PESAN MORAL PADA SINETRON MAHABHARATA EPISODE 51 (STUDI ANALISIS SEMIOTIKA MODEL ROLAND BARTHES).

(1)

PESAN MORAL PADA SINETRON MAHABHARATA

EPISODE 51

(Studi Analisis Semiotika Model Rolan Barthes)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Guna Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Memperoleh

Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi (S.I.Kom)

Oleh:

M. ABDUR ROSYIDIN NIM. B06212057

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

JURUSAN KOMUNIKASI

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI

2017


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

ABSTRAK

M. Abdur Rosyidin, B06212057, 2016. Pesan Moral Pada Sinetron Mahabharata Episode 51 (Studi Analisis Semiotika, Roland Barthes). Skripsi Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Dakwah dan Komunikasi Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya.

Kata Kunci : Pesan Moral, Etika Komunikasi

Masalah yang diteliti dalam skripsi ini adalah bagaimana pesan moral yang ada dalam sinetron Mahabharata episode 51. Pesan moral dalam skripsi ini fokus pada etika komunikasi. Penelitian ini di lakukan karena orang-orang sering lupa tidak menggunakan etika dalam berkomunikasinya.

Rumusan masalah pada penelitian ini adalah: (1) Bagaimana simbol – simbol pesan moral yang ada pada sinetron Mahabharata episode 51?, (2) Bagaimana makna simbol pesan moral yang ada pada sinetron Mahabharata episode 51?

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan peneliti mengenai pesan moral yang ada di dalam sinetron Mahabharata episode 51, yang berfokus pada etika komunikasi, maka dapat disimpulkan etika berkomunikasi antara lain: (1) Menjujung tinggi rasa hormat terhadap lawan bicara, (2) Jujur, (3) Menggunakan bahasa yang mudah dipahami, (4) Menghindari nada kata yang tinggi, dan (5) komunikasi yang efektif.


(7)

DAFTAR ISI

JUDUL PENELITIAN………. i

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING……….. iii

PENGESAHAN TIM PENGUJI ……… iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN……….. v

KATA PENGANTAR... vi

ABSTRAK……… viii

DAFTAR ISI……….. ix

DAFTAR TABEL………. xi

DAFTAR GAMBAR……… xii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1

B. Rumusan Masalah 3

C. Tujuan Penelitian 4

D. Manfaat Penelitian 4

E. Kajian Hasil Penelitian Terdahulu 4

F. Definisi Konsep 8

G. Kerangka Pikir 14

H. Metode Penelitian 15

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian 15 2. Unit Analisis 16

3. Jenis dan Sumber Data 16

4. Tahapan Penelitian 17

5. Teknik Pengumpulan Data 18 6. Teknik Analisis Data 18

I. Sistematika Pembahasan 20

BAB II KAJIAN TEORI A. Kajian Pustaka 22

1. Komunikasi Massa 22

1.1Pengertian Komunikasi Massa 22

1.2Televisi 24

2. Pesan Sebagai Unsur Komunikasi 33


(8)

2.2Bentuk-Bentuk Pesan 34

2.3Prinsip-prinsip Pesan 35

B. Kajian Teori 37

1. Analisis Semiotika 37

2. Pendekatan Roland Barthes 38

3. Teori Ekonomi Politik Media 41

BAB III PENYAJIAN DATA

A. Deskripsi Subjek Penelitian 43

1. Deskripsi Sinetron Mahabharata 43

2. Sinopsis Sinetron Mahabharata Episode 51 50 B. Pesan Moral pada Sinetron Mahabharata Episode 51 52 1. Simbol-Simbol Pesan Moral Sinetron Mahabharata Episode 51 54 2. Makna Pesan Moral Sinetron Mahabharata Episode 51 58 BAB IV ANALISIS DATA

A. Temuan Penelitian 70

B. Konfirmasi Temuan dengan Teori 73

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan 80

B. Rekomendasi 81

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1……….. 5

Tabel 1.2……….. 6

Tabel 3.1……….. 54

Tabel 3.2……….. 55

Tabel 3.3……….. 56

Tabel 3.4……….. 56

Tabel 3.5……….. 57

Tabel 3.6 ………. 58

Tabel 3.7 ………. 60

Tabel 3.8 ………... 62

Tabel 3.9 ………... 63

Tabel 3.10 ………... 65

Tabel 3.11 ………... 66


(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1……….. 44

Gambar 2.2……….. 45

Gambar 2.3……….. 45

Gambar 2.4……….. 45

Gambar 2.5……….. 46

Gambar 2.6………..………… 46

Gambar 2.7……….. 46

Gambar 2.8………. 47

Gambar 2.9………. 47

Gambar 2.10………... 47

Gambar 2.11………..….. 57

Gambar 2.12……… 48

Gambar 2.13……….48

Gambar 2.14……….………48

Gambar 2.15………..……….. 49

Gambar 3.1………..……… 54

Gambar 3.2………..……….55

Gambar 3.3………..……… 56

Gambar 3.4……….………. 56

Gambar 3.5……….. 57

Gambar 3.6 ……….… 58

Gambar 3.7 ……….… 60

Gambar 3.8 ………..…... 62

Gambar 3.9 ………. 63

Gambar 3.10 ……….…………. .65

Gambar 3.11……….………67


(11)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Komunikasi massa pada dasarnya merupakan suatu bentuk komunikasi dengan melibatkan khalayak luas yang biasanya menggunakan teknologi media massa, seperti surat kabar, majalah, radio, televisi, dan film.1

Pada tahun 1928, seorang asal Amerika Serikat menemukan tabung kamera atau iconscope yang dapat menangkap dan mengirim gambar ke kotak yang bernama televisi. Vladimir Zworkyn dengan bantuan Philo Farnsworth berhasil menciptakan pesawat televisi pertama yang dipertunjukkan kepada umum.2 Dalam perkembangan televisi, ialah

ketatnya peraturan pemberian izin yang dilakukan pihak penguasa.

Televisi merupakan sistem elektronik yang mengirimkan gambar diam dan gambar hidup bersama suara melalui kabel atau ruang. Sistem ini menggunakan peralatan yang mengubah cahaya dan suara ke dalam gelombang elektronik dan mengkonversinya kembali ke dalam cahaya yang dapat dilihat dan suaranya dapat didengar.

1 Pawito, peneltian Komunikasi Kualitatif, (Yogyakarta : PT. Lks Pelangi Aksara,2007),

hlm.16.

2 Morissan, Manajemen Media Penyiaran: Strategi Mengelola Radio & Televisi (Jakarta:


(12)

2

Televisi adalah sebuah media telekomunikasi terkenal yang digunakan untuk memancarkan dan menerima siaran gambar bergerak, baik itu yang monokrom (“hitam putih”) maupun warna, biasanya dilengkapi oleh suara. Penemuan televisi disejajarkan dengan penemuan roda, karena penemuan ini mampu mengubah peradaban dunia.

Salah satu program yang banyak diminati audiens ialah program hiburan, sehingga tidak mengherankan jika program hiburan selalu menjadi hal utama bagi stasiun televisi swasta. Banyak jenis program hiburan yang disajikan oleh media pertelevisian seperti program kuis, film, dan sinetron yang banyak digemari audiens. Mayoritas masyarakat Indonesia menyukai sinetron dari sekian macam program yang ada di televisi.

Sinetron merupakan penggabungan dan pemendekan dari kata sinema dan elektronika.3 Elektronika di sini tidak semata mengacu pada

pita kaset yang proses perekamannya berdasar pada kaidah-kaidah elektronik. Elektronika dalam sinetron itu lebih mengacu pada mediumnya, yaitu televisi atau visual, yang merupakan medium elektronik selain siaran radio.

Sinetron sekarang menjadi tayangan lokal yang menjadi primadona. Terlepas dari isi pesan dan penggarapan yang kurang baik, program ini berhasil memikat pemirsa dan mencetak rating yang rata-rata memuaskan.

3http://www.definisi-pengertian.com/2015/05/definisi-atau-pengertian-sinetron.html di


(13)

3

Maka tidak heran jika jumlah produksi sinetron semakin meningkat. Sebagai hasil produksi industri, kehadiran sinetron memang mengalami banyak tantangan sebagai produk hiburan. Sinetron mendapat popularitas melalui rating. Namun begitu, kepopulerannya telah menimbulkan dampak dari penayangannya.

Salah satu sinetron yang menarik untuk diamati adalah sinetron Mahabharata. Sinetron yang berjudul Mahabharata adalah film karya sutradara yang handal. Sinetron Mahabharata menggambarkan dua sisi yang selalu ada dalam jiwa manusia, yaitu kebaikan dan kejahatan. Dari film Mahabharata, penonton film dapat mengambil sebuah pelajaran atau hikmahnya. Bahwa setiap manusia itu memiliki dua sisi yang saling bertentangan. Kadang ada manusia yang baik dan ada juga manusia yang jahat. Itu tergantung pada individu atau manusia itu sendiri, bagaimana individu tersebut bisa menahan atau menggerakkan jiwanya.

B. Rumusan Masalah

Di dalam sinetron Mahabharata dapat dilihat bahwa banyak sekali pesan moral yang ada didalam setiap episodenya. Maka fokus penelitian pada penelitian ini sebagai berikut :

1. Bagaimana simbol-simbol pesan moral yang ada pada sinetron Mahabharata episode 51?

2. Bagaimana makna pesan moral yang ada pada sinetron Mahabharata episode 51?


(14)

4

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian konteks dan fokus penelitian diatas, maka tujuan penelitian dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui simbol-simbol pesan moral yang ada pada sinetron Mahabharata episode 51.

2. Untuk memahami dan mendeskripsikan pesan moral yang ada pada sinetron Mahabharata melalui pemaknaan dibalik penggunaan teks atau bahasa dalam sinetron tersebut.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap perkembangan ilmu komunikasi, khususnya komunikasi massa.

2. Manfaat praktis

Penelitian ini dapat dijadikan referensi bagi peneliti lain yang akan melakukan penelitian mengenai nilai-nilai komunikasi Islam dalam sebuah sinetron.

E. Kajian Hasil Penelitian Terdahulu

Dalam penelitian ini penulis merujuk pada hasil penelitian terdahulu yang membahas tentang analisis semiotik pada sebuah film, yaitu :


(15)

5

Tabel 1.1 Nama peneliti Lidya Ivana Rawung

Jenis karya Jurnal

Judul penelitian Analisis semiotika pada film Laskar Pelangi Metode penelitian Kualitatif

Hasil penelitian Lewat makna pesan dalam film Laskar Pelangi peneliti bisa mengetahui bahwa sebagai generasi penerus bangsa kita harus terus belajar, jangan pernah menyerah dan kalah dengan kesulitan dan sebagai pendidik milikilah karakter yang mau mengabdi untuk bangsa Indonesia. Jangan pengabdian diukur karena materi saja. Serta bagi masyarakat Indonesia harus bisa memilih film mana yang pantas ditonton dan yang tidak. Untuk produser, sutradara dan rumah produksi film buatlah film yang mencerdaskan kehidupan anak bangsa, agar bangsa kita memiliki generasi penerus yang luar biasa.

