KORELASI BOBOT TELUR DENGAN DAYA TETAS PADA PUYUH ( Coturnix-Coturnix Japonica ) YANG DIPELIHARA SECARA INTENSIF DI LOMBOK TENGAH - Repository UNRAM

  

KORELASI BOBOT TELUR DENGAN DAYA TETAS

PADA PUYUH ( Coturnix-Coturnix Japonica )

YANG DIPELIHARA SECARA INTENSIF

DI LOMBOK TENGAH

PUBLIKASI ILMIAH

  Diserahkan Guna Memenuhi Syarat yang Diperlukan untuk Mendapatkan Derajat Sarjana Peternakan pada Program Studi Peternakan

  

Oleh

SUHAIMI

B1D 010 237

PROGRAM STUDI PETERNAKAN

FAKULTAS PETERNAKAN

UNIVERSITAS MATARAM

MATARAM

  

2016

  

KORELASI BOBOT TELUR DENGAN DAYA TETAS

PADA PUYUH ( Coturnix-Coturnix Japonica )

YANG DIPELIHARA SECARA INTENSIF

DI LOMBOK TENGAH

ABSTRAK

Oleh : Suhaimi/ B1D 010 237/Fakultas Peternakan Universitas Mataram.

  Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui korelasi bobot telur dengan daya tetas pada puyuh ( Coturnix-coturnix japonica ) yang dilaksanakan di peternakan Bapak H.Bono di BTN Selagalas. Dalam penelitian ini dipergunakan telur puyuh sebanyak 200 butir yang diperoleh dari peternakan puyuh milik Bapak Nasri di Kelurahan Merang Baru Praya, Kabupaten Lombok Tengah, dengan umur induk kurang lebih 23 minggu dan rasio jantan betina 1:3. Telur-telur tersebut dibagi menjadi 3 kelompok berdasarkan bobot telur ( 9,0-9,9; 10,0-

  10,9; ≥11 ). Data yang diperoleh dianalisis dengan analisis korelasi dan regresi. Hasil penelitian ini menunjukkan korelasi yang sedang ( r = 0,59 ) antara bobot telur dengan daya tetas tetapi tidak bermakna ( P > 0,05 ) dengan persamaan garis regresi Y = 91,86 + 0,19X. Telur berbobot 10,0-10,9 g dengan rataan indeks (76,80) mempunyai daya tetas yang paling tinggi ( 94,18 %) sedangkan telur berbobot 9,0-9,9 g dengan rataan indeks (93,54) mempunyai daya tetas yang paling rendah ( 93, 54%). Kata kunci : Puyuh (Coturnixs-coturnixs japonica), Korelasi, Bobot Telur, Daya Tetas.

  

CORRELATION WITH EGG WEIGHT HATCHABILITY

ON QUAIL (Coturnix-Coturnix Japonica)

INTENSIVELY REARED

  

IN CENTRAL LOMBOK

ABSTRACK

  By : Suhaimi/B1D 010 237/Fakultas Peternakan Universitas Mataram This research aimed was to determine the correlation with egg wight hatchability on quai (Coturnix-Coturnix japonica) carried at Mr. H.Bono foultry breeding in BTN Selagalas. 200 quail eggs were obtained from Mr. Nasri quail in Merang Baru village Praya Central Lombok. The age of the quail approximately 23 weeks and sex ratio was 1: 3. The eggs were divided into 3 groups based on the egg weight

  (9.0 to 9.9; 10.0 to 10.9; ≥11). The data obtained were analyzed by correlation and regression analysis. Results showed that there was a weak correlation (r = 0.59) between the egg weight and the hatchability (P>0.05) while the regression line equation was Y = 91.86 + 0,19X. Eggs weighing 10.0 to 10.9 g with the average index (76.80) has the highest hatchability (94.18%) while the egg weighing 9.0 to 9.9g with the average index (93.54) has lowest hatchability (93, 54%).

  Keywords: Quail (Coturnixs-coturnixs japonica), Correlation, Weight of the Eggs, Hatchability.

