BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Membaca Permulaan 1. Pengertian Membaca Permulaan - SURATMO BAB II

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Membaca Permulaan

1. Pengertian Membaca Permulaan

  Membaca mempunyai peran yang sangat penting dalam kehidupan sehari- hari karena membaca dapat membantu seseorang dalam memecahkan masalah, memperkuat keyakinan pembaca, memberi pengalaman estetis, meningkatkan prestasi, dan memperluas pengetahuan. Adapun peranan membaca permulaan di kelas I adalah untuk memahami teks pendek dengan membaca nyaring, memahami teks pendek dengan membaca lancar dan membaca puisi anak (BSNP Silabus Bahasa Indonesia , 2006:2)

  Menurut Anderson dalam Tarigan (2008:7) dari segi linguistik, membaca adalah suatu proses penyandian kembali bahasa sandi (a recording and decoding

  

process ). Pembacaan sandi (decoding) adalah menghubungkan kata-kata tulis

  (written word) dengan makna bahasa lisan (oral language meaning) yang mencakup pengubahan tulisan/cetakan menjadi bunyi yang bermakna.

  Menurut Plato dalam Harjasujana dan Damaianti (2003:27) membaca merupakan suatu kegiatan membedakan huruf dengan mata dan telinga agar tidak dibingungkan oleh posisinya nanti jika tampak dalam bentuk tulisan atau terdengar dalam bentuk lisan.

  Feldman (2003:25) mengemukakan bahwa membaca adalah suatu proses yang kompleks karena melibatkan proses sebagai berikut: (a) meneliti huruf-huruf dengan urutan yang benar dari kiri ke kanan; (b) mengirimkan huruf-huruf tersebut secara berurutan ke otak;

  (c) mengenali pengelompokan huruf yang berbeda-beda, yang menyusun suatu kata tertentu, tahapan ini mencakup pengenalan huruf-huruf satu persatu dalam bentuk huruf cetakan atau tulisan tangan;

  (d) membandingkan pengelompokkan huruf tersebut dengan kata-kata yang telah dikenal yang disimpan dalam memori untuk mengidentifikasikan, baik lafal dan arti dari keseluruhan kata;

  (e) menyimpan arti kata tersebut dan menghubungkannya dengan kata-kata lain dalam kalimat itu untuk membangun pemahaman penuh dari maksud penulis;

  (f) menyelesaikan seluruh proses di atas daiam hitungan sepersekian detik, seiring mata melanjutkan ke kalimat berikutnya.

  Seperti yang telah diuraikan diatas oleh para pakar, proses membaca merupakan sesuatu yang dapat dikatakan sebagai suatu keistimewaan walaupun masih banyak orang yang menganggapnya sebagai sesuatu yang sudah seharusnya. Bagaimanapun juga, apabila ada sesuatu yang salah dalam salah satu tahapan dalam proses tersebut, maka keistimewaan tersebut tidak akan terjadi.

  Dalam penelitian ini, subjek penelitian sebelum penelitian berlangsung mengalami hambatan sehingga proses membaca (keajaiban) yang seharusnya terjadi belum terwujud. Hal tersebut terbukti dari hasil tes uji coba yang telah dilakukan dengan materi yang berasal dari buku pelajaran bahasa Indonesia kelas1 berlibur ke rumah paman namaku hana waktu liburan telah tiba aku diajak pamanku berlibur di rumahnya rumah pamanku di desa halaman rumah paman sangat luas di sana ditanami buah buahan ada pisang dan pepaya rambutan salak dan alpukat aku pun sangat senang buah buahan ada di sana karya dian sukmawati

  Dari 43 kata yang tertulis di atas, tidak semua siswa dapat mengeja, dilafalkan, dan terlebih lagi dimengerti maknanya, baik dalam hati maupun secara lisan oleh subjek penelitian.

  Secara garis besar jenis membaca terbagi menjadi dua, yaitu membaca permulaan dan membaca lanjutan (Depdikbud, 1991/1992:4). Keterampilan membaca permulaan merupakan salah satu kunci keberhasilan karena dengan itu para siswa akan mampu menggali informasi dari berbagai sumber tertulis.

  Membaca permulaan adalah dasar bagi kegiatan membaca lanjutan.

  Soejono dalam (Devine, 1989: 1) mengatakan bahwa pada tahap pengajaran membaca permulaan tugas guru adalah sebagai berikut: (1) memberikan kesempatan lebih lanjut kepada anak didik untuk mempertajam kesadarannya terhadap bunyi dan bentuk, dengan itu diharapkan anak mampu menyadari bahwa setiap bunyi itu memiliki bentuk masing-masing;

  (2) menghubungkan antara bunyi yang diucapkan dengan huruf cetak, dengan itu diharapkan anak mampu menunjukkan setiap bunyi yang diucapkan sesuai dengan huruf cetaknya;

  (3) mengembangkan konsep-konsep kata dan kalimat, dengan itu diharapkan anak mampu menyadari apa yang dinamakan kata dan apa yang dinamakan kalimat;

  (4) menciptakan situasi yang memungkinkan anak didik dapat melihat pola- pola secara lebih baik;

  (5) membantu anak didik untuk memahami bahasa lisan dan tulisan; (6) mengadakan kesempatan berorganisasi bagi anak didik untuk berlatih menggunakan bahasa lisan;

  (7) memperkenalkan dan menjelaskan kata-kata baru dan konsep-konsep yang diwakili oleh kata-kata itu, dengan itu diharapkan anak mampu memahami kata-kata yang baru sehingga memperkaya perbendaharaan kosakatanya;

  (8) membimbing anak didik dalam memperoleh pengetahuan baru yang kemudian dapat mereka gunakan untuk menafsirkan teks dan pesan-pesan lisan secara lebih baik;

  (9) menunjukkan kepada anak didik bagaimana cara mendapatkan informasi dari teks dan memadukannya dengan pengetahuan yang telah mereka miliki sehingga menghasilkan makna; dan

  (10) membantu anak didik dalam melihat bahwa membaca adalah suatu sumber kenikmatan, sumber pengetahuan, dan suatu cara untuk memaknai dunia di sekitar mereka. Ada beberapa macam cara dalam membaca, yaitu: (1) membaca teknik

  (membaca nyaring), meliputi penguasaan: tanda baca (titik, koma, kalimat tanya, tanda seru, intonasi, lafal kata, kesenyapan, ketepatan tekanan, suara; (2) membaca dalam hati, yaitu membaca tanpa suara, tanpa adanya gerakan; (3) membaca bahasa, yaitu pengetahuan yang menyangkut tata bentukan kata (morfologi), tata kalimat (sintaksis), tata tulis (EYD), makna wacana dari suatu paragraf; (4) membaca pustaka, yaitu buku paket / rujukan, majalah, klipping, kumpulan certa; (5) membaca cepat, yaitu jenis membaca untuk memperoleh jumlah bacaan atau halaman yang banyak dalam waktu yang singkat, (6) membaca indah, disebut juga membaca emosional yang dapat menimbulkan keindahan atau estetika (Tarigan; 2008: 12).

