T1 802007039 Full text
1
PENDAHULUAN
Kesehatan adalah aspek yang terpenting dalam kehidupan manusia sehari-hari. Pada saat ini, ada berbagai penyakit yang dengan mudahnya menyerang tubuh manusia ketika daya tahan tubuh melemah. Jika tidak segera ditangani, maka akan berakibat pada sulitnya untuk diobati dan berujung pada kematian. Hal ini sesuai dengan upaya kesehatan yang menyatakan bahwa serangkaian kegiatan yang dilakukan secara terpadu, untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan dalam bentuk pencegahan penyakit sampai tahap pemulihan kesehatan oleh pemerintah, dan atau masyarakat (UU no.36 tahun 2009).
Rumah sakit adalah industri yang bergerak dalam pelayanan jasa dan merupakan salah satu bentuk sarana kesehatan, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah dan atau masyarakat yang berupaya memberikan pelayanan kesehatan dasar, pelayanan rujukan, dan pelayanan penunjang. Dalam pernyataannya, Kotler (1997) mengatakan bahwa jasa adalah aktivitas atau manfaat yang ditawarkan oleh pihak lain yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak menghasilkan kepemilikan apapun. Profesi yang berkaitan dengan jasa dalam orientasi bisnis pelayanan kesehatan adalah dokter, perawat dan ahli lain yang bekerja sama di dalamnya. Rumah sakit sebagai jasa pelayanan kesehatan dan keselamatan memiliki tanggung jawab untuk memelihara keselamatan dan kesehatan pasien. Selain itu, rumah sakit dijadikan lahan praktik karena memiliki cukup peralatan dan
(2)
2
staf profesional, tersedianya materi yang cukup untuk melaksanakan pendidikan, terdapatnya komunitas profesional keperawatan dengan kualitas dan jumlah yang memadai untuk melaksanakan penelitian dan pendidikan. Oleh karena itu, pasien sebagai pengguna jasa layanan kesehatan mendapat pelayanan yang baik.
Sementara itu, tingginya biaya pelayanan dan pemeliharaan kesehatan hendaknya diimbangi dengan adanya peningkatan kualitas pelayanan dari sumber daya manusianya, khususnya tenaga kesehatan di Rumah Sakit. Tenaga kesehatan Rumah Sakit adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan (UU no.36 tahun 2009). Di rumah sakit, sumber daya yang sering berhubungan secara langsung dan merupakan tenaga profesional terbanyak adalah perawat. Perawat adalah tenaga profesional yang mempunyai dedikasi untuk dapat memberi pelayanan yang berkualitas. Pelayanan keperawatan merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan di rumah sakit yang mempunyai peranan besar terhadap pencapaian efisiensi, kualitas dan citra rumah sakit di mata masyarakat. Gunarsa dan Gunarsa (1995) menyatakan bahwa keberhasilan seorang perawat tergantung pada pemahaman diri sendiri, kekuatan dan kelemahan serta pengaruh orang lain. Selain itu, mereka
(3)
3
mempunyai ciri sebagai seorang perawat yang ramah, simpati, mudah bekerja sama, pandai menimbang perasaan, sikap sopan santun, dapat dipercaya, rendah diri, murah hati, berjiwa sportif, berpenampilan menarik, dan pandai bergaul dengan menunjukkan perilaku memberikan pertolongan dengan layanan terbaik pada pasien.
Namun, untuk mewujudkan visi dan misi ini terdapat kendala yang ditemui, diantaranya perawat yang kurang ramah atau kurang simpati biasanya membawa masalah ke dalam pekerjaan sehingga beberapa pasien mengeluh dan sering terjadi pada pasien yang berasal dari golongan yang tidak mampu. Penyebab lain yang terjadi kelalaian dalam hal pemberian obat, obat yang seharusnya diberikan sering datang terlambat bahkan hilang. Hal ini kurang sesuai dengan sesuai dengan prosedur sehingga mendapat pengarahan dari kepala bangsal dan dishifkan pagi agar mendapat pengawasan. Lain halnya dengan yang dikeluhkan oleh perawat ketika melayani pasien diantaranya kurang dipatuhinya anjuran atau saran yang seharusnya dilakukan sehingga perawat berulang kali menegur dan memberikan pengertian baik kepada pasien maupun keluarga pasien yang merawat.
Untuk mewujudkan pelayanan yang optimal, maka tidak terlepas dari kinerja perawat dalam melaksanakan tugasnya. Kinerja perawat yang baik akan berimplikasi terhadap pelayanan yang baik pula. Jika kinerja rendah atau buruk tersebut tetap
(4)
4
dilakukan, maka perawat tidak akan naik jabatan dan akan di rotasi ke ruang lain. Selain itu, peningkatan melalui pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, mengikuti pelatihan keperawatan keterampilan teknis atau keterampilan dalam hubungan interpersonal. Program pelatihan adalah salah satu upaya untuk dapat meningkatkan kinerja pegawai dalam menghadapai berbagai macam perubahan baik internal maupun eksternal. Harapan dari model pelatihan ini akan mampu untuk meningkatkan kapasitas dan kapabilitas pegawai sehingga pada akhirnya tujuan industri pelayanan jasa akan dapat tercapai (dalam Sani, 2011)
Atas dasar hal tersebut dapat dikatakan bahwa menyatakan bahwa kinerja adalah perilaku atau perbuatan yang relevan untuk mencapai hasil akhir sesuai dengan perilaku yang memiliki kontribusi pada suatu organisasi. Sementara itu, kinerja dipengaruhi oleh kemampuan, kepribadian, ketertarikan, pengetahuan pernyataan tersebut diungkapkan oleh Campbell (1990). Goleman (1999) menyatakan bahwa Kecerdasan intellegensi (IQ) dan Kecerdasan emosi (EQ) merupakan faktor yang mempengaruhi kinerja seseorang. Namun kecerdasan emosilah yang lebih berperan untuk menghasilkan kinerja yang cemerlang. Lebih lanjut menurut Ernawati (2006) menyatakan bahwa kinerja perawat adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan, bentuk pelayanan
(5)
5
yang komprehensif yang ditujukkan pada individu, keluarga, dan masyarakat, baik yang sehat maupun yang sakit yang mencakup seluruh kehidupan manusia.
