PEMBENTUKAN CITRA MANTAN WANITA TUNA SUSILA EKS LOKALISASI DOLLY SURABAYA.

(1)

PEMBENTUKAN CITRA MANTAN WANITA TUNA SUSILA EKS LOKALISASI DOLLY SURABAYA

SKRIPSI

DiajukanKepadaUniversitas Islam NegeriSunanAmpel Surabaya UntukMemenuhi Salah SatuPersyaratandalamMemperoleh

GelarSarjanaIlmuKomunikasi (S. I Kom)

Oleh :

DwiAmrinaRosyada NIM B06213016

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

JURUSAN KOMUNIKASI

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI 2017


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

ABSTRAK

Dwi Amrina Rosyada, B06213016, 2017. Pembentukan Citra Mantan Wanita Tuna Susila Eks Lokalisasi Dolly Surabaya. Skripsi Program Studi llmu Komunikasi Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Sunan Ampel Surabaya.

Kata Kunci :Pembentukan Citra, Wanita Tuna Susila, Metode Penelitian Kualitatif

Dengan penutupan kawasan lokalisasi Dolly Surabaya membuat terjadinya perubahan psikologis bagi para wanita tuna susila. Mereka menjadi orang yang berbeda dari sebelumnya dan mungkin mempunyai konsep diri yang baru. Dalam membangun konsep diri yang baru mantan wanita tuna susila tentu memerlukan pemebentukan citra.

Citra adalah suatu kesan yang berkaitan dengan nilai, perilaku maupun prestasi yang dibangun oleh seseorang baik secara sengaja maupun tidak sengaja dengan tujuan menampilkan karakter dirinya. Pembentukan Citra berkaitan dengan dunia persepsi. Dalam membentuk citra tidak membutuhkan waktu yang sedikit karena berkaitan dengan kepercayaan seseorang.

Wanita Tuna Susila atau pekerja seks komersial adalah seseorang yang menjual jasanya untuk melakukan hubungan seksual untuk uang. Di Indonesia wanita tuna susila atau pekerja seks komersial sebagai pelaku pelacuran sering disebut sebagai sundal atau sundel. Ini menunjukkan bahwa perilaku perempuan sundal itu sangat begitu buruk hina dan menjadi musuh masyarakat, mereka kerap digunduli bila tertangkap aparat penegak ketertiban. Mereka juga digusur karena dianggap melecehkan kesucian agama dan mereka juga diseret ke pengadilan karena melanggar hukum. Pekerjaan melacur atau nyundal sudah dikenal di masyarakat sejak berabad lampau ini terbukti dengan banyaknya catatan tercecer seputar mereka dari masa kemasa. Sundal selain meresahkan juga mematikan, karena merekalah yang ditengarai menyebarkan penyakit AIDS akibat perilaku seks bebas tanpa pengaman bernama kondom.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dalam membentuk citra dirinya yang baru agar dipersepsikan positif oleh masyarakat mantan wanita tuna susila membentuk citra secara verbal dan non verbal, bersosialisasi baik dengan lingkungan, bertegur sapa, aktif menjalin komunikasi, merubah penampilan, menunjukkan keterampilan lain dengan bergabung menjadi anggota Usaha Mikro dan Kecil Menengah (UMKM). Dimana hal tersebut benar sesuai dengan komponen-komponen yang harus dilakukan saat membentuk suatu citra.

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dimana penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subyek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dsb. Penelitian ini lebih menekankan pada makna dan proses daripada hasil suatu aktivitas.


(7)

DAFTAR ISI

JUDUL PENELITIAN ... i

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iv

MOTTO dan HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

KATA PENGANTAR ... vi

ABSTRAK ... ix

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR BAGAN ... xii

BABI: PENDAHULUAN ... 1

A. Konteks Penelitian ... 5

B. Fokus Penelitian ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Manfaat Hasil Penelitian ... 5

1. Manfaat Teoritis ... 5

2. Manfaat Praktis ... 5

E. Kajian Hasil Penelitian Terdahulu ... 6

F. Definisi Konsep Penelitian ... 7

1. Citra... 7

2. Wanita Tuna Susila ... 9

G. Kerangka Pikir Penelitian ... 10

H. Metode Penelitian ... 17

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian ... 17

2. Subyek Penelitian... 18

3. Jenis dan Sumber Data ... 19

4. Tahap-tahap Penelitian... 19

5. Teknik Pengumpulan Data ... 21

6. Teknik Analisis Data... 22

BAB II : KAJIAN TEORITIS TENTANG PEMBENTUKAN CITRA MANTAN WANITA TUNA SUSILA EKS LOKALISASI DOLLY SURABAYA ... .24

A. Interaksi Sosial Mantan Wanita Tuna Susila ... 24

1. Pengertian Interaksi Sosial ... 24

2. Wanita Tuna Susila ... 28

B. Citra sebagai Presentasi Diri ... 30

C. Teori Interaksi Simbolik ... 34

D. Teori Presentasi Diri ... 42

BAB III: PENYAJIAN DATA PENELITIAN PEMBENTUKAN CITRA MANTAN WANITA TUNA SUSILA EKS LOKALISASI DOLLY SURABAYA ... .46

A. Deskripsi Umum Lokasi Penelitian ... .46

1.Letak geografis Wilayah ... 46


(8)

3. Kondisi sosio ekonomi dan kultural ... .49

4. Sejarah Lokalisasi Dolly ... .49

B. Subjek Penelitian ... 52

C. Deskripsi Data Penelitian ... 58

BAB IV: INTERPRETASI HASIL PENELITIAN MENGENAI PEMBENTUKAN CITRA MANTAN WANITA TUNA SUSILA EKS LOKALISASI DOLLY SURABAYA ... 68

A. Temuan Penelitian ... 68

B. Konfirmasi Temuan dengan Teori ... 76

BAB V: PENUTUP ... 82

A. Simpulan ... 82

B. Rekomendasi ... 84

Daftar Pustaka ... 85 Lampiran-Iampiran


(9)

DAFTAR BAGAN


(10)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Konteks Penelitian

Perkembangan kehidupan manusia tidak selamanya dapat berjalan dengan baik sesuai dengan apa yang diharapkan. Manusia dalam kehidupannya sering menemui kendala-kendala yang tak jarang menimbulkan perasaan kecewa dan tidak menemukan jalan keluar sehingga terkadang manusia memilih langkah yang kurang tepat dalam jalan hidupnya.Dalam usaha mendapatkan pemenuhan kebutuhan hidup terkadang akan menuntut seorang wanita harus bekerja diluar rumah untuk mencari kegiatan yang dapat menambah penghasilan keluarga.Upaya mencari penghasilan untuk sekarang ini tidaklah mudah karena lapangan kerja yang sangat terbatas disamping tingkat pendidikan yang sangat rendah. Dengan tingkat pendidikan yang rendah dan tidak adanya ketrampilan yang mereka miliki menyebabkan mereka mencari jenis pekerjaan yang dengan cepat menghasilkan uang.Salah satu jalan pintas dalam perjalanan hidup seorang perempuan akibat cobaan-cobaan hidup yang berat dirasakan, perempuan tersebut terjun dalam dunia pelacuran.

Fenomena praktek pelacuran sudah bukan lagi menjadi persoalan rahasia, diSurabaya hal tersebut merupakan masalah sosial yang sangat menarik dan tidak ada habisnya untuk diperbincangkan serta diperdebatkan. Mulai dari dahulu sampai sekarang masalah pelacuran adalah masalah sosial yang sangat sensitive yang menyangkut peraturan soial, moral, etika, bahkan agama.Penyebab pelacuran sebenarnya bukan tunggal tetapi cenderung kompleks.Kecenderungan perempuan untuk menjual diri adalah karena pengaruh teman, aspirasi material, trend, mencari perhatian karena dirumah


(11)

2

merasa kurang diperhatikan serta pelampiasan dari rasa kekecewaan.1Tak hanya itu, praktek pelacuran terjadi juga lantaran adanya penolakan dan tidak dihargai oleh lingkungan, himpitan ekonomi/ kemiskinan, serta mudahnya mendapat uang ketika melacur.

Sejarah prostitusi di Surabaya hampir setua sejarah ibu kota Jawa Timur ini. Pada mulanya, pelacuran ini merebak di kawasan pesisir, lantas merambah daerah pinggiran. Prostitusi di Surabaya tumbuh seiring dengan perkembangan kota itu sebagai kota pelabuhan, pangkalan Angkatan Laut, dan tujuan akhir kereta api. Saat penjajahan Belanda pada abad ke-19, Surabaya sudah dikenal dengan kegiatan pelacuran. Catatan resmi sejarah Kota Surabaya menyebutkan, tahun 1864, terdapat 228 pelacur di rumah-rumah bordil di kawasan Bandaran di pinggir Pelabuhan Tanjung Perak. Pada masa pendudukan Jepang tahun 1940-an, muncul lokalisasi yang terkenal, yaitu Kembang Jepun.Para pelacur melayani hasrat seks tentara yang mencari hiburan di tengah perang. Setelah kemerdekaan, bisnis seks di kota ini bukannya berhenti, tetapi malah semakin marak. Kawasan pelacuran hampir tersebar merata di wilayah Surabaya.Kawasan prostitusi yang paling terkenal yakni Dolly.Tak jauh dari kawasan Dolly bahkan bersebelahan, Lokalisasi Jarak juga menjadi tempat para wanita tuna susila memuaskan nafsu birahi para lelaki hidung belang.Kawasan pelacuran besar juga berkembang di bagian utara Surabaya, tepatnya di Bangunsari/ Bangunrejo, Kecamatan Krembangan.Tak jauh dari tempat tersebut, terdapat pula bisnis jasa seks di Kremil.Para pelacur di kedua tempat ini melayani lelaki hidung belang kalangan kelas bawah, terutama para awak kapal dari Tanjung Perak.Di bagian barat, sekitar 15 km dari pusat Kota Surabaya, terdapat kompleks pelacuran Moroseneng, di Desa Sememi, Kecamatan Benowo.Berdampingan dengan lokasi ini, tumbuh juga kegiatan pelacuran di Desa

1Lestari, R. dan Koentjoro.2002. Pelatihan Berpikir Optimis untuk Meningkatkan Harga Diri Pelacur yang


(12)

3

Klakah Rejo, Kecamatan Benowo.Kedua kawasan ini biasa digunakan untuk pelesiran kalangan menengah.2

Maraknya pekerja seks komersial serta kawasan lokalisasi di Surabaya mengharuskan Pemda Kota Surabaya menyusun kebijakan dan menerapkan langkah-langkah penanggulangan yang terpadu juga menyeluruh dalam suatu sistem yang efektif dan komperhensif, baik penegakan hukum untuk mengurai supply maupun pendekatan kesejahteraan untuk menekan dan mengatasi laju jumlah wanita tuna susila di Surabaya. Meski tak mudah, usaha-usaha untuk menanggulangi permasalahan ini agar mencapai hasil yang optimal karena jangkauan dan kemampuan pemerintah yang terbatas juga karena kompleksitas rumitnya masalah pelacuran ini namun Walikota Surabaya Tri Risma Harini dengan tegas dan berani untuk mengambil kebijakan penting pada tanggal 18 Juni 2014, bahwa dirinya berketetapan untuk menutup praktik perzinahan di salah satu kawasan lokalisasi yang terkenal dan terbesar di Asia Tenggara yang familiar kita ketahui bersama yaitu “ Kawasan Lokalisasi Dolly”.3

Langkah besar telah diambil oleh Pemkot Surabaya dengan segala konsekuensinya.Dengan penutupan kawasan lokalisasi ini membuat terjadinya perubahan psikologis bagi para wanita tuna susila.Mereka menjadi orang yang berbeda dari sebelumnya dan mungkin mempunyai konsep diri yang baru.Program pembinaan keterampilan yang diberikan oleh Pemkot Surabaya untuk para mantan pekerja seks komersial ini diharapkan mampu membawa perubahan dunia sosial serta kesadaran baru untuk dapat secara perlahan menata kehidupan mereka agar menjadi lebih baik.