  Menurut Tarigan (2008: 9-10) dengan mengutip pandangan Anderson (1972:214), tujuan utama dalam membaca adalah:

  a. membaca untuk rnenemukan atau mengetahui penemuan-penemuan yang telah diiakukan oleh sang tokoh; apa-apa yang telah dibuat oleh sang tokoh; apa yang telah terjadi pada tokoh khusus, atau untuk memecahkan masalah-masalah tang dibuat oleh sang tokoh. Membaca seperti ini disebut membaca untuk memperoleh perincian-perincian atau fakta-fakta (reading for details of facts);

  b. membaca untuk mengetahui mengapa hal itu merupakan topik yang baik dan menarik, masalah yang terdapat dalam cerita, apa-apa yang dipeiajari atau yang dialami sang tokoh, dan merangkumkan hal-hal yang diiakukan oieh sang tokoh untuk mencapat tujuannya. Membaca seperti ini disebut membaca untuk memperoleh ide-ide utama (reading for main ideas); c, membaca untuk rnenemukan atau mengetahui apa yang terjadi pada setiap bagian cerita, apa yang terjadi muia-mula pertama, kedua, ketiga/seterusnya-setiap tahap dibuat untuk memecahkan suatu masalah. Adegan-adegan dan kejadian, kejadian buat dramatisasi,. Ini disebut membaca untuk mengetahui urutan atau susunan, organisasi cerita (reading for sequence or organization);

  d. membaca untuk rnenemukan serta mengetahui mengapa para tokoh merasakan seperti cara mereka, apa yang hendak diperlihatkan oleh sang pengarang kepada para pembaca, mengapa para tokoh berubah, kulaitas- kualitas yang dimiliki para tokoh yang membuat mereka berhasil atau gagal. Ini disebut membaca untuk menyimpulkan, membaca inferensi (reading for inference);

  e. membaca untuk menemukan serta mengetahui apa-apa yang tidak biasa, tidak wajar mengenai seseorang tokoh, apa yang lucu dalam cerita, atau apakah cerita itu benar atau tidak benar. Ini disebut membaca untuk mengelopokkan, membaca untuk mengklasifikasikan (reading to

  classify );

  f. membaca untuk menemukan apakah sang tokoh berhasil atau hidup dengan ukuran-ukuran tertentu, apak kita ingin berbuat seperti yang diperbuat oleh sang tokoh, atau bekerja seperti cara sang tokoh bekerja dalam cerita itu. ini disebut membaca menilai, membaca mengevaluasi (reading to evaluate);

  g, membaca untuk menemukan bagaimana caranya sang tokoh berubahm bagimana hidupnya berbeda dari kehidupan yang kita kenal, bagaimana dua ceria mempunayi persamaan, bagimana sang tokoh menyerupai pembaca. Ini disebut membaca untuk membandingkan atau mempertentangkan (reading to compare or contrast). Dengan demikian, keterampilan membaca harus dimulai sejak awal. Guru bahasa sedapat mungkin membimbing siswa untuk mengembangkan dan meningkatkan keterampilan membaca. Misalnya: membimbing siswa dalam memperkaya kosakata dan memahami makna struktur kata atau makna kiasan dan ungkapan. Dengan memahami bacaan sedini mungkin anak akan memperoleh kemudahan dalam mengikuti tahap pembelajaran di sekolah. Apabila anak masih mempunyai masalah dalam kemampuan membaca dan menulis permulaan sudah barang tentu akan mempersulit dalam mengikuti pelajaran selanjutnya.

2. Komponen Membaca Permulaan

  Menurut Tarigan bahwa membaca permulaan mencakup tiga komponen yaitu : a. pengenalan terhadap aksara serta tanda-tanda baca; b. korelasi aksara beserta tanda-tanda baca dengan unsur-unsur linguistik yang formal; c. hubungan lebih lanjut dari A dan B dengan makna atau meaning (Tarigan 2008:11).

  Pengajaran membaca di sekolah dasar terdiri atas dua jenis, yaitu: membaca permulaan di kelas satu dan dua; dan membaca lanjut di kelas tiga. Membaca permulaan merupakan kompetensi diperuntukan bagi siswa SD/MI. Tujuannya antara lain untuk membina dasar-dasar mekanisme membaca. Sedangkan membaca lanjut mencakup pengembangan membaca demi terbinanya keterampilan membaca yang lebih baik. Depdiknas (Kurikulum, 2003) merumuskan kompetensi dasar membaca adalah " kemampuan membaca dan memahami teks pendek dengan cara membaca lancar (bersuara) beberapa kalimat sederhana" Sedangkan indikatornya adalah siswa mampu membaca lafal, intonasi, jeda, penekanan pada kata-kata tertentu, mengidentifikasi kata-kata kunci.

  Tujuan pengajaran membaca permulaan adalah mengetahui huruf dan terampil mengubah huruf menjadi suara. Lebih lengkapnya Soejono (1983:19) memaparkan tentang tujuan pengajaran membaca permulaan adalah sebagai berikut ini. a. mengenalkan pada para anak didik huruf-huruf dalam abjad, sebagai tanda suara atau tanda bunyi. b, melatih keterampilan anak didik untuk mengubah huruf-huruf dalam kata menjadi suara. c. mengetahui huruf-huruf dalam abjad dan melatih keterampilan anak didik untuk menyuarakannya dan dalam waktu singkat dapat mempraktekkannya dalam membaca lanjut.

  Berdasarkan tujuan pengajaran membaca permulaan di atas, penelitian ini juga secara spesifik bertujuan untuk: a. melatih subjek penelitian agar mampu membaca kata dan kalimat sederhana yang terdiri dari 2-4 kata, dan b. melatih subjek penelitian agar mampu membaca menulis kata dan kalimat sederhana.

3. Langkah-Langkah Membaca Permulaan

  Membaca dan menulis permulaan dengan pendekatan tematik , bukanlah sekedar bertujuan siswa dapat membaca dan menulis, melainkan lebih luas jangkauannya, yaitu dapat berkembang terus kepribadiannya secara wajar. Langkah-langkah yang dapat dilakukan guru dalam membaca permulaan menurut Broto (1979:15-16), yaitu sebagai berikut.