Persamaan Penelitian ini menggunakan metode analisis semiotik untuk mengetahui pesan moral pada film yang diteliti.

Perbedaan Penelitian terdahulu mencari pesan moral yang berhubungan dengan nilai pendidikan,


(16)

6

sedangkan penelitian ini mencari pesan moral yang berhubungan dengan etika komunikasi.

Dalam penelitian ini peneliti merujuk pada penelitian terdahulu yang membahas tentang analisis semiotik pada sebuah film, yaitu : “ Analisis semiotika pada film laskar pelangi” oleh Lidya Ivana Rawung oleh mahasiswa (S1) Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sam Ratulangi. Akan tetapi ada perbedaan yaitu pada subjek penelitian. Penelitian terdahulu berfokus pada pesan moral yang berhubungan dengan nilai pendidikan, sedangkan penelitian ini berfokus pada pesan moral yang berhubungan dengan etika komunikasi. Adapun persamaan dari penelitian ini adalah menggunakan metode analisis semiotik untuk mengetahui pesan moral pada film yang diteliti.

Tabel 1.2 Nama peneliti Dimas Suryo Prayogo Jenis karya Skripsi

Judul penelitian Analisis semiotik pada film Jakarta Maghrib Metode penelitian Deskriptif kualitatif

Hasil penelitian Hasil penelitian menunjukkan bahwa film Jakarta Maghrib menggambarkan realitas sosial, yaitu gambaran yang sebenarnya terjadi di masyarakat diangkat dalam sebuah film. Jakarta tak lebih dari kota yang padat dan


(17)

7

mencemaskan. Film Jakarta Maghrib menceritakan mitos-mitos tentang maghrib, aktifitas warga Jakarta menjelang maghrib, serta sifat individualistis warga Jakarta. Film ini menjelaskan bahwa Maghrib saat ini bukan lagi persoalan religius semata. Bagi masyarakat Jakarta, Maghrib sudah menjadi persoalan sosio-kultur dan penanda sosial.

Persamaan Penelitian ini menggunakan analisis semiotik untuk mengetahui makna religius dalam film Jakarta Maghrib.

Perbedaan Penelitian terdahulu menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif sedangkan peneltian ini menggunakan analisis isi untuk mengetahui pesan moral (etika komunikasi) pada film.

Dan selanjutnya peneliti merujuk pada hasil penelitian terdahulu yang berjudul : “ Analisis semiotik pada film Jakarta Maghrib” oleh Dimas Suryo Prayogo tahun 2012 Universitas Sahid Jakarta. Akan tetapi perbedaannya terletak pada metode penelitiannya. Penelitian terdahulu menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif sedangkan penelitian ini menggunakan analisis isi untuk mengetahui pesan moral (etika


(18)

8

komunikasi) pada film. Adapun persamaan dari penelitian ini, yaitu menggunakan analisis semiotik untuk mengetahui pesan moral pada film.

F. Definisi Konsep 1. Pesan moral

Perkataan moral berasal dari bahasa latin Mores. Mores berasal dari kata Mos yang berarti kesusilaan, tabiat, atau kelakuan. Moral dengan demikian dapat diartikan ajaran kesusilaan. Moralitas berarti hal mengenai ethos dan ethikos yang berarti kesusilaan, perasaan batin, kecenderungan untuk melakukan sesuatu perbuatan.4

Pengertian moral dari Merriam-webster pun cukup sederhana, yaitu mengenai atau berhubungan dengan apa yang benar dan salah dalam perilaku manusia, dianggap benar dan baik oleh kebanyakan orang, sesuai dengan standar perilaku yang tepat pada kelompok atau masyarakat tersebut.

Moral begitu penting dalam berkomunikasi, supaya komunikasi bisa berjalan dengan baik dan pesan bisa dengan mudah tersampaikan. Etika komunikasi merupakan suatu rangkuman istilah yang mempunyai pengertian tersendiri, yakni : nilai, norma, atau ukuran tingkah laku yang baik dalam kegiatan komunikasi di dalam masyarakat. Dalam pergaulan dan


(19)

9

kehidupan bermasyarakat, antara etika dan komunikasi merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Dimanapun orang berkomunikasi, selalu memerlukan pertimbangan etis, agar lawan bicara dapat menerima dengan baik.5

2. Sinetron

Sinetron merupakan penggabungan dan pemendekan dari kata sinema dan elektronika. Elektronika di sini tidak semata mengacu pada pita kaset yang proses perekamannya berdasar pada kaidah-kaidah elektronik. Elektronika dalam sinetron itu lebih mengacu pada mediumnya, yaitu televisi atau visual, yang merupakan medium elektronik selain siaran radio.

Sinetron disebut juga sama dengan televisi play atau teledrama, atau sama dengan sandiwara televisi. Inti persamaannya adalah sama-sama ditayangkan di media audio visual yang disebut dengan televisi. Oleh sebab itu sinetron dalam penerapannya tidak jauh berbeda dengan film layar putih (layar lebar).6

Sinetron Mahabharata menceritakan kehidupan dari Prabu Santanu atau Sentanu (Çantanu). Prabu Santanu sendiri adalah seorang raja yang berketurunan keluarga Kuru yang menjadi raja di kerajaan Barata. Prabu Santanu mempunyai permaisuri bernama Dewi Gangga, dan berputra Bisma.

5 Suranto AW, Komunikasi Interpersonal, (Yogyakarta : Graha Ilmu,2011), hlm.135-136. 6 Fred Wibowo, Teknik Produksi Program Televisi (Pinus Book Publisher, 1997), hal.


(20)

10

Pada suatu hari, Prabu Santanu jatuh cinta pada seorang anak nelayan yang bernamaSetyawati. Namun, ayahanda dari Setyawati hanya mau memberikan putrinya jika Prabu Santanu mau menobatkan anak dari Setyawati sebagai putra mahkota pewaris tahta dan bukannya Bisma. Karena syarat yang begitu berat ini Prabu Santanu terus bersedih. Melihat hal tersebut, Bisma pun merelakan haknya atas tahta di Barata untuk putra yang kelak lahir dari Setyawati. Bahkan, Bisma berjanji untuk tidak menuntut itu kapan pun dan Bisma juga berjanji untuk tidak menikah agar kelak tidak mendapat anak untuk mewarisi tahta dari Prabu Santanu.

Perkawinan Prabu Santanu dan Setyawati melahirkan dua

orang putra yang masing-masing

bernama Citranggada dan Wicitrawirya. Namun kedua putranya ini meninggal dalam pertempuran tanpa meninggalkan keturunan. Karena takut punah keturunan raja, Setyawati pun memohon kepada Bisma agar menikahi mantan menantunya yang di tinggal mati oleh Wicitrawirya, masing-masing Ambika dan Ambalika. Namun permintaan ini di tolak mentah-mentah oleh Bisma mengingat sumpah untuk tidak menikah.

Pada akhirnya Setyawati meminta kepada Wiyasa, anaknya dari perkawinan yang lain untuk menikah dengan Ambika dan


(21)

11

Ambalika. Perkawinan dengan Ambika melahirkan Destarasta, lalu perkawinan dengan Ambalika melahirkan Pandu.

Destarasta menikah dengan Gandari dan melahirkan seratus orang anak, sedangkan Pandu menikahi Kunti dan Madrim tapi tidak mendapatkan anak. Nanti ketika Kunti dan Madrim kawin dengan dewa-dewa, Kunti melahirkan 3 orang anak masing-masingdengan dewaDarma lahirlah Yudistira,dengan dewaBayu l ahir Werkodara atau Bima dandengan dewaIndra lahirlah Arjuna. Sedangkan Madri yang menikah dengan dewa kembar Acwin melahirkan anak kembar yang bernama Nakula dan Sadewa.

Selanjutnya, keturunan-keturunan itu di bagi menjadi dua yakni keturunan Destarasta di sebut dengan kaum Kurawa, sedangkan keturunan Pandu di sebut dengan kaum Pandawa. Sebenarnya Destarasta berhak mewarisi tahta ayahnya, tapi karena Destarasta buta sejak lahir, maka tahta tersebut kemudian di berikan kepada Pandu. Hal inilah yang pada kemudian hari menjadi sumber bencana antara kaum Pandawa dan Kurawa dalam memperebutkan tahta sampai berlarut-larut. Hingga pada akhirnya pecah sebuah perang Dahsyat yang di sebut sebagai Baratayuda yang berarti peperangan memperebutkan kerajaan Barata.

Peperangan diawali dengan aksi judi, di mana kaum Pandawa kalah. Kekalahan ini membuat kaum Pandawa harus mengembara di hutan selama dua belas tahun. Setelah itu, pada


(22)

12

tahun ke-13 sesuai perjanjian dengan Kurawa, para Pandawa harus menyembunyikan diri di tempat-tempat tertentu. Namun para Pandawa memutuskan untuk bersembunyi di istana Raja Matsyapati. Pada tahun berikutnya, para Pandawa menampakkan diri mereka di muka umum lalu menuntut hak mereka kepada Kurawa. Namun, tuntutan mereka tidak di penuhi oleh kaum Kurawa hingga perang 18 hari yang menyebabkan lenyap nya kaum Kurawa. Dengan demikian, kaum Pandawa dengan leluasa mengambil alih kekuasaan di kerajaan Barata.

3. Simbol pesan

Pesan juga sering disebut sebagai informasi. Pengertian dari pesan atau informasi dapat diartikan sebagai inti dari komunikasi, dimana sebuah pesan akan berkaitan dengan apa yang dikomunikasikan. Dalam suatu proses komunikasi, pihak-pihak yang terlibat dalam komunikasi akan memanfaatkan ataupun berbagi pesan.

Pesan dapat dikirim kepada seseorang dan dapat juga dikirimkan kepada sekelompok ataupun masyarakat luas. Pesan dapat dikatakan sebagai materi atau bentuk fisik dari ide yang disampaikan kepada komunikan. Dari pesan yang dikirimkan komunikator, biasanya menghendaki reaksi dan umpan balik dari komunikan. Pesan pada dasarnya mempunyai tiga komponen utama, yaitu :


(23)

13

1. Makna

2. Simbol yang digunakan untuk menyampaikan makna 3. Bentuk atau organisasi pesan

Simbol terpenting adalah kata-kata (bahasa), yang dapat mempresentasikan objek (benda), gagasan dan perasaan, baik ucapan ataupun tulisan. Dengan kata-kata, maka memungkinkan kita berbagi fikiran dengan orang lain.

4. Makna pesan

Suatu pesan mempunyai makna yang berbeda antara satu individu dengan individu yang lain. Karena makna pesan berkaitan dengan masalah penafsiran yang menerimanya. Makna muncul dari hubungan khusus antara kata dan manusia. Makna tidak melekat pada kata-kata, namun kata-kata membangkitkan makna dalam fikiran orang. Jadi, tidak ada hubungan langsung antara suatu objek dan simbol yang digunakan untuk mempresentasikannya.

Menurut Fiske, makna muncul ketika sebuah tanda (kata, tulisan, simbol, isyarat) yang mengacu pada suatu objek (biasanya mengacu pada benda, idea tau konsep) dipakai oleh pengguna tanda, saat itulah terjadi proses pembentukkan makna didalam benak si pemakai.