Penilaian kinerja kerja seorang perawat dilihat dari perilaku melayani pasien yang sesuai dengan standar mutu asuhan keperawatan. Standar Asuhan Keperawatan telah disusun dan diberlakukan untuk diterapkan di seluruh rumah sakit, melalui SK Dirjen Yanmen No.YM.00.03.2.6.7637 tahun 1993 tentang berlakunya Standar Asuhan Keperawatan di Rumah Sakit dengan maksud semua tenaga keperawatan di Rumah Sakit, dalam memberikan asuhan keperawatan harus berpedoman pada Standar Asuhan Keperawatan dan digunakan untuk mengukur tingkat keberhasilan dan mutu asuhan keperawatan.
Sehubungan dengan hal itu, Cooper dan Sawaf (1999) menyatakan bahwa kecerdasan emosi adalah kemampuan mengindera, memahami dan dengan efektif menerapkan kekuatan dan ketajaman emosi sebagai sumber energi, informasi dan pengaruh. Goleman (2000) memberi penjelasan bahwa kecerdasan emosi adalah kemampuan seseorang untuk mengelola perasaan antara lain memotivasi dirinya sendiri dan orang lain, tegar menghadapi frustasi, sanggup mengatasi dorongan-dorongan primitif dan kepuasan-kepuasan sesaat, mengatur suasana hati yang reaktif, dan mampu berempati pada orang lain. Salovey dan Mayer (2000) menyatakan pendapat bahwa kecerdasan emosi adalah kemampuan untuk mengenali perasaan,
(6)
6
meraih, membangkitkan perasaan untuk membantu pikiran, memahami perasaan, maknanya, mengendalikan perasaan serta mendalam sehingga membantu perkembangan pertumbuhan emosional dan intelektual.
Keterkaitan antara kecerdasan emosi dan kinerja pernah diteliti oleh peneliti-peneliti sebelumnya. Penelitian Boyatzis (1999) dan Cherniss (1998) menemukan bahwa beberapa konsultan dan agen penjualan yang memiliki skor kompetensi EQ yang tinggi ternyata menghasilkan kinerja. Hasil penelitian lain yang positif dan signifikan antara kecerdasan emosi dan kinerja yaitu Chipain (2003); Rosalina (2008); Sakdanur (2005); Sukasno (2005); Trihandini (2005); Van Rooy dan Visweswaran (2004). Hasil penelitian dari Sala (2000) juga menyatakan bahwa kecerdasan emosi positif dan signifikan dengan kinerja, ketika individu memiliki kesadaran diri dan kesadaran sosial maka ratingnya akan signifikan dengan penilaian organisasi.
Berbeda dengan hasil penelitian sebelumnya yang ada di atas, hasil penelitian oleh Carruso (1999) yang mengemukakan bahwa kinerja atau kesuksesan kerja tidak hanya dipengaruhi oleh kecerdasan emosi namun ada beberapa hal yang akan mempengaruhinya. Murensky (2000), Druskat (2002) hanya menemukan hubungan yang lemah antara kecerdasan emosi dan keseluruhan kinerja organisasi. Kecerdasan emosi merupakan gabungan dari 27 kompetensi di mana masing-masing kompetensi itu belum pernah diukur tersendiri peranannya dalam
(7)
7
meningkatkan kinerja yang unggul. Selain itu, hasil penelitian Barnes (2008) menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara kecerdasan emosi dan kinerja dalam populasi suatu organisasi. Beberapa hal menarik mengidentifikasikan hubungan yang bertentangan pada suatu lembaga, meliputi pengalaman, bentuk ekspesi emosi, dan kasus model manajemen.
Berdasarkan fenomena dan hasil penelitian di atas, maka peneliti ingin meninjau lebih jauh penelitian sebelumnya dengan meneliti “Hubungan Kecerdasan Emosi Dengan Kinerja Perawat Rumah Sakit Umum Daerah Salatiga”.
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas timbul suatu pertanyaan yaitu “Apa Ada hubungan yang positif dan signifikan antara Kecerdasan Emosi Perawat Dengan Kinerja Perawat Rumah Sakit Umum Daerah Kota Salatiga?”
LANDASAN TEORI Kinerja
Istilah kinerja berasal dari kata “Job Perfomance” atau
“Actual Perfomance” yang dicapai seseorang atau sekelompok
dalam organisasi dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam mencapai tujuan organisasi yang bersangkutan legal, tidak melanggar. Kinerja sangat berhubungan erat dengan dunia psikologi industri dan organisasi. Definisi dari kinerja
(8)
8
merupakan kriteria dalam penentuan hasil akhir dan kesuksesan bagi setiap individu serta membantu dalam pemahaman dalam berperilaku (Campell,1990, h.28).