Untuk dapat kembali membangun citra diri yang positif tentu tidak mudah dilakukan oleh seseorang yang telah mendapat gelar atau predikat buruk pada dirinya

2Ilham, Jimmy http://nasional.kompas.com/read/2008/04/20/12433467/bagai.septic.tank.di.rumah.kita, diakses

pada tanggal 10 November 2016, pukul 12.12 WIB

3 Elin Yunita Kristanti,


(13)

4

seperti mantan pekerja seks komersial. Mantan pekerja seks komersial yang ingin kembali hidup berdampingan dengan masyarakat dan ingin hidup normal seakan berada dalam suatu dilema..Citra merupakan persepsi yang tertanam dan terpelihara dalam benak orang lain dengan tujuan akhir membentuk bagaimana pandangan atau persepsi positif muncul dari orang lain, sehingga bisa berlanjut ke trust atau ke aksi-aksi lainnya..4

Citra adalah suatu kesan yang berkaitan dengan persepsi, nilai, perilaku maupun prestasi yang dibangun oleh seseorang baik secara sengaja maupun tidak sengaja dengan tujuan menampilkan citra dirinya.Pembentukan Citra tidak membutuhkan waktu yang sedikit karena berkaitan dengan kepercayaan seseorang.Menyandang predikat sebagai wanita tuna susila tentu menjadi sebuah pertimbangan.Dalam prosesnya dibutuhkan konsistensi dan persistensi menjadi satu kesatuan yang tak dapat dihindarkan. Persistensi berkaitan dengan kegigihan dan keuletan seseorang dalam menjalani berbagai proses termasuk dalam mengahadapi berbagai rintangan dan hambatan serta menetapkan beberapa alternative solusi yang dapat digunakan. Adapun konsistensi terkait relevansi dari setiap kegiatan dan aktifitas yang dilakukansecara berulang-ulang.Oleh karena itu dalam citra diperlukan upaya-upaya yang dilakukan secara berkelanjutan.5

Mantan pekerja seks komersial yang ingin kembali hidup berdampingan secara normal dalam masyarakat, kembali membangun citra diri yang positif dengan terus aktif melakukan citra seakan berada dalam suatu dilemma.Di satu sisi mereka ingin kembali bisa hidup dengan masyarakat umum, namun di sisi lain juga merasa kesulitan untuk merubah sikap dan pandangan masyarakat yang telah terlanjur memberikan citra diri negative dengan bertingkah laku yang menyimpang dari tendensi atu ciri karakteristik rata-rata dari seorang manusia kebanyakan. Kondisi yang demikianlah yang mengakibatkan kondisi psikologi mantan pekerja seks komersial kurang stabil, banyak

4

Haroen, Dewi, Citra( Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama, 2014 ), hal. 13.

5

Tumewu, Becky dan Parengkuan, Erwin, Personal Brand- Inc( Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama, 2014),


(14)

5

memendam konflik internal dengan batinnya sendiri juga konflik eksternal dengan lingkungan. Masalah kepribadian inilah yang perlu mendapatkan perhatian yaitu kondisi penerimaan diri pada individu yang telah menjadi seorang wanita tuna susila.Dari latar belakang pada fenomena maraknya pekerja seks komersial, maka peneliti mengambil Judul “ PembentukanCitraMantan Wanita Tuna Susila Eks Lokalisasi Dolly Surabaya.”

B. Fokus Penelitian

Agar tidak terjadi pengembangan masalah di luar ruang lingkup dan kekaburan dalam penelitian, peneliti merasa perlu untuk melakukan pemfokusan penelitian. Adapun fokus penelitian ini adalah;

Bagaimana Mantan Wanita Tuna Susila dapat membangun citra diri yang positif agar dapat diterima kembali di masyarakat?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

Memahami dan mendeskripsikan citra diri yang dilakukan Mantan Wanita Tuna Susila agar diterima kembali di masyarakat.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat seperti ;

1. Manfaat Teoritis, Peneliti berharap agar penelitian ini dapat menjadi rujukan dalam ranah ilmu komunikasi khususnya mengenai citradiri.

2. Manfaat Praktis, Penelitian ini diharapkan dapat memberi gambaran bagi seseorang, khususnya pada wanita tuna susila untuk dapat membentuk atau membangun kembali citradiri yang positif.


(15)

6

E. Kajian hasil penelitian terdahulu

Kajian penelitian terdahulu dapat memberikan gambaran ilmu kepada peneliti, agar penelitian dapat dilakukan dengan maksimal. Berikut penelitian terdahulu yang ditemukan oleh peneliti :

Skripsi berjudul “Citra Pejabat Publik di Media Sosial (Analisis Isi Timeline Akun Fanpage Ridwan Kamil Periode Desember 2015)” karya dari Zamiatul Laelly pada tahun 2016.Persamaan dari penelitian adalah sama-sama menganalisis citra dalam kehidupan seseorang yang digunakan untuk membentuk dan membangun citra diri.Sedangkan perbedaannya terletak pada unit analisisnya Unit analisis pada penelitian sebelumnya adalah citra yang dilakukan oleh seorang pejabat sedangkan unit analisis yang diteliti oleh peneliti saat ini adalah citra seorang Wanita Tuna Susila.

Jurnal berjudul “Pola Komunikasi Pekerja Sosial Pada Eks Wanita Tuna Susila di Balai Rehabilitasi Sosial „Wanita Utama‟ Surakarta” karya Rosita Nur Anggraini dan Tanti Hermawati pada tahun 2016.Persamaan dari penelitian ini adalah sama-sama menjadikan seorang Wanita Tuna Susila sebagai subjek penelitian. Sedangkan perbedaannya terletak pada focus penelitiannya. Fokus penelitian pada penelitian sebelumnya adalah mengenai pola komunikasi sedangkan fokus penelitian yang diteliti oleh peneliti saat ini adalah mengenai citra.

Skripsi berjudul “PembentukanCitra Melalui Media Sosial (Studi Deskriptif Kualitatif Citra Saptuari Sugiharto Melalui Akun Twitter Pribadi @SAPTUARI)” karya Laksita Wikan Nastiti pada tahun 2016.Persamaan dari penelitian ini adalah sama-sama menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif, serta menganalisis citra yang tengah dilakukan seseorang.Sedangkan perbedaannya terletak pada subjek penelitiannya.


(16)

7

Skripsi berjudul “Konsep Diri Eks Wanita Tuna Susila di Panti Sosial” karya

Syaiful Rohim pada tahun 2014.Persamaan dari penelitian ini adalah sama-sama meneliti seorang Wanita Tuna Susila. Sedangkan perbedaannya terletak pada focus penelitian.Fokus penelitian sebelumnya adalah menganalisa konsep diri sedangkan focus penelitian yang diteliti oleh peneliti saat ini adalah mengenai citra.

F. Definisi Konsep

1. Citra

Dalam penelitian ini citra yang dimaksud adalah bentuk usaha yang dilakukan oleh mantan Wanita Tuna Susila Eks Lokalisasi Dolly dalam membangun persepsi dan citra diri yang positif untuk bisa kembali di terima dalam suatu lingkungan masyarakat. Dengan memberikan kesan yang berkaitan dengan nilai, perilaku,maupun prestasi yang dibangun baik secara sengaja maupun tidak sengaja sehingga mampu tertanam persepsi dan terpelihara dalam benak orang lain dengan tujuan akhir membentuk bagaimana pandangan positif muncul dari masyarakat sehingga bisa berlanjut ke suatu kepercayaan.

Citra yang merupakan suatu identitas pribadi yang mampu meciptakan sebuah respon emosional terhadap orang lain mengenai kualitas dan nilai yang dimiliki dibentuk dengan tidak memerlukan waktu yang sedikit. Semua upaya yang dilakukan oleh mantan Wanita Tuna Susila Eks Lokalisasi dalam membangun citra diri yang positif untuk kembali mendapat kepercayaan agar terbangun persepsi positif dari orang lain yang melihatnya kemudian dapat kembali menerimanya dalam suatu lingkungan masyarkat haruslah terus dilakukan secara bertahap dan berulang-ulang.


(17)

8

Dengan memperhatikan komponen-komponen yang ada dalam pembentukan citra, seorang mantan Wanita Tuna Susila perlu memulai dari nilai atau prinsip yang dipakai dalam hidup, dimana hal tersebut dapat mempengaruhi cara berpikir, berperilaku, dan mengambil keputusan. Nilai sebagai sesuatu yang tumbuh dan mengakar dalam diri seseorang dapat membentuk dan berperan besar dalam setiap keputusan atau perilaku yang dilakukan.

Kemampuan dan keterampilan dalam melakukan sesuatu juga harus dikomunikasikan secara efektif sehingga public aware atas kemampuan yang

dimiliki dan meningkatkan segala peluang positif terhadap apa yang menjadi tujuan dari segala yang dicita-citakan. Citra dalam penelitian ini juga berbicara mengenai perilaku, bagaimana seorang mantan Wanita Tuna Susila memandang dirinya sendiri sebagai pola perilaku yang tidak tampak dan bagaimana orang lain dalam memandang serta menilai diri kita yang tampak. Penilaian orang lain merupakan persepsi mengenai Anda yang ada dalam pikiran mereka. Oleh karena itu, semakin menonjol tindakan atau suatu perilaku maka semakin menonjol pula citra diri diri Anda.

Bagaimana seorang mantan Wanita Tuna Susila dalam berpenampilan ketika dalam membangun kembali image positif juga menjadi bagian citra dalam penelitian ini.Penampilan berkaitan dengan penampilan fisik seperti fashion, accessories, tata rambut, dsb. Penampilan dapat mempengaruhi persepsi orang lain terhadap tingkat intelektual dan wawasan seseorang. Penampilan harus sesuai dengan image yang hendak dibangun pada masyarakat.


(18)

9

2. Wanita Tuna Susila

Pelacur berasal dari bahasa latin yaitu Pro-stituere atau Pro-stauree,yang berarti memberikan diri berbuat zinah, malakukan persundelan,percabulan. Sedang prostitute adalah pelacur atau sundel.6Tuna susila atau tidak bersusila itu diartikan sebagai kurang beradabatau karena keroyalan relasi seksualnya, dalam bentuk penyerahan diri padabanyak laki-laki untuk memuaskan, dan mendapat imbalan jasa atau uangbagi pelayanannya. Tuna susila itu juga bisa diartikan sebagai salah tingkah,tidak susila atau gagal menyesuaikan diri terhadap norma-norma susila, makapelacur itu adalah wanita yang tidak baik berperilaku dan bisa mendatangkan celaka dan penyakit, baik kepada orang lain yang bergaul dengan dirinyamaupun kepada dirinya sendiri.Apabila dilihat secara luas dengan memperhatikan aspek dasarny dari prostitusi ialah menyangkut perbuatan yang tidak sesuai denga nilai-nilai sosial.

