BAB I PENDAHULUAN - WEWENANG MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM PENGUJIAN UNDANG-UNDANG HASIL RATIFIKASI PERJANJIAN INTERNASIONAL (Studi Kasus Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 33/PUU-IX/2011) Repository - UNAIR REPOSITORY

BAB I PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah

  Indonesia merupakan salah satu negara pendiri ASEAN (Association of South East Asian Nation) bersama keempat neagara lainnya yaitu Filipina, Singapura, Thailand, dan Malaysia. ASEAN dibentuk melalui Deklarasi Bangkok pada tanggal 8 Agustus 1967. Setelah itu satu persatu negara-negara di Asia Tenggara bergabung di ASEAN, kecuali Papua Nugini dan Timor Leste. Bergabungnya Indonesia di ASEAN merupakan sebuah langkah yang baru bagi Indonesia karena sebelumnya Indonesia dalam melaksanakan politik luar negerinya lebih banyak menitik beratkan segi bilateral dan multilareral dari pada segi regional. Inodnesia lebih giat mengusahakan terciptanya solidaritas antar benua sebagai misalnya, Konferensi Asia-Afrika dan Konferensi Non-

  1 blok.

  Konsepsi tersebut berubah setelah memasuki masa orde baru dengan adanya niat untuk mengembalikan kepercayaan dunia kepada Indonesia dan membangkitkan pertumbuhan ekonomi yang sempat parah pada jaman orde lama.

1 Sabir M., ASEAN Harapan dan Kenyataan, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1992, h. 31

  1 Alasan negara - negara lain juga bersedia menjadi anggota sebuah organisasi internasional karena Organisasi Internasional merupakan sarana maupun wadah bagi negara - negara untuk lebih mudah melakukan hubungan internasional dan mengatur kepentingan beberapa negara sekaligus. Bukti-bukti hasil hubungan internasional tersebut dapat berupa perjanjian bilateral maupun multilateral.

  Salah satu Perjanjian Internasional Multilateral yang diratifikasi oleh Indonesia adalah PIAGAM ASEAN yang merupakan produk dari Perjanjian kesepakatan antara Negara-negara di ASEAN. PIAGAM ASEAN (ASEAN Charter) dibuat tidak langsung pada saat ASEAN itu berdiri namun baru terbentuk pada tahun 2007. Gagasan untuk membuat PIAGAM ASEAN (ASEAN CHARTER) baru muncul pada saat

  2 Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) tahun 2003 di Bali. Indonesia baru

  meratifikasi PIAGAM ASEAN tersebut pada tahun 2008 dengan Undang- undang Nomor 38 Tahun 2008.

  Dengan diberlakukannya PIAGAM ASEAN pada tanggal 15 Desember 2008, ASEAN telah menjadi sebuah organisasi antar- pemerintah yang berdasarkan aturan dan badan hukum. Beberapa perubahan institusional yang terjadi diantaranya struktur yang lebih baik untuk memastikan efektivitas yang lebih baik dan mendorong pelaksanaan persetujuan dan keputusan ASEAN, Pelaksanaan KTT ASEAN dua kali 2 dalam satu tahun, Pembentukan Dewan Koordinasi ASEAN, Keketuaan

  Media Belajar Indonesia, ”Sejarah ASEAN”, http://mediabejarindonesia.blogspot.com/2013/07/sejarah-asean.html, 30 Juli 2013, h. 2, dikunjungi pada tanggal 24 September 2014. tunggal untuk badan-badan tingkat tinggi ASEAN, pembentukan Komisi Perwakilan Permanen di Jakarta, dan pembentukan Komisi Antar-

  3 Pemerintah ASEAN terkait HAM.

  Tujuan dibentuknya PIAGAM ASEAN adalah membentuk Komunitas Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic Community). Secara khusus KEA terdiri dari empat pilar utama: (1) pasar tunggal berbasis produksi (2) wilayah ekonomi yang berdaya saing tinggi (3) Wilayah dnegan pembangunan ekonomi setara (4) Wilayah yang secara penuh

  4

  terintegrasi ke dalam ekonomi global. Seperti yang tertuang pada Article 1 and Article 2 ASEAN Charter, tujuan AEC adalah Single Market

  Production Base, Highly Competitive Economic Region, Region of Equitable Economic Development, and Region Fully Integrated into The Global Economy . Dengan itu dapat disimpulkan bahwa dengan adanya AEC, kegiatan perekonomian sudah tidak terbatas oleh ruang (borderless).

