Gambaran pelayanan informasi obat oleh apoteker di-25 apotek di Kota Yogyakarta periode Juli-September 2004 - USD Repository

  

GAMBARAN PELAYANAN INFORMASI OBAT OLEH APOTEKER

KEPADA PENGUNJUNG DI-25 APOTEK DI KOTA YOGYAKARTA

PERIODE JULI-SEPTEMBER 2004

SKRIPSI

  Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

  Program Studi Ilmu Farmasi Oleh :

  

Roulina Sihombing

  Nim :008114068

  

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

  iv

PERSEMBAHAN

  

Setiap tempat yang akan diinjak oleh telapak kakimu

Kuberikan kepada kamu, seperti yang telah Kujanjikan kepada Musa.

Seorangpun tidak akan dapat bertahan menghadapi engkau

seumur hidupmu;

  

Seperti aku menyertai Musa, demikianlah aku akan menyertai Engkau;

Aku tidak akan membiarkan engkau

Dan tidak akan meninggalkan engkau.

  

Yosua 1: 3 dan 5

Skripsi ini kupersembahkan kepada :

  

Tuhan Yesus yang selalu menyertai setiap langkah dalam kehidupanku

Kedua orangtuaku yang luar biasa

Adik-adikku tersayang “Ronald” dan “Ruben”

Seseorang yang sudah Tuhan siapkan untukku “ I love You ” v

PRAKATA

  Puji syukur dan terima kasih kepada Allah Bapa di Surga atas kasih

karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi dengan judul

Gambaran Pelayanan Informasi Obat Oleh Apoteker Kepada Pengunjung di-25

Apotek Di kota Yogyakarta Periode Juli-September 2004.

  Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana

Farmasi (S.Farm) di fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.Dalam penyusunan

skripsi ini penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan

ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

  1. Rita Suhadi, M.Si., Apt selaku Dekan Fakultas Farmasi

  

2. Aris Widayati, M.Si.,Apt. selaku dosen pembimbing yang telah memberi

masukan, saran, dorongan dan semangat dalam penyusunan skripsi ini.

  

3. Drs.Sulasmono, Apt. yang telah memberikan banyak masukan, saran dan

perbaikan dalam penyusunan skripsi ini.

  

4. Ipang Djunarko, S.Si., Apt. yang telah memberikan banyak masukan, saran dan

perbaikan dalam penyusunan skripsi ini.

  

5. Kedua orangtuaku yang selalu menguatkan dan mendukung dalam doa serta

kesabaran yang tiada habisnya.

  

6. Ronald dan Ruben yang selalu memberi keceriaan selama penulis menyusun skripsi. vi

  

7. Dewi, Martha, Diah, mbak Sari yang selalu mendukung dan sangat membantu

penulis dalam menyusun skripsi.

  8. Vivi dan Ibeng atas kesediaannya membantu penulis mencari data di apotek.

  

9. May dan bang Sam yang sudah banyak membantu penulis dalam menyusun

skripsi

  

10. Pemimpin rohaniku di gereja Generasi Baru khususnya bang Sam, bang Eko,

Irma, bang Natar, bang Siswo, Okto, Lia, bang Hendro, May dan Ibeng yang selalu mendukung dalam doa dan membuatku bertumbuh.

  

11. Keluarga Jesus Freaks tercinta, Ibeng, Ade “Dozen’, Dina, Diana, Irine, Anita,

Fitri, Grace, Ira, Lia, Lolly, Vonny, Wasti, Wei dan Yuyun yang telah meninggalkan jejak yang baik dalam hidupku.

  12. Keluarga History Maker tercinta yang turut mendoakan penulis.

  

13. Keluarga El Simchat Gili special Bang Eko, Mba Isti, Irma, Vivi, Merry, Merlyn,

Herry, Agus dan Ko Willy kalian akan selalu di hatiku.

  

14. Victory in Jesus spesial Bang Natar, Bang Siswo, Ce Lia, John, Robby, Ana,

K’Edi, Yanti dan Yuki yang selalu memberi semangat dan dukungan selama ini.

  

15. God Chicks center, May, Alana, Fera, Yose, K’Melly atas kehangatan dan kasih

sayang yang membuat penulis merasa berada di rumah sendiri, juga atas dukungan saat ujian skripsi.

