BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Pernikahan Dini - Umiiroh Eka Narwanti BAB II
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Pernikahan Dini
a. Pengertian
Menurut Dariyo (2003) menikah merupakan hubungan yang bersifat suci/sakral antara pasangan dari seorang pria dan seorang wanita yang telah menginjak atau di anggap telah memiliki umur cukup dewasa dan hubungan tersebut telah di akui secara sah dalam hukum dan secara agama. Menurutnya, kesiapan mental untuk menikah mengandung pengertian kondisi psikologis emosional untuk siap menanggung berbagai resiko yang timbul selama hidup dalam pernikahan, misalnya pembiayaan ekonomi keluarga, memelihara dan mendidik anak-anak, dan membiayai kesehatan keluarga.
Undang-Undang Perkawinan nomor 1 tahun 1974 yang meyebutkan pasangan siap secara fisik maupun psikososial dalam membentuk rumah tangga dan menjadi orang tua yaitu usia minimal 16 tahun untuk wanita dan 19 tahun untuk laki-laki. Selain itu berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyatakan seorang anak di anggap dewasa bila mencapai umur 20 tahun (Hukumonline, 2012).
Pernikahan yang ideal untuk perempuan adalah 21–25 tahun sementara laki-laki 25–28 tahun. Karena di usia itu organ reproduksi perempuan secara psikologis sudah berkembang dengan baik dan kuat serta siap untuk melahirkan keturunan secara fisik pun mulai matang.
Sementara laki-laki pada usia itu kondisi psikis dan fisiknya sangat kuat, hingga mampu menopang kehidupan keluarga untuk melindungi baik secara psikis emosional, ekonomi dan sosial. Melakukan pernikahan tanpa kesiapan dan pertimbangan yang matang dari satu sisi dapat mengindikasikan sikap tidak affresiatif terhadap makna nikah dan bahkan lebih jauh bisa merupakan pelecehan terhadap kesakralan sebuah pernikahan. Sebagian masyarakat yang melangsungkan perkawinan usia muda ini dipengaruhi karena adanya beberapa faktor-faktor yang mendorong mereka untuk melangsungkan perkawinan usia muda atau di bawah umur (Mohammad, 2005).
Teori Benokraitis dalam Ekasari (2013) yang menyatakan bahwa bertambahnya usia seseorang menyebabkan emosinya akan semakin terkontrol dan matang, sehingga diharapkan dengan bertambahnya usia seseorang dapat mengatasi perubahan normatif yang terjadi dalam kehidupan diantaranya adalah adanya perubahan peran sebagai orang tua. Semakin muda usia ibu maka semakin tinggi resiko terjadinya gangguan karena tidak bisa menerima perubahan peran sebagai orang tua. Pada fase dependen-mandiri, kemampuan ibu untuk menguasi tugas-tugas sebagai orang tua merupakan hal yang penting. Bila ibu sulit menyesuaikan diri, secara psikologis ibu akan merasakan perasaan mudah tersinggung, jenuh, menyesal, kecewa, menarik diri, menangis, dan kehilangan perhatian terhadap sekeliling (Ekasari, 2013).
Mewujudkan perkawinan yang bahagia hidup lahir batin, maka diperlukan persiapan yang matang baik persiapan moral maupun materiil. Islam memberikan ancara-ancara dengan kemampuan, yakni kemampuan dalam segala hal baik kemampuan memberi nafkah lahir batin kepada istri dan anaknya maupun kemampuan mengendalikan gejolak emosi yang menguasai dirinya. Pernikahan diusia muda atau dini dimana setiap orang belum matang mental maupun fisik, sering menimbulkan masalah di belakang hari bahkan tidak sedikit berantakan di tengah jalan (Muhdholot, 1995).
Sabda Rasulullah memberikan petunjuk, bahwa baik pria maupun wanita apabila belum mampu, dianjurkan untuk menunda perkawinan sampai mempunyai kemampuan mental fisik, terutama bagi calon istri yang akan menghadapi kehamilan dan kelahiran.
Faktor usia ibu yang hamil akan berpengaruh besar terhadap kualitas janin dan perkembangan anak selanjutnya. Resiko penderitaan yang mengandung bahaya ini harus selalu diperhatikan dan selanjutnya dihindarkan agar tidak merusak keturunan atau generasi berikutnya (Malehah, 2010).
b. Ciri perkembangan remaja saat menikah
Remaja yang menikah baik itu remaja putra maupun remaja putri akan mengalami masa remaja yang diperpendek, sehingga ciri dan tugas perkembangan mereka juga ikut diperpendek dan masuk pada masa dewasa (Monks, 2001).
1) Remaja yang telah menikah akan mengalami suatu periode peralihan yang cukup signifikan. Peralihan yang terjadi adalah beralih dari masa anak-anak menuju masa dewasa, dimana remaja harus meninggalkan segala sesuatu yang bersifat kekanak-kanakan dan harus mempelajari pola dan sikap baru terutama dalam pernikahan.
2) Remaja yang telah menikah akan mengalami periode perubahan, yaitu meliputi perubahan fisik, emosional, perubahan pola dan minat, perubahan nilai-nilai yang berlaku, dan sikap ambivalen terhadap setiap perubahan.
3) Remaja yang telah menikah, mereka di haruskan masuk pada masa dewasa, tidak lagi pada ambang masa dewasa. Masa remaja mereka menjadi di perpendek dan mereka harus meninggalkan stereotip belasan tahun dan menjadi dewasa.
c. Dampak pernikahan dini Perubahan peilaku remaja yang makin dapat menerima
hubungan seksual pranikah sebagai cerminan fungsi rekreasi, ketika
hubungan seksual telah menghasilkan janin dapat mempemgaruhi
psikologis dan fisik (Manuaba, 2008).1) Dampak Psikologis Pada usia pernikahan dini yang terjadi di bawah usia 20
tahun dalam keadaan belum matangnya mental seseorang remaja
akan mempengaruhi penerimaan kehamilannya, dimana alatreproduksi remaja yang belum siap menerima kehamilan, merasa
tersisih dari pergaulan karena dianggap belum mampu membawa
diri, terkadang perasaan tertekan karena mendapat cercaan dari
keluarga, teman atau lingkungan masyarakat (Sarwono, 2006).Sejatinya, anak beusia di bawah umur belum paham benar mengenai hubungan seks dan apa tujuannya. Mereka hanya melakukan apa yang di haruskan pasangan terhadapnya tanpa memikirkan hal yang melatarbelakanginya melakukan itu.