(24)

14

G. Kerangka Pikir Penelitian

Signifier (penanda)

Signified (petanda) Denotative sign (tanda

denotative) Connotative signifier

(penanda konotatif)

Connotative signified (petanda konotatif) Connotative sign (tanda konotatif)

Sinetron merupakan media komunikasi massa yang sangat berpengaruh terhadap perilaku manusia yang menontonnya. Dalam penelitian ini, peneliti akan menganalisis sinetron Mahabharata dengan

Komunikasi Massa

Analisis Semiotik Roland

Barthes

Pesan moral Sinetron


(25)

15

pendekatan analisis semiotik Roland Barthes untuk mengetahui bagaimana pesan moral (etika komunikasi) yang ada pada sinetron Mahabharata. Dengan pendekatan ini, penulis akan mengamati tanda atau bahasa yang digunakan dalam percakapan antar tokoh pada sinetron Mahabharata.

H. Metode Penelitian

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini, penulis akan menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan Roland Barthes. Dalam penelitian ini untuk jenisnya, penulis akan menggunakan penelitian analisis isi dengan model analisis semiotik Ronald Barthes. Analisis isi digunakan untuk memperoleh keterangan dari isi komunikasi yang disampaikan dalam bentuk lambang dan bahasa atau teks. Penelitian yang menggunakan analisis isi umumnya melalui tahap-tahap : (1) perumusan masalah, (2) perumusan hipotesis, (3) penarikan sampel, (4) pembuatan alat ukur atau koding, (5) pengumpulan data, (6) analisis data.7 Semiotik bertujuan untuk mengetahui makna-makna

yang terkandung dalam sebuah tanda atau menafsirkan makna tersebut sehingga diketahui bagaimana komunikator mengkonstruksi pesan. Konsep pemaknaan ini tidak terlepas dari perspektif atau nilai-nilai ideologis tertentu serta konsep kultural yang menjadi ranah pemikiran masyarakat di mana simbol tersebut diciptakan. Roland Barthes

7 Drs. Jalaluddin Rakhmat, Metode Penelitian Komunikasi, (Bandung : PT. Remaja


(26)

16

berpendapat bahasa adalah sebuah system tanda yang mencerminkan asumsi-asumsi dari suatu masyarakat tertentu dalam waktu tertentu.8

2. Objek Penelitian dan Unit Analisis

Objek penelitian ini adalah sinetron Mahabharata. Sedangkan unit analisis penelitian ini adalah pesan moral yang difokuskan pada etika komunikasi yang ada pada sinetron Mahabharata.

3. Jenis dan Sumber Data

Pada penelitian ini , ada dua macam jenis data yang digunakan oleh penulis untuk mendukung penelitian ini, di antaranya adalah sebagai berikut:

1) Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh dari sumber data utama di lapangan. Dalam penelitian ini, data primer berupa data utama berupa dialog, tanda dan

narasi yang menggambarkan atau mengandung pesan moral (etika komunikasi) pada sinetron Mahabharata.

2) Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari perantara atau sumber kedua. Dalam penelitian ini data sekunder diperoleh dari literature-literatur yang mendukung data primer, seperti kamus, buku-buku yang berhubungan dengan penelitian, internet, catatan


(27)

17

kuliah, penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penelitian penulis, dan sebagainya.

4. Tahapan Penelitian

Tahapan-tahapan yang dilakukan penulis dalam penelitian analisis semiotic ini, antara lain :

a. Mencari topik yang menarik.

b. Sebelum menentukan judul penelitian, point pertama yang dilakukan peneliti adalah mengidentifikasi topik. penelitian Dalam hal ini peneliti mencoba mengeksplorasi topik yang peneliti anggap menarik. Topik yang bagus akan melahirkan masalah yang baik pula dan tentunya memunculkan judul yang menarik.

c. Merumuskan masalah. d. Merumuskan manfaat .

Manfaat dirumuskan berdasarkan dua pandangan, yakni pandangan teoritis dan praktis. Manfaat teoritis pada penelitian ini diharapkan berguna bagi pengembangan studi media khususnya mengenai sinetron sebagai media komunikasi. Sedangkan, manfaat praktis penelitian ini dapat dijadikan referensi bagi peneliti lain yang akan melakukan penelitian mengenai pesan moral (etika komunikasi) pada sinetron dengan menggunakan analisis semiotik.


(28)

18

e. Menentukan metode penelitian

Pada tahap ini penulis memutuskan metode yang sesuai dengan fenomena yang akan dikaji. Pada penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian analisis semiotik. Dikarenakan tujuan dari penulis adalah untuk mengetahui makna bahasa atau tanda komunikasi pada sinetron Mahabharata.

f. Menganalisis data g. Menarik kesimpulan.

5. Teknik Pengumpulan Data

Penulis akan menggunakan teknik pengumpulan data dengan cara dokumentasi, yaitu pengumpulan atau pencarian data yang berkaitan dengan sinetron Mahabharata melalui sinetron, buku, dan internet.

6. Teknik Analisis Data

Analisis data pada penelitian ini menggunakan analisis semiotik. Analisis semiotik merupakan penelitian yang bersifat pembahasan mendalam tentang sistem tanda atau isi suatu informasi tertulis atau tercetak dalam media massa.


(29)

19

Analisis semiotik dapat digunakan untuk menganalisis segala bentuk komunikasi Baik surat kabar, berita radio, iklan televisi maupun semua bahan-bahan dokumentasi yang lain.9

Pada penelitian ini, penulis menggunakan analisis semiotik model Ronald Barthes. Ronald Barthes menciptakan peta tentang peta bagaimana tanda bekerja (Coble dan Jansz, 1999):10

1. Signifier (penanda)

2. Signified (petanda) 3. Denotative sign (tanda

denotative)

4. Connotative signifier (penanda konotatif)

5. Connotative signified (petanda konotatif) 6. Connotative sign (tanda konotatif)

9https://mandala991.wordpress.com/2012/06/11/analisis-semiotik-mitos-roland-barthes/

diakses September 2015.


(30)

20

I. Sistematika Pembahasan

Dalam pembahasan suatu penelitian diperlukan sistematika pembahasan yang bertujuan untuk memudahkan penelitian, langkah-langkah pembahasan sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini terdiri dari sepuluh sub-bab antara lain: Konteks Penelitian, Fokus Penelitian, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Kajian Hasil Penelitian Terdahulu, Definisi Konsep, Kerangka Pikir Penelitian, Metode Penelitian, Sistematika Pembahasan, dan Jadwal Penelitian.

BAB II KAJIAN TEORITIS

Pada bab ini terdiri dari dua sub-bab, yakni Kajian Pustaka (beberapa referensi yang digunakan untuk menelaah objek kajian), dan Kajian Teori (teori yang digunakan untuk menganalisis masalah penelitian).

BAB III PENYAJIAN DATA

Pada bab ini terdiri dari dua sub bab, yakni Deskripsi Subyek Penelitian, dan Deskripsi Data Penelitian.

BAB IV ANALISIS DATA

Pada bab ini terdiri dari dua sub bab, yakni Temuan Penelitian, bagaimana data yang ada itu digali dan ditemukan beberapa hal yang mendukug penelitian, dan


(31)

21

Konfirmasi Temuan dengan Teori, dimana temuan penelitian tadi dikaji dengan teori yang ada.

BAB V PENUTUP

Pada bab ini terdiri dari Simpulan dan Rekomendasi, yang menjelskan hasil simpulan dari data yang dipaparkan dan rekomendasi hasil penelitian itu dapat dipraktikkan terhadap situasi tertentu.


(32)

BAB II

KAJIAN TEORITIS

A. Kajian Pustaka

1. Komunikasi Massa

1.1Pengertian Komunikasi Massa dan Fungsinya

Istilah komunikasi diambil dari bahasa Yunani, yaitu

common” yang diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris menjadi

shared by all alike”. Itulah sebabnya, komunikasi pada prinsipnya

harus bersifat dua arah dalam pertukaran pikiran dan informasi menuju pada terbentuknya pengertian bersama.

Sedangkan komunikasi massa adalah berkomunikasi dengan massa. Massa di sini dimaksudkan sebagai para penerima pesan yang memiliki status sosial dan ekonomi yang heterogen satu sama lainnya. Ciri-ciri massa yaitu (1) jumlahnya besar, (2) antara individu, tidak ada hubungan atau organisatoris, dan (3) memiliki latar belakang yang berbeda11. Menurut Schramm, komunikasi massa adalah proses penciptaan makna bersama antara media massa dan khalayaknya. Dalam model komunikasi massa Schramm, umpak balik digambarkan dalam sebuah garis putus-putus yang di beri label umpan balik referensial yang terlambat. Umpan balik ini bersifat tidak langsung daripada langsung12.

11 Rusdi Muchtar, Televisi dan Masyarakat, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1996), hal.16. 12 Stanley J. Baran, Pengantar Komunikasi Massa, (Jakarta: Erlangga, 2012), hal. 7.


(33)

23

Menurut Sean MacBride, ada beberapa fungsi dari komunikasi massa, antara lain :

a. Informasi

Pengumpulan, penyimpanan, pemrosesan, penyebaran berita, data, gambar, fakta, dan pesan, opini dan komentar yang dibutuhkan agar orang dapat mengerti dan bereaksi secara jelas terhadap kondisi internasional, lingkungan, dan orang lain, dan agar dapat mengambil keputusan yang tepat.

b. Sosialisasi

Penyediaan sumber ilmu pengetahuan yang memungkinkan orang bersikap dan bertindak sebagai anggota masyarakat yang efektif yang menyebabkan ia sadar akan fungsi sosialnya sehingga ia dapat aktif di dalam masyarakat.

c. Motivasi

Menjelaskan tujuan setiap masyarakat jangka pendek maupun panjang, mendorong orang menentukan pilihan dan keinginannya, mendorong kegiatan individu dan kelompok berdasarkan tujuan bersama.

d. Perdebatan dan diskusi

Menyediakan dan saling bertukar fakta yang diperlukan untuk memungkinkan persetujuan atau menyelesaikan perbedaan pendapat mengenai masalah publik.


(34)

24

e. Pendidikan

Pengalihan ilmu pengetahuan sehingga mendorong perkembangan intelektual, pembentukkan watak, dan pendidikan keterampilan serta kemahiran yang di perlukan pada semua bidang kehidupan.

f. Memajukan kebudayaan

Penyebarluasan sinyal, simbol, suara, dan citra dari drama, tari, kesenian, dan sebagainya untuk rekreasi dan kesenangan kelompok dan individu.

g. Integrasi

Menyediakan bagi bangsa, kelompok, dan individu kesempatan memperoleh berbagai pesan yang diperlukan mereka, agar mereka dapat saling kenal dan mengerti dan menghargai kondisi, pandangan, dan keinginan orang lain13.

1.2Televisi

a. Televisi Sebagai Media Komunikasi Massa

Televisi merupakan alat penemuan yang termudah dan terakhir, yang baru mulai berkembang setelah peraang dunia II dan sebagai alat komunikasi massa dan merupakan penggabungan antara radio dan film, sebab televisi dapat meneruskan suatu peristiwa dalam bentuk gambar yang hidup

13 Onong Uchjana Effendy, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, (Bandung: PT Remaja


(35)

25

dan bersuara dan kadang-kadang berwarna atau dengan kata lain media televisi merupakan “audio visual”.