Pendapat lain disampaikan oleh Dessler (dalam Fabiola, 2005) memberikan pengertian yang lain tentang kinerja yaitu merupakan perbandingan antara hasil kerja yang secara nyata dengan standar kerja yang ditetapkan dan kinerja itu sendiri lebih memfokuskan pada hasil kerjanya, sedangkan menurut Mathis dan Jackson (2002), kinerja pada dasarnya adalah apa yang dikerjakan dan yang tidak dikerjakan oleh karyawan. Kinerja karyawan mempengaruhi seberapa banyak mereka memberikan kontribusi kepada organisasi.
Menurut Barnes (2008), ada tiga macam aspek kinerja yaitu, kualitas, kuantitas, dan perilaku organisasi. Menurut Sim dan Sziglagy (dalam Wijono, 2010) faktor kinerja, diantaranya keahlian, minat, motivasi, dan situasi kerja. Selain itu, Goleman (1999) menyatakan bahwa kecerdasan intelegensi (IQ) dan kecerdasan emosi (EQ) merupakan faktor yang mempengaruhi kinerja seseorang, namun kecerdasan emosilah yang lebih berperan untuk menghasilkan kinerja yang cemerlang.
Ilyas (2001) mengemukakan beberapa manfaat yang dapat diperoleh dalam penilaian kinerja perawat antara lain:
a. Meningkatkan prestasi kerja staf baik secara individu maupun kelompok dengan memberikan kesempatan kepada
(9)
9
mereka untuk memenuhi kebutuhan aktualisasi diri dalam kerangka pencapaian tujuan pelayanan Rumah Sakit.
b. Merangsang minat dalam pengembangan pribadi dengan tujuan meningkatkan prestasi dan hasil kerja dengan memberikan umpan balik kepada mereka tentang prestasinya.
c. Membantu Rumah Sakit untuk dapat menyusun program pengembangan dan pelatihan staf yang lebih tepat guna. d. Menyediakan alat dan sarana untuk membandingkan prestasi
kerja dengan meningkatkan gaji atau sistem imbalan yang baik.
e. Memberikan kesempatan untuk komunikasi dan dialog antara atasan dan bawahan.
Kecerdasan Emosional
Goleman (2001) menyatakan bahwa kecerdasan emosi adalah kemampuan seseorang untuk mengelola perasaan antara lain memotivasi dirinya sendiri dan orang lain, tegar menghadapi frustasi, sanggup mengatasi dorongan-dorongan primitif dan kepuasan-kepuasan sesaat, mengatur suasana hati yang reaktif, mampu berempati pada orang lain. Kemampuan pengelolaan emosi berdampak pada pengambilan keputusan dengan tepat dan tidak merugikan pihak manapun yang sedang terlibat.
Goleman (2001) menyatakan bahwa kecerdasan emosi adalah kemampuan seseorang untuk mengelola emosi. Lima
(10)
10
aspek yang digunakan untuk mengukur kecerdasan emosi, diantaranya mengenali emosi diri, mengelola emosi diri, motivasi, empati, dan kecakapan dalam membina hubungan dengan orang lain.
Hubungan Antara Kecerdasan Emosi Dengan Kinerja
Dunia kerja memiliki beragam masalah dan tantangan yang harus dihadapi, seperti beban kerja, tuntutan kerja, lingkungan atau suasana kerja dan masalah yang terjadi dan terkait dengan orang lain. Masalah-masalah yang terjadi memerlukan penanganan dengan baik sehingga tidak merugikan banyak pihak. Untuk dapat mengatasi perasaan-perasaan tersebut seorang individu dituntut memiliki kemampuan untuk menyadari emosi diri, kemampuan untuk mengontrol emosi yang muncul dan kemampuan untuk memotivasi diri dalam mengatasinya. Salah satu hal yang diperlukan untuk menangani masalah tersebut yaitu kecerdasan emosi (Goleman, 2001).
Kecenderungan membawa suatu masalah pribadi ke dalam pekerjaan menyebabkan seseorang menjadi tidak dapat mengontrol emosi sehingga berpengaruh bagi kinerjanya. Hal tersebut tentunya akan membawa dampak bagi diri sendiri maupun orang lain seperti teman sejawat, pasien maupun keluarga pasien. Oleh karena itu perlunya pengaturan emosi dengan baik seperti memotivasi diri, mampu berempati,
(11)
11
menghadapi dan mampu menyelesaikan masalah (Goleman, 2001)
Secara khusus perawat membutuhkan kecerdasan emosi yang tinggi. Hal ini dikarenakan perawat merupakan tenaga profesional yang terbanyak dan sering berkomunikasi dengan pasien. Dalam pemberian pelayanan jasa terhadap pasien seharusnya menyenangkan karena pelayanan perawat sangat menentukan baik buruknya citra suatu rumah sakit. Pengetahuan, keterampilan dan kecerdasan emosi sangat penting bagi perawat sebagai sumber daya manusia di rumah sakit sehingga meningkatkan kinerja perawat. Oleh karena itu, pelayanan keperawatan sangat memerlukan sosok perawat yang memiliki kecerdasan emosi yang tinggi. Hal tersebut sangat berguna bagi hubungannya dengan teman sejawat, pasien maupun keluarga pasien. Sikap tersebut menurut Goleman (2001) disebut dengan kecerdasan emosi. Kecerdasan emosi merupakan sisi lain dari kecerdasan kognitif yang berperan dalam aktivitas manusia yang meliputi kesadaran diri dan kendali dorongan hati, ketekunan, semangat dan motivasi diri serta empati dan kecakapan sosial. Kecerdasan emosional lebih ditujukan kepada upaya mengenali, memahami dan mewujudkan emosi dalam porsi yang tepat dan upaya untuk mengelola emosi agar terkendali dan dapat memanfaatkan untuk memecahkan masalah kehidupan terutama yang terkait dengan hubungan antar manusia.