Demkian anak akan merasakan penyesalan mendalam dalam hidupnya (Sarwono, 2006).
Akibatnya, remaja sering murung dan tidak bersemangat. Bahkan remaja akan merasakan minder untuk bergaul dengan
anak-anak seusianya mengingat setatusnya sebagai istri. Hal ini
biasa disebut depesi berat atau neoritis depresi akibat pernikahan
dini. Dimana terdapat dua jenis depresi kepribadian yaitu pribadi
introvert dan ekstrovert (Manuaba, 2008).Pada pribadi introvert (tertutup) akan membuat remaja
menarik diri dari pergaulan. Remaja menjadi pendiam, tidak mau
bergaul, bahkan menjadi seorang yang schizofrenia atau dalam
bahasa awam yang di kenal orang adalah gila. Sedang depresi berat
pada pribadi ekstrovert (terbuka) sejak kecil, remaja terdorong
melakukan hal-hal aneh untuk melampiaskan amarahnya, seperti
perang piring, anak dicekik dan sebagainya. Psikologis keduabentuk depresi sama-sama berbahaya khususnya dalam kasus
pernikahan dini tersebut (Manuaba, 2008).Pada sisi lain, pernikahan dini juga berdampak negatif pada
keharmonisan keluarga. Hal ini disebabkan oleh kondisi psikologis
yang belum matang, sehingga cenderung labil dan emosional. Pada
usia yang belum matang ini biasanya remaja masih kurang mampu
untuk bersosialisasi dan adaptasi, dikarenakan ego remaja yang
masih tinggi serta belum matangnya sisi kedewasaan untukberkeluarga sehingga banyak ditemukannya kasus perceraian yang
merupakan dampak dari mudanya usia untuk menikah (Sarwono,
2006). 2) Dampak Fisik Fisik atau dalam bahasa Inggris “Body”’ adalah sebuah kata yang berarti badan/benda dan dapat terlihat oleh mata jugaterdefinisi oleh pikiran. Kata fisik biasanya digunakan untuk suatu
benda/badan yang terlihat oleh mata.Dampak fisik dalam pernikahan dini memang sangatlah
besar baik dalam melakukan hubungan seksual ataupun dalam
persalinan. Perkawinan dini yang berlanjut menjadi kehamilan
sangat berdampak negatif pada status kesehatan reproduksinya.
Proses kehamilan yang dapat terjadi anemia yang berdampak berat badan bayi lahir rendah, intra uteri fetal death, premature, abortus
berulang, perdarahan, untuk proses bersalin terkadang belum
matangnya alat reproduksi membuat keadaan panggul masih
sempit dan sebagainya untuk itu perlu pemantauan dan
pemeriksaan ekstra yang lebih lengkap (Manuaba, 2008).Selain itu dampak pernikahan dini apabila dilihat dari sisi
fisik dan biologis, juga ditemukan berbagai efek negatif yang bisa
dikatakan berbahaya seperti banyaknya seorang ibu yang
menderita anemia selagi hamil dan melahirkan, sehingga
menyebabkan tingginya angka kematian ibu dan bayi akibat
pernikahan dini (Manuaba, 2008).Secara medis usia bagus untuk hamil yaitu pada usia 21-35
tahun, maka bila usia kurang meski secara fisik telah menstruasi
dan bisa di buahi, namun bukan berarti siap untuk hamil dan
melahirkan serta memiliki kematangan mental, yakni berpikir dan
dapat menanggulangi resiko-resiko yang akan terjadi pada saat
kehamilan dan persalinan. Seperti misalnya terlambat memutuskanmencari pertolongan jika terjadi kegawatdaruratan pada saat
persalinan karena minimnya informasi sehingga terlambat
mendapat perawatan yang semestinya (Manuaba, 2008).Menurut Manuaba (2008), dampak fisik dari pernikahan diusia muda dapat digolongkan menjadi 2, yaitu: a) Dampak bagi ibu (1) Intra uterin fetal death
Intra uterin fetal death atau kematian janin dalam kandungan adalah keadaan tidak adanya tanda-tanda kehidupan janin dalam kandungan. Keadaan ini sering di jumpai pada kehamilan di bawah 20 minggu dan sesudah 20 minggu, yaitu ditandai kematian janin bila ibu tidak merasakan gerakan janin, biasanya berakhir dengan abortus.
(2) Premature Persalinan prematur adalah suatu proses kelahiran bayi sebelum usia kehamilan 37 minggu atau sebelum 3 minggu dari waktu perkiraan persalinan. Resiko terjadinya kehamilan premature, antara lain: (a) Usia ibu saat hamil kurang dari 20 tahun (b) Wanita dengan gizi yang kurang atau anemia (c) Lemahnya servik
(3) Perdarahan Perdarahan pada saat melahirkan antara lain disebabkan karena otot rahim yang terlalu lemah dalam proses involusi.
(4) Kematian ibu Kematian ibu saat melahirkan disebabkan oleh perdarahan dan infeksi.
b) Dampak bagi bayi (1) Kemungkinan janin lahir belum cukup usia kehamilan atau kurang dari 37 minggu, pada umur kehamilan tersebut pertumbuhan janin belum sempurna.
(2) BBLR (Berat Badan Lahir Rendah) yaitu, bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari 2.500 gram. Kebanyakan hal ini dipengaruhi oleh umur ibu saat hamil kurang dari 20
tahun dan ibu kurang gizi (Manuaba, 2008).
2. Kesiapan Psikologis
Kesiapan psikologis adalah tingkat perkembangan kematangan atau kedewasaan individu, sehingga akan menguntungkan yang bersangkutan untuk mempraktekan sesuatu (Chaplin 2006).
Kesiapan menikah merupakan hal yang sangat penting, agar tugas- tugas perkembangan dalam pernikahan dapat terpenuhi (Dewi 2006).
Menurut Rapaport (1963) diacu dalam Duvall dan Miller (1985), seseorang dinyatakan siap untuk menikah apabila memenuhi kriteria: a. Memiliki kemampuan mengendalikan perasaan diri sendiri.
b.