Dalam penelitian ini Wanita Tuna Susila yang dimaksud adalah mantan Pekerja Seks Komersial yang sudah tidak lagi bekerja sebagai pelayan nafsu birahi para lelaki hidung belang. Mereka yang telah berubah menjadi seorang wanita dengan aktifitas yang lebih baik dengan segala kelebihan skill atau keahlian lain yang mereka miliki. Mantan Wanita Tuna Susila dalam penelitian ini adalah mereka yang berlatar belakang berhenti menjadi seorang pekerja seks komersial sebelum penutupan Dolly serta pekerja seks komersial yang berhenti setelah adanya penutupan.

6 Kartono, Kartini. Psikologi Wanita Jilid I (Mengenal Gadis Remaja dan Wanita Dewasa). (Bandung : Mandar


(19)

10

G. Kerangka Pikir Penelitian

1. Teori Interaksi Simbolik

Paham mengenai interaksi simbolik (symbolic interactionism) adalah suatu cara berpikir mengenai pikiran (mind), diri dan masyarakat yang telah memberikan banyak kontribusi kepada tradisi sosiokultural dalam membangun teori komunikasi. Dengan menggunakan sosiologi sebagai fondasi, paham ini mengajarkan bahwa ketika manusia berinteraksi satu sama lainnya, mereka saling membagi makna untuk jangka waktu tertentu dan untuk tindakan tertentu.7

George Herbert Mead dipandang sebagai pembangun paham interaksi simbolik.Ia mengajarkan bahwa makna muncul sebagai hasil interaksi diantara manusia baik secara verbal maupun nonverbal. Melalui aksi respon yang terjadi, kita memberikan makna kedalam kata-kata atau tindakan, dan karenanya kita dapat memahami suatu peristiwa dengan cara-cara tertentu.Menurut paham ini, masyarakat muncul dari percakapan yang saling berkaitan diantara individu.

Pada awal perkembangannya, interaksi simbolik lebih menekankan studinya tentang perilaku manusia pada hubungan interpersonal, bukan pada keseluruhan kelompok atau masyarakat. Proporsi paling mendasar dari interaksi simbolik adalah perilaku dan interaksi manusia itu dapat dibedakan, karena ditampilkan lewat simbol dan maknanya.Mencari makna di balik yang sensual menjadi penting di dalam interaksi simbolik.8

Menurut paham interaksi simbolik, individu berinteraksi dengan individu lainnya sehingga menghasilkan suatu ide tertentu mengenai diri yang

7Morissan.Teori Komunikasi Individu hingga Massa. (Jakarta : Kencana Prenadamedia Group, 2013), hal. 110 8Wirawan, Teori-teori Sosial dalam Tiga Paradigma. (Jakarta : KencanaPrenadamedia Group, 2012). hal. 114


(20)

11

berupaya menjawab pertanyaan siapakah Anda sebagai manusia?Manford Kuhn menempatkan peran diri sebagai pusat kehidupan sosial.Menurutnya, rasa diri seseorang merupakan jantung komunikasi.Diri merupakan hal yang penting dalam interaksi.Misalnya seorang anak bersosialisasi melalui interaksi dengan orang tua, saudara dan masyarakat sekitarnya.Orang memahami dan berhubungan dengan berbagai hal atau objek melalui interaksi sosial.

Suatu objek dapat berupa aspek tertentu dari realitas individu apakah itu suatu benda, kualitas, peristiwa, situasi atau keadaan. Satu-satunya syarat agar sesuatu menjadi objek adalah dengan cara memberikannya nama dan menunjukkannya secara simbolis. Dengan demikian suatu objek memiliki nilai sosial sehingga merupakan objek sosial (sosial object).Menurut pandangan ini, realitas adalah totalitas dari objek sosial dari seorang individu. Bagi Khun, penamaan objek adalah penting guna menyampaikan makna suatu objek. Menurut Khun, komunikator melakukan percakapan dengan dirinya sendiri sebagai bagian dari proses interaksi. Dengan kata lain, kita berbicara dengan diri kita sendiri di dalam pikiran kita guna membuat perbedaan di antara benda-benda dan orang. Ketika seseorang membuat keputusan bagaimana bertingkah laku terhadap suatu objek sosial maka orang itu menciptakan apa yang disebut Kuhn “suatu rencana tindakan” (a plan of action) yang dipandu

dengan sikap atau pernyataan verbal yang menunjukkan nilai-nilai terhadap mana tindakan itu akan diarahkan. Misalnya seorang mahasiswa yang ingin melanjutkankuliah harus terlebih dahulu membuat rencana tindakan yang dipandu oleh seperangkat-seperangkat nilai-nilai (sikap) positif dan negatif terhadap kuliah. Jika nilai positif lebih kuat maka ia akan melanjutkan kuliah,


(21)

12

namun jika nilainilai negatif yang lebih dominan maka ia tidak akan melanjutkan kuliah.

Menurut pandangan interaksi simbolik, makna suatu objek sosial serta sikap dan rencana tindakan tidak merupakan sesuatu yang terisolasi satu sama lain. Makna muncul melalui interaksi manusia satu dengan yang lain. Orangorang terdekat memberikan pengaruh besar dalam kehidupan kita.Mereka adalah orang-orang dengan siapa kita memiliki hubungan dan ikatan emosional seperti orang tua atau saudara.Mereka memperkenalkan kita dengan kata-kata baru, konsep-konsep tertentu atau kategori-kategori tertentu yang kesemuanya memberikan pengaruh kepada kita dalam melihat realitas. Orang terdekat membantu kita belajar membedakan antara diri kita dan orang lain sehingga kita terus memiliki sense of self.9

Teori interaksi simbolik memfokuskan perhatiannya pada cara-cara yang digunakan manusia untuk membentuk makna dan struktur masyarakat melalui percakapan. Menurut George Herbert Mead Interaksi simbolik mendasarkan gagasannya atas enam hal yaitu :10

a. Manusia membuat keputusan dan bertindak pada situasi yang dihadapinya sesuai dengan pengertian subjektifnya.

b. Kehidupan sosial merupakan proses interaksi, kehidupan sosial bukanlah struktur atau bersifat structural dank arena itu akan terus berubah.

c. Manusia memahami pengalamannya melalui makna dari symbol yang digunakan di lingkungan terdekatnya, dan bahasa merupakan bagian yang sangat penting dalam kehidupan sosial.

9Morissan.Teori Komunikasi Individu hingga Massa. (Jakarta : Kencana Prenadamedia Group, 2013), hal.

111-112


(22)

13

d. Dunia terdiri dari berbagai objek sosial yang memilii nama dan makna yang ditentukan secara sosial.

e. Manusia mendasarkan tindakannya atas interpretasi mereka, dengan mempertimbangkan dan mendefinisikan objek-objek dan tindakan yang relevan pada situasi saat itu.

f. Diri seseorang adalah objek signifikan dan sebagaimana objek sosial lainnya diri definisikan melalui interaksi sosial dengan orang lain. Terdapat tiga konsep penting dalam teori yang dikemukakan Mead ini yaitu masyarakat, diri, dan pikiran. Ketiga konsep tersebut memiliki aspek-aspek yang berbeda namun berasal dari proses umum yang sama disebut “ sosial act”, yaitu suatu unit tingkah laku lengkap yang tidak dapat dianalisis kedalam sub bagian tertentu. Dalam bentuknya yang paling dasar, suatu tindakan sosial melibatkan hubungan tiga pihak. Pertama, adanya isyarat awal dari gerak atau isyarat tubuh seseorang, dan adanya tanggapan terhadap isyarat itu oleh orang lain dan adanya hasil. Hasil adalah apa makna tindakan bagi komunikator. Makna tidak semata-mata hanya berada pada salah satu dari ketiga hal tersebut tetapi berada dalam suatu hubungan segitiga yang terdiri atas ketiga hal tersebut (isyarat tubuh, tanggapan, dan hasil)11

2. Hubungan Teori-teori diatas dengan Penelitian

Seperti yang telah dijelaskan pada teori diatas bahwa interaksi simbolik adalah suatu cara berpikir mengenai pikiran (mind), diri dan masyarakat yang telah memberikan banyak kontribusi kepada tradisi sosiokultural, dengan menggunakan sosiologi sebagai fondasi, paham ini mengajarkan bahwa ketika manusia berinteraksi satu sama lainnya, mereka

11

Wayne Woodward, Tridic Communication as Transactional Participation, 1996 dalam Little John dan Foss, hal. 155.


(23)

14

saling membagi makna untuk jangka waktu tertentu dan untuk tindakan tertentu. Makna muncul sebagai hasil interaksi diantara manusia baik secara verbal maupun nonverbal.Melalui aksi respon yang terjadi, kita memberikan makna kedalam kata-kata atau tindakan, dan karenanya kita dapat memahami suatu peristiwa dengan cara-cara tertentu.

Dalam membangun citramantan pekerja seks komersial yang ingin kembali hidup berdampingan dengan masyarakat tentulah memerlukan suatu interaksi simbolis. Mantan pekerja seks komersial yang ingin membentuk personal image positive dan kembali mencitrakan diri sebagai seorang yang memiliki perilaku yang baik kepada orang lain dalam prosesnya memerlukan interaksi penukaran makna, agar apa yang ingin dicitrakan dapat tersampaikan oleh target marketnya. Dalam setiap kasus harus dimulai secara baru yang diawali dengan suatu tindakan individual.

Dalam penelitian ini teori interaksi simbolik digunakan untuk menganalisis proses dimana mantan Wanita Tuna Susila hendak membangun citra positif dari predikat Pekerja Seks Komersial sebelumnya. Perspektif interaksi simbolik yang berusaha memahami perilaku manusia dari sudut pandang subjek. Perspektif ini yang menyarankan bahwa perilaku manusia harus dilihat sebagai proses yang memungkinkan manusia membentuk dan mengatur perilaku mereka dengan mempertimbangkan ekspektasi orang lain yang menjadi mitra interaksi mereka. Definisi yang mereka berikan pada orang lain, situasi, objek, dan bahkan diri mereka sendiri lah yang menentukan perilaku mereka. Perilaku mereka tidak dapat digolongkan sebagai kebutuhan, dorongan impuls, tuntutan budaya, atau tuntutan peran.Manusia bertindak


(24)

15

hanya bertindak berdasarkan definisi atau penafsiran mereka atas objek-objek disekeliling mereka.12

Seorang mantan Wanita Tuna Susila sebelum memutuskan untuk membangun citra yang baik tentu memiliki berbagai macam alasan dan pertimbangan. Apa yang menjadi motif seorang mantan WanitaTuna Susila hingga memunculkan kesadaran diri untuk melakukan perubahan dalam kehidupan yang lebih baik. Disinilah keterkaitan teori interaksi simbolik terhdap citra mantan Wanita Tuna Susila Eks Lokalisasi . Menurut paham interaksi simbolik ,makna yang telah didapat dari suatu proses interaksi sehingga mengahasilkan suatu ide tertentu mengenai diri yang berupaya menjawab pertanyaan siapakah Anda sebagai manusia, menempatkan peran diri sebagai pusat kehidupan sosial. Seorang mantan Wanita Tuna Susila yang mengininkan kembali suatu kepercayaan, persepsi positif, hingga di terima masyarakat melakukan percakapan dengan dirinya sendiri sebagai bagian dari interaksi.Bagaiamana dirinya mengkonstruksi suatu sikap penyadaran diri melalui penukaran sebuah makna.

