PP Pengganti Undang-Undang (Perpu) No. 4 Tahun 1960

  Dengan Malaysia

TINJAUAN YURIDIS SOSIOLOGIS

BATAS-BATAS MARITIM ANTARA REPUBLIK INDONESIA

  

DENGAN MALAYSIA

Oleh

Sariman BS & Dasril Adnin

Dosen Fakultas Hukum Universitas Sang Bumi Ruwa Jurai

  

ABSTRAK

Masih banyak pulau yang terletak sebagai pulau terluar dari negara kepulauan Indonesia sesuai dengan

konvensi hukum laut 198yang harus mendapat perhatian dan dijaga dalam berbagai segi. Lobi-lobi tingkat tinggi

merupakan salah satu jalan untuk menyatukan konsepsi dengan negara tetangga salah satunya dengan Malaysia.

Batas-batas maritim merupakan salah satu cermin perwujudan dan kewibawaan setiap negara dan merupakan

komponen penting penegakkan hukum di Indonesia terutama Hukum Laut Indonesia. Keutuhan NKRI sudah

merupakan harga mati, maka batas-batas maritim Republik Indonesia dengan negara-negara tetangga harus

dibicarakan secara bilateral, perundingan dengan tidak mengesampingkan prinsip-prinsip hidup bertetangga

yang baik (Good Neighbur Policy).

  _________________________________

  Keywords : Yuridis, Maritim, Malaysia PENDAHULUAN

  Roda diplomasi untuk menyelesaikan selisih pandangan soal Pulau Ambalat khususnya terus ditempuh. Inisiatif ini ditandai dengan pertemuan Presiden Republik Indonesia dengan Perdana Menteri Malaysia setelah itu Menteri Luar Negeri (Menlu) Indonesia dengan Menlu Malaysia.

  Masalah perbatasan kedua negara perlu diselesaikan dengan jalan yang paling baik dan tidak menimbulkan konfrontasi fisik. Indonesia, sebagai negara kepulauan, memiliki perairan yang langsung berbatasan dengan negara tetangga. Ada 10 negara yang perairannya berbatasan langsung dengan Republik Indonesia, yaitu: Malaysia, Singapura, Thailand, India, Filipina, Vietnam, Papua Nugini, Australia, Palau dan Timor Leste. Penetapan batas-batas maritim tersebut sangat penting dilakukan dalam rangka penegakan kedaulatan dan hukum di wilayah yurisdiksi Indonesia di laut, pengelolaan sumber daya alam dan pengembangan ekonomi kelautan.

  Penetapan batas-batas maritim dengan negara-negara tetangga dilakukan berdasarkan beberapa peraturan, antara lain: Hukum Laut Internasional dan pada saat ini digunakan ketentuan Konvensi PBB Tentang Hukum Laut (UNCLOS 1982) yang telah diratifikasi oleh Pemerintah Indonesia melalui UU No.

  17 Tahun 1985, UU No. 6 Tahun 1996 dan Peraturan Pemerintah (PP) No. 38 Tahun 2002.

  Permasalahan tentang batas- batas maritim Pemerintah Indonesia dengan negara tetangga ternyata sampai saat ini masih banyak yang belum terselesaikan. Berdasarkan hasil identifikasi, ternyata baru batas-

  Dengan Malaysia

  batas maritim antara Indonesia dengan Australia yang sudah diselesaikan secara lengkap, sedangkan batas maritim dengan negara tetangga lainnya baru dilakukan penetapan batas-batas Dasar Laut (Landas Kontinen) dan sebagian batas-batas Laut Teritorial.

  Penetapan batas-batas maritim dengan negara-negara tetangga diperlukan untuk memperoleh kepastian hukum yang dapat mendukung berbagai kegiatan kelautan, seperti: penegakan kedaulatan dan hukum di laut, perikanan, wisata bahari, eksplorasi lepas pantai (off shore), transportasi laut dan lainnya.

  Uraian di atas sudah memberikan gambaran, betapa krusialnya perbatasan antara Republik Indonesia dan Malaysia, maka untuk membatasi ruang lingkup masalah yang dihadapi dalam penelitian ini adalah bagaimana menentukan perbatasan kedua negara secara Hukum Laut Internasional ?

  Penyaji dalam penelitian ini menggunakan pendekatan normatif dengan mengkaji dokumen-dokumen, referensi maupun doktrin-doktrin yang relevan dan didukung data yang akurat.

  Berdasarkan observasi analisis peneliti saat ini Pemerintah Indonesia merubah cara penentuan laut teritorialnya dengan mengeluarkan Deklarasi Djuanda pada tanggal 13 Desembcr 1957. Deklarasi ini menentukan bahwa lebar laut teritorial Republik Indonesia adalah 12 mil laut diukur dari garis yang menghubungkan titik-titik terluar pada pulau-pulau terluar Negara Indonesia, serta segala perairan di sekitar, di antara dan yang menghubungkan pulau-pulau wilayah Republik Indonesia sebagai satu kesatuan yang tidak dapat dipisah-pisahkan.