Memiliki kemampuan untuk berhubungan baik dengan orang banyak.
c. Bersedia dan mampu menjadi pasangan istimewa dalam hubungan
seksual.d. Bersedia untuk membina hubungan seksual yang intim.
e. Memiliki kelambutan dan kasih sayang kepada orang lain.
f.
Sensitif terhadap kebutuhan dan perkembangan orang lain.
g. Dapat berkomunikasi secara bebas mengenai pemikiran, perasaan dan
harapan.h. Bersedia berbagi rencana dengan orang lain.
i. Bersedia menerima keterbatasan orang lain.
j.
Realistik terhadap karakteristik orang lain.
k. Memiliki kapasitas yang baik dalam menghadapi masalah-masalah yang berhubungan dengan ekonomi. l. Bersedia menjadi suami atau istri yang bertanggung jawab.
Aspek kesiapan yang dikemukakan oleh Blood (1978) membagi kesiapan menikah menjadi dua bagian yaitu kesiapan pribadi (personal) dan kesiapan situasi (ciscumstantial). Aspek-aspek tersebut adalah :
a. Kesiapan pribadi (personal) 1) Kematangan Emosi
Konsep penting dalam kesiapan pribadi adalah kematangan emosi. Konsep kematangan emosi adalah konsep normatif dalam psikologi perkembangan yang berarti bahwa seorang individu telah
menjadi seorang yang dewasa. Individu yang telah matang secara emosi maka sudah dapat dikatakan dewasa. Orang dewasa adalah orang yang telah mengembangkan kemampuannya untuk membangun dan memelihara hubungan pribadi. Kematangan melibatkan dua kemampuan yaitu kemampuan untuk memberi dan menerima. Kematangan orang dewasa dapat dilihat dalam hal empati (kemampuan untuk merasakan perasaan orang lain), tanggung jawab, dan stabilitas. Orang dewasa yang memutuskan untuk menikah berarti telah sanggup untuk membangun suatu tanggung jawab dan memasuki suatu komitmen. Komitmen jangka panjang merupakan salah satu bentuk tanggun jawab dalam suatu pernikahan, yang dikaitkan dengan stabilitas kematangan.
Anak laki-laki dan perempuan dikatakan sudah mencapai kematangan emosi bila pada akhir masa remaja tidak “meledakkan” emosinya dihadapan orang lain melainkan menunggu saat dan tempat yang lebih tepat untuk mengungkapkan emosinya dengan cara-cara yang lebih dapat diterima. Petunjuk kematangan emosi yang lain adalah bahwa individu menilai situasi secara kritis terlebih dulu sebelum bereaksi secara emosional, tidak lagi bereaksi tanpa berpikir sebelumnya seperti anak-anak atau orang yang tidak matang. Remaja yang emosinya matang memberikan reaksi emosional yang stabil, tidak berubah-ubah dari satu emosi atau suasana hati ke suasana hati yang lain. Adapun cara yang dapat dilakukan adalah latihan fisik yang berat, bermain atau bekerja, tertawa atau menangis (Hurlock, 1999).
2) Kesiapan Usia Kesiapan usia sama halnya melihat berapakah usia yang cukup untuk menikah. Pada dasarnya usia dikaitkan dengan kedewasaan atau kematangan, karena proses untuk menjadi individu yang matang atau dewasa membutuhkan waktu sampai individu tersebut menjadi dewasa secara emosi atau pribadi. Individu yang telah dewasa dari segi usia tentunya akan memutuskan untuk menikah. Kematangan individu merupakan faktor keberhasilan dalam perkawinan. Usia bukan satu-satunya penentu untuk keberhasilan atau kegagalan dalam suatu pernikahan (Duvall 1971). 3) Kematangan sosial
Kematangan sosial dapat dilihat dari:
a) Pengalaman berkencan (enough dating), merupakan salah satu
sumber kematangan sosial. Pengalaman berkencan yang dilihat dengan adanya keinginan untuk mengabaikan lawan jenis yang tidak di kenal secara dekat, namun membuat komitmen dalam membangun hubungan hanya dengan seseorang yang khusus yang telah di kenal. Saat seseorang merasakan ketidakamanan selama berkencan, maka seseorang tersebut telah siap untuk menikah, sehingga dalam proses berkencannya akan merasa lebih aman. b)
Pengalaman hidup sendiri (enough single life), selain seseorang telah cukup melakukan kencan, seseorang juga memerlukan waktu untuk hidup mandiri sementara waktu tanpa harus bergantung kepada orang tua. Seorang individu, khususnya wanita merasa perlu untuk membuktikan pada diri mereka sendiri, orang tua, dan pasangan bahwa mereka mampu untuk mengambil keputusan dan mengatur takdirnya sendiri.
Salah satu tugas perkembanganmas remaja yang tersulit adalah yang berhubungan dengan penyesuaian sosial. Remaja harus menyesuaikan diri dengan lawan jenis dalam hubungan yang sebelumnya belum pernah ada dan harus menyesuaikan dengan orang dewasa diluar lingkungan keluarga dan sekolah. Untuk mencapai tujuan dari pola sosialisasi dewasa, remaja harus membuat banyak penyesuaian baru. Yang terpenting dan tersulit adalah penyesuaian diri dengan meningkatnya pengaruh kelompok sebaya, perubahan dalam perilaku sosial, pengelompokan sosial yang baru, nilai-nilai baru dalam seleksi persahabatan, nilai-nilai baru dalam dukungan dan penolakan sosial, dan nilai-nilai baru dalam seleksi pemimpin (Hurlock, 1999).
4) Kesiapan Model Peran Banyak orang belajar bagaimana menjadi suami dan istri yang baik. Dalam prosesnya seseorang belajar menjadi suami atau istri yang baik dengan melihat dari figur ayah dan ibu mereka.