  

16. Jemaatku GBI Generasi Baru khususnya zona 2 yang telah mengajarkan banyak hal kepada penulis vii

  

17. Seluruh keluarga dan teman-teman terkasih yang selalu menjadi pembangkit

semangat bagi penulis

18. Semua pihak yang tidak dapat disebut satu persatu yang turut membantu dalam penyusunan skripsi ini.

  Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan dalam

penyusunannya, untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik demi sempurnanya

skripsi ini. Akhir kata, penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi para

pembaca.

  Yogyakarta, Agustus 2007 Penulis viii

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak

memuat karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar

pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

  Yogyakarta, Agustus 2007 Penulis (Roulina Sihombing)

  DAFTAR ISI

  Halaman

  HALAMAN JUDUL……………...........................................................................i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING………………………………..ii HALAMAN PENGESAHAN…………………………………………………...iii HALAMAN PERSEMBAHAN………………………………………………...iv PRAKATA……………………………………………………………………......v PERNYATAAN KEASLIAN KARYA…………………...…………………..viii DAFTAR ISI………………………………………………………………….....ix DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………………...xiii DAFTAR TABEL……………………………………………………………...xiv DAFTAR GAMBAR…………………………………………………………...xvi

  INTISARI………………………………………………………………………xvi ABSTRACT.........................................................................................................xvii

  BAB I PENGANTAR…………………………………………………………….1 A. Latar Belakang…………………………………………………………………1

  1. Perumusan masalah………………………………………………………4

  2. Keaslian penelitian..………………………………………………………4

  3. Manfaat penelitian………………………………………………………..5

  B. Tujuan Penelitian……………………………………………………………….5

  BAB II PENELAAHAN PUSTAKA…………………………………………....7 A. Tinjauan Umum Tentang Apotek……………………………………………...7 B. Tinjauan Umum Tentang Apoteker…………………………………………….8

  C. Tinjauan Umum Tentang Informasi Obat……………………………………10

  D. Tinjauan Umum Tentang Konsultasi obat…………….……………………...14

  F. Keterangan Empiris…………………………………………………………...15

  

BAB III METODOLOGI PENELITIAN……………………………………..16

A. Jenis dan Rancangan Penelitian………………………………………………16 C. Definisi Operasional Penelitian………………………………………………16 D. Subjek Penelitian……………………………………………………………..16 E. Alat Pengumpulan Data………………………………………………………17 F. Jalannya Penelitian……………………………………………………………17

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN………………………22

A. Karakteristik Responden dan Apotek……………………................................22

  1. Karakteristik responden…………………………………………………...22

  a. Umur…………………………………………………………………...22

  b. Jenis kelamin…………………………………………………………..23

  c. Tingkat pendidikan…………………………………………………….24

  d. Lama masa kerja di apotek…………………………………………….25

  e. Pekerjaan lain………………………………………………………….27

  f. Penghasilan perbulan…………………………………………………..28

  2.Karakteristik apotek………………………………………………………..29

  a. Jam buka dalam satu hari……………………………………………...29

  b. Jam sibuk………………………………………………………………30

  c. Jam konsultasi…………………………………………………………31

  d. Jam pelaksanaan konsultasi……………………………………………32

  e. Lama pelaksanaan jam konsultasi……………………………………..33

  B. Profil kehadiran responden di apotek.………………………………………..33

  a. Jam kehadiran…………………………………………………………33

  b. Lama waktu keberadaan di apotek……………………………………35

  c. Frekuensi rata-rata kehadiran di apotek dalam seminggu……………..35

  d. Alasan tidak bisa hadir di apotek……………………………………...36

  e. Yang menggantikan apabila tidak bisa hadir di apotek………………..37

  C. Profil responden dalam memberikan informasi obat………………….............38

  1. Jenis pelayanan yang diberikan responden…………………………………38

  2. Keterlibatan responden secara aktif dalam pelayanan resep obat…………..39

  3. Keterlibatan responden dalam penyerahan obat……………………………40

  4. Alasan responden tidak memberikan informasi obat pada saat menyerahkan obat…………………………………………………………………………42

  5. Jenis informasi yang diberikan responden………………………………….44

  6. Sumber informasi obat yang tersedia di apotek…………………………….45

  7. Upaya pribadi responden untuk meningkatkan kualitas informasi obat……45

  D. Profil responden dalam memberikan pelayanan informasi obat pada jam konsultasi…………………………………………………………………...47

  1. Perlunya jam konsultasi di apotek………………………………………….47

  2. Kehadiran responden pada jam konsultasi…………………………………48

  3. Adakah manfaat membuka jam konsultasi………………………………...49

  4. Responden memberikan pelayanan konsultasi obat diluar jam konsultasi....51

  E. Faktor-faktor yang mempengaruhi antusiasme apoteker dalam memberikan informasi obat………………………………………………………………51

  1. Posisi apoteker di apotek berdasarkan status kepemilikan apotek………...51 2. keuntungan-keuntungan yang diperoleh pada saat memberikan informasi obat..………………………………………………………………………..52

