Staff Site Universitas Negeri Yogyakarta
MODUL
ANALISIS PENGUKURAN FISIKA
Disusun Oleh:
Kuncoro Asih Nugroho, M.Pd., M.Sc.
JURUSAN PENDIDIKAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKAN DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
YOGYAKARTA
2010
BAB I
METODE PENGUKURAN DALAM FISIKA
Data hasil eksperimen diperoleh dari pengukuran. Berbagai alat ukur digunakan dalam
eksperimen sesuai dengan besaran fisis yang diukur. Ada beberapa metode pengukuran yaitu:
metode dasar, metode selisih, metode nol, metode penggantian, metode penukaran. Berbagai
metode tersebut memiliki perbedaan dalam penggunaan dan kelebihan masing masing.
A. Metode Dasar
Metode dasar yaitu pengukuran besaran fisis yang langsung dibaca pada alat ukurnya.
Ketelitian hasil pengukuran dengan menggunakan metode dasar sangat dipengaruhi oleh alat
ukur. Misalnya: ralat titik nol, kepekaan atau ketlitian skala alat ukur.
V0
Vu
Gambar 1: pengukuran dengan metode dasar
Gambar 1 menunjukan rangkaiang pengukuran dengan metode dasar. Vu merupakan
tegangan yang diukur, dan V0 tegangan yang ditunjukan oleh alah ukur. Pengukuran dengan
metode dasar hasil pengukurannya diperoleh dengan membaca berapa anggka yang
ditunjukan oleh jarum. Sebelum melakukan pengukuran jarum dipaskan dengan skala alat
ukur terlebih dahulu. Pada metode dasar beasar Vu = V0 Contoh pengukuran dasar sebagai
berikut: akan diukur besar Vu
Kira-kira 0,9 volt. Batas ukur alat yang digunakan 1,5 volt, dan ketepatan 2% dari batas
ukurnya. Pengukuran menunjukan seperti gambar berikut:
Vu
meter menunjukan
V0 = 0,95 volt
Gambar 2: Pengukuran tegangan
Hasil pengukuran pada gambar 2 diperoleh ( 0, 95 ± 0.03) volt
B. Metode Selisih
Pengukuran dengan metode selisih mengunakan standar atau referensi dalam
pengukuranya. Pada pengukuran tegangan, besar nilai tengangan yang terbaca pada alat ukur
merupakan selisih dari tegangan yang diukur (Vu) dengan tegangan refernsi (Vr ). Metode
selisih dapat memperbaiki kepekaan dari alat ukur
Vu
V0
0
+
Vr
Gambar 3: Pengukuran dengan metode selisih
Pengukuran tegangan yang terbaca pada alat ukur (V0) = -0,037 volt, dan tegangan
referensi yang digunakan (Vr ) = 1,0 volt. Batas ukur alat ukur
adalah 0,1 volt, dan
ketidakpastian alat ukur 2% dari batas ukur maka diperoleh besar tegangan yang diukur
adalah sebagai berikut:
V0 Vu Vr
Vu V0 Vr
Vu (0,037 1,0) volt
Vu 0,963 volt
besar ketidak pastian adalah 2% X 0,1 volt = 0,002 volt, sehingga diperoleh nilai Vu adalah
(0,963 ± 0,002) volt
C. Metode Nol
Metode Nol mirip dengan metode selisih. Pada metode Nol selisih antara Vu dengan Vr
dibuat Nol. Tegangan reverensi dapat diatur agar diperoleh selisihnya dengan Vu sama
dengan Nol. Keuntungan metode nol yaitu kesalahan titik Nol dapat dihilangkan, kepekaan
alat ukur tinggi.
Vu
V0
+
0
Vr
Gambar 4: Pengukuran dengan metode Nol
Pengukuran dengan metode Nol setiap kali memulai mengukur,
jarum penunjuk
dikembalikan keposisi Nol terlebih dahulu. Pada saat mengukur besar tegangan Vo dibuat =
0, dengan demikian diperoleh:
V0 Vu Vr
0 Vu Vr
Vu Vr
Contoh penggunaan metode Nol dalam pengukuran tegangan sebagai berikut
+ 0
Vu
X
Skala terkecil
potensiometer 0,1 mV,
X RxVx
standar 1,0183
Gambar 5: Pengukur tegangan menggunakan metode Nol
Misalkan dari gambar 5 diperoleh nilai yang ditunjukan potensiometer adalah 9621
skala sehingga diperoleh nilai Vx = 9621 X 0,1 mV. Nilai Vx besarnya sama dengan Vu. Oleh
karena itu Nilai Vu = (0,9621 ± 0,0001) volt.
Penerapan metode Nol dalam pengukuran massa menggunakan neraca. Pada
pengukuran massa menggunakan metode Nol, penunjuk pada neraca dibuat pada skala Nol.
Gambar 6 sebagai ilustrasi penggunaan pegas menggunakan metode Nol.
mr
0
mu
mu
(a)
0
mr + m0
(b)
Gambar 6: Pengukuran massa dengan menggunakan metode Nol
Sebelum diberi mu dan mr lengan neraca dalam keadaansetimbang atau jarum menunjuk
pada angka Nol. Setelah diberi beban seperti gambar 6 (a) dengan menerapkan metode Nol
diperoleh gambar 6 (b). pada beban mr diberi tambahan m0 agar jarum kembali kesekala nol.
Besar nilai mu = m0 + mr , sehingga nilai m0 = mu – mr
D. Metode Pengantian
Pengukuran dengan metode penggantian yaitu cara mengukur besaran yang diukur
dengan menganti dengan besaran standar sehingga memberikan hasil penunjukan yang sama.