Orang tua yang memiliki figur suami dan istri yang baik dapat mempengaruhi kesiapan menikah anak-anak mereka. Setiap pasangan perlu mengetahui apa saja peran mereka setelah menikah. Peran yang ditampilkan harus sesuai dengan tugas-tugas mereka sebagai suami ataupun istri.
b. Kesiapan Situasi 1) Kesiapan Sumber finansial
Kesiapan finansial tergantung dari nilai-nilai yang dimiliki masing-masing pasangan. Pasangan yang menikah di usia muda yang masih memiliki penghasilan yang rendah, maka sedikit banyak masih memerlukan bantuan materi dari orang tua. Pasangan seperti ini dikatakan belum mampu mandiri sepenuhnya dalam mengurus rumah tangga yang memungkinkan akan menghadapi masalah yang lebih besar nantinya. 2) Kesiapan Sumber Waktu
Masing-masing pasangan perlu mempersiapkan rencana- rencana untuk pernikahan, bulan madu, dan tahun-tahun pertama pernikahan. Persiapan rencana yang tergesa-tergesa akan mengarah pada persiapan pernikahan yang buruk dan memberi dampak yang buruk pada awal-awal pernikahan.
3. Perkembangan
a. Pengertian Perkembangan (development) adalah bertambahnya kemampuan (skill) dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan, sebagai hasil dari proses pematangan. Disini menyangkut danya proses diferensiasi dari sel-sel tubuh, jaringan tubuh, organ-organ dan sistem organ yang berkmbang sedemikian rupa sehingga masing-masing dapat memeuhi fungsinya. Termasuk juga perkembangan emosi, intelektual dan tingkah laku sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya (Soetjiningsih, 1998).
Perkembangan adalah proses perubahan kualitatif yang mengacu pada kualitas fungsi organ-organ jasmaniah, sehingga penekanan arti perkembangan terletak pada penyempurnaan fungsi psikologis yang termanifestasi pada kemampuan organ fisiologis (Purwanti, 2000).
Perkembangan adalah perubahan-perubahan yang dialami individu atau organisme menujuu ke tingkat kedewasaannya atau kematangannya (maturation) yang berlangsung secara sistematis, progresif, dan berkesinambungan, baik menyangkut fisik (jasmaniah) maupun psikis (rohaniah) (Mansur, 2011).
Perkembangan adalah suatu proses pematangan majemuk yang berhubungan dengan aspek diferensiasi bentuk atau fungsi termasuk perubahan sosial dan emosi. Proses perkembangan berhubungan dengan aspek nonfisik seperti kecerdasan, tingkah laku dan lain-lain (Suryana, 1996) Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan dan fungsi tubuh dari yang sederhana ke yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan, sebagai hasil dari proses pematangan.
Dalam perkembangan terdapat proses pematangan sel-sel tubuh, jaringan tubuh, organ-organ, dan sistem organ yang berkembang sehingga masing-masing dapat melakukan fungsinya. Perkembangan berkaitan dengan pematangan fungsi organ/individu, seperti perkembangan emosi, intelektual, kemampuan motorik halus, motorik kasar, bahasa, dan personal sosial sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya (Adriana, 2011).
b. Ciri-ciri Perkembangan
Menurut Mansur (2011) ciri-ciri perkembangan secara umum yaitu :
1) Terjadi perubahan dalam :
a) Aspek fisik Perubahan tinggi dan berat badan serta organ-organ tubuh lainnya.
b) Aspek psikis Semakin bertambahnya perbendaharaan kata dan matangnya kemampuan berpikir, mengingat, serta menggunakan imajinasi kreatifnya.
2) Terjadi perubahan dalam proporsi :
a) Aspek fisik Proporsi tubuh anak berubah sesuai dengan fase perkembangannya dan pada usia remaja proporsi tubuh anak mendekati proporsi tubuh usia dewasa.
b) Aspek psikis Perubahan imajinasi dari yang fantasi ke realitas, dengan perubahan perhatiannya dari yang tertuju kepada dirinya sendiri lalu perlahan-lahan beralih kepada orang lain (kelompok teman sebaya). 3) Lenyapnya tanda-tanda yang lama :
a) Tanda-tanda fisik Lenyapnya kelenjar thymus (kelenjar kanak-kanak) yang terletak pada bagian dada, kelenjar pineal pada bagian bawah otak, rambut-rambut halus, dan gigi susu.
b) Tanda-tanda psikis Lenyapnya masa mengoceh (meraban), bentuk gerak-gerik kanak-kanak (seperti merangkak), dan perilaku impulsif (dorongan untuk bertindak sebelum berpikir).
4) Diperolehnya tanda-tanda yang baru :
a) Tanda-tanda fisik Pergantian gigi dan karakteristik seks pada usia remaja, baik primer (menstruasi pada anak perempuan, dan “mimpi basah” pada anak laki-laki), maupun sekunder (perubahan pada anggota tubuh: pinggul dan buah dada pada wanita serta kumis, jakun, suara pada anak pria)
b) Tanda-tanda psikis Seperti berkembangnya rasa ingin tahu terutama yang berhubungan dengan seks, ilmu pengetahuan, nilai-nilai moral, dan keyakinan beragama.
c. Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan
Menurut Soetjiningsih (1998) secara umum terdapat dua faktor utama yang berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak, yaitu: 1) Faktor Genetik
Faktor genetik merupakan modal dasar dalam mencapai hasil akhir proses tumbuh kembang anak. Melalui instruksi genetik yang terkandung di dalam sel telur yang telah dibuahi, dapat ditentukan kualitas dan kuantitas pertumbuhan. Ditandai dengan intensitas dan kecepatan pembelahan, derajat sensitivitas jaringan terhadap rangsangan, umur pubertas dan berhentinya pertumbuhan tulang. Termasuk faktor genetik antara lain adalah berbagai faktor bawaan yang normal dan patologik, jenis kelamin, suku bangsa atau bangsa. Potensi genetik yang bermutu hendaknya dapat berinteraksi degan lingkungan secara positif sehingga diperoleh hasil akhir yang optimal. Gangguan pertumbuhan di negara maju lebih sering diakibatkan oleh faktor genetik ini. Sedangkan di negara yang sedang berkembang, gangguan pertumbuhan selain diakibatkan oleh faktor genetik, juga faktor lingkungan yang kurang memadai untuk tumbuh kembang anak yang optimal, bahkan kedua faktor ini dapat menyebabkan kematian anak-anak sebelum mencapai usia balita.