  Pemerintah Indonesia sangat antusias dalam menanggapi adanya AEC (Asean Economic Community), namun bagaimana dengan masyarakat sebagai pelaku ekonomi itu sendiri. Indonesia sebagai negara berkembang tentunya akan mengalami kesulitan dengan proses integrasi ini karena Indonesia masih mengalami kendala mulai dari infrastruktur,

  3 International Cooperation Societies, Association of Southeast Asian Nation: Komunitas ASEAN 2015 , Kominfo, Jakarta, 2014, h. 3. 4 Ibid., h. 5. tataran industri mikro-makro, sampai dengan daya saing Sumber Daya

5 Manusia.

  Ketidaksiapan Indonesia akan membawa banyak keuntungan bagi negara lain. Negara lain akan dengan mudah menguasai pasar Indonesia karena ketidaksiapan Indonesia. Menurut Ekonom Indef Enny Sri Hartati menyatakan bahwa “Indonesia belum menyiapkan Grand Design untuk menghadapi pasar bebas di ASEAN dan akhirnya Indonesia hanya menjadi objek negara ASEAN yang artinya pasar kita akan habis karena tidak siap menghadapi serangan produk-produk murah buatan Thailand, Vietnam,

  6 maupun Malaysia dan negara lainnya.

  ” Banyak negara maju yang mendanai program AEC dan AFTA

  (ASEAN Free Trade Area) agar mereka dapat mudah menanamkan modal asing pada wilayah ASEAN. Negara maju yang mendukung adanya AFTA ini adalah Jepang, Jepang menyediakan 20 Miliar US Dollar untuk

  7

  peningkatan infrastruktur di negara berkembang. Selain itu juga ada China yang menjanjikan 10 Miliar, Perdana Menteri China Wen Jiabao mengumumkan rencana China untuk membentuk dana US$ 10,4 miliar Dana China-ASEAN untuk kerja sama investasi untuk mendukung

5 Cerita Medan, ”Siap Hadapi ASEAN Free Trade 2015”,

  http://www.ceritamedan.com/2014/09/ASEAN-Free-Trade-2015.html, 8 September 2014, h. 1, dikunjungi pada tanggal 24 September 2014. 6 Koran Jakarta, ”Tidak Siap, Indonesia Bakal Dibanjiri Barang Impor”, http://koran- jakarta.com/?20249-tidak%20siap,%20indonesia%20bakal%20dibanjiri%20barang%20impor, 17 September 2014, h. 1, dikunjungi pada tanggal 24 September 2014. 7 Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 33/PUU-IX/2011 perihal Pengujian Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2008 tentang Pengesahan Charter of The

  Association Southeast Asian Nation terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, 26 Februari 2013. pembangunan infrastruktur di kawasan Indonesia namun dengan berupa

  8 pinjaman, investasi dan kerja sama dengan beberapa BUMN.

  Sebelum adanya AFTA (ASEAN Free Trade Area) sudah banyak pedagang-pedagang asing yang sudah mulai melakukan kegiatan perdagangan di Indonesia. Contohnya di Surabaya banyak pedagang- pedagang dari China yang mulai membuka toko-toko kecil dan menjual dengan harga murah. Pedagang di Indonesia tentunya menjadi kesusahan untuk bersaing dengan harga mereka yang merupakan produsen massal.

  Pertumbuhan Ekonomi Nasional sudah terganggu sebelum adanya AFTA ini, maka dari itu bagaimana nasib pedagang Indonesia jika sudah memasuki kawasan Free Trade Area. Pada akhirnya banyak Asosiasi Pedagang dan LSM seperti Perkumpulan Instititut Peradilan Global, Pendamping Usaha Kecil, Aliansi Petani Indonesia, Serikat Petani Indonesia, Front Nasional Perjuangan Buruh dan lain-lain mengajukan

  judicial review kepada Mahkamah Konstitusi terhadap Undang-Undang Nomor 38 tahun 2008 yang merupakan hasil ratifikasi Piagam ASEAN.