  Deklarasi Djuanda sebagai- mana telah dikutip di atas merupakan saat lahirnya suatu konsepsi yang merombak sistem hukum lama menjadi azas negara kepulauan. Konsepsi ini terkenal dengan nama konsepsi Wawasan Nusantara dan diundangkan dalam bentuk UU No. 4 Perpu Tahun 1960.

  PP Pengganti Undang-Undang (Perpu) No. 4 Tahun 1960

  Pengaturan perairan Indonesia yang telah ditetapkan dasar-dasarnya dalam Deklarasi Djuanda 1957 ditetapkan menjadi sebuah undang- undang dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang.

  Ketentuan pokok dari konsepsi negara kepulauan yang diundangkan dalam bentuk UU No. 4 Perpu Tahun 1960, yaitu : Perairan Indonesia ialah laut wilayah Indonesia beserta perairan pedalaman Indonesia.

METODE PENELITIAN

  1. Laut wilayah Indonesia ialah lajur laut selebar dua belas mil laut yang garis luarnya diukur tegak lurus atas garis pangkal atau titik pada garis pangkal yang terdiri dari garis-garis lurus yang menghubungkan titik-titik terluar pada garis air rendah daripada pulau-pulau atau bagian pulau-

  Dengan Malaysia

  Peraturan Pemerintah (PP) tentang daftar koordinat geografis titik-titik garis pangkal kepulauan Indonesia diperlukan untuk menggambarkan batas-batas wilayah perairan Indonesia. Dalam PP No. 38 ini, untuk menentukan koordinat geografis dari titik-titik terluar garis pangkal guna menetapkan lebar laut teritorial didasarkan pada ketentuan Pasal 3, 4, 5, 6, 7 dan Pasal 8.

  a. Klaim Batas Laut Bangsa Eropa

  Hukum Laut Internasional bertujuan untuk menciptakan suatu sistem hukum yang teratur mengenai hubungan internasional antara negara-negara yang didasarkan prinsip keadilan dan dijalankan secara universal.

  Hukum Laut Internasional

  Statement kedua belah pihak dapat ditinjau dari beberapa sudut pandang antara lain ;

  Pemerintah Indonesia dan Malaysia dalam berbagai pertemuan saling mempertegas komitmen bahwa masalah Ambalat harus diselesaikan dengan persuasif dan damai.

  PEMBAHASAN

  Peraturan Pemerintah (PP) No. 38 Tahun 2002

  pulau yang terluar dalam wilayah Indonesia.

  Pasal 10 ayat 1 mengatur penetapan batas laut teritorial apabila terdapat pantai Indonesia yang letaknya berhadapan atau berdampingan dengan negara lain, maka garis batas dengan negara tersebut adalah garis tengah yang titik-titiknya sama jaraknya dari titik- titik terdekat pada garis pangkal. Ayat 2 menyatakan ketentuan pada ayat 1, tidak berlaku apabila terdapat alasan hak historis atau keadaan khusus lain yang menyebabkan perlunya menetapkan batas laut menurut cara yang berbeda dengan ketentuan tersebut.

  Dalam UU No. 6 tahun 1996 tentang Perairan Indonesia, Bab I Ketentuan Umum pada Pasal 1 telah diberikan berbagai pengertian mengenai hal-hal yang terkait dengan kegiatan penentuan batas wilayah laut, seperti pengertian mengenai: negara kepulauan, pulau, kepulauan, garis air rendah. teluk, dan alur laut.

  Undang-Undang No. 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia dikeluarkan sebagai pengganti Perpu No. 4 tahun 1960 yang sudah tidak sesuai lagi dengan UNCLOS 1982.

  Undang-Undang No. 6 Tahun 1996

  3. Hak lintas damai kendaraan asing melaui perairan pedalaman dijamin selama tidak merugikan kepentingan negara dan mengganggu keamanan/ketertiban.

  2. Perairan pedalaman Indonesia ialah semua perairan yang terletak pada sisi darat dari garis pangkal.

  Klaim batas laut bangsa Eropa bermula dari jatuhnya Konstantinopel (Istambul) ke tangan Turki 1453, memaksa bangsa-bangsa Eropa menemukan jalan lain ke Timur misalnya Portugis sampai di kepulauan Maluku melalui Samudera

  Dengan Malaysia

  Pasal 5 menyatakan bahwa garis pangkal normal untuk mengukur lebar laut teritorial adalah garis air rendah sepanjang pantai atau garis yang berimpit dengan garis pantai yang dinyatakan pada peta resmi skala besar dari negara pantai tersebut.

  Pasal 10 ayat 2 menyatakan suatu teluk adalah suatu lekukan yang

  d. Garis Penutup (Closing Line) Teluk.

  sungai antara titik-titik pada garis air rendah ke dua tepi sungai.

