BAB II LANDASAN TEORI 2.1.Tarif Kamar Hotel - PENENTUAN TARIF SEWA KAMAR DENGAN ACTIVITY BASED COSTING SYSTEM (ABC SYSTEM) STUDI PADA HOTEL POUSADA DE BAUCAU TIMOR - LESTE - UMBY repository

BAB II LANDASAN TEORI

2.1.Tarif Kamar Hotel

  Tarif adalah nilai suatu jasa pelayanan yang ditetapkan dengan ukuran sejumlah uang berdasarkan pertimbangan bahwa dengan nilai uang tersebut sebuah hotel bersedia memberikan jasa kepada pelanggan. Tarif dapat ditetapkan dengan berbagai tujuan sebagai berikut: (Trisnantoro,2005).

  1. Penetapan Tarif untuk Pemulihan Biaya.

  Biaya yang ditetapkan mampu mengembalikan modal awal yang berupa aset tetap maupun bentuk modal lainya.

  2. Penetapan Tarif untuk Meningkatkan Akses pelayanan.

  Biaya yang ditetapkan bisa memberikan manfaat kepada publik berupa produk berbentuk barang maupun jasa

  3. Penetapan Tarif untuk Meningkatkan Mutu Pelayanan.

  Biaya yang ditetapkan biasa meningkatkan kinerja manajemen untuk memberikan pelayanan kepada komsumen berupa barang maupun jasa.

  4. Penetapan Tarif untuk Tujuan Lain.

  Biaya yang ditetapkan diperuntukan untuk dana pengaman yang nantinya dimanfaatkan untuk keperluan operasional lainya dalam perusahaan.

  Daftar tarif kamar hotel biasanya secara regular dipublikasikan. Daftar tarif ini biasa dikenal dengan The Rack Rate yaitu suatu sistem tarif kamar hotel yang sudah ditetapkan berdasarkan kebijakan harga sebagai hasil keputusan manajemen hotel dan dipublikasikan dalam bentuk leaflet atau brosur yang tersedia di front office.

2.2. Cara-cara Penetapan Tarif Kamar Hotel

  Cara-cara penetapan tarif kamar hotel yang sering digunakan pihak manajemen hotel dalam penetuan tarif, yakni (yoeti,2007):

  a.

   Target Profit Pricing.

  Suatu cara penetapan tarif kamar berdasarkan rata-rata tingkat hunian kamar hotel yang dapat menjamin pengembalian investasi yang dilakukan (Based on average occupancy which will provide an adequate return).

  b.

   Perceived-Value Pricing.

  Suatu sistem penetapan tarif kamar hotel berdasarkan nilai atau manfaat dari produk yang ditawarkan. Perceived-Value Pricing ini merupakan suatu strategi yang secara umum ditujukan untuk a specific customer mix.

  c.

   Going Rate.

  Penetapan harga kamar berdasarkan permintaan rata-rata sebagai langkah menghadapi persaingan (keeping peace with the competition).

  d.

   Price Ranging.

  Penetapan tarif kamar hotel berdasarkan pada penentuan tarif kamar yang tertinggi untuk kamar yang terbaik, kemudian tarif kamar yang lebih rendah sampai kepada tarif kamar dengan kualitas terjelek. Cara penetapan tarif kamar semacam ini dianut oleh hampir kebanyakan hotel sekarang ini.

  e.

   Value –Added Pricing.

  Penetapan tarif kamar hotel dengan cara memberikan tarif khusus atau diskon dalam bentuk paket-paket yang menarik dengan memberikan bermacam-macam fasilitas yang dapat dinikmati oleh calon tamu hotel. Dalam menginformasikan tarif kepada tamu hotel maka dalam tarif kamar yang di informasikan perlu disampaikan apa saja yang sudah termasuk dalam tarif itu:

   Kamar saja (Room Only).  Kamar dan makan pagi (Room and Breakfast).  Kamar dan makan tiga kali (Room and Meals).  Kamar dengan segala kebebasan untuk menggunakan fasilitas yang ada (Room Plus all recreational facilities).

   Kamar dan tiket bebas untuk champagne, opera ticket, shopping vouchers dan lain-lain.

  f.

   Price Skimming.

