BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kebermaknaan Hidup 1. Pengertian Kebermaknaan Hidup - IZANATUL LAILY MAULIDAH BAB II

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kebermaknaan Hidup 1. Pengertian Kebermaknaan Hidup Schultz (1991) mengartikan makna hidup sebagai pemberian kualitas kehidupan pada diri pribadi dalam rangka pemenuhan diri. Pendapat tersebut menunjukkan bahwa kebermaknaan hidup akan

  melahirkan nilai-nilai dalam diri individu, sehingga dirinya akan merasakan keberhargaan diri yang selanjutnya akan menampilkan aktivitas yang seiring dengan tujuan hidupnya.

  Bastaman (1996) menyatakan bahwa kebermaknaan hidup adalah penghayatan individu terhadap hal-hal yang dianggap penting, dirasakan berharga, diyakini kebenarannya, dan memberi nilai khusus bagi seseorang, sehingga dijadikan tujuan dalam kehidupan (the purpose in

  life ). Bila kebermaknaan hidup tersebut berhasil dipenuhi akan

  menyebabkan individu merasakan kehidupan yang berarti dan pada akhirnya akan menimbulkan perasaan bahagia.

  Yalom (dalam Rambe, 2009), berpendapat bahwa makna hidup (meaning of life) adalah suatu pemeriksaan mengenai makna alam dunia, mengenai hidup atau hidup manusia yang sesuai dengan pola-pola yang koheren. Ditambahkan bahwa pengertian tentang makna hidup mengandung tujuan hidup, yakni hal-hal yang perlu dicapai dan dipenuhi.

  14 Adler (2004), mengatakan bahwa makna hidup merupakan suatu „gaya hidup‟ yang melekat, mendiami, dan menjadi ciri khas individu dalam melakukan interpretasi terhadap hidupnya. Adapun „gaya hidup‟ itu bersifat unik yang mana disebabkan karena perbedaan pola asuh setiap individu pada masa kanak-kanak.

  Ponty (Brower, 1984) makna hidup adalah sebagai hal yang membuka suatu arah. Implikasinya di analogikan seperti warna yang tidak bisa membuka arah bagi yang buta, yang tertutup dalam penjara kegelapan.

  Maslow (Debats, 1993) menjelaskan makna hidup merupakan sesuatu yang muncul secara intrinsik dari diri manusia sendiri. Manusia harus memenuhi kebutuhan dasarnya terlebih dahulu untuk memenuhi nilai-nilai diri dalam hidupnya. Bila kebutuhan-kebutuhan dasar telah terpenuhi, maka nilai-nilai itu akan menjadi energi motivasional bagi individu untuk mendedikasikan diri pada usaha memenuhi nilai-nilai tersebut. Apabila individu memilih melakukan aktivitas-aktivitas yang sesuai dengan nilai-nilai intrinsik dalam dirinya, maka ia akan mendapatkan makna hidup yang bernilai positif dan menyehatkan bagi perkembangan kepribadian.

  Kebermaknaan hidup menurut Frankl (Bastaman, 2007) dapat diwujudkan dalam sebuah keinginan menjadi orang yang berguna bagi orang lain, apakah itu bagi keluarga, teman dekat, komunitas negara bahkan umat manusia. Orang yang memiliki makna akan beranggapan bahwa hidup ini bukan untuk mengejar kesenangan atau menghindari penderitaan, melainkan untuk menemukan makna dibalik kehidupan itu sendiri.

  Berdasarkan definisi-definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kebermaknaan hidup adalah penghayatan individu terhadap hal-hal yang dianggap penting, dirasakan berharga, diyakini kebenarannya, dan memberi nilai khusus bagi seseorang, pemberian kualitas kehidupan pada diri pribadi, yang dapat diwujudkan dalam sebuah keinginan menjadi orang yang berguna bagi orang lain.

2. Aspek-aspek Kebermaknaan Hidup

  Battista dan Almond (Gumilar, 2008) menjelaskan bahwa kebermaknaan hidup terdiri dari dua aspek yaitu a. Framework (kerangka atau tujuan hidup)

  Mengukur rentang individu dapat merasakan kehidupannya dalam perspektif yang bermakna dan dengan perspektif tersebut mengembangkan tujuan dalam hidupnya

  b. Fulfillment (pemenuhan terhadap tujuan atau kerangka hidup) Mengukur tingkat kemampuan individu dalam melihat apakah ia telah menyelesaikan atau memenuhi tujuan tersebut atau sedang dalam proses untuk memenuhi tujuan tersebut.

  Bastaman (2007) menyederhanakan dan memodifikasi metode Logoanalysis sebagai berikut:

  a. Pemahaman Pribadi Individu diharapkan mengenali keunggulan-keunggulan dan kelemahan-kelemahan pribadi, sehingga mampu mengembangkan segi-segi positif dan mengurangi segi-segi negatif masing-masing pribadi, baik potensial maupun yang aktual, serta merumuskan lebih jelas apa yang ingin dicapai untuk masa-masa mendatang.

  b. Bertindak Positif Mencoba menerapkan dan melaksanakan dalam perilaku dan tindakan-tindakan nyata sehari-hari yang dianggap baik dan bermanfaat. Bertindak positif merupakan kelanjutan dari berfikir positif.

  c. Pengakraban Hubungan Hubungan sesama manusia sangat asasi, oleh sebab itu hubungan akrab merupakan salah satu makna bagi manusia itu sendiri.

  Hubungan akrab yang dimaksud adalah hubungan yang baik dengan pribadi-pribadi tertentu (seperti anggota keluarga, teman, rekan kerja, tetangga), sehingga masing-masing merasa saling menyayangi, saling membutuhkan dan bersedia bantu-membantu.

  d. Pengalaman Tri-Nilai Berupaya untuk memahami dan memenuhi tiga ragam nilai yang dianggap sebagai sumber makna hidup yaitu nilai-nilai kreatif (kerja, karya), nilai-nilai penghayatan (kebebasan, keindahan, kasih, iman), dan nilai-nilai bersikap (menerima dan mengambil sikap yang tepat atas derita yang tidak dapat dihindari lagi).

  e. Ibadah Secara umum, ibadah adalah segala kegiatan melaksanakan apa yang diperintahkan Tuhan dan mencegah dari hal-hal yang dilarangnya menurut ketentuan agama. Menjalani hidup sesuai dengan tuntutan agama memberikan penghayatan bahagia dan bermakna bagi seseorang. Salah satu bentuk ibadah a dalah do‟a. Dalam do‟a individu akan melakukan hubungan yang khusus dengan Tuhan.