Kebijakan Pemerintah Kota Surabaya yang melakukan penutupan wilayah tempat kerja yang biasa digunakan oleh para Wanita Tuna Susila mencari nafkah, yang dimana dalam penelitian ini kawasan Eks Lokalisasi Dolly mungkin dapat dikatakan menjadi satu dari banyak alasan konstruksi atau penyadaran diri Wanita Tuna Susila.Kebijakan Pemerintah Kota Surabaya yang menjadikan kawasan Eks Lokalisasi menjadi Kampung UMKM yang bersih dari lokasi prostitusi tak khayal membawa perubahan sosial.

12


(25)

16

Perubahan sosial yang terjadi ketika ada kesediaan anggota masyarakat untuk meninggalkan unsur-unsur budaya dan system sosial lama dan mulai beralih menggunakan unsur-unsur budaya dan system sosial yang baru.Begitu pula kondisi di lingkungan Eks Lokalisasi yang mau tidak mau harus diikuti oleh masyarakat.Perubahan polapikir, perubahan perilaku, serta perubahan budaya materi mengaharuskan seorang Wanita Tuna Susila bertransformasi menjadi seseorang yang lebih baik.

Mantan pekerja seks komersial yang ingin kembali menata hidup yang lebih baik maka haruslah memulai dari dirinya sendiri, mereka harus terus aktif menggali potensi lain yang ada pada dirinya. Komunikasi verbal dan non verbal adalah cara agar mereka dapat terus membangun citra diri yang hendak diciptakan. Ketika seseorang membentuk citra diri secara otentik maka proses tersebut akan berjalan lebih mudah dan bertahan lama. Interaksi yang aktif dan intenslah yang diperlukan agar citra diri positif dapat berhasil dan membuat mantan pekerja seks komersial mampu mendapat kepercayaan, dan dipersepsikan positif oleh orang lain hingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat.


(26)

17

1.1Bagan Kerangka Pikir Penelitian

H. Metode Penelitian

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dimana penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subyek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dsb. Penelitian ini lebih

Kesadaran Diri Motiv

Mantan Wanita Tuna Susila

Kebijakan Pemerintah

Kota Surabaya Perubahan

Lingkungan

Konstruksi Penyadaran

Diri

Citra Positif

Diterima Masyarakat Persepsi

Positif Trust


(27)

18

menekankan pada makna dan proses daripada hasil suatu aktivitas. Bagman dan Taylor mendefinisikan metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskripsi berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati.Sedangkan Kirk dan Miller mendefinisikan bahwa penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada pengamatan pada manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasannya dan peristilahannya.

Secara umum penelitian kualitatif bertujuan untuk memahami (understanding)

dunia makna yang disimbolkan dalam perilaku masyarakat menurut perspektif masyarakat itu sendiri.13Pada hakikatnya penelitian deskriptif kualitatif adalah suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek dengan tujuan membuat deskriptif,gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta atau fenomena yang diselidiki yakni mengenai citra wanita tuna susila eks lokalisasi.

2. Subjek Penelitian

Subjek penelitian dalam penelitian ini adalah wanita tuna susila eks lokalisasi yang tengah membangun citra agar dapat diterima kembali di lingkungan masyarakat.Banyaknya jumlah yang menjadi subjek adalah 3 orang yang dirasa sesuai dengan kriteria peneliti.

13


(28)

19

3. Jenis dan Sumber Data

Jenis data dalam penelitian ini terbagi atas data primer dan data sekunder.

1) Data Primer adalah data yang langsung dan segera diperoleh dari sumber data. Sumber data diperoleh dari informan yaitu orang yang berpengaruh dalam proses perolehan data atau bisa disebut key member yang

memegang kunci sumber data penelitian ini. Adapun yang menjadi informan dalam penelitian ini adalah wanita tuna susila eks lokalisasi “Dolly”. Penetapan informan ini dilakukan dengan mengambil orang yang telah terpilih betul oleh peneliti menurut ciri-ciri spesifik yang dimiliki oleh sampel atau memilih sampel yang sesuai dengan tujuan penelitian.Peneliti akan berusaha agar dalam sampel itu terdapat wakil-wakil dari segala lapisan populasi sehingga dapat dianggap cukup representatif.14

2) Data Sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber secara tidak langsung, dalam penelitian ini data sekunder berupa buku-buku yang menunjang seperti buku tentang citra, teori interaksi simbolik, wanita tuna susila, dan lokalisasi.

4. Tahapan penelitian

Untuk melakukan sebuah penelitian kualitatif, perlu mengetahui tahap-tahap yang akan dilalui dalam proses penelitian. Tahapan ini disusun secara sistematis agar

diperoleh data secara sistematis pula. Ada empat tahap yang bisa dikerjakan dalam suatu penelitian, yaitu:15

1) Tahap Pra-lapangan

14S. Nasution, Metode Research, (Jakarta : Bumi Aksara, 1996), hal. 99


(29)

20

Pada tahap pra-lapangan merupakan tahap penjajakan lapangan. Ada lima langkah yang dilakukan oleh peneliti yaitu :

a. Menyusun rancangan penelitian

Pada tahap ini, peneliti membuat usulan penelitian atau proposal penelitian yang sebelumnya didiskusikan dengan dosen pembimbing dan beberapa dosen lain serta mahasiswa. Pembuatan proposal ini berlangsung sekitar satu bulan melalui diskusi yang terus-menerus dengan beberapa dosen dan mahasiswa.

b. Memilih lapangan penelitian

Peneliti memilih Kawasan Eks Lokalisasi Dolly yang terletak di daerah Putat Jaya, Surabaya.

c. Menjajaki dan Menilai Lapangan

Tahap ini dilakukan untuk memperoleh gambaran umum tentang keadaan Eks Lokalisasi Dolly, agar peneliti siap terjun ke lapangan serta untuk menilai keadaan, situasi, latar belakang dan konteksnya sehingga dapat ditemukan dengan apa yang dipikirkan oleh peneliti.

d. Memilih dan Memanfaatkan Informan

Tahap ini peneliti memilih seorang informan yang merupakan orang yang benar-benar tahu dan pernah terjerumus menjadi seorang pekerja seks komersial kemudian memanfaatkan informan tersebut untuk melancarkan penelitian.

e. Menyiapkan Perlengkapan Penelitian

Pada tahap ini peneliti mempersiapkan segala sesuatu atau kebutuhan yang akan dipergunakan dalam penelitian ini.


(30)

21

2) Tahap Lapangan

Dalam tahap ini dibagi atas tiga bagian yaitu : a. Memahami latar penelitian dan persiapan diri

Tahap ini selain mempersiapkan diri, peneliti harus memahami latar penelitian agar dapat menentukan model pengumpulan datanya.

b. Memasuki Lapangan

Pada saat sudah masuk ke lapangan peneliti menjalin hubungan yang akrab dengan subyek penelitian dengan menggunakan tutur bahasa yang baik, akrab serta bergaul dengan mereka dan tetap menjaga etika pergulan dan norma-norma yang berlaku di dalam lapangan penelitian tersebut.

c. Berperan serta sambil mengumpulkan data

Dalam tahap ini peneliti mencatat data yang diperolehnya ke dalam

field notes,baik data yang diperoleh dari hasil wawancara, pengamatan

atau menyaksikan sendiri kejadian tersebut. 5. Teknik Pengumpulan Data

Pada tahap penelitian ini agar diperoleh data yang valid dan bisa untuk dipertanggungjawabkan, maka data diperoleh melalui :

1. Wawancara

Wawancara sebagai upaya mendekatkan informasi dengan cara bertanya langsung kepada informan. Tanpa wawancara, peneliti akan kehilangan informasi yang hanya dapat diperoleh dengan jalan bertanya langsung. Adapun wawancara yang dilakukan adalah wawancara tidak berstruktur, dimana di dalam metode ini memungkinkan pertanyaan


(31)

22

berlangsung luwes, arah pertanyaan lebih terbuka, tetap fokus, sehingga diperoleh informasi yang kaya dan pembicaraan tidak kaku.16

2. Observasi

Observasi langsung adalah cara pengumpulan data dengan cara melakukan pencatatan secara cermat dan sistematik. Observasi harus dilakukan secara teliti dan sistematis untuk mendapatkan hasil yang bisa diandalkan, dan peneliti harus mempunyai latar belakang atau pengetahuan yang lebih luas tentang objek penelitian yang mempunyai dasar teori dan sikap objektif. Observasi langsung yang dilakukan oleh peneliti bisa direalisasikan dengan cara mencatat informasi yang berhubungan dengan penelitian ini yakni pemebentukan citra wanita tuna susila eks lokalisasi. 3. Dokumen

Dokumen, yaitu proses melihat kembali sumber-sumber data dari dokumen yang ada dan dapat digunakan untuk memperluas data-data yang telah ditemukan. Adapun sumber data dokumen diperoleh dari lapangan berupa buku, arsip, majalah, serta dokumen resmi yang berhubungan dengan fokus penelitian.

6. Teknik Analisis Data

Tahap menganalisa data adalah tahap yang paling penting dan menentukan dalam suatu penelitian.Data yang diperoleh selanjutnya dianalisa dengan tujuan menyederhanakan data ke dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan diinterpretasikan.Selain itu data diterjunkan dan dimanfaatkan agar dapat dipakai untuk menjawab masalah yang diajukan dalam penelitian.Analisis ini dilakukan


(32)

23

berdasarkan pengamatan di lapangan atau pengalaman empiris berdasarkan data yang diperoleh dari wawancara, observasi dan dokumentasi kemudian disusun dan ditarik kesimpulan.


(33)

BAB II

KAJIAN TEORITIS TENTANG PEMBENTUKAN CITRA

MANTAN WANITA TUNA SUSILA EKS LOKALISASI DOLLY SURABAYA

A. Interaksi Sosial Mantan Wanita Tuna Susila 1. Interaksi Sosial

Interaksi sosial dapat diartikan sebagai hubungan-hubungan sosial yang dinamis. Hubungan sosial yang dimaksud dapat berupa hubungan antara individu yang satu dengan individu yang lainnya, maupun antara kelompok individu. Dalam interaksi juga terdapat simbol, dimana simbol diartikan sebagai sesuatu yang nilai atau maknanya diberikan kepadanya oleh mereka yang menggunakannya.

Interaksi sosial merupakan hubungan antara individu satu dengan individu yang lain, individu satu dapat mempengaruhi individu yang lain begitu pula sebaliknya, sehingga akan menjadi suatu hubungan yang saling timbal balik. Hubungnan tersebut juga terjadi antara individu dengan individu, individu dengan kelompok atau kelompok. Interaksi sosial antara kelompok-kelompok manusia terjadi antara kelompok tersebut sebagai kesatuan dan biasanya tidak menyangkut pribadi anggota-anggotanya.

Dijelaskan lebih lanjut oleh Bonner interaksi sosial adalah hubungan antara individu dua individu atau lebih, sehingga individu yang satu akan mempengaruhi, mengubah atau memperbaiki perilaku individu yang lain atau sebaliknya.


(34)

25

Menurut Festinger interaksi sosial merupakan proses saling mempengaruhi dan saling tergantung yang dapat ditimbulkan oleh adanya kebutuhan untuk melalui dirinya sendiri (selft-evalution) dan kebutuhan ini dipengaruhi oleh adanya pembandingan diri dengan orang lain. Setiap individu akan berusaha untuk menilai dirinya sendiri, menilai perilakunya apakah perilaku tersebut sesuai dengan keadaan orang yang berada diseindividurnya, karena pada dasarnya setiap individu akan menyadari konsekuensi yang akan terjadi apabila individu tersebut bertingkah laku berbeda dengan orang-orang yang berada disekelilingnya.