Berikut ini ragkaian pengukuran dengan metode pengantian:
Rx
Rs
diganti
V
V
Gambar 7: Pengukuran R dengan metode pengantian
Besar nilai Rx sama dengan Rs apabila ampermeter menunjukan simpangan atau sekala
nyang sama. Nilai Rs diperoleh dengan menggeser hambatan variabel. Pada saat simpangan
jarum menunujukan skala yang sama saat dipasang Rx maka nilai Rx = Rs
Pada pengukuran massa dengan neraca pegas, pengukuran besaran massa yang dicari
dapat dilakukan pengantian. Berikut contoh rangkaian pengukuran dengan metode
penggantian menggunakan alat ukur neraca:
θ
θ
diganti
0
0
mx
ms
Gambar 8: Pengukuran m dengan metode pengantian
Besar nilai mx dapat dicari dengan mengantikan massa standar. Ketika simpangan jarum
pada neraca sudah sama berarti nilai mx = ms
E. Metode Penukaran
Metode penukaran yaitu pengukuran dengan cara mengantikan salah satu beban dengan
beban yang lain. Ketika salah beban digantikan harus diperoleh kondisi kesetimbangan
seperti sebelum beban diganti. Berikut ini ilustrasi penerapan metode penukaran.
l2
θ
l2
θ
ditukar
l1
l1
m2
mx
0
0
mx
m1
(a)
(b)
Gambar 9: penggunaan metode penukaran
Pada pengukuran metode penukaran nilai m1 dan m2 sudah diketahui, sedangkan mx
adalah massa yang dicari. Besar nilai mx dapat diketahui sebagai berikut: berdasarkan
gambar 9 (a) dapat diperoleh:
m1 gl1 cos m x gl 2 cos
m1l1 m x l 2
m1
mx
l2
(1.1)
l1
berdasarkan gambar 9 (b) dapat diperoleh
mx gl 2 cos m2 gl 2 cos
mxl1 m2l 2
mx l 2
m2 l1
(1.2)
Persamaan (1) dan (2) dapat diperoleh bahwa
mx2 m1 m2
m1
mx
mx
m2
mx m1 m2
BAB II
RATA-RATA BERBOBOT
, sehingga diperoleh nilai
Pengukuran pada sebuah eksperimen dapat dilakukan pada beberapa waktu dan lokasi.
Dalam setiap pengukuran dalam beberapa waktu atau lokasi akan memperoleh hasil pengukuran
yang berupa (x ± Sx), dengan x adalah
nilai ter baik dan Sx merupakan ketidakpastian.
Pengukuran yang dilakukan dalam beberapa waktu misalnya mengukur suhu lingkungan setiap
hari pada siang hari selama satu bulan. Pengukuran yang dilakukan pada lokasi yang berbeda
misalnya mengukur hambatan (R) di laboratorium fisika dasar dan laboratorium elektronika.
Keduanya pengukuran pada waktu dan lokasi yang berbeda akan diperoleh sasil ukur yang
berupa (x ± Sx) pada setiap pengukuran. Yang menjadi pertanyaan adalah berapa hasil ukur
terbaik dan ketidakpastian dari seluruh nilai pengukuran.
Dicontohkan pengukuran massa jenis air yang dilakukan oleh 2 orang mahasiswa pada
laboratorium fisika dasar. Air yang diukur oleh mahasiswa sama.kedua mahasiswa itu bekerja
terpisah. Mahasihwa A memperoleh hasil ukur ρair
A
= (0,95 ± 0,04) gram/m3, sedangkan
mahasiswa B memperoleh hasil ρair B = (0,93 ± 0,03) gram/m3. yang menjadi pertanyaan adalah
berapa perkiraan terbaik dari ρair yang dilakukan oleh kedua mahasiswa tersebut.
Hasil perkiraan nilai pengukuran terbaik dari ρair tidak
menghitung (
a ir A a ir B
2
serta merta dengan
) . Kedua hasil pengukuran yang dilakukan mahasiswa A dan
mahasiswa B memiliki ketidakpastian yang berbeda sehingga kesalahan dari hasil ukur tersebut
akan memberikan bobot yang berbeda pada nilai perkiraan pengukuran terbaiknya. Kedua hasil
pengukuran mahasiswa tersebut untuk mengetahui nilai perkiraan terbaik dari ρair dapat
dilakukan dengan rata-rata berbobot. Kedua hasil ukur yang dilakukan mahasiswa A dan B dapat
dirata-rata berbobot apabila diskripansi dari kedua hasil ukur tidak signifikan atau kedua data
tersebut harus cocok.
A. Diskripansi
Pengukuran besaran yang sama dapat menghasilkan hasil ukur yang berbeda.
Perbedaan hasil ukur ini disebut dengan diskripansi. Kita dengan jelas dapat mendefinisikan
diskripansi adalah perbedaan antara dua nilai hasil pengukuran dari besaran yang sama.
Diskripansi (δ) dapat dinyataka dalam bentuk X1 X2 , dengan X1 adalah hasil ter baik
pengukuran 1 dan X2 adalah hasil ter baik pengukuran 2.
Pengukuran massa jenis air
yang dilakukan oleh mahasiswa A diperoleh hasil
pengukuran ρair A = (0,95 ± 0,04) gram/m3 dan mahasiswa B diperoleh ρair B = (0,93 ± 0,03)
gram/m3. nilai diskripansi dari kedua hasil pengukuran dapat dehitung sebagai berikut:
a ir A a ir B
0,95 0,93
0,02 ,
sehingga deperoleh nilai diskripansi dari kedua pengukuran mahasiswa A dan mahasiswa B
adalah 0,02.
Diskripansi selain dapat digunakan untuk mengetahui perbedaan dua nilai hasil
pengukuran juga dapat digunakan untuk mengetauhi perbedaan nilai hasil pengukuran
dengan nilai acuan atau standar yang berlaku. Sebagai contoh hasil pengukuran massa jenis
air
pada sebuah ekperimen dapat dicari perbedaanya dengan nilai massa jenis air yang
berlaku sebagi standar.