  (straight line) melintasi muara

  9 menyatakan apabila suatu sungai mengalir langsung ke laut, garis pangkal adalah suatu garis lurus

  c. Garis Lurus (Straight line) Penutupan Sungai. Pasal

  1 menyatakan bahwa di tempat- tempat dimana garis pantai menjorok jauh ke dalam dan menikung ke dalam atau jika terdapat suatu deretan pulau sepanjang pantai di dekatnya, cara penarikan garis pangkal lurus yang menghubungkan titik-titik yang tepat dapat digunakan dalam menarik garis pangkal dari mana lebar laut teritorial diukur.

  7 ayat

  Baseline). Pasal

  b. Garis Pangkal Lurus (Straight

  a. Garis Pangkal Normal (Normal Baseline).

  Atlantik, Tanjung Harapan dan India yang mengklaim seluruh samudera yang dilaluinya sebagai miliknya. Demikian pula Spanyol yang juga sampai ke Maluku, melalui Samudera Pasifik menuntut samudera itu miliknya. Klaim Portugis dan Spanyol itu disetujui oleh Paus Alexander VI tahun 1493 dan dikukuhkan dengan perjanjian Tordesillas 1494 (Kusumaatmadja 1986, dalam PUSPICS 2001).

  Implementasi ketentuan- ketentuan Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS 1982) yang bertalian ketentuan-ketentuan penarikan garis pangkal (base line) untuk menentukan batas maritim antara lain :

  Eksklusif (Exclusive Economic Zone), Laut Lepas (High Seas) dan Landas Kontinen (Continental Shelf).

  (Territorial Sea), Zona Tambahan (Contiguous Zone), Zona Ekonomi

  Dibandingkan dengan Konvensi Jenewa 1958, UNCLOS 1982 mengatur rezim-rezim hukum laut lengkap dan satu sama lain tidak dapat dipisah- pisahkan, antara lain: Laut Teritorial

  ditandatangani oleh 117 negara peserta termasuk Indonesia di Montego Bay, Jamaica pada tanggal 10 Desember 1982 dan telah diratifikasi oleh Republik Indonesia dengan UU No. 17 tahun 1985.

  Convention on the Law of the Sea (UNCLOS 1982) yang telah

  Konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa telah berhasil mewujudkan hukum laut internasional melalui United Nations

  (mare anglicanum). Klaim tersebut memancing reaksi keras Belanda.

  Baltik dan laut Utara Norwegia dan Inggris atas wilayah di sekitarnya

  domini moris oleh Denmark atas laut

  Sementara itu negara-negara Eropa lainnya seperti Denmark dan Inggris juga menuntut laut di sekitar negaranya sebagai miliknya, klaim

b. Konvensi PBB Tentang Hukum Laut Tahun 1982

  Dengan Malaysia

  adalah garis tepi yang mengalami penaikan disebabkan adanya daratan yang naik, biasanya garis tepi naik ini mempunyai bentuk yang lurus dan datar sedangkan

  Pasang surut pada umumnya dikaitkan dengan proses naik turunnya paras laut (sea level) secara berkala yang ditimbulkan oleh adanya gaya tarik dari benda-benda angkasa,

  c. Pengamatan Pasang Surut (Pasut)

  pesisir yang sejajar dengan pantai relatif lebih mudah dibandingkan dengan penentuan batas-batas wilayah pesisir yang tegak lurus pantai, namun demikian keduanya dalam pelaksanaannya memerlukan penelitian yang lengkap, akurat dan teliti (Dahuri et.al 1996).

  shore). Penentuan batas-batas wilayah

  dengan pantai (long-shore) dan batas yang tegak lurus dengan pantai (cross-

  (boundaries}, yaitu: batas yang sejajar

  Apabila ditinjau dari garis pantai (coastline) suatu wilayah pesisir mempunyai dua macam batas

  yang mengalami penurunan disebabkan adanya daratan yang turun dan biasanya mempunyai bentuk tidak lurus.

  submerged shore line adalah garis tepi

  shore line (garis tepi naik) dan submerged shoreline (garis tepi turun). Emerged shore line

  jelas lekukannya berbanding sedemikian rupa dengan lebar mulutnya sehingga mengandung perairan yang tertutup dan yang bentuknya lebih dari sekedar suatu lekukan pantai semata-mata.

  Secara umum bentuk garis pantai ada dua macam, yaitu emerged

  b. Penentuan Garis Pantai

  dasar laut dengan jumlah yang cukup banyak sehingga dapat digambarkan kontur garis-garis kedalaman (Ingham 1975 dalam Dedeo 1995).

  (relief)

  Pemetaan batimetri merupakan hasil kegiatan pengumpulan data melalui metode penginderaan atau rekaman dari permukaan dasar perairan. Data tersebut kemudian diolah (processing) untuk menghasilkan profil-profil

  Metode penentuan batas maritim, disusun berdasarkan pendekatan, pola pikir perencanaan, gambaran keberadaan peraturan- peraturan yang berkaitan dengan pengelolaan batas maritim dihubungkan dengan kepentingan pembangunan nasional dan dengan tetap memperhatikan Hukum Laut Nasional dan Internasional.