  

PENDAHULUAN

Latar Belakang

  Puyuh Coturnix-corturnix japonica merupakan salah satu puyuh atau bahkan nama puyuh jepang karena memang berasal dari Jepang. Sebelum diternakkan puyuh ini hidup liar di hutan.Puyuh betina yang menjadi indukan mulai bertelur pada umur 45 hari, biasanya berproduksi penuh pada umur 50 hari. Selanjutnya produksi telur puyuh akan mulai menurun pada umur 14 bulan dan berhenti bertelur pada umur 5-6 bulan sehingga dapat menghasilkan 3-4 generasi per tahun. Dengan siklus hidupnya yang sangat singkat sehingga menarik untuk ditetaskan.

  Puyuh mempunyai potensi yang cukup besar untuk dikembangkan seperti ternak unggas lainnya. Daya produksi telur puyuh cukup tinggi yaitu mencapai 200-300 butir telur per tahunnya. Produksi telur yang tinggi tidak menjamin kelestarian populasi burung puyuh, agar populasi puyuh dapat dipertahankan atau bahkan ditingkatkan perlu ditingkatkan daya tetas telur puyuh.

  Untuk mendapatkan tingkat fertilitas dan daya tetas yang tinggi tidak hanya tergantung pada pengetahuan tentang tehnik penetasan saja, tetapi juga dipengaruhi oleh tata laksana pembibitan, misalnya menyeleksi bobot telur yang baik untuk ditetaskan perlu mendapat perhatian agar pertumbuhan dan produksinya seragam.

  Berdasarkan uraian di atas, maka perlu dilakukan penelitian mengenai “Korelasi Bobot Telur dengan Daya Tetas pada Puyuh (Coturnix-coturnix japonica) yang Dipelihara Secara Intensif di

  “Kota Praya Kelurahan Merang Baru Lombok Tengah”

  

MATERI DAN METODE PENELITIAN

Materi Penelitian

Telur Tetas

  Telur tetas yang digunakan dalam penelitian ini adalah telur puyuh Coturnix-

  

coturnix japonica sebanyak 200 butir telur yang diperoleh dari peternakan Bapak

  Nasri di Kota Praya Kelurahan Merang Baru Lombok Tengah. Di peternakan tersebut rasio jantan dan betina 1:4. Pakan yang digunakan berupa dedak dan konsentrat dengan perbandingan 1:1.

  

Alat dan Bahan

  Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Mesin tetas Digunakan mesin tetas dengan kapasitas 700 butir telur.

  2. Thermoregulator Untuk mengatur kestabilan suhu di dalam mesin tetas.

  3. Hidrometer Untuk mengukur kelembaban dalam mesin tetas.

  4. Rak telur/ tray Digunakan untuk menempatkan telur selama penyimpanan dan penetasan.

  5. Timbangan Untuk menimbang bobot telur digunakan timbangan O-Haus kapasitas 100 g dengan kepekaan 0,1 g.

  6. Jangka sorong Digunakan untuk mengukur panjang dan lebar telur 7.

  Bak air Digunakan untuk tempat menaruh air selama proses penetasan

  Bahan Penelitian

  Bahan - bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

  1. Kapas dan Alkohol Digunakan untuk membersihkan telur.

  2. Air Digunakan untuk menciptakan kelembaban selama penetasan.

  3.

4 Cairan KMnO

  Digunakan untuk fumigasi, membasmi mikroorganisme yang merusak telur selama penetasan.

  

Variable yang Diamati

  Variable yang akan diamati meliputi:

  1.Variabel Pokok Bobot telur diperoleh dengan menimbang sejumlah telur yang akan ditetaskan dengan satuan gram b.

  Daya tetas Daya tetas diperoleh dengan cara membagi jumlah telur yang menetas dengan jumlah telur yang fertil dikalikan 100 persen.

  Rumus daya tetas = 100%

  Tidak seperti pada telur unggas yang lain, penetasan pada telur puyuh tidak dilakukan peneropongan karena warna bercak-bercak hitam pada kerabang telur sehingga sulit diteropong untuk mengetahui fertil tidaknya telur. Untuk mengetahui fertil tidaknya telur dilakukan setelah penetasan, caranya dengan memecah telur yang tidak menetas. Apabila telur yang dipecah cairannya tetap bening berarti telur tersebut tidak fertil, sedangkan yang keruh berarti fertil

  2.Variabel Penunjang a.