  

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ………………………………………..55 Kesimpulan………………………………………………………………………55 B. Saran…………………………………………………………………………..56

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………..57

LAMPIRAN…………………………………………………………………….60

BIOGRAFI PENULIS........................................................................................70 xiii

DAFTAR LAMPIRAN

  Halaman

Lampiran 1 Surat ijin dari BAPPEDA Kota Yogyakarta..………………………..60

Lampiran 2 Surat penelitian untuk responden Apoteker………………………….61 Lampiran 3 Angket penelitian untuk responden Apoteker……………………….62 Lampiran 4 Tabel data pengisian angket responden Apoteker……………..…….66

  DAFTAR TABEL DAN BAGAN

  Halaman Bagan I Pengambilan sampel……………….…………………………… 21 Tabel I Jam sibuk……….………………………………………………...31 Tabel II Jam pelaksanaan konsultasi...…………………………………….32 Tabel III Jam kehadiran responden PSA selam satu hari……………….....34 Tabel IV Jam kehadiran responden bukan PSA selama satu hari………….34 Tabel V Lama waktu keberadaan responden........................…...…………35 Tabel

  VI Frekuensi kehadiran responden PSA dalam satu minggu.…………...........................................................................36 Tabel

  VII Frekuensi kehadiran responden PSA dalam satu minggu.…………...........................................................................36 Tabel VIII Alasan responden tidak bisa hadir ke apotek.……………………37 Tabel IX Jenis pelayanan yang diberikan responden………....…................39 Tabel X Alasan responden tidak memberikan informasi obat pada saat menyerahkan obat kepada pasien ………………………………..43 Tabel

  XI Informasi yang biasa diberikan kepada pasien pada waktu responden menyerahkan obat………………………………….....44 Tabel XII Sumber informasi yang tersedia di apotek……………………….45 Tabel XIII Upaya pribadi responden untuk meningkatkan kualitas informasi obat………………………...........................................................46 Tabel XIV Kehadiran responden selama jam konsultasi………………..........49 Tabel XV Manfaat jam konsultasi………………………………...…….......50

  Tabel XVI Responden memberi pelayanan konsultasi obat diluar jam konsultasi……………………......................................................51 Tabel XVII Keuntungan-keuntungan yang diperoleh pada saat memberikan informasi obat……………….........................................................53

  DAFTAR GAMBAR

  Halaman Gambar I Umur…..……..………………………………………………… 23 Gambar II Jenis kelamin……….…………………………………………….24 Gambar III Tingkat pendidikan……………………………………………….25 Gambar IV Lama masa kerja di apotek……………………………………….26 Gambar V Pekerjaan lain…………………………………………………….28 Gambar VI Tingkat penghasilan…………………………………...…………29 Gambar VII Jam buka apotek……………………………………...…………..29 Gambar VIII Jam konsultasi…………………..………………………………..31 Gambar IX Lama pelaksanaan jam konsultasi………..………………………33 Gambar X Yang menggantikan apabila berhalangan hadir………....….........37 Gambar XI Keterlibatan responden dalam pelayanan resep obat…………….39 Gambar XII Keterlibatan responden dalam penyerahan obat kepada pasien selama berada di apotek………………………………………….40 Tabel XIII Apakah responden selalu memberikan informasi obat kepada pasien atau tidak………………………………………………….41 Tabel XIV Perlunya jam konsultasi………………………………………….47 Tabel XV Adakah manfaat membuka jam konsultasi……………………….48 Tabel XVI Kepemilikan sarana apotek………………………………...…….52

  INTISARI

  Apoteker khususnya melakukan pelayanan di apotek sering dipandang tidak lebih dari penjual obat saja, yang seolah-olah tidak memerlukan pendidikan khusus. Pandangan masyarakat ini timbul karena kenyataannya pelayanan yang mereka dapatkan di apotek ternyata tidak seperti yang diharapkan. Salah satu kasus yang terjadi adalah ketiadaan pelayanan informasi obat di apotek karena ketidakhadiran apoteker. Di samping itu pada umumnya apoteker sampai saat ini terkesan belum sepenuhnya mempunyai kemauan untuk melayani pasien dan melakukan konsultasi secara langsung (Suksmaningsih,2002). Mereka menyerahkan begitu saja hampir semua urusan kepada asisten apoteker Berdasarkan hal-hal di atas maka penting dilakukan penelitian gambaran pelayanan informasi obat oleh apoteker kepada pengunjung di-25 apotek di Kota Yogyakarta periode Juli-September 2004.