B. Pengujian kecocokan
Dua hasil pengukuran atau hasil pengukuran dengan nilai standar yang berlaku dapat
dicek keduanya cocok atau tidak. Dua hasil pengukuran ( X1 S X1 ) dan ( X2 S X 2 ) dapat
dikatakan cocok apabila nilai diskripansi kedua hasil ukur ≤ nilai S X1 dan S X 2 . Pengujian
kecocokan 2 data dapat dituliskan sebagai berikut:
S X S X , maka kedua data dikatakan cocok.
1
2
Data pengukuran yang dikatakan saling cocok apabila ada range (daerah jangkauan)
pengukuran yang saling overlaping (tumpang tindih) atara kedua data. Jangkauan data satu
masuk pada jangkauan data yang lainganya maka kedua data itu saling cocok. Apabila data
yang dicocokan adalah data hasil pengukuran dan nilai standar yang berlaku maka
nilaistandar akan berada didalam range data hasil pengukuran. Gambar berikut menunjukan
daeah yang saling overlaping .
S x2
S x2
X1
X2
SX
Nilai
standar
X
Gambar 10: (a) Range pengukuran yang saling overlaping. (b) Nilai standar yang
berada pada range nilai X
Dua data pengukuran massa jenis air yang dilakukan mahasiwa A dan B yang sudah
disampaikan sebelumnya dapat digunakan sebagai contoh pengujian kecocokan data. Nilai δ
sudah dihitung sama dengan 0,02, sedangkan nilai SX1 S X 2 0,04 0,03 0,07 . Nilai
S X S X sehingga kedua hasil pengukuran mahasiswa A dan mahasiswa B dapat
1
2
dikatakan cocok.
C. Perhitungan rata-rata berbobot
Sama halnya dengan rata-rata pada pengukuran berulang, rata-rata berbobot dilakukan
apabila nilai besaran yang dirata-rata merupakan besaran yang sama. Sebagai contoh
pengukuran massa benda x yang dilakukan terpisah oleh beberapa mahasiswa. Hasil
pengukuran massa oleh beberapa mahasiswa dapat dirata-rata berbobot. Besaran yang tidak
sama tidak dapat dilakukan rata-rata berbobot. Misalnya pengukuran volume benda oleh
mahasiswa A dan suhu benda oleh mahasiswa B. kedua hasil ukur mahasiswa A dan B
dalam hal ini tidak bisa dirata-rata.
Sebelum rata-rata berbobot dilakukan terlebih dahulu data diuji kecocokanya. Apabila
data sudah saling cocok maka data dapat dirata-rata berbobot. Saat pengujian kecocokan
dilakukan dengan cermat untuk mengetahui pasangan data yang tidak cocok. Jika ada data
yang saling tidak cocok maka data tidak diikutkan dalam rata-rata berbobot. Pengujian
kecocokan data dilakukan sepasang demi sepasang.
Pengukuran massa jenis air
yang telah disampaikan sebelumnya sudah dilakukan
pengujian kecocokan data. Hasil pengujian diperoleh kedua hasil pengukuran massa jenis
yang dilakukan mahasiswa A dan B saling cocok, sehingga kedua data ini dapat dilakukan
perhitungan rata-rata berbobot.
Rata-rata berbobot dari besaran yand diukur dapat dilakukan dengan perhitungan sebagai
berikut:
X
X A XB
2
S A2
SB
1
S A2
(3.1)
1
SB2
dengan X adalah hasil rata-rata terbaik, XA adalah hasil pengukuran terbaik dari besaran A,
SA adalah ketidakpastian hasil pengukuran besaran A, XB adalah hasil pengukuran terbaik dari
besaran B, SB adalah ketidakpastian hasil pengukuran besaran B.
Nilai
1
2
SA
1
dan
S B2
didefinisikan sebagai faktor bobot yang disimbulkan wA sebagai faktor
bobot dari hasil pengukuran besaran A. Rumus 3.1 dapat diganti dengan bentuk sebagai
berikut:
X
wA X A wB X B
wA wB
(3.2)
Apabila data pengukuran diperoleh seperti berikut: X1 ± S1, X2 ± S2, X3 ± S3,…., Xn ± SN,
maka nilai hasil ukur terbaiknya dapat dituliskan sebagai berikut:
X
w1 X1 w2 X2 w3 X3 ... wN X N
w1 w2 w3 ... wN
w X
n
X
i 1
N
i
w
i 1
i
3.3
i
Rumus 3.3 merupakan perhitungan rata-rata berbobot untuk data hasil pengukuran
sebanyak N data. Perlu diingat kembali bahwa sebelum data hasil pengukuran dirata-rata
berbobot terlebih dahulu data diuji kecocokannya sepasang demi sepasang.
