 1 Juni 1956.
Sebagai pelukis yang berkelahiran Bali, tentunya budaya Bali
masih mempengaruhi lukisan Nurata hingga saat ini. Ibu, bapak
maupun neneknya adalah juga seniman, sehingga darah seni yang
dimiliki Nurata merupakan seniman generasi ketiga; artinya
keluarga seniman.
Empat kali pameran selektif seni lukis
dalam ASIAN Art Show
belasan Negara
yang mampu ia tembus dengan seleksi
yang sangat ketat, pada saat yang sama, kalau seseorang pelukis
mampu menembus pameran tingkat ASEAN satu kali saja sudah
merupakan pengakuan yang sangat lebih dari cukup untuk
mengangkat brand image sebagai pelukis yang handal.
I.G.N. Nurata menjadi salah satu staf pengajar di ISI
Surakarta. Selain itu ia juga masih aktif sebagai anggota Sanggar
Dewata di Yogyakarta. Ia aktif mengadakan
pameran di dalam
maupun di luar negeri. Sebagian dari reputasinya adalah beberapa
kali sebagai duta seni untuk mewakili Indonesia ke luar negeri.
Sebagai seorang pelukis yang menganut seni murni, I.G.N. Nurata
memiliki ciri khas di dalam karyanya.
Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer
xii
Karya seni lukis hitam putih I.G.N. Nurata belum pernah
ditulis dalam bentuk skripsi maupun tesis, yang ada hanyalah
penulisan mengenai tema lukisan cat minyak di atas kanvas dan
penulisan dalam bentuk kata sambutan oleh kritikus ternama
Indonesia dalam bentuk Katalogus Pameran. Tesis ini merupakan
penulisan yang pertama mengenai karya
seni lukis hitam putih
I.G.N. Nurata.
Pameran I.G.N. Nurata berdua dengan Marta Kiss ”Berkelana
di Dunia Maya” tahun 2005, dipamerkan sejumlah dua belas buah
lukisan hitam putih, sedangkan yang warna hanya delapan buah.
Pada katalogus saat pameran tunggalnya ”Reality In Imaginatif
Simbolik And Philosophical Metaphors” dibubuhkan empat belas
buah lukisan berwarna, lukisan hitam putih ada sebanyak empat
belas buah.
putih
Hal ini mengisyaratkan pentingnya lukisan hitam
bagi I.G.N.
Nurata
sebagai salah
satu
media
untuk
berekspresi.
Lukisan
hitam putih
atau
gambar
dalam disain
dapat
diartikan, bahwa dalam proses memahami simbol dalam gambar
atau lukisan, dapat dikembalikan pada bentuk dasarnya yaitu
disain, dalam pengertian disain yang berdasarkan tradisi atau
kode budaya setempat yang dialami seorang pelukis, yang dalam
batas-batas tertentu telah mempengaruhi atau menginspirasi
media maupun tata ungkap gagasan seorang pelukis.
Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer
xiii
Lukisan hitam putih
penting untuk diteliti, mengingat
jarangnya penulisan maupun pameran mengenai lukisan hitam
putih di Indonesia.
B. Rumusan Masalah
1.Bagaimana latar belakang kelahiran seni lukis hitam putih karya
I.G.N. Nurata tahun 1990-2010.
2. Bagaimana bentuk seni lukis hitam putih karya I.G.N. Nurata
tahun 1990-2010.
3. Bagaimana tanggapan/kritik pengamat terhadap karya seni
lukis hitam putih I.G.N. Nurata.
C. Tujuan Penelitian
1. Mendeskripsikan dan menganalisis latar belakang kelahiran
seni lukis ”Hitam Putih” karya I.G.N. Nurata tahun 1990-2010.
2. Untuk mendeskripsikan dan menganalisis bentuk karya seni
lukis hitam putih I.G.N. Nurata 1990-2010.
3. Mendeskripsikan tanggapan pengamat terhadap seni lukis
hitam putih I.G.N. Nurata.
D. Manfaat Penelitian
I.G.N. Nurata adalah seorang pelukis yang cukup dikenal
mempunyai reputasi tingkat Asean dan khusus mengenai seni
lukis hitam putihnya, belum pernah ditulis dalam bentuk tesis.
Penelitian terhadap
akan
latar
karya seni lukis
belakang
kelahiran,
hitam putih I.G.N. Nurata
bentuk
maupun
konsep
Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer
xiv
penciptaannya diharapkan dapat memperkaya pemahaman akan
karya seni lukis hitam putih
pelukis I.G.N. Nurata pada
khususnya dan seni lukis hitam putih pada umumnya.
Tesis dapat menambah kepustakaan dan dapat dipergunakan
untuk dasar acuan bagi peneliti selanjutnya.
E. Tinjauan Pustaka
Penulisan dalam bentuk skripsi mengenai tema seni lukis
pada lukisan cat minyak diatas kanvas karya I.G.N. Nurata ditulis
oleh Imam Sawiji (1997) dengan judul ”Tema Lukisan I Gusti
Nengah Nurata”, Program Studi Seni Seni Rupa Murni, Jurusan
Seni
Murni,
Fakultas
Seni
Rupa,
Institut
Seni
Indonesia
Yogyakarta. Penelitian menggunakan sampel karya lukisan cat
minyak I.G.N.Nurata sebanyak 20 buah, periode tahun 1983-1995.
Hasil penelitiannya menunjukkan klasifikasi analisa tema, tema
dengan bentuk imajiner dan abstraksi, digunakan dalam seluruh
sampel karya cat minyak yang diteliti. Tema mengenai alam dan
permasalahannya, berada pada posisi yang seimbang jumlahnya
bila dibandingkan dengan
tema manusia dan permasalahannya.
Dari penulisan skripsi tersebut
didapatkan pemahaman bahwa
bentuk mahluk imajiner secara dominan dipakai oleh I.G.N.
Nurata dalam mengungkapkan temanya sejak tahun 1983-1995.
Skripsi belum membahas masalah lukisan hitam putih I.G.N.
Nurata.
Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer
xv
Agus Dermawan T (2005) dalam katalog pameran ”Berkelana
Di Dunia Maya” One Gallery, Jakarta, dalam kata sambutannya
pada
pameran
berdua
I.G.N.
Nurata
dengan
Marta
Kiss,
mengomentari lukisan I.G.N. Nurata sabagai kebebasan penuh
untuk berekspresi dan berfantasi, dengan dorongan latar belakang
budayanya sebagai orang Bali yang lama hidup di Solo pusat
negeri
Jawa.
Divisualisasikan
kesungguhannya
dalam
dengan
menghadirkan
kecermatan
spirit
vibrasi
tinggi,
garbo
(menggambarkan segalanya dengan rinci) selalu menghantarkan
pesan-pesan
dari
dan
untuk
jagad
yang
baik.
Sebagian
menyuarakan pesan mengenai lingkungan hidup.
Pernyataan Agus Dermawan T di atas memberikan penekanan
bahwa latar belakang Bali turut mendukung penggambaran secara
rinci dan sebagian menyuarakan pesan mengenai keserasian
lingkungan hidup atau ekology sebagai tema yang disukai oleh
I.G.N. Nurata, dengan kata lain menyuarakan kehidupan yang
serasi dengan makro kosmos, mikro
kosmos maupun meta
kosmos.
Merwan Yusuf (2005) dalam katalog pameran ”Berkelana Di
Dunia Maya”, One Gallery Jakarta, mengomentari karya hitam
putih I.G.N. Nurata, sebagai kategori pertama yang dihasilkan di
atas kertas dengan menggunakan tinta hitam sebagai garis
pembuat bentuk. Garis sebagai alat utuk menterjemahkan rasa
Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer
xvi
dan pikiran. Biasanya dalam medium yang monochrome dan
sederhana itu I.G.N. Nurata lebih terlihat santai. Pada kesempatan
itu pula I.G.N. Nurata mengoptimalkan dan menghidupkan garis
dengan tidak letih-letih menggambarkan mahluk-mahluk setan
mengerikan yang biasa ditemukan dalam tradisi cerita rakyat dan
kepercayaan. I.G.N. Nurata melanjutkan jejak drawing I Gusti
Nyoman
Lempad
leluhurnya
dan
memperkayanya
sekaligus
dengan elemen bentuk khas milik I.G.N. Nurata, karya di atas
kertas berkonsentrasi pada bentuk utama dan garis. Unsur narasi
dan kearifan Timur menjadi bahasa piktural yang penuh drama
dan fantasi.
Kritik di atas menguatkan pemahaman
akan posisi karya
hitam putih I.G.N. Nurata yang patut dihargakan sebagai seni
lukis,
sebagai
media
ekspressi
yang
justru
lebih
mampu
menuangkan narasi ke-Timuran dan bukan hanya
gambar
maupun
drawing.
Bahwa
dalam
medium
bersifat
yang
monochrome dan sederhana, I.G.N. Nurata lebih terlihat santai
dan dapat mengoptimalkan bentuk utama dan hidupnya garis,
berdasarkan narasi dan kearifan Timur.
Tesis ini membahas masalah seni lukis hitam putih I.G.N.
Nurata, lebih jauh dalam kaitannya dengan latar belakang
kelahiran seni lukis hitam putih, bentuk pengungkapan yang
Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer
xvii
berdasarkan
tradisi/narasi
dan
kearifan
Timur
dan
tanggapan/kritik pengamat akan karyanya.
Bagaimana bentuk simbol imajinatif dan metafor visual, maupun
penggunaan unsur tradisi dalam seni lukis hitam putih I.G.N.
Nurata, meliputi estetika tradisi, bahasa rupa tradisi disamping
estetika modern
yang dimanfaatkan sebagai media ungkap.
Adapun masalah dibatasi pada enam buah karya hitam putih
master
piece
I.G.N.
Nurata
periode
1990-2010,
yang
telah
dipamerkan dalam pameran selektifnya ”Berkelana ke dunia
maya” berdua dengan Marta Kiss dan dari pameran tunggalnya
yang berjudul ”Reality in Imajinatif Symbolik and Philosophikal
Visual Metphor”.
F. Kerangka Teoritis
1. Seni Lukis
Pada dasarnya seni lukis merupakan bahasa ungkap dari
pengalaman artisik maupun ideologis yang menggunakan
garis dan warna, guna mengungkapkan perasaan,
mengekspresikan emosi, gerak, ilusi maupun ilustrasi dari
kondisi subyektif seseorang. ( Mike Susanto, 2011 : 241 ).
Warna hitam dan putih dipersepsikan bukan sebagai warna oleh
Mike Susanto, melainkan warna netral, karena tidak mampu
melahirkan warna baru ketika dicampurkan dengan warna lain.
Warna netral warna yang dipersepsikan bukan sebagai
warna : hitam, putih, dan abu-abu. Warna netral jelas tidak
memberikan konstribusi ketika dicampur dengan warna lain
Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer
xviii
atau tidak mampu mengubah warna lain ketika dicampur. (
Mike Susanto, 2011 : 434 ).
Penggunaan tinta hitam di atas kertas/hitam putih oleh Merwan
Yusuf dikatakan dengan istilah monochrome.
...dengan menggunakan tinta hitam sebagai garis
pembuat
bentuk.
Garis
sebagai
alat
untuk
menterjemahkan rasa dan pikiran. Biasanya dalam
medium yang monochrome dan sederhana itu Nurata
lebih terlihat santai. Pada kesempatan itu pula Nurata
mengoptimalkan dan menghidupkan garis... ( Merwan
Yusuf, 2005 : 12 )
Seni lukis
hitam putih
netral/monochrome,
yaitu
I.G.N.
hitam
Nurata
dan
menggunakan
putih,
dalam
warna
uraian
selanjutnya dalam tesis disebut sebagai seni lukis hitam putih
I.G.N. Nurata.
Perwujudan
seni lukis merupakan penyusunan
elemen
garis; bidang; warna; texture dalam bidang dua dimensional.