Menurut Roger Maxwell dalam bukunya The Living

Screem, televisi adalah sebagai satu cabang dari penyiaran

radio, ia tergantung pada penyampaian tanda-tanda dalam bentuk gelombang elektro magnetik secepat sinar. Sedangkan menurut Maurice Gorham mengatakan bahwa televisi adalah penyampaian gambar-gambar dengan kawat atau radio dan penerimanya secara simultan ditempat tertentu14.

Komunikasi massa media televisi adalah proses komunikasi antara komunikator dengan komunikan melalui sebuah sarana, yaitu televisi. Komunikasi massa media televisi bersifat periodik. Dalam komunikasi massa tersebut, lembaga penyelenggara komunikasi bukan secara perseorangan, melainkan melibatkan banyak orang dengan organisasi yang kompleks serta pembiayaan yang besar. Karena media televisi bersifat “transitory” (hanya meneruskan) maka pesan-pesan yang disampaikan melalui komunikasi massa media tersebut, hanya dapat di dengar dan dilihat secara sekilas. Pesan-pesan ditelevisi bukan hanya didengar dan dilihat secara sekilas, tetapi juga dapat dilihat dalam gambar yang bergerak15.

Televisi sebagai media massa dengan kelebihan yang di miliki, tidak lalu menjadi saingan dari media massa lainnya,

14 Yoyon Mudjiono, Ilmu Komunikasi, (Surabaya: Jaudar Press, 2012), hal.51. 15 Rusdi Muchtar, Televisi dan Masyarakat, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1996), hal.16.


(36)

26

bahkan bersama media cetak dan radio merupakan Tritunggal media massa, yang mempunyai pengaruh dan dengan sendirinya akan membentuk kekuatan besar, hanya saja sebagai akibatnya khususnya media massa televisi, merupakan suatu tantangan bagi para pengelolanya, karena harus mampu menjawab tantangan tersebut, apalagi Indonesia yang menganut kebijakan udara terbuka (Open Sky Policy), menyebabkan terjadinya “perang program siaran”, dalam arti terjadi persaingan program siaran dari berbagai stasiun penyiaran yang masuk ke kawasan suatu negara16.

b. Tayangan-Tayangan di Televisi 1. Tayangan Sensual dan Vulgar

Dampak dari media exposure (terpaan media) sangat berpengaruh kepada khalayak, oleh karena secara visual adegan-adegan dalam tayangan tertentu sangat mudah untuk ditiru dan dilakukan, dalam konteks studi komunikasi disebut Imitation (peniruan) dan pelaziman. Peniruan merupakan cara mudah bagi pemirsa untuk meniru adegan tersebut dalam realitas sosial dan pelaziman merupakan menganggap wajar adegan tayangan tersebut apabila kemudian dilakukan dalam realitas sosial.

16 Darwanto Sastro Subroto, Produksi Acara Televisi, (Yogyakarta: Duta Wacana, 1994),


(37)

27

KPI (Komisi Penyiaran Indonesi) sebagai regulator lembaga penyiaran dan isi siaran menemukan sejumlah pelanggaran pada isi tayangan program acara stasiun TV. Menurut KPI pelanggaran tersebut mencakup UU No.32 tahun 2002 tentang penyiaran, termasuk Standart Perilaku Penyiaran (SPS) dan pedoman perilaku penyiaran informasi dapat ditemukan pada laman website www.kpi.co.id.

2. Tayangan Kekerasan di Televisi

Tayangan yang menayangkan adegan berbahaya, yakni seseorang yang secara sengaja menahan besi dengan menggunakan leher sampai jarum besi tersebut menjadi bengkok. Pada segmen lain ditampilkan seseorang mengambil jarum dengan cara menjepitnya melalui kelopak mata. Program tayangan TV tersebut yang ditampilkan dalam program itu, Riples’s Believe It or Not (3/1/2011/19.57) mendapatkan teguran dari KPI (90/K/KPI/02/11).

KPI juga menemukan ada adegan yang menayangkan kekerasan berupa adegan menarik rantai besi yang diikatkan keleher seseorang dan ditarik oleh dua orang lainnya. pada program tersebut juga ditayangkan adegan membacok perut dan leher dengan golok. Program tayangan yang dalam Sinetron satria (28/12/2011/19.27) itu mendapat teguran KPI (32/K/KPI/01/12).


(38)

28

3. Tayangan Mistik di Televisi

Tidak hanya tayangan kekerasan, tetapi juga tayangan yang bermuatan unsure mistisme yang sering tampil di tayangan media massa. Seperti adanya adegan mayat bangkit dari peti mati, tampilan wajah dari tubuh yang mengerikan, praktik ritual mistik, tubuh manusia digerayangi belatung, dan adegan yang mengandung kekerasan diluar jam tayang dewasa. Adegan yang dimuat dalam program tayangan Spooky Encounter (9/5/2011/09.30) mendapat teguran KPI (409/K/KPI/05/11).

Tayangan iklan mistisme dan takhayul memliliki efek negative bagi khalayak, karena membawa ruang mempertontonkan hal-hal yang takhayul yang tidak pernah dialami individu itu sendiri menjadi sebuah kebenaran yang diangkat dalam realitas media melalui tayangan mistik. Dampaknya adalah orang akan menganggap realitas dimedia itu dapat hadir dalam kehidupan yang nyata.

4. Tayangan Iklan di Televisi

Iklan adalah pendapatan lembaga penyiaran yang paling tinggi. Meski ada kegiatan-kegiatan lain yang dapat menjadi sumber pendapat televisi, namun presentasenya jauh lebih kecil dibandingkan dengan pendapatan yang diperoleh dari slote menjual iklan.


(39)

29

Pada beberapa iklan distasiun televisi menampilkan tayangan eksploitasi tubuh sehingga mendapat peringatan tertulis seperti: iklan Pompa Air Shimizu (541/K/KPI/08/11 dan 563/K/KPI/08/11) mendapat peringatan tertulis KPI karena menayangkan adegan seorang model perempuan yang mengeksploitasi tubuh bagian dada dengan cara menggoyang-goyangkan bagian dada secara berulang-ulang.

5. Produk Jurnalistik Televisi

Berita merupakan produk jurnalistik, oleh karena itu didalamnya ada kaidah dan norma jurnalistik dalam menyiarkan berita. Apa jadinya jika sebuah produk jurnalistik kurang selektif dalam menayangkan berita. Ternyata tayangan bermuatan unsur kekerasan tidak hanya ada pada film tetapi juga sudah memasuki siaran berita sebagai produksi jurnalistik yang khas. Dari hasil temuan KPI ditemukan secara audio dan visual beberapa berita ada tayangan yang mengandung unsur kekerasan.

KPI menemukan tayangan adegan secara vulgar tawuran antar pelajar yang menggunakan benda tajam, tumpul, dan keras. Selain itu ditayangkan korban tawuran yang mengeluarkan darah. Tayangan yang dimuat dalam Patroli (6/2/2011/11.22) mendapat teguran KPI (53/K/KPI/01/11).


(40)

30

6. Tayangan Mengandung Unsur SARA

KPI menemukan adanya tayangan yang menampilkan adegan-adegan yang tidak memperhatikan penghormatan terhadap perbedaan agama dan materi muatan agama dalam suatu program siaran yang disiarkan oleh lembaga penyiaran. Seperti Program Sinetron Angling Dharma (3/3/2011) sehingga KPI mengimbau agar memperhatikan konten tayangan tersebut. (247/K/KPI/03/11)17

c. Sinetron

Dalam media televisi memiliki beragam jenis program yang jumlahnya sangat banyak, pada dasarnya prograrm apa saja bisa ditayangkan di televisi selama program itu menarik, di sukai audien, tidak bertentangan dengan kesusilaan, hukum, dan peraturan yang berlaku. Jenis program dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu: program informasi (berita), dan program hiburan (entertaiment). Dari beragamnya program yang di tayangkan televisi banyak audien yang menyukai program hiburan (entertainment), program hiburan merupakan segala bentuk siaran yang bertujuan menghibur audien dalam bentuk musik, lagu, cerita, dan permainan. Program kategori hiburan ialah drama, permainan (game), musik, dan pertunjukan.

17 Apriadi Tamburaka, Literasi Media, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persaka, 2013),


(41)

31

Dalam televisi program drama adalah sinema elektronik (sinetron), dan film. Sinetron merupakan penggabungan dari kata sinema dan elektronika. Elektronika di sini tidak semata mengacu pada pita kaset yang proses perekamannya berdasar pada kaidah-kaidah elektronik. Elektronika dalam sinetron itu lebih mengacu pada mediumnya, yaitu televisi atau visual, yang merupakan medium elektronik selain siaran radion18.

Sinetron disebut juga sama dengan televisi play atau teledrama, atau sama dengan sandiwara televisi. Inti persamaannya adalah sama-sama ditayangkan di media audio visual yang disebut dengan televisi. Oleh sebab itu sinetron dalam penerapannya tidak jauh berbeda dengan film layar putih (layar lebar). Demikian juga tahapan penulisan dan format naskah, yang berbeda hanyalah film layar putih menggunakan kamera optik, bahan soleloid dan medium sajiannya menggunakan proyektor dan layar putih di gedung bioskop. Sedangkan sinetron menggunakan kamera elektronik dengan video rekord dan vita di dalam kaset sebagai bahannya, dan penayangannya melalui medium televisi.19

Di negara lain disebut dengan opera sabun (soap opera

atau daytime serial), namun di Indonesia lebih populer dengan

sebutan sinetron. Sinetron merupakan drama yang menyajikan

18 Veven Sp Wardhana, Kapitalisme Televisi dan Strategi Budaya Massa (Yogyakarta:

Pustaka Pelajar, 1997), hal. 01.

19 Fred Wibowo, Teknik Produksi Program Televisi (Pinus Book Publisher, 1997), hal.


(42)

32

cerita dari berbagai tokoh secara bersamaan, masing-masing tokoh memiliki alur cerita mereka sendiri-sendiri tanpa harus dirangkum menjadi suatu kesimpulan. Akhir cerita sinetron cenderung selalu terbuka dan sering kali tanpa penyelesaian

(open-ended), cerita cenderung dibuat berpanjang-panjang

selama masih ada audien yang menyukainya. Penayangan sinetron biasanya terbagi dalam beberapa episode. Sinetron yang memiliki episode terbatas disebut miniseri, episode miniseri merupakan bagian dari cerita keseluruhan 20

Sinetron memiliki berbagai jenis tema cerita yang tayangkan di televisi, yaitu:

1) Keluarga berada. Tema ini datang dari pandangan, bahwa konflik yang terjadi dalam suatu keluarga berasal dari kebencian mendalam yang berlarut-larut.

2) Religius. Biasanya berpusat pada cerita sinetron yang dianggap terlalu mendogmakan ajaran agama, daripada pesan-pesan moral yang lebih mengena dalam kehidupan sehari-hari.