Disamping itu, banyak penyakit keturunan yang disebabkan oleh kelainan kromosom, seperti sindrom Down, sindrom Turner, dan lain-lain. 2) Faktor lingkungan
Lingkungan merupakan faktor yang sangat menentukan tercapai atau tidaknya potensi bawaan. Lingkungan yang cukup baik akan memungkinkan tercapainya potensi bawaan, sedangkan yang kurang baik akan menghambatnya. Lingkungan ini merupakan lingkungan “bio-fisiko-psiko-sosial” yang mempengaruhi individu setiap hari, mulai dari konsepsi sampai akhir hayatnya.
Faktor lingkungan ini secara garis besar dibagi menjadi:
a) Faktor lingkungan pranatal Faktor lingkungan pranatal yang berpengaruh terhadap tumbuh kembang janin mulai dari konsepsi sampai lahir, antara lain adalah:
(1) Gizi ibu pada waktu hamil
Gizi ibu yang jelek sebelum terjadinya kehamilan maupun pada waktu sedang hamil, lebih sering menghasilkan bayi BBLR (Berat Badan Lahir Rendah) atau lahir mati dan jarang menyebabkan cacat bawaan.
Disamping itu dapat pula menyebabkan hambatan pertumbuhan otak janin, anemia pada bayi baru lahir, bayi baru lahir mudah terkena infeksi, abortus, dan sebagainya.
Anak yang lahir dari ibu yang gizinya kurang dan hidup dilingkungan miskin maka akan mengalami kurang gizi juga dan mudah terkena infeksi dan selanjutnya akan menghasilkan wanita dewasa yang berat dan tinggi badannya kurang pula. Keadaan ini merupakan lingkaran setan yang akan berulang dari generasi ke generasi selama kemiskinan tersebut tidak ditanggulangi.
(2) Mekanis
Trauma dan cairan ketuban yang kurang dapat menyebabkan kelainan bawaan pada bayi yang dilahirkan.
Demikian pula dengan posisi janin pada uterus dapat mengakibatkan talipes, dislokasi panggul, tortikolis kongenital, palsi fasialis, atau kranio tabes.
(3) Toksin/zat kimia
Masa organogenesis adalah masa yang sangat peka terhadap zat-zat teratogen. Misalnya obat-obatan seperti
thalidomide , phenitoin, methadion, obat-obat anti kanker, dan lain sebagainya dapat menyebabkan kelainan bawaan.
Demikian pula dengan ibu hamil yang perokok berat/peminum alkohol kronis sering melahirkan bayi berat badan lahir rendah, lahir mati, cacat, atau retardasi mental.
Keracunan logam berat pada ibu hamil, misalnya karena makan ikan yang terkontaminasi merkuri dapat menyebabkan mikrosefali dan palsi serebralis, seperti di Jepang yang dikenal dengan penyakit Minamata.
(4) Endokrin
Hormon-hormon yang mungkin berperan pada pertumbuhan janin, adalah somatotropin, hormon plasenta, hormon tiroid, insulin dan peptida-peptida lain dengan aktivitas mirip insulin (Insulin-like growth factors/IGFs).
Somatotropin (growth hormone) disekresi oleh kelenjar hipofisi janin sekitar minggu ke-9. Produksinya terus meningkat sampai minggu ke-20, selanjutnya menetap sampai lahir. Perannya belum jelas pada pertumbuhan janin.
Hormon plasenta (human placental lactogen =
hormon chorionic somatromammotropie ), disekresi oleh plasenta di pihak ibu dan tidak dapat masuk ke janin.
Kegunaannya mungkin dalam fungsi nutrisi plasenta.
Hormon-hormon tiroid seperti TRH (Thyroid
Releasing Hormon ), TSH (Thyroid Stimulating Hormo),
T3 dan T4 sudah diproduksi oleh janin sejak minggu ke-
12. Pengaturan oleh hipofisis sudah terjadi pada minggu ke-13. Kadar hormon ini makin meningkat sampai minggu ke-24, lalu konstan. Perannya belum jelas, tetapi jika terdapat defisiensi hormon tersebut, dapat terjadi gangguan pada pertumbuhan susunan saraf pusat yang dapat mengakibatkan retardasi mental.
Insulin mulai diproduksii oleh janin pada minggu ke-11, lalu meningkat sampai bulan ke-6 dan kemudian konstan. Berfungsi untuk pertumbuhan janin melalui pengaturan keseimbangan glukosa darah, sintesis protein janin, dan pengaruhnya pada pembesaran sel sesudah minggu ke-30. Sedangkan fungsi IGFs pada janin belum diketahui dengan jelas.
Cacat bawaan sering terjadi pada ibu diabetes yang hamil dan tidak mendapat pengobatan pada trimester 1 kehamilan, umur ibu kurang dari 18 tahun/lebih dari 35 tahun, defisiensi yodium pada waktu hamil, PKU (phenylketonuria), dan lain-lain.
(5) Radiasi
Radiasi pada janin sebelum umur kehamilan 18 minggu dapat menyebabkan kematian janiin, kerusakan otak, mikrosefali, atau cacat bawaan lainnya. Misalnya pada peristiwa di Hiroshima, Nagasaki dan Chernobyl.
Sedangkan efek radiasi pada orang laki-laki, dapat mengakibatkan cacat bawaan pada anaknya.
(6) Infeksi
Infeksi intrauterin yang sring menyebabkan cacat bawaan adalah TORCH (Toxoplasmosis, Rubella, Cytomegalovirus, Herpes Simplex). Sedangkan infeksi lainnya yang juga dapat menyebabkan penyakit pada janin adalah varisela, Coxsackie, Echovirus, malaria, lues, HIV, polio, campak, listeriosis, leptospira, mikoplasma, virus influensa, dan virus hepatitis. Diduga setiap hiperpireksia pada ibu hamil dapat merusak janin.
(7) Stres
Stres yang dialami ibu pada waktu hamil dapat mempengaruhi tumbuh kembang janin, antara lain cacat bawaan, kelainan kejiwaan, dan lain-lain.
(8) Imunitas
Rhesus atau ABO inkomtabilitas sering menyebabkan abortus, hidrops fetalis, kern ikterus, atau lahir mati.