  Putaran I: Pada putaran I dilakukan beberapa langkah, yaitu ; a. melakukan orientasi; b. merekam bahasa siswa; c. meneliti hasil rekaman; d. menyusun cerita berdasarkan hasil rekaman; e. menempatkan gambar sebagai pusat minat; f. menganalisis dan membuat sintesis gambar: gambar totalitas, gambar analitik, gambar totalitas dalam situasi baru; g. menambah kartu-kartu kaiimat dengan gambar analitis; h. memperkenalkan 5 struktur kalimat yang bermakna.

  Putaran II menyusun analisis dan sintesis temadap 5 kalimat dasar menjadi kalimat dalam urutan baru Putaran III analisis untuk kalimat menjadi kata sintesis untuk kata menjadi kalimat-kalimat baru Putaran IV: a. analisis untuk kalimat menjadi kata b. analisis untuk kata menjadi suku-kata c. sintesis untuk suku kata menjadi kata-kata baru d. sintesis untuk kata-kata baru menjadi kalimat-kalimat baru. Putaran V a. analisis untuk kalimat menjadi kata analisa kata menjadi suku-kata b. analisis untuk suku kata menjadi huruf c. sintesis untuk huruf menjadi suku-kata baru d. sintesis untuk suku kata baru menjadi kata-kata baru e. sintesis untuk kata-kata baru menjadi kalimat-kalimat baru.

4. Jenis Kalimat dalam Membaca Permulaan

  Proses kegiatan membaca dimulai dari penguasaan kode-kode bahasa, yang diikuti oleh penguasaan kosa kata atau perbendaharaan kata, kemudian pemahaman kalimat, paragraf, dan sampai pada akhirnya pemahaman teks / wacana (Suryatin, 1990: 23).

  Brougton dalam Tarigan (2008:13), mengemukakan bahwa secara garis besar terdapat dua aspek pen ting dalam proses membaca: a. keterampilan yang bersifat mekanis (mechanical skills) yang dapat dianggap berada pada urutan yang lebih rendah (lower order). Aspek kedua ini mencakup : a. keterampilan yang bersifat mekanis (1) pengenalan huruf; (2) pengenalan unsur-unsur linguistik (fonem/grafem, kata, frase, pola klausa, kalimat dan lain-lain;

  (3) pengenalan hubungan korespodensi pola ejaan dan bunyi (kemampuan menyuarakan bahan tertulis atau "to bark at print");

  (4) kecepatan membaca bertaraf lambat.

  b. keterampilan yang bersifat pemahaman (comperhension skills) yang dapat dianggap berada pada urutan yang lebih tinggi (higher order). Aspek kedua ini mencakup:

  (1) memahami pengertian sederhana (leksikal, gramatikal dan retorikal); (2) memahami signifikasi atau makna (maksud dan tujuan pengarang, relevansi

  /keadaan budaya, reaksi pembaca); (3) evaluasi atau penilaian (isi, bentuk); (4) kecepatan membaca yang fleksibel, yang sudah disesuaikan dengan keadaan. Untuk dapat mengetahui gambaran yang jelas mengenai aspek- aspek membaca dapat dilihat pada gambar berikut ini.

  

Diagram 2.1 Aspek-Aspek membaca

Ketrampilan mekanis - pengenalan bentuk huruf (urutan lebih rendah) - pengenalan unsure-unsur linguistic

  • Pengenalan hubungan bunyi dan huruf Aspek-aspek Membaca Ketrampilan pemahaman - kecepatan membaca : lambat (ureutan lebih tinggi - pemahaman pengertian sederhana
  • pemahaman signifikasi/makna
  • evaluasi/penilaian isi dan bentuk
  • kecapatan membaca : fleksibel

  (Tarigan, 2008:14)

  Dalam penelitian ini karena merupakan kegiatan membaca permulaan, maka aspek dalam proses membaca yang ingin dicapai adalah keterampilan yang bersifat mekanis (mechanical skills) yang meliputi pengenalan huruf, pengenalan unsur-unsur linguistik, pengenalan hubungan korespodensi pola ejaan dan bunyi, dan kecepatan membaca bertaraf lambat. Aspek proses membaca yang lebih tinggi yang merupakan keterampilan yang bersifat pemahaman bukan menjadi aspek kajian penelitian ini.

B. Menulis Permulaan

1. Pengertian Menulis Permulaan

  Menulis ialah menjelaskan bahasa lisan menjadi tertulis, melalui proses menyalin melahirkan pikiran / perasaan atau melukiskan lambang-lambang grafik.

  Melalui tulisan, terjadi komunikasi antara penulis dengan pembaca. Untuk itu fungsi utama menulis adalah melakukan komunikasi secara tidak langsung kepada pembaca (Tarigan, 2008:22)

  Kemampuan menulis merupakan salah satu jenis kemampuan berbahasa tulis yang bersifat produktif, artinya kemampuan menulis ini merupakan kemampuan yang menghasilkan, dalam hal ini menghasilkan tulisan. Menulis merupakan kegiatan yang memerlukan kemampuan yang bersifat kompleks.

  Kemampuan yang diperlukan antara lain kemampuan berpikir secara teratur dan logis, kemampuan mengungkapkan pikiran atau gagasan secara jeias dengan menggunakan bahasa yang efektif, dan kemampuan dalam menerapkan katdah tulis menulis dengan baik. Tarigan mengemukakan tentang menulis, ialah: "menurunkan atau melukiskan lambang-lambang grafik yang menggambarkan suatu bahasa yang dipahami oleh seseorang, sehingga orang-orang lain dapat membaca lambang-lambang grafik tersebut kalau mereka memahami bahsa dan gambaran grafik itu. Gambar atau lukisan mungkin dapat menyampaikan makna- makna, tetapi tidak menggambarkan kesatuan-kesatuan bahasa. Menulis merupakan refresentasi bagian dari kesatuan-kesatuan ekspresi bahasa. Hal ini merupakan perbedaan utama antara lukisan dan tulisan, antara melukis dan menulis. Dengan perkataan lain: menggambar huruf-huruf bukanlah menulis.

  Seorang pelukis dapat saja melukis huruf-huruf Cina, tetapi ia tidak dapat dikatakan menulis, kalau dia tidak tahu bagaimana cara menulis bahasa Cina, yaitu kalau dia tidak memahami bahasa Cina beserta huruf-hurufnya. Dengan kriteria seperti itu, maka dapatlah dikatakan bahwa menyalin / mengkopi huruf- huruf ataupun menyusun menset suatu naskah dalam huruf-huruf tertentu untuk dicetak bukanlah menulis kalau orang-orang tersebut tidak memahami bahasa tersebut beserta refresentasinya" (Lado, 1979:143 dalam Tarigan, 2008: 22).