  Suatu strategi yang diadopsi oleh hotel-hotel yang baru memasuki pasar dengan menggunakan Well Known Brand Name. Biasanya hotel jenis ini menetapkan tarif kamar yang relatif tinggi. Hal ini disebabkan oleh kualitas kamar yang tersedia dan produk serta fasilitas lainnya

2.3. Harga Pokok

  Dalam akuntansi biaya, biaya merupakan semua pengeluaran yang sudah terjadi (expired) yang digunakan dalam memproses produksi yang difasilitaskan seluruh biaya expired tersebut membentuk suatu harga pokok. Perolehan suatu barang jasa yang ditunda pembebanannya di masa yang akan datang (Supriyono,2006).

  Harga perolehan atau harga pokok (cost) adalah jumlah yang dapat diukur dalam satuan uang dalam bentuk:  Kas yang dibayarkan, atau  Nilai barang lainnya yang diserahkan atau dikorbankan , atau  Nilai jasa yang diserahkan atau dikorbankan, atau  Hutang yang timbul, atau  Tambahan modal

  Dalam rangka pemilihan barang dan jasa yang diperlukan perusahaan baik pada masa lalu (harga perolehan yang telah terjadi) maupun pada masa yang akan datang ( harga perolehan yang akan terjadi). Sedangkan menurut Horgren (2008) “Harga pokok produksi adalah biaya barang yang dibeli untuk diproses sampai selesai, baik sebelum maupun selama periode akuntansi berjalan”.

  Dalam pengertian ini Horngren menjelaskan semua biaya yang melekat dalam produksi barang akan diakui sebagai harga pokok produksi meskipun biaya tersebut muncul sebelum periode akuntansi berjalan.

  Menurut Mursyidi (2012) “Harga pokok produksi adalah biaya yang telah terjadi yang dibebankan / dikurangkan dari penghasilan “. Hal ini menjelaskan jika semua beban yang dikurangkan dari omset atau penjualan kotor merupakan harga pokok produksi. jadi teori ini jelas menyebutkan bahwa jika cara menghitung laba kotor dengan mengurangkan omset dengan harga pokok produksi.

  Menurut Bastian Bustami dan Nurlela “Harga pokok produksi adalah kumpulan biaya produksi dalam proses awal dan dikurangi persedian produk dalam proses akhir. Harga pokok produksi terikat pada periode waktu tertentu.

  Harga pokok produksi akan sama dengan biaya produksi apabila tidak ada perse diaan produk dalam proses awal dan akhir”.

  Dalam definisi ini Bastian Bustami dan Nurlela menjelaskan bahwa harga pokok produksi berbeda dengan biaya produksi. Namun jika persediaan awal dan persediaan akhirnya tidak ada maka kedua unsur biaya ini adalah sama.

  Dari pengertian pengertian diatas dapat disimpulkan harga pokok adalah biaya yang terkait dala proses produksi suatu produk baik secara langsung maupun tidak langsung, yang membentuk harga dasar suatu produk, dan melekat terjadi sebelum ataupun sesudah produk itu jadi.

2.4. Activity Based Costing (ABC System)

  Beberapa pengertian Activity Based Costing yang dikemukakan oleh beberapa ahli ekonomi: Menurut

  Supriyono (2006) “ABC system adalah sistem informasi yang dapat menyajikan informasi yang akurat dan tepat waktu mengenai pekerjaan (aktivitas) yang mengkonsumsi sumber (biaya aktivitas) untuk mencapai tujuan pekerjaan (produk dan pelanggan)”. Menurut Mowen (1999) Activity Based Cost System (ABC System) adalah pendekatan pembebanan biaya yang pada awalnya menggunakan penelusuran langsung dan penggerakan untuk membebankan biaya ke aktivitas dan kemudian menggunakan penggerakan untuk membebaskan biaya ke objek biaya”.

  Menurut Mulyadi (2005) “ Activity Based Cost Syatem (ABC

  System ) adalah sistem informasi biaya berbasis aktivitas yang didesain

  untuk memotivasi personel dalam melakukan pengurangan biaya dalam jangka panjang melalui pengelolaan aktivitas”.