  Metode Penentuan Batas Maritim

  Pasal 47 ayat 1, menyatakan bahwa negara kepulauan dapat menarik garis pangkal lurus kepulauan yang menghubungkan titik-titik terluar pulau-pulau dan karang kering terluar dari kepulauan itu. Pasal 47 ayat 2, menyatakan bahwa panjang garis pangkal tidak boleh melebihi 100 mil laut, kecuali bahwa hingga 3% dari seluruh garis pangkal yang mengelilingi setiap kepulauan dapat melebihi kepanjangan tersebut hingga maksimum 125 mil laut.

  e. Garis Pangkal Kepulauan (Archipelagic Baseline).

a. Pengukuran kedalaman (Batimetri)

  Dengan Malaysia

  Penentuan posisi garis air rendah sejajar pantai dilakukan secara grafis dari data hasil pengukuran kedalaman (batimetri) atau Peta laut skala besar pada kontur kedalaman nol (garis air rendah sepanjang pantai). Apabila kontur nol tidak diperoleh, maka garis air rendah diidentikkan dengan garis pantai bentukan alamiah seperti karang terjal, batuan maupun garis pantai dari bangunan misalnya dermaga,

  Penarikan Garis pangkal (Base Line)

  Dari posisi dan koordinat titik dasar yang sudah ditentukan tersebut selanjutnya dilaksanakan penarikan garis pangkal yang menghubungkan antara titik dasar yang satu dengan yang lain, jarak maksimum garis pangkal adalah 125 mil dan akan membuat poligon melalui titik-titik dasar tersebut.

  Penentuan Garis Pangkal

  Setelah posisi garis air rendah didapat, selanjutnya posisi dari koordinat titik dasar ditentukan pada garis air rendah sepanjang pantai. Titik Dasar diikat posisinya dari hasil pengukuran geodetik titik acuan secara deferensial dan dihitung arah atau azimuthnya dan jarak terhadap titik acuan.

  Penentuan Titik Dasar

  break water dan lainnya.

  Metode Penentuan Garis Air Rendah Pantai

  terutama matahari dan bulan terhadap massa air di bumi.

  dalam UNCLOS 1982 disebut low water line, dalam UU No. 6 Tahun 1996.

  datum) merupakan acuan. Metode ini

  Berdasarkan ketentuan di atas, kedudukan garis pantai menggunakan batas air rendah (chan

  Pengertian garis pantai lazim digunakan dalam pemetaan, kedudukan garis pantai menurut peta laut adalah pertemuan garis air tinggi dengan daratan, sedang garis pantai yang digunakan untuk pemetaan darat (topografi) merupakan pertemuan garis air rata-rata (MSL) dengan daratan dan garis pantai pada peta navigasi merupakan pertemuan air rendah dengan daratan (SP. No. 51 IHO 1993-TALOS).

  Penentuan Kedudukan Garis Pantai

  Method of Analysis of Tides ( Mihardja et. al 1994).

  Sejak pertengahan abad ke-17, mulai muncul teori-teori yang secara ilmiah menerangkan gejala pasut, antara lain: pengamatan pasut dapat dilakukan satu bulari (29 piantan), satu tahun sampai periode 18.61 tahun yang merupakan satu periode nutasi dari sumbu putar bumi. Pada tahun 1928, Doodson mengenalkan metode yang amat praktis untuk analisa pasut dari pengamatan 15 atau 29 hari, yang kemudian dikenal dengan Admiralty

  Penarikan garis pangkal diperoleh dengan cara menarik titik- titik dasar pada kedalaman nol meter sepanjang pantai yang tergambar pada lembar lukis teliti (LLT) survei batimetri atau ditentukan dari kontur nol pada peta laut skala besar (1:10.000 s/d 1:50.000).

  Dengan Malaysia

   Batas Zone Tambahan (Contiguous

  Batas maritim dengan Malaysia meliputi batas laut wilayah dan batas landas kontinen.

  Roda diplomasi untuk menyelesaikan selisih pandangan soal Pulau Ambalat terus bergulir. Pucuk pimpinan kedua negara terus memperbanyak frekuensi pertemuan dialog untuk menyelesaikan perbatasan kedua belah pihak diantaranya dengan Ambalat.

  Garis Batas Laut Wilayah RI - Malaysia.

  Sampai saat ini penetapan batas maritim RI dengan negara- negara tetangga belum selesai secara keseluruhan, hal ini menimbulkan permasalahan-permasalahan perbatasan dengan negara tetangga. Dalam makalah ini diuraikan tentang batas-batas maritim yang sudah ada disertai dengan permasalahan yang timbul dalam pelaksanaannya.