Ketidakpastian
berikut:
dari rata rata berbobot dapat dihitung dengan persamaan sebagai
S X ( wi )
1
2
Atau
SX
1
wi
Tabel 1: Hasil pengukuran arus (i) dari kumparan yang diberi medan magnet berubah-ubah
No
1
2
3
4
I ± SXi
0.0095 ± 0.0095
0.011 ± 0.011
0.01 ± 0.01
0.0115 ± 0.0115
5
0.0095 ± 0.0095
6
0.01 ± 0.01
7
8
0.011 ± 0.0125
0.0125 ± 0.0125
9
0.013 ± 0.013
10
0.008 ± 0.008
Data yang berada pada tabel 1 dapat dihitung nilai rata-ratanya. Langkah pertama
adalah memastikan data pada table 1 saling cocok. Berikutnya dilakukan perhitungan ratarata berbobot. Data yang dirata-rata hanya data yang saling cocok. Berikut ini pengujian
apakah data pada tabel 1 saling cocok atau tidak dilanjutkan perhitungan rata-rata berbobot:
Tabel 2: Uji diskripansi
1
2
3
4
SX1+SX2
SX1+SX3
SX1+SX4
0.0205
0.0195
0.021
x1-x2
x1-x3
x1-x4
-0.0015
-0.0005
-0.002
cocok
cocok
cocok
SX1+SX5
0.019
x1-x5
0
cocok
5
SX1+SX6
0.0195
x1-x6
-0.0005
cocok
6
SX1+SX7
SX1+SX8
0.022
0.022
x1-x7
x1-x8
-0.0015
-0.003
cocok
cocok
7
8
SX1+SX9
0.0225
x1-x9
-0.0035
cocok
9
SX1+SX10
0.0175
x1-x10
0.0015
cocok
10
SX2+SX3
0.021
x2-x3
0.001
cocok
1
SX2+SX4
0.0225
x2-x4
-0.0005
cocok
12
SX2+SX5
0.0205
x2-x5
0.0015
cocok
13
SX2+SX6
0.021
x2-x6
0.001
cocok
14
SX2+SX7
0.0235
x2-x7
0
cocok
15
SX2+SX8
0.0235
x2-x8
-0.0015
cocok
16
SX2+SX9
0.024
x2-x9
-0.002
cocok
17
SX2+SX10
0.019
x2-x10
0.003
cocok
18
SX3+SX4
0.0215
x3-x4
-0.0015
cocok
19
SX3+SX5
SX3+SX6
0.0195
0.02
x3-x5
x3-x6
0.0005
0
cocok
cocok
20
21
SX3+SX7
0.0225
x3-x7
-0.001
cocok
22
SX3+SX8
0.0225
x3-x8
-0.0025
cocok
23
SX3+SX9
0.023
x3-x9
-0.003
cocok
24
SX3+SX10
0.018
x3-x10
0.002
cocok
25
SX4+SX5
0.021
x4-x5
0.002
cocok
26
SX4+SX6
0.0215
x4-x6
0.0015
cocok
27
SX4+SX7
0.024
x4-x7
0.0005
cocok
28
SX4+SX8
0.024
x4-x8
-0.001
cocok
29
SX4+SX9
0.0245
x4-x9
-0.0015
cocok
30
SX4+SX10
0.0195
x4-x10
0.0035
cocok
31
SX5+SX6
0.0195
x5-x6
-0.0005
cocok
32
SX5+SX7
SX5+SX8
0.022
0.022
x5-x7
x5-x8
-0.0015
-0.003
cocok
cocok
33
34
SX5+SX9
0.0225
x5-x9
-0.0035
cocok
35
SX5+SX10
0.0175
x5-x10
0.0015
cocok
36
SX6+SX7
0.0225
x6-x7
-0.001
cocok
37
SX6+SX8
0.0225
x6-x8
-0.0025
cocok
38
SX6+SX9
0.023
x6-x9
-0.003
cocok
39
SX6+SX10
Sx7+Sx8
0.018
0.025
x6-x10
x7-x8
0.002
-0.0015
cocok
cocok
40
41
SX7+SX9
0.0255
x7-x9
-0.002
cocok
42
SX7+SX10
0.0205
x7-x10
0.003
cocok
43
SX8+SX9
0.0255
x8-x9
-0.0005
cocok
44
SX8+SX10
SX9+SX10
0.0205
0.021
x8-x10
x9-x10
0.0045
0.005
cocok
cocok
45
Tabel 3: perhitungan rata-rata berbobot
No
1
2
3
4
Ii
0.0095
0.011
0.01
0.0115
SXi
0.0095
0.011
0.01
0.0115
Wi
11080.332
8264.4628
10000
7561.4367
WiXi
105.2632
90.90909
100
86.95652
5
0.0095
0.0095
11080.332
105.2632
6
0.01
0.01
10000
100
7
8
0.011
0.0125
0.0125
0.0125
6400
6400
70.4
80
9
0.013
0.013
5917.1598
76.92308
10
0.008
0.008
15625
125
92328.724
940.715
∑
wi Xi
n
I i 1
wi
N
I
i 1
940 ,715
92328 ,724
I 0,01019 mA
SX
SX
wi
1
1
92328 ,724
S X 0,00329 mA
Jadi nilai hasil upengukuran adalah (I ± SI) mA = (0,010 ± 0,003) mA
Latihan soal:
Ditampilkan data percobaan sebagai berikut:
1. pengukuran hambatan diperoleh hasil ukur sebagai berikut:
No
( R SR )
1
(20,2 ± 0,3)
2
(20,1 ± 0,2)
3
(19,7 ± 0,4)
4
(20,0 ± 0,4)
5
(19,9 ± 0,3)
Hitunglah berapa nilai perkiraan terbaik dari hasil pengukuran hambatan tersebut.
2. pengukuran volume kubus terbuat dari Alumunium diperoleh hasil ukur sebagai berikut:
No
(V SV ) cm3
1
(2,002 ± 0,002)
2
(2,003 ± 0,001)
3
(2,002 ± 0,001)
4
(1,997 ± 0,002)
5
(2,002 ± 0,001)
Hitunglah berapa nilai perkiraan terbaik dari hasil pengukuran kubus tersebut.
No
( S ) g/cm3
1
(1,9 ± 0,1)
2
(1,6 ± 0,2)
3
(1,7 ± 0,2)
4
(1,9 ± 0,1)
5
(1,5 ± 0,2)
3. pengukuran massa jenis larutan garam diperoleh hasil ukur sebagai berikut:
Hitunglah berapa nilai perkiraan terbaik dari hasil pengukuran massa jenis larutan garam
tersebut.
4. pengukuran pertambahan panjang logam saat suhu dinaikan 5 0C diperoleh hasil ukur
sebagai berikut:
No
(l Sl )
1
(10,2 ± 0,3)
2
(9,8 ± 0,2)
3
(10,4 ± 0,3)
4
(10,4 ± 0,2)
5
(9,9 ± 0,1)
mm
Hitunglah berapa nilai perkiraan terbaik dari hasil pengukuran pertambahan panjang
logam tersebut tersebut.