Karya seni lukis dapat dilihat atau ditinjau dari dua segi, yaitu
dari segi bentuk dan isi :
1. Dari segi bentuk merupakan wujud rupa atau inderawi
yang dapat diamati melalui unsur-unsur rupanya,
seperti : garis; warna; tekstur; gelap terang dan volume.
2. Dari segi isi merupakan pranata rukhaniah (ide) dari
berbagai gambaran perasaan dan digambarkan dalam
wujud lahiriah (subject matter).
Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer
xix
Dari segi bentuk didapatkan pengaturan atau susunan; dari
segi isi dapat berupa tema, isi maupun visi. Menurut filsuf Curt
Ducasse dikemukakan sebagai berikut :
“In any aestethic object it is possible to distinguish two
fundamental aspect : form, and content (or material). By
form is meant simply arrangement or order ; and by
content or matter what ever it happens to be that is
arranged, ordered” (Ducasse dalam Sahman, 1993:33).
Dalam
suatu
benda
estetis
adalah
mungkin
untuk
membedakan dua segi pokok : bentuk dan isi (material). Dengan
bentuk dimaksudkan semata-mata pengaturan atau susunan dan
dengan isi atau materi, apa saja yang kebetulan diatur atau
disusun. Menurut Edgar de Bruyne:
”Bahwa isi atau ide adalah gambaran perasaan terhadap
suatu nilai yang telah dikembangkan menjadi gambaran
yang memiliki potensial teknis untuk dituangkan ke
dalam bentuk tadi, isi merupakan tema atau makna yang
dikomunikasikan oleh seniman. Dalam memahami makna
pada karya seni rupa, hendaknya kita melihat sebagai
satu kesatuan dan menyeluruh antara bentuk dan isi
serta ekspresi yang disampaikan” (Bruyne dalam Prihadi,
1994:13).
Bentuk dan isi sebagai unsur-unsur dalam seni lukis merupakan
satu kesatuan dan saling berkaitan.
Kesatuan atau totalitas karya seni tidak ditentukan oleh
jumlah unsur-unsurnya. Gaya lahir dari proses dialektis
antara pembaruan, peningkatan… seni mengantisipasi
perubahan sosial, sementara seni itu sendiri juga ikut
berubah sejalan dengan perubahan sosial yang dimaksud.
( Humar Sahman, 1993 : 62 ).
Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer
xx
Bentuk dalam artian fisik atau lahiriah pada karya seni rupa
berarti keadaan dimensi atau ukuran yaitu dua dimensional dan
tiga dimensional.
Bentuk 1.bangun, gambaran; 2. rupa, wujud;3. sistem,
susunan. Dalam karya seni rupa biasanya dikaitkan
dengan matra yang ada seperti dwimatra atau trimatraform. ( Mike Susanto, 2011 : 54).
Di dalam seni lukis, bentuk merupakan gubahan keseluruhan
karya yang ditujukan untuk mendukung isi sebagai hasil karya
seni
murni.
pentingnya
Dari
segi
isi,
karya
seni
murni
kecerdasan emosional, dalam hal ini
memerlukan
Marianto
mengatakan:
”Dari berbagai penelitian, diketahui bahwa keberhasilan
dan sampainya seseorang kepada tujuannya lebih banyak
dipengaruhi oleh besar-kecilnya kecerdasan emosional-nya
(Emotional Quotient) serta motivasinya, ketimbang IQ-nya
(kecerdasan pikir atau Intelligent Quotient)” (Marianto, 1996
: n.p.).
Seni lukis sering sekali berurusan dengan penafsiran kembali
apa-apa yang telah dilakukan, perenungan kembali tentang masa
lampau dan mencoba merefleksikannya untuk masa yang akan
datang- seperti meramalkan dan sebagainya.
“Merupakan sebuah ajakan terbuka dan longgar untuk
sejenak merefleksikan ‘ruang’ dan ‘waktu’ melalui karyakarya terpilih. Meski longgar tetapi saya anggap penting,
terkait dengan ‘makna’, terkait dengan upaya ‘merefleksikan’
(memantulkan, membayangkan, -jangan jarang kita lakukan)”
( Wisetrotomo, 2009 : 9 ).
Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer
xxi
Unsur momentum sangat penting dalam proses penciptaan
seni
murni.
Dalam
menemukan
bahasa
artistik
pribadi,
diperlukan proses pencarian yang panjang, sampai menemukan
suatu moment estetis.
”Kita perlu menyadari bahwa sangat penting pengertian
dan penyadaran bahwa wahyu-wahyu kecil (insight) sering
muncul ketika kita mengalami sepenuhnya suatu moment
pada satu titik alam peziarahan kita memperoleh suatu
makna” (Marianto, 1996 : n.p.).
Sebagai akibat dari kecerdasan emosional, seorang seniman
sangat mengandalkan imajinasinya di dalam proses berkarya.
Semakin kuat daya imajinatif seseorang, semakin cepat
pula suatu teks/ karya seni/ tulisan/ pengetahuan dapat
dipahami atau implikasinya yang lebih jauh, semakin
cepat pula proses pengetahuan itu terjadi. (Murdowo,
2007:211).
Proses
berkarya
dalam seni lukis
lebih
mengandalkan
imajinasi dalam menemukan bahasa arstistik/bentuk dan isi,
yang dalam penelitian ini seni lukis hitam putih.
2. Seni Lukis Hitam Putih
Seni lukis hitam putih dilihat sebagai seni perenungan dan
mampu bertahan menjadi idiom dalam seni lukis.
Lukisan monochrome merupakan lukisan/gambar dengan
nuansa warna tunggal, biasanya terdiri dari warna hitam
dan
putih,
kadang-kadang
dilihat
sebagai
seni
perenungan. Selama abad ke-20 dan 21, pelukis sudah
menciptakan
lukisan
monochromatik,
mulai
dari
ketepatan geometris hingga ekspressionisme, seni lukis
monochrome telah terbukti mampu bertahan menjadi
idiom dalam seni kontemporer.( Susanto, 2011: 264 ).
Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer
xxii
Pernyataan di atas merujuk kepada suatu pemahaman bahwa
seni lukis monochrome merupakan bagian integral dari seni lukis
dan menjadi salah satu alat ungkap ekspressi yang cukup
diminati oleh seniman.
Agung Swasono melihat pentingnya gambar, dalam hal ini
tentunya termasuk lukisan hitam putih, sebagai media ungkap
yang mempunyai kedalaman ekspressi, gagasan maupun ide.
Pemahaman sebuah gambar masih dikontekskan dengan
wujudnya sendiri, sehingga realitas obyek atau ikon. Yang
jarang dimengerti adalah bahwa gambar mempunyai
kedalaman ekspressi, gagasan atau ide. Gambar masih
cenderung dilihat sebagai suatu bentuk ikon, yang
mempresentasikan materi gambar lahir dari sebuah
proses berfikir sebagai sebuah representasi pengalaman
biasanya dekat dengan pengetahuan-pengetahuan lain di
luar bidang seni dan desain. (Agung Swasono, 2007 : 58).
Dapat dipahami bahwa dalam lukisan hitam putih, kekuatannya
terutama tidak selalu pada watak ikon nya, tetapi bisa juga
terdapat pada penafsiran tanda-tanda sebagai simbol, sebagai
media ekspresi sebagaimana mana halnya dalam seni lukis pada
umumnya.
Namun demikian, gambar dalam desain tidak selalu
menunjukkan kekuatan pada watak ikoniknya. Gambar
dalam desain juga terlibat secara mendalam didalam
penciptaan dan penafsiran tanda-tanda sebagai simbol.
(Agung Swasono, 2007 : 62).
Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer
xxiii
Penafsiran tanda-tanda sebagai simbol dan metafor visual sebagai
bagian dari seni lukis dalam rangka untuk menyampaikan isi atau
ide seniman sebagai pencipta karya.
3. Simbol Imajinatif dan Metafor dalam Seni Lukis
Simbol menurut Langer mempunyai hubungan denotative dan
konotatif dengan obyeknya dan ada dua macam simbol.
Hubungan antara simbol dan obyeknya besifat denotatif
dan konotatif. Jadi hubungan simbol dan obyeknya jauh
lebih dalam ( subtil ). Dua macam smbol. Simbol diskursif
adalah simbol yang rasional atau yang dapat dmengerti
secara nalar. Hal ini terungkap jelas dalam bahasa, juga
dalam analisis pernyataan-pernyataan dalam logika.
Simbol ini pengungkapannya secara bertahap dan dapat
diungkap oleh akal budi. Simbol representasional adalah
simbol yang pengungkapannya tidak lewat intelek, tetapi
spontan dan intuitif langsung.Contoh dalam karya-karya
seni. Sebuah lukisan hanya dapat kita tangkap melalui
arti keseluruhan, yaitu melalui hubungan anara elemenelemen simbol dalam struktur keseluruhan. ( Langer
dalam Matius Ali, 2009, 222 ).
Zoest menempatkan
simbol
atau
tanda
imajinatif atau
instingtif menempati urutan teratas dalam sistim tanda, jika
dibandingkan dengan sistim tanda yang konvensional.
Dengan demikian ada urutan eksistensial dalam sistim
tanda, dimana yang tak masuk akal, yang instingtif,
justru jelas menang dari pada yang dapat dipikirkan atau
yang rasional. ( Zoest, Semiotika, 1993 : 45 ).
Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer
xxiv
Simbol, ikon maupun indeks imajinatif berada pada tahap
ambang sadar, oleh karenanya secara pragmatis sering berurusan
terutama dengan simtom, kemudian diikuti oleh sinyal.
Perbedaan paling penting pada taraf pragmatis adalah
peredaan antara simtom dan sinyal. Perbedaan tersebut
dapat dkenali berdasarkan pertanyaan : “Apakah suatu
tanda oleh pengirimnya dimaksudkan sebagai tanda tau
tidak”. Apabila jawabannya “ ya “, maka kita berurusan
dengan sinyal. Kalau jawabannya “ tidak” , maka tanda
itu simtom belaka. Jadi dibalik sinyal tedapat ” kesadaran
tanda “ sedangkan dibalik simtom tidak. (
Zoest,
Semiotika, terjemahan Ani Soekowati, 1993 : 39 )
Oleh
karena
dibalik
simtom
tidak
ada
kesadaran
dari
sipengirim tanda, maka dalam tingkat hierarki kebenarannya lebih
akurat dan menarik, bila dibandingkan dengan sinyal.
Ini terjadi karena kekuatan ungkapan atau lebih tepat,
kekuatan kebenaran dari simtom-simtom beberapa kali
lebih besar dibandingkan sinyal-sinyal. Dapatlah lita
katakanan bahwa sinyal mungkin berbohong, tetapi
simtom tidak dapat bohong…Justru karena keduanya
tidak diproduksi oleh suatu kesadaran yang memberikan
tanda, maka kesan kita ialah bahwa daya kebenaran
sebagai tanda lebih besar…Karena tanda-tanda yang tidak
diinginkan, tidak dimaksudkan, tanpa sadar diberikan,
lebih banyak memberi keterangan kepada kita. Bukankah
kebenaran yang terungkap jauh lebih menark ketimbang
kebenaran yang menawarkan diri ? Kebenaran yang
secara eksplisit disajikan sebagai kebenaran, sering kali
agak netral atau sedikit mencurigakan. (Zoest, 1993 : 40).
Puncak kekuatan tanda dalam suatu hierarki,
eksistensial
dan
berpengaruh
paling
kuat,
yang paling
terdapat
pada
perpaduan simtom sekaligus indeks dalam suatu karya.
Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer
xxv
Sebuah sinyal disamar sebagai simtom. Tanda seperti itu
paling merasuk karena ia merupakan simtom sekaligus
indeks. Indeks merupakan tanda yang paling
“
eksistensial
“,
sedangkan
simtom
paling
dapat
menggambarkan kebenaran diantara semua tanda lain.