  Maka dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek kebermaknaan hidup adalah pemahaman pribadi, bertindak positif, pengakraban hubungan pendalaman tri-nilai (nilai berkarya, nilai penghayatan, nilai sikap) dan ibadah, dari kelima aspek tersebut saling berkaitan satu sama lain.

3. Nilai-nilai Kebermaknaan Hidup

  Frankl (dalam Bastaman, 2007) mengatakan bahwa sumber dari kebermaknaan hidup adalah pendalaman Tri Nilai, yaitu: a. Pendalaman nilai-nilai kreatif

  Inti dari nilai ini adalah memberikan sesuatu yang berharga dan berguna pada kehidupan. Kegiatan berkarya, bekerja, mencipta serta melakukan tugas dan kewajiban sebaik-baiknya dengan penuh tanggung jawab. Menekuni suatu pekerjaan dan meningkatkan keterlibatan pribadi terhadap tugas serta berusaha mengerjakannya dengan sebaik-baiknya merupakan salah satu contoh dari kegiatan berkarya. Melalui karya dan kerja individu dapat menemukan arti hidup dan menghayati kehidupan secara bermakna.

  b. Pendalaman nilai-nilai penghayatan Mendalami nilai-nilai penghayatan berarti mencoba memahami, meyakini dan menghayati berbagai nilai yang ada dalam kehidupan seperti keindahan, kebenaran, kebijakan keadilan, keimanan dan cinta kasih. Menghayati dan meyakini suatu nilai dapat menjadikan seseorang berarti dalam hidupnya.

  c. Pendalaman nilai-nilai sikap Mendalami nilai-nilai sikap berarti individu dapat menerima dengan ketabahan, kesabaran dan keberanian segala bentuk penderitaan yang tidak mungkin dielakkan lagi. Seperti sakit yang tak dapat disembuhkan, kematian dan menjelang kematian, setelah segala daya dan upaya yang telah dilakukan secara maksimal. Sikap menerima dengan penuh ikhlas dan tabah dari hal-hal tragis yang tidak mungkin dielakkan lagi dapat mengubah pandangan individu dari yang semula diwarnai penderitaan semata-mata menjadi pandangan yang mampu melihat makna dan hikmah dari penderitaan itu. Penderitaan dapat memberikan makna dan guna apabila individu dapat mengubah sikap terhadap penderitaan itu menjadi lebih baik lagi.

  Bastaman (2007) menyatakan ada tiga landasan penting dalam menemukan kebermaknaan hidup, yaitu: a. The freedom of will (Kebebasan berkehendak)

  Kebebasan berkendak sifatnya bukan tak terbatas karena manusia adalah makhluk serba terbatas. Manusia juga memiliki potensi yang luar biasa, tetapi sekaligus memiliki keterbatasan dalam aspek ragawi, aspek kejiwaan, aspek sosial budaya dan aspek kerohanian.

  b. The will to meaning (Hasrat untuk hidup bermakna) Hasrat untuk hidup bermakna berkaitan dengan setiap orang menginginkan dirinya menjadi orang yang bermartabat dan berguna bagi dirinya, keluarga, lingkungan kerja, masyarakat sekitar dan berharga dimata Tuhan.

  c. The meaning of life (Makna hidup) Makna hidup berkaitan dengan hal-hal yang dianggap sangat penting dan berharga serta memberikan nilai khusus bagi seseorang sehingga layak dijadikan tujuan hidup dalam kehidupan. Bila hal itu bisa dipenuhi akan menyebabkan seseorang merasakan kehidupan yang berarti dan pada akhirnya akan menimbulkan perasaan bahagia.

  Berdasarkan penjelasan tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa nilai-nilai kebermaknaan hidup dibagi menjadi tiga, yaitu pendalaman nilai-nilai kratif, pendalaman nilai-nilai penghayatan, dan pendalaman nilai-nilai sikap.

4. Faktor-Faktor Kebermaknaan Hidup

  Agustiansari (2014) dalam penelitiannya mengungkapkan bahwa ada beberapa teori baru faktor-faktor kebermaknaan hidup, antara lain: a. Teori loneliness

  Keadaan emosi dan kognitif yang tidak bahagia yang diakibatkan oleh hasrat akan hubungan akrab tetapi tidak dapat mencapainya (Karaoglu, 2009).

  b. Kebutuhan Konstruk mengenai kekuatan di bagian otak yang mengorganisir berbagai proses seperti persepsi, berfikir, dan berbuat untuk mengubah kondisi yang ada dan tidak memuaskan (Alwisol, 2007).

  c. Agresivitas Merupakan suatu cara untuk melawan dengan sangat kuat, berkelahi, melukai, menyerang, membunuh, atau menghukum orang lain (Byrne, 2004)

  d. Pemahaman diri Merupakan gambaran kognitif individu mengenai dirinya, dasar, dan isi dari konsep diri individu (Santrock, 2007).

  e. Ketahanan diri Mampu menghadapi, mencegah, meminimalkan dan bahkan menghilangkan dampak-dampak yang merugikan dari kondisi-kondisi yang tidak menyenangkan atau bahkan merubah kondisi tersebut menjadi dapat diatasi (Desmita, 2006). f. Self commitment Munculnya suatu komitmen seseorang yang ditandai dengan semakin terikat dengan makna hidup yang ditemukan dalam tujuan hidup yang telah ditetapkan (Bastaman, 1996).

  g. Pengambilan keputusan Pengambilan keputusan merupakan pemilihan beberapa tindakan alternatif tindakan yang ada untuk mencapai satu atau beberapa tujuan yang telah diterapkan (Turban, 2005).

  h. Empati Respons afektif dan kognitif yang kompleks pada distres emosional orang lain, termasuk kemampuan untuk merasakan keadaan emosional orang lain, merasa simpatik dan mencoba menyelesaikan masalah dan mengambil perspektif orang lain (Byrne, 2004). i. Interaksi sosial

  Merupakan hubungan antar manusia yang menghasilkan suatu proses pengaruh mempengaruhi yang menghasilkan hubungan tetap dan pada akhirnya memungkinkan pembentukan struktur sosial (Murdiyatmoko, 2004). j. Sikap positif

  Azwar (2005) menjelaskan sikap sebagai bentuk evaluasi atau reaksi terhadap suatu objek, memihak atau tidak memihak yang merupakan keteraturan tertentu dalam hal perasaan, pemikiran dan predisposisi tindakan. Sikap positif berarti memberikan reaksi-reaksi positif terhadap suatu aspek di lingkungan. k. Well being

  Suatu konsep yang terbentuk dari berbagai pengalaman dan fungsi-fungsi individu sebagai manusia yang utuh (Ryff, 2006). l. Kebersyukuran

  Kebersyukuran adalah sebuah bentuk ciri pribadi yang berfikir positif, mempresentasikan hidup menjadi lebih positif (Wood, 2009).