  Sehubungan dengan "tujuan" penulisan suatu tulisan , maka Hugo Hartig, Hippie (1973) sebagaimana dikutip oleh Tarigan (2008: 25) merangkumkannya sebagai berikut.

  a. assignment purpose (tujuan penugasan) Tujuan penugasan ini sebenarnya tidak mempunyai tujuan sama sekali.

  Penuiis menulis sesuatu karena ditugaskan , bukan atas kemauan sendiri (misalnya para siswa yang diberi tugas merangkurnkan buku, sekretaris yang ditugaskan membuat laporan, notulen rapat) b. altruistic purpose (tujuan altruistik)

  Penuiis bertujuan untuk menyenangkan para pembaca, menghindarkan kedukaan para pembaca, ingin menolong para pembaca memahami , menghargai perasaan dan penalarannya, ingin membuat hidup para pembaca lebih mudah dan lebih menyenangkan dengan karyanya itu. Seseorang tidak akan dapat menulis secara tepat guna kalau dia percaya, baik secara sadar maupun secara tidak sadar bahwa pembaca atau penikmat karyanya itu adalah "lawan" atau "musuh". Tujuan altruistik adalah kunci keterbacaan sesuatu tulisan.

  a. persuasive purpose (tujuan persuasif)

  Tulisan yang bertujuan meyakinkan para pembaca akan kebenaran gagasan yang diutarakan b. informational purpose (tujuan informasional, tujuan penerangan),

  Tulisan yang bertujuan member! informasi atau keterangan / penerangan kepada para pembaca c. self-expressive purpose (tujuan pernyataan diri).

  Tulisan yang bertujuan memperkenalkan atau menyatakan diri sang pengarang kepada para pembaca d. creative purpose (tujuan kreatif).

  Tujuan ini erat berhubungan dengan tujuan pernyataan diri. Tetapi "keinginan kreatif di sini melebihi pernyataan diri, dan melibatkan dirinya dengan keinginan mencapai norma artistik, atau seni yang ideal, seni idaman. Tulisan yang bertujuan mencapai nilai-nilai artistik, nilai- nilai kesenian e. problem-solving purpose (tujuan pemecahan masalah).

  Dalam tulisan seperti ini penulis ingin memecahkan masalah yang dihadapi. Sang penulis ingin memperjelas, menjernihkan serta menjelajahi serta meneliti secara cermat pikiran-pikiran dan gagasan- gagasannya sendiri agar dapat dimengerti dan diterima oleh para pembaca. Peranan pengajaran menulis di sekolah dasar sangat penting, yaitu dengan cara memberikan latihan secara kontinyu / praktek dalam rangka membina siswa untuk disiplin menulis. Dalam KTSP tujuan pengajaran bahasa Indonesia adalah : agar peserta didik memiliki kemampuan berkomunikasi secara efektif dan efisien sesuai dengan etika yang berlaku, baik secara lisan maupun tulis, memahami bahasa Indonesia dan menggunakannya dengan tepat dan kreatif untuk berbagai tujuan, menggunakan bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan intelektual, serta kematangan emosional dan sosial, memanfaatkan karya sastra untuk memperluas wawasan, memperhalus budi pekerti, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa dan menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khazanah budaya dan intelektual manusia Indonesia (Wirasana, 2011:12)

  Pada bagian lain dijelaskan bahwa standar kompetensi yang dicapai khususnya kelas satu adalah "Mampu menulis beberapa kalimat yang dibuat sendiri dengan huruf lepas dan huruf sambung, menulis kalimat yang didiktekan guru, dan menuklis rapi (handwriting) menggunakan huruf sambung". (Tim Depdiknas,2003:34). Pengajaran menulis di sekolah dasar sangat efektif dalam upaya meningkatkan keterampilan menulis siswa untuk mencapai tujuan berbahasa Indonesia dengan baik dan benar.

  Menulis dan membaca mempunyai kaitan yang sangat erat, tidak dapat dipisahkan. Artinya, pada saat mengajarkan menulis kata atau kalimat, guru mengajarkan pula kemampuan membaca kata atau kalimat tersebut. Kemampuan menulis dan membaca permulaan harus sudah diajarkan mulai sejak dini yaitu di kelas awal (satu). Khusus kemampuan membaca dan menulis yang diajarkan pada kelas 1 dan kelas 2 SD/MI, merupakan kemampuan tahap awal atau tahap permulaan. Sedangkan di kelas III, IV, V, dan VI disebut pembelajaran menulis lanjut.

2. Komponen-Komponen Menulis Permulaan

  Kemampuan menulis permulaan merupakan salah satu jenis kemampuan berbahasa tulis yang bersifat produktif. Artinya kemampuan menulis ini merupakan kemampuan yang menghasilkan suatu karya tulis, Untuk itu, . kemampuan yang diperiukan antara lain kemampuan berpikir secara teratur dan logis, kemampuan mengungkapkan pikiran atau gagasan secara jelas, menggunakan bahasa yang efektif, dan kemampuan menerapkan kaidah tulis- menulis dengan baik. Dalam BSNP (2006:2-7) disebutkan bahwa

  Siswa mampu menulis huruf, suku kata, kata, kalimat, paragraf dengan tulisan rapi dan jeias, menulis karangan sederhana, berbagai petunjuk, teks percakapan, surat pribadi, dan surat resmi dengan memperhatikan tujuan dan ragam pembaca dan menggunakan ejaan dan tanda baca serta kosakata yang tepat denganmenggunakan kalimat tunggal dan kalimat majemuk, menulis berbagai formulir, pengumuman, tata tertib, bernagai laporan, buku harian, poster, iklan, teks pidato dan sambutan. Kompetensi menulis juga diarahkan menumbuhkan kebiasaan menulis. Oleh karena itu, pembelajaran menulis dan membaca di kelas 1 dan kelas 2 Madrasah Ibtidaiyah disebut pula cara menulis dan membaca permulaan.

  Sebelum sampai pada tingkat kemampuan menulis, siswa harus mulai dari tingkat awal, tingkat permulaan, mulai dari pengenalan lambang- lambang bunyi.

  Pengetahuan dan kemampuan yang diperoleh pada tingkat permulaan pada pembelajaran menulis permulaan, akan menjadi dasar peningkatan dan pengembangan kemampuan siswa selanjutnya. Apabila dasar itu baik, kuat, maka dapat diharapkan hasil pengembanganpun akan baik pula.