  Indeks Telur Indeks telur diperoleh dengan cara membandingkan antara panjang telur dibagi dengan lebar telur dikalikan 100 persen.

  Rumus indeks telur = 100%

  Metode Penelitian Persiapan telur tetas

  Persiapan Mesin Tetas 1.

  4. Lakukan pengecekan dengan sangat teliti terhadap bekerjanya alat pemanas dan kelembaban. Banyak kegagalan penetasan karena suhu alat pembangkit pemanas dan kelembaban tidak dicek.

  C menggunakan thermoregulator

  o

  C - 40

  o

  3. Suhu dalam mesin tetas dijaga tetap kestabilannya pada kisaran 38

  2. Langkah kedua memasukkan air pada bak air diruang dalam mesin untuk menciptakan kelembaban 60-70% menggunakkan hydrometer.

  Sebelum melakukan penetasan, mesin tetas dan seluruh perlengkapannya disiapkan, dibersihkan dan difumigasi terlebih dahulu.

  4. Kemudian telur yang sudah ditimbang bobotnya dikelompokkan berdasarkan kisaran bobot ( 9,0-9,9 ; 10,0-10,9; 11,0-11,9 ).

  Untuk persiapan telur burung puyuh dikumpulkan dari peternakan bapak Tengah.

  3. Kemudian telur tersebut diukur bobotnya dengan menggunakan timbangan O- Haus.

  2. Telur yang dipilih atau yang sudah diseleksi dibersihkan terlebih dahulu dengan menggunakan kapas dan alkohol agar telur tersebut bersih.

  Ukuran dan warna telur yang seragam.

  c.

  Bentuk fisik normal tidak terlalu lonjong dan tidak terlalu bulat.

  b.

  Kerabang telur tampak bersih dari bercak darah, tekstur halus dan tidak ada keretakan sama sekali.

  1. Kriteria seleksi telur tetas yang digunakan yaitu umur telur tidak lebih dari 7 hari yang disimpan pada rak telur. Untuk keberhasilan suatu penetasan dilakukan seleksi pada kualitas telur. Kualitas telur yang baik untuk ditetaskan yaitu : a.

  Penetasan Telur

  Secara umum, tahap-tahap penetasan telur dengan mempergunakan mesin tetas adalah sebagai berikut:

  1. Siapkan mesin tetas secara lengkap dengan kondisi yang baik.

  Sebelum dipergunakan, bersihkan dan semprot mesin tetas tersebut dengan cairan pembasmi hama.

  3. Hidupkan alat tetas selama 24 jam dan bak yang berisi air sebelum dipergunakan agar kondisi suhu dan kelembaban dalam keadaan stabil, dengan catatan tiap hari harus ada pengontrolan apabila volume air menyusut pada saat jalannya penetasan sebaiknya segera isi air pada bak tersebut agar kelembaban tetap stabil.

  4. Membuat penyekatan pada rak (setter), sebelum telur dimasukkan ke dalam mesin tetas.

  5. Sebelum telur dimasukkan ke dalam mesin tetas terlebih dahulu telur dibersihkan dari kotoran yang menempel pada kerabang telur. Selanjutnya dilakukan penimbangan telur agar mengetahui bobot telur yang nantinya akan dikelompokkan berdasarkan kisaran bobot telur. Barulah kemudian telur dimasukkan kedalam mesin tetas.

  6. Pada proses penetasan, antara temperatur dan kelembaban dalam mesin tetas harus stabil untuk mempertahankan kondisi telur pada keadaan yang normal.

  Telur akan optimal menetas jika berada pada temperatur antara 94-104°F (36- 40°C) dan dalam kelembapan 70 %.

  7. Pada hari keempat, proses pembalikan telur dilakukan sebanyak 3 kali dalam satu hari satu malam. Proses pembalikan dilakukan secara terus menerus sampai hari ketiga sebelum telur menetas agar pemberian cahaya bisa merata sehingga pertumbuhan embrio menjadi sempurna.

  8. Pada hari keempat juga dilakukan pembukaan lubang ventilasi secara bertahap dan mulai hari ketujuh ventilasi dibuka secara penuh hingga penetasan selesai.

  Sewaktu-waktu mesin tetas juga perlu didinginkan dengan cara membuka pintu mesin tetas selama kurang lebih 20 menit.