Itulah yang menjadi ideal para pembuat iklan, sinyal yang
dapat menyamar sebagai indeks. ( Zoest, 1993 : 42 )
Simbol, sinyal, Ikon, simtom, maupun indeks dimanfaatkan
oleh pelukis I.G.N. Nurata dalam menterjemahkan metafor visual
dalam lukisan hitam putihnya.
Pengertian metafor dapat diartikan sebagai suatu cara pandang
memahami
harafiah,
simbol maupun ikon maupun indeks, secara tidak
tetapi
transmutatif.
secara
Metafor
mengartikulasikan
pesan
imajinatif
efektif
khusus
dalam
bila
atau
pengertian
secara
digunakan
untuk
khas,
sukar
yang
diungkapkan dengan ungkapan lama, yang sudah terasosiasikan
dengan situasi atau hal yang sudah diketahui secara umum.
Tekait dengan pengertia metafor
Marianto mengatakan :
Metafor ( metaphor ) berasal dari kata Latin dan Junani
kuna, metaphora. Meta artinya “ dengan “ atau “ setelah “;
“ for “/phor/phero/phore artiny memindahan atau
membawa sesuatu dari satu tempat ke tempat lain.
Sebagai kata benda, metaphore dapat diartikan sebagai
pemakaian nama, istilah atau frase (kumpulan kata) yang
dikenakan pada suatu obyek atau tindakan, namun tidak
diartikan secara harafiah, melainkan secara imajinatif.
(Marianto, 2011 :133).
Pengenalan
melalui
pengamatan
yang
seksama
dan
dilanjutkan dengan penghayatan akan dinamika tertentu tentang
Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer
xxvi
peristiwa
kultural
yang
begitu
menyentuh,
menimbulkan potensi virtual dalam
pada
giliranya
empiris, yang kemudian
dirangkai menjadi gerak yang metaforik dalam suatu karya seni.
Langkah operasional yang penting dalam beraktifitas seni
adalah memetik salah satu dari momen-momen estetik
yang mengalir itu – misal sepenggal ide cemelang/ “ gila ”/
imajinatif/ unik/partikular- untuk kemudian dipresentasi
secara metaforik melalui karya nyata. ( Marianto, 2011 :
137 ).
Metafor adalah suatu keharusan dalam suatu karya seni dan
merupakan
inti
dari
kreatifitas,
dalam
hal
ini
Marianto
mengatakan :
Metafor adalah inti dari bahasa, bahkan dikatakan bahwa
metafor itu adalah inti dari kreatifitas; padahal kreatifitas
adalah hakekat dari seni itu sendiri, dan kini metafor jadi
pokok bahasan penting dalam filsafat. ( Maryanto, 2011 :
134 ).
Dalam pemakaian yang paling asasi dan paling simbolikmetafor dalam karya seni, Mudji Sutrisno mengatakan :
Paparan diatas ingin menyajikan perenungan yang
menunjukkan bahwa wacana seni- dalam pemakaiannya
yang paling asasi dan paling simbolik metaforik, yaitu
bahasa- mengandung nuansa roh mencinta kehidupan,
getar
menghormati
kesucian
serta
usaha-usaha
menghindari pengerdilan arti. (Mudji Sutrisno, 2010 : 44).
Metafor yang digunakan Nurata
putihnya
adalah
metafor
dalam seni lukis hitam
individual,
sifatnya
berpeluang
memperkaya bahasa, dalam hal ini Zoest mengatakan
Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer
xxvii
Sumbangan dari tanda-tanda
yang “ Lebih rendah “
misalnya metapore individual; akan jadi lebih besar
apabila tanda-tanda
“ lebi rendah “ itu kemudian
meningkat
pada tangga hierarki yang lebih tinggi,
misalnya karena
sinsign menjadi legisign; metapore
individual sudah menjadi dipahami oleh banyak orang,
maka telah terjadi pemerkaya bahasa. (Zoest, 1993 : 33).
Simbol imajinatif dan metafor yang ada dalam lukisan hitam
putih I.G.N. Nurata berdasarkan narasi atau estetika Timur. Oleh
karena itu perlu penelusuran akan kemugkinan pemanfaatan
kode budaya Timur, yang dalam hal ini budaya Jawa (Hindu Jawa)
dan Hindu Bali, oleh karena I.G.N. Nurata lahir di Bali dan
sebahagian besar hidupnya tinggal di Jawa.
4. Simbol dan Kode Budaya dalam Dinamika Kebudayaan
Dinamika kebudayaan yang aktual sangat terkait dengan
sistem kebudayaan. Sistem kebudayaan mempunyai pengertian
yang turut mendasari aktualisasi budaya, yang dalam hai ini
termasuk dalam kesenian, yaitu seni lukis. Dalam hal ini Nooryan
Bahari menyebutkan pengetian kebudayaan :
Pengertian kebudayaan disini, seperti Yang telah
diterangkan
dimuka,
adalah
sebagai keseluruhan
pengetahuan, kepercayaan dan nilai yang dimiliki oleh
manusia sebagai mahluk sosial. Kebudayaan berisi,
antara lain perangkat model pengetahuan atau sistem
makna yang terjalin secara menyeluruh dalam simbolsimbol yang ditransmisikan secara historis. (Nooryan
Bahari , 2008 : 30).
Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer
xxviii
Alat antar generasi budaya dilakukan melalui komuniksi yang
berbentuk simbol. Simuh mengatakan bahwa simbol demikian
menonjol digunakan dalam budaya Jawa, dengan tujuan agar
komunikasi lebih dapat ditafsirkan secara ganda.
Ciri-ciri yang menonjol dalam kebudayaan Jawa adalah
penuh dengan simbol-simbol atau lambang –lambang.
Hal ini dimungkinkan
karena manusia Jawa pada saai
itu belum terbiasa berfikir abstrak. Segala ide
diungkapkan dalam bentuk simbol yang lebih konkrit ,
dengan demikian segalanya menjadi teka-teki , karena
simbol dapat ditafsirkan secara ganda. (Simuh dalam
Dharsono, 2007 : 113).