  Jenis penelitian yang digunakan adalah non eksperimental deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Sampel apoteker diambil secara tehnik non-random

  quota sampling.

  Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa 96% apoteker terlibat aktif dalam pelayanan resep. 88% apoteker tidak terlibat secara aktif saat penyerahan obat dan digantikan oleh asisten apoteker. 56% apoteker tidak memberikan informasi obat dengan 16% alasan bahwa pembeli dianggap sudah tau dari package insert/kemasan/brosur. Jumlah cakupan informasi obat yang diberikan apoteker pada waktu menyerahkan obat lebih dari 3 cakupan informasi obat. 88% apoteker melakukan lebih dari 3 cakupan upaya. 80% apoteker beranggapan bahwa jam konsultasi perlu diadakan. 76% apoteker hadir pada jam konsultasi. 64% apoteker menyatakan jam konsultasi ada manfaatnya. Selain memberi informasi obat pada jam konsultasi, apoteker (100%) juga melayani konsultasi obat diluar jam konsultasi. Faktor-faktor yang mempengaruhi apoteker dalam memberikan informasi obat salah satunya adalah karena apoteker memperoleh keuntungan-keuntungan yaitu dapat meningkatkan kepuasan kerja dan sebagai salah satu “professional” dalam team perawatan kesehatan (80%) selain itu faktor lain adalah apoteker (56%) bukan merupakan pemilik sarana apotek Kata kunci : apoteker, pelayanan informasi obat dan konsultasi obat

  ABSTRACT A pharmacist, especially who works in a pharmacy is often considered as no more than just a medicine seller who does not need a special education. This perspective arises because the people who come to a pharmacy are not being served as they expect to. One of the examples is the lack of the information about medicine because of the absence of the pharmacist in the pharmacy. Besides, it seems as until this time, a pharmacist does not have any willingness to serve the patient and give a direct consultation. The pharmacist gives almost all tasks to the assistant. Based on the above discussion, it is necessary to conduct research about

  

the description of Giving Information about medicine by Pharmacist to the Customers in

25 Pharmacies in Yogyakarta during July-September 2004

  The kind of experiment that the writer uses is the non experimental descriptive using the qualitative approach. The samples are taken using non random quota sampling.

  Based on the result of the experiment, it is found that 96% of the pharmacist are actively involve in making the prescription medicine, while 88% of them are not involved in directly serving the costumer and are replaced by their assistant. 56% of them do not give any information about medicine, 16% reason that the costumers are considered to already know the information from the package insert. The amount of the information given by the pharmacist when they give the medicine are more than 3 information.88% give more than 3 efforts to increase their doing in giving the information. 76% of them are there during the consultation hours. 64% of them state that there are some advantages of doing the consultation. Beside, giving the information about medicine during the information hours, the pharmacists (100%) also do the consultation out of the consultation hours. One of the factors that influence the pharmacist in giving the information about medicine is that they get some advantages, for examples, they can increase their satisfaction in their work and also as a “professional” in their team (80%). Another factor is that they are (56%) not the owners of the pharmacies.

  The keywords: pharmacist, the serving of the information about medicine and the consultation about medicine.

BAB I PENGANTAR A. Latar belakang Apoteker khususnya yang melakukan pelayanan di apotek sering kali

  dipandang tidak lebih dari penjual obat saja, yang seolah-olah tidak memerlukan pendidikan khusus. Pandangan masyarakat ini timbul karena kenyataannya pelayanan yang mereka dapatkan di apotek ternyata tidak seperti yang diharapkan. Salah satu kasus yang terjadi adalah ketiadaan pelayanan informasi obat di apotek karena ketidakhadiran apoteker. Hal ini menyebabkan tidak terjadi pelayanan informasi obat dalam bentuk komunikasi, informasi, edukasi obat yang merupakan salah satu fungsi pekerjaan kefarmasian yang ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan. Tentunya hal ini sangat merugikan konsumen (masyarakat) karena tidak adanya jaminan terhadap ketepatan, keamanan, dan kerasionalan obat yang diberikan (Suksmaningsih, 2002 ).