(12)
12 Hipotesis
Dalam penelitian ini, hipotesis yang akan diuji adalah apa ada hubungan signifikan dan positif antara kecerdasan emosi dan kinerja perawat Rumah Sakit Umum Daerah Kota Salatiga. Semakin tinggi kecerdasan emosi semakin tinggi kinerjanya. Demikian pula semakin rendah kecerdasan emosinya semakin rendah kinerjanya.
Metode Penelitian
Penelitian ini terdiri atas dua variabel yaitu: 1. Variabel Bebas : Kecerdasan emosi 2. Variabel Terikat : Kinerja
A.
Definisi Operasional Variabel
1. KinerjaKinerja adalah hasil kerja yang telah dicapai seorang individu yang dilakukan dalam kurun waktu tertentu dan berdasarkan standar kerja yang ditetapkan oleh suatu perusahaan atau organisasi. Untuk pengukuran tingkat kecerdasan emosi ini digunakan skala kecerdasan emosi dengan model Likert. Kinerja dalam penelitian ini diungkap dengan menggunakan skala kinerja yang disusun berdasarkan aspek-aspek yang dikemukakan oleh Barnes (2008) meliputi kualitas, kuantitas, dan perilaku organisasi.
(13)
13 2. Kecerdasan Emosi
Kecerdasan emosi adalah kemampuan merasakan dan memahami secara lebih efektif terhadap daya kepekaan emosi yang mencakup kemampuan memotivasi diri sendiri atau orang lain, pengendalian diri, mampu memahami perasaan orang lain dengan efektif dan mampu mengelola emosi yang dapat digunakan untuk membimbing pikiran untuk mengambil keputusan yang terbaik.
Untuk pengukuran tingkat kecerdasan emosi ini digunakan skala kecerdasan emosi dengan model Likert. Kecerdasan emosi dalam penelitian ini diungkap dengan menggunakan skala kecerdasan emosi yang disusun berdasarkan aspek-aspek yang dikemukakan oleh Goleman (2001) yaitu kesadaran diri, motivasi, pengaturan diri, empati, dan kecakapan dalam membina hubungan dengan orang lain.
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif uji kolerasi Spearman. Populasi adalah keseluruhan unit atau individu dalam ruang lingkup yang ingin diteliti (Supramono, 2003). Populasi dalam penelitian ini adalah perawat inap RSUD Kota Salatiga yang berjumlah 120 perawat. Sedangkan sampel penelitian sebanyak 92 perawat. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan purposive quote sampling adalah teknik pengambilan subyek penelitian berdasarkan ciri-ciri
(14)
14
tertentu dipandang mempunyai sangkut paut yang erat untuk dijadikan sampel (Hadi, 2000).
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dengan menggunakan kuesioner. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah berupa skala. Skala adalah suatu cara pengumpulan data dengan jalan memberikan sejumlah pertanyaan tertulis mengenai suatu hal yang harus dijawab dan dikerjakan oleh responden yang menjadi subjek penelitian. Model skala yang digunakan adalah modifikasi dari Skala Likert dengan empat alternatif jawaban yang harus dijawab salah satu yang sesuai dengan keadaan subjek, yaitu STS = Sangat Tidak Sesuai ; TS = Tidak Sesuai ; S = Sesuai dan SS = Sangat Sesuai.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Penyusunan alat ukur
Persiapan selanjutnya yang dilakukan oleh penulis adalah membuat alat ukur berupa skala yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kecerdasan emosi dengan kinerja perawat di RSUD Kota Salatiga.
Ada dua skala yang digunakan di dalam penelitian ini, yaitu : skala kecerdasan emosi dan skala kinerja.
a. Skala kecerdasan emosi
Skala psikologis yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala kecerdasan emosi yang diambil dari Goleman (2001), meliputi mengenali emosi diri, mengelola emosi diri,
(15)
15
motivasi diri, empati diri, dan membina hubungan dengan orang lain.
Jumlah item pada skala kecerdasan emosi yang akan diuji sebanyak 30 item, terdiri dari 15 item bersifat favourable dan 15 item bersifat unfavourable. Respon yang digunakan pada skala kecerdasan emosi dalam penelitian ini adalah kesesuaian dan ketidaksesuaian, dengan variasi Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS) berdasarkan skala likert. Pemberian skor untuk item favourabel diurutkan dari angka 4 sampai dengan 1, sedangkan untuk unfavorable diurutkan dari angka 1 sampai dengan 4.
b. Skala kinerja
Dalam skala kinerja digunakan dalam penelitian ini adalah skala kinerja dari Barnes (2008) yang terdiri dari kualitas, kuantitas, dan perilaku organisasi.
Jumlah item pada skala kecerdasan emosi yang akan diuji sebanyak 30 item, terdiri dari 15 item bersifat favourable dan 15 item bersifat unfavourable. Respon yang digunakan pada skala kinerja dalam penelitian ini adalah kesesuaian dan ketidaksesuaian, dengan variasi Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS) berdasarkan skala likert.