  Pemohon merasa bahwa PIAGAM ASEAN bertentangan dengan Pasal 23, 27 dan 33 UUD NRI 1945 NRI 1945. Pasal 23 membahas mengenai penggunaan APBN digunakan untuk kemakmuran rakyat, Pasal 27 membahas mengenai bahwa masyarakat Indonesia berhak untuk hidup

8 Indonesia Company News, ”Tidak Potensi Investasi China US$ 10,4 Miliar”,

  https://indonesiacompanynews.wordpress.com/category/china/, 30 April 2011, h. 1, dikunjungi pada tanggal 24 September 2014. layak dan untuk Pasal 33 bahwa perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan.

  Para pemohon mengajukan masalah ini ke Mahkamah Konstitusi dengan berdasar pada Pasal 24C ayat 1 UUD NRI 1945 jo Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 8 tahun 2011 tentang Mahkamah Konstitusi yang menyebutkan bahwa Mahkamah Konstitusi berhak menguji Undang- Undang terhadap Undang-Undang Dasar 1945. Namun Undang-Undang yang diajukan untuk Judicial Review oleh para pemohon bukanlah Undang-Undang biasa, tetapi Undang-Undang hasil Ratifikasi suatu Perjanjian Internasional. Mahkamah Konstitusi melalui Putusan Nomor 33/PUU-IX/2011 memutuskan untuk menolak permohonan judicial review atas Undang-Undang Hasil Ratifikasi Piagam ASEAN dengan alasan dalil- dalil para pemohon tidak beralasan menurut hukum. Bahwa undang- undang Nomor 38 Tahun 2008 hanya bentuk pengesahan saja, dibutuhkan peraturan lebih lanjut untuk dapat diuji. Bertentangan dengan konklusi atas pokok perkara, konklusi untuk kewenangan menyatakan bahwa Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili perkara tersebut.

2. Rumusan Masalah

  Dari Uraian latar belakang tersebut di atas dapat dirumuskan permasalahan: a. Ratio Decidendi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 33/PUU-

  IX/2011 berkaitan dengan Permohonan Pengujian Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2008 tentang Pengesahan Charter of The Association

  of Southeast Asian Nations (Piagam Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara)

  b. Akibat hukum Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 33/PUU-IX/2011 terhadap Kekuatan Mengikat Hasil Ratifikasi Piagam Charter of The

  Association of Southeast Asian Nations

  3. Tujuan Penelitian

  Penelitian skripsi ini bertujuan :

  a. Untuk menjelaskan bagaimanakah karakteristik Undang-Undang Hasil Ratifikasi Perjanjian Internasional yang bersifat multirateral.

  b. Untuk menjelaskan wewenang Mahkamah Konstitusi untuk menguji Undang-Undang hasil ratifikasi Perjanjian Internasional yang bersifat multilateral.

  4. Metode Penelitian

4.1 Tipe Penelitian

  Dalam penulisan skripsi ini, tipe penelitan yang digunakan adalah penelitian normatif dengan pendekatan masalah berupa pendekatan perundang-undangan (statute approach), pendekatan konseptual (conceptual approach) dan pendekatan kasus (case approach). Metode penelitian hukum normatif tidaklah mengenal penelitia lapangan (field

  ) karena yang diteliti adalah bahan-bahan hukum sehingga

  research dapat dikatakan sebagai; library based, focusing o reading and

  9 . analysis of the primary and secondary materials

4.2 Pendekatan Masalah

  Pendekatan perundang-undangan (statute aprroach) dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut

  10

  paut dengam isu hukum yang sedang ditangani. Pendekatan perundang-undangan dipergunakan untuk mempelajari konsistensi undang-undang dengan undang-undang dasar maupun peraturan perundang-undangan yang lain sekaligus menjawab isu hukum. Untuk itu peneliti harus melihat hukum sebagai sistem tertutup yang mempunyai sifat-sifat sebagai berikut: (a) comprehensive yaitu norma- norma hukum yang ada di dalamnya terkait antara satu dengan yang lain secara logis (b) All-inclusive bahwa kumpulan norma hukum tersebut cukup mampu menampung permasalahan hukum yang ada, sehingga tidak akan ada kekurangan hukum serta (c) Systematic bahwa disamping bertautan antara satu dengan lain, norma-norma hukum

  11 tersebut juga tersusun secara hierarkhis.