ANALISIS PENGUKURAN FISIKA
Disusun Oleh:
Kuncoro Asih Nugroho, M.Pd., M.Sc.
JURUSAN PENDIDIKAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKAN DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
YOGYAKARTA
2010
BAB I
METODE PENGUKURAN DALAM FISIKA
Data hasil eksperimen diperoleh dari pengukuran. Berbagai alat ukur digunakan dalam
eksperimen sesuai dengan besaran fisis yang diukur. Ada beberapa metode pengukuran yaitu:
metode dasar, metode selisih, metode nol, metode penggantian, metode penukaran. Berbagai
metode tersebut memiliki perbedaan dalam penggunaan dan kelebihan masing masing.
A. Metode Dasar
Metode dasar yaitu pengukuran besaran fisis yang langsung dibaca pada alat ukurnya.
Ketelitian hasil pengukuran dengan menggunakan metode dasar sangat dipengaruhi oleh alat
ukur. Misalnya: ralat titik nol, kepekaan atau ketlitian skala alat ukur.
V0
Vu
Gambar 1: pengukuran dengan metode dasar
Gambar 1 menunjukan rangkaiang pengukuran dengan metode dasar. Vu merupakan
tegangan yang diukur, dan V0 tegangan yang ditunjukan oleh alah ukur. Pengukuran dengan
metode dasar hasil pengukurannya diperoleh dengan membaca berapa anggka yang
ditunjukan oleh jarum. Sebelum melakukan pengukuran jarum dipaskan dengan skala alat
ukur terlebih dahulu. Pada metode dasar beasar Vu = V0 Contoh pengukuran dasar sebagai
berikut: akan diukur besar Vu
Kira-kira 0,9 volt. Batas ukur alat yang digunakan 1,5 volt, dan ketepatan 2% dari batas
ukurnya. Pengukuran menunjukan seperti gambar berikut:
Vu
meter menunjukan
V0 = 0,95 volt
Gambar 2: Pengukuran tegangan
Hasil pengukuran pada gambar 2 diperoleh ( 0, 95 ± 0.03) volt
B. Metode Selisih
Pengukuran dengan metode selisih mengunakan standar atau referensi dalam
pengukuranya. Pada pengukuran tegangan, besar nilai tengangan yang terbaca pada alat ukur
merupakan selisih dari tegangan yang diukur (Vu) dengan tegangan refernsi (Vr ). Metode
selisih dapat memperbaiki kepekaan dari alat ukur
Vu
V0
0
+
Vr
Gambar 3: Pengukuran dengan metode selisih
Pengukuran tegangan yang terbaca pada alat ukur (V0) = -0,037 volt, dan tegangan
referensi yang digunakan (Vr ) = 1,0 volt. Batas ukur alat ukur
adalah 0,1 volt, dan
ketidakpastian alat ukur 2% dari batas ukur maka diperoleh besar tegangan yang diukur
adalah sebagai berikut:
V0 Vu Vr
Vu V0 Vr
Vu (0,037 1,0) volt
Vu 0,963 volt
besar ketidak pastian adalah 2% X 0,1 volt = 0,002 volt, sehingga diperoleh nilai Vu adalah
(0,963 ± 0,002) volt
C. Metode Nol
Metode Nol mirip dengan metode selisih. Pada metode Nol selisih antara Vu dengan Vr
dibuat Nol. Tegangan reverensi dapat diatur agar diperoleh selisihnya dengan Vu sama
dengan Nol. Keuntungan metode nol yaitu kesalahan titik Nol dapat dihilangkan, kepekaan
alat ukur tinggi.
Vu
V0
+
0
Vr
Gambar 4: Pengukuran dengan metode Nol
Pengukuran dengan metode Nol setiap kali memulai mengukur,
jarum penunjuk
dikembalikan keposisi Nol terlebih dahulu. Pada saat mengukur besar tegangan Vo dibuat =
0, dengan demikian diperoleh:
V0 Vu Vr
0 Vu Vr
Vu Vr
Contoh penggunaan metode Nol dalam pengukuran tegangan sebagai berikut
+ 0
Vu
X
Skala terkecil
potensiometer 0,1 mV,
X RxVx
standar 1,0183
Gambar 5: Pengukur tegangan menggunakan metode Nol
Misalkan dari gambar 5 diperoleh nilai yang ditunjukan potensiometer adalah 9621
skala sehingga diperoleh nilai Vx = 9621 X 0,1 mV. Nilai Vx besarnya sama dengan Vu. Oleh
karena itu Nilai Vu = (0,9621 ± 0,0001) volt.
Penerapan metode Nol dalam pengukuran massa menggunakan neraca. Pada
pengukuran massa menggunakan metode Nol, penunjuk pada neraca dibuat pada skala Nol.
Gambar 6 sebagai ilustrasi penggunaan pegas menggunakan metode Nol.
mr
0
mu
mu
(a)
0
mr + m0
(b)
Gambar 6: Pengukuran massa dengan menggunakan metode Nol
Sebelum diberi mu dan mr lengan neraca dalam keadaansetimbang atau jarum menunjuk
pada angka Nol. Setelah diberi beban seperti gambar 6 (a) dengan menerapkan metode Nol
diperoleh gambar 6 (b). pada beban mr diberi tambahan m0 agar jarum kembali kesekala nol.
Besar nilai mu = m0 + mr , sehingga nilai m0 = mu – mr
D. Metode Pengantian
Pengukuran dengan metode penggantian yaitu cara mengukur besaran yang diukur
dengan menganti dengan besaran standar sehingga memberikan hasil penunjukan yang sama.