(9) Anoksia embrio
Menurunnya oksigenasi janin melalui gangguan pada plasenta atau tali pusat, menyebabkan berat badan lahir rendah.
b) Faktor lingkungan post natal Bayi baru lahir harus berhasil melewati masa transisi, dari suatu sistem yang tergantung pada kemampuan genetik dan mekanisme homeostatik bayi itu sendiri.
Masa perinatal yaitu masa antara 28 minggu dalam kandungan sampai 7 hari setelah dilahirkan, merupakan masa rawan dalam proses tumbuh kembang anak, khususnya tumbuh kembang otak. Trauma kepala akibat persalinan akan berpengaruh besar dan dapat meninggalkan cacat yang permanen. Risiko palsi serebralis lebih besar pada BBLR (Berat Badan Lahir Rendah) yang disertai asfiksia berat, hiperbilirubinemi yang disertai kern ikterus, IRDS (Idiophatic Respiratory Distress Syndrome, asidosis metabolik, dan meningitis/ensefalitis.
Lingkungan post natal yang mempengaruhi tumbuh kembang anak secara umum dapat digolongkan menjadi:
(1) Lingkungan biologis
(a) Ras/suku bangsa Pertumbuhan somatik juga dipengaruhi oleh ras/suku bangsa. Bangsa kulit putih/ras Eropa mempunyai pertumbuhan somatik lebih tinggi daripada bangsa Asia.
(b) Jenis kelamin Dikatakan anak laki-laki lebih sering sakit dibandingkan anak perempuan, tetapi belum diketahui secara pasti mengapa demikian. (c) Umur
Umur yang paling rawan adalah masa balita, oleh karena pada masa itu anak mudah sakit dan mudah terjadi kurang gizi. Disamping itu masa balita merupakan dasar pembentukan kepribadian anak.
Sehingga diperlukan perhatian khusus. (d) Gizi
Makanan memegang peranan penting dalam tumbuh kembang anak, dimana kebutuhan anak berbeda dengan orang dewasa, karena makanan bagi anak dibutuhkan juga untuk pertumbuhan, dimana dipengaruhi oleh ketahanan makanan (food security) keluarga. Ketahanan makanan keluarga mencakup pada ketersediaan makanan dan pembagian yang adil makanan dalam keluarga, dimana acapkali kepentingan budaya bertabrakan dengan kepentingan biologis anggota-anggota keluarga. Satu aspek yang penting yang perlu ditambahkan adalah keamanan pangan (food safety) yang mencakup pembebasan makanan dari berbagai “racun” fisika, kimia dan biologis, yang kian mengancam kesehatan manusia.
(e) Perawatan kesehatan Perawatan kesehatan yang teratur, tidak saja kalau anak sakit, tetapi pemeriksaan kesehatan dan menimbang anak secara rutin setiap bulan, akan menunjang pada tumbuh kembang anak. Oleh karena itu pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan dianjurkan untuk dilakukan secara komprehensif, yang mencakup aspek-aspek promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.
(f) Kepekaan terhadap penyakit Dengan memberikan imunisasi, maka diharapkan anak terhindar dari penyakit-penyakit yang sering menyebabkan cacat atau kematian. Dianjurkan sebelum anak berumur satu tahun sudah mendapat imunisasi BCG, Polio 3 kali, DPT 3 kali, Hepatitis-B 3 kali, dan campak. (g) Penyakit kronis
Anak yang menderita penyakit menahun akan terganggu tumbuh kembangnya dan pendidikannya, disamping itu anak juga mengalami stres yang berkepanjangan akibat dari penyakitnya.
(h) Fungsi metabolisme Khusus pada anak, karena adanya perbedaan yang mendasar dalam proses metabolisme pada berbagai umur, maka kebutuhan akan berbagai nutrien harus didasarkan atas perhitungan yang tepat atau setidak- tidaknya setidak-tidaknya memadai
(i) Hormon Hormon-hormon yang berpengaruh terhadap tumbuh kembanga antara lain adalah: “growth
hormon ”, tiroid, hormon seks, insulin, IGFs (Insulin- like growth factors ), dan hormon yang dihasilkan
kelenjar adrenal.
(2) Faktor fisik
(a) Cuaca, musim, keadaan geografis suatu daerah Musim kemarau yang panjang/adanya bencana alam lainnya, dapat berdampak pada tumbuh kembang anak antara lain sebagai akibat gagalnya panen, sehingga banyak anak yang kurang gizi. Demikian pula gondok endemik banyak ditemukan pada daerah pegunungan, dimana air tanahnya kurang mengandung yodium.
(b) Sanitasi Sanitasi lingkungan memiliki peran yang cukup dominan dalam penyediaan lingkungan yang mendukung kesehatan anak dan tumbuh kembangnya.
Kebersihan, baik kebersihan perorangan maupun lingkungan memegang peranan penting dalam timbulnya penyakit. Akibat dari kebersihan yang kurang, maka anak akan sering sakit, misalnya diare, kecacingan, tifus abdominalis, hepatitis, malaria, demam berdarah, dan sebagainya. Demikian pula dengan polusi udara baik yang berasal dari pabrik, asap kendaraan atau asap rokok, dapat berpengaruh terhadap tingginya angka kejadian ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut). Kalau anak sering menderita sakit, maka tumbuh kembangnya pasti terganggu.
(c) Keadaan rumah: strukttur bangunan, ventilasi, cahaya dan kepadatan hunian.
Keadaan perumahan yang layak dengan konstruksi bangunan yang tidak membahayakan penghuninya, serta tidak penuh sesak akan menjamin kesehatan penghuninya.
(d) Radiasi Tumbuh kembang anak dapat terganggu akibat adanya radiasi yang tinggi.
(3) Faktor psikososial
(a) Stimulasi Stimulasi merupakan hal yang penting dalam tumbuh kembang anak. Anak yang mendapat stimulasi yang terarah dan teratur akan lebih cepat berkembang dibandingkan dengan anak yang kurang/tidak mendapat stimulasi. (b) Motivasi belajar
Motivasi belajar dapat ditimbulkan sejak dini, dengan memberikan lingkungan yang kondusif untuk belajar, misalnya adanya sekolah yang tidak terlalu jauh, buku- buku, suasana yang tenang serta sarana lainnya.