  Pendekatan kasus (case approach) digunakan dengan cara melakukan telaah terhadap kasus-kasus yang berkaitan dengan isu yang dihadapi yang telah menjadi putusan pengadilan yang telah

  9 Johnny Ibrahim, Teori dan Metedologi Penelitian Hukum Normatif, Bayumedia, Malang, 2006, h. 46. 10 11 Peter M., Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2013, h.133.

  Johnny Ibrahim, Op. Cit, h. 302-303.

  12

  mempunyai kekuatan hukum yang tetap. Yang menjadi kajian pokok dalam pendekatan kasus adalah ratio decidendi atau reasoning, yaitu pertimbangan pengadilan untuk sampai kepada suatu keputusan. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari penerapan norma-norma

  13 atau kaidah hukum yang dilakukan dalam praktk hukum.

  Pendekatan terakhir yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan konseptual. Pendekatan koseptual merupakan penndekatan yang beranjak dari pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin yang

  14

  berkembang dalam ilmu hukum. Ketiga pendekatan tersebut digunakan bersamaan karena masalah yang dibahas dalam penelitian ini bersumber dari peraturan perundang-undangan yang tidak megatur mengenai bagaimana undang-undang hasil ratifikasi dapat diuji, selain itu juga terdapat kasus yang berawal dari permasalahan ini yaitu pengujian undang-undang hasil ratifikasi perjanjian innternasional PIAGAM ASEAN. Dari kekosongan hukum tersebut maka terdapat pula perbedaan interpretasi terhadap norma dalam UUD NRI 1945 dan perundang-undangan tersebut maka dari itu juga dibutuhkan pendekatan konseptual.

4.3 Sumber Bahan Hukum

  1. Bahan Hukum Primer

  12 13 Peter M., Op. Cit h.134. 14 Johnny I., Op Cit, h. 321.

  Peter M., Op. Cit, h.135.

  Bahan hukum yang dikumpulkan berupa bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan hukum primer yang dikumpulkan untuk penelitian ini beupa perundang-undangan mengenai Mahkamah Konstitusi, Undang-Undang mengenai Hasil Ratifikasi PIAGAM ASEAN, Undang-Undang Perjanjian Internasional hingga Undang-Undang mengenai Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

  Bahan hukum Primer antara lain :

  a. Undang-Undang Nomor 37 tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri. (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 156, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3882)

  b. Undang-Undang Nomor 24 tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional. (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 185, Tambahan Lemabaran Negara Nomor 4012)

  c. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi. (Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor 98, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4316)

  d. Undang-Undang Nomor 38 tahun 2008 tentang Hasil Ratifikasi PIAGAM ASEAN. (Lembaran Negara Tahun 2008 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4915) e. Undang-Undang Nomor 48 tahun 2009 tentang Kekuasaaan Kehakiman. (Lembaran Negara Tahun 2009, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5076)

  f. Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. (Lembaran Negara Tahun 2011, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5234)

  g. Undang-Undang Nomor 8 tahun 2011 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 24 tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi. (Lembaran Negara Tahun 2011 Nomor 70, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5226)

  h. Peraturan Presiden Nomor 68 Tahun 2005 tentang Tata Cara mempersiapkan Rancangan Undang-Undang, Rancangan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang, Rancangan Peraturan Pemerintah dan Rancangan Peraturan Presiden. i. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 33/PUU-IX/2011 tentang Pengujian Undang-Undang Nomor 38 tahun 2008.