3. Langkah-Langkah Menulis Permulaan

  Pelajaran membaca dan menulis di Madrasah sebagai dasar atau landasan bagi pengembangan berbahasa pada tingkat yang lebih tinggi. Untuk mencapai tujuan tersebut, prosedur pengajaran membaca di Madrasah mutlak diperiukan guru. Berbagai keterampilan yang dikembangkan guru seperti: prabaca, pengenalan kata, pemahaman, dan membaca lungsional dilakukan dalam upaya mengajarkan siswa membaca dengan benar. Untuk kegiatan prabaca (siswa yang belum dapat membaca), langkah-langkah yang dilakukan adalah; (a) sambil menulis kalimat atau suku kata, buat gerakan dari kiri ke kanan dengan gerakan telunjuk secara bertanjut; (b) buat duplikat kata-kata atau kalimat, siswa menjodohkannya; (c) siswa mencari kata-kata yang sesuai dengan isi yang ada dalam wacana; (d) siswa menandai huruf-huruf tertentu yang sesuai dengan yang ada dalam namanya; (e) suruh siswa mendengarkan bunyi tertentu ketika guru membaca; (f) suruh siswa mencari kata-kata yang mempunyai persamaan, Misalnya kata "satu", "baru". Guru bertanya mengapa sama dan mengapa beda, Adrienne (1998: 36-37).

  Untuk menarik minat siswa membaca, pada umumnya siswa SD/MI menyenangi cerita. Guru dapat membacakan cerita yang menarik minat siswa, hai ini sangat bermanfaat sekali untuk membantu siswa menyadari makna cerita, Buku-buku banyak memuat hal-hal yang menarik dan mempesona. Sehubungan dengan itu, Adrienne (1998: 37), mengungkapkan hal sebagai berikut: "Anak siap membaca karena ia menginginkannya. la telah menemukan bahwa mendengarkan cerita-ceria baru amatlah menyenangkan, dan mengulang-ngulang cerita favorit merupakan hiburan. la tahu cerita tetap ada dalam bacaan dan gambar-gambar yang dilihatnya kembali. la mulai menyadari bahwa ia dapat mengambil arti dari tulisan yang ada di buku maupun di sekitamya".

5. Menulis Kalimat dalam Menulis Permulaan

  Pada tahap pengenalan kata-kata, guru membantu siswa memperhatikan huruf-huruf yang digunakan dalam penulisan kata-kata tersebut sampai cara pengucapannya. Di bawah ini berbagai kegiatan yang dapat membantu siswa mengambangkan keterampilan mengenal kata, yaitu: (a) membuat kartu- kartu kata dari potongan kertas tebal, siswa menuliskan setiap kata dari wacana; (b) untuk mempelajari kosakata, siswa mengucapkan kata tersebut, bukan huruf- huruf yang mebentuk kata itu; (c) siswa meletakkan / menyusun kartu-kartu kata sesuai dengan susunan dalam wacana; (d) siswa mencari kata-kata yang ada daiam kartu yang dimuiai dengan bunyi tertentu. Misalnya, kata yang dimulai dengan bunyi m. Buatlah daftar kata-kata tersebut dan bacalah bersama-sama dengan memberikan tekanan pada bunyi /m/. Siswa membacakan sendiri kata tersebut, seianjutnya menugaskan siswa mencari /m/ yang ada di tengah kata dan /m/ pada akhir kata; (e) melingkari kata-kata yang sudah siswa kenal; (f) membimbing siswa mengenal kata berimbuhan, misalnya: awalan me, ber; dan akhiran kan, i, dsb.; (g) membimbing siswa menemukan vokal atau konsonan;

  (h) membimbing siswa menunjukkan tempat-tempat meletakkan tanda baca. (Tarigan, 1983).

  Dalam Implementasi Pendekatan Tematik dalam Pembelajaran Berbahasa yang penting dikuasai guru adalah: merangsang pikiran siswa, mendengarkan dan mengarahkan interaksi siswa, menuliskan hal-hal yang didiktekan siswa, menyuruh siswa membaca wacana sesuai tema sambil mengadakan diagnose, dan menggunakan wacana untuk mengajarkan keterampilan membaca dan memperkaya kosakata. Pendekatan ini sangat sesuai dengan tingkat kematangan dan minat siswa, sebab langsung melakukan pengalaman sendiri.

  Keterampilan berbahasa yang lainnya adalah menulis. Mengajarkan menulis pada siswa sekolah dasar merupakan bagian yang yang penting dalam pengajaran berbahasa di sekolah dasar. Sebelum siswa mampu menulis, dimulai dengan mendengarkan cerita ataupun kegiatan membaca. Sebab siswa kelas I dan II belum memiliki kemampuan menuangkan ide atau gagasan yang ada dalam pikirannya secara otomatis. Menulis permulaan lebih diutamakan kepada pengenalan huruf melalui kata-kata dan kalimat fungsional.

  Untuk melatih keterampilan menulis, siswa dibimbing dengan membiasakan menulis huruf secara tegak berangkai. Huruf tulis harus dilukiskan dengan huruf tulis yang tegak (berdiri 90 derajat) dan huruf-huruf pada setiap kata ditulis secara berangkai (tidak terputus). Gambar-gambar atau ilusrasi lainnya dapat membantu siswa memudahkan siswa dalam menulis selain itu, membaca berulang-ulang dari suatu wacana sangat efektif dalam memperlancar siswa menulis. Siswa termotivasi untuk menuliskan kembali kalimat demi kalimat dari teks tersebut. Selanjutnya siswa menceritakan ulang isi bacaan secara tertulis. Guru membimbing siswa menuliskan kata-kata pokok dalam setiap kalimat.

  Untuk membantu minat dan motivasi siswa dalam menulis, guru dituntut menciptakan suatu kondisi yaitu dengan cara menyediakan bahan bacaan dan memberikan kesempatan menulis kepada siswa. Dengan keterampilan membaca siswa terampil menulis. Dari bacaannyalah siswa melahirkan aspirasi berupa ide atau gagasan baru yang dapat dituangkan ke dalam tulisan.

  Dengan demikian, untuk mengembangkan minat membaca dan menulis perlu diperhatikan beberapa pedoman antara lain sebagai berikut.