  Di samping itu pada umumnya apoteker sampai saat ini terkesan belum sepenuhnya mempunyai kemauan untuk melayani pasien dan melakukan konsultasi dengan dokter secara langsung. Mereka menyerahkan begitu saja hampir semua urusan kepada Asisten Apoteker. Apoteker sebenarnya menyadari kewajiban untuk memberikan informasi berkaitan dengan penggunaan obat yang diserahkan kepada pasien serta informasi penggunaan obat secara tepat, aman, rasional atas permintaan masyarakat, namun mereka jarang melakukan kewajiban tersebut. Pada umumnya kecenderungan tersebut tejadi karena mereka seolah-olah tidak yakin akan kemampuan sendiri. Mereka bahkan kurang bersikap proaktif untuk menambah kemampuannya dalam KIE (Komunikasi, Informasi, dan Edukasi), yang sebenarnya akan sangat bermanfaat dalam pelaksanaan pengabdian profesinya untuk melayani masyarakat di apotek (Anonim, 2000).

  Berdasarkan hasil wawancara Sudarwanto (1996) di 19 apotek di Pulau Jawa terungkap bahwa sekitar 50% pengunjung belum pernah bertemu dengan apotekernya dan hanya sekitar 5,3% profesi apoteker yang memberi informasi obat kepada pengunjung yang membeli obat. Disisi lain kesadaran masyarakat akan pentingnya informasi obat ternyata cukup tinggi, yakni 75% pengunjung apotek aktif bertanya tentang obat yang dibelinya baik dengan resep dokter maupun yang dibeli tanpa resep dokter Disini terlihat bahwa salah satu masalah penting yang harus diperhatikan dan ditangani oleh apoteker adalah kesenjangan dalam pelayanan informasi obat.

  Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 922/MENKES/Per/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Ijin Apotek pasal 15 (4) yang berisi apoteker wajib memberikan informasi yang berkaitan dengan penggunaan obat yang diserahkan kepada pasien serta penggunaan obat secara tepat, aman, rasional atas permintaan masyarakat. Hal ini berarti apoteker harus ada ditempat ketika apotek buka untuk melakukan kewajiban tersebut. Menurut Kepmenkes no.1332//MENKES/SK/X/2002 apabila Apoteker Pengelola Apotek berhalangan melakukan tugasnya pada jam buka apotek, Apoteker Pengelola Apotek harus menunjuk Apoteker Pendamping.

  Apabila Apoteker Pengelola Apotek dan Apoteker Pendamping karena hal-hal tertentu berhalangan melakukan tugasnya Apoteker Pengelola Apotek dapat menunjuk Apoteker Pengganti.

  Menurut Keputusan Kepala Kantor Wilayah Departemen Kesehatan Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta nomor: PO.00.02.VI.3.590 tanggal 1 Pebruari 1999 tentang perijinan dan pengelolaan apotek di Daerah Istimewa Yogyakarta menjelaskan bahwa apoteker mencantumkan jam konsultasi dan dengan memasang papan jam konsultasi, serta melaksanakan pelayanan kefarmasian secara professional dan sebelum dikeluarkannya SK tersebut mengadakan penyesuaian dalam waktu maksimal 3 tahun. Cara penyesuaian dapat dilakukan sebagai berikut: tahun pertama: kehadiran apoteker setiap hari pada jam-jam sibuk apotek, tahun kedua penentuan dan pelaksanaan jam konsultasi pada jam sibuk apotek dengan memasang papan jam konsultasi, tahun ketiga pelaksanaan dan pelayanan konsultasi di apotek secara kualitatif dan kuantitatif, baik secara langsung ataupun tidak langsung (melalui brosur, leaflet dan lain-lain) serta melaksanakan pelayanan kefarmasian secara professional (Anonim, 1999).

  Meskipun pemerintah telah mengeluarkan peraturan tersebut namun kehadiran APA pada jam sibuk apotek belum berjalan sebagaimana mestinya.

  Akibatnya, peran apoteker sebagai drug informer belum dapat dirasakan oleh masyarakat banyak. Oleh sebab itu Kakanwil Depkes Propinsi DIY mengeluarkan instruksi nomor PO.00.03.VIII.1.053 tanggal 5 Januari 2000 guna memperbaiki kinerja apoteker di apotek dan juga mengembalikan profesionalisme apoteker di apotek menjelang era pasar bebas di milinium ke tiga yang menyebutkan agar apoteker meningkatkan kehadirannya di apotek pada jam buka apotek dan memasang jam konsultasi (Anonim, 2000).