Berikut ini ragkaian pengukuran dengan metode pengantian:
Rx
Rs
diganti
V
V
Gambar 7: Pengukuran R dengan metode pengantian
Besar nilai Rx sama dengan Rs apabila ampermeter menunjukan simpangan atau sekala
nyang sama. Nilai Rs diperoleh dengan menggeser hambatan variabel. Pada saat simpangan
jarum menunujukan skala yang sama saat dipasang Rx maka nilai Rx = Rs
Pada pengukuran massa dengan neraca pegas, pengukuran besaran massa yang dicari
dapat dilakukan pengantian. Berikut contoh rangkaian pengukuran dengan metode
penggantian menggunakan alat ukur neraca:
θ
θ
diganti
0
0
mx
ms
Gambar 8: Pengukuran m dengan metode pengantian
Besar nilai mx dapat dicari dengan mengantikan massa standar. Ketika simpangan jarum
pada neraca sudah sama berarti nilai mx = ms
E. Metode Penukaran
Metode penukaran yaitu pengukuran dengan cara mengantikan salah satu beban dengan
beban yang lain. Ketika salah beban digantikan harus diperoleh kondisi kesetimbangan
seperti sebelum beban diganti. Berikut ini ilustrasi penerapan metode penukaran.
l2
θ
l2
θ
ditukar
l1
l1
m2
mx
0
0
mx
m1
(a)
(b)
Gambar 9: penggunaan metode penukaran
Pada pengukuran metode penukaran nilai m1 dan m2 sudah diketahui, sedangkan mx
adalah massa yang dicari. Besar nilai mx dapat diketahui sebagai berikut: berdasarkan
gambar 9 (a) dapat diperoleh:
m1 gl1 cos m x gl 2 cos
m1l1 m x l 2
m1
mx
l2
(1.1)
l1
berdasarkan gambar 9 (b) dapat diperoleh
mx gl 2 cos m2 gl 2 cos
mxl1 m2l 2
mx l 2
m2 l1
(1.2)
Persamaan (1) dan (2) dapat diperoleh bahwa
mx2 m1 m2
m1
mx
mx
m2
mx m1 m2
BAB II
RATA-RATA BERBOBOT
, sehingga diperoleh nilai
Pengukuran pada sebuah eksperimen dapat dilakukan pada beberapa waktu dan lokasi.
Dalam setiap pengukuran dalam beberapa waktu atau lokasi akan memperoleh hasil pengukuran
yang berupa (x ± Sx), dengan x adalah
nilai ter baik dan Sx merupakan ketidakpastian.
Pengukuran yang dilakukan dalam beberapa waktu misalnya mengukur suhu lingkungan setiap
hari pada siang hari selama satu bulan. Pengukuran yang dilakukan pada lokasi yang berbeda
misalnya mengukur hambatan (R) di laboratorium fisika dasar dan laboratorium elektronika.
Keduanya pengukuran pada waktu dan lokasi yang berbeda akan diperoleh sasil ukur yang
berupa (x ± Sx) pada setiap pengukuran. Yang menjadi pertanyaan adalah berapa hasil ukur
terbaik dan ketidakpastian dari seluruh nilai pengukuran.
Dicontohkan pengukuran massa jenis air yang dilakukan oleh 2 orang mahasiswa pada
laboratorium fisika dasar. Air yang diukur oleh mahasiswa sama.kedua mahasiswa itu bekerja
terpisah. Mahasihwa A memperoleh hasil ukur ρair
A
= (0,95 ± 0,04) gram/m3, sedangkan
mahasiswa B memperoleh hasil ρair B = (0,93 ± 0,03) gram/m3. yang menjadi pertanyaan adalah
berapa perkiraan terbaik dari ρair yang dilakukan oleh kedua mahasiswa tersebut.
Hasil perkiraan nilai pengukuran terbaik dari ρair tidak
menghitung (
a ir A a ir B
2
serta merta dengan
) . Kedua hasil pengukuran yang dilakukan mahasiswa A dan
mahasiswa B memiliki ketidakpastian yang berbeda sehingga kesalahan dari hasil ukur tersebut
akan memberikan bobot yang berbeda pada nilai perkiraan pengukuran terbaiknya. Kedua hasil
pengukuran mahasiswa tersebut untuk mengetahui nilai perkiraan terbaik dari ρair dapat
dilakukan dengan rata-rata berbobot. Kedua hasil ukur yang dilakukan mahasiswa A dan B dapat
dirata-rata berbobot apabila diskripansi dari kedua hasil ukur tidak signifikan atau kedua data
tersebut harus cocok.
A. Diskripansi
Pengukuran besaran yang sama dapat menghasilkan hasil ukur yang berbeda.
Perbedaan hasil ukur ini disebut dengan diskripansi. Kita dengan jelas dapat mendefinisikan
diskripansi adalah perbedaan antara dua nilai hasil pengukuran dari besaran yang sama.
Diskripansi (δ) dapat dinyataka dalam bentuk X1 X2 , dengan X1 adalah hasil ter baik
pengukuran 1 dan X2 adalah hasil ter baik pengukuran 2.
Pengukuran massa jenis air
yang dilakukan oleh mahasiswa A diperoleh hasil
pengukuran ρair A = (0,95 ± 0,04) gram/m3 dan mahasiswa B diperoleh ρair B = (0,93 ± 0,03)
gram/m3. nilai diskripansi dari kedua hasil pengukuran dapat dehitung sebagai berikut:
a ir A a ir B
0,95 0,93
0,02 ,
sehingga deperoleh nilai diskripansi dari kedua pengukuran mahasiswa A dan mahasiswa B
adalah 0,02.
Diskripansi selain dapat digunakan untuk mengetahui perbedaan dua nilai hasil
pengukuran juga dapat digunakan untuk mengetauhi perbedaan nilai hasil pengukuran
dengan nilai acuan atau standar yang berlaku. Sebagai contoh hasil pengukuran massa jenis
air
pada sebuah ekperimen dapat dicari perbedaanya dengan nilai massa jenis air yang
berlaku sebagi standar.