  Dari beberapa pengertian ABC diatas dapat disimpulkan bahwa ABC System merupakan pendekatan penentuan biaya jasa yang membebankan biaya ke jasa berdasarkan konsumsi sumber daya yang disebabkan karena aktivitas. Pendekatan penentuan biaya ini adalah bahwa jasa sebuah perusahaan dilakukan oleh aktivitas dan aktivitas yang dibutuhkan tersebut menggunakan sumber daya yang menyebabkan timbulnya biaya. Sumber daya dibebankan ke aktivitas, kemudian aktivitas dibebankan ke objek biaya berdasarkan kegunaannya.

  Menurut (Supriyono, 2006): Konsep-konsep yang mendasari ABC

  System adalah

  1. Aktivitas-aktivitas yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan- kebutuhan pelanggan akan mengkonsumsi sumber-sumber daya yang memerlukan uang. Manajer mengidentifikasi aktivitas-aktivitas utama yang dilakukan oleh setiap departemen serta sumber-sumber daya yang dikonsumsinya dan kemudian memiliki pemicu biaya untuk setiap aktivitas tersebut. Pemicu biaya haruslah merupakan ukuran yang terkuantifikasi dari apa yang menyebabkan sumber-sumber daya tadi digunakan.

  2. Biaya sumber daya yang dikonsumsi oleh aktivitas-aktivitas haruslah dibebankan kepada obyek biaya berdasarkan unit aktivitas yang dikonsumsi oleh obyek biaya tersebut. Pemicu biaya dipakai untuk mengalokasikan biaya-biaya ke produk dan jasa. Ada dua hal mendasar yang harus dipenuhi sebelum kemungkinan penerapan sistem ABC System yaitu (Supriyono, 2006):

  1. Biaya-biaya berdasar non unit harus merupakan persentase signifikan dari biaya overhead. Jika biaya-biaya ini jumblahnya kecil, maka sama sekali tidak ada masalah dalam pengalokasiannya pada tiap produk.

  2. Rasio-rasio konsumsi antara aktivitas-aktivitas berdasarkan unit dan aktivitas-aktivitas berdasarkan non unit harus berbeda. Jika berbagai produk menggunakan semua aktivitas overhead dengan rasio yang kira-kira sama, maka tidak ada masalah jika cost driver berdasar unit digunakan untuk mengalokasikan semua biaya overhead pada setiap produk.

  Menurut (Akbar, 2011):Syarat-syarat penerapan ABC System adalah 1.

  Diversitas produk perusahaan tinggi.

  Disini maksudnya perusahaan memproduksi berbagai macam produk atau lain produk yang diproses dengan mengunakan fasilitas manufaktur yang sama. Dengan demikian akan timbul masalah untuk mengalokasikan atau membebankan sumber daya yang dikonsumsi masing-masing produk.

  2. Menghadapi persaing ketat Terhadap beberapa perusahaan yang memproduksi produk yang sama atau sejenis. Dengan adanya persaing maka masing-masing perusahaan masuk ke dalam persaingan untuk memperbesar pangsa pasarnya. Dalam keadaan seperti ini, maka informasi tentang harga pokok produk yang akurat akan lebih mendukung berbagai macam pengambilan keputusan.

  3. Biaya pengukurkan dapat dikatakan rendah.

  Agar penerapan ABC system dapat optimal, biaya-biaya pengukuran untuk menghasilkan informasi biaya aktivitas harus relatif rendah.

  Ini berarti biaya perencanaan dan pengoperasian sistem tersebut harus lebih rendah dari pada manfaat yang diperoleh dari penerapan sistem tersebut di masa yang akan datang.

2.5. Langkah- Langkah Perhitungan Dalam ABC System

  Dalam menjawab rumusan masalah mengenai tarif yang dibebankan untuk pelanggan maka pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif yaitu dengan berbagai perhitungan untuk menentukan harga pokok jasa sewa kamar. Untuk melakukan perhitungan penentuan harga pokok jasa sewa kamar dengan ABC system adalah melakukan tahapan sebagai berikut (Supriyono,2002):

2.5.1. Klasifikasi Aktivitas.

  Biaya dibebankan kepada pusat-pusat biaya atau aktivitas yang mengkonsumsi sumber daya. Penggolongan aktivitas-aktivitas untuk pembebanan kepada pusat-pusat biaya atau aktivitas adalah sebagai berikut:

1. Aktivitas berlevel unit (Unit Level Activites).

  Aktivitas ini meliputi semua aktivitas yang dilakukan setiap kali satu unit jasa dihasilkan, yang dapat dipengaruhi oleh banyaknya pelanggan yang menggunakan jasa sewa kamar. Aktivitas ini dilakukan untuk setiap unit produksi. Biaya aktivitas berlevel unit bersifat proprosional dengan jumlah unit produksi.