3) Mistis. Memuat cerita kental dengan unsur mistis, dan mengabaikan logika penonton.

4) Tidak logis. Banyak dijumpai di cerita sinetron yang tidak masuk akal, baik dari tokoh atau alur cerita.21

20 Morissan, M.A, Manajemen Media Penyiaran (Kencana, 2008), hal. 223-224. 21 Wikipedia bahasa Indonesia (sinetron/ ensiklopedia bebas.html) Di akses bulan Juni


(43)

33

2. Pesan Sebagai Unsur Komunikasi 2.1Pengertian Pesan

Pesan dalam Kamus Bahasa Indonesia adalah berupa lambang atau tanda seperti kata-kata (tertulis ataupun lisan), gesture dll. Dalam ilmu komunikasi, pesan merupakan suatu makna yang ingin disampaikan oleh seorang komunikator kepada komunikan. Pesan dimaksudkan agar terjadi kesamaan maksud antara komunikator dan komunikan. Dalam komunikasi pesan merupakan salah satu unsur sangat penting. Proses komunikasi terjadi dikarenakan adanya pesan yang ingin disampaikan kepada orang lain. Pesan tersebut dapat tertulis maupun lisan, yang di dalamnya terdapat simbol-simbol yang bermakna yang telah disepakati antara pelaku komunikasi. Message merupakan seperangkat lambang bermakna yang disampaikan oleh komunikator.22

Pesan adalah semua bentuk komunikasi baik verbal maupun nonverbal. Yang dimaksud dengan komunikasi verbal adalah komunikasi lisan, sedangkan nonverbal adalah komunikasi dengan simbol, isyarat, sentuhan perasaan dan penciuman23. Menurut Hanafi ada tiga faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pesan, yaitu:

a. Kode pesan adalah sederetan simbol yang disusun sedemikian rupa sehingga bermakna bagi orang lain. Contoh bahasa Indonesia adalah kode yang mencakup

22 Effendi, Onong Uchjana, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek (Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya, 2002), hlm. 18.


(44)

34

unsur bunyi, suara, huruf dan kata yang disusun sedemikian rupa sehingga mempunyai arti.

b. pesan adalah bahan untuk atau materi yang dipilih yang ditentukan oleh komunikator untuk mengomunikasikan maksudnya.

c. Wujud pesan adalah sesuatu yang membungkus inti pesan itu sendiri, komunikator memberi wujud nyata agar komunikan tertarik akan isi pesan didalamnya 24.

2.2Bentuk-Bentuk Pesan

Menurut A.W. Widjaja dan M. Arisyk Wahab terdapat tiga bentuk pesan yaitu:

a. Informatif. Untuk memberikan keterangan fakta dan data, kemudian komunikan mengambil kesimpulan dan keputusan sendiri, dalam situasi tertentu pesan informatif tentu lebih berhasil dibandingkan persuasif.

b. Persuasif. Berisikan bujukan yakni membangkitkan pengertian dan kesadaran manusia bahwa apa yang kita sampaikan akan memberikan sikap berubah. Tetapi berubahnya atas kehendak sendiri. Jadi perubahan seperti ini bukan terasa dipaksakan akan tetapi diterima dengan keterbukaan dari penerima.

24 Siahaan,S. M., Komunikasi Pemahaman dan penerapannya (Jakarta: Gunung Mulia,


(45)

35

c. Koersif. Menyampaikan pesan yang bersifat memaksa dengan menggunakan sanksi-sanksi bentuk yang terkenal dari penyampaian secara inti adalah agitasi dengan penekanan yang menumbuhkan tekanan batin dan ketakutan dikalangan publik.

Koersif berbentuk perintah-perintah, instruksi untuk

penyampaian suatu target.25

Jadi pesan adalah kata-kata baik tulisan maupun lisan yang akan disampaikan pemberi pesan (komunikator) kepada penerima pesan (komunikan) untuk mencapai sesuatu yang diinginkan.

2.3Prinsip-Prinsip Pesan

Di dalam proses komunikasi, pesan memegang peranan penting dalam menentukan jenis komunikasi. Pesan ekonomi, maka komunikasinya komunikasi ekonomi, isi pesan pembangunan, maka disebut komunikasi pembangunan. Untuk itu Schramm memberikan prinsip yang disebut “The Condition of Succes in Communication” yang terdiri dari :

a. Pesan haruslah direncanakan dan disampaikan sedemikian rupa, hingga pesan itu dapat menarik sasaran yang dituju. b. Pesan harus menggunakan tanda-tanda yang didasarkan

pada pengalaman yang sama antar sumber dan sasaran, hingga kedua pengertian bertemu dan berpadu.


(46)

36

c. Pesan harus membangkitkan kebutuhan pribadi dari pada sasaran dan menyarankan cara-cara untuk mencapai kebutuhan itu.

d. Pesan harus menyarankan jalan untuk memperoleh kebutuhan yang layak dari situasi kelompok, dimana kesadaran saat itu digerakkan untuk memberi respon yang dikehendaki.

Prinsip lain yang harus diperhatikan dalam merumuskan pesan adalah :

a. Isi pesan harus dapat merangsang perhatian.

b. Cara pengutaraannya harus mengikat dan jelas, artinya audience dapat merangkap maksudnya, dan memahami sebaik-baiknya.

c. Mempersiapkan pesan, dalam arti memilih dan menyusun struktur dalam bentuk dan susunan yang baik.

d. Memperhatikan waktu, apakah penyampaian itu telah tepat waktunya.

e. Pengalaman, semakin banyak pengalaman dalam menyampaikan semakin sedikit hambatan yang ditemui. Adapun hal-hal penting lain yang harus diperhatikan dalam penyampaian pesan pada komunikan adalah channel dan medium yang akan digunakan. Pesan yang bersifat khusus dan ditujukan


(47)

37

kepada komunikan tertentu penyampaiannya memerlukan medium yang khusus pula26.

B. Kajian Teori

1. Analisis Semiotika

Secara etimologis, istilah semiotika berasal dari kata yunani

Semeion yang berarti tanda. Tanda itu sendiri didefinisikan sebagai

suatu yang atas dasar konvensi sosial yang terbangun sebelumnya, dapat dianggap mewakili sesuatu yang lain. Tanda pada awalnya dimaknai sebagai suatu hal yang menunjuk pada adanya hal lain. Contohnya asap menandai adanya api, sirene mobil yang keras meraung-raung menandai adanya kebakaran disudut kota.

Secara terminologis, semiotika dapat diidentifikasikan sebagai ilmu yang mempelajari sederetan luas objek-objek, peristiwa-peristiwa, seluruh kebudayaan sebagai tanda.

Pada dasarnya, analisis semiotika memang merupakan sebuah ikhtiar untuk merasakan sesuatu yang aneh, sesuatu yang perlu dipertanyakan lebih lanjut ketika kita membaca teks atau narasi tertentu. Analisisnya bersifat paragdimatic dalam arti berupaya menemukan makna termasuk dari hal-hal yang tersembunyi dibalik sebuah teks. Maka orang sering mengatakan semiotika adalah upaya menemukan makna ‘berita dibalik berita’27.

26 Yoyon Mudjiono, Ilmu Komunikasi, (Surabaya: Jaudar Press, 2012), hal. 59-61. 27 Indiwan Seto Wahyu Wibowo, Semiotika Komunikasi, (Jakarta : Mitra Wacana Media,


(48)

38

Tahap kemajuan besar dalam telaah tanda adalah yang diambil oleh Santo Agustinus (354-430 M), filsuf dan pemikir agama yang mengklasifikasikan tanda sebagai yang bersifat natural. Konvensional, dan suci. Tanda natural adalah tanda yang terdapat di alam. Gejala-gejala badan, desir dedaunan, warna tanaman, dan sebagainya adalah tanda-tanda alam yang dipancarkan binatang dalam menanggapi keadaan fisik dan emosional. Dipihak lain, tanda konvensional adalah tanda yang dibuat manusia. Kata-kata, isyarat, dan simbol merupakan contoh dari tanda-tanda konvensional. Didalam teori semiotika modern, hal-hal ini diklasifikasikan menjadi yang bersifat verbal dan non-verbal. Dan terakhir adalah tanda suci, yaitu sebagai yang menampilkan pesan dari Tuhan. Sebagai contoh, mukjizat adalah tanda suci yang hanya bisa dipahami di dalam iman28.

Tujuan utama dari semiotika media adalah mempelajari bagaimana media massa menciptakan atau mendaur ulang tanda untuk tujuannya sendiri. Seperti yang telah kita lihat dibab sebelumnya, ini dilakukan dengan bertanya: (1) apa yang dimaksudkan atau direpresentasikan oleh sesuatu, (2) bagaimana makna itu digambarkan, dan (3) mengapa ia memiliki makna sebagaimana ia tampil29.

2. Pendekatan Roland Barthes

Kanca penelitian semiotika tidak bisa begitu saja melepaskan nama Roland Barthes (1915-1980) ahli semiotika yang

28 Marcel Danesi, Semiotika Media, (Yogyakarta : Jalasutra, 2002),hlm.35. 29 Marcel Danesi, Semiotika Media, (Yogyakarta : Jalasutra, 2002),hlm.40.


(49)

39

mengembangkan kajian yang sebelumnya punya warna kental strukturalisme kepada semiotika teks.

Barthes melontarkan konsep tentang konotasi dan denotasi sebagai kunci dari analisisnya. Barthes menggunakan versi yang jauh lebih sederhana saat membahas model ‘glossematic sign’ (tanda-tanda glossematic). Mengabaikan dimensi dari bentuk dan substansi, Barthes mendefinisikan sebuah tanda sebagai sebuah sistem yang terdiri dari (E) sebuah ekspresi atau signifier dalam hubungannya (R) dengan content (atau signifed) (C) : ERC.

E1 = (E1R1C1) R2 C2

Dengan begitu, primary sign adalah denotative sedangkan

secondary sign adalah satu dari connotative semiotics. Konsep

connotative inilah yang menjadi kunci penting dari model semiotika

Roland Barthes.

Lewat model ini Barthes menjelaskan bahwa signifikasi tahap pertama merupakan hubungan antara signifier (ekspresi) dan signified (content) di dalam sebuah tanda terhadap realitas external. Itu yang disebut Barthes sebagai denotasi yaitu makna paling nyata dari tanda (sign).

Konotasi adalah istilah yang digunakan Barthes untuk menunjukkan signifikasi tahap kedua. Hal ini meggambarkan interaksi yang terjadi ketika tanda bertemu dengan perasaan atau emosi dari pembaca serta nilai-nilai kebudayaannya. Konotasi mempunyai makna


(50)

40

yang subjektif atau paling tidak intersubjektif. Dengan kata lain, denotasi adalah apa yang digambarkan tanda terhadap sebuah objek, sedangkan makna konotasi adalah bagaimana cara menggambarkannya.

Pada signifikasi tahap kedua yang berhubungan dengan isi, tanda bekerja melalui mitos. Mitos adalah bagaimana kebudayaan menjelaskan atau memahami beberapa aspek tentang realitas atau gejala alam. Mitos merupakan produk kelas sosial yang sudah mempunyai suatu dominasi. Mitos adalah suatu wahana dimana suatu ideologi berwujud. Mitos dapat barangkali menjadi mitologi yang memainkan peranan penting dalam kesatuan-kesatuan budaya.