Interaksi sosial dapat terjadi bila memenuhi dua aspek yaitu adanya kontak sosial dan komunikasi. Kontak sosial dapat bersifat positif atau negatif, tergantung dari predisposisi sikap seseorang yang menunjukan kesediaan atau penolakan. Kontak sosial juga bersifat primer, yakni apabila individu yang terlibat bertemu langsung (face to face), atau sekunder yang berarti individu yang terlibat bertemu melalui media tertentu. Sementara komunikasi baik yang verbal ataupun nonverbal merupakan saluran untuk menyampaikan perasaan ataupun ide/pikiran dan sekaligus sebagai media untuk dapat menafsirkan atau memahami pikiran atau perasaan orang lain.

Pengertian tentang interaksi sosial sangat berguna di dalam memperhatikan dan mempelajari berbagai masalah masyarakat. Umpanya di indonesia dapat dibahas mengenai bentuk-bentuk interaksi sosial yang berlangsung antara berbagai susku bangsa atau antara golongan terpelajar dengan golongan agama. Dengan mengetahui dan memahami perihal kondisi-kondisi apa yang dapat menimbulkan serta mempengaruhi bentuk-bentuk interaksi sosial tertentu, pengetahuan individu dapat


(35)

26

pula disumbangkan pada usaha bersama yang dinamakan pembinaan bangsa dan masyarakat.

Interaksi sosial merupakan kunci dari semua kehidupan sosial karena tanpa interaksi sosial, tak akan mungkin ada kehidupan bersama. Bertemunya orang-perorangan secara badaniah belaka tidak akan menghasilkan pergaulan hidup dalam suatu kelompok sosial. Pergaulan hidup semacam itu baru akan terjadi apabila orang-orang perorang-orangan atau kelompok-kelompok manusia bekerjasama, saling berbicara dan seterusnya untuk mencapai suatu tujuan bersama, mengadakan persaingan, pertikaian dan lain sebagainya. Maka, dapat dikatakan bahwa interaksi sosial merupakan dasar proses sosial, yang menunjuk pada hubungan-hubungan sosial yang dinamis.1

Proses interaksi sosial biasanya didasari oleh berbagai faktor, seperti:

a. Sugesti, merupakan pengaruh atau stimulus yang diberikan oleh setiap individu kepada individu lain yang kemudian menerima, menuruti, dan melaksanakan tanpa berpikir secara kritis dan rasional.

b. Motivasi, ialah sebuah dorongan,pengaruh yang diberikan oleh

seseorang individu lain yang kemudian menerima,menuruti, dan melaksanakan dengan berpikir secara kritis, rasional dan penuh tanggung jawab.

c. Imitasi, adalah suatu tindakan untuk meniru orang lain baik sikap,penampilan maupun gaya hidup.

1Dra. Mutamimah Budiwati.


(36)

27

d. Identifikasi, adalah upaya yang dilakukan oleh individu untuk menjadi sama dengan individu yang ditirunya,melalui proses kejiwaan yang sangat dalam.

e. Simpati, merupakansebuah proses kejiwaan yang merasa tertarik

kepada seseorang, sekelompok orang karena sikap,

penampilan,wibawa, atau perbuatannya.

f. Empati, pada dasarnya mirip dengan simpati yang dibarengi perasaan

organisme tubuh yang sangat mendalam.

Interaksi sosial berhubungan erat dengan status sosial dalam arti bahwa status sosial memberi bentuk danpola interaksi sosial. Status sosialsering disebut kedudukan sosial yang diartikan sebagai posisi seseorang dalam suatu kelompok masyarakat. Tahapan interaksi sosial dilakukan melalui dua cara yaitu:

a. Kontak sosial, sebagai gejala sosial, kontak sosial tidak berarti bersinggungan secara fisik, akan tetapi berhubhungan, berhadapan, atau tatap muka antara dua orang individu atau kelompok. Dalam kehidupan sehari-hari kontak sosial bisa dilakukan dengan beberapa cara.

b. Kontak primer, kontak yang terjadi secara langsung dan bertatap muka.

c. Kontak sekunder, meliputi kontak sekunder langsung yang dimana sebuah

kontak yang terjadi antara kedua belah pihak melalui alat tertentu seperti surat, telepon, dan kontak sekundertak langsung, yaitu kontak yang terjadi melalui pihak ketiga.


(37)

28

d. Komunikasi, yaitu suatu penyampaian fakta, sikap, emosi, dari satu pihak kepada pihak lain sehingga terjadi pengertian sama.2

2. Wanita Tuna Susila

Wanita Tuna Susila atau pekerja seks komersial adalah seseorang yang menjual jasanya untuk melakukan hubungan seksual untuk uang. Di Indonesia wanita tuna susila atau pekerja seks komersial sebagai pelaku pelacuran sering disebut sebagai sundal atau sundel. Ini menunjukkan bahwa perilaku perempuan sundal itu sangat begitu buruk hina dan menjadi musuh masyarakat, mereka kerap digunduli bila tertangkap aparat penegak ketertiban. Mereka juga digusur karena dianggap melecehkan kesucian agama dan mereka juga diseret ke pengadilan karena melanggar hukum. Pekerjaan melacur atau nyundal sudah dikenal di masyarakat sejak berabad lampau ini terbukti dengan banyaknya catatan tercecer seputar mereka dari masa kemasa. Sundal selain meresahkan juga mematikan, karena merekalah yang ditengarai menyebarkan penyakit AIDS akibat perilaku seks bebas tanpa pengaman bernama kondom.

WTS atau PSK adalah para pekerja yang bertugas melayani aktivitas seksual dengan tujuan untuk mendapatkan upah atau imbalan dari yang telah memakai jasa mereka tersebut. Banyak perempuan PSK yang berperan sebagai pelacur dalam dunia pertama datang dari dunia kedua, ketiga dan keempat. Di Eropa dan ditempat lain banyak dari mereka diperdagangkan dari negeri lain untuk melayani permintaan


(38)

29

jumlah pelanggan yang meningkat. Perbudakan manusia tidak baru, Organisasi Interansional Pekerja (ILO) menaksir 12,3 juta orang diperbudak dalam kerja paksa dan 2,4 juta dari mereka adalah korban industri perdagangan, dan penghasilan tahunannya ditaksir sejumlah $10 milyar.3

Pola interaksi sosial antara para mantan Wanita Tuna Susila dengan warga seindividur lokalisasi dapat dikatakan berjalan dengan sangat baik. Adanya interaksi sosial yang terjalin diantara para WTS dan warga seindividur Lokalisasi berpengaruh pada kehidupan sosial masyarakatnya, karena setiap hari para WTS dan warga seindividur lokalisasi sering bertemu sehingga membentuk perilaku sosial diantara para WTS dan warga seindividur lokalisasi. Interaksi sosial merupakan hubungan sosial yang dinamis menyangkut hubungan antara orang perorangan, antara kelompok-kelompok manusia, maupun antara orang perorangan dengan kelompok manusia.4

Adanya kontak dan komunikasi yang terjalin menjadi faktor penting dalam kehidupan sosial para WTS dan warga seindividur lokalisasi. Kontak sosial yang terjadi diantara para WTS dan warga seindividur lokalisasi umumnya terjadi secara langsung, dimana para WTS dan warga lokalisasi bertatap muka dan dialog secara langsung di kawasan Kotakan. Salah satu faktor agar para WTS diterima dengan baik yaitu dengan cara melihat pola interaksi para WTS dengan warga seindividur lokalisasi. Pola interaksi yang mereka lakukan yaitu dengan cara komunikasi verbal. Jenis komunikasi verbal yang dimaksud yakni komunikasi dengan kata-kata secara

3Ivan Hasudungan. Latar Belakang Pelacuran.

http://ivannirvana.blogspot.co.id/2013/01/latar-belakang-pelacuran_24.html. Diakses pada tanggal 16 Desember 2016, pukul 16.40


(39)

30

langsung. Hal ini dibuktikan oleh adanya interaksi yang terjadi antara PSK dan warga seindividur lokalisasi yaitu saling membaur dengan warga seindividu, membaur dalam artian dimana dan kapanpun jika para PSK bertemu dengan waga seindividur lokalisasi selalu bertegur sapa. Para WTS dan warga seindividur lokalisasi melakukan kontak sosial dengan saling bertegur sapa dan saling membaur. Adanya kontak dan komunikasi diantara para WTS dan warga seindividur lokalisasi menjadi faktor yang menentukan untuk kelangsungan interaksi sosial yang ada pada para WTS dan warga seindividur lokalisasi yang terjalin secara rutin karena baik kontak dan komunikasi merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.

B. Citra sebagai Presentasi Diri

Citra merupakan kesan yang diperoleh seseorang berdasarkan pengetahuan dan pengertiannya tentang fakta atau kenyataan. Citra dapat membentuk pengetahuan dan informasi yang diterima sesorang.5 Pembentukan citra merupakan persepsi yang tertanam

dan terpelihara dalam benak orang lain dengan tujuan akhir membentuk bagaimana pandangan atau persepsi positif muncul dari orang lain, sehingga bias berlanjut ke trust atau ke aksi-aksi lainnya. Pembentukan identitas pribadi yang mampu menciptakan sebuah respon emosional terhadap orang lain mengenai kualitas dan nilai yang dimiliki orang tersebut.

Pembentukan citra adalah suatu kesan yang berkaitan dengan nilai, perilaku maupun prestasi yang dibangun oleh seseorang baik secara sengaja maupun tidak sengaja dengan tujuan menampilkan karakter dirinya. Pembentukan citra tidak membutuhkan waktu yang sedikit karena berkaitan dengan kepercayaan seseorang. Dalam prosesnya dibutuhkan konsistensi dan persistensi menjadi satu kesatuan yang tak dapat dihindarkan.


(40)

31

Persistensi berkaitan dengan kegigihan dan keuletan seseorang dalam menjalani berbagai proses termasuk dalam mengahadapi berbagai rintangan dan hambatan serta menetapkan beberapa alternatif solusi yang dapat digunakan. Adapun konsistensi terkait relevansi dari setiap kegiatan dan aktifitas yang dilakukan secara berulang-ulang. Oleh karena itu dalam pembentukan citra diperlukan upaya-upaya yang dilakukan secara berkelanjutan.6

Terdapat komponen-komponen yang harus dimiliki oleh seseorang yang ingin membentuk citra, yaitu:7

1. Nilai

Nilai adalah prinsip yang dipakai dalam hidup, yang mempengaruhi cara berpikir, merasakan, berperilaku, dan mengambil keputusan. Nilai sebagai sesuatu yang tumbuh dan mengakar dalam diri seseorang dapat membentuk dan berperan besar dalam setiap keputusan atau perilaku yang dilakukan.

2. Kemampuan dan Keterampilan

Kemampuan dan keterampilan dalam melakukan sesuatu harus dikomunikasikan secara efektif sehingga public awareatas kemampuan yang dimiliki dan meningkatkan segala peluang positif terhadap perjalanan karir seseorang.

3. Perilaku

Terdapat perbedaan mengenai bagaiaman Anda memandang diri sendiri dan bagaimana orang lain memandang Anda. Individu menilai diri sendiri sebagai pola perilaku yang tidak tampak, sementara orang lain menilai diri

6Tumewu, Becky dan Parengkuan, Erwin, Personal Brand- Inc( Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama, 2014),

hal.19.

7Tumewu, Becky dan Parengkuan, Erwin, Personal Brand- Inc ( Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama, 2014),


(41)

32

individu yang tampak. Penilaian orang lain merupakan persepsi mengenai Anda yang ada dalam pikiran mereka. Oleh karena itu semakin menonjol tindakan Anda, maka semakin menonjol personal brand Anda.