  2. Bahan Hukum Sekunder Bahan hukum sekunder yang digunakan adalah buku teks karena buku tersebut berisi mengenai prinsip-prinsip dasar Ilmu

  Hukum dan pandangan-pandangan klasik para sarjana yang mempunyai kredibilitas tinggi. Selain buku teks, bahan hukum sekunder yang dipergunakan dalam skripsi ini adalah majalah hukum, surat kabar dan internet. Perundang-undangan ini dikumpulkan dari berbagai macam sumber di salah satu website maupun buku cetak dan perundang-undangan tersebut.

  a. Prosedur Pengumpulan dan Pengelohan Bahan Hukum Prosedur pengumpulan dan pengolahan bahan hukum yang digunakan dalam skripsi ini, yaitu mengklasifikasi peraturan perundang-undangan dan putusan Mahkamah Konstitusi yang berhubungan dengan masalah pengujian Peraturan Perundang- undangan hasil ratifikasi perjanjian internasional. Setelah itu melakukan studi kepustakaan dengan membaca buku-buku, literatur, surat kabar dan informasi dari internet. Bahan hukum yang telah diperoleh kemudian diklasifikasikan berdasar kategori tertentu dan disusun secara sistematis sesuai dengan pokok masalah yang akan dibahas dalam tiap-tiap bab dalam skripsi ini.

  b. Analisa Bahan Hukum Bahan Hukum yang diperoleh diklasifikasikan, disusun dan disistemasi. Selanjutnya, dijelaskan secara rinci dengan pokok masalah yang akan dibahas ditiap-tiap bagian dalam skripsi ini, sehingga dapat diperoleh suatu gambaran yang jelas sebagai upaya suatu pemecahan masalah.

Dokumen yang terkait

KAJIAN YURIDIS TERHADAP KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI DI DALAM MENGADILI PERSELISIHAN HASIL PEMILUKADA (Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indoesia Nomor 129/PHPU.D-VIII/2010

0 4 17

THE AUTHORITY OF THE CONSTITUTIONAL COURT IN EXAMINING ON RATIFIED LAW OF INTERNATIONAL TREATY KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM MELAKUKAN PENGUJIAN TERHADAP UNDANG-UNDANG HASIL RATIFIKASI PERJANJIAN INTERNASIONAL

0 12 71

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Eksistensi Presidential Threshold Paska Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 14/Puu-Xi/2013

1 2 26

BAB I PENDAHULUAN - Kekuatan Mengikat Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 34/PUU-XI/2013 - Ubharajaya Repository

0 0 16

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Kepastian Hukum Terhadap Pekerja Alih daya Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 27/PUU-IX/2011.(Studi Kasus Putusan Pengadilan Hubungan Industrial Nomor 219/PDT.SUSPHI/ 2016/PN.BDG) - Ubharajaya Repository

0 0 11

BAB I PENDAHULUAN - Keputusan TUN Tentang Reklamasi Dalam Perspektif Hak Konstitusi Warga Negara Indonesia (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor 92 K/TUN/LH/2017) - Ubharajaya Repository

0 0 17

BAB I PENDAHULUAN - Penyelesaian Perselisihan Hubungan Kerja Karena Kesalahan Berat Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 012/PUU-I/2003 (Studi Kasus Nomor 1112 K/Pdt.Sus-PHI/2017) - Ubharajaya Repository

0 0 16

BAB II JENIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM PENGUJIAN UNDANG-UNDANG 2.1. Konsep Pengujian Undang-Undang - PERUMUSAN NORMA DALAM PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI Repository - UNAIR REPOSITORY

0 0 33

BAB III PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI YANG MENGANDUNG KARAKTER PERUMUSAN NORMA DAN HUBUNGANNYA DENGAN KEKUASAAN PEMBENTUK UNDANG-UNDANG 3.1. Putusan Mahkamah Konstitusi Dalam Bentuk Rumusan Norma Dalam Undang-Undang - PERUMUSAN NORMA DALAM PUTUSAN MAHKAMAH

0 0 28

EKSEKUSI ATAS OBJEK HAK TANGGUNGAN PADA PERBANKAN SYARIAH (Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 93/PUU-X/2012) Repository - UNAIR REPOSITORY

0 0 13