Simbol yang sifatnya lebih konkrit memberi energi terhadap
dunia ide yang sifatnya lebih abstrak dan selanjutnya ide mengacu
pada konsep budaya induk. Geertz mengatakan bahwa:
Proses budaya Jawa selaras dengan dinamika masyarakat
yang mengacu pada koncep budaya induk, yaitu “
sangkan paraning dumadi “. Koncep tersebut dalam
budaya Jawa dikenal dengan istilah nunggak semi. (
Geertz dalam Dharsono, 2007 : 115).
Pernyataan di atas memberikan pemahaman yang kuat bahwa
karya seni yang sarat dengan landasan tradisi dapat dilacak
keberadaannya dalam unsur-unsur karya seni yang bersangkutan,
yang dalam penelitian ini
penulis sebut
dengan istilah “Kode
Budaya“. Kode budaya adalah unsur-unsur seni rupa yang
merupakan visualisasi dari sistim makna, seperti makna dari arah
obyek yang dilukis, makna posisi obyek, makna dari warna hitam
Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer
xxix
maupun putih dalam konteks kaidah estetik yang berasal dari
budaya induk.
Simbol yang ada dalam lukisan hitam putih adalah simbol
imajinatif dan setiap karyanya mempunyai makna. Oleh karena
karyanya dalam hal ini seni lukis hitam putih berdasarkan tradisi
atau
estetika
Timur,
maka
simbol
imajinatif
disini
dapat
ditafsirkan sebagai simbol pribadi/imajinatif, yang diartikulasikan
melalui kode budaya ke-Timuran maupun bahasa rupa tradisi.
Dalam batas-batas tertentu, kode budaya
Timur dimanfaatkan
oleh I.G.N. Nurata dalam mendukung narasi atau menterjemahkan
idenya dalam berkarya.
5. Orientasi Kode Budaya Jawa (Hindu) dan Hindu Bali
Budaya Hindu Bali merupakan perkembangan dari budaya
Jawa (Hindu). Dalam hai ini Dharsono mengatakan bahwa:
Ajaran budaya Jawa (Hindu) adalah “ Astagina “.
Simbolisme warna pada ajaran “ Astagina “ mirip dengan
simbolisme kosmologi Jawa “keblat papat kelimo pancer “,
yaitu termasuk diantaranya warna-warna primer. Warna
disesuaikan dengan arah diantara mata angin, yaitu
diantara arah utama : timur, selatan, barat dan utara.
Menghasilkan arah tenggara, barat daya, barat laut dan
timur laut. Diantara warna pokok menghasikan delapan
warna campuran mendapatkan karakter atau sifat baru
sebagai paduan dua sifat pokok dalam simbolisme warna.
Pada bagian tengah ( pancer ) dilambangkan tanpa warna
( kosong ), dalam ajaran Jawa “kosong” sebagai symbol
dari Sahyang Tunggal, yang dalam teologi Hindu disebut
sebagai penguasa Sahyang Agung. Dewa-dewa yang
menjadi symbol dari setiap kiblat/ arah, adalah dewa
Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer
xxx
ciptaan Sahyang Agung/ Tunggal yang diberi kuasa
sebagai hukum tertinggi dari setiap arah/bagian
tugasnya, adalah symbol dari pancaran cahaya Tuhan (
Nurrasa ) seperti Dewa Agnimenguasai api, Dewa Bayu
menguasai angin dan sebagainya.Sehingga titik centrum
mengapa kosong ( dilambangkan tidak ada warna ),
karena kosong ( nol = O ) melambangkan kemutlakan
Tuhan.
Pemujaan-Nya
selalu
didahului
dengan
menempuh tiap-tiap arah dimulai dari arah timur ke
Selatan baru menuju pusat ( tengah ). Tradisi Jawa
dikaitkan dengan hari pasaran, dimulai dari Legi ( Timur
),
Paing ( Selatan ), Pon ( Barat ), Wage ( Utara ) dan
Kliwon ( Tengah ). (Daharsono, 2007 : 113).
Pernyataan tersebut memberikan interpretasi bahwa, tidak
ada warna/putih dapat diartikan dengan tanpa membubuhkan
warna,
yang
jika
bahannya
terdiri
dari
kertas,
berarti
menggunakan warna putih kertas itu sendiri sebagai perlambang
kemutlakan Tuhan, dapat digunakan bila karya yang diciptakan
dibutuhkan berlandaskan tradisi Jawa ataupun Hindu.
Tradisi yang tidak membubuhkan warna pada karya seni,
terdapat dalam seni tradidional di Jawa dan Bali. Relief candi di
Jawa dan Bali tidak diwarna, warna batu hitam dibiarkan bicara.
Dalam prasi lontar, yang diberi warna hanya bagian depan dan
belakang, bahagian isi seluruhnya hitam putih. Dalam hal ini
Primadi Tabrani mengatakan :
Relief candi tak berwarna, dalam arti warnanya
monohrom ; warna batu candi itu sendiri…sedang prasi
lontar umumnya hitam putih, tapi sebagian berwarna ;
antara lain gambar pertama dan terakhir. ( Primadi
Tabrani, 2005 : 72 ).
Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer
xxxi
Gambar yang ditengah atau pada bagian isi lontar tetap hitam
putih, memberikan asumsi bahwa tengah atau pancer masih
diterjemahkan
dengan
putih,
yang
dalam
artian
lain
penggambaran kemutlakan Tuhan. Hanya dengan kemutlakan
Tuhan-lah atau jika Tuhan berkenan, rerajahan yang ada pada
lontar yang digarap dengan warna hitam diatas latar putih dapat
berlaku termasuk daya magisnya.