  2. Aktivitas berlevel tingkat kelompok unit (Batch-Level Activities)

  Aktivitas ini berhubungan dengan sekelompok produk jasa yang dihasilkan. Aktivitas dilakukan setiap kelompok unit diproses, tanpa memperhatikan berapa unit yang ada pada kelompok unit tersebut.

  3. Aktivitas berlevel produk atau jasa (Product/Service-Sustaining Activities).

  Aktivitas ini untuk mendukung kelangsungan produk jasa yang dihasilkan. Aktivitas ini berhubungan dengan penelitian pengembangan produk. Aktivitas ini mendukung produksi atau jasa spesifik dan biasanya dikerjakan tanpa memperhatikan beberapa batch atau unit yang diproduksi atau dijual. Aktivitas ini dilakukan karena dibutuhkan untuk menopang produksi setiap jenis produk atau jasa yang berlainan.

  4. Aktivitas berlevel pendukung fasilitas (facility–sustaining Activities)

  Aktivitas ini tidak dapat dihubungkan secara langsung dengan jasa yang dihasilkan tetapi untuk mendukung organisasi secara keseluruhan. Pengelompokan untuk level ini sulit dicari hubungan sebab akibatnya dengan jasa yang dihasilkan tetapi dibutuhkan untuk kelancaran kegiatan perusahaan yang berhubungan dengan proses produksi jasa.

  5. Penentuan Cost Driver dan Cost Pool.

  Cost driver adalah aktivitas yang menimbulkan biaya. Biaya overhead

  akan ditentukan cost driver tiap-tiap aktivitasan dengan menghitung seluruh kapasitas (cost driver) untuk seluruh jenis sewa kamar dan masing-masing kelas. Dalam penentuan tarif kelompok yaitu mengelompokkan aktivitas-aktivitas dalam suatu kelompok biaya (cost

  pool) dan menghitung tarif untuk setiap pool atau penentuan unit-unit cost driver . Tarif kelompok (pool rate)

  dihitungan dengan rumus “total biaya untuk kelompok aktivitas tertentu dibagi dasar pengukur (cost

  driver) aktivitas kelompok tersebut.

6. Pendesainan ABC System

  Biaya yang telah dikumpulkan dalam pusat biaya dibebaskan ke produk jasa. Tahap ini terdiri dari (Widjaja,2005): a.

  Pembebanan biaya overhead ke setiap jenis jasa sewa kamar yaitu biaya overhead yang dibebankan

  • –tarif kelompok x unit cost driver yang digunakan.

  b.

  Menghitung biaya overhead per-pelanggan c. Menghitung harga pokok produk jasa sewa kamar dengan menjumlahkan biaya overhead tiap tipe kamar dengan biaya-biaya yang terjadi pada jasa sewa kamar.

  d.

  Menentukan tarif jasa sewa kamar yang sesuai dengan persentase yang telah ditentuksan oleh hotel, yaitu dengan mengalikan harga jasa sewa kamar hasil perhitungan sistem ABC dengan mark-up yang ditentukan hotel ditambah harga pokok jasa sewa kamar hasil perhitungan sistem ABC e. Untuk mengetahui perbedaan antara tarif sewa kamar dengan menggunakan sistem ABC dan tarif yang dibebankan oleh hotel, penulis akan membandingkan hasil perhitungan antara keduanya. Dari perbandingan tersebut akan diperoleh selisih perbandingan tarif sewa kamar. Selisih tersebut akan menunjukkan overcosting atau undercosting dalam pembebanannya.

2.5.2 Pemilikan Cost Driver Dalam Sistem ABC

  Cost drive merupakan faktor utama yang menciptakan

  permintaan aktivitas atau mempengaruhi biaya. Cost driver ini dipergunakan untuk menujukkan biaya yang diserap pada suatu aktivitas secara signifikan, sebagai contoh adalah biaya aktivitas pembelian dapat dikaitkan dengan jumlah pesanan. Ada dua faktor utama yang harus diperhatikan dalam pemilihan cost driver yaitu: (Supriyono.2006).

  a.