9. Pada hari ke- 17, DOQ baru dipindahkan ke kotak DOQ atau kandang DOQ setelah bulunya kering.

  

Analisis Data

  suatu penelitian model korelasional, penelitian ini dilakukan hanya untuk mengetahui hubungan atau korelasi antara bobot telur dengan daya tetasnya. Untuk mengetahui koefisien korelasi dan regresi maka digunakan rumus : 1.

  Koefisien korelasi (r) antara bobot telur dan daya tetas dirumuskan dengan

  • – )(

  model:

  =

  2

  2

  2

  2 −( ) − ( )

  Keterangan :x = kelompok bobot telur, y = daya tetas, r = koefisien korelasi

  n = jumlah kelompok sampel 2.

  Untuk menentukan hubungan sebab akibat antara bobot telur dengan daya tetas digunakan persamaan regresi linier dengan model matematika yaitu misalnya: Y = a + bx Y = Daya tetas a = koefisien x = kelompok bobot telur b = konstanta

  

HASIL DAN PEMBAHASAN

Korelasi Bobot Telur dengan Daya Tetas

  Bobot telur yang diamati dalam penelitian ini terdiri atas 200 butir telur puyuh bobot telur dan persentase daya tetas dapat dilihat pada Table 1.

  Tabel 1.Rataan bobot telur dengan persentase daya tetas. Kelompok Kisaran Jumlah Telur Rataan Rataan Daya Tetas bobot telur Bobot yang fertil Bobot indeks telur (%)

  Telur (g) (Butir) Telur (g) 1 9,0-9,9 62 9,47 76,57 93,54 2 10,0-10,9 86 10,42 76,08 94,18

  3 33 11,44 75,13 93,93 ≥11,0

  Jumlah 181 Berdasarkan analisis korelasi dari data yang didapatkan ( Tabel 1 ) terdapat koefisien korelasi ( r = 0,59 ) yang berarti ada korelasi yang positif antara bobot telur dengan daya tetas. Hasil uji menggunakan Tabel Pearson nilai korelasi ini tidak bermakna (P>0,05). Hasil penelitian Insko et al., ( 1971) yang dikutip Sudjarwo (1988) menyatakan bahwa terdapat korelasi yang positif antara bobot telur dengan daya tetas, bobot 7,1-7,5 gram memiliki daya tetas 68,1%, sedangkan bobot 10,0 - 10,9 gram daya tetasnya 91,4%. Telur-telur yang digunakan pada penelitian ini yang memiliki kisaran bobot antara 9,5 - 11,4 mempunyai daya tetas rata-rata 93,89%, ini mendekati hasil penelitian dari Sudjarwo bahkan cenderung lebih tinggi persentase daya tetasnya.

  Adapun persamaan garis regresi antara bobot telur dengan daya tetas adalah : Y= 91,86+ 0,19 X, dari persamaan garis regresi ini dapat menduga daya tetas dengan melihat bobot telur yang digunakan dalam persamaan garis regresi.

  Korelasi Indeks Telur dengan Daya Tetas

  Berdasarkan hasil perhitungan dari ketiga rataan indeks telur (Tabel 1) menunjukkan bahwa adanya korelasi antara indeks telur dengan daya tetas dengan Pada kelompok dengan rataan indeks (76,08) mempunyai daya tetas yang paling tinggi yaitu 94,1 %, hal ini sesuai dengan pendapat Sosroamidjojo (1967) yang menyatakan bahwa indeks bentuk telur yang baik untuk ditetaskan adalah yang memiliki indeks 70-79%. Sedangkan rataan indeks telur (76, 57) pada kelompok pertama mempunyai daya tetas yang paling rendah yaitu 93,5%. Menurut Triyuanto (1983 ), yang dikutip Sudjarwo ( 1988 ), besar indeks telur yang paling ideal untuk ditetaskan adalah 74% sedangkan menurut pendapat Djanah (1981 ) menyatakan bahwa indeks telur yang baik untuk ditetaskan adalah 75%. Dengan demikian maka berdasarkan pendapat-pendapat tersebut telur dengan indeks 75-76% mempunyai bentuk yang normal untuk ditetaskan.