Sebuah teks, kata Aart van Zoest tidak pernah lepas dari ideologi dan memiliki kemampuan untuk memanipulasi pembaca kearah suatu ideologi. Secara etimologis ideologi berasal dari bahasa Yunani, terdiri dari kata idea dan logos. Idea berasal dari kata idein yang berarti melihat, sedangkan kata logia berasal dari kata logos yang berarti kata-kata.

Dalam perspektif ini, ideologi mempunyai beberapa implikasi penting. Pertama, ideologi secara inheren bersifat sosial, tidak personal atau individual, ia membutuhkan share diantara anggota kelompok organisasi atau kreatifitas dengan orang lain. Kedua, ideologi meskipun bersifat sosial, ia digunakan secara internal di antara anggota kelompok atau komunitas. Oleh karena itu ideologi tidak hanya menyediakan fungsi koordinatif dan kohesi, tetapi juga


(51)

41

membentuk identitas diri kelompok, membedakannya dengan kelompok lain30.

3. Teori Ekonomi Politik Media

Ekonomi politik media adalah media sebagai institusi politik dan institusi ekonomi yang mempunyai kekuatan untuk mempengaruhi khalayak. Satu prinsip yang harus diperhatikan disini adalah sistem industri kapitalis media massa harus diberi fokus perhatian yang memadai sebagaimana institusi-institusi produksi dan distribusi lain. Kondisi-kondisi yang ditemukan pada level kepemilikan media, praktik-praktik pemberitaan, dinamika industri dan radio, televisi, perfilman, dan periklanan, mempunyai hubungan yang saling menentukan dengan kondisi-kondisi ekonomi-politik spesifik yang berkembang di suatu negara, serta pada gilirannya juga dipengaruhi oleh kondisi-kondisi ekonomi-politik global.

Ekonomi media mempelajari bagaimana industri media memanfaatkan sumber daya yang terbatas untuk memproduksi konten dan mendistribusikannya kepada khalayak dengan tujuan memenuhi beragam permintaan dan kebutuhan akan informasi dan hiburan. Media menjadi medium iklan utama dan karenanya menjadi penghubung dan konsumsi, antara produsen barang dan jasa dengan masyarakat.

30 Indiwan Seto Wahyu Wibowo, Semiotika Komunikasi, (Jakarta: Mitra Wacana Media,


(52)

42

Ekonomi media, sebenarnya bukanlah jargon baru yang berkembang di masyarakat. Aktivitas ekonomi media sudah berkembang cukup lama, seperti adanya surat kabar, majalah, radio dan televisi, bahkan media online, yang sudah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari saat ini. Sebagaimana aktivitas ekonomi lainnya, seperti ekonomi pertanian, ekonomi industri, atau ekonomi keuangan, dan sebagainya. Ekonomi media berkaitan dengan cara atau usaha manusia dalam memenuhi keperluan hidupnya (kebutuhan atau needs, dan keinginan atau wants) melalui bisnis atau industri media. 31

Pendekatan ekonomi politik, melihat media massa dari siapa penguasa sumber-sumber produksi media massa, siapa pemegang rantai distribusi media massa, siapa yang menciptakan pola konsumsi masyarakat atas media massa dan komoditas lain sebagai efek kerja media. Siapa penguasa sumber-sumber produksi media massa dapat dilihat antara lain dari kepemilikian media massa, kepemilikan rumah produksi penghasil acara-acara televisi. Kepemilikan media massa di Indonesia dapat dilihat antara lain: Televisi Pendidikan Indonesia (TPI), Rajawali Citra Televisi Indonesia (RCTI), Metro TV, Media Indonesia, dimiliki oleh kelompok usaha Bimantara.

31 Albarran Alan, Media Econimcs : Understanding markets, industries, and concepts , 2004,

<http://www.sagepub.com/mcquail6/PDF/Chapter%2014%20%The%SAGE%20Handbook%20of %20Media%20Studies.pdf>


(53)

BAB III

PENYAJIAN DATA

A. Deskripsi Subjek Penelitian

1. Deskripsi Sinetron Mahabharata

Subjek yang dikaji adalah sinetron Mahabharata. Mahabharata adalah sebuah karya sastra kuno yang berasal dari India. Penulis Mahabharata adalah Begawan Byasa atau Vyas. Mahabharata menceritakan kisah konflik para pandawa lima dengan saudara mereka sendiri sang seratus korawa, mengenai sengketa hak pemerintahan atas tanah negara Astina. Puncaknya adalah perang Bharatayuddha di medan kurusetra dan pertempuran berlangsung selama delapan belas hari.

Tokoh Mahabharata pun sama dengan tokoh pewayangan di Indonesia. Mulai dari pandawa lima, Arjuna, Kresna, Abimanyu, Gatotkaca, Dewikunti, dan sebagainya. Jadi kalau kita nonton Mahabharata itu sama saja dengan belajar tokoh pewayangan.

Mahabharata pernah dikeluarkan dua kali serial televisi. Pertama yaitu tahun 1988-1990. Lalu yang terakhir serial televisi yang keluar pada tahun 2013. Namun sekarang serial televisi Mahabharata sudah berakhir pada tahun 2015. Berakhirnya sinetron Mahabharata, sekarang banyak bermunculan sinetron India lainnya. Misalnya Uttaran, dan Mohabaten.


(54)

44

a. Tim Produksi Sinetron Mahabharata

Judul : Mahabharata

Sutradara : Amaan Khan Asisten sutradara : Pranveer Singh Penulis naskah : Amjad Sheikh Produser : Dhaval Gada

Jayantilal Gada Kushal Gada

Musik : Rajendra Shiv

Rilis pertama : pada tahun 1988 Durasi : ± 60 menit perepisode32

b. Tokoh dan Peran Sinetron Mahabharata

Gambar 2.1

Arjuna nama aslinya adalah Sheikh Syaiful Maulidy


(55)

45

Gambar 2.2

Bima nama aslinya adalah Saurav Gurjar

Gambar 2.3

Dewi Rukmini nama aslinya adalah Pallavi Subhash

Gambar 2.4


(56)

46

Gambar 2.5

Yudistira nama aslinya adalah Rohit Bharadwaj

Gambar 2.6

Karna nama aslinya adalah Aham Sharma

Gambar 2.7


(57)

47

Gambar 2.8

Kunti nama aslinya adalah Shafaq Naaz

Gambar 2.9

Nakula nama aslinya adalah Vin Rana

Gambar 2.10

Draupadi nama aslinya adalah Pooja Sharma

Gambar 2.11


(58)

48

Gambar 2.12

Dhrishtadyumna nama aslinya adalah Karan Suchak

Gambar 2.13

Bisma nama aslinya adalah Arav Chowdhary

Gambar 2.14


(59)

49

Gambar 2.15

Sangkuni nama aslinya adalah Praneet Bhatt

Nama pemeran lainnya beserta nama aslinya

Vrishali nama aslinya adalah Nazea Hasan Sayed Aswatama nama aslinya adalah Ankit Mohan Drona nama aslinya adalah Nissar Khan Vikarna nama aslinya adalah Sandeep Arora Lord By Vyas nama aslinya adalah Atul Mishra Kripacharya nama aslinya adalah Hermant Choudhary Amba nama aslinya adalah Rotan Rajput

Satanika nama aslinya adalah Jay Joshi Pandu nama aslinya adalah Aruna Rana Subadra nama aslinya adalah Vibha Anand Abimanyu nama aslinya adalah Paras Arora Satyawati nama aslinya adalah Sayantani Ghosh Uttara nama aslinya adalah Richa Mukherjee Grace Slat nama aslinya adalah Tanti

Widura nama aslinya adalah Naveen Jingar Dushala nama aslinya adalah Garima Jain


(60)

50

Raja Drupada nama aslinya adalah Sudesh Berry Krepi nama aslinya adalah Chandani Sharma Yuyutsu nama aslinya adalah Sabar Kasyapa Dewi Gangga nama aslinya adalah Vivina Singh Ambalika nama aslinya adalah Mansi Sharma Sanjaya nama aslinya adalah Ajay Mishra Baladewa nama aslinya adalah Tarun Khanna Siwa nama aslinya adalah Mohit Raina

Ghatotkacha nama aslinya adalah Ketan Karande Yudistira nama aslinya adalah Rohit Shetty Duryudana nama aslinya adalah Alam Khan Dursasana nama aslinya adalah Raj Shah33.

2. Sinopsis Sinetron Mahabharata episode 51

Sinetron Mahabharata pada episode 51 ini menceritakan tentang Arjuna yang melesatkan anak panahnya ke arah Duryudana yang dapat berubah menjadi es. Anak panah pertama membekukan kakinya Duryudana tetapi es masih bisa dipecahkan oleh gada Duryudana. Anak panah yang kedua membekukan batang tubuh (dada, perut dan pinggang). Anak panah yang ketiga membekukan kepala Duryudana. Dan anak panah yang terakhir adalah paku-paku es untuk memfiksasi es batu besar yang melingkupi tubuh Duryudana. Saat itu guru

33http://gambaru.me/foto-pemain-mahabharata-semua-tokoh-dan-nama-asli/ akses tanggal 12 Oktober 2016/12:45.


(61)

51

Drona menyatakan di muka umum bahwa Arjuna tidak hanya pemanah terbaik di antara murid-muridnya tetapi juga pemanah terbaik diseluruh dunia. Setelah itu guru Drona meminta Arjuna untuk membebaskan Duryudana dari kebekuan.

Namun ternyata ada pemuda lain yang bisa membebaskan kebekuan tubuh Duryudana dari menara tinggi. Pemuda itu terjun dari menara dan mendarat sempurna di arena. Radha dan Adhirata sangat mengenal pemuda itu. Karena pemuda itu adalah anak angkatnya, Karna. Karna berkata pada guru Drona: “selama ini hanya pertarungan antara pangeran kuru, aku tetap diam. Tetapi begitu kau berkata Arjuna adalah pemanah terbaik di dunia, maka aku tidak tinggal diam karena aku bagian dari dunia ini juga. Kini martabat semua pemanah yang ada di dunia ini ada di pundakku”.

Vidura panik karena takut kalau Arjuna kalah dari rakyat biasa. Di lain pihak Dretarasta senang ketika Sanjaya memberitahu ada pemuda biasa yang menantang Arjuna. Guru Kripa meminta Karna memperkenalkan diri. Karna kembali protes, mengapa harus menanyakan identitas, bukan melihat kemampuannya saja? Namun tetap saja setelah itu Karna memperkenalkan diri sebagai putra Adhirata dan Radha. Bima langsung mengusir Karna yang kemudian diikuti oleh pengusiran semua orang di arena. (padahal para penonton rakyat kasta rendah juga) Karna sedih atas hinaan yang


(62)

52

diterimanya di depan umum. Adhirata meminta maaf pada keluarga kerajaan dan mengajak Karna pergi. Kemudian Karna pergi dengan berat hati karena ingin membuktikan kemampuannya. Duryudana tidak tega atas penghinaan itu sehingga dia mengangkat karna menjadi raja.