  (Continental Shelf)

   Batas Landas Kontinen

   Batas Perairan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE)

  Zone)

  Sea)

  Ketentuan pasal-pasal dalam UNCLOS 1982 yang digunakan sebagai dasar penarikan garis pangkal

  Batas-batas maritim republik Indonesia dengan negara tetangga meliputi:  Batas Laut Teritorial (Territorial

  Penetapan batas-batas maritim tersebut dilakukan berdasarkan ketentuan hukum laut internasional dan pada saat ini menggunakan UNCLOS 1982 yang telah diratifikasi pemerintah RI melalui UU No. 17 Tahun 1985. Implementasinya antara lain diperlukannya pengelolaan terhadap batas maritim, dimana meliputi batas laut yang langsung berbatasan dengan negara tetangga dan batas laut dengan laut bebas.

  Sebagai negara kepulauan, Indonesia mempunyai batas maritim dengan 10 (sepuluh) negara tetangga, yaitu Malaysia, Singapura, Thailand, India, Filipina, Vietnam, Papua Nugini, Australia, Palau, dan Timor Leste. Penetapan batas maritim dilakukan untuk penegakkan kedaulatan dan hukum di wilayah yurisdiksi Indonesia di laut, pengelolaan sumber daya alam dan pengembangan ekonomi kelautan.

  Batas Maritim RI Dengan Negara

  Garis pangkal normal untuk mengukur lebar laut teritorial adalah garis air rendah sepanjang pantai atau garis antara yang berimpit dengan garis pantai yang dinyatakan pada peta resmi skala besar dari negara pantai tersebut (Pasal 5).

  Garis Pangkat Normal (Normal Baseline)

  Maritim suatu negara, antara lain :

  (base line} dalam penentuan batas

  a. Garis batas laut wilayah terletak di Selat Malaka antara Indonesia dan Malaysia, terutama pada bagian yang sempit, sebagai implementasi dari penentuan batas wilayah laut masing-masing negara sejauh 12 mil laut yang

  Dengan Malaysia

  diukur dari garis pangkal dan sesuai dengan Konvensi Hukum Laut Internasional 1982. Kesepakatan ini disetujui oleh kedua negara pada tanggal 17 Maret 1970 di Kuala Lumpur.

  b. Garis batas landas kontinen antara Indonesia dan Malaysia terletak di Selat Malaka, Laut Cina Selatan disebelah Timur Malaysia Barat dan Laut Cina Selatan bagian Timur di lepas pantai Sarawak, ditanda-tangani pada tanggal 27 Oktober 1969 di Kuala Lumpur. MoU ini merugikan Indonesia karena Malaysia menetapkan pulau Jara dan pulau Perak sebagai titik dasar untuk penarikan garis pangkalnya sehingga median line untuk batas landas kontinen kedua negara cenderung ke arah perairan Indonesia.

  Garis Batas Laut RI - Singapura

  Garis batas laut wilayah antara Indonesia dan Singapura di Selat Singapura disetujui di Jakarta pada tanggal 25 Mei 1973 berdasarkan prinsip sama jarak antara dua pulau yang berdekatan karena lebar laut antara kedua negara kurang dari 15 mil laut. Perjanjian di atas belum termasuk wilayah yang jaraknya 18 mil lain utara pulau Karimun besar dan 28,8 mil laut utara pulau Bintan yang belum mempunyai perjanjian batas laut karena merupakan wilayah perbatasan tiga negara yakni Indonesia, Singapura dan Malaysia.

  • Thailand - Malaysia, dari titik 1 s/d 7, ditandatangani di Kuala Lumpur 21 Desember 1972 dan diratifikasi Keppres No. 20 Tahun 1972 tanggal 11 Maret 1972.

  Negara Singapura gencar melakukan reklamasi pantainya sehingga garis pantainya berubah. Hal ini akan menyulitkan dikemudian hari bagi Indonesia di dalam menetapkan batas wilayah perairan kedua negara yang belum ditentukan, dimana Singapura akan mengklaim batas lautnya berdasarkan garis pangkal yang baru karena garis pangkal yang lama sudah tidak dapat diidentifikasi lagi.

  Singapura juga bisa menggunakan Pasal 11 UNCLOS 1982 yang menyatakan bahwa untuk penetapan batas laut teritorial, instalasi pelabuhan permanen yang terluar yang merupakan bagian integral dari sistem pelabuhan dianggap sebagai garis pantai, untuk mengklaim batas lautnya.

  Garis Batas Landas Kontinen Rl - Thailand

  Di bagian Utara Selat Malaka sudah dilakukan perjanjian batas landas kontinen (LK) antara Indonesia dan Thailand, yaitu : a. Perjanjian LK terdiri dari titik 1 dan 2, ditandatangani di Bangkok

  17 Desember 1971 dan diratifikasi Keppres No. 21 Tahun 1972

  b. Perjanjian LK terdiri dari titik A dan L, ditandatangani di Jakarta

  11 Desember 1975 dan diratifikasi Keppres No. 1 Tahun 1977 tanggal

  31 Januari 1977

  c. Perjanjian LK terdiri tiga negara Rl

  Dengan Malaysia Garis Batas Landas Kontinen Indonesia-India

  Garis batas landas kontinen antara Indonesia dan India terletak di laut Andaman, Samudera Hindia, perairan Sumatera dan pulau Nicobar Besar.

  a. Perjanjian ditandatangani di Jakarta pada tanggal 8 Agustus 1974 dan diratifikasi dengan Keppres No. 51 tahun 1974 tanggal

  25 September 1974, terdiri dari 4 titik koordinat (titik 1- 4).

  b. Perjanjian ditandatangani di New Delhi pada tanggal 14 Januari 1977 dan diratifikasi dengan Keppres No. 26 Tahun 1977 tanggal 4 April 1977, terdiri dari 9 titik koordinat (4 titik di laut Andaman dan 5 titik di Samudera Hindia), merupakan perpanjangan garis batas landas kontinen tahun 1974.