  Adapun persamaan garis regresi antara indeks telur tetas dengan daya tetas adalah : Y= 108,86-0,19X. Dari persamaan garis regresi ini dapat menduga daya tetas dengan melihat indeks telur yang yang digunakan dalam persamaan garis regresi.

  KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

  Berdasarkan hasil dan pembahasan di atas maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

  1. Ada korelasi yang positif antara bobot telur dengan daya, dengan koefisien korelasi ( r = 0,59 ) juga tidak bermakna ( P>0,05 ).

  2. Persamaan garis regresi antara bobot telur dengan daya tetas adalah Y = 91,86 + 0,9 X.

  Saran 1.

  Perlu dilakukan penelitian ulang tentang bobot telur dengan daya tetas yang menggunakan metode yang lain yaitu rancangan percobaan dengan rancangan RAL.

DAFTAR PUSTAKA

  Anonim, 1981. Dari Telur sampai Jadi Anak Ayam. P. T. Hybro Indonesia, Jakarta farm.com/ptetas_mesin/tips_tetas.htm .

  2012. Makalah Penetasan.

  

  Astuti, M., T. A. dan D.T. Sulistyowati. 1985. Pengaruh Silang Dalam terhadap Daya Tunas, Daya Tetas, dan Bobot Badan pada Burung Puyuh. Fakultas Peternakan Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.

  Bachar, Irawati, Iskandar, S. dan Dedi S.T. 2006. Pengaruh Frekuensi Pemutaran Telur terhadap Daya Tetas dan Bobot Badan DOC Ayam Kampung (The Effect of Egg Centrifugation Frequency on Hatchability and Body Weight DOC of Free Range Chicken. Jurnal Agribisnis Perternakan, Vol. 2, No. 3.

  Bharoto, K. D. 1981. Poultry Keeping. Cetakan ke 1, Ward Lock Limited, London.

  Hal. 64-69. Brata, B. 1989. Pengaruh Frekwensi Selama Penyimpanan Telur Tetas Puyuh (Coturnix-coturnix japonica) terhadap Daya Tetas. Laporan Penelitian.

  Universita Bengkulu Card, L. E. 1972. Poultry Production. 9th. Ed., by Lea and Febiger, Philadelpia. pp.

  93 – 122. Coleman, M. A. 1992. Egg Handling for Good Chick Quality, Poultry Internasional.

  31 ( 2 ), 16-21 Djanah, 1981. Mari Beternak Burung Puyuh . Cetakan 1 CV. Simplex, Surabaya. Ensminger M. A. 1992. Poultry Science Animal Agricultural Series. 3th Edition.

  Instate Publisher, Inc. Danville, Illiones. Farry. 2001. Membuat dan Mengelola Mesin Tetas. Penebar Swadaya. Jakarta. Hodgetts. 2000. Incubation The Phisical Requiments. Abor Acress Service Bulletin No 15, August 1.. Indarto, P. 1985. Penetasan. Diktat Kuliah, Fakultas Peternakan Universitas Brawijata, Malang

  Jull, M. A., 1978. Poultry Husbandry. Third Edition, Mc. Graw Hill Compani, Inc., Kaharudin, D. 1989. Pengaruh Bobot Telur Tetas terhadap Boot Tetas, Daya Tetas,

  Pertambahan Berat Badan dan Angka Kematian Sampai Umur 4 Minggu pada Puyuh Telur (Coturnix-coturnix japonica). Laporan Penelitian. Universitas Bengkulu.

  Kamsi, M. 1986. Menetaskan Telur. Poultry Indonesia No. 77/Th. VII/Mei. Listiowati, E. dan Roospitasari, K. 1992. Puyuh, Tata Laksana Budidaya Secara Komersial . Penebar Swadaya. Jakarta.

  Nesheim, M. C. , R. E. austic, L. E. Card, 1979. Poultry Production. Cetakan ke 12, by Lea nand Febeger, Phylaedhelpia. Hal. 92-119. North, M. O. dan D. D. Bell., 1978. Commercial Chicken Manual. 4th Ed. Avi Publishing Company Inc. West Port, California. Novo. 2011, Tunai Untung dari Budi Daya Puyuh Berkualitas, Cetakan Ke-5 Cahaya

  Atma Pustaka, Yogyakarta Nuryati, L. Sutarto, K. dan Hardjosworo, S. P. 2000. Sukses Menetaskan Telur. Penebar Swadaya. Jakarta Paimin, Farry. 2000. Membuat dan Mengelola Mesin Tetas. Penebar Swadaya. Jakarta. Permana, D, H. 2005.