(16)
16
UJI VALIDITAS DAN RELIABILITAS
Pada pengujin validitas, terdapat 27 item valid dalam skala kecerdasan emosi dan 23 item valid dalam skala kinerja. Setelah uji validitas, maka dilakukan uji reliabilitas dengan menggunakan bantuan program SPSS for Windows Versi 16.0. Perhitungan reliabilitas ini dilakukan dengan menggunakan teknik analisis alpha cronbach. Dengan perhitungan ini diperoleh reliabilitas sebesar 0,938 yang berarti skala kecerdasan emosi memiliki reliabilitas yang sangat tinggi. Sedangkan reliabilitas juga dilakukan pada skala kinerja dan diperoleh 0,947 yang berarti reliabilitas sangat tinggi.
UJI LINEARITAS DAN KOLERASI
Dari hasil uji normalitas tersebut, dapat dilihat bahwa variabel kecerdasan emosi dan kinerja tidak lolos uji normalitas. Dari tabel didapatkan skor Kolmogorov-Smirnov sebesar 0,00 untuk kecerdasan emosi dan 0,02 untuk kinerja.
Pengujian linearitas dilakukan dengan menggunakan SPSS for windows release versi 16. Dari hasil perhitungan diperoleh F hitung = 1,220 dengan p = 0,252 (p > 0,05) dengan demikian hal tersebut berarti bahwa hubungan kecerdasan emosi dengan kinerja adalah linear atau kedua variabel tersebut membentuk garis lurus.
(17)
17 ANALISIS DATA
Berdasarkan hasil deskriptif demografi reponden diketahui bahwa usia perawat paling banyak berusia 20-30 th (47,82%), pendidikan perawat paling banyak lulusan DII sebanyak (72,8%), jenis kelamin paling banyak perempuan sebanyak (73,9 %)
Dapat dilihat bahwa 68 responden memiliki tingkat kecerdasan emosi tergolong tinggi sebesar 73,9%. Sementara itu, 2 responden menunjukkan tingkat kecerdasan emosi yang sangat rendah sebesar 2,1%. Maka, dikatakan bahwa mayoritas responden memiliki tingkat kecerdasan emosi yang tinggi. Sedangkan untuk penghitungan kinerja, dapat dilihat 56 responden memiliki kinerja yang tinggi sebesar 60,2%. Sementara itu, dapat dilihat pula 2 responden memiliki 2,1%. Maka dapat disimpulkan bahwa mayoritas responden memiliki kinerja yang baik.
Hasil pengujian menggunakan teknik Spearman didapatkan r = 0,715 dengan p = 0,00 (P < 0,05) yang berarti ada hubungan positif dan signifikan antara kecerdasan emosi dengan kinerja.
PEMBAHASAN
Dari hasil penelitian diperoleh r = 0,654 dengan p = 0,00 (P < 0,05) yang berarti ada hubungan positif dan signifikan antara kecerdasan emosi dengan kinerja.
(18)
18
Ini berarti bahwa H0 ditolak dan H1 diterima. Dapat disimpulkan bahwa adanya perbedaan yang positif dan signifikan kecerdasan emosi dengan kinerja perawat RSUD Kota Salatiga. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal pertama, diantaranya adalah perawat memiliki pengaturan diri yang baik sehingga mendukung kinerja yang baik pula, seperti yang diutarakan oleh Cherniss (2000), yang menyatakan bahwa kompetensi emotional merupakan dasar emotional Intelligence. Suatu tingkatan dalam emotional Intelligence perlu mempelajari kompetensi emosional. Misalnya perawat yang bisa mengatur emosi dengan baik akan lebih mudah mengembangkan kompetensi inisiatif atau dorongan berprestasi.
Kedua, perawat memiliki hubungan yang baik dengan orang lain yang berpengaruh pula pada kinerja. Hal senada diungkapkan oleh Cooper dan Sawaf (2002), bahwa pada dasarnya manfaat – manfaat yang dihasilkan emotional intelligence merupakan faktor keberhasilan
organisasi adalah berkaitan dengan pembuatan keputusan,
kepemimpinan, terobosan teknis, komunikasi terbuka dan jujur, bekerjasama dan saling mempengaruhi, membangun loyalitas, kreatifitas, inovasi yang pada akhirnya akan berpengaruh pada prestasi. Ketiga, motivasi tinggi seorang perawat yang berpengaruh pada kinerja. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Badra & Johana (2005) yang menyatakan bahwa salah satu faktor yang berpengaruh atau berhubungan dengan kinerja adalah motivasi.
Seperti yang disampaikan oleh Goleman (1999) bahwa kecerdasan intelegensi (IQ) dan kecerdasan emosi (EQ) merupakan faktor yang mempengaruhi kinerja seseorang. Namun, kecerdasan emosilah yang lebih berperan untuk menghasilkan
(19)
19
kinerja yang cemerlang. Oleh karena itu, kecerdasan emosilah yang menduduki porsi lebih penting dibandingkan dengan yang lain pada seluruh tingkatan jabatan. Pendapat Goleman ini sejalan dengan pendapat Van Rooy dan Viswesvaran (2004) yang menyatakan adanya hubungan yang positif dan signifikan antara kecerdasan emosi dengan kinerja kerja seseorang. Kecerdasan emosi sangat memberi pengaruh penting untuk meningkatkan karier yang sukses dan kinerja daripada kecerdasan pada umumnya.Selain itu, kecerdasan emosi yang tinggi sangat dibutuhkan dalam lingkungan organisasi, berinteraksi dengan banyak orang baik di dalam maupun di lingkungan kerja.