Relief candi tidak diberi warna, mempunyai pengertian bahwa
koncep pembuatan candi mengijinkan dan setuju bahwa warna
hitam batu itu sendiri yang berbicara sebagai warna, sebuah
warna yang dipilih sesuai dengan alam kebatinan Jawa. Dalam
dunia supranatural, batu yang dipilih dalam lakon semedi adalah
batu yang berwarna hitam. Pengertian kedalaman makna
dari
batu yang bewarna hitam dikakatan oleh Suwardi Endraswara :
Kebatinan identik dengan diam. Diam agaknya mirip
dengan batu…Diam, tetapi batin sedang gemuruh, riuh
dan ramai. Kebatinan memang dekat dengan batu. Orang
bertapa lebih damai diatas batu. Batu sungguh
membangkitkan obsesi batin…Ada batu sebagai arena
atau mandala bagi pelaku kebatinan… Semedi adalah
ritual kebatinan yang memerlukan diam. Diam memberi
aroma kosentrasi total…Yang sering dipakai wahana
kebatinan
Jawa,
biasanya
batu
yang
berwarna
hitam…Batu tampaknya hanya benda, namun memiliki
kedalaman makna. Batin kita kalau sudah konsentrasi,
mampu menembus batu. Tangan kita tiba-tiba juga
mampu memecah batu itu. Jadi kosentrasi batin amat
penting untuk menjadi sebuah batu. ( Suwardi
Endraswara, Kebatinan Jawa : 2011 : 5-6 ).
Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer
xxxii
Pernyataan
Endraswara
diatas
memberikan
pemahaman
bahwa, kemampuan batu yang berwarna hitam adalah sungguh
mampu
membangkitkan
obsesi
batin,
kemudian
secara
transformatif dipakai untuk memahami hasil karya seni lukis
hitam putih, yang oleh seni rupawan dipakai untuk membantu
menterjemahkan obsesi batin pada karyanya.
Jika ditransformasikan dalam seni lukis di atas kertas yang
berdasarkan tradisi, maka peluangnya adalah penggambaran
dengan menggunakan warna hitam/seperti batu yang bewarna
hitam, yang sungguh mampu membangkinkan obsesi batin dan
membiarkan putih kertas atau kanvas yang berbicara tanpa diberi
warna,
alias putih asli kertas dapat dikonotasikan sebagai
komunikasi yang berasal dari pusat batin manusia. Dalam hal ini
Mudji Sutrisno mengatakan :
… pusat kebatinan yang menjadi pusat pengolahan hidup
ini sungguh-sungguh «tak mampu dibahasakan lewat
warna maupun sapuan kuas« maka «dibiarkan suwung»
(kosong)…Ungkapan suasana pusat batin manusia yang
begitu khusus, yang kerap dibugkus oleh kulit-kulit
topeng manusia yang «fana« , yang menua dan tidak
kekal. (Mudji Sutrisno, 2010 : 49).
Pernyataan diatas memberikan pemahaman bahwa warna kertas
dibiarkan berbicara tanpa dibubuhi goresan, dapat diartikan juga
sebagai ungkapan pusat batin yang tak mampu dibahasakan lagi.
Dari
segi
komposisi ,
titik
centrum
dipergunakan sebagai sinyal untuk
atau
tengah
dapat
menyatakan pancer atau
Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer
xxxiii
kemutlakan Tuhan atau «manunggaling kawulo gusti »
yang
merupakan budaya induk.
Adanya gerak atau matra waktu didalam bahasa rupa tradisi,
dalam hal ini seni lukis, maka bergerak kearah tengah atau
centrum dapat diartikan kembali ke-pancer atau ke-kemutlakan
Tuhan. Koncep ruang dalam kosmologi Hindu dibagi menjad tiga,
yaitu ruang utama atau hulu, ruang tengah dan jaba atau
halaman
depan.
menggambarkan
Bila
cerita
dikaitkan
yang
ada
dengan
matra
karya
gerak
seni
dan
yang
waktu
didalamnya, maka ikon atau simbol tertentu yang digambarkan
bergerak kearah timur merupakan gerakan yang bermakna positif.
Bergerak kearah Timur terkait dengan kosmologi Hindu, berarti
sebuah gerakan kesucian, oleh karena Timur merupakan arah
ruang suci. Dalam hal ini I.Wayan Seriyoga Parta mengatakan.
Koncep dewa-raja sendiri berkaitan dengan kosmologi
Hindu, tentang koncep tiga (tri ), Tri Mandala ( tiga alam)
yaitu : alam atas ( alam para dewa ), alam tengah ( alam
manusia ), dan alam bawah ( alam para roh ) yang
merupakan rangkaian dari keseluruhan kosmos. Dapat
dilihat dalam pembagian ruang pada
bangunan
peribadatan ( pura ) koncep ruang dibagi menjaqdi tiga ;
jeroan ( bagian utama, hulu ), jaba tegah ( bagia tengah ),
jaba ( halaman depan ). Begitu juga struktur rumah
hunian orang Bali dibagi menjadi tiga ; bagian utama (
suci ) terdapat pura keluarga ( sanggah ), bagian umah
tempat tinggal, tebe tempat memelihara peliharaan dan
membuang sampah. Tercermin juga dalam koncep Tri
Hita Karana yaitu ; parahyangan ( ruang suci ) umumnya
dihulu, mengarah ke gunung atau arah matahari terbit,
pawongan ( ruang sosial, tengah ), palemahan ( ruang
Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer
xxxiv
belakang, lingkungan alam juga tebe. (I.Wayan Seriyoga
Parta, 2011 : 163).
Adanya pemahaman akan ruang, waktu dan gerak dalam
suatu budaya, maka lahirlah karya dua dimensi yang bermatra
ruang, waktu dan gerak didalamnya, yang dikenal dengan istilah
bahasa rupa tradisi, yang mampu berceritra dalam satu karya.
6. Bahasa Rupa Tradisi
Dalam
bahasa
rupa
tradisi,
tidak
ada
close
up,
penggambarannya dengan gesture, dalam hal ini Primadi Tabrani
mengatakan :
Pada relief candi ( wayang batu ), wayang beber, wayang
kulit dsb, tak ada tokoh yang close up, semua dari kepala
sampai kaki. Keakhlian perupa tradisi kita adalah dalam
mengekspressikan « gsture « ( sikap tubuh ). Jadi kisah «
dibaca « berdasar gesturenya dan bukan berdasarkan
mimik yang di close up seperti di Barat… (Tabrani, 2005 :
56).