  Frankl (2004) menjelaskan bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi kebermaknaan hidup yaitu: a. Frustasi eksistensi

  Kata eksistensi memiliki tiga makna yaitu: 1) Keberadaan manusia itu sendiri atau cara khusus manusia dalam menjalani hidupnya.

  2) Makna Hidup 3) Perjuangan manusia untuk menemukan makna konkrit di dalam hidupnya atau mencari makna hidup b. Neurosis Noogenik

  Neurosis diakibatkan oleh dimensi keberadaan manusia yaitu secara khusus terkait dengan dimensi humanis atau manusiawi seorang manusia yang muncul karena masalah-masalah kehidupan.

  Berdasarkan keterangan tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kebermaknaan hidup adalah loneliness, kebutuhan, agresivitas, pemahaman diri, ketahanan diri, self commitment, pengambilan keputusan, empati, interaksi sosial, sikap positif, well-beling, kebersyukuran, frustasi eksistensi dan neurosis noogenik.

5. Karakteristik Makna Hidup

  Karakteristik makna hidup menuruit Bastaman (2007) antara lain: a. Makna hidup sifatnya unik, pribadi, dan temporer.

  Artinya apa yang dianggap berarti bagi seseorang belum tentu berarti pula bagi orang lain. Demikian pula hal-hal yang dianggap penting dapat berubah dari waktu ke waktu.

  b. Konkrit dan spesifik Yakni makna hidup dapat ditemukan dalam pengalaman dan kehidupan sehari-hari, serta tidak selalu dikaitkan dengan hal-hal yang serba abstrak filosofis dan idealis atau kreativitas dan prestasi akademis yang serba menakjubkan.

  c. Memberi pedoman dan arah Artinya makna hidup yang ditemukan oleh seseorang akan memberikan pedoman dan arah terhadap kegiatan-kegiatan yang dilakukannya sehingga makna hidup seakan-akan menantang (challenging) dan mengundang (inviting) seseorang untuk memenuhinya.

  Menurut Frankl (2003) ciri-ciri orang yang merasakan hidup bermakna memiliki ciri-ciri: a. Menjalani kehidupan sehari-hari dengan semangat dan penuh gairah serta jauh dari perasaan hampa.

  b. Tujuan hidup, baik jangka pendek dan jangka panjang jelas, sehingga menjadi lebih terarah dan merasakan kemajuan-kemajuan yang telah tercapai.

  c. Tugas-tugas dan pekerjaan sehari-hari merupakan sumber kepuasan dan kesenangan tersendiri, sehingga dalam pengerjaannya semangat dan penuh tanggung jawab.

  d. Mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan, artinya menyadari pembatasan-pembatasan lingkungan, tetapi dalam keterbatasan itu tetap menentukan sendiri apa yang paling baik untuk dilakukan.

  e. Menyadari makna hidup dapat ditemukan dalam kehidupan betapapun buruknya kehidupan, menghadapinya dengan tabah dan menyadari bahwa hikmah selalu ada dibalik penderitaan.

  f. Kemampuan untuk menentukan tujuan-tujuan pribadi dan menentukan makna hidup sebagai sesuatu yang sangat berharga dan sangat tinggi nilainya.

  g. Mampu mencintai dan menerima kasih sayang orang lain serta menyadari bahwa cinta kasih merupakan salah satu nilai hidup yang menjadikan hidup lebih indah.

  Menurut Bastaman (2007) ciri-ciri orang yang merasa tidak memiliki makna hidup, dijelaskan sebagai berikut: a. Individu merasa hampa dan gersang

  b. Individu merasa tidak memiliki tujuan hidup

  c. Merasa hidup tidak berarti

  d. Bosan dan apatis Berdasarkan penjelasan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa karakteristik makna hidup yaitu makna hidup bersifat unik, pribadi, dan temporer, konkrit dan spesifik, serta memberi pedoman dan arah.

6. Komponen Kebermaknaan Hidup

  Menurut Frankl (2003) ada tiga aspek komponen kebermaknaan hidup, yakni: a. Kebebasan berkehendak

  Kebebasan berkehendak adalah kebebasan yang dimiliki seseorang untuk menentukan pilihan di antara alternatif-alternatif yang ada, oleh karenanya seseorang mengambil peranan yang besar dalam menentukan nasibnya sendiri.

  b. Kehendak hidup bermakna Kehendak hidup bermakna adalah hasrat yang memotivasi setiap orang untuk bekerja, berkarya dan melakukan kegiatan-kegiatan penting lainnya dengan tujuan agar hidupnya berharga dan dihayati secara bermakna. c. Makna hidup Makna hidup adalah sesuatu yang dianggap penting, benar dan didambakan serta memberi nilai khusus bagi seseorang. Bila berhasil ditemukan dan dipenuhi akan menyebabkan kehidupan ini dirasakan demikian berarti dan berharga serta dapat dijadikan tujuan hidupnya.