Penelitian yang diadakan di RSUD Kota Salatiga, pengukuran terhadap kecerdasan emosi terlihat rendahnya kesadaran diri perawat, hal ini terlihat dari perawat yang kurang dapat menunjukkan apa yang sebenarnya terjadi pada dirinya. Namun, di sisi lain perawat juga memiliki pengaturan diri yang tinggi, hal ini terlihat dari pelampiasan suatu kemarahan atau kekecewaan pada orang yang membuatnya terluka maupun merasa kurang berkenan. Lebih lanjut, pada pengukuran terhadap kinerja perawat yang rendah dalam segi kuantitasnya, hal ini seperti yang diutarakan dalam item yaitu perawat merasa tidak mudah dalam merawat pasien dalam satu shift. Namun, di sisi lain perawat dapat menunjukkan kinerja yang tinggi dalam segi kualitas, hal ini terlihat dari manfaat pelatihan dan pengembangan yang dapat dirasakan secara langsung ketika merawat pasien.
(20)
20 PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara kecerdasan emosi dengan kinerja perawat RSUD Kota Salatiga. 2. Kecerdasan emosi dan kinerja kategori berada pada kategori tinggi. Hal ini membuktikan bahwa semakin tinggi kecerdasan emosi, maka semakin tinggi kinerjanya.
B. SARAN
Adapun saran dari penelitian ini, disesuaikan dengan manfaat dari penelitian itu sendiri. Karena itu, saran penelitian ini ditujukkan kepada beberapa pihak yaitu:
1. RSUD Kota Salatiga
Pihak rumah sakit selalu mengupayakan peningkatan kecerdasan emosi dengan memberikan peluang kepada setiap perawat dalam proses pelayanan melalui setiap kegiatan seperti diskusi tentang membangun hubungan antar pribadi setiap seminggu secara rutin sehingga terjadi peningkatan kinerja. Oleh karena itu, peningkatan kinerja yang maksimal maka nama baik rumah sakit akan terjaga dan selalu dikenang.
(21)
21 2. Perawat
Pentingnya peningkatan kecerdasan emosi sehingga perawat dapat melayani pasien dengan hati melalui pemberian dorongan setiap perawat dengan simulasi dan sharing dalam menghadapi pasien yang sulit, melatih keterampilan komunikasi antar perawat dalam waktu seminggu sekali, mengikuti rapat evaluasi bulanan maupun diskusi yang dipimpin oleh supervisor perawat. Hal ini dapat membuat perawat merasa sadar akan perannya yang tidak dapat diabaikan dan menentukan citra rumah sakit. Selain itu, motivasi juga dapat ditingkatkan dengan cara menggali hal yang mendukung kinerja melalui pemberian reward dan token.
3. Pada penelitian selanjutnya
Pada penelitian ini ada hubungan yang positif dan signifikan, untuk itu bagi peneliti yang akan mengadakan penelitian dengan topik yang sama, disarankan untuk melakukan penelitian terhadap variabel-variabel lain yang dapat mempengaruhi kinerja serta kondisi yang mempengaruhi, seperti karakteristik pekerjaan yang lebih spesifik.
(22)
22
DAFTAR PUSTAKA
Barnes, D. (2008). A Comparative of Emotional Intellegence and Job Performance Among Case Manager Working in Community-Based Mental Health Settings. Thesis. Dasmarines. University of Cincinnati.
Badra, I & Johana. (2005). Hubungan Antara Stres Kerja Dan Motivasi Dengan Kinerja Dosen Tetap Pada Akper Sorong. Jurnal KMPK 8.
Boyatzis, R,E, Ron, S. (2001). Clustering competence inemotional intelligence. In R. BarOn, R. & J. D. A. Parker, (Eds), The Handbook of Emotional Intelligence. Jossey-Bass: San Francisco, CA.
Campbell, J. P. (1990). Modeling The Performance Prediction Problem In Industrial And Organizational Psychology. In M. D. Dunnette & L. M. Hough (Eds.), Handbook
Cherniss, C. (2010). Emotional Intelligence: Toward Clarification Of a Concept. Industrial and Organizational Psychology:Perspectives on Science and Practice, 3, 110–126.
Chipain, C. G. (2003). Emotional Intelligence and Its Relationship With Sales Success. Depaul University, School Of Business.
Caruso, D. R., & Wolfe, C. J. (1999). Emotional intelligence in everyday life .9. Philadelphia, PA: Psychology Press. Depdikbud. (1993). Kepemimpinan Sekolah. Jakarta: Proyek
Peningkatan Mutu dan Pelaksanaan wajib belajar.
Depkes. (2009). Undang-Undang Nomor 36 Tentang Kesehatan. Jakarta : Menteri Kesehatan Republik Indonesia.
(23)
23
Dessler, G, 1997, Manajemen Sumber Daya Manusia, Alih bahasa: Benyamin Molan, PT. Prenhallindo, Jakarta. Druskat, V. U. & Muresky. (2002). Building The Emotional
Intelligence of Groups. Boston: Harvard Business Review. Erlina, R. (2006). Gambaran Stress Kerja Perawat Dalam Melaksanakan Asuhan Keperawatan Pasien HIV/AIDS Di RSUD Dr. Soedarso Pontianak. Jurnal Ilmu Kesehatan,1, 3.