  Biaya pengukuran.

  Dalam sistem ABC, sejumlah cost driver dapat dipilih dan digunakan. Jika memungkinkan, adalah sangat penting untuk memiliki cost driver yang menggunakan informasi yang siap tersedia. Informasi yang tidak tersedia pada sistem yang ada sebelumnya berarti harus dihasilkan, dan akhirnya akan meningkatkan biaya sistem informasi perusahaan. Kelompok biaya (coat pool) yang homogen dapat menawarkan sejumlah kemungkinan cost driver. Untuk keadaan ini, cost driver yang dapat digunakan pada sistem informasi yang ada sebelumnya hendaknya dipiih. Pemilihan ini akan meminimumkan biaya pengukuran.

  b.

  Tingkat korelasi antara cost driver dengan konsumsi overhaed sesungguhnya.

  Pada struktur informasi yang ada sebelumnya dapat digunakan dengan cara lain untuk meminimumkan biaya dalam memperoleh kuantitas cost driver . Kadang-kadang dimungkinkan untuk mengganti cost driver yang secara langsung mengukur penggunaan suatu aktivitas dengan suatu

  cost driver yang secara tidak langsung mengukur penggunaan itu.

2.5.3 Penerapan Sistem ABC Pada Perusahaan Jasa

  Ada beberapa tantangan khusus dalam penerapan ABC

  system pada perusahaan jasa di antaranya: (Juliari, 2006, dalam Akbar, 2011).

1. Output sulit didefinisikan

  Dengan memperhitungkan pemicu biaya, maka output yang dicari tentu didasarkan pada seberapa banyak aktiva yang mampu menimbulkan biaya. Selain itu juga adalah perhitungan setiap jasa sewa yang mampu terjual.

  2. Pengendalian aktivitas pada permintaan kurang dapat didefinisi setiap jasa sewa yang terjual akan menimbulkan pemicu biaya berupa aktivitas kerja. Keanekaragaman aktivitas yang beragam mengakibatkan kesesuaian antara kamar yang terjual dengan biaya pokok kurang dapat didefinisikan.

  3. Cost memiliki proprosi yang tinggi pada seluruh kapasitas yang ada dan sulit untuk menghubungkan antara output dengan aktivitas.

  Pemindaan harga jual yang berbeda-beda berpengaruh kepada banyaknya aktivitas kerja yang menjadi pemicu biaya sehingga sulit untuk menghubungkan proprosionalitas antara cost (biaya) dengan output tersebut. Sistem Activity Based Costing, pada awalnya diterapkan pada perusahaan manufaktur. Sistem ABC menjadikan aktivitas sebagai unit pusat kegiatannya. Informasi tentang aktivitas diukur, dicatat, dan disediakan dalam

  

shared database melalui sistem ABC. Oleh karena aktivitas dapat

  dijumpai baik di perusahaan manfaktur, jasa dan dagang, serta organisasi sektor publik dan organisasi nirlaba dapat memanfatkan sistem informasi biaya yang sangat bermanfaat untuk mengurangi biaya dan penentuan secara akurat harga pokok produk atau jasa.

  Sistem ABC tidak hanya berfokus ke perhitungan harga pokok produk atau jasa, namun mencakup perspektif yang lebih luas, yaitu pengurangan biaya melalui pengelolaan aktivitas. Perusahaan manfaktur, jasa dan dagang serta organisasi sektor publik dan organisasi nirlaba berkepentingan untuk mengurangi biaya dalam pengelolaan aktivitas, sehingga perusahaan dan organisasi tersebut membutuhkan sistem informasi biaya yang mampu menyediakan informasi yang akurat. Kegiatan dalam perusahaan manufaktur cenderung menjadi jenis yang sama dan dilakukan dengan cara yang serupa. Hal ini berbeda untuk perusahaan jasa. Perbedaan dasar lainnya antara perusahaan jasa dan manufaktur adalah pendefinisian keluaran. Untuk perusahaan manufaktur, keluaran mudah ditentukan (produk-produk nyata yang diproduksi), tetapi untuk perusahaan jasa, pendefinisian keluaran lebih sulit, keluaran untuk perusahaan jasa kurang nyata.