  Menurut Bastaman (2007) ada komponen yang menentukan keberhasilan seseorang dalam melakukan perubahan dari penghayatan hidup tidak bermakna menjadi hidup yang bermakna. Komponen tersebut adalah: a. Dimensi Sosial

  1) Pemahaman Diri (Self Insight) Yaitu meningkatnya kesadaran atas buruknya kondisi diri pada saat ini dan keinginan kuat untuk melakukan perubahan kearah kondisi yang lebih baik. Individu memiliki kemampuan untuk mengambil sikap yang tepat terhadap segala peristiwa, baik yang tragis maupun yang sempurna. 2) Pengubahan sikap (changing attitude)

  Yakni pengubahan sikap dari yang semula bersikap negatif dan tidak tepat menjadi mampu bersikap positif dan lebih tepat dalam menghadapi masalah, kondisi hidup dan musibah yang tak terelakkan. Seringkali bukan peristiwanya yang membuat individu merasa sedih dan terluka, namun karena sikap negatif dalam menghadapi peristiwa tersebut. b. Dimensi Sosial (Social Support) Yakni hadirnya seseorang atau sejumlah orang yang akrab, dapat dipercaya dan selalu bersedia memberi bantuan pada saat-saat diperlukan.

  c. Dimensi Nilai 1) Makna Hidup (The meaning of Life)

  Yaitu nilai-nilai penting dan sangat berarti bagi kehidupan pribadi yang berfungsi sebagai tujuan yang harus dipenuhi dan pengarah kegiatan-kegiatannya. 2) Keikatan diri (self commitment)

  Yakni komitmen individu terhadap makna hidup yang ditemukan dan tujuan hidup yang ditetapkan. Komitmen yang kuat akan membawa individu pada pencapaian makna hidup yang lebih mendalam.

  3) Kegiatan terarah (directed activities) Yaitu upaya-upaya yang dilakukan secara sadar dan sengaja berupa pengembangan potensi-potensi (bakat, kemampuan dan ketrampilan) yang positif serta pemanfaatan relasi antar pribadi untuk menunjang tercapainya makna dan tujuan hidup.

  d. Dimensi Spiritual Merupakan kehendak, sikap, sifat dan tindakan khas insani. Yaitu pribadi pada dasarnya mengoptimalisasi keunggulan-keunggulan dan meminimalkan kelemahan-kelemahan pribadi.

  Maka dapat disimpulkan bahwa komponen keberhasilan kebermaknaan hidup yaitu pemahaman diri, makna hidup, perubahan sikap, keikatan diri, kegiatan terarah, dan dukungan sosial.

B. Kebersyukuran (Gratitude) 1. Pengertian Kebersyukuran

  Seligman (2004) mendefinisikan syukur sebagai a sense of

  thankfulness and joy in response to receiving a gift, whether the gift be a tangible benefit from a specific other or a moment of peaceful bliss evoked by natural. Dengan kata lain bersyukur adalah suatu perasaan

  terimakasih dan menyenangkan atas respon penerimaan hadiah, yang mana hadiah itu memberikan manfaat dari seseorang atau suatu kejadian yang memberikan kedamaian.

  Pruyser dalam Emmons & McCullough, 2003, rasa syukur dalam bahasa inggris disebut gratitude. Kata gratitude berasal dari bahasa latin yaitu gratia yang berarti kelembutan, kebaikan hati atau terima kasih. Peterson dan Seligman (2004) mendefinisikan gratitude atau syukur sebagai suatu perasaan terima kasih dan rasa senang atas respon penerimaan hadiah, hadiah itu memberikan manfaat bagi seseorang atau suatu kejadian yang memberikan kedamaian.

  Menurut Anderson, dkk (2006) konsep syukur merupakan pengaruh moral yang berfungsi untuk memotivasi individu untuk terlibat dalam perilaku prososial dan bertindak sebagai barometer moral yang menyediakan afeksi positif.

  Menurut Tebba (2007), dari pandangan agama Islam istilah bersyukur berasal dari kata “syakara” yang berarti berterima kasih, memuji, dan semoga Allah SWT memberi pahala. Dalam ilmu tasawuf syukur, bersyukur tersebut berarti ucapan, sikap, dan perbuatan terimakasih kepada Allah SWT dan pengakuan yang tulus atas nikmat dan karunia yang diberikan Allah SWT.

  Setyawan (2009) mendefinisikan bersyukur sebagai menerima dengan sadar anugerah Allah dan menggunakannya sesuai dengan kehendakNya. Semua makhluk diberi kemampuan yang lengkap oleh Allah SWT, tinggal bagaimana manusia menggunakannya. Syukur dapat dilakukan dengan hati, lisan, dan badan. Syukur dengan hati adalah dengan selalu mengingat Allah SWT (dzikir), syukur dengan lisan ialah dengan mengucap tahmid (pujian) kepada Allah SWT, dan syukur dengan badan adalah mentaati ajaran Allah SWT, yaitu menjalankan perintah dan menjauhi larangannya.

  Al-Munajjid (2006) menyatakan bahwa bersyukur adalah berterimakasih kepada pihak yang telah berbuat baik atas kebajikan yang telah diberikannya. Bersyukur menurut terminology artinya memperlihatkan pengaruh nikmat Ilahi pada diri seorang hamba pada nya dengan beriman, pada lisannya dengan pujian dan sanjungan,

  qalbu dan pada anggota tubuhnya mengerjakan amal ibadah dan ketaatan.

  Al-Fauzan (2007) mengatakan bersyukur adalah mengakui nikmat Allah dan mengakui Allah sebagai pemberinya, tunduk kepada-Nya, cinta kepada-Nya, ridha terhadap-Nya, serta mempergunakan nikmat itu dalam hal yang disukai Allah dalam rangka taat kepada-Nya.

  Sementara Emmons dan McCullogh (2003) mengatakan bahwa kebersyukuran merupakan sebuah bentuk emosi atau perasaan seseorang yang kemudian berkembang menjadi sikap, sifat moral, kebiasan, kepribadian yang akhirnya akan mempengaruhi seseorang menanggap atau bereaksi terhadap sesuatu atau situasi pada kehidupan sehari-hari yang dijalani. Orang-orang yang bersyukur tidak hanya menunjukkan keadaan mental yang lebih positif (misalnya antusias, tekun, dan penuh perhatian), tetapi juga lebih murah hati, peduli, dan membantu orang lain.

  Wood et all (2009) menyatakan kebersyukuran adalah sebuah bentuk ciri pribadi yang berfikir positif, mempresentasikan hidup menjadi lebih positif.