4. Penampilan

Penampilan berkaitan dengan penampilan fisisk seperti fashion, accessories, tata rambut, dsb. Penampilan dapat mempengaruhi persepsi orang lain terhadap tingkat intelektual dan wawasan seseorang. Penampilan harus sesuai dengan image yang hendak dibangun pada masyarakat.

5. Keunikan

Keunikan dapat menjadi pembeda seseorang jika dibandingkan dengan orang lain. Jika keunikan dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin maka personal brand yang dimilki pun semakin diperhitungkan oleh orang lain. Orang lain akan semakin mudah mengingat seseorang dari sekian banyak orang yang memiliki keahlian sama melalui keunikannya.

6. Prestasi

Prestasi merupakan penghargaan dan pengakuan dari orang lain yang diterima sebagai hasil atau pencapaian dari usaha yang dilakukan. Prestasi bias menjadi nilai tambah bagi kredibilitas seseorang.

7. Kekuatan

Kekuatan merupakan kemampuan dan keunggulan seseorang dibandingkan orang lain dibidangnya. Kekuatan merpakan passion yang kuat yang dapat membentuk karakter seseorang.


(42)

33

Otentik mengarah pada personal brand yang dibangun berdasarkan cerminan karakter asli, nilai-nilai, kekuatan, keunikan, dan keunggulan diri. Semakin seseorang memahami dirinya maka semaikn pula yakin terhadap apa yang telah dikerjakannya. Terhindar dari sikap keragu-raguan dan tidak tegas.

9. Tujuan

Tujuan memperkuat seseorang dalam mencapai apa yang dicita-citakan. Keberadaan tujuan membuat seseorang memiliki arah kemana, bagaimana, dan apa yang harus dan tidak sebaiknya dilakukan. Merumuskan visi dan misi merupakan hal utama dalam sukses.

Dalam membangun Pembentukan citra yang bagus, seseorang perlu membangun karakter pada dirinya dan usahakan orang lain tahu apa karakter yang hendak dibangun. Karakter tersebut biasanya erat dengan aktifitas apa yang biasa dilakukan sehari-hari, profesi, bahkan termasuk apa yang sedang dipakai atau dikenakan. Berhati-berhati dalam mengeluarkan karakter sangat diperlukan karena karakter sangat menentukan apakah anda dipersepsikan sebagai person yang positif atau negatif. Menjadi pribadi yang menonjol dengan terus mengasah segala kemampuan karena orang-orang yang memiliki pembentukan citra bagus biasanya lebih menonjol dibandingkan mereka yang tidak memiliki.

Word of mouth merupakan salah satu alat yang digunakan saat seseorang membentuk sebuah citra. Proses pembentukan citra pada akhirnya menghasilkan sikap, pendapat, tanggapan, dan perilaku tertentu. Untuk mengetahui bagaimana citra suatu


(43)

34

perusahaan / lembaga dalam suatu perusahaan diperlukan suatu penelitian. Karena melalui penelitian, instansi tersebut dapat mengetahui apa yang disukai atau tidak, serta dapat mengambil langka-langkah representatif, ataupun peningkatan perusahaan. Penelitian citra memberi informasi untuk evaluasi kebijakan, memperbaiki kesalahpahaman, menetukan strategi perusahaan berikutnya, agar dapat bertahan bahkan

C. Teori Interaksi Simbolik

Paham mengenai interaksi simbolik adalah suatu cara berpikir mengenai pikiran (mind), diri, dan masyarakat yang telah memberikan banyak kontribusi kepada tradisi sosikultural dalam membangun teori komunikasi. Dengan menggunakan sosiologi sebagai fondasi, paham ini mengajarkan bahwa ketika manusia berinteraksi satu sama lainnya mereka saling membagi makna untuk satu jangka waktu tertentu dan untuk tindakan tertentu.

George Herbert Mead dipandang sebagai pembangun paham interaksi smbolik. Ia mengajarkan bahwa makna muncul sebagai hasil interaksi diantara manusia baik secara verbal maupun nonverbal. Melalui aksi respon yang terjadi, individu memberikan makna kedalam kata-kata atau tindakan, dan karenanya individu dapat memahami suatu peristiwa dengan cara-cara tertentu. Menurut paham ini, masyarakat muncul dari percakapan yang saling berkaitan diantara individu.

Pada awal perkembangannya, interaksi simbolik lebih menekankan studinya tentang perilaku manusia pada hubungan interpersonal, bukan pada keseluruhan kelompok atau masyarakat. Proporsi paling mendasar dari interaksi simbolik adalah perilaku dan interaksi manusia itu dapat dibedakan, karena ditampilkan lewat simbol dan


(44)

35

maknanya. Mencari makna di balik yang sensual menjadi penting di dalam interaksi simbolik.8

Menurut paham interaksi simbolik, individu berinteraksi dengan individu lainnya sehingga menghasilkan suatu ide tertentu mengenai diri yang berupaya menjawab pertanyaan siapakah Anda sebagai manusia? Manford Kuhn menempatkan peran diri sebagai pusat kehidupan sosial. Menurutnya, rasa diri seseorang merupakan jantung komunikasi. Diri merupakan hal yang penting dalam interaksi. Misalnya seorang anak bersosialisasi melalui interaksi dengan orang tua, saudara dan masyarakat seindividurnya. Orang memahami dan berhubungan dengan berbagai hal atau obyek melalui interaksi sosial.

Suatu obyek dapat berupa aspek tertentu dari realitas individu, apakah itu suatu benda, kualitas, peristiwa, situasi atau keadaan. Satu-satunya syarat agar sesuatu menjadi obyek adalah dengan cara memberikannya nama dan menunjukkannya secara simbolis. Dengan demikian suatu obyek memiliki nilai sosial sehingga merupakan obyek sosial (sosial object). Menurut pandangan ini, realitas adalah totalitas dari obyek sosial dari seorang individu. Bagi Khun, penamaan obyek adalah penting guna menyampaikan makna suatu obyek. Menurut Khun, komunikator melakukan percakapan dengan dirinya sendiri sebagai bagian dari proses interaksi. Dengan kata lain, individu berbicara dengan diri individu sendiri di dalam pikiran individu guna membuat perbedaan di antara benda-benda dan orang. Ketika seseorang membuat keputusan bagaimana bertingkah laku terhadap suatu obyek sosial maka orang itu menciptakan apa yang disebut Kuhn “suatu rencana tindakan” (a plan of action) yang dipandu dengan sikap atau pernyataan verbal yang menunjukkan nilai-nilai terhadap mana tindakan itu akan diarahkan.


(45)

36

Menurut pandangan interaksi simbolik, makna suatu obyek sosial serta sikap dan rencana tindakan tidak merupakan sesuatu yang terisolasi satu sama lain. Makna muncul melalui interaksi manusia satu dengan yang lain. Orangorang terdekat memberikan pengaruh besar dalam kehidupan individu. Mereka adalah orang-orang dengan siapa individu memiliki hubungan dan ikatan emosional seperti orang tua atau saudara. Mereka memperkenalkan individu dengan kata-kata baru, konsep-konsep tertentu atau kategori-kategori tertentu yang kesemuanya memberikan pengaruh kepada individu dalam melihat realitas. Orang terdekat membantu individu belajar membedakan antara diri individu dan orang lain sehingga individu terus memiliki sense of self.9

Konsep diri merupakan obyek sosial penting yang didefinisikan dan dipahami berdasarkan jangka waktu tertentu selama interaksi antara individu dengan orang-orang terdekat. Konsep diri seseorang tidak lebih dari rencana tindakan terhadap dirinya, identitasnya, ketertarikan, kebencian, tujuan, ideology, serta evaluasi tentang dirinya sendiri. Konsep diri memberi acuan dalam menilai obyek orang lain. Seluruh rencana tindakan berawal dari konsep diri. Apa yang mendorong terjadinya suatu interaksi atau percakapan, bagaimana percakapan menghasilkan makna dan bagaimana simbol dipahami melalui interaksi dalam percakapan.

Teori interaksi simbolik memfokuskan perhatiannya pada cara-cara yang digunakan manusia untuk membentuk makna dan struktur masyarakat melalui percakapan. Menurut George Herbert Mead Interaksi simbolik mendasarkan gagasannya atas enam hal yaitu :10

9Morissan. Teori Komunikasi Individu hingga Massa. (Jakarta : Kencana Prenadamedia Group, 2013), hal. 111-112 10Ibid, hal. 224-225


(46)

37

1. Manusia membuat keputusan dan bertindak pada situasi yang dihadapinya sesuai

dengan pengertian subyektifnya.

2. Kehidupan sosial merupakan proses interaksi, kehidupan sosial bukanlah struktur atau bersifat structural dank arena itu akan terus berubah.

3. Manusia memahami pengalamannya melalui makna dari symbol yang digunakan

di lingkungan terdekatnya, dan bahasa merupakan bagian yang sangat penting dalam kehidupan sosial.

4. Dunia terdiri dari berbagai obyek sosial yang memilii nama dan makna yang ditentukan secara sosial.

5. Manusia mendasarkan tindakannya atas interpretasi mereka, dengan

mempertimbangkan dan mendefinisikan obyek-obyek dan tindakan yang relevan pada situasi saat itu.

6. Diri seseorang adalah obyek signifikan dan sebagaimana obyek sosial lainnya diri definisikan melalui interaksi sosial dengan orang lain.

Terdapat tiga konsep penting dalam teori yang dikemukakan Mead ini yaitu masyarakat, diri, dan pikiran. Ketiga konsep tersebut memiliki aspek-aspek yang berbeda namun berasal dari proses umum yang sama disebut “ sosial act”, yaitu suatu unit tingkah laku lengkap yang tidak dapat dianalisis kedalam sub bagian tertentu. Suatu tindakan dapat berupa perbuatan singkat dan sederhana. Sejumlah tindakan berhubungan satudengan lainnya yang dibangun sepanjang hidup manusia. Tindakan dimulai dengan dorngan (impulse) yang melibatkan persepsi dan pemberian makna, latihan mental, pertimbangan alternative, hingga penyelesaian.


(47)

38

Dalam bentuknya yang paling dasar, suatu tindakan sosial melibatkan hubungan tiga pihak. Pertama, adanya isyarat awal dari gerak atau isyarat tubuh seseorang, dan adanya tanggapan terhadap isyarat itu oleh orang lain dan adanya hasil. Hasil adalah apa makna tindakan bagi komunikator. Makna tidak semata-mata hanya berada pada salah satu dari ketiga hal tersebut tetapi berada dalam suatu hubungan segitiga yang terdiri atas ketiga hal tersebut (isyarat tubuh, tanggapan, dan hasil)11. Bahkan tindakan-tindakan individual yang dilakukan sendirian didasarkan atas isyarat tubuh dan tanggapan yang terjadi berulang kali di masa lalu dan terus berlanjut hingga kini dalam pikiran Anda.

Tindakan bersama (joint action) dari sekelompok orang terdiri atas suatu hubungan yang saling berkaitan dari sejumlah interaksi yang lebih kecil. Blumer menyebutkan bahwa pada masyarakat yang sudah maju sebagian besar dari tindakan kelompok terdiri atas pola-pola yang berulangdan stabil yang memiliki makna bersama dan mapan bagi anggota masyarakat bersangkutan. Karena pola-pola itu sangat sering diulang-ulang dan juga karena maknanya tidak berubah-ubah, para sarjana cenderung menyebutnya sebagai struktur (sosial), mereka lupa dengan asal mula interaksi tersebut. Blumer mengingatkan individu bahwa situasi baru dapat menghasilkan masalah yang membutuhkan penyesuaian dan definisi atau makna baru terhadap suatu pola tindakan.