  1. Guru harus mengembangkan fungsi psikologis anak, sehingga ia menyadari bahwa: a. ia harus padai mendengarkan dengan baik dan harus mengerti benar apa yang dikatakan orang lain kepadanya; b. ia harus pandai berbicara dengan baik, membuat kaiimat-kalimat dengan baik, meskipun masih sederhana; c. ia harus sudah dapat mengucapkan kata-kata dengan betul;

  d. ia harus mengerti bahwa tanda huruf tertentu dapat melukiskan kata- kata atau isi hatinya; dan e. ia harus menyadari, bahwa apa yang ditulisnya mengandung arti bagi dirinya dan juga bagi orang lain;

  2. Guru harus mengembangkan fungsi fisik anak, sehingga ia pandai memegang alat tulis dengan baik serta dapat menggerakkan tangannya untuk menulis;

  3. Guru harus mampu menyadarkan para siswa, bahwa untuk menjadi seorang penulis yang baik, seorang pengarang yang terkenal memerlukan ketekunan menulis secara terus menerus. Untuk menjadi seorang pengarang, ia harus lebih tabah dari pekerja lain;

  4. Siswa harus mengerti, tidak ada sebuah lembaga pendidikan yang khusus mencetak seorang pangarang. Pengarang muncul dari orang yang rajin menulis dan menulis sehari-hari;

  5. Untuk mengembangkan minat dan keterampilan menulis dipertukan:

  a. rajin membaca, terutama buku-buku sastra dengan penulis disiplin;

  b. berlatih terus menerus, mengakap, berpikir dan menulis;

  c. rajin mengisi buku harian dengan penuh disiplin;

  d. merantau jauh untuk mefihat objek yang lebih luas untuk dijadikan sebagai bahan tulisan; e. berlaku jujur dalam menulis cerita yang benar; f. membiasakan diri setiap hari menulis, sehingga tumbuh minat dan merasa kekurangan dalam hidup kalau belum menulis (Ahk. Hadimadja; 1971:16-23)

  Menurut Baderi (1985:66), bahan-bahan yang akan diajarkan untuk keperluan Membaca Menulis Permulaan (MMP), baik tanpa buku maupun dengan buku adalah bahan yang telah dikuasai anak. Bahan itu berupa perbendaharaan kata yang telah dikenal dan dikuasai anak lewat lingkungannya. Kata-kata yang telah dikenal anak, dikembangkan menjadi kalimat-kalimat sedemana dan semakin lama semakin kompleks. Guru dapat merangsang siswa untuk berpikir tentang pengalamannya masing-masing, misalnya " dari cerita tersebut, dapatkah kamu menceritakan kembali Menulis permulaan untuk siswa kelas awal, masih menggunakan huruf kecil. Proses belajar menulis di MI dilakukan melalui proses: (1) mendengarkan, (2) bercakap-cakap, (3) membaca, (4) menulis kerangka, (5) memajangkan (P2SD, 1996:31). Siswa kelas I atau II pada dasamya belum memiliki kemampuan untuk menuangkan ide, gagasan yang ada dalam piktran secara otomatis, melainkan harus dibantu / dirangsang atau diarahkan melalui cerita, bercakap-cakap dan membaca. Untuk kegiatan prabaca berbagai langkah yang dilakukan di antaranya " guru menyuruh siswa untuk melingkari huruf-huruf tertentu, misalnya huruf-huruf yang sama dengan yang ada dalam namanya. Siswa mendengarkan cerita guru, siswa harus bertepuk tangan waktu mendengarkan bunyi yang ditentukan itu" dsb. Melatih siswa untuk trampil membaca dan menulis, benda-benda visual dapat digunakan seperti: gambar, boneka, bunga, foto, buku gambar dsb, yang betul-betul dikenal siswa. Misalnya: "sebutkan nama-nama temanmu dari foto yang kamu bawa!"

C. Karakteristik Perkembangan Anak Usia Kelas Awal

  Anak yang berada di kelas awal adalah anak yang berada pada rentangan usia dini. Masa usia dini ini merupakan masa yang pendek tetapi merupakan masa yang sangat penting bagi kehidupan seseorang. Oleh karena itu, pada masa ini seluruh potensi yang dimiliki anak perlu didorong sehingga akan berkembang secara optimal.

  Karakteristik perkembangan anak pada kelas satu, dua dan tiga SD/MI biasanya pertumbuhan fisiknya telah mencapai kematangan, mereka telah mampu mengontrol tubuh dan keseimbangannya. Mereka telah dapat melompat dengan kaki secara bergantian, dapat mengendarai sepeda roda dua, dapat menangkap bola dan telah berkembang koordinasi tangan dan mata untuk dapat memegang pensil maupun memegang gunting. Selain itu, perkembangan sosial anak yang berada pada usia kelas awal MI antara lain mereka telah dapat menunjukkan keakuannya tentang jenis kelaminnya, telah mulai berkompetisi dengan teman sebaya, mempunyai sahabat, telah mampu berbagi, dan mandiri.

  Perkembangan emosi anak usia 6 - 8 tahun antara lain anak telah dapat mengekspresikan reaksi terhadap orang lain, telah dapat mengontrol emosi, sudah mampu berpisah dengan orang tua dan telah mulai belajar tentang benar dan salah. Untuk perkembangan kecerdasannya anak usia kelas awal MI ditunjukkan dengan kemampuannya dalam melakukan seriasi, mengelompokkan obyek, berminat terhadap angka dan tulisan, meningkatnya perbendaharaan kata, senang berbicara, memahami sebab akibat dan berkembangnya pemahaman terhadap ruang dan waktu.

  Syaiful sagala dalam (Piaget, 2011:24) menyatakan bahwa setiap anak memiliki cara tersendiri dalam menginterpretasikan dan beradaptasi dengan lingkungannya (teori perkembangan kognitif). Menurutnya, setiap anak memiliki struktur kognitif yang disebut schemata yaitu sistem konsep yang ada dalam pikiran sebagai hasil pemahaman terhadap objek yang ada dalam lingkungannya. Pemahaman tentang objek tersebut berlangsung melalui proses asimilasi (menghubungkan objek dengan konsep yang sudah ada dalam pikiran) dan akomodasi (proses memanfaatkan konsep-konsep dalam pikiran untuk menafsirkan objek). Kedua proses tersebut jika berlangsung terus menerus akan membuat pengetahuan lama dan pengetahuan baru menjadi seimbang. Dengan cara seperti itu secara bertahap anak dapat membangun pengetahuan melalui interaksi dengan lingkungannya. Berdasarkan hal tersebut, maka perilaku belajar anak sangat dipengaruhi oleh aspek-aspek dari dalam dirinya dan lingkungannya. Kedua hal tersebut tidak mungkin dipisahkan karena memang proses belajar terjadi dalam konteks interaksi diri anak dengan lingkungannya.