Ditinjau dari sisi back ground dan cara pembacaan dalam
bahasa rupa tradisi, Primadi Tabrani mengatakan :
Begitu pula pada wayang beber...lakon Jaka Kembang
Kuning …penulis sebut koncep Ruang Waktu Datar (
RWD )…Relief cerita Borobudur, kelir wayang kulit serta
panggung wayang golek tak memiliki back ground yang
menggambarkan lokasi kejadian. (Tabrani, 2005 : 56).
Pemahaman akan adanya matra waktu mengimplikasikan suatu
pemahaman bahwa karya seni mengandung narasi didalamnya
Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer
xxxv
atau ruang waktu datar, sehingga dapat berceritra dapat dipakai
untuk membahas karya seni yang berlandaskan tradisi dan salah
satu cirinya tidak memiliki back ground. Ciri lainnya dalam bahasa
rupa tradisi Tabrani mengemukakan adanya unsur gerak melalui
penggambaran bentuk secara blabar/dinamis.
Cirinya terutama bahasa rupa tradisi adalah pada
bagaimana atau dengan cara apa gambar itu digambar /
imaji dalam tata ungkapan. Semua tokoh digambarkan
utuh dari kepala sampai kaki, bila digambar dengan cara
blabar yang dinamis, artinya binatang itu sedang
bergerak, bila digambarkan dengan goresan yang statis,
artinya binatangnya sedang diam. Bila organ tertentu
seperti buntut digambar banyak, artinya buntut sedang
begerak. (Tabrani, 2005, 7-9).
Topik yang penting sering dicapai dengan cara membesarkan
obyeknya dari proporsi yang umum dan tanpa perspektif.
Yang dianggap penting akan sedikit diperbesar atau
dengan cara nar-x. Bila sesuatu harus dikenali, maka
digambarkan dari sisi yang paling karakteristik hingga
mudah dikenali. Tidak memakai perspektif sehigga
kesannya datar, arah melihatnya tidak selalu dari kiri ke
kanan, tetapi dari kakan ke kiri ( pradaksina ), tokoh yang
di kanan diceitakan lebih dulu. (Tabrani, 2005 : 72-73).
Media bahasa rupa tradisi merupakan bahasa dingin, hanya
sebahagian
yang
diberikan,
sehingga
pemirsalah
yang
melengkapinya
… gambar tradisi ( Cina, Persia, Bali, Kaca, dsb )
merupakan media dingin. Hanya sebagian yang disajikan.
Untuk melengkapinya penonton/ murid berpartisipasi
aktif dalam proses befikir/ berimajinasi/ belajar.
Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer
xxxvi
Berkembanglah imajinasi dan kreatifitas. (Tabrani, 2005 :
44).
Jika dalam bahasa rupa tradisi sang penikmat masih harus
berpartisipasi aktif dalam proses befikir dalam konteks masih
diperlukan daya kreatif dalam memahami atau menanggapi suatu
karya, maka dalam hal ini telihat adanya persinggungan dengan
bahasa rupa dalam seni modern.
7. Pemahaman karya seni lukis hitam putih I.G.N. Nurata
Urutan penggalian informasi yang pertama pada senimannya;
kedua pada tahap-tahap proses kreatif dan yang terakhir melalui
warga budaya.
Penggalian pertama pada senimannya, penggalian kedua
mengenai dorongan awal berupa tahap-tahap proses
kreatif dan penggalian ketiga pada pakar seni lukis
maupun warga budaya, yang dapat menghubungkan teori
umum dengan kedalaman berfikir seniman ( Agus Sahari
dalam Dharsono, 2007 : 60-61).
Pada langkah yang ke-dua, karya seni lukis hitam putih I.G.N.
Nurata dianalisis dengan menggunakan teori kreatifitas Monroe
Beadrsley, yang dimulai dari pengertian proses kreatif, yaitu
luasnya kegiatan mental dan fisik mulai dari dorongan awal
hingga sentuhan terakhir ; antara kita bermaksud mencapai
sesuatu hingga karya seni itu selesai.
Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer
xxxvii
Visualisasi karya
seni lukis
hitam putih
I.G.N. Nurata
dianalisis dengan menggunakan teori Monroe Beadrsley, tentang
tiga ciri yang membuat baik (indah) dari benda esetis pada
umumnya yaitu :
1. Kesatuan ( unity ) ini berarti bahwa benda estetis ini
tersusun secara baik atau sempurna bentuknya.
2. Kerumitan ( komplexity ). Benda estetis atau karya seni
yang bersangkutan tidak sederhana sekali, melainkan
kaya aka isi maupun unsur-unsur yang saling
berlawanan ataupun mengandung pebedaan-perbedaan
yang halus.
3. Kesungguhan ( intensity ). Suatu benda estetis yang
baik harus mempnyai suatu kualitas tertentu yang
menonjol dan bukan sekedar sesuatu yang kosong. Tak
menjadi soal kwalitas apa yang dikandungnya ( misalnya
suasana suram atau gembira, sifat lembut atau kasar )
asalkan merupakan sesuatu yang intensif atau sungguhsungguh.(Dharsono, 2007 : 63)
Sebagai langkah yang ketiga untuk melengkapi data yang
diperoleh, maka dalam penelitian ditambah dengan data dari hasil
wawancara dengan warga budaya.
Untuk mendapatkan kesimpulan, hasil dari ketiga langkah
dalam penggalian informasi, dianalisis dengan menggunakan
intepretasi analisis dengan pendekatan holistik.
Interpretasi dalam hal ini dimaksudkan sebagai suatu
proses dimana seorang kritikus mengexpresikan arti suatu
karya .melibatkan penemuan arti dan juga relevansinya
terhadap kehidupan kita serta keadaan manusia pada
umumnya. (Dharsono , 2007, 65).
Sudut padang holistik yang dimasudkan dalam peneltian
adalah