  Syaikh „Abdurrahman Al-Sa‟di (Al-Fauzan 2007) berkata bahwa orang yang bersyukur adalah orang baik jiwanya, lapang dadanya, tajam matanya, hatinya pun penuh dengan pujian kepada Allah dan pengakuan atas nikmat-Nya, merasa senang dengan kemuliaannya, gembira dengan kebaikannya, serta lisannya selalu basah pada setiap waktu dengan bersyukur dan berzikir kepada Allah.

  Berdasarkan definisi-definisi tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa kebersyukuran (gratitude) adalah suatu perasaan terima kasih dan rasa senang atas respon penerimaan hadiah. Dimana hadiah itu memberikan manfaat bagi seseorang atau suatu kejadian yang memberikan kedamaian. Serta berfungsi untuk memotivasi individu untuk terlibat dalam perilaku prososial dan bertindak sebagai barometer moral yang menyediakan afeksi positif. Dalam Islam, bersyukur adalah mengakui nikmat Allah dan mengakui Allah sebagai pemberinya, tunduk kepada-Nya, cinta kepada-Nya, ridha terhadap-Nya, serta mempergunakan nikmat itu dalam hal yang disukai Allah dalam rangka taat kepada-Nya.

2. Dimensi Bersyukur

  Bersyukur selain dapat dikonseptualisasikan sebagai perilaku yang sesaat atau tingkat emosi jangka pendek, dapat pula dikonsepkan pada level sebagai sebuah disposisi afektif. Disposisi bersyukur didefinisikan sebagai sebuah kecenderungan yang sudah digeneralisasikan untuk mengenali dan merespon dengan emosi bersyukur terhadap peran kebaikan orang lain dalam peristiwa positif (McCullough, Emmons,et.al, 2002).

  Disposisi bersyukur jika dilihat dari dimensinya terbagi menjadi 4 dimensi, yaitu intensitas, frekuensi, span, dan densitas bersyukur (Peterson & Seligman, 2004).

  Dimensi pertama dari disposisi bersyukur disebut sebagai

  

gratitude intensity. Seseorang dengan disposisi bersyukur yang kuat yang

  mana ia mengalami kejadian positif yang diperkirakan akan merasakan bersyukur yang lebih sering dibandingkan mereka yang lebih lemah disposisinya terhadap bersyukur dengan mengalami kejadian positif yang sama. Dalam dimensi ini, setiap kejadian kecil apapun, dipersepsikan sebagai kejadian postif bagi mereka yang memiliki disposisi bersyukur yang kuat.

  Dimensi kedua disebut gratitude frequency. Seseorang dengan disposisi bersyukur yang kuat kemungkinan akan melaporkan perasaan bersyukur beberapa kali dalam sehari, dan bersyukur dapat ditampilkan dari hal-hal yang paling sederhana seperti bertingkah laku sopan.

  Dimensi ketiga adalah gratitude span, yang mana yang ditunjukkan pada jumlah sebuah kejadian hidup yang mana seseorang merasa bersyukur pada saat tertentu. Seseorang dengan disposisi bersyukur yang kuat kemungkinan akan merasa bersyukur pada keluarga, pekerjaan, kesehatan, dan kehidupan dengan variasi yang berbeda dengan keuntungan yang lain.

  Dimensi keempat adalah gratitude density, yang merujuk pada jumlah orang yang mana orang-orang tersebut merupakan orang yang telah memberikannya kebaikan dan keberuntungan untuk hasil yang positif maupun kejadian hidup, seseorang dengan disposisi bersyukur yang kuat, ketika mendapatkan kebaikan, mereka akan mengucapkan terima kasihnya kepada lebih banyak pihak dibandingkan dengan seseorang yang memiliki disposisi bersyukur yang lemah.

  Berdasarkan keterangan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa dimensi kebersyukuran antara lain adalah gratitude frequency, gratitude

  intensity, gratitude density dan gratitude span.

3. Komponen-Komponen Bersyukur

  Fitzgerald (1998) mengidentifikasi tiga komponen dari bersyukur, antara lain:

  1. Rasa apresiasi yang hangat untuk seseorang atau sesuatu, meliputi perasaan cinta dan kasih sayang.

  2. Niat baik (goodwill) yang ditujukan kepada seseorang atau sesuatu, meliputi keinginan untuk membantu orang lain yang kesusahan dan keinginan untuk berbagi.

  3. Kecenderungan untuk bertindak positif berdasarkan rasa apresiasi dan kehendak baik, meliputi intensi menolong orang lain, membalas kebaikan orang lain dan beribadah.

  Komponen

  • –komponen diatas dikatakan oleh Fritzgerald (1998) adalah saling berkaitan dan tidak bisa terpisahkan, karena seseorang tidak mungkin melakukan bersyukur tanpa merasakan bersyukur didalam hatinya.

  McCullough, dkk (dalam Utami, 2013) mengungkapkan empat komponen yang menimbulkan kebersyukuran, yaitu: a. Intensity, the depth of the feeling, from a slight emotional tug to

  overflowing tears . Dapat diartikan sebagai kedalaman perasaan, sebuah

  emosi yang berasal dari yag paling dalam sehingga dapat membuat air mata mengalir. b. Frequency, the ease with which grateful feelings are elicited. Individu memiliki kemudahan untuki bersyukur dengan waktu yang sering.

  Individu yang memiliki kecenderungan bersyukur akan merasakan banyak perasaan bersyukur setiap harinya dan syukur bisa menimbulkan dan mendukung tindakan dan kebaikan sederhana atau kesopanan.

  c. Span, the number of different things for which a person can be grateful

  

for at the same time . Rentangan dimana individu mensyukuri beberapa

  hal atau sesuatu yang terjadi secara bersamaan atau sekaligus dalam satu waktu.

  d. Density, the number of different people for which a person can be

  

grateful for a single positive outcome . Maksud yang terkandung adalah

  jumlah individu-individu yang merasa bersyukur terhadap sesuatu hak yang positif. Individu yang bersyukur mempunyai lebih banyak nama- nama individu yang telah membuatnya bersyukur, termasuk orang tua, teman, keluarga, dan mentor.