B. Pengujian kecocokan
Dua hasil pengukuran atau hasil pengukuran dengan nilai standar yang berlaku dapat
dicek keduanya cocok atau tidak. Dua hasil pengukuran ( X1 S X1 ) dan ( X2 S X 2 ) dapat
dikatakan cocok apabila nilai diskripansi kedua hasil ukur ≤ nilai S X1 dan S X 2 . Pengujian
kecocokan 2 data dapat dituliskan sebagai berikut:
S X S X , maka kedua data dikatakan cocok.
1
2
Data pengukuran yang dikatakan saling cocok apabila ada range (daerah jangkauan)
pengukuran yang saling overlaping (tumpang tindih) atara kedua data. Jangkauan data satu
masuk pada jangkauan data yang lainganya maka kedua data itu saling cocok. Apabila data
yang dicocokan adalah data hasil pengukuran dan nilai standar yang berlaku maka
nilaistandar akan berada didalam range data hasil pengukuran. Gambar berikut menunjukan
daeah yang saling overlaping .
S x2
S x2
X1
X2
SX
Nilai
standar
X
Gambar 10: (a) Range pengukuran yang saling overlaping. (b) Nilai standar yang
berada pada range nilai X
Dua data pengukuran massa jenis air yang dilakukan mahasiwa A dan B yang sudah
disampaikan sebelumnya dapat digunakan sebagai contoh pengujian kecocokan data. Nilai δ
sudah dihitung sama dengan 0,02, sedangkan nilai SX1 S X 2 0,04 0,03 0,07 . Nilai
S X S X sehingga kedua hasil pengukuran mahasiswa A dan mahasiswa B dapat
1
2
dikatakan cocok.
C. Perhitungan rata-rata berbobot
Sama halnya dengan rata-rata pada pengukuran berulang, rata-rata berbobot dilakukan
apabila nilai besaran yang dirata-rata merupakan besaran yang sama. Sebagai contoh
pengukuran massa benda x yang dilakukan terpisah oleh beberapa mahasiswa. Hasil
pengukuran massa oleh beberapa mahasiswa dapat dirata-rata berbobot. Besaran yang tidak
sama tidak dapat dilakukan rata-rata berbobot. Misalnya pengukuran volume benda oleh
mahasiswa A dan suhu benda oleh mahasiswa B. kedua hasil ukur mahasiswa A dan B
dalam hal ini tidak bisa dirata-rata.
Sebelum rata-rata berbobot dilakukan terlebih dahulu data diuji kecocokanya. Apabila
data sudah saling cocok maka data dapat dirata-rata berbobot. Saat pengujian kecocokan
dilakukan dengan cermat untuk mengetahui pasangan data yang tidak cocok. Jika ada data
yang saling tidak cocok maka data tidak diikutkan dalam rata-rata berbobot. Pengujian
kecocokan data dilakukan sepasang demi sepasang.
Pengukuran massa jenis air
yang telah disampaikan sebelumnya sudah dilakukan
pengujian kecocokan data. Hasil pengujian diperoleh kedua hasil pengukuran massa jenis
yang dilakukan mahasiswa A dan B saling cocok, sehingga kedua data ini dapat dilakukan
perhitungan rata-rata berbobot.
Rata-rata berbobot dari besaran yand diukur dapat dilakukan dengan perhitungan sebagai
berikut:
X
X A XB
2
S A2
SB
1
S A2
(3.1)
1
SB2
dengan X adalah hasil rata-rata terbaik, XA adalah hasil pengukuran terbaik dari besaran A,
SA adalah ketidakpastian hasil pengukuran besaran A, XB adalah hasil pengukuran terbaik dari
besaran B, SB adalah ketidakpastian hasil pengukuran besaran B.
Nilai
1
2
SA
1
dan
S B2
didefinisikan sebagai faktor bobot yang disimbulkan wA sebagai faktor
bobot dari hasil pengukuran besaran A. Rumus 3.1 dapat diganti dengan bentuk sebagai
berikut:
X
wA X A wB X B
wA wB
(3.2)
Apabila data pengukuran diperoleh seperti berikut: X1 ± S1, X2 ± S2, X3 ± S3,…., Xn ± SN,
maka nilai hasil ukur terbaiknya dapat dituliskan sebagai berikut:
X
w1 X1 w2 X2 w3 X3 ... wN X N
w1 w2 w3 ... wN
w X
n
X
i 1
N
i
w
i 1
i
3.3
i
Rumus 3.3 merupakan perhitungan rata-rata berbobot untuk data hasil pengukuran
sebanyak N data. Perlu diingat kembali bahwa sebelum data hasil pengukuran dirata-rata
berbobot terlebih dahulu data diuji kecocokannya sepasang demi sepasang.