  Garis Batas Landas Kontinen Indonesia-India-Thailand

  Garis batas maritim Indonesia- India-Thailand tentang penetapan garis batas tiga negara ini terletak di laut Andaman disetujui pada tanggal

  22 Juni 1978 di New Delhi dan diratifikasi dengan Keppres No. 24 Tahun 1978 tanggal 16 Agustus 1978.

  Batas Maritim Indonesia-Australia

  Perairan antara Indonesia dan Australia merupakan daerah yang sangat luas terbentang lebih dari 2100 mil laut dari selat Torres sampai perairan pulau Christmas. Perjanjian perbatasan maritim antara Indonesia dan Australia yang telah ditentukan, menjadi menarik untuk dipelajari perkembangannya, karena perjanjian tersebut dilaksanakan baik sebelum berlakunya UNCLOS 1982 (menggunakan konvensi Genewa 1958) maupun sesudahnya.

  Secara garis besar perjanjian batas maritim Indonesia-Australia dibagi menjadi menjadi 3 (tiga) bagian, yaitu : a. Perjanjian Garis Batas Landas

  Kontinen ditandatangani di Canberra pada tanggal 18 Mei 1971 dan diratifikasi dengan Keppres No. 42 Tahun 1971, terdiri dari 16 titik koordinat yaitu: Laut Arafura (titik Al - A12), Perairan Selatan pantai selatan Papua (titik B1-B2) dan Perairan Utara pantai Utara Papua (titik Cl - C2).

  b. Sebagai tambahan dan kelanjutan dilakukan perjanjian perbatasan pada tanggal 9 Oktober 1972 dan diratifikasi dengan Keppres No. 66 Tahun 1972 tanggal 4 Desember 1972, terdiri dari: Perbatasan di Selatan Kep. Tanimbar pada laut Arafura (A13 - A16) dan Selatan Pulau Roti dan Pulau Timor (A17- A25).

  c. Perjanjian perbatasan maritim tanggal 16 Maret 1997 yang meliputi ZEE dan Batas Landas Kontinen Indonesia-Australia dari perairan Selatan Jawa, termasuk perbatasan maritim di Pulau Ashmore dan Pulau Christmas.

  Batas Maritim Indonesia-Vietnam

  Perundingan penetapan batas landas kontinen antara RI-Vietnam telah dilakukan sejak Juni 1978 dan merupakan salah satu perundingan

  Dengan Malaysia

  Batas Maritim Indonesia-Papua New Guinea (PNG)

  Batas Maritim Indonesia-Timor Leste

  Persetujuan Batas Maritim dan Kerjasama dengan PNG ditandatangani di Jakarta dan telah diratifikasi dengan Keppres No. 21 Tahun 1982.

  c. Menetapkan Garis Batas Dasar Laut (Landas Kontinen) di Selatan Irian Jaya.

  b. Menetapkan Garis Batas Laut Wilayah di Selatan Irian Jaya

  Cise sebelah Utara dan Selatan Sungai Fly berdasarkan prinsip Thalweg (alur pelayaran) sebagai batas alamiah berdasarkan perjanjian yang dibuat pemerintah Kolonial Belanda dan Inggris di kawasan tersebut.

  Perjanjian Garis-garis Batas Tertentu RI - PNG ditandatangani di Jakarta pada tanggal 12 Februari 1973 dan diratifikasi melalui UU No. 6 Tahun 1973 tanggal 8 Desember 1973, antara lain: a. Mengatur penetapan batas Dam

  Palau adalah negara kepulauan dan terletak di timur laut Indonesia. Penarikan zona perikanan yang diperluas 200 mil laut sesuai rezim ZEE oleh Palau akan tumpang tindih dengan ZEE Indonesia, sehingga perlu adanya perundingan garis batas ZEE kedua negara.

  yang cukup alot dalam pengalaman perundingan perbatasan. Upaya yang ditempuh lewat 11 kali putaran perundingan formal serta 20 kali konsultasi dan perundingan informal diantara pejabat tingkat teknis kedua negara. Perundingan terakhir tim teknis batas landas kontinen dilaksanakan pada tanggal 10-13 Maret 2003 di Ho Chi Minh Vietnam. Setelah melalui perundingan yang sangat intensif, dengan berdasarkan kepada hasil-hasil yang telah dicapai sebelumnya, Indonesia dan Vietnam sepakat menandatangani Garis Batas Landas Kontinen di Hanoi, Vietnam tanggal 26 Juni 2003.