  Wood (2008) mengembangkan kombinasi dari pengukuran kebersyukuran sebelumnya dalam penelitian yang mengungkapkan komponen-komponen kebersyukuran, yaitu:

  a. Penghargaan orang lain Kebersyukuran terhadap keberadaan individu lain membuat individu memiliki motivasi instrinsik untuk melakukan berbagai tindakan untuk membangun hubungan yang positif. Salah satu contoh dari tindakan tersebut yang sederhana adalah menghabiskan waktu dengan individu lain.

  b. Kepemilikan Individu menghargai atas semua yang diterima individu tersebut, baik berwujud maupun tidak berwujud. Individu mengakui kebaikan di dalam kehidupan. Menghargai terhadap apa yang telah diterima individu dapat dilakukan melalui dua cara yaitu melalui tindakan ekspresif dan di dalam batin.

  c. Momen Pemberian Kebersyukuran dapat ditunjukkan dengan menghargai segala sesuatu yang timbul dalam kehidupan individu dan pada momen- momen yang dianggap berharga. Individu biasanya merasakan hal yang luar biasa yang membuat individu mengingat momen tersebut.

  d. Ritual Individu melakukan kegiatan yang dilakukan secara rutin untuk mengekspresikan kebersyukuran atas kebaikan-kebaikan yang diterima dalam kehidupan. Individu biasanya fokus sejenak untuk merenungkan kebaikan yang diterimanya.

  e. Perasaan akan kekaguman Sebuah studi menunjukkan bahwa kekaguman perasaan dapat membuat seolah-olah individu memiliki lebih banyak waktu.

  Kekaguman merupakan perasaan yang didapatkan ketika individu menemukan sesuatu yang berarti, atau kompleksitas yang membuat individu dapat memahami kehidupan.

  f. Pembandingan diri/sosial Perasaan positif yang dimiliki individu ketika mengevaluasi bagaimana kegagalan atau kesalahan dalam hidup dapat terjadi. Secara internal, individu merasa bahwa menerima akan muncul kedamaian yang dirasakan.

  g. Kekhawatiran Eksistensial Individu seringkali dihadapkan pada kekhawatiran- kekhawatirantertentu yang dapat berupakerugian, perubahan yang mendadak dan signifikan, dilema, serta kehidupan ambiguitas. Oleh karena itu, individu perlu untuk memahami bahwa tidak ada yang permanen dalam kehidupan.

  h. Perilaku kebersyukuran Mengekspresikan kebersyukuran secara penuh dan mendalam adalah salah satu jalan yang secara positif memperngaruhi sikap dan perilaku, baik diri sendiri maupun orang lain. Individu biasanya melakukan perilaku tertentu untuk menunjukkan penghargaan terhadap apa yang diterima individu tersebut.

  Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa komponen kebersyukuran yaitu penghargaan orang lain, kepemilikan, momen pemberian, ritual, perasaan akan kekaguman, pembandingan diri/sosial, kekhawatiran eksistensial, dan perilaku kebersyukuran.

4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kebersyukuran

  Mc. Cullough (2002) menjelaskan faktor yang mempengaruhi bersyukur adalah: a. Emotionality/Well-Being

  Suatu kecenderungan atau tingkatan dimana seseorang bereaksi emosional dan merasa menilai kepuasan hidupnya.

  b. Prosociality Kecenderungan seseorang untuk diterima oleh lingkungan sosialnya.

  c. Spirituality/Religiousness Berkaitan dengan keagamaan, keimanan, yang menyangkut nilai transendental.

  Al-Fauzan (2008) mengatakan bahwa ada 5 faktor yang mempengaruhi kebersyukuran: a. Memiliki pandangan yang luas dalam hidup. Berpandangan luas terhadap hidup adalah mengetahui bahwa segala sesuatu yang ada pada diri berasal dari Allah dan berpandangan bahwa semua yang terjadi atas kehendak Allah, bukan berasal dari manusia atau benda atau mahluk lain.

  b. Persepsi positif dalam hidup. Berpersepsi positif dalam hidup adalah berfikir bahwa segala sesuatu yang datang adalah baik bagi diri, sehingga selalu mengembalikan segala sesuatu kepada Allah walaupun terasa berat untuk dijalani. c. Niatan baik terhadap orang lain atau oada sesuatu. Berniat baik dalam hal ini adalah melakukan hal positif pada orang lain.

  d. Kecenderungan untuk bertindak positif berdasarkan rasa penghargaan dan kehendak baik. Sikap orang yang bersyukur dapat dilihat dari tindakannya yang positif.

  e. Rasa apresiasi yang hangat terhadap orang lain. Apresiasi yang hangat pada orang lain sama artinya dengan menghargai dan menginginkan sesuatu yang baik bagi orang lain. Maka dapat diambil kesimpulan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kebersyukuran yaitu memiliki pandangan yang luas dalam hidup, persepsi positif dalam hidup, niatan baik terhadap orang lain atau terhadap sesuatu, kecenderung antuntuk bertindak positif, serta rasa apresiasi yang hangat terhadap orag lain.

5. Jenis-Jenis Bersyukur

  Seligman dan Peterson (2004) membagi perwujudan bersyukur menjadi dua yaitu: a. Bersyukur secara personal

  Ditujukan kepada orang yang telah memberikan keuntungan kepada si penerima atau kepada diri sendiri.

  b. Bersyukur secara transpersonal Maksudnya adalah bersyukur yang ditujukan kepada Tuhan, kekuatan yang lebih besar, atau alam semesta. Bentuk dasarnya dapat berupa pengalaman puncak atau peak experience, yaitu sebuah moment pengalaman kekhusyukan yang melimpah.

  Al-Fauzan (2007) mengungkapkan bahwa syukur dapat dilakukan dengan tiga hal: a. Syukur dengan hati

  Pengakuan hati bahwa semua nikmat datangnya dari Allah, sebagai kebaikan dan karunia. Syukur dengan hati akan membuat seseorang merasakan keberdaan nikmat itu pada dirinya, hingga tidak lupa kepada Allah pemberinya.

  b. Syukur dengan lidah Menyanjung dan memuji Allah atas nikmat-Nya dengan penuh kecintaan. Seseorang yang mengucap syukur maka ia teringat kepda pemberi-Nya dan mengakui kelemahan dirinya.

  c. Syukur dengan anggota tubuh Anggota tubuh digunakan untuk ibadah kepada Tuhan. Salah satu yang dapat dilakukan adalah dengan sujud syukur.

  Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa perwujudan rasa syukur yaitu syukur dengan hati, syukur dengan lidah, dan syukur dengan anggota tubuh.

6. Nilai-nilai Kebersyukuran

  Emmons (2003) membangun metode kebersyukuran dan mengukur secara reliabel perbedaan orang-orang dalam sifat kebersyukuran.

  Kemudian menyimpulkan beberapa hal:

  a. Orang yang bersyukur dan berolahraga secara rutin, menunjukkan keluhan fisik yang lebih sedikit. Merasa hidupnya lebih baik dan lebih optimis.

  b. Orang yang bersyukur lebih fokus terhadap target dan tujuan yang ingin dicapai dalam hidup.

  c. Dengan bersyukur seseorang akan memiliki level kewaspadaan, antusiasme, determinasi, kepedulian, dan energi yang lebih tinggi.

  d. Orang yang bersyukur lebih mudah menolong orang lain yang sedang memiliki masalah dan senang menawarkan dukungan emosional.

  Menurut Lyubomirskry (2007), bersyukur dapat membuat seseorang merasa hidup lebih bahagia, dan terdapat delapan hal yang disarankan oleh Lyubomirsky dalam bersyukur agar dapat membuat hidup individu bahagia, yaitu: a. Dengan memiliki pola pikir bersyukur, maka hal tersebut dapat membantu seseorang menikmati pengalaman hidup yang positif, seperti menikmati sebuah berkah dalam kehidupan, mampu mendapatkan kemungkinan terbesar dari kepuasan dan kegembiraan dari situasi tertentu. b. Bersyukur dapat menunjang rasa penghargaan diri (Self Esteem) dan kebergunaan diri (Self Worth). Yaitu ketika individu menyadari bahwa berapa banyak orang lain memberikan kebaikan. Rasa syukur dapat membantu individu untuk tidak fokus pada kegagalan dan kekecewaan. Bersyukur membuat individu merasakan terima kasih atas kehidupan yang dijalani.

  c. Bersyukur membantu individu dalam mengatasi stres dan trauma.

  Yaitu dengan kemampuan dalam menghargai kondisi kehidupan diri berupa metode coping dimana individu dapat meninterpetasi ulang secara positif terhadap rasa stres dan pengalaman hidup negatif. Kemudian kenangan traumatik menjadi jarang muncul pada individu yang bersyukur. Bersyukur sendiri dapat membantu individu untuk dapat menyesuaikan diri, melanjutkan kehidupan, dan memulai kehidupan baru ketika mengalami kesulitan pribadi seperti kehilangan dan menghadapi penyakit kronis.

  d. Bersyukur dapat mendorong perilaku moral. Contohnya adalah, orang yang bersyukur akan lebih sering menolong orang lain dan tidak materialistis.

  e. Bersyukur dapat membangun ikatan sosial, memperkuat hubungan yang telah ada, dan memelihara yang baru. Selain itu dengan bersyukur akan menimbulkan perasaan terkoneksi yang lebih besar dengan orang lain. Seseorang yang sering bersyukur adalah orang yang positif, dan orang yang positif lebih disukai orang lain dan mudah mendapatkan teman.

  f. Bersyukur dapat menghindari perbandingan yang menyakitkan dari orang lain jika individu secara tulus berterima kasih dan apresiatif terhadap apa yang dipunya, dan tidak iri pada apa yang orang lain miliki.

  g. Praktek bersyukur bertentangan dengan emosi negatif dan bahkan mengurangi munculnya perasaan amarah, kepahitan dan serakah.

  h. Bersyukur membantu individu untuk menghindari adaptasi hedonisme. Merupakan kondisi apabila seseorang secara cepat mudah merasa puas dan bahagia ketika berhadapan dengan kondisi atau kejadian baru. Namun dorongan kebahagiaan tersebut bersifat sementara.

  Berdasarkan keterangan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa orang yang bersyukur dan berolahraga secara rutin, menunjukkan keluhan fisik yang lebih sedikit, merasa hidupnya lebih baik, fokus terhadap target dan tujuan, serta lebih mudah menolong orang lain yang sedang memiliki masalah dan senang menawarkan dukungan bantuan.

C. Jantung Koroner 1. Pengertian Penyakit Jantung Koroner

  Penyakit arteri koroner atau yang dikenal juga sebagai penyakit jantung arteriosklerosis. Penyakit jantung koroner, atau penyakit jantung iskemik adalah suatu penyakit yang terjadi ketika ada penyumbatan parsial aliran darah ke jantung. Masalah ini dapat berdampak pada penumpukan plak di arteri. Ini disebut

  arteriosklerosis yang merupakan pengerasan pembuluh darah. Hal ini

  dapat mengakibatkan penggumpalan darah yang dapat menyebabkan serangan jantung atau stroke. Pengerasan pembuluh darah dan penyumbatan arteri utama adalah salah satu penyebab utama kematian. Bahkan pada penyakit jantung sendiri membunuh lebih banyak orang setiap tahunnya (wikipedia.org).

  Penyakit jantung koroner (PJK) adalah penyakit jantung dan pembuluh darah yang disebabkan karena penyempitan arteri koroner.

  Penyempitan pembuluh darah terjadi karena proses aterosklerosis atau

  spasme atau kombinasi keduanya. Aterosklerosis yang terjadi karena

  timbunan kolesterol dan jaringan ikat pada dinding pembuluh darah secara perlahan-lahan, hal ini sering ditandai dengan keluhan nyeri pada dada. Pada waktu jantung harus bekerja lebih keras terjadi ketidakseimbangan antara kebutuhan dan asupan oksigen, hal inilah yang menyebabkan nyeri dada. Kalau pembuluh darah tersumbat sama sekali, pemasokan darah ke jantung akan terhenti dan kejadian inilah yang disebut dengan serangan jantung (Andarmoyo, 2012).

  Penyakit jantung koroner adalah penyakit yang ditimbulkan adanya plak pada jantung yang mengakibatkan tersumbatnya aliran darah dan oksigen menuju jantung (Pratiwi, 2009).

  Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa jantung koroner adalah penyakit yang terjadi ketika ada penyumbatan parsial aliran darah ke jantung.

2. Penyebab Jantung Koroner

  Supriyono (2008) menjelaskan bahwa penyakit jantung dan pembuluh darah disebabkan karena penyempitan arteri koroner.