(c) Ganjaran ataupun hukuman yang wajar Kalau anak berbuat benar, maka wajib kita memberi ganjaran, misalnyapujian, ciuman, belaian, tepuk tangan dan sebagainya. Ganjaran tersebut akan menimbulkan motivasi yang kuat bagi anak untuk mengulangi tingkah lakunya.
Sedangkan menghukum dengan cara-cara yang wajar kalau anak berbuat salah, masih dibenarkan.
Yang penting hukuman harus diberikan secara obyektif, disertai pengertian dan maksud dari hukuman tersebut, bukan hukuman untuk melampiaskan kebencian dan kejengkelan terhadap anak. Sehingga anak tahu mana yang baik dan yang tidak baik, akibatnya akan menimbulkan rasa percaya diri pada anak yang penting untuk perkembangan kepribadian anak kelak kemudian hari.
(d) Kelompok sebaya Untuk proses sosialisasi dengan lingkungannya anak memerlukan teman sebaya. Tetapi perhatian dari orang tua tetap dibutuhkan untuk memantau dengan siapa anak tersebut bergaul. Khususnya bagi remaja, aspek lingkungan teman sebaya menjadi sangat penting dengan makin meningkatnya kasus-kasus penyalahgunaan obat-obat dan narkoba.
(e) Stres Stres pada anak juga berpengaruh terhadap tumbuh kembangnya, misalnya anak akan menarik diri, terlambat bicara, nafsu makan menurun, dan sebagainya.
(f) Sekolah Dengan adanya wajib belajar 9 tahun sekarang ini, diharapkan setiap anak mendapat kesempatan duduk di bangku sekolah minimal 9 tahun. Sehingga dengan mendapat pendidikan yang baik, maka diharapkan dapat meningkatkan taraf hidup anak-anak tersebut. Yang masih menjadi masalah sosial saat ini adalah masih banyaknya anak-anak yang terpaksa meninggalkan bangku sekolah karena harus membantu mencari nafkah untuk keluarganya. (g) Cinta dan kasih sayang
Salah satu hak anak adalah hak untuk dicintai dan dilindungi. Anak memerlukan kasih sayang dan perlakuan yang adil dari orang tuanya. Agar kelak kemudian hari menjadi anak yang tidak sombong dan bisa memberikan kasih sayangnya pula kepada sesamanya.
Sebaliknya kasih sayang yang diberikan secara berlebihan yang menjurus kearah memanjakan, akan menghambat bahkan mematikan perkembangan kepribadian anak. Akibatnya anak akan menjadi manja, kurang mandiri, pemboros, sombong dan kurang bisa menerima kenyataan.
(h) Kualitas interaksi anak-orang tua Interaksi timbal balik antara anak dan orang tua, akan menimbulkan keakraban dalam keluarga. Anak akan terbuka kepada orang tuanya, sehingga komunikasi bisa dua arah dan segala permasalahan dapat dipecahkan bersama karena adanya keterdekatan dan kepercayaan antara orang tua dan anak. Interaksi tidak ditentukan oleh seberapa lama kita bersama anak. Tetapi lebih ditentukan oleh kualitas dari interaksi tersebut yaitu pemahaman terhadap kebutuhan masing-masing dan upaya optimal untuk memenuhi kebutuhan tersebut yang dilandasi oleh rasa saling menyayangi.
(4) Faktor keluarga dan adat istiadat
(a) Pekerjaan/pendapatan keluarga Pendapatan keluarga yang memadai akan menunjang tumbuh kembang anak, karena orang tua dapat menyediakan semua kebutuhan anak baik yang primer maupun yang sekunder.
(b) Pendidikan ayah/ibu Pendidikan orang tua merupakan salah satu faktor yang penting dalam tumbuh kembang anak. Karena dengan pendidikan yang baik, maka orang tua dapat menerima segala informasi dari luar terutama tentang cara pengasuhan anak yang baik, bagaimana menjaga kesehatan anaknya, pendidikannya dan sebagainya.
(c) Jumlah saudara Jumlah anak yang banyak pada keluarga yang keadaan sosial ekonominya cukup, akan mengakibatkan berkurangnya perhatian dan kasih sayang yang diterima anak. Lebih-lebih kalau jarak anak terlalu dekat. Sedangkan pada keluarga dengan keadaan sosial ekonomi yang kurang, jumlah anak yang banyak akan mengakibatkan selain kurangnya kasih sayang dan perhatian pada anak, juga kebutuhan primer seperti makanan, sandang dan perumahan pun tidak terpenuhi. Oleh karena itu Keluarga Berencana tetap diperlukan.
(d) Jenis kelamin dalam keluarga Pada masyarakat tradisional, wanita mempunyai status yang lebih rendah dibandingkan laki-laki, sehingga angka kematian bayi dan malnutrisi masih tinggi pada wanita. Demikian pula dengan pendidikan, masih banyak ditemukan wanita yang buta huruf. (e) Stabilitas rumah tangga
Stabilitas dan keharmonisan rumah tangga mempengaruhi tumbuh kembang anak. Tumbuh kembang anak akan berbeda pada keluarga yang harmonis, dibandingkan dengan mereka yang kurang harmonis. (f) Kepribadian ayah/ibu
Kepribadian ayah dan ibu yang terbuka tentu pengaruhnya berbeda terhadap tumbuh kembang anak, bila dibandingkan dengan mereka yang kepribadiannya tertutup.
(g) Adat-istiadat, norma-norma, tabu-tabu Adat-istiadat yang berlaku di tiap daerah akan berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak.
Misalnya di Bali karena seringnya upacara agama yang diadakan oleh suatu keluarga, dimana harus disediakan berbagai makanan dan buah-buahan, maka sangat jarang terdapat anak yang gizi buruk karena makanan maupun buah-buahan tersebut akan dimakan bersama setelah selesai upacara.
Demiikian pula dengan norma-norrma maupun tabu-tabu yang berlaku di masyarakat, berpengaruh pula terhadap tumbuh kembang anak. (h) Agama
Pengajaran agama harus sudah ditanamkan pada anak- anak sedini, karena dengan memahami agama akan menuntun umatnya untuk berbuat kebaikan dan kebajikan.
(i) Urbanisasi Salah satu dampak dar urbanisasi adalah kemiskinan dengan segala permasalahannya.