  Keluaran harus didefinisikan sehingga keluaran dapat dihitung harganya.

  Untuk menjawab permasalahan diatas, Activity Based

  

Costing benar-benar dapat digunakan pada perusahaan jasa,

  setidak-tidaknya pada beberapa perusahaan. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penerapan Activity Based Costing System pada perusahaan jasa adalah:

  a.

   Identifying and Costing Activities.

  Mengidentifikasi dan menghargai aktivitas dapat membuka beberapa kesempatan untuk pengoperasian yang efisien.

  b.

  Special Challenger.

  Perbedaan antara perusahaan jasa dan perusahaan manufaktur akan memiliki permasalahan-permasalahan yang serupa.

  Permasalahan itu seperti sulitnya mengalokasikan biaya ke aktivitas. Selain itu jasa tidak dapat menjadi sesuatu persediaan, karena kepastian yang ada namun tidak dapat digunakan menimbulkan biaya yang tidak dapat dihindari.

  c.

   Output Diversity.

  Perusahaan jasa juga memiliki kesulitan-kesulitan dalam mengidentifikasi output yang ada. Pada perusahaan jasa,

  diversity yang menggambarkan aktivitas-aktivitas pendukung

  pada hal-hal yang berbeda mungkin sulit untuk dijelaskan atau ditentukan.

2.5.4. Perbandingan Sistem ABC Dengan konvensional Costing.

  Full costing dengan variable costing merupakan sistem

  penentuan harga pokok produk konvensional, yang dirancang berdasarkan kondisi teknologi manufaktur pada masa lalu, sistem konvensional ini dirancangan hanya untuk menyajikan informasi biaya pada tahap produksi saja yang merupakan salah satu dari tiga tahap proses pembuatan produk. Tahap produksi yang merupakan pengolahan bahan baku menjadi produk jadi merupakan tahap yang singnifikan dan merupakan pengorbanan sumber daya yang material jumlahnya. Namun dalam perkembangan terakhir ini, tahap desain dan pengembangan produk maupun tahap dukungan logistik merupakan tahap yang menentukan keunggulan daya saing jangka panjang perusahaan.

  Pada sistem konvensional, biaya overhead diasumsikan hanya disebabkan cost driver berdasarkan unit. Pada sistem konvensional, biaya berlevel unit digolongkan sebagai biaya variabel yaitu biaya yang jumlah totalnya bervariasi secara proporsional dengan perubahan jumlah produk. Sedangkan berlevel batch, berlevel pool (penopang) produk, dan berlevel fasilitas digolongankan ke dalam biaya tetap yaitu biaya yang jumlah totalnya tidak berubah meskipun terjadi perubahan jumlah produk. Dalam pendekatan konvensional tersebut, sistem biaya berdasarkan unit digunakan untuk mengalokasikan biaya overhead tetap pada berbagai produk mengalokasikan biaya overhead tetap kepada poduk antara individual kemudian untuk menghitung biaya

  

overhead pabrik yang tetap tersebut ditambahkan dengan biaya

overhead variabel.

  Sistem ABC memandang bahwa biaya overhead variabel dapat dilacak dengan cepat pada berbagai produk secara individual.

  Biaya yang ditimbulkan oleh cost driver berdasarkan unit adalah biaya yang dalam sistem tradisional disebut sebagai overhead variabel. Namun, alokasi biaya overhead tetap dalam sistem tradisional yang hanya menggunakan cost driver berdasarkan unit sifatnya sembarang (arbitary) dan mungkin tidak menggambarkan aktivitas yang sesungguhnya dikonsumsi oleh produk. Sistem ABC memperbaiki akurasi perhitungan harga pokok dengan mengakui bahwa banyak biaya overhead tetap berfariabel dalam proporsi untuk berubah selain berdasarkan folium produk.

2.5.5. Manfaat Sistem ABC Manfaat sistem ABC menurut (Mulyadi.2005).

  a.

  Menyediakan informasi yang berlimpah tentang aktivitas yang digunakan oleh perusahaan untuk menghasilkan produk dan jasa bagi customer.

  b.

  

Menyediakan fasilitas untuk menyusun dengan cepat anggaran

berbasis aktivitas (activity-based budget).

  c.

  Menyediakan informasi biaya untuk memantu implementasi rencana pengurangan biaya. d.