  Penyempitan pembuluh darah terjadi karena proses aterosklerosis atau spasme atau kombinasi keduanya. Aterosklerosis yang terjadi karena timbunan kolesterol dan jaringan ikat pada dinding pembuluh darah secara perlahan-lahan, hal ini sering ditandai dengan keluhan nyeri pada dada.

  Proses aterosklerosis sebenarnya sudah dimulai sejak masa kanak-kanak, tetapi baru termanifes pada usia dewasa, usia pertengahan atau usia lanjut. Selain proses ateriosklerosis ada juga proses lain, yakni spasme (penyempitan) pembuluh darah koroner tanpa adanya kelainan anatomis, yang secara tersendiri atau bersama- sama memberikan gejala iskemia.

  Perkembangan arteriosklerosis berawal dari sel-sel darah putih yang secara normal terdapat dalam sistim peredaran darah. Sel-sel darah putih ini menembus lapisan dalam pembuluh darah dan mulai menyerap tetes-tetes lemak, terutama kolesterol. Ketika mati, sel-sel darah putih meninggalkan kolesterol di bagian dasar dinding arteri, karena tidak mampu “mencerna” kolesterol yang diserapnya itu. Akibatnya lapisan di bawah garis pelindung arteri berangsur-angsur mulai menebal dan jumlah sel otot meningkat, kemudian jaringan parut yang menutupi bagian tersebut terpengaruh oleh sklerosis. Apabila jaringan parut itu pecah, sel-sel darah yang beredar mulai melekat ke bagian dalam yang terpengaruh. terpengaruh.

  Tahap berikutnya gumpalan darah dengan cepat terbentuk pada permukaan lapisan arteri yang robek. Kondisi ini dengan cepat mengakibatkan penyempitan dan penyumbatan arteri secara total, apabila darah mengandung kolesterol secara berlebihan, ada kemungkinan kolesterol tersebut mengendap dalam arteri yang memasok darah ke dalam jantung (arteri koroner). Akibat yang dapat terjadi ada bagian otot jantung (myocardium) yang mati dan selanjutnya akan diganti dengan jaringan parut. Jaringan parut ini tidak dapat berkontraksi seperti otot jantung. Hilangnya daya pompa jantung tergantung pada banyaknya otot jantung yang rusak.

  Sementara itu Soeharto (2004) menjelasakan bahwa jantung koroner disebabkan terjadinya hambatan aliran darah pada arteri koroner yang menyuplai darah ke otot jantung. Salah satu hambatan berupa plak, dan pada prosesnya memakan waktu yang amat panjang, bahkan dapat bertahun-tahun, bisa jadi dimulai sejak usia muda yang seringkali memuncak menjadi serangan jantung. Secara sederhana jantung koroner disebabkan oleh pola makan dan pola hidup yang tidak benar, serta faktor genetika.

  Jantung berfungsi memompa darah ke seluruh tubuh. Otot jantung memerlukan oksigen dan nutrisi yang cukup. Oksigen dan nutrisi diangkut oleh darah melalui pembuluh darah yang disebut arteri koroner. Persoalan akan timbul bila oleh sesuatu sebab terdapat halangan atau kelainan di arteri koroner, sehingga tidak cukup suplai darah, yang berarti juga kurangnya suplai oksigen dan nutrisi untuk menggerakkan jantung secara normal. Keadaan tersebut menyebabkan jantung koroner.

  Berdasarkan keterangan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa penyebab terjadinya jantung koroner adalah adanya plak pada jantung yang mengakibatkan tersumbatnya aliran darah dan oksigen menuju jantung dan seluruh tubuh. Dimana proses terjadinya pembentukan plak tersebut memakan waktu yang amat panjang, bahkan dapat bertahun-tahun dan bisa jadi dimulai sejak usia muda. Hal tersebut disebabkan oleh pola hidup dan pola makan yang salah.

3. Faktor Resiko Penyakit jantung Koroner

  Supriyono (2008) menjelaskan faktor resiko penyakit jantung koroner diantaranya adalah tekanan darah, merokok, lipid, diabetes mellitus, obesitas, dan riwayat kelurga dengan penyakit jantung.

  a. Lipid Peningkatan kadar lipoprotein yang diiringi dengan peningkatan kolesterol merupakan faktor resiko utama penyakit jantung koroner. Lipoprotein ditemukan pada plak yang terbentuk di dalam pembuluh darah.

  b. Merokok Merokok merupakan faktor risiko mayor untuk terjadinya penyakit jantung, termasuk serangan jantung dan stroke, dan juga memiliki hubungan kuat untuk terjadinya penyakit jantung koroner sehingga dengan berhenti merokok akan mengurangi risiko terjadinya serangan jantung.

  c. Obesitas Terdapat saling keterkaitan antara obesitas dengan risiko peningkatan penyakit jantung koroner, hipertensi, angina, stroke, diabetes. Data dari Framingham menunjukkan bahwa apabila setiap individu mempunyai berat badan optimal, akan terjadi penurunan insiden jantung koroner sebanyak 25%.

  d. Diabetes Mellitus Diabetes mellitus berhubungan dengan perubahan fisik pada sistem kardiovaskuler. Diantaranya dapat berupa gangguan pembuluh darah yang pada akhirnya meningkatkan risiko terjadinya jantung koroner.

  e. Riwayat Keluarga Faktor genetika mempunyai peranan penting dalam munculnya jantung koroner. Hal tersebut dipakai juga sebagai pertimbangan penting dalam diagnosis, penatalaksanaan dan juga pencegahan penyakit jantung koroner.

  f. Hipertensi Sistemik Peningkatan tekanan darah meningkatkan resistensi terhadap pemompaan darah dari jantung, sebagai akibatnya terjadi peningkatan kekuatan kontraksi. Hal ini mengakibat peningkatan beban kerja jantung yang pada akhirnya menyebabkan nyeri.

  Huon (2005) menjelaskan berbagai faktor resiko tercetusnya penyakit jantung koroner, antara lain: a. Peningkatan Kolesterol

  Terdapat hubungan langsung antara resiko penyakit jantung koroner dan kadar kolesterol dalam darah. Kolesterol yang berlebihan dapat berubah menjadi plak dan menyebabkan penyumbatan pada pembuluh darah.