Ernawati. (2006). Analisis Kerja Perawat Ditinjau Dari Beban Kerja dan Karakteristik Individu di Instalasi Rawat Inap RSUD Raden Mattaher Jambi. Tesis. UGM.
Gillies, D. A. (1998).Nursing management a system approach 3ed. phyladelphia: WB. Saunders Company.
Goleman, D. (2001). Kecerdasan Emosional Untuk Mencapai Puncak Prestasi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Gunarsa & Gunarsa. (1986). Psikologi Perawatan. Jakarta: BPK
Gunung Mulia.
________________. (1995). Psikologi Perawatan. Jakarta: BPK Gunung Mulia.
Hadi, S. (2000). Metodologi Research Jilid 2. Yogyakarta: Andi Offset.
Ilyas, Y. (2001). Kinerja, Teori Penilaian dan Penelitian. Fakultas Kesehatan Masyarakat UI: Jakarta.
Kottler, J. P. (1997). Corporate Culture And Performance. The Free Press A Division Simon & Schuster. New York.
(24)
24
Sakdanur. Hubungan Kecerdasan Emosional Dengan Kinerja Kepala Sekolah Survey Di SLTP Riau Daratan Provinsi Riau. Jurnal Pendidikan Dasar,6, 1.
Sala, F. (2002). Emotional Competence Inventory (ECI). Technical Manual. McClelland Ceter for Research and Innovation. Hay Acquisition Company I, Inc.
Sani, A. (2011). Analisis Pengaruh Burnout Dan Kecerdasan Emosional (EI) Terhadap Kinerja Pegawai Pt Bank Mega Syari’ah Cabang Malang.Tesis .Universitas Malang. Trihandini, R.A. (2011). Analisis Pengaruh Kecerdasan
Intelektual, Kecerdasan Emosi Dan Kecerdasan Spiritual Terhadap Kinerja Karyawan (Studi Kasus Di Hotel Horison Semarang). Tesis. Universitas Diponegoro Semarang.
Van Rooy, D. L. &Viswesvaran, C. (2004). Emotional Intelligence: A Meta-Analytic Investigation of Predictive Validity and Nomological Net. Journal of Vocational Behavior,65(1), 71-95.
Wijono, S. (2010). Psikologi Industri dan Organisasi: Dalam Suatu Bidang Gerak Psikologi Sumber Daya Manusia (ed.1). Jakarta: Kencana Media.
(1)
19
kinerja yang cemerlang. Oleh karena itu, kecerdasan emosilah yang menduduki porsi lebih penting dibandingkan dengan yang lain pada seluruh tingkatan jabatan. Pendapat Goleman ini sejalan dengan pendapat Van Rooy dan Viswesvaran (2004) yang menyatakan adanya hubungan yang positif dan signifikan antara kecerdasan emosi dengan kinerja kerja seseorang. Kecerdasan emosi sangat memberi pengaruh penting untuk meningkatkan karier yang sukses dan kinerja daripada kecerdasan pada umumnya.Selain itu, kecerdasan emosi yang tinggi sangat dibutuhkan dalam lingkungan organisasi, berinteraksi dengan banyak orang baik di dalam maupun di lingkungan kerja.
Penelitian yang diadakan di RSUD Kota Salatiga, pengukuran terhadap kecerdasan emosi terlihat rendahnya kesadaran diri perawat, hal ini terlihat dari perawat yang kurang dapat menunjukkan apa yang sebenarnya terjadi pada dirinya. Namun, di sisi lain perawat juga memiliki pengaturan diri yang tinggi, hal ini terlihat dari pelampiasan suatu kemarahan atau kekecewaan pada orang yang membuatnya terluka maupun merasa kurang berkenan. Lebih lanjut, pada pengukuran terhadap kinerja perawat yang rendah dalam segi kuantitasnya, hal ini seperti yang diutarakan dalam item yaitu perawat merasa tidak mudah dalam merawat pasien dalam satu shift. Namun, di sisi lain perawat dapat menunjukkan kinerja yang tinggi dalam segi kualitas, hal ini terlihat dari manfaat pelatihan dan pengembangan yang dapat dirasakan secara langsung ketika merawat pasien.
(2)
20 PENUTUP A. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara kecerdasan emosi dengan kinerja perawat RSUD Kota Salatiga. 2. Kecerdasan emosi dan kinerja kategori berada pada kategori tinggi. Hal ini membuktikan bahwa semakin tinggi kecerdasan emosi, maka semakin tinggi kinerjanya.
B. SARAN
Adapun saran dari penelitian ini, disesuaikan dengan manfaat dari penelitian itu sendiri. Karena itu, saran penelitian ini ditujukkan kepada beberapa pihak yaitu:
1. RSUD Kota Salatiga
Pihak rumah sakit selalu mengupayakan peningkatan kecerdasan emosi dengan memberikan peluang kepada setiap perawat dalam proses pelayanan melalui setiap kegiatan seperti diskusi tentang membangun hubungan antar pribadi setiap seminggu secara rutin sehingga terjadi peningkatan kinerja. Oleh karena itu, peningkatan kinerja yang maksimal maka nama baik rumah sakit akan terjaga dan selalu dikenang.