  Berdasarkan hal-hal diatas maka penting dilakukan penelitian mengenai gambaran pelayanan informasi obat oleh apoteker kepada pengunjung di-25 apotek di Kota Yogyakarta periode Juli-September 2004.

  1. Rumusan masalah

  Melihat latar belakang di atas, maka dirumuskan permasalahan sebagai berikut ini. a seperti apakah karakteristik apoteker dan apotek di Kota Yogyakarta? b seperti apakah profil kehadiran apoteker di apotek? c seperti apakah profil apoteker dalam memberikan informasi obat? d seperti apakah profil apoteker dalam memberikan informasi obat pada jam konsultasi? e faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi apoteker dalam memberikan informasi obat?

  2. Keaslian penelitian

  Penelitian sebelumnya adalah: Animo Masyarakat Untuk Melakukan Konsultasi Obat Kepada Apoteker Di Lima Apotek Kotamadya Yogyakarta (Ciptaningrum, 2001) penelitian tersebut menitikberatkan pada animo masyarakat untuk memperoleh informasi dan konsultasi mengenai obat dari apoteker pengelola apotek. Penelitian lainnya berjudul Kredibilitas Profesi Apoteker di Apotek Kotamadya Yogyakarta (Merita, 2003) menitikberatkan pada pengenalan, kepercayaan dan keinginan masyarakat untuk mendapatkan pelayanan langsung dari apoteker. Penelitian Erlan (2004) berjudul Persepsi Pasien Terhadap Peran Apoteker Pengelola Apotek (APA) Sebagai Pemberi Informasi Obat Di Apotek Kota Yogyakarta membahas tentang persepsi pasien terhadap APA sebagai pemberi informasi obat di apotek.

  Penelitian ini berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya, yaitu ingin mengetahui gambaran pelayanan informasi obat oleh apoteker kepada pengunjung di-25 apotek di Kota Yogyakarta periode Juli-September 2004.

3. Manfaat penelitian

  a. Manfaat teoritis Memberikan gambaran mengenai pelayanan informasi obat oleh apoteker kepada pengunjung di-25 apotek di kota Yogyakarta periode Juli- September tahun 2004.

  b. Manfaat praktis

  1. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan evaluasi bagi kinerja profesi apoteker di apotek dalam upaya meningkatkan pelayanan kesehatan terutama dalam pelayanan informasi obat.

  2. Bagi mahasiswa farmasi atau para calon apoteker yang tertarik mengenai pelayanan perapotekan serta pelayanan farmasi klinik, penelitian ini dapat dijadikan referensi dalam mempersiapkan diri sebelum terjun ke masyarakat.

B. Tujuan Penelitian

  Penelitian ini bertujuan untuk: 1. mengetahui karakteristik apoteker dan apotek.

  2. mengetahui profil kehadiran apoteker. 3. mengetahui profil apoteker dalam memberikan informasi obat. 4. mengetahui profil apoteker dalam memberikan informasi obat pada jam konsultasi.

  5. mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi apoteker dalam memberikan informasi obat

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA A. Apotek Peraturan pemerintah RI No. 25 tahun 1980 tentang perubahan atas

  peraturan No.26 tahun 1965 Pasal 1 menyebutkan bahwa yang dimaksudkan dengan apotek adalah suatu tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran obat kepada masyarakat. Pasal 2 mengatur tugas dan fungsi apotek adalah : a. tempat pengabdian profesi seorang apoteker yang telah mengucapkan sumpah jabatan.

  b. sarana farmasi yang melaksanakan peracikan, perubahan bentuk, pencampuran dan penyerahan obat atau bahan obat c. sarana penyaluran perbekalan farmasi yang harus menyebarkan obat yang diperlukan masyarakat secara meluas dan merata.

  Permenkes No.26 tahun 1965 Pasal 3 menyebutkan bahwa apotek tidak lagi sebagai badan usaha yang hanya dapat diusahakan oleh lembaga pemerintahan atau perusahaan negara saja, namun ijin apotek diberikan pada apoteker yang telah mengucapkan sumpah dan telah memperoleh izin kerja dari menteri kesehatan.