Ketidakpastian
berikut:
dari rata rata berbobot dapat dihitung dengan persamaan sebagai
S X ( wi )
1
2
Atau
SX
1
wi
Tabel 1: Hasil pengukuran arus (i) dari kumparan yang diberi medan magnet berubah-ubah
No
1
2
3
4
I ± SXi
0.0095 ± 0.0095
0.011 ± 0.011
0.01 ± 0.01
0.0115 ± 0.0115
5
0.0095 ± 0.0095
6
0.01 ± 0.01
7
8
0.011 ± 0.0125
0.0125 ± 0.0125
9
0.013 ± 0.013
10
0.008 ± 0.008
Data yang berada pada tabel 1 dapat dihitung nilai rata-ratanya. Langkah pertama
adalah memastikan data pada table 1 saling cocok. Berikutnya dilakukan perhitungan ratarata berbobot. Data yang dirata-rata hanya data yang saling cocok. Berikut ini pengujian
apakah data pada tabel 1 saling cocok atau tidak dilanjutkan perhitungan rata-rata berbobot:
Tabel 2: Uji diskripansi
1
2
3
4
SX1+SX2
SX1+SX3
SX1+SX4
0.0205
0.0195
0.021
x1-x2
x1-x3
x1-x4
-0.0015
-0.0005
-0.002
cocok
cocok
cocok
SX1+SX5
0.019
x1-x5
0
cocok
5
SX1+SX6
0.0195
x1-x6
-0.0005
cocok
6
SX1+SX7
SX1+SX8
0.022
0.022
x1-x7
x1-x8
-0.0015
-0.003
cocok
cocok
7
8
SX1+SX9
0.0225
x1-x9
-0.0035
cocok
9
SX1+SX10
0.0175
x1-x10
0.0015
cocok
10
SX2+SX3
0.021
x2-x3
0.001
cocok
1
SX2+SX4
0.0225
x2-x4
-0.0005
cocok
12
SX2+SX5
0.0205
x2-x5
0.0015
cocok
13
SX2+SX6
0.021
x2-x6
0.001
cocok
14
SX2+SX7
0.0235
x2-x7
0
cocok
15
SX2+SX8
0.0235
x2-x8
-0.0015
cocok
16
SX2+SX9
0.024
x2-x9
-0.002
cocok
17
SX2+SX10
0.019
x2-x10
0.003
cocok
18
SX3+SX4
0.0215
x3-x4
-0.0015
cocok
19
SX3+SX5
SX3+SX6
0.0195
0.02
x3-x5
x3-x6
0.0005
0
cocok
cocok
20
21
SX3+SX7
0.0225
x3-x7
-0.001
cocok
22
SX3+SX8
0.0225
x3-x8
-0.0025
cocok
23
SX3+SX9
0.023
x3-x9
-0.003
cocok
24
SX3+SX10
0.018
x3-x10
0.002
cocok
25
SX4+SX5
0.021
x4-x5
0.002
cocok
26
SX4+SX6
0.0215
x4-x6
0.0015
cocok
27
SX4+SX7
0.024
x4-x7
0.0005
cocok
28
SX4+SX8
0.024
x4-x8
-0.001
cocok
29
SX4+SX9
0.0245
x4-x9
-0.0015
cocok
30
SX4+SX10
0.0195
x4-x10
0.0035
cocok
31
SX5+SX6
0.0195
x5-x6
-0.0005
cocok
32
SX5+SX7
SX5+SX8
0.022
0.022
x5-x7
x5-x8
-0.0015
-0.003
cocok
cocok
33
34
SX5+SX9
0.0225
x5-x9
-0.0035
cocok
35
SX5+SX10
0.0175
x5-x10
0.0015
cocok
36
SX6+SX7
0.0225
x6-x7
-0.001
cocok
37
SX6+SX8
0.0225
x6-x8
-0.0025
cocok
38
SX6+SX9
0.023
x6-x9
-0.003
cocok
39
SX6+SX10
Sx7+Sx8
0.018
0.025
x6-x10
x7-x8
0.002
-0.0015
cocok
cocok
40
41
SX7+SX9
0.0255
x7-x9
-0.002
cocok
42
SX7+SX10
0.0205
x7-x10
0.003
cocok
43
SX8+SX9
0.0255
x8-x9
-0.0005
cocok
44
SX8+SX10
SX9+SX10
0.0205
0.021
x8-x10
x9-x10
0.0045
0.005
cocok
cocok
45
Tabel 3: perhitungan rata-rata berbobot
No
1
2
3
4
Ii
0.0095
0.011
0.01
0.0115
SXi
0.0095
0.011
0.01
0.0115
Wi
11080.332
8264.4628
10000
7561.4367
WiXi
105.2632
90.90909
100
86.95652
5
0.0095
0.0095
11080.332
105.2632
6
0.01
0.01
10000
100
7
8
0.011
0.0125
0.0125
0.0125
6400
6400
70.4
80
9
0.013
0.013
5917.1598
76.92308
10
0.008
0.008
15625
125
92328.724
940.715
∑
wi Xi
n
I i 1
wi
N
I
i 1
940 ,715
92328 ,724
I 0,01019 mA
SX
SX
wi
1
1
92328 ,724
S X 0,00329 mA
Jadi nilai hasil upengukuran adalah (I ± SI) mA = (0,010 ± 0,003) mA
Latihan soal:
Ditampilkan data percobaan sebagai berikut:
1. pengukuran hambatan diperoleh hasil ukur sebagai berikut:
No
( R SR )
1
(20,2 ± 0,3)
2
(20,1 ± 0,2)
3
(19,7 ± 0,4)
4
(20,0 ± 0,4)
5
(19,9 ± 0,3)
Hitunglah berapa nilai perkiraan terbaik dari hasil pengukuran hambatan tersebut.
2. pengukuran volume kubus terbuat dari Alumunium diperoleh hasil ukur sebagai berikut:
No
(V SV ) cm3
1
(2,002 ± 0,002)
2
(2,003 ± 0,001)
3
(2,002 ± 0,001)
4
(1,997 ± 0,002)
5
(2,002 ± 0,001)
Hitunglah berapa nilai perkiraan terbaik dari hasil pengukuran kubus tersebut.
No
( S ) g/cm3
1
(1,9 ± 0,1)
2
(1,6 ± 0,2)
3
(1,7 ± 0,2)
4
(1,9 ± 0,1)
5
(1,5 ± 0,2)
3. pengukuran massa jenis larutan garam diperoleh hasil ukur sebagai berikut:
Hitunglah berapa nilai perkiraan terbaik dari hasil pengukuran massa jenis larutan garam
tersebut.
4. pengukuran pertambahan panjang logam saat suhu dinaikan 5 0C diperoleh hasil ukur
sebagai berikut:
No
(l Sl )
1
(10,2 ± 0,3)
2
(9,8 ± 0,2)
3
(10,4 ± 0,3)
4
(10,4 ± 0,2)
5
(9,9 ± 0,1)
mm
Hitunglah berapa nilai perkiraan terbaik dari hasil pengukuran pertambahan panjang
logam tersebut tersebut.