  Anak usia SD/Madrasah Ibtidaiyah berada pada tahapan operasi konkret. Pada rentang usia tersebut anak mulai menunjukkan perilaku belajar sebagai berikut: (1) mulai memandang dunia secara objektif, bergeser dari satu aspek situasi ke aspek lain secara reflektif dan memandang unsur-unsur secara serentak, (2) Mulai berpikir secara operasional, (3) mempergunakan cara berpikir operasional untuk mengklasifikasikan benda-benda, (4)membentuk dan mempergunakan keterhubungan aturan-aturan, prinsip ilmiah sederhana, dan mempergunakan hubungan sebab akibat, dan (5) memahami konsep substansi, volume zat cair, panjang, lebar, luas, dan berat (Departemen Pendidikan, 2006:5)

  Memperhatikan tahapan perkembangan berpikir tersebut, kecenderungan belajar anak usia sekolah dasar memiliki tiga ciri, yaitu: (Syaiful Sagala, 2011:25)

  1. Konkrit

  Konkrit mengandung makna proses belajar beranjak dari hal-hal yang konkrit yakni yang dapat dilihat, didengar, dibaui, diraba, dan diotak atik, dengan titik penekanan pada pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar. Pemanfaatan lingkungan akan menghasilkan proses dan hasil belajar yang lebih bermakna dan bernilai, sebab siswa dihadapkan dengan peristiwa dan keadaan yang sebenarnya, keadaan yang alami, sehingga lebih nyata, lebih faktual, lebih bermakna, dan kebenarannya lebih dapat dipertanggungjawabkan.

  2. Integratif

  Pada tahap usia Madrasah Ibtidaiyah anak memandang sesuatu yang dipelajari sebagai suatu keutuhan, mereka belum mampu memilah-milah konsep dari berbagai disiplin ilmu, hal ini melukiskan cara berpikir anak yang deduktif yakni dari hal umum ke bagian demi bagian.

  3. Hierarkis

  Pada tahapan usia Madrasah Ibtidaiyah, cara anak belajar berkembang secara bertahap mulai dari hal-hal yang sederhana ke hal-hal yang lebih kompleks.

  Sehubungan dengan hal tersebut, maka perlu diperhatikan mengenai urutan logis, keterkaitan antar materi, dan cakupan keluasan serta kedalaman materi .

  Dalam kaitannya dengan pembelejaran bahasa dan sastra Indonesia,perlu dikaji karakteristik dan perkembangan kejiwaan anak yang meliputi aspek kognitif, aspek psikomotor, dan aspek afektif.

D. Pendekatan Tematik dalam Implementasi Kurikulum 1. Pengertian

  Pembelajaan tematik adalah pembelajaran tepadu yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat memberikan pengalaman bermakna kepada siswa. Tema adalah pokok pikiran atau gagasan pokok yang menjadi pokok pembicaraan (Poerwadarminta, 1983:1040). Dengan tema diharapkan akan memberikan banyak keuntungan, di antaranya:

  a) siswa mudah memusatkan perhatian pada suatu tema tertentu;

  b) siswa mampu mempelajari pengetahuan dan mengembangkan berbagai kompetensi dasar antar mata pelajaran dalam tema yang sama; c) pemahaman terhadap materi pelajaran lebih mendalam dan berkesan;

  d) kompetensi dasar dapat dikembangkan lebih baik dengan mengkaitkan mata pelajaran lain dengan pengalaman pribadi siswa;

  e) siswa mampu lebih merasakan manfaat dan makna belajar karena materi disajikan dalam konteks tema yang jelas; f) siswa lebih bergairah belajar karena dapat berkomunikasi dalam situasi nyata, untuk mengembangkan suatu kemampuan dalam satu mata pelajaran sekaligus mempelajari matapelajaran lain;

  g) suru dapat menghemat waktu karena mata pelajaran yang disajikan secara tematik dapat dipersiapkaan sekaligus dan diberikan dalam dua atau tiga pertemuan, waktu selebihnya dapat digunakan untuk kegiatan remedial, pemantapan, atau pengayaan. (LPMP, 2006: 8)

2. Landasan Pembelajaran Tematik

  Landasan filosofis dalam pembelajaran tematik sangat dipengaruhi oleh tiga aliran filsafat yaitu: (a) progresivisme, (b) konstruktivisme, dan (c) humanisme.

  Aliran progresivisme memandang proses pembelajaran perlu ditekankan pada pembentukan kreatifitas, pemberian sejumlah kegiatan, suasana yang alamiah (natural), dan memperhatikan pengalaman siswa. Aliran konstruktivisme melihat pengalaman langsung siswa (direct experiences) sebagai kunci dalam pembelajaran. Menurut aliran ini, pengetahuan adalah hasil konstruksi atau bentukan manusia. Manusia mengkonstruksi pengetahuannya melalui interaksi dengan obyek, fenomena, pengalaman dan lingkungannya. Pengetahuan tidak dapat ditransfer begitu saja dari seorang guru kepada anak, tetapi harus diinterpretasikan sendiri oleh masing-masing siswa. Pengetahuan bukan sesuatu yang sudah jadi, melainkan suatu proses yang berkembang terus menerus. Keaktifan siswa yang diwujudkan oleh rasa ingin tahunya sangat berperan dalam perkembangan pengetahuannya. Aliran humanisme melihat siswa dari segi keunikan/kekhasannya, potensinya, dan motivasi yang dimilikinya, (LPMP, 2006:5)

  Landasan psikologis dalam pembelajaran tematik terutama berkaitan

  dengan psikologi perkembangan peserta didik dan psikologi belajar. Psikologi perkembangan diperlukan terutama dalam menentukan isi/materi pembelajaran tematik yang diberikan kepada siswa agar tingkat keluasan dan kedalamannya sesuai dengan tahap perkembangan peserta didik. Psikologi belajar memberikan kontribusi dalam hal bagaimana isi/materi pembelajaran tematik tersebut disampaikan kepada siswa dan bagaimana pula siswa harus mempelajarinya.

  Landasan yuridis dalam pembelajaran tematik berkaitan dengan berbagai

  kebijakan atau peraturan yang mendukung pelaksanaan pembelajaran tematik di sekolah dasar. Landasan yuridis tersebut adalah UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang menyatakan bahwa setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya (pasal 9). UU No. 20 Tahun

  2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya (Bab V Pasal 1-b).

  3. Ciri-Ciri Pembelajaran Tematik

  Darwis Sasmedi dalam (LPMP, 2006:6) mengemukakan bahwa pendekatan tematik memiliki karakteristik-karakteristik sebagai berikut : Ciri khas pembelajaran tematik: (a) pengalaman dan kegiatan belajar sangat relevan dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan anak usia sekolah dasar; (b) kegiatan-kegiatan yang dipilih dalam pelaksanaan pembelajaran tematik bertolak dari minat dan kebutuhan siswa; (c) kegiatan belajar akan lebih bermakna dan berkesan bagi siswa sehingga hasil belajar dapat bertahan lebih lama; (d) membantu mengembangkan keterampilan berpikir siswa; (e) mengembangkan keterampilan sosial siswa, seperti kerjasama, toleransi, komunikasi, dan tanggap terhadap gagasan orang lain.