  Batas Maritim Indonesia-Palau

  Dalam perundingan perma- alahan keberadaan pulau Miangas sudah tidak dipermasalahkan lagi. Philipina berdasarkan Treaty of Paris tahun 1898, menggambarkan wilayah maritim Philipina dalam bentuk kotak dengan memasukkan Pulau Miangas ke dalam wilayah Philipina, metode ini tidak sesuai dengan prinsip UNCLOS 1982.

  terakhir dilaksanakan di Jakarta tanggal 2-6 September 2004.

  Working Group Meeting on Maritime and Oceans Concerns dan perundingan

  Perundingan RI-Philipina telah berkali-kali dilaksanakan khususnya balas maritim di laut Sulawesi dan Selatan Mindanao sejak 1973, perundingan RI-Philipina sudah mencapai kemajuan yang cukup baik setelah kedua Negara secara periodik bertemu dalam Joint Permanent

  Batas Maritim Indonesia-Philipina

  Sejak Timor-Timur (sekarang Timor Leste) merdeka dari wilayah NKRI 1997 terus berbenah diri dari aspek hukum lautnya. Indonesia

  Dengan Malaysia

  1. Batas-batas maritim harus kongkrit dan mengacu pada United Nations Convention On The Law Of The Sea (UNCLOS) tahun 1982.

  ” bahwa hidup bernegara dan bertetangga hendaknya: 1.

  Neighbur Policy

  Sesuai dengan misi “Good

  Saran

  kebijaksanaan bertetangga yang baik, artinya sengketa perbatasan dapat diselesaikan sesuai dengan semangat Dasasila Bandung dan Piagam PBB.

  Neighbur Policy ” atau berdasarkan

  2. Kasus Ambalat sebagai salah satu contoh perebutan perbatasan Republik Indonesia dan Malaysia dapat diselesaikan dengan “Good

  Berdasarkan kesimpulan di atas dapat lebih dipertajam lagi sehingga tidak menimbulkan permasalahan di masa datang yaitu ;

  mempunyai batas darat dan batas maritim dengan Timor Leste yang sampai sekarang perundingannya belum selesai. Perundingan yang telah dilaksanakan yaitu first meeting joint

  Beberapa hal yang perlu mendapat perhatian berkenaan dengan penentuan batas maritim, bahwa pada dasarnya Indonesia telah cukup mengadopsi ketentuan- ketentuan konvensi hukum laut internasional dalam peraturan perundang-undangan nasional yang mengatur perairannya, akan tetapi perlu adanya pengkajian lebih mendalam berkaitan dengan isu perbatasan yang saat ini terjadi. Perhatian lain yang perlu mendapat prioritas dimasa yang akan datang adalah pembuatan peta batas maritim yang merupakan bagian dari peta batas yuridiksi nasional Indonesia, agar seluruh lapisan masyarakat dapat mengetahui dengan pasti batas wilayah kedaulatan Republik Indonesia.

  SIMPULAN DAN SARAN Simpulan

  b. Batas Oikussi sebagai wilayah Timor Leste yang terpisah geografis perlu ditentukan batas wilayah lautnya.

  a. Perubahan Titik Dasar (TD) baru di pulau-pulau sebelah Utara Timor Leste, karena 5 TD yang berada di Selatan Pantai Timor Leste sudah tidak berlaku lagi.

  Dengan lepasnya Timor Leste dari Indonesia, maka perlu dilakukan beberapa kajian tentang batas maritime, antara lain.

  dengan Timor Leste pada tanggal 18 dan 19 Desember 2002 di Jakarta. Pada tahap awal akan dilaksanakan penentuan batas darat berupa delintasi dan demarkasi, selanjutnya akan dilanjutkan dengan perundingan penentuan batas maritim. Perundingan Joint Border Committee kedua telah disepakati diselenggarakan pada bulan Juli 2003 di Dilli.

  border committee antara pemerintah RI

  Segala perselisihan (batas-batas maritim) dapat diselesaikan dengan jalan perundingan, musyawarah yang diilhami jiwa / semangat Dasasila Bandung.

  Dengan Malaysia 2.

  Hydrographic Bureau, Monaco. International Hydrographic Organiza- tion Special Publications No.

  Batas antara kedua negara khususnya (RI dan Malaysia) maupuan dengan negara tetangga pada umumnya dapat diselesaikan dengan rujukan UNCLOS 1982.

DAFTAR PUSTAKA

  Jakarta. Djaja, R. 1987. Pengamatan Pasang

  Indonesia , Jakarta. Rineka Cipta Mihardja, D.K., M. Ali, dan S. Hadi.

  Wawasan Nusantara, Hukum, dan Pembangunan.