  Menyediakan secara akurat dan multidimensi kos produk dan jasa yang dihasilkan oleh perusahaan.

2.5.6. Kebaikan Dan Kelemahan Sistem ABC

  Suatu sistem yang dicapaikan bagaimanapun juga mempunyai kebaikan dan kelemahan dimana antara keduanya dapat dijadikan sebagai sesuatu acuan untuk memperbaiki kinerja suatu sistem tersebut. Adapun kebaikan dan kelemahan dari sistem ABC adalah sebagai berikut: (winarti,2005).

1. Kebaikan Sistem ABC

  ABC system mengatasi adanya distori informasi atas biaya produk yang dibebankan yang dihasilkan dari sistem tradisional.

  2. ABC system lebih memberikan informasi yang akurat mengenai biaya-biaya yang muncul dan dibebankan kepada produk, terutama pada perusahaan volume diversity dan product diversity.

  3. ABC system memampukan manajer untuk melakukan korelasi atas aktivitas yang dilakukan oleh perusahaan sehingga lebih menghemat waktu dan produksinya.

  4. ABC system memberikan data yang akurat bila biaya-biaya yang muncul di setiap aktivitas adalah sejenis dan bersifat proprosional terhadap cost driver yang telah ditentukan.

2.6. Penelitian Terdahulu 1.

  Berdasarkan Jurnal Penelitian “Penentuan Harga Pokok Kamar Hotel dengan Metode Activity Based Costing (Studi Kasus pada Hotel Rachmad Jati Caruban) Oleh Ratna Kusumastuti 2015, setelah dilakukan pengolakasian biaya berdasarkan cost driver masing- masing, terbentuk harga pokok kamar berdasarkan Activity Based

  Costing (ABC) untuk masing-masing jenis kamar. Harga pokok kamar

  ini selanjutnya ditambahkan laba yang diinginkan sehingga membentuk harga jual kamar. Harga jual baru yang terbentuk lebih tinggi jika dibandingkan dengan harga jual sebelumnya telah ditetapkan oleh pihak manajemen Hotel Rachmad Jati. Hal ini dikarenakan dalam pembentukan harga pokok kamar lama, pihak manajemen tidak memasukan beberapa komponen biaya yang seharusnya diperhitungkan.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Putikadea (2013) yang berjudul

  Penentuan harga Pokok Penjualan Kamar “Deluxe” dengan Menggunakan Metode Activity Based Costing pada Resort G-Land Joyo’s Camp Tahun 2010, maka peneliti menyimpulkan bahwa hasil dari perhitungan harga pokok penjualan kamar G-

  Land Joyo’s Camp untuk jenis “Deluxe Room” dengan menggunakan metode Activity

  Based Costing sebesar Rp 303.284,26. Selisih antara harga pokok

  penjualan kamar G- Land Joyo’s Camp jenis “Deluxe Room” menggunakan metode Activity Based Costing dengan metode konvensional sebesar Rp 155.715,74. Hal ini membuktikan bahwa hasil perhitungan harga pokok penjualan kamar G-

  Land Joyo’s Camp “Deluxe Room” dengan mengunakan metode Activity Based Costing lebih rendah daripada metode konvensional atau dengan kata lain harga pokok penjualan kamar dengan menggunakan metode yang diterapkan oleh manajemen G-

  Land Joyo’s Camp disebut over costing dikarenakan adanya pembebanan biaya yang menyeluruh per unit kamar bukan berdasarkan aktivitas yang terjadi.

  3. Penelitian lain yang dilakukan oleh Erawati dan Syafitri (2013) tentang analisis harga pokok produksi sebagai dasar penentuan harga jual, menjelaskan bahwa selisih perhitungan harga pokok pesanan menurut perusahaan yang lebih tinggi dibanding hasil perhitungan analisis.

  Maka hasil perhitungan harga jual lemari hias medium menurut perusahaan juga akan tinggi yaitu sebesar Rp 7.513.029 per unitnya.

  Sedangkan dari hasil perhitungan analisis harga jual per unit adalah Rp 7.072.599. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ketepatan perhitungan harga pokok produksi akan mempengaruhi secara signifikan pada harga yang dibebankan kepada konsumen. Akan mungkin untuk terjadi kekurangan atau kelebihan pembebanan harga atas produk.