  Permenkes RI No.922/MENKES/PER/1993 pasal 10 menyebutkan yang dimaksud dengan pengelolaan apotek adalah meliputi: a. pembuatan, pengolahan, peracikan pengubahan bentuk, pencampuran, penyimpanan dan penyerahan obat atau bahan obat.

  b. pengadaan, penyimpanan, penyaluran dan penyerahan perbekalan farmasi lainnya.

  c. layanan informasi mengenai perbekalan farmasi. Lebih lanjut dalam permenkes No. 922/MENKES/PER/1993 pasal 10 menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan pelayanan informasi adalah meliputi : a. pelayanan informasi tentang obat dan perbekalan farmasi lainnya yang diberikan baik kepada dokter dan tenaga kesehatan lainnya maupun kepada masyarakat.

  b. pengamatan dan pelaporan informasi mengenai khasiat, keamanan, bahaya dan atau mutu obat, dan perbekalan farmasi lainnya.

  B.

  

Apoteker

  Berdasarkan permenkes RI No.1332/MENKES/SK/X/1993 tentang perubahan atas permenkes RI No.922/MENKES/PER/X/1993 tentang ketentuan dan tata cara pemberian izin apotek pasal 1 menyebutkan bahwa apoteker adalah Sarjana Farmasi yang telah lulus dan telah mengucapkan sumpah jabatan apoteker, mereka yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku berhak melakukan pekerjaan kefarmasian di Indonesia sebagai apoteker.

  Apabila apoteker pengelola apotek berhalangan melakukan tugasnya pada jam buka apotek, apoteker pengelola apotek harus menunjuk apoteker pendamping. Apabila apoteker pengelola apotek dan apoteker pendamping karena hal-hal tertentu berhalangan melakukan tugasnya, apoteker pengelola apotek menunjuk apoteker pengganti. Apabila apoteker pengelola apotek berhalangan melakukan tugasnya lebih dari 2 tahun secara terus menerus surat izin apoteker atas nama apoteker bersangkutan dicabut (Anonim, 2002).

  Permenkes tersebut juga menyebutkan bahwa apoteker wajib memberikan informasi yang berkaitan dengan penggunaan obat yang diserahkan kepada pasien dan penggunaan obat secara tepat, aman, rasional, atas permintaan masyarakat (Anonim, 2002). Hal ini juga didukung oleh kode etik apoteker Indonesia bab I pasal 7 yaitu seorang apoteker harus menjadi sumber informasi sesuai dengan profesi bagi masyarakat dalam rangka pelayanan dan pendidikan kesehatan, dan juga permenkes RI No.1027/MENKES/SK/IX/2004 tentang standart pelayanan kefarmasian di apotek bab III No. 1.2.5 menyebutkan bahwa apoteker harus memberikan informasi yang benar, jelas, dan mudah dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana dan terkini. Informasi obat kepada pasien sekurang-kurangnya meliputi : cara penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan, aktivitas serta makanan dan minuman yang harus dihindari selama terapi (Anonim, 2004).

  Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 1992 tentang kesehatan pasal 53 menyebutkan bahwa: 1) Tenaga kesehatan berhak memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya. 2) Tenaga kesehatan dalam melaksanakan tugasnya berkewajiban untuk memenuhi standar profesi dan menghormati hak pasien. 3) Tenaga kesehatan, untuk kepentingan pembuktian, dapat melakukan tindakan medis terhadap seseorang dengan memperhatikan kesehatan dan keselamatan yang bersangkutan. 4) Ketentuan mengenai standar profesi dan hak-hak pasien sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

  Masyarakat harus diberi akses secara langsung dan mudah oleh apoteker untuk memperoleh informasi obat, untuk itu apotek harus memiliki tempat untuk mendisplai informasi bagi pasien, termasuk penempatan brosur/materi informasi dan ruangan tertutup untuk konsultasi bagi pasien yang dilengkapi dengan meja dan kursi serta lemari untuk menyimpan catatan medikasi pasien. Apoteker ikut membantu diseminasi informasi, antara lain dengan penyebaran leaflet/brosur, poster, penyuluhan dan lain-lainnya (Anonim 2004).

  Menurut Peraturan Pemerintah nomor 32 tahun 1996 pasal 22 tentang tenaga kesehatan menyebutkan bahwa: 1) Bagi tenaga kesehatan jenis tertentu dalam melakukan tugasnya berkewajiban untuk: a. menghormati hak pasien;

  b. menjaga kerahasiaan identitas dan data kesehatan pribadi pasien;

  c. memberikan informasi yang berkaitan dengan kondisi dan tindakan yang akan dilakukan; d. meminta persetujuan terhadap tindakan yang akan dilakukan;

  e. membuat dan memelihara rekam medis; 2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut oleh Menteri.