  “Performa Produksi Burung Puyuh (Coturnix-coturnix japonica) Umur 8-11 Minggu pada Perbandingan Jantan dan Betina yang Berbeda ”. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Rakman, B. 2005. Pengaruh Bobot Tetas terhadap Mortalitas, Bobot Akhir, Laju

  Pertumbuhan Itik Tegal. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Rarasati, 2002. Pengaruh Frekuensi Pemutaran pada Penetasan Telur Itik terhadap Daya Tetas, Kematian Embrio dan Hasil Tetas. Laporan Hasil Penelitian.

  Universitas Jenderal Soedirman. Purwokerto. poultry Science 70 : 1507-1515. Rasyaf, 1999. Buku Panduan Penetasan Telur. Yogyakarta. Rasyaf, M., 1990. Pengelolaan Penetasan. Penerbit Kanisus. Yogyakarta Rasyaf, 1987. Pengelolaan Penetasan . Cetakan ke 2. Yayasan Kanisus Jakarta.

  st Sons. Inc. New York.

  Soedirdjoatmodjo, S. 1984. Beternak Itik. Cetakan ke 1, Karya Bani, Jakarta. Hal.

  29-42 Soetomo, 1981. Pemeliharaan Burung Puyuh Secara Praktis dan Modern. PB. Karya Bani. CV., Jakarta .

  Sosroamidjojo dan Seno, 1967. Ilmu Beternak Ayam . Seri Indonesia Membangun.

  NV . Masa Baru, Bandung. Srigandono, B. 1997. Produksi Unggas Ayam. Gadjah Mada University Press.

  Yogyakarta. Sudjarwo, 1988. Pengaruh Bobot Telur Tetas dan Umur Induk terhadap Performans

  Burung Puyuh ( Coturnix-coturnix japonica). Thesis. Fakultas Pasca Sarjana Institute Pertanian Bogor. Bogor Sudaryani, 1996. Memilih Telur Tetas. Majalah Trubus No. 187/Th. XVII/ Februari.

  Sugiharto, Eddy. Meningkatkan Keuntungan Beternak Puyuh, Agromedia Pustaka.

  Jakarta 2005 Suharno, B. dan Nazarudin. 1994. Ternak Komersial. Penebar Swadaya. Jakarta Surya Wijaya, B. 1984. Penetasan Telur Itik. Poultry Indonesia, September. No. 57 Susila, A. B. 1997. Pengaruh Frekuensi Pemutaran Telur dan Berat Telur terhadap

  Fertilitas, Daya Tetas, Mortalitas, dan Berat DOD Itik Tegal. Skripsi. Fakultas Peternakan. Universitas Sumatera Utara. Medan. Sutiyono, S. Riyadi, dan S. Kismiati. 2006. Fertilitas dan Daya Tetas Telur dari

  Ayam Petelur Hasil Inseminasi Buatan Menggunakan Semen Ayam Kampung yang Diencerkan dengan Bahan Berbeda. Skripsi. Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro. Semarang Sutoyo, 1988. Petunjuk Praktis Beternak Burung Puyuh. CV. Titik Terang , Jakarta. Syamsir, E. 1993. Studi Komparatif Sifat Mutu dan Fungsional Telur Puyuh dan Telur Ayam Ras . Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor, Bogor. Syariefa, dkk. 2011. Ternak Puyuh. Trubus Swadaya. Jakarta

  “Circadian Rhythm of Melatonin in The Pineal Gland of The Japanese Quail (Coturnix coturnix japonica) ”. Journal of Endocrinology. Vol 107. No. 324. Whendarto, dan I .M . Madian . 1986. Beternak Burung Puyuh Secara Popular . Eka Farm, Semarag.

  Wiharto, 1988. Petunjuk Pembuatan Mesin Tetas. Lembaga Penerbit. Universitas Brawijaya. Yuwanta, T. 2004. Dasar Ternak Unggas. Kanisius, Yogyakarta.