B. Pesan Moral Pada Sinetron Mahabharata Episode 51

Setelah panjang lebar menjelaskan objek penelitian yang akan menjadi fokus penelitian peneliti, maka disini peneliti akan memapaparkan suatu data yang nantinya akan menjadi dasar analisis peneliti untuk memudahkan tahapan selanjutnya.

Terdapat beberapa scene yang akan di analisis dalam sinetron Mahabharata episode 51 dengan konsep pemikiran Roland Barthes. Lewat model ini Barthes menjelaskan bahwa signifikasi tahap pertama merupakan hubungan antara signifier (ekspresi) dan signified (content) didalam sebuah tanda terhadap realitas external. Itu yang disebut Barthes sebagai denotasi yaitu makna paling nyata dari tanda (sign).

Konotasi adalah istilah yang digunakan Barthes untuk menunjukkan signifikasi tahap kedua. Hal ini menggambarkan interaksi yang terjadi ketika tanda bertemu dengan perasaan atau emosi dari pembaca serta nilai-nilai dari kebudayaannya. Konotasi mempunyai makna yang subjektif atau paling tidak intersubjektif. Dengan kata lain, denotasi adalah apa yang


(63)

53

digambarkan tanda terhadap sebuah objek, sedangkan makna konotasi adalah bagaimana cara menggambarkannya34.

Pada dasarnya, ada perbedaan antara denotasi dan konotasi dalam pengertian secara umum serta denotasi dan konotasi yang dimengerti oleh Barthes. Dalam pengertian umum, denotasi biasanya dimengerti sebagai makna harfiah, makna yang “sesungguhnya” bahkan kadang kala juga dirancukan dengan referensi atau acuan. Proses signifikasi yang secara tradisional disebut sebagai denotasi ini biasanya mengacu kepada penggunaan bahasa dengan arti yang sesuai dengan apa yang terucap. Akan tetapi didalam semiologi Roland Barthes, denotasi merupakan system signifikasi tingkat pertama, sementara konotasi merupakan tingkat kedua. Dalam hal ini denotasi justru lebih diasosiasikan dengan ketertutupan makna dan, dengan demikian, sensor atau represi politis35.

Menurut Barthes penanda (signifier) adalah teks, sedangkan petanda (signified) merupakan konteks tanda (sign). Dalam menelaah tanda, dapat dibedakan dalam dua tahap. Pada tahap pertama, tanda dapat dilihat latar belakangnya pada (1) penanda dan (2) petandanya. Tahap ini lebih melihat tanda secara denotatif. Tahap denotasi ini baru masuk ke tahap kedua, yakni menelaah tanda secara konotatif, pada tahap ini konteks budaya, misalnya sudah ikut berperan dalam penelaahan tersebut.

Menariknya yang berkenaan dengan semiotika Roland Barthes adalah digunakannya istilah mitos (myth), yakni rujukan bersifat kultural (bersumber dari budaya yang ada) yang digunakan untuk menjelaskan

34 Indawan Seto Wahyu Wibowo, Semiotika Komunikasi (Jakarta: Mitra Wacana Media, 2013), hal.21-22.


(64)

54

gejala atau realitas yang ditunjuk dengan lambang-lambang penjelasan mana yang notabene adalah makna konotatif dari lambang-lambang yang ada dengan mengacu pada sejarah. Dengan kata lain, mitos berfungsi sebagai deformasi dari lambang yang kemudian menghadirkan makna-makna tertentu dengan berpijak pada nilai-nilai sejarah dan budaya masyarakat. Bagi Barthes, teks merupakan konstruksi lambang-lambang atau pesan yang pemaknaannya tidak cukup hanya dengan mengaitkan signifier dengan signified semata, namun juga harus dilakukan dengan memerhatikan susunan dan isi dari lambang36.

1. Simbol-Simbol Pesan moral (etika komunikasi) yang ada dalam sinetron Mahabharata episode 51

Tabel 3.1

Visual Audio

Gambar 3.1

Sanjaya : Arjuna sudah

mengambil panahnya.

Raja Dretarasta : Oh sanjaya, aku sudah mengetahui akibat perang ini. Jika kamu ingin pergi, maka kamu boleh pergi.


(65)

55

Dari data diatas terlihat, ketika Sanjaya berbicara kepada sang Raja, Sanjaya selalu mengangkat tangannya. Mengangkat tangan merupakan simbol penghormatan kepada sang Raja.

Tabel 3.2

Visual Audio

Gambar 3.2

Raja Dretarasta : Ceritakan bagaimana keadaan putraku untuk tetap mempertahankan hidup mereka. Apakah perang sudah mulai sanjaya?

Sanjaya : Benar yang mulia. Putramu bersemangat karena tidak tahu akibat dari perang itu. Dari data diatas terlihat, meskipun sang Raja buta tetapi Sanjaya tetap menceritakan apa yang sedang terjadi sebenarnya. Tidak ada yang ditutupi Sanjaya ketika ia berbicara kepada Raja. Perkataan yang apa adanya dari Sanjaya itulah merupakan simbol kejujuran.


(66)

56

Tabel 3.3

Visual Audio

Gambar 3.3

Duryudana : Kakek, berapa lama kita menununggu terjadinya perang? Aku sudah bosan.

Bhisma : Sampai aku

membunyikan sangkakala

Duryudana.

Duryudana : Kalau begitu siapa yang kau tunggu?

Dari data diatas terlihat, bahwasannya kakek Bhisma membalas pertanyaan Duryudana dengan kata-kata yang singkat tetapi jelas. Penggunaan kata-kata yang singkat dan jelas itulah merupakan simbol dari komunikasi yang efektif.

Tabel 3.4

Visual Audio

Gambar 3.4

Yudistira : Hormatku kakek. Aku datang untuk memohon restu. Bhisma : Aku restui. Semoga kalian menang. Seandainya kau tidak datang untuk minta restu, aku akan mengutukmu.


(67)

57

Dari data diatas terlihat, ketika Yudistira berbicara kepada kakek Bhisma, ia menggunakan bahasa yang tidak berbelit-belit. Ia membicarakan langsung ke pokok permasalahan. Jadi penggunaan bahasa Yudistira inilah merupakan simbol dari bahasa yang mudah dipahami.

Tabel 3.5

Visual Audio

Gambar 3.5

Dewi Rukmini : Selamat Maharani, selamat.

Draupadi : Maharani? Panggil saja aku Draupadi.

Dari data diatas diperoleh simbol dari komunikasi yang lemah lembut. Itu terlihat dari komunikasi yang dilakukan oleh Dewi Rukmini dan Draupadi. Tidak ada nada atau intonasi tinggi yang keluar dari mulut mereka.


(68)

58

2. Makna Pesan moral (etika komunikasi) yang ada dalam sinetron Mahabharata episode 51

Tabel 3.6

Signifier ( penanda) Signified (petanda)

Gambar 3.6 scene 1 – 01:51

Sanjaya : Arjuna sudah mengambil panahnya.

Raja Dretarasta : Oh sanjaya, aku sudah mengetahui akibat perang ini. Jika kamu ingin pergi, maka kamu boleh pergi. Sanjaya : jika ini ada titah yang mulia, sudah seharusnya aku taati. Tetapi aku tak ingin meninggalkan yang mulia. Denotative sign (tanda denotatif)

Sanjaya berbincang-bincang dengan Raja Dretarasta mengenai perang di kerajaan Hastinapura. Ketika Sanjaya bicara, dia tidak lupa untuk mengangkat tangannya.

Connotative signifier (penanda konotatif)

Connotative signified (petanda konotatif) Sanjaya ketika berbicara dengan Mengangkat tangan ketika


(69)

59

Raja Dretarasta, ia selalu mengangkat tangannya.

berbicara dengan Raja,

merupakan simbol

penghormatan. Connotative sign (tanda konotatif)

Penghormatan

Deskripsi :

Data diatas memiliki makna terkait dengan pesan moral (etika komunikasi) yang ada dalam sinetron Mahabharata.Yang terdiri atas penanda, petanda, tanda denotatif, penanda konotatif, petanda konotatif, dan tanda konotatif.

Penanda yang dimaksud disini adalah Sanjaya yang berbincang-bincang dengan Raja Dretarasta mengenai perang dikerajaan Hastinapura.

Tanda denotatif yang muncul adalah ketika Sanjaya berbicara kepada Raja Dretarasta, ia tidak lupa untuk mengangkat tangannya. Data diatas juga menunjukkan tanda konotatif terdiri dari penanda konotatif dan petanda konotatif. Penanda konotatif yang dimaksud disini adalah ketika sanjaya berbicara dengan Raja Dretarasta, Sanjaya selalu mengangkat tangannya, sedangkan petanda konotatif adalah mengangkat tangan ketika berbicara dengan Raja merupakan simbol penghormatan. Sehingga tanda konotasi yang muncul adalah penghormatan.


(70)

60

Tabel 3.7

Signifier (Penanda) Signified (Petanda)

Gambar 3.7 scene 2 – 02:58

Raja Dretarasta : Ceritakan bagaimana keadaan putraku untuk tetap mempertahankan hidup mereka. Apakah perang sudah mulai sanjaya?

Sanjaya : Benar yang mulia. Putramu bersemangat karena tidak tahu akibat dari perang itu.

Raja Drestarasta : Tidak Sanjaya. Dia satria, dia tidak memperdulikan akibat perang itu.

Denotative sign (tanda denotatif)

Sanjaya bercerita kepada Raja Dretarasta mengenai perang yang terjadi di kerajaan Hastinapura. Antara Duryudana dan Arjuna.

Connotative signifier (penanda konotatif)

Connotative signified (petanda konotatif) Tidak ada yang ditutupi oleh Meskipun Raja Drestarasta


(71)

61

Sanjaya, ketika bercerita kepada Raja Dretarasta mengenai perang di Hastinapura.

buta, tetapi Sanjaya tetap

menceritakan apa yang

sebenarnya terjadi. Tanpa ada yang ditutupi dari Raja Dretarasta.

Connotative sign (tanda konotatif) Kejujuran

Deskripsi :

Dari scene diatas terdapat penanda, petanda, tanda denotatif,

penanda konotatif, petanda konotatif, dan tanda konotatif.Penanda yang dimaksud adalah Raja Dretarasta yang menanyakan keadaan putranya kepada Sanjaya saat dimedan perang. Tanda denotatif yang muncul adalah perbincangan antara Raja Dretarasta dengan Sanjaya mengenai perang yang di ikuti oleh putranya.

Dari data diatas juga terdapat penanda konotatif dan petanda konotatif. Penanda konotatifnya adalah ketika Sanjaya bercerita kepada Raja Dretarasta, dia bercerita apa adanya tanpa ada yang ditutupi, sedangkan petanda konotatifnya adalah walaupun sang Raja buta, tetapi Sanjaya menceritakan peperangan itu dengan jujur, tanpa sekali berbohong. Sehingga tanda konotasi yang muncul adalah kejujuran


(72)

62

Tabel 3.8

Signifier (Penanda) Signified (Petanda)

Gambar 3.8 scene 3 – 06:01

Duryudana : Kakek, berapa

lama kita menununggu

terjadinya perang? Aku sudah bosan.