(j) Kehidupan politik dalam masyarakat yang mempengaruhi prioritas kepentingan anak, anggaran, dan lain-lain.
d. Tahap perkembangan sesuai usia Meadow dan Newell (2005) menyebutkan tahap-tahap perkembangan sesuai usia yang meliputi empat bidang perkembbangan yaitu postur dan pergerakan, penglihatan dan manipulasi, pendengaran dan kemampuan bicara, serta perilaku sosial.
Tabel 2.1 Tahap Perkembangan (Meadow dan Newell, 2005)a. Naik tangga dengan satu kaki tiap anak tangga.
a. Membangun menara dengan enam kubus.
a. Menyambung beberapa kata menjadi frase sederhana untuk menyatakan sebuah ide.
a. Menggunakan sendok.
b. Menyatakan kebutuhan toilet
c. Mengompol di siang hari berkurang.
3 tahun
b. Berdiri dengan satu kaki selama beberapa saat
2 tahun a. Berlari.
a. Membangun menara dengan sembilan kubus
b. Meniru gambar O.
a. Berbicara dalam satu kalimat.
b. Menyebutkan nama lengkapnya.
a. Makan dengan sendok dan garpu.
b. Dapat melepas pakaian tanpa bantuan.
b. Naik turun tangga dengan dua kaki tiap anak tangga.
b. Menuntut perhatian terus menerus.
Usia Tahap-Tahap Perkembangan Postur dan Pergerakan Penglihatan dan Manipulasi Pendengaran dan Kemampuan Bicara Perilaku Sosial
c. Memahami beberapa perintah sederhana.
12 bulan a. Berjalan mengelilingi perabotan dengan melangkah di sisi perabotan.
b. Merangkak dengan keempat tugkai.
c. Berjalan dengan tangan dituntun.
a. Jari telunjuk mendekati objek kecil kemudian mengambilnya dengan genggaman menjepit.
b. Menjatuhkan mainan dengan sengaja kemudian mengamatinya.
a. Mengoceh tanpa terputus b. Beberapa kata
a. Bekerjasama saat berpakaian, misalya berpegangan pada lengan.
a. Minum dengan gelas dengan dua tangan.
b. Melambaikan tangan.
18 bulan a. Berjalan sendiri dan mengambil sebuah mainan dari lantai tanpa terjatuh.
a. Membangun menara dengan tiga kubus.
b. Menulis tak beraturan.
a. Menggunakan banyak kata.
b. Menyebutkan nama beberapa orang.
c. Sesekali menggunakan dua kata bersambung.
c. Berhenti mengompol malam hari.
4. Anak Usia Toddler (1-3 Tahun)
a. Pengertian Freud dalam Hidayat (2005) anak usia toddler yaitu usia 1-3 tahun yang berada pada fase anal adalah pada pengeluaran tinja, anak akan menunjukkan keakuannya dan sangat egoistik, mulai mempelajari struktur tubuhnya. Pada fase ini tugas yang dilaksanakan anak adalah latihan kebersihan. Masalah yang dapat diperoleh pada tahap adalah bersifat obsesif atau ganguan pikiran, pandangan sempit, intrivet dan dapat bersikap ekstrofet implusif yaitu dorongan membuka diri, tidak rapi, kurang pengendalian diri.
Erikson dalam Hidayat (2005) anak usia toddler adalah anak berbeda pada fase mandiri dan malu atau ragu-ragu. Hal ini terlihat dengan berkembangnya kemampuan anak yaitu dengan belajar untuk makan atau berpakaian sendiri. Apabila anak tidak mendukung upaya anak untuk belajar mandiri, maka hal ini dapat menimbulkan rasa malu atau ragu-ragu akan kemampuannya.
Menurut Wong (1999) toddler merupakan periode waktu antara usia 12 sampai 36 bulan. Keberhasilan menguasai tugas-tugas perkembangan pada toddler membutuhkan dasar yang kuat selama masa pertumbuhan dan memerlukan bimbingan dari orang lain.
Menurut Soetjiningsih (1998) tugas perkembangan pada usia 18 sampai 24 bulan meliputi menunjuk mata dan hidungnya, mulai belajar
mengontrol buang air besar dan kecil dan menaruh minat kepada apa
yang diajarkan oleh orang-orang yang lebih besar.Toddler diharapkan pada penguasaan beberapa tugas penting
khususnya meliputi deferensiasi diri dari orang lain, terutama ibunya,
toleransi terhadap perpisahan dengan orang tua, kemampuan untuk
menunda pencapaian kepusan, pengontrolan fungsi tubuh, penguasaan
perilaku yang dapat diterima secara sosial, komunikasi memiliki
makna verbal, dan kemampuan berinteraksi dengan orang lain dengan
cara yang tidak terlalu egosentris. Apabila kebutuhan untuk
membentuk dasar kepercayaan telah terpuaskan mereka siap
meninggalkan ketergantungan menjadi memiliki kontrol, mandiri, dan
otonomi (Wong, 2008).B. Kerangka Teori Penelitian
Kesiapan Fisik Kesiapan pribadi (personal)
Kesiapan situasi Perkembangan Anak :
a. Kematangan
a. Kesiapan sumber
1. Motorik Kasar
emosi finansial
2. Bahasa
b. Kesiapan usia
b. Kesiapan sumber
3. Sosial
c. Kematangan waktu
4. Motorik Halus
sosial
d. Kesiapan model peran
Sumber : Modifikasi Blood (1978), Hurlock (1999), dan Duvall (1971)
C.Kerangka Konsep Penelitian Variabel Independen Variabel Dependen
Kesiapan psikologis Perkembangan
ibu yang menikah usia Anak Usia toddler
dini (1-3 tahun)
D. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka konsep dan pengertian tersebut di atas, penulis
merumuskan hipotesis penelitian ini dalam bentuk hipotesis statistik (Ho dan
Ha) sebagai berikut:Ho : Tidak ada pengaruh kesiapan psikologis ibu yang menikah usia dini
terhadap perkembangan anak usia toddler (1-3 tahun).Ha : Ada pengaruh kesiapan psikologis ibu yang menikah usia dini terhadap
perkembangan anak usia toddler (1-3 tahun).