Bahkan pada pola-pola tindakan kelompok yang sangat sering diulang tidak adayang bersifat permanen. Setiap kasus harus dimulai secara baru yang diawali dengan suatu tindakan individual. Tidak peduli betapapun solid dan kompaknya tampaknya suatu tindakan kelompok, tetapi semuanya masih berasal atau berakar dari pilihan tindakan

11 Wayne Woodward, Tridic Communication as Transactional Participation, 1996 dalam Little John dan Foss, hal.


(48)

39

orang per orang secara individu. Menurut Blumer12 proses sosial pada kehidupan

kelompoklah yang menciptakan dan menegakkan aturan, bukan aturan yang menciptakan dan menegakkan kehidupan kelompok.

Hubungan dari berbagai tindakan yang saling berkaitan ini dapat bersifat sangat meluas yang terhubung melalui berbagai jaringan yang rumit. “Suatu jaringan atau suatu institusi tidak akan berfungsi secara otomatis karena proses dinamis atau aturan-aturan yang adadi dalam system tetapi berfungsi karena orang-orangnya melakukan sesuatu, dan apa yang mereka lakukan adalah suatu hasil dari bagaimana mereka mendefinisikan situasi yang menyebabkan mereka terdorong untuk bertindak.”13 Dengan ide mengenai

tindakan sosial ini dipikiran individu, kini mari individu melihat lebih cermat pada aspek pertama dari analisisHerbert Mead yaitu masyarakat.

Masyarakat atau kehidupan kelompok terdiri atas perilaku yang saling bekerja sama diantara para anggota masyarakat. Syarat untuk dapat terjadinya kerja sama diantara anggota masyarakat ini adalah adanya pengertian terhadap keinginan atau maksud (intention) orang lain, tidak saja pada saat ini tetapi juga pada masa yang akan datang. Dengan demikian, kerja sama terdiri atas kegiatan untuk membaca maksud dan tindakan orang lain dan memberikan tanggapan terhadap tindakan itu dengan cara yang pantas.

Makna adalah hasil komunikasi yang penting. Makna yang individu miliki adalah hasil interaksi individu dengan orang lain. Individu menggunakan makna untuk menginterpretasikan peristiwa diseindividur individu.interpretasi merupakan proses internal didalam diri individu. Individu harus memilih, memeriksa, menyimpan, mengelompokkan, dan mengirim makna sesuai dengan situasi dimana individu berada

12 Herbert Blumer. Symbolic Interactsionism: Perspective andMethode, Prentice Hall. 1969 dalam Little John dan

Foss. hal 155


(49)

40

dan arah tindakan individu. Dengan demikian jelaslah, bahwa individu tidak dapat berkomunikasi dengan orang lain tanpa memiliki makna yang sama terhadap symbol yang individu gunakan.

Mead menyebut isyarat tubuh yang memiliki makna bersama ini dengan sebutan “ simbl signifikan”. Masyarakat dapat terwujud atau terbentuk dengan adanya simbol-simbol signifikan ini. Karena kemampuan manusia untuk mengucapkan symbol maka individu juga dapat mendengarkan diri individu dan memberikan tanggapan terhadap diri individu sendiri sebagaimana orang lain memberikan tanggapan kepada individu. Menurut Mead, individu dapat membayangkan bagaimana rasanya menerima pesan individu sendiri, dan individu dapat berempati terhadap pendengar dan mengambil peran pendengar, dan secara mental menyelesaikan tanggapan orang lain. Masyarakat terdiri atas jaringan interaksi sosial dimana anggota masyarakat memberikan makna terhadap tindakan mereka sendiri dan tindakan orang lain dengan menggunakan symbol. Bahkan berbagai institusi masyarakat dibangun melalui interaksi manusia yang terdapat pada berbagai institusi itu. Keadaan saling memengaruhi antara menanggapi orang lain dan menanggapi diri sendiri merupakan konsep oenting dalam teori Mead ini sehingga individu dapat beralih kepada konsepnya yang kedua yaitu mengenal diri (self).

Individu memiliki diri karena individudapat menanggapi diri mindividu sebagai suatu obyek. Cara terpenting bagaimana individu melihat diri individu sebagaimana orang lain melihat diri individu adalah melalui proses ”pengambilan peran” atau menggunakan perspektif orang lain dalam melihat diri individu, dan hal inilah yang kemudian menuntun individuuntuk memiliki “konsep diri” yang merupakan perspektif gabungan yang individu gunakan untuk melihat diri individu. Konsep diri adalah


(50)

41

keseluruhan persepsi individu mengenai cara orang lain melihat individu. Individu telah mengambil gambaran diri individu melalui interaksi simbolis selama bertahun-tahun dengan orang lain selama hidup individu. Orang-orang yang terdekat dengan individu sperti saudara,orang tua, teman dekat, pacar adalah orang-orang yang sangat penting karena reaksi mereka sangat berpengaruh dalam hidup individutermasuk dalam membentuk konsep diri individu.

Sebagai hasil interaksi dengan orang-orang dekatnya para remaja sering kali memandang diri mereka sebagaimana yang mereka pikirkan ketika orang lain memandang mereka. Menurut Mead “diri” memiliki dua sisi yang masing-masing memiliki tugas penting, yaitu diri yang mewakili saya sebagai subjek (I) dan saya sebagai obyek (me). Saya sebagai subjek adalah bagian dari diri saya yang bersifat menurut dorongan hati (impulsive), tidak teratur, tidak langsung dan tidak dapat diperkirakan. Saya sebagai obyek adalah konsep diri yang terbentuk dari pola-pola yang teratur dan konsisten yang diri sendiri dan orang lain pahami bersama. Setiap tindakan dimulai dengan dorongan hati dari diri saya subjek dan secara cepat dikontrol oleh saya obyek atau disesuaikan dengan konsep diri yang telah dibentuk oleh seseorang. Saya subjek adalah tenaga pendorong untuk melakukan tindakan, sedangkan konsep diri atau saya obyek memberikan arah dan panduan. Mead menggunakan konsep saya obyek untuk menjelaskan perilaku yang dapat diterima dan sesuai secara sosial dan saya subjek menjelaskan dorongan hati yang kreatif namun sulit diperkirakan.

Kemampuan seseorang menggunakan simbol-simbol signifikan untuk menanggapi dirinya memungkinkan seseorang berpikir, ini merupakan konsep Mead ketiga yang dinamakannya pikiran (mind). Pikiran bukanlah suatu benda tetapi suatu


(51)

42

proses yang tidak lebih dari kegiatan interaksi dengan diri pada seseorang . Kemampuan berinteraksi yang berkembang bersama-sama dengan diri adalah sangat penting bagi kehidupan manusia karena menjadi bagian dari setiap tindakan. Berpikir melibatkan keraguan (menunda kegiatan terbuka) ketika seseorang menginterpretasikan situasi. Disini seseorang berpikir sepanjang situasi itu dan merencanakan tindakan kedepan, membayangkan berbagai hasil, memilih alternative, dan menguji berbagai alternative yang mungkin.

Manusia memiliki simbol signifikan yang memungkinkan mereka menamakan obyek. Individu selau mendefinisikan atau memberi makna pada sesuatu berdasarkan bagaimana individu bertindak terhadap sesuatu. Individu melihat suatu obyek melalui proses berpikir simbolis. Ketika individu membayangkan suatu tindakan baru atau berbeda terhadap suatu obyek maka obyek tersebut akan berubah,karena individu melihat obyek itu dengan menggunakan lensa berbeda. Bagi Blumer obyek dapat dibagi kedalam tiga jenis yaitu obyek fisik (benda-benda), sosial (manusia), dan abstrak (ide atau gagasan). Manusia mendefinisikan obyek berbeda-beda tergantung pada bagaimana mereka bertindak terhadap obyek tersebut.14

D. Teori Presentasi Diri

Erving Goffman adalah seorang sosiolog terkenal pada abad ke 20 yang menggambarkan kehidupan sebagai perumpamaan pentas pertunjukan drama. Situasi atau setting dalam kehidupan sehari-hari dapat diumpamakan sebagai panggung pertunjukan dan manusia adalah para aktor yang menggunakan pertunjukan drama itu untuk memberikan kesan kepada para penonton.

14 Morissan. Teori Komunikasi Individu hingga Massa. (Jakarta : Kencana Prenadamedia Group, 2013),


(52)

43

Goffman memulai teorinya dengan asumsi bahwa manusia harus berupaya memahami setiap peristiwa atau situasiyang tengah dihadapinya. Interpretasi yang diberikan terhadap situasi yang tengah dihadapi merupakan definisi dari situasi tersebut. Menurut Goffman, definisi dari situasi dapat dibagi ke dalam “garis” (strip) dan “bingkai” (frames). Suatu garis adalah urutan aktifitas seperti membuka pintu lemari es, mengambil botol air, menuangkan air ke gelas, meminum air, dan meletakkan gelas di meja. Suatu bingkai adalah suatu pola terorganisasi yang digunakan untuk menentukan garis. Garis kegiatan tersebut, misalnya dapat dibingkai dengan nama “mengambilair minum”.

Analisis bingkai dengan demikian merupakan proses untuk menentukan bagaimana seorang individu dapat mengatur dan memahami tingkah lakunya dalam situasi tertentu. Analisis bingkai memungkinkan seseorang untuk mengidentifikasi dan memahami peristiwa, memberikan makna kepada peristiwa dan segala kegiatan hidup manusia. Analisis bingkai terdiri atas bingkai kerja natural yaitu peristiwa alam yang tidak terduga yang harus bisa diatasi oleh manusia. Sebaliknya bingkai kerja sosial adalah hal yang dapat dikontrol yang dibimbing oleh kecerdasan manusia. Kedua tipe bingkai kerja tersebut masing-masing saling berhubungan karena bingkai kerja sosial pada dasarnya bertindak dan dipengaruhi oleh fenomena alam.

Kegiatan komunikasi, sebagaimana kegiatan lainnya dapat dipandang dalam konteks analisis bingkai ini. Suatu pertemuan tatap muka terjadi bila beberapa orang saling berinteraksi satu sama lainnya dengan cara yang terfokus. Dalam pertemuan tatap muka, seseorang memiliki satu fokus perhatian dan juga aktifitas untuk saling berinteraksi. Dalam suatu interaksi yang tidak terfokus, misalnya ditempat umum


(53)

44

seseorang menyadari kehadiran orang lain namun tidak memberikan perhatian pada setiap individu diseindividurnya, misalnya ketika berbaris antri didepan loket untuk membeli tiket. Dalam situasi dimana saat diri tidak memiliki fokus perhatian, maka diri seseorang akan dapat terbuka bagi suatu percakapan jika ada orang lain yang tengah ada didekatnya kemudian mengajak berbicara. Sekali percakapan dimulai, suatu interaksi akan terus berlangsung hingga selesai. Pertemuan tatap muka dilakukan baik secara verbal maupun nonverbal. Tanda yang ditunjukkan masing-masing individu menjadi hal yang penting dalam memberikan makna sifat hubungan dan juga memberikan definisi bersama atas situasi yang tengah berlangsung.