  Di kalangan masyarakat seorang clinical pharmacist yang bekerja di

  

community pharmacy, bukan saja partner yang berharga bagi dokter dalam

  prakteknya (private practice) tetapi juga sangat bermanfaat sebagai seorang ahli yang mampu untuk menasihati dan membimbing masyarakat sekitarnya dalam hal pemakaian obat (Lembong, 1999).

  Menurut Kode Etik Apoteker pasal 6 menyebutkan bahwa seorang Apoteker/ Farmasis harus berbudi luhur dan menjadi contoh yang baik bagi orang lain dan pasal 7 menyebutkan bahwa seorang Apoteker/ Farmasis harus menjadi sumber informasi sesuai dengan profesinya.

C. Informasi Obat

  Informasi obat adalah keterangan hal ikhwal obat terutama yang dapat mendukung tercapainya tujuan pengobatan/terapi berbentuk data terdokumentasi yang bersifat objektif, diturunkan secara ilmiah yang menyangkut farmakologi, toksikologi, beserta penggunaan obat dalam terapi ( Mulyono,1996).

  Informasi obat dan informasi proses terapi yang objektif selalu kebijakan, pengelolaan pelayanan, pelaku pelayanan, atau bahkan oleh pasien dan masyarakat pada umumnya. Sistem pelayanan informasi obat dan pengobatan seharusnya merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pelayanan itu sendiri (Suryawati, 1997). Salah satu wujud pelayanan kesehatan masyarakat adalah pelayanan obat. Tujuan utamanya adalah agar masyarakat mendapatkan obat bermutu baik, dengan informasi selengkap-lengkapnya (Sudarwanto, 1996).

  Dalam rangka pemberdayaan masyarakat, apoteker harus berpartisipasi secara aktif dalam promosi dan edukasi. Apoteker ikut membantu diseminasi informasi, antara lain: dengan penyebarab lefleat/brosur, poster, penyuluhan dan lain-lainnya (Anonim 2004).

  Tujuan edukasi terhadap pasien adalah penyediaan informasi kesehatan terutama yang menyangkut OTR (Obat Tanpa Resep). Informasi ini haruslah yang tepat, dapat dimengerti, dan praktis. Tepat berarti ada dasar teorinya dan sesuai dengan kebutuhan pemakai, dapat dimengerti berarti disampaikan dalam bahasa sehari-hari dan diusahakan jangan menggunakan istilah medis sedangkan praktis berarti singkat dan mudah dimengerti segera, jumlah informasi sesuai/spesifik untuk pemakai. Tujuan edukasi pasien lainnya adalah untuk mengubah sikap atau permasalahan kesehatan, sehingga mencapai pola hidup yang lebih baik dengan usaha sendiri (Suhadi, 1997).

  Apoteker wajib dan bertanggungjawab untuk memberikan informasi obat baik dengan resep ataupun tanpa resep dokter dan apoteker harus memberikan informasi mengenai resiko penggunaan obat tanpa pengawasan dokter. Dalam hal ini apoteker perlu mengambil sikap yang lebih profesional. Apabila dalam penggunaan obat tanpa resep tidak segera meringankan penyakit, apoteker dapat menyarankan penderita untuk segera periksa kepada dokter (Anief, 1997).

  Berdasarkan pada UU Kesehatan No.23 Th 1992 pasal 53 (2), tenaga kesehatan dalam melakukan tugasnya berkewajiban untuk memenuhi standar profesi dan menghormati hak pasien. Dalam penjelasan pasal tersebut hak pasien antara lain adalah hak mendapatkan informasi obat. Permenkes No.922/Menkes/Per/X/1993 Pasal 10 (c) menyebutkan bahwa pengelolaan apotek meliputi pelayanan informasi mengenai perbekalan farmasi. Pasal 15 (2) Apoteker wajib memberikan informasi : a) yang berkaitan dengan penggunaan obat yang diserahkan kepada pasien.

  b) penggunaan obat secara tepat, aman, rasional atas permintaan masyarakat. UU perlindungan konsumen No.8 Th.1999 Bab III Pasal 4 meliputi :

  a. hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa.

  b. hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan.

  c. hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen. Kewajiban apoteker terhadap masyarakat :

  (2) seorang apoteker dalam rangka pengabdian profesinya harus bersedia menyumbang keahlian dan pengetahuannya. (5) seorang apoteker harus menjadi sumber informasi sesuai dengan profesi bagi masyarakat dalam rangka pelayanan dan pendidikan kesehatan.

  (Anonim, 1999a) Berdasarkan inisiatif apoteker, jenis-jenis informasi obat terdiri dari :