  Sesuai dengan karakteristik-karakteristik tersebut, yang dimaksud dengan pendekatan tematik adalah pembelajaran dengan menggunakan tema yang disesuaikan dengan tingkat perkembangan anak, berangkat dari kebutuhan, pembelajaran lebih bermakna atau meaning full, dan mengembangkan ketrampilan berpikir dan sosial. Dalam penelitian ini pendekatan pembelajaran untuk pengembangan kemampuan-kemampuan siswa dalam membaca dan menulis berupa pengetahuan, pemahaman, ketrampilan, sikap, dan minat melalui pembelajaran Bahasa Indonesia. Dalam diskripsi ini dijelaskan lebih jauh tentang definisi operasional kemampuan atau kompetensi membaca dan menulis sebagai kerangka teoritis terhadap kemampuan membaca dan menulis.

  4. Prosedur Pembelajaran Tematik

  Dalam pelaksanaan pembelajaran tematik, perlu dilakukan beberapa hal yang meliputi tahap perencanaan yang mencakup kegiatan pemetaan kompetensi dasar, pengembangan jaringan tema, pengembangan silabus dan penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran.

  a) Pemetaan Kompetensi Dasar

  Kegiatan pemetaan ini dilakukan untuk memperoleh gambaran secara menyeluruh dan utuh semua standar kompetensi, kompetensi dasar dan indikator dari berbagai mata pelajaran yang dipadukan dalam tema yang dipilih. Kegiatan yang dilakukan adalah:

  b)

Penjabaran Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar ke dalam

indikator

  Melakukan kegiatan penjabaran standar kompetensi dan kompetensi dasar dari setiap mata pelajaran ke dalam indikator. Dalam mengembangkan indikator perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

  (1) indikator dikembangkan sesuai dengan karakteristik peserta didik; (2) indikator dikembangkan sesuai dengan karakteristik mata pelajaran; (3) dirumuskan dalam kata kerja oprasional yang terukur dan/atau dapat diamati.

  c) Menentukan tema cara penentuan tema

  Dalam menentukan tema dapat dilakukan dengan dua cara yakni:

  Cara pertama, mempelajari standar kompetensi dan kompetensi dasar yang

  terdapat dalam masing-masing mata pelajaran, dilanjutkan dengan menentukan tema yang sesuai.

  Cara kedua, menetapkan terlebih dahulu tema-tema pengikat keterpaduan,

  untuk menentukan tema tersebut, guru dapat bekerjasama dengan peserta didik sehingga sesuai dengan minat dan kebutuhan anak.

d) Prinsip Penentuan Tema

  Dalam menetapkan tema perlu memperhatikan beberapa prinsip yaitu: (1)

  Memperhatikan lingkungan yang terdekat dengan siswa: (2)

  Dari yang termudah menuju yang sulit (3)

  Dari yang sederhana menuju yang kompleks (4) Dari yang konkret menuju ke yang abstrak. (5)

  Tema yang dipilih harus memungkinkan terjadinya proses berpikir pada diri siswa (6)

  Ruang lingkup tema disesuaikan dengan usia dan perkembangan siswa, termasuk minat, kebutuhan, dan kemampuannya, (LPMP, 2006:10)

  e)

Identifikasi dan Analisis Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar dan

Indikator

  Lakukan identifikasi dan analisis untuk setiap Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar dan indikator yang cocok untuk setiap tema sehingga semua standar kompetensi, kompetensi dasar dan indikator terbagi habis.

f) Menetapkan Jaringan Tema

  Buatlah jaringan tema yaitu menghubungkan kompetensi dasar dan indikator dengan tema pemersatu. Dengan jaringan tema tersebut akan terlihat kaitan antara tema, kompetensi dasar dan indikator dari setiap mata pelajaran. Jaringan tema ini dapat dikembangkan sesuai dengan alokasi waktu setiap tema.

  g) Penyusunan Silabus

  Hasil seluruh proses yang telah dilakukan pada tahap-tahap sebelumnya dijadikan dasar dalam penyusunan silabus. Komponen silabus terdiri dari standar kompetensi, kompetensi dasar, indikator, pengalaman belajar, alat/sumber, dan penilaian.

  h) Penyusunan Rencana Pembelajaran

  Untuk keperluan pelaksanaan pembelajaran guru perlu menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran. Rencana pembelajaran ini merupakan realisasi dari pengalaman belajar siswa yang telah ditetapkan dalam silabus pembelajaran. Komponen rencana pembelajaran tematik meliputi: (1) identitas mata pelajaran (nama mata pelajaran yang akan dipadukan, kelas, semester, dan waktu/banyaknya jam pertemuan yang dialokasikan);

  (2) kompetensi dasar dan indikator yang akan dilaksanakan; (3) materi pokok beserta uraiannya yang perlu dipelajari siswa dalam rangka mencapai kompetensi dasar dan indikator;

  (4) strategi pembelajaran (kegiatan pembelajaran secara konkret yang harus dilakukan siswa dalam berinteraksi dengan materi pembelajaran dan sumber belajar untuk menguasai kompetensi dasar dan indikator, kegiatan ini tertuang dalam kegiatan pembukaan, inti dan penutup);

  (5) Alat dan media yang digunakan untuk memperlancar pencapaian kompetensi dasar, serta sumber bahan yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran tematik sesuai dengan kompetensi dasar yang harus dikuasai, (LPMP, 2006:11) Penilaian dan tindak lanjut (prosedur dan instrumen yang akan digunakan untuk menilai pencapaian belajar peserta didik serta tindak lanjut hasil penilaian

  (Pusat Kurikulum Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pendidikan Nasional 2006)

i) Evaluasi (a) Pengertian Evaluasi

  Penilaian dalam pembelajaran tematik adalah suatu usaha untuk mendapatkan berbagai informasi secara berkala, berkesinambungan, dan menyeluruh tentang proses dan hasil dari pertumbuhan dan perkembangan yang telah dicapai oleh anak didik melalui program kegiatan belajar (Pusat Kurikulum Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pendidikan Nasional 2006

  (b) Tujuan Evaluasi

  Tujuan Penilaian pembelajaran tematik adalah: (1)

  Mengetahui percapaian indikator yang telah ditetapkan (2)

  Memperoleh umpan balik bagi guru, untuk pengetahui hambatan yang terjadi dalam pembelajaran maupun efektivitas pembelajaran (3)

  Memperoleh gambaran yang jelas tentang perkembangan pengetahuan, keterampilan dan sikap siswa sebagai acuan dalam menentukan rencana tindak lanjut (remedial, pengayaan, dan pemantapan). (Pusat Kurikulum Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pendidikan Nasional 2006)

  (c) Prinsip Evaluasi