  Territorial Pada Konferensi- Konferensi Hukum Laut Djenewa , Bandung, Pusat Studi

  Bandung, Binacipta _______, 1995, Masalah Lebar Laut

  Hukum Laut Internasional ,

  PT. Alumni Mochtar Kusumaatmadja, 1978,

  Hukum Internasional , Bandung,

  Jakarta, Putra A. Bardin …………, Ettyr Agoes, 2003, Pengantar

  Pengantar Hukum Internasional ,

  Jakarta. Mochtar Kusumaatmadja, 1999,

  Makalah Seminar Sehari. LIPI.

  Analisis Pasang Surut di daerah Cilacap dan Surabaya.

  1994. Pasang Surut. Bandung; Institut Teknologi Bandung. Mihardja, D.K. dan R. Setiadi. 1987.

  Joko P. Subagyo, 2002, Hukum Laut

  Surut Laut Untuk Penentuan dalam Ketinggian. Makalah

  graphic Surveys. International Hydrographic, Monaco.

  Dishidros TNI AL. 2000. Batas-Batas

  Maritim RI dengan Negara Tetangga,

  Technical Aspects of the United Nations Convention On the Law of the Sea-1982. International

  51, 1993. A Manual On

  International Hydrographic Organiza- tion Special Publications No.

  Perairan Indonesia, Jakarta: Akademika Presindo.

  Jakarta: Dishidros. Hamzah, A. 1984. Laul Teritorial dan

  Pemetaan Hidro-Oseanografi Dalam Mendukung Pembangunan Kelautan Nasional.

  Ello, P. 1998. Kemampuan Survei dan

  Djoko Nugroho, Haris. 2003. Kajian Kedudukan Garis Pantai untuk Penentuan Batas Wilayah Laut Provinsi, Kabupaten dan Kota Menurut UU. No. 22 Tahun 1999 (Studi Kasus: Provinsi DKI Jakarta). IPB, Bogor.

  Seminar Sehari Asean-Australia Cooperative Programs on Marine Science. LIPI, Jakarta.

  44, 1987. Standards For Hydro-

  Dengan Malaysia Wayan, I Parthiana, 2005, Landas 1996 tentang Perairan.

  Lembaran Negara Tahun 1996 Kontinen Dalam Hukum Laut Internasional, Bandung, No. 3647. Sekretariat Negara.

  Mandar Maju. Jakarta. Department of Commerce U.S.A., RI (Republik Indonesia). 1985.

  1986. Geodetic Glossary. Undang-Undang Nomor

  17 Tahun 1985 tentang Konvensi

  National Geodetic Survey,

  Perserikatan Bangsa-Bangsa Rockville, MD. Tentang Hukum Laut (UNCLOS 1982) . Sekretariat Negara.

  RI (Republik Indonesia). 1996.

  Jakarta.

  Undang-Undang Nomor 6 Tahun

Dokumen yang terkait

Analisis Pengaruh Pengangguran, Kemiskinan dan Fasilitas Kesehatan terhadap Kualitas Sumber Daya Manusia di Kabupaten Jember Tahun 2004-2013

21 388 5

PENGALAMAN KELUARGA DALAM MERAWAT ANGGOTA KELUARGA DENGAN GANGGUAN JIWA (SKIZOFRENIA) Di Wilayah Puskesmas Kedung Kandang Malang Tahun 2015

28 256 11

PENYESUAIAN SOSIAL SISWA REGULER DENGAN ADANYA ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DI SD INKLUSI GUGUS 4 SUMBERSARI MALANG

64 523 26

Analisis Pertumbuhan Antar Sektor di Wilayah Kabupaten Magetan dan Sekitarnya Tahun 1996-2005

3 59 17

Analisis tentang saksi sebagai pertimbangan hakim dalam penjatuhan putusan dan tindak pidana pembunuhan berencana (Studi kasus Perkara No. 40/Pid/B/1988/PN.SAMPANG)

8 102 57

ANALISIS YURIDIS TENTANG PENYELESAIAN SENGKETA MEREK AIR MINUM MINERAL "AQUA-versus-INDOQUALITY" (Studi Putusan Mahkamah Agung RI No. 04.PK/N/HaKI/2004)

2 65 91

DAMPAK INVESTASI ASET TEKNOLOGI INFORMASI TERHADAP INOVASI DENGAN LINGKUNGAN INDUSTRI SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI (Studi Empiris pada perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2006-2012)

12 142 22

A DISCOURSE ANALYSIS ON “SPA: REGAIN BALANCE OF YOUR INNER AND OUTER BEAUTY” IN THE JAKARTA POST ON 4 MARCH 2011

9 161 13

Hubungan antara Kondisi Psikologis dengan Hasil Belajar Bahasa Indonesia Kelas IX Kelompok Belajar Paket B Rukun Sentosa Kabupaten Lamongan Tahun Pelajaran 2012-2013

12 269 5

Peningkatan keterampilan menyimak melalui penerapan metode bercerita pada siswa kelas II SDN Pamulang Permai Tangerang Selatan Tahun Pelajaran 2013/2014

20 223 100