(3)
21 2. Perawat
Pentingnya peningkatan kecerdasan emosi sehingga perawat dapat melayani pasien dengan hati melalui pemberian dorongan setiap perawat dengan simulasi dan sharing dalam menghadapi pasien yang sulit, melatih keterampilan komunikasi antar perawat dalam waktu seminggu sekali, mengikuti rapat evaluasi bulanan maupun diskusi yang dipimpin oleh supervisor perawat. Hal ini dapat membuat perawat merasa sadar akan perannya yang tidak dapat diabaikan dan menentukan citra rumah sakit. Selain itu, motivasi juga dapat ditingkatkan dengan cara menggali hal yang mendukung kinerja melalui pemberian reward dan token.
3. Pada penelitian selanjutnya
Pada penelitian ini ada hubungan yang positif dan signifikan, untuk itu bagi peneliti yang akan mengadakan penelitian dengan topik yang sama, disarankan untuk melakukan penelitian terhadap variabel-variabel lain yang dapat mempengaruhi kinerja serta kondisi yang mempengaruhi, seperti karakteristik pekerjaan yang lebih spesifik.
(4)
22
DAFTAR PUSTAKA
Barnes, D. (2008). A Comparative of Emotional Intellegence and Job Performance Among Case Manager Working in Community-Based Mental Health Settings. Thesis. Dasmarines. University of Cincinnati.
Badra, I & Johana. (2005). Hubungan Antara Stres Kerja Dan Motivasi Dengan Kinerja Dosen Tetap Pada Akper Sorong. Jurnal KMPK 8.
Boyatzis, R,E, Ron, S. (2001). Clustering competence inemotional intelligence. In R. BarOn, R. & J. D. A. Parker, (Eds), The Handbook of Emotional Intelligence. Jossey-Bass: San Francisco, CA.
Campbell, J. P. (1990). Modeling The Performance Prediction Problem In Industrial And Organizational Psychology. In M. D. Dunnette & L. M. Hough (Eds.), Handbook
Cherniss, C. (2010). Emotional Intelligence: Toward Clarification Of a Concept. Industrial and Organizational Psychology:Perspectives on Science and Practice, 3, 110–126.
Chipain, C. G. (2003). Emotional Intelligence and Its Relationship With Sales Success. Depaul University, School Of Business.
Caruso, D. R., & Wolfe, C. J. (1999). Emotional intelligence in everyday life .9. Philadelphia, PA: Psychology Press. Depdikbud. (1993). Kepemimpinan Sekolah. Jakarta: Proyek
Peningkatan Mutu dan Pelaksanaan wajib belajar.
Depkes. (2009). Undang-Undang Nomor 36 Tentang Kesehatan. Jakarta : Menteri Kesehatan Republik Indonesia.
(5)
23
Dessler, G, 1997, Manajemen Sumber Daya Manusia, Alih bahasa: Benyamin Molan, PT. Prenhallindo, Jakarta. Druskat, V. U. & Muresky. (2002). Building The Emotional
Intelligence of Groups. Boston: Harvard Business Review. Erlina, R. (2006). Gambaran Stress Kerja Perawat Dalam Melaksanakan Asuhan Keperawatan Pasien HIV/AIDS Di RSUD Dr. Soedarso Pontianak. Jurnal Ilmu Kesehatan,1, 3.
Ernawati. (2006). Analisis Kerja Perawat Ditinjau Dari Beban Kerja dan Karakteristik Individu di Instalasi Rawat Inap RSUD Raden Mattaher Jambi. Tesis. UGM.
Gillies, D. A. (1998).Nursing management a system approach 3ed. phyladelphia: WB. Saunders Company.
Goleman, D. (2001). Kecerdasan Emosional Untuk Mencapai Puncak Prestasi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Gunarsa & Gunarsa. (1986). Psikologi Perawatan. Jakarta: BPK
Gunung Mulia.
________________. (1995). Psikologi Perawatan. Jakarta: BPK Gunung Mulia.
Hadi, S. (2000). Metodologi Research Jilid 2. Yogyakarta: Andi Offset.
Ilyas, Y. (2001). Kinerja, Teori Penilaian dan Penelitian. Fakultas Kesehatan Masyarakat UI: Jakarta.
Kottler, J. P. (1997). Corporate Culture And Performance. The Free Press A Division Simon & Schuster. New York.
(6)
24
Sakdanur. Hubungan Kecerdasan Emosional Dengan Kinerja Kepala Sekolah Survey Di SLTP Riau Daratan Provinsi Riau. Jurnal Pendidikan Dasar,6, 1.
Sala, F. (2002). Emotional Competence Inventory (ECI). Technical Manual. McClelland Ceter for Research and Innovation. Hay Acquisition Company I, Inc.
Sani, A. (2011). Analisis Pengaruh Burnout Dan Kecerdasan Emosional (EI) Terhadap Kinerja Pegawai Pt Bank Mega
Syari’ah Cabang Malang.Tesis .Universitas Malang.
Trihandini, R.A. (2011). Analisis Pengaruh Kecerdasan Intelektual, Kecerdasan Emosi Dan Kecerdasan Spiritual Terhadap Kinerja Karyawan (Studi Kasus Di Hotel Horison Semarang). Tesis. Universitas Diponegoro Semarang.
Van Rooy, D. L. &Viswesvaran, C. (2004). Emotional Intelligence: A Meta-Analytic Investigation of Predictive Validity and Nomological Net. Journal of Vocational Behavior,65(1), 71-95.
Wijono, S. (2010). Psikologi Industri dan Organisasi: Dalam Suatu Bidang Gerak Psikologi Sumber Daya Manusia (ed.1). Jakarta: Kencana Media.