Menurut Goffman orang yang terlibat dalam suatu percakapan tatap muka pada dasarnya menyajikan drama kepada lawan bicaranya. Mereka memilih karakter tertentu dan menunjukkan karakter itu pada situasi dan lawan bicara yang sesuai dengan karakter yang telah dipilih. Dalam hal ini, seseorang harus membuat daftardari berbagai situasi dimana ia akan menyajikan bermacam karakter berbedayang dimilikinya. Pada setiap situasi dimana seseorang berada maka seseorang akan memilih suatu peran atau karakter tertentu dan memainkannya.

Dalam upaya untuk menjelaskan situasi, seseorang tidak hanya memberikan informasi mengenai dirinya, namun juga mendapatkan informasi dari orang lain mengenai situasi yang berlangsung. Proses pertukaran informasi ini memungkinkan orang untuk mengetahui apa yang diharapkan orang lain dari diri mereka. Pertukaran informasi juga dapat terjadi secara tidak langsung yang dilakukan melalui pengamatan tingkah laku satu pihak kepada pihak lainnya.


(54)

45

Seseorang berupaya untuk mengolah tingkah lakunya agar orang lain terkesan kepadanya. Ketika seseorang menyajikan atau mempresentasikan dirinya maka ia mencoba untuk membuat orang lain terkesan. Menurut Goffman, penyajian diri terkait erat dengan persoalan pengelolaan kesan. Setiap individu yang terlibat dalam komunikasi berupaya membuat kesan mengenai dirinya maka mucullah suatu definisi umum yang diterima semua pihak atas situasi yang ada pada saat itu. Sekali definisi sudah ditetapkan maka terciptalah tekanan moral untuk mempertahankannya dengan menekan setiap penolakan dan keraguan. Setiap orang boleh memperkaya definisi yang sudah tercipta namun tidak boleh menentangnya.15

Dari paparan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa peran atau karakter yang dipilih seseorang bukanlah sebuah hal yang sepele namun benar-benar dapat menentukan diri seorang komunikatorketika sedang berhubungan dengan orang lain. Jadi, dapat dikatakan bahwa komunikator merupakan wakil dari diri dan setiap individu dapat memiliki lebih dari satu karakter diri tergantung pada bagaimana cara dirinya mempresentasikan diri dalam berbagai situasi yang tengah dihadapi.


(55)

BAB III

PENYAJIAN DATA PENELITIAN MENGENAI PEMBENTUKAN CITRA MANTAN WANITA TUNA SUSILA EKS LOKALISASI DOLLY

SURABAYA

A. Deskripsi Umum Lokasi Penelitian 1. Letak Geografis Wilayah

Kelurahan Putat Jaya merupakan salah satu daerah yang berada di Kota Surabaya yang memiliki lokasi seluas 136 Ha. Jarak kelurahan pusat pemerintah kecamatan 0,30 km, jarak dari pusat pemerintahan pusat 5 km, dari ke pusat pemerintahan provinsi 9 km, dan jarak dari ibu kota Negara 762 km.

Terdapat batas-batas wilayah Kelurahan Putat Jaya, yang mana sebelah Utara berbatasan dengan Kelurahan Banyu Urip, sedangkan sebelah Timur berbatasan dengan Kelurahan Darmo, dan sebelah Selatan berbatasan dengan Kelurahan Pakis, serta sebelah Barat berbatasan dengan Kelurahan Dukuh Kupang. Menurut batasan-batasan wilayah tersebut, posisi lokalisasi Dolly terletak pada Kelurahan Putat Jaya yang selama ini kita kenal dengan lokalisasi terbesar di Asia Tenggara.

Dari luas Kelurahan Putat Jaya yakni 136 Ha yang memiliki sertifikat hak milik 1.552 Ha, dan yang bersertifikat hak-hak guna menurut pertahanan wilayah Kelurahan Putat Jaya yakni 246 Ha, sedangkan tanah Negara seluas 1.722 Ha. Dalam hal ini, luas wilayah dalam kegunaan yang mendominasi adalah perumahan, kemudian di susul oleh fasilitas umum, dll. Lain halnya bagian dari mata pencaharian


(1)

81

baik, kepercayaan serta diterima kembali oleh masyarakat peneliti menemukan beberapa temuan yang berkaitan dengan fokus penelitian. Setelah peneliti konfirmasi dengan fokus penelitian dan teori interaksi simbolik serta teori presentasi diri ternyata terdapat kaitan.


(2)

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Citra diri adalah suatu kesan yang berkaitan dengan nilai, keahlian, perilaku

maupun prestasi yang dibangun oleh seseorang baik secara sengaja maupun tidak

sengaja dengan tujuan menampilkan karakter dirinya. Pembentukan citra diri tidak

membutuhkan waktu yang sedikit karena berkaitan dengan kepercayaan seseorang.

Menyandang predikat sebagai wanita tuna susila tentu menjadi sebuah pertimbangan.

Dalam prosesnya dibutuhkan konsistensi dan persistensi menjadi satu kesatuan yang

tak dapat dihindarkan. Persistensi berkaitan dengan kegigihan dan keuletan seseorang

dalam menjalani berbagai proses termasuk dalam mengahadapi berbagai rintangan

dan hambatan serta menetapkan beberapa alternative solusi yang dapat digunakan.

Seorang mantan wanita tuna susila yang ingin merubah citra diri dari negative

menjadi positif tentu dapat menjadi perhatian. Mantan pekerja seks komersial yang

ingin kembali menata hidup yang lebih baik maka perlulah memulai dari dirinya

sendiri. Mereka harus terus aktif menggali potensi lain yang ada pada dirinya.

Adapun dari penelitian yang telah di lakukan, peneliti mendapatkan beberapa

temuan yang dapat mengambarkan bagaimana wanita tuna susila eks lokalisasi untuk

dapat membangun kembali citra diri agar dipersepsi positif, mendapat kepercayaan

serta dapat diterima kembali di tengah masyarakat.

Para mantan wanita tuna susila yang menerima dan menanggapi perubahan

wajah lokalisasi secara positif menjadi modal utama mereka untuk mulai membangun


(3)

83

Membangun citra diri yang positif terus dilakukan para mantan wanita tuna

susila dengan berbagai macam cara, berinteraksi secara verbal dengan masyarakat

sekitar telah dilakukan. Dengan pembicaraan yang dilkukan secara intensif dan

berulang mantan wanita tuna susila mulai membangun persepsi masyarakat.

Dalam membangun citra diri mantan wanita tuna susila tak bisa hanya

melakukannya dengan komunikasi secara verbal saja melainkan pesan non verbal juga

sangatlah dibutuhkan.

Perubahan penampilan menjadi hal yang penting untuk dilakukan oleh

mantan wanita tuna susila. Berada pada wadah masyarakat yang baru membuat

mantan wanita tuna susila harus pula menampilkan tampilan yang positif. Tidak lagi

menggunakan pakaian yang terbuka dan mengumbar aurat yang dapat memicu nafsu

laki-laki bahkan seorang mantan wanita tuna susila telah hijrah dengan jilbab penutup

kepala. Dengan menghadiri acara-acara rutin seperti pengajian, perkumpulan rutin

ibu-ibu PKK, dsb. yang telah diadakan masyarakat juga termasuk salah satu usaha

seorang mantan wanita tuna susila untuk dapat diterima oleh masyarakat.

Jika temuan di lapangan mengenai cara mantan wanita tuna susila dalam

membangun persepsi dan merk diri positif melalui pesan citra diri verbal dan non

verbal dan di hubungkan dengan teori interaksi simbolik dan presentasi diri peneliti

merasa cocok karena saat ingin membangun citra diri positif, mantan wanita tuna

susila melakukan suatu proses penukaran makna dan menyajikannya dengan

presentasi diri melalui pesan verbal dan non verbal.

Dari sekian data yang diperoleh mengenai bagaimana mantan wanita tuna

susila eks lokalisasi dalam membangun citra diri untuk mendapat persepsi baik,


(4)

84

fokus penelitian dan teori interaksi simbolik serta teori presentasi diri ternyata

terdapat kaitan.

B. Rekomendasi

Berdasarkan temuan dalam penelitian ini yang telah disimpulkan di atas, maka

rekomendasi penulis melalui penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagi wanita tuna susila sebaiknya saat hendak membangun kembali citra diri

positif agar di persepsikan baik oleh masyarakat, mendapat kembali sebuah

kepercayaan sehingga bisa di terima haruslah menghilangkan semua rasa

ketidak percayaan dirinya. Mantan wanita tuna susila harus benar melakukan

natural citra diri serta created citra diri secara otentik agar mendapatkan hasil

yang sesuai dengan apa yang di inginkan.

2. Bagi masyarakat pada umumnya, sebaiknya memberi kesempatan bagi

seseorang yang hendak berubah menjadi seseorang yang berkarakter lebih

baik. Memberi predikat buruk pada sesama manusia karena sebuah kesalahan

yang pernah dilakukan secara terus menerus sebaiknya tidak diberlakukan.

Sebagai sesama makhluk yang sama derajatnya di mata Tuhan maka haruslah

kita berlomba dalam hal kebaikan, termasuk menerima kembali seorang


(5)

85

DAFTAR PUSTAKA

Haroen, Dewi. 2014. Personal Branding. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.

Kartono, Kartini. 1992. Psikologi Wanita Jilid I (Mengenal Gadis Remaja dan Wanita Dewasa).

Bandung : Mandar Maju.

Lestari, R. dan Koentjoro. 2002. Pelatihan Berpikir Optimis untuk Meningkatkan Harga Diri

Pelacur yang Tinggal di Pantai dan Luar Pantai Sosial. Jurnal Ilmiah Berkala Psikologi

Indigenous

Lexy J. Moleong. 2007. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya

Morissan. Teori Komunikasi Individu hingga Massa. 2013. Jakarta : Kencana Prenadamedia

Group.

Soedjono. 1973. Patologi Sosial Gelandangan. Penyalahgunaan Narkotika. Bandung: Alumni

Bandung.

Soeratno. 1995. Metodologi Penelitian. Yogyakarta : UUP AMP YKPN

Sudarto. 1995. Metodologi Penelitian. Jakarta : Raja Grafindo Persada.

S. Nasution. 1996. Metode Research. Jakarta : Bumi Aksara.

Tumewu, Becky dan Parengkuan. 2014. Erwin, Personal Brand- Inc. Jakarta : PT Gramedia

Pustaka Utama

Wayne Woodward. 1996. Tridic Communication as Transactional Participation. dalam Little


(6)

86

Wirawan. 2012. Teori-teori Sosial dalam Tiga Paradigma. Jakarta : Kencana Prenadamedia

Group

Elin Yunita Kristanti,

http://global.liputan6.com/read/2065469/heboh-penutupan-lokalisasi-dolly-jadi-sorotan-dunia , diakses pada tanggal 28 September 2016, pukul 13.23 WIB

Ilham,Jimmy.http://nasional.kompas.com/read/2008/04/20/12433467/bagai.septic.tank.di.rumah.

kita, diakses pada tanggal 10 November 2016, pukul 12.12 WIB

KBBI Online, http://kbbi.web.id/lokalisasi, diakses pada tanggal 14 November 2016 pada pukul

03.38 WIB

Hasil wawancara dengan Bapak Sarbani. Ketua RT 03 RW 03 Putat Jaya. Pada tanggal 05

Desember 2016

Hasil wawancara dengan Lia. Informan Penelitian. Pada tanggal 16 Desember 2016

Hasil wawancara dengan Suwarni. Informan Penelitian. Pada tanggal 19 Desember 2016

Hasil wawancara dengan Rusmina. Informan Penelitian. Pada tanggal 19 Desember 2016