Bhisma : Sampai aku

membunyikan sangkakala

Duryudana.

Duryudana : Kalau begitu siapa yang kau tunggu?

Bhisma : Jika kedua pasukan sudah siap berperang di medan perang.

Denotative sign (tanda denotatif)

Seorang Duryudana yang tidak sabar untuk berperang, sampai berbicara dengan kasar kepada kakek Bhisma.

Connotative signifier (penanda konotatif)

Connotative signified (petanda konotatif)

Ketidak sopanan Duryudana berbicara kepada kakek Bhisma. Karena bahasa Duryudana yang

Meskipun Duryudana

berbicara kasar, tetapi kakek Bhisma membalasnya dengan


(73)

63

sangat kasar. sopan. Supaya Duryudana bisa

menjadi orang yang lebih baik lagi.

Connotative sign (tanda konotatif) Komunikasi yang efektif

Deskripsi :

Dari scene diatas terlihat bahwa Duryudana dengan

ketidaksabarannya untuk segera berperang. Tetapi kakek Bhisma menahannya. Duryudana terus bertanya-tanya kepada kakek Bhisma, kenapa perang tidak segera dimulai kek(dengan nada yang kasar)?

Kakek Bhisma pun menjawabnya dengan sopan dan nada yang lembut. “Nunggu sampai aku meniup sangkakala, dan menunggu kedua pasukan sudah siap berperang di medan perang”.

Komunikasi yang di sampaikan kakek Bhisma ini lah yang dinamakan komunikasi yang efektif. Karena menggunakan bahasa yang membekas atau mengesankan pada hati Duryudana untuk menjadi orang yang lebih baik lagi. Sehingga tanda kononatifnya adalah komunikasi yang efektif.

Tabel 3.9


(74)

64

Gambar 3.9 scene 4 – 07:08

“ Anakku, jika hembusan angin bisa membawa sepatah kata saja dari perbincangan mereka itu, akan ku berikan semua akibat terbaik dari semua kebaikanku “

Denotative sign (tanda denotatif)

Kakek Bhisma yang berbicara kepada Duryudana mengenai perbincangan antara Arjuna dan Krisna.

Connotative signifier (penanda konotatif)

Connotative signified (petanda konotatif) Cara berbicara kakek Bhisma

kepada Duryudana yang

menggunakan tutur kata yang baik.

Meskipun Duryudana

berbicara kasar, tetapi kakek Bhisma membalasnya dengan sopan. Kakek Bhisma tidak sedikitpun marah kepada Duryudana.

Connotative sign (tanda konotatif) Tidak mudah emosi


(75)

65

Deskripsi :

Dari scene diatas terlihat, kalau kakek Bhisma sabar dalam

menghadapi Duryudana. Meskipun Duryudana berkata yang tidak sopan dan membentak kakek Bhisma, kakek Bhisma membalasnya dengan kata yang lembut.

Tabel 3.10

Signifier (Penanda) Signified (Petanda)

Gambar 3.10 scene 5 – 13:18

Yudistira : Hormatku kakek. Aku datang untuk memohon restu.

Bhisma : Aku restui. Semoga kalian menang. Seandainya kau tidak datang untuk minta restu, aku akan mengutukmu. Yudistira : Tanpa restu, aku tidak dapat berperang kakek. Denotative sign (tanda denotatif)

Seorang Yudistira yang meminta restu kepada kakek Bhisma sebelum berperang melawan kakeknya sendiri. Bahasa yang digunakan Yudistira mudah untuk dipahami sehingga membuat kakek Bhisma paham akan maksut Yudistira.

Connotative signifier Connotative signified (petanda konotatif)


(1)

79

Mahabharata sukses mencuri perhatian penonton di Indonesia. Serial yang tayang di ANTV setiap malam itu menjadi primadona tontonan baru di kala ketatnya persaingan stasiun TV dalam meraih simpati penonton.

Rating serial ini seringkali menembus 10 besar bahkan hingga 3 besar. Tentunya ada kunci sukses serial ini. Termasuk masalah promosi serial ini, ANTV terbilang niat dengan menayangkan promo panjangnya hampir disetiap programnya. Semakin tinggi rating sebuah program, maka semakin tinggi pemasukan kepada media tersebut.

Dalam hal bisnis media, yang diproduksi adalah informasi yang dikemas dalam bentuk berita (news), hiburan (entertainment),

serta pendidikan dan ilmu pengetahuan (education). Tujuan dari

bisnis adalah menghasilkan laba. Oleh karena itu, bisnis yang layak adalah bisnis yang dapat mencapai tujuannya, yaitu mendapat laba. Pendapatan dari usaha media pada umumnya adalah dari iklan.

Bisnis media adalah pengelolaan media secara ekonomi, atau usaha (bisnis) media secara ekonomis dalam memenuhi kebutuhan dan keinginan (konsumsi), baik individu, organisasi, maupun masyarakat, dan para pemangku kepentingan (stakeholder) lainnya dalam rangka mencari laba.


(2)

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelah melakukan serangkaian kegiatan penelitian dan berhasil mengumpulkan data, melakukan analisa terhadap data yang didapatkan dan memunculkan temuan-temuan penelitian, maka diperoleh kesimpulan untuk menjawab rumusan masalah dari penelitian mengenai pesan moral yang ada dalam sinetron Mahabharata episode 51.

Berikut adalah kesimpulan yang dapat ditarik dari sinetron Mahabharata episode 51 yang menunjukkan pesan moral tentang etika komunikasi yang kuat kepada penontonnya, antara lain :

1. Ketika kita berkomunikasi, junjunglah tinggi nilai kehormatan, dengan siapa pun kita berkomunikasi. Baik yang tua, muda maupun yang kaya atau miskin. Junjung tinggi rasa hormat terhadap orang lain.

2. Kejujuran. Kita harus menanamkan sifat jujur pada diri kita. Sehingga waktu kita berkomunikasi dengan orang lain, kita tetap berbicara jujur. Ada pepatah yang bilang “ jujurlah meskipun jujur itu kadang menyakitkan”.

3. Menggunakan bahasa yang mudah dipahami dalam berkomunikasi. Supaya lawan bicara kita paham akan maksut yang kita bicarakan. 4. Jangan pernah gunakan nada tinggi dalam berkomunikasi.


(3)

81

bicara kita bisa nyaman saat berkomunikasi. Dan bisa mengurangi kesalah pahaman ketika berkomunikasi.

5. Ketika berkomunikasi dengan orang yang keras kepala, jangan gunakan nada tinggi atau kasar, tapi gunakanlah bahasa yang mengesankan atau membekas pada hatinya. Sehingga dia bisa mengubah sifat jeleknya itu. Berkomunikasi lah yang efektif.

Sudah sewajarnya kita beretika dalam berkomunikasi. Bagaimanapun kita tidak bisa terpisahkan dengan komunikasi. Komunikasi memegang peranan penting dalam hidup seseorang. Karena manusia tidak bisa hidup tanpa bantuan orang lain.

B. Rekomendasi

Selanjutnya agar penelitian ini dapat membuahkan hasil, sebagaimana penulis harapkan maka saran dari peneliti diharapkan dapat menjadi masukan atau sebagai bahan pertimbangan oleh pihak – pihak terkait. Adapun saran dari penulis sebagai berikut :

1. Untuk para peneliti selanjutnya, penelitian ini sangat banyak kekurangan. Diharapkan melakukan penelitian secara lebih mendalam lagi.

2. Bagi masyarakat, khususnya bagi pencinta film, harus lebih teliti lagi dengan kualitas film yang ditonton. Masyarakat diharapkan dapat lebih kritis dengan film yang disuguhkan sehingga menjadi


(4)

82

kamunikan yang aktif serta mengambil yang baik – baiknya dan membuang yang buruk dari film yang di tonton.

3. Untuk produser, hendaknya tetap mengutamakan film yang mengandung pesan – pesan moral dalam masyarakat. Supaya film tidak hanya sebagai sarana hiburan saja, tetapi juga sarana pendidikan. Dan sehingga film bisa dijadikan tuntunan bagi masyarakat dalam bertindak.

Mungkin penelitian ini jauh dari kata sempurna, semoga ada penelitian yang lebih lanjut melihat perkembangan film indonesia yang semakin maju, penelitian ini juga diharapkan bermanfaat bagi pembaca, saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Amir, Mafri. 1999. Etika Komunikasi Massa dalam Pandangan Islam. Jakarta : Logos.

Baran, Stanley. 2012. Pengantar Komunikasi Massa. Jakarta: Erlangga. Danesi, Marcel. 2010. Semiotika Media. Yogyakarta : Jalasutra

Fiske, John. 2012. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.

Morissan, M.A. 2008. Manajemen Media Penyiaran. Jakarta: Kencana. Muchtar, Rusdi. 1996. Televisi dan Masyarakat. Jakarta: PT Rineka Cipta. Mudjiono, Yoyon. 2012. Ilmu Komunikasi. Surabaya : Jaudar Press.

Mufid, Muhamad. 2012. Etika dan Filsafat Komunikasi. Jakarta : Kencana.

Pawito.2007. Penelitian Komunikasi Kualitatif. Yogyakarta : PT. Lks Pelangi Aksara.

Pratikno.1987. Globalisasi Komunikasi . Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

Rakhmat, Jalaluddin. 2004. Metode Penelitian Komunikasi. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.

Sastro Subroto, Darwanto. 1994. Produksi Acara Televisi. Yogyakarta: Duta Wacana.

Seto, Indiwan. 2013. Semiotika Komunikasi. Jakarta : Mitra Wacana Media. Siahaan,S. M. 1991. Komunikasi Pemahaman dan penerapannya . Jakarta:

Gunung Mulia.

Sobur, Alex. 2003. Semiotika Komunikasi. Bandung : PT. Remaja Rosdakaya. Suranto, Aw.2011. Komunikasi Interpersonal. Yogyakarta : Graha Ilmu. Tamburaka, Apriadi. 2013. Literasi Media. Jakarta: PT RajaGrafindo Persaka. Uchjana Effendy, Onong. 2006. Ilmu Komunikasi Teori dan Prakte. Bandung: PT

Remaja Rosda Karya.

Wardhana, Veven. 1997. Kapitalisme Televisi dan Strategi Budaya Massa. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.


(6)

Widjaja, H.A.W.1997. Komunikasi dan Hubungan Masyarakat. Jakarta : Bumi Aksara.

Vivian, John.2008. Teori Komunikasi Massa. Jakarta : Kencana.

Zamroni, Mohammad.2009. Filsafat Komunikasi. Yogyakarta : Graha Ilmu. http://ermawatirahma.blogspot.com/p/komunikasi-etika-dalam-komunikasi.html

diakses september 2015

Wikipedia bahasa Indonesia (sinetron/ ensiklopedia bebas.html) Di akses bulan Juni 2016

https://mandala991.wordpress.com/2012/06/11/analisis-semiotik-mitos-roland-barthes/ diakses September 2015

http://www.imdb.com/title/tt3415692/fullcredits/ akses tanggal 12 Oktober 2016/11:51

http://gambaru.me/foto-pemain-mahabharata-semua-tokoh-